Anda di halaman 1dari 18

METODE PENGAJARAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Metode

Menurut Armai Arief:


secara etimologis, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata
ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati
dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang
dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah : “Cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud.” Sehingga dapat dipahami
bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan
pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.8

Menurut Abuddin Nata, “metode dapat berarti cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa
metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang
diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu tersebut”. 9

Di dalam strategi pembelajaran menurut Wina Sanjaya, “metode termasuk ke


dalam komponen-komponen pendidikan yang juga mempunyai fungsi yang sangat
menentukan dalam pencapaian dari suatu tujuan yang diharapkan dalam kegiatan
pendidikan”.10

Selanjutnya pengertian metode menurut Jalaluddin dan Usman Said, “metode


dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak
didik”.11

8
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam…, h. 40.
9
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005),
h.143.
10
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana 2008), cet. V, h. 60.
11
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1996), cet.II, h. 52

7
8

B. Pengertian Pendidikan Islam

Menurut Ramaliyus, “Pendidikan berasal dari kata “didik” dengan awalan


“pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan
sebagainya)”.12

Menurut Ngalim Purwanto, “istilah Pendidikan ini dalam bahasa Yunani yaitu
Paedagogic. Paedagogic berasal dari kata Paedos (anak) dan Agogic
(membimbing, memimpin). Paedagoog ialah “seseorang yang tugasnya
membimbing anak dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri.”13

Menurut Soedijarto, “Pendidikan secara umum didefinisikan sebagai sebuah


usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kesatuan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat”.14

Menurut Muhaimin,"istilah pendidikan dalam konteks pendidikan islam


memiliki dua pengertian. Pertama, merupakan aktifitas pendidikan yang
diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan
ajaran dan nilai-nilai islam. Kedua, pendidikan islam adalah sistem pendidikan
yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai
islam".15

Abuddin Nata mengutip Zakiyah Darajat mengatakan bahwa, "pendidikan


islam sebagai usaha membentuk manusia yang harus mempunyai landasan

12
Ramaliyus, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) cet ke-4, h.1
13
Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007) cet. Ke-18, h. 3.
14
Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara 2008), h.XVII
15
Muhaimin, Rekonstuksi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2009), h. 14
9

keimanan, dan dengan landasan itu semua kegiatan dan semua perumusan tujuan
pendidikan islam dihubungkan".16

Menurut Abdurrahman Annahlawi pendidikan dalam konteks islam juga


memiliki beberapa pengertian diantaranya at-tarbiyah, at-at-ta‟lim, dan at-ta‟dib.
ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan dengan makna sebagai berikut:

1. Istilah at-tarbiyah

Menurut Abdurrahman Annahlawi lafal at-tarbiyah berasal dari tiga kata


yaitu:
a. Raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.
b. Rabiya yarba, berarti menjadi besar.
c. Rabba yarubbu, yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun,
menjaga dan memelihara.17

Al-raghib Al-Ishfani yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa, “at-
tarbiyah berarti menumbuhkan atau membina sesuatu tahap demi tahap hingga
mencapai batas yang sempurna”.18

Di dalam al-Qur‟an surat Assaba ayat 15 disebutkan:

Negrimu adalah negri yang baik dan Tuhanmu adalah yang maha pengampun
(Q.S. Sabaa [34]:15).

2. Istilah at-ta‟lim

Menurut Abudin Nata, “Lafal at-ta‟lim berasal dari kata „allama yang
mengandung kata mengajar. Abdul Fatah Jalal berpendapat bahwa, “istilah at-

16
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Persfektif Hadits,(Jakarta: UIN Jakarta Press 2005), h.
57.
17
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, (Bandung: CV.
Diponegoro 1989), h. 30-32.
18
Abudin Nata, Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur‟an, (Jakarta: UIN Jakarta Press 2005),
h. 90.
10
11

ta‟lim berhubungan dengan pemberian bekal pengetahuan yang dalam islam


pengetahuan dinilai sesuatu yang memiliki kedudukan yang tinggi”. 19 Ia juga
mengatakan, “Banyak kegiatan yang menggunakan kata at-ta‟lim, di Indonesia
misalnya kita jumpai kata at-ta‟lim pada istilah majlis at-ta‟lim yaitu tempat
untuk melakukan pengajaran. Penggunaan kata at-ta‟lim juga biasanya dijumpai
pada saat membicarakan guru dan murid”.20

Di dalam al-Qur‟an kata at-ta‟lim dapat kita jumpai pada surat al-Hujurot
ayat16:

Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang


agamamu, Padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi
dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”(Q.S. Al-Hujrot [49]:14)

3. Istilah at-ta‟dib

Menurut Abudin Nata, kata at-ta‟dib berasal dari kata addaba, kata ini tidak
dijumpai dalam al-Qur‟an akan tetapi terdapat di dalam hadits yang berbunyi
“addabani rabbi faahsana at-ta‟dibii”, artinya: Tuhanku telah mendidikku, dan
telah membuat pendidikkanku sebaik-baiknya.21 maka at-ta‟dib dapat juga
diartikan pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke
dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan.

Ketiga pengertian di atas, sebagaimana disebutkan oleh Abuddin Nata


terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Istilah at-tarbiyah
memberikan kesan proses pembinaan, dan pengarahan bagi pembentukan
kepribadian dan sikap mental, istilah at-ta‟lim memberikan kesan proses

19
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1997 ), h. 5-8.
20
Nata, Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur‟an,…h.92.
21
Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1…h.7.
12

pemberian bekal pengetahuan, dan istilah at-ta‟dib memberikan kesan proses


bembinaan terhadap sikap moral dan etika dalam kehidupan yang lebih mengacu
pada peningkatan martabat manusia.22

C. Pengertian Metode Pendidikan Islam

Menurut Ahmad Tafsir, “yang dimaksud dengan metode pendidikan ialah


semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik. 23Adapun metode pendidikan
atau metode pembelajaran, dimaksudkan sebagai suatu cara atau strategi yang
digunakan guru untuk melakukan proses pembelajaran di kelas, terutama dalam
konteks transfer of knowledge atau transfer of value. Metode tersebut membantu
guru untuk mengoptimalkan proses pembelajaran sehingga kompetensi yang
direncanakan dapat tercapai dengan maksimal”. 24

Menurut Armai Arief, “di dalam pendidikan islam, metode pendidikan adalah
cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan pendidikan
islam.25
Abdurrahman Annahlawi mengatakan:
Metode pendidikan islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak
didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan
puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima
petunjuk Ilahi dan konsep-konsep peradaban Islam. Selain itu, metode
pendidikan Islam akan mampu menempatkan manusia di atas luasnya
permukaan bumi dan dalamnya masa yang tidak diberikan kepada penghuni
bumi lainnya.26

Selanjutnya, penulis mengutip pendapat Abuddin Nata secara ringkasnya, al-


Qur`an sendiri secara eksplisit tidak menjelaskan arti dari metode pendidikan.
Namun kata metode dalam bahasa Arab dibahasakan dengan kata al-tariqah ,

22
Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1…h.8
23
Ahmad Tafsir, Ilmu Penddidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
2007), cet. V h. 131.
24
Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pendidikan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 122
25
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,…h.41
26
Abdurrahman Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:
Gema Insani, 1993), cet I, h. 205
13

banyak dijumpai dalam al-Qur‟an. Abuddin Nata mengutip Muhammad Abd al-
Baqi, menurutnya di dalam al-Qur`an kata al-tariqah diulang sebanyak sembilan
kali. Salah satunya kata ini terkadang dihubungkan dengan sifat dari jalan
tersebut, seperti al-tariqah al-mustaqimah, yang diartikan jalan yang lurus.27 Hal
ini terdapat dalam al-Qur`an surat Al-Ahqaaf ayat 30:

Mereka berkata: Hai kaum kami, Sesungguhnya kami Telah mendengarkan


kitab (al-Quran) yang Telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada
jalan yang lurus”.(Al-Ahqaf[46]:30).

Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa metode atau jalan oleh al-Qur‟an
dilihat dari sudut objeknya, fungsinya, akibatnya, dan sebagainya. Ini dapat
diartikan bahwa perhatian al-Qur‟an terhadap metode demikian tinggi, dengan
demikian al-Qur'an lebih menunjukkan isyarat-isyarat yang memungkinkan
metode ini berkembang lebih lanjut.

Dengan berlandaskan pada beberapa definitif di atas dapat penulis


menegaskan bahwa metode pendidikan merupakan sebuah mediator yang
mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori
atau temuan untuk menyampaikan sebuah visi pendidikan kepada tujuannya.

D. Macam-macam Metode Pendidikan Islam

Armai Arief menerangkan tentang metodologi pendidikan dalam islam yang


dinyatakan dalam al-Qur‟an menggunakan sistem multi approach yang meliputi
antara lain:
1. Pendidikan religius, bahwa manusia diciptakan memiliki potensi dasar
(fitrah) atau bakat agama.
2. Pendekatan filosofis, bahwa manusia adalah makhluk rasional atau berakal
pikiran untuk mengembangkan diri dan kehidupannya.
3. Pendekatan rasio-kultural, bahwa manusia adalah makhluk bermasyarakat
dan berkebudayaan sehingga latar belakangnya mempengaruhi proses
pendidikan.

27
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005),
h. 144-145.
14

4. Pendekatan scientific, bahwa manusia memiliki kemampuan kognitif, dan


afektif yang harus ditumbuhkembangkan.
Berdasarkan multi approach tersebut, penggunaan metode harus dipandang
secara komprehensif terhadap anak. Karena anak didik tidak saja dipandang
dari segi perkembangan, tetapi juga harus dilihat dari berbagai aspek yang
mempengaruhinya.28

Menurut Abdurrahman Annahlawi diantara metode pendidikan islam yang


dianggap paling penting dan paling menonjol adalah:
1. Metode dialog Qur‟ani dan Nabawi.
2. Mendidik melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi.
3. Mendidik melalui perumpamaan Qur‟ani dan Nabawi.
4. Mendidik melalui keteladanan.
5. Mendidik melalui aplikasi dan pengalaman.
6. Mendidik melalui ibrah dan nasihat.
7. Mendidik melalui targhib dan tarhib.29

Selanjutnya, penulis menyebutkan lima penjelasan dari ketujuh metode


pendidikan yang dianggap paling penting dan paling menonjol oleh Abdurrahman
Annahlawi sebagai berikut:

1. Metode dialog Qur‟ani dan Nabawi.

Menurut Abdurrahman Annahlawi, “dialog dapat diartikan sebagai


pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang dilakukan melalui tanya jawab
dan di dalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan pembicaraan”. 30

Abdurrahman Annahlawi juga menjelasakan, “bentuk dialog yang


terdapat dalam al-Qur‟an dan sunnah sangat variatif. Namun, bentuk yang
paling penting adalah dialog khithabi (seruan dengan Allah) dan ta‟abbudi
(penghambaan terhadap Allah), dialog deskriptif, dialog naratif, dialog
argumentatif, serta dialog nabawiah”.31

Selanjutnya beliau juga menjelaskan, “tentang aspek-aspek dialog


ditujukan agar setiap pendidik dapat memetik manfaat dari setiap bentuk

28
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam…, h. 41.
29
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 204
30
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 205
31
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 205
15

dialog tersebut dan dapat mengembangkan afeksi, penalaran, dan perilaku


ketuhanan anak didik. Selain itu, seorang pendidik dapat memanfaatkan dialog
untuk melengkapi metode pengajaran ilmu-ilmu lainnya”.32

Di bawah ini akan dijelaskan mengenai macam-macam bentuk metode


dialog di dalam al-Qur‟an yang disebutkan oleh Abdurrahman Annahlawi:

a. Dialog Khithabi dan Ta‟abbudi


Mengenai dialog khithabi dan ta‟abbudi ini Abdurrahman Annahlawi
menjelaskan:
Al-Qur‟an diturunkan untuk menjadi petunjuk dan sebagai kabar gembira
bagi orang-orang yang bertakwa. Di dalamnya, pada puluhan tempat,
Allah menyeru hamba-hamba yang beriman melalui seruan ya ayyuhal-
ladzina amanu. Seorang mukmin yang membaca seruan tersebut, niscaya
akan segera menjawab; ya Rabbi, aku memenuhi seruan-Mu. Hubungan
antara seruan Allah dan tanggapan seorang mukmin itulah yang
melahirkan sebuah dialog. Kondisi tersebut bisa berlangsung sebaliknya.33

b. Dialog Deskriptif
Mengenai dialog deskriptif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan:
Dialog deskriptif disajikan dengan deskripsi atau gambaran orang-orang
yang tengah berdialog. Pendeskripsian itu meliputi gambaran kondisi
hidup dan psikologis orang-orang yang berdialog sehingga kita dapat
memahami kebaikan dan keburukannya. Selain itu, pendeskripsian itu
berpengaruh juga pada mentalitas seseorang sehingga perasaan ketuhanan
dan perilaku positif manusia akan berkembang.34

c. Dialog Naratif
Mengenai dialog naratif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan:
Dialog naratif tampil dalam episode kisah yang bentuk dan alur ceritanya
jelas sehingga menjadi bagian dari cara atau unsur cerita dalam al-Qur‟an.
Walaupun al-Qur‟an mengandung kisah yang disajikan dalam bentuk
dialog, kita tidak dapat mengidentikkan keberadaannya dengan drama
yang sekarang ini muncul sebagai sebuah jenis karya sastra. Artinya, al-
Qur‟an tidak menyajikan unsur dramatik walaupun dalam penyajian
kisahnya terdapat unsur dialog, seperti surat Hud yang mengisahkan
Syu‟aib dan kaumnya. Sepuluh ayat pertama dari kisah Syu‟aib disajikan

32
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 205-206.
33
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 206.
34
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h. 220.
16

dalam bentuk dialog yang kemudian diakhiri dengan ayat yang


menjelaskan kebinasaan kaum tersebut.35

d. Dialog Argumentatif
Mengenai, dialog argumentatif ini Abdurrahman Annahlawi menjelaskan:
Di dalam dialog argumentatif, akan ditemukan diskusi perdebatan yang
diarahkan pada pengkokohan hujjah atas kaum musyrikin agar mereka
mengakui pentingnya keimanan dan pengesaan kepada-Nya, mengakui
kerasulan akhir Muhammad saw, mengakui kebatilan tuhan-tuhan mereka,
dan mengakui kebenaran seruan Rasulullah saw.36

e. Dialog Nabawi
Selanjutnya, mengenai dialog deskriptif ini Abdurrahman Annahlawi
menjelaskan:
Pada dasarnya, Rasulullah saw, telah menjadikan jenis dan bentuk dialog
Qur‟ani sebagai pedoman dalam mempraktikkan metode pendidikan dan
pengajaran beliau. Hal itu tidaklah mengherankan karena bagaimanapun,
akhlak beliau adalah al-Qur‟an. Metode pendidikan dan pengajaran beliau
merupakan aplikasi yang dinamis dan manusiawi dari ayat-ayat Allah.37

2. Mendidik melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi.

Menurut Abdurrahman Annahlawi:


Dalam pendidikan islam, dampak edukatif kisah sangat sulit digantikan oleh
bentuk-bentuk bahasa lainnya. Pada dasarnya, kisah-kisah al-Qur‟an dan
Nabawi membiaskan dampak psikologis dan edukatif yang baik, konstan, dan
cenderung mendalam sampai kapan pun. Pendidikan melalui kisah-kisah
tersebut dapat menggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan,
dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan
memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan,
dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut. 38

Selanjutnya penulis meringkas pendapat Abdurrahman Annahlawi


mengenai dampak pendidikan melalui metode pengisahan sebagai berikut:
a. Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa
cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap
pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai

35
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat...,h. 223.
36
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.226.
37
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.231.
38
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.238.
17

situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik
dalam tersebut.
b. Interaksi kisah Qur‟an dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan
realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh
al-Qur‟an kepada manusia di dunia hendak mengarahkan perhatian pada
setiap pola yang selaras dengan kepentingannya.
c. Kisah-kisah Qur‟ani mampu membina perasaan ketuhanan.39

3. Mendidik melalui keteladanan

Menurut Abdurrahman Annahlawi:


Kurikulum pendidikan yang sempurna telah dibuat dengan rancangan yang
jelas bagi perkembangan manusia melalui sistematisasi bakat, psikologis,
emosi, mental, dan potensi manusia. Namun tidak dapat dipungkiri jika timbul
masalah bahwa kurikulum seperti itu masih tetap memerlukan pola
pendidikan yang dia perlihatkan kepada anak didiknya sambil tetap berpegang
pada landasan, metode, dan tujuan kurikulum pendidikan. Untuk kebutuhan
itu Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai hamba dan Rasul-Nya menjadi
teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam, melalui
firman-Nya:40

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (Q.S. Al-Ahzab [33]:21)

Menurut Abdurrahman Annahlawi, tinjauan dari sudut ilmiah


menunjukkan bahwa, pada dasarnya keteladanan memiliki sejumlah asas
kependidikan berikut ini:
a. Pendidikan islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan
Allah.
b. Sesungguhnya islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah saw sebagai
teladan abadi dan aktual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap
kali kita membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah hasrat dan
kecintaan beliau untuk meneladani.41

39
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.239-240.
40
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.260.
41
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.262-263
18

Selanjutnya Abdurrahman Annahlawi menyebutkan pola pengaruh tingkat


keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa bentuk, dan bentuk
paling penting adalah:
a. Pemberian pengaruh secara spontan.
b. Pemberian pengaruh secara sengaja.42

4. Mendidik melalui ibrah dan Mauizhah.

a. Mendidik melalui Ibrah


Menurut Abdurrahman Annahlawi:
Ibrah berasal dari kata „abara ar-ru‟ya yang berarti „menafsirkan mimpi
dan memberitahukan implikasinya bagi kehidupan si pemimpi‟, atau
„keadaan setelah kematiannya‟ dan „Abara al-wadi berarti „melintasi
lembah dari ujung satu ke ujung lain yang berlawanan‟. Ibrah yang
terdapat dalam al-Qur‟an mengandung dampak edukatif yang sangat besar,
yaitu mengantarkan penyimak pada kepuasan berpikir mengenai persoalan
akidah. Kepuasan edukatif tersebut dapat menggerakkan kalbu,
mengembangkan perasaan ketuhanan; serta menanamkan, mengkokohkan,
dan mengembangkan akidah tauhid, ketundukkan kepada syari‟at Allah,
atau ketundukkan pada berbagai perintah-Nya.43
b. Mendidik melalui mau‟izhah

Abdurrahman Annahlawi mengatakan, “di dalam kamus Al-Muhith


terdapat kata “wa‟azhahu, ya‟izh-hu, wa‟zhan, wa‟izhah, wa mau‟izhah
yang berarti mengingatkannya terhadap sesuatu yang dapat meluluhkan
hatinya dan sesuatu itu dapat berupa pahala maupun siksa, sehingga dia
menjadi ingat”.44

Abdurrahman Annahlawi mengutip Rasyid Ridha mengatakan bahwa,


“al-wa‟zhu berarti nasihat dan peringatan dengan kebaikan dan dapat
melembutkan hati serta mendorong untuk beramal. Yakni nasihat melalui
penyampaian had (batasan-batasan yang ditentukan Allah) yang disertai
dengan hikmah, targhib dan tarhib”.45

42
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.266-267.
43
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.279.
44
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.289.
45
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.289.
19

Dan menurut Abdurrahman Annahlawi dari sudut psikologi dan


pendidikan, pemberian nasihat itu menimbulkan beberapa perkara,
diantaranya adalah:
1) Membangkitkan perasaan-perasaan ketuhanan yang telah
dikembangkan dalam jiwa setiap anak didik melalui dialog,
pengalaman, ibadah, praktik, dan metode lainnya. Perasaan ketuhanan
yang meliputi ketundukkan kepada Allah dan rasa takut terhadap azab-
Nya atau keinginan menggapai surga-Nya. Nasihatpun membina dan
mengembangkan perasaan ketuhanan yang baru ditumbuhkan itu.
2) Membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang pada
pemikiran ketuhanan yang sehat, yang sebelumnya dikembangkan
dalam diri objek nasihat.
3) Membangkitkan keteguhan untuk berpegang kepada jama‟ah yang
beriman. Masyarakat yang baik dapat menjadi pelancar berpengaruh
dan meresapnya sebuah nasihat ke dalam jiwa. Oleh karena itu,
sebagian besar nasihat Qur‟ani dan nabawi ditampilkan dalam bentuk
jamak.
4) Dampak terpenting dari sebuah nasihat adalah penyucian dan
pembersihan diri yang merupakan salah satu tujuan utama dalam
pendidikan islam. Dengan terwujudnya dampak tersebut, kedudukan
masyarakat meningkat dan mereka menjauhi berbagai kemunkaran dan
kekejian sehingga seorang tidak berbuat jahat kepada orang lain.
Dengan kata lain, semuanya menjalankan perintah Allah dengan
ma‟ruf, adil, baik, bijaksana, dan ihsan. 46

5. Mendidik melalui targhib dan tarhib.

Menurut Abdurrahman Annahlawi, “targhib dan tarhib dalam pendidikan


islam lebih memiliki makna dari apa yang diistilahkan dalam pendidikan barat
dengan “imbalan dan hukuman”. Kelebihan itu bersumber dari karakteristik
ketuhanan yang tidak membunuh fitrah manusia dan yang menjadi identitas
pendidikan islam”. 47

Abdurrahman Annahlawi menyebutkan kelebihan yang paling penting


ialah:
a. Targhib-tarhib Qur‟ani dan Nabawi bertumpu pada pemberian kepuasan
dan argumentasi.
b. Targhib-tarhib Qur‟ani dan nabawi itu disertai oleh gambaran keindahan
dan kenikmatan surga yang menakjubkan atau pembeberan azab neraka.

46
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.294.
47
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.297.
20

c. Targhib-tarhib Qur‟ani dan Nabawi bertumpu pada pengobaran emosi dan


pembinaan afeksi ketuhanan. Pendidikan yang mentalistik ini merupakan
salah satu tujuan penetapan syariat islam.48

Selanjutnya penulis menjelaskan macam-macam metode pendidikan islam


yang dikemukakan oleh Abuddin Nata. Menurut Abuddin Nata, al-Qur‟an
menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam
menyampaikan materi pendidikan, yaitu:

1. Metode Teladan

Menurut Abuddin Nata, “dalam al-Qur‟an kata teladan diproyeksikan


dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat hasanah yang berarti baik.
Sehingga terdapat uangkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang
baik.49

Selanjutnya beliau mengungkapkan, “metode ini dianggap penting karena


aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan
afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral). Untuk
mempertegas keteladanan Rasulullah itu al-Qur‟an lebih lanjut menjelaskan
akhlak Nabi Muhammad yang disajikan secara tersebar di berbagai ayat dalam
al-Qur‟an”.50

2. Metode Kisah-kisah

Menurut Abuddin Nata,”kisah atau cerita sebagai suatu metode


pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam
menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari
pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, islam
mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan”.51

48
Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat…,h.297-298.
49
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005),
h. 147.
50
Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.147.
51
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.149.
21

3. Metode Nasihat

Menurut Abuddin Nata, “al-Qur‟an secara eksplisit menggunakan nasihat


sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Al-Qur‟an
berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, obyek nasihat, situai nasihat, dan
latar belakang nasihat. Karenanya sebagai suatu metode pengajaran nasihat
dapat diakui kebenarannya”.52

4. Metode pembiasaan

Menurut Abuddin Nata, “cara lain yang digunakan oleh al-Qur‟an dalam
memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan
secara bertahap.” 53

Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik ini al-Qur‟an


menempuhnya melalui dua cara sebagaimana diungkapkan oleh Abuddin
Nata, yaitu sebagai berikut:
a. Melalui bimbingan dan latihan.
b. Melalui cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat di alam raya
yang bentuknya amat teratur.54

5. Metode Hukuman dan Ganjaran

Menurut Abuddin Nata, “keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam


islam dan digunakan dalam rangka membina ummat manusia melalui kegiatan
pendidikan. Hukuman dan ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran
pembinaan yang lebih khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan
berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menujukkan
perbuatan baik”.55

52
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.152.
53
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.153.
54
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.154.
55
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.157-158.
22

6. Metode Ceramah

Menurut Abuddin Nata, “ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling
banyak digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti
ajaran yang lebih ditentukan”.56

Abuddin Nata juga mengatakan bahwa, “khutbah ini dilakukan dengan


cara yang disesuaikan dengan tingkat kesanggupan peserta didik yang
dijadikan sasaran.57

7. Metode diskusi

Menurut Abuddin Nata, “metode diskusi juga diperhatikan oleh al-Qur‟an


dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan
pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah”. 58

Abuddin Nata juga mengatakan bahwa, “perintah Allah dalam hal ini,
agar kita mengajak ke jalan yang benar dengan hikmah dan mau‟izhah yang
baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan cara yang baik (Q.S.
An-Nahl [16]:125)”.59

Selanjutnya Abuddin Nata menjelaskan, “diskusi itu harus didasarkan


kepada cara-cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut,
sehingga timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan,
saling menghargai pendapat orang lain, kedewasan pikiran dan emosi,
berpandangan luas, dan seterusnya.60

Abuddin Nata mengutip M. Thalib mengemukakan 30 metode pendidikan


islami yang dirangkum dalam istilah metode 30 T. metode itu adalah:
1. Ta‟lim, secara harfiyah artinya memberitahukan sesuatu kepada seseorang
yang belum tahu.Mendidik melalui kisah-kisah Qur‟ani dan Nabawi.

56
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.158.
57
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.158.
58
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.159.
59
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.159.
60
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,…h.159.
23

2. Tabyin, yaitu memberi penjelasan lebih jauh kepada lawan bicara setelah
dia mengajukan permintan penjelasan (pertanyaan).
3. Tafshil, memberi keterangan yang lebih detail mengenai suatu masalah.
4. Tafhiim, memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan
merumuskan obyek secara utuh, baik benda, keadaan, persoalan atau
kasus.
5. Tarjib, cara memilih suatu masalah dari beberapa masalah dengan
memperhitungkan kekuatan atau mana yang lebih banyak maslahatnya.
6. Taqrib, melakukan pendekatan bila ada yang menjauhkan hubungan
antara dua atau beberapa orang atau masalah.
7. Tahkiim, menjadi penengah antara seseorang yang bersengketa.
8. Ta‟syir, menggunakan benda atau isyarat dalam menyampaikan sesuatu.
9. Taqrir, memberi pengakuan atau persetujuan tanpa kata, baik dengan
senyuman atau angguk.
10. Talwiih, menggunakan simbol atau kiasan dalam menyampaikan sesuatu.
11. Tarwiih, memberi penyegaran fisik dan mental dengan melakukan hal-hal
yang menyegarkan.
12. Taqshiir, mengurangi atau meringankan beban yang semestinya dipikul
oleh peserta didik sehingga tugas menjadi ringan dan pekerjaan dapat
diselesaikan dengan baik.
13. Tabsyfir, menggembirakan sehingga tugas dapat dilaksanakan dengan
senang tanpa tekanan lahir maupun batin.
14. Tamtii, pemberian tambahan selain apa yang pernah diperoleh, seperti
memberikan pujian setelah mendapatkan nilai yang hak.
15. Takfiz, memberikan tanda kehormatan atau penghargaan atas prestasi yang
dicapai.
16. Targhib, memotivasi untuk mencintai kebaikan.
17. Ta‟tsfir, menggugah rasa kepedulian sosial.
18. Tahriidl, membangkitkan semangat untuk menghadapi rintangan.
19. Tahdiidl, mengajak melakukan perbuatan baik bagi orang yang tidak
peduli padahal dia mampu malakukannya.
20. Tadarus, mempelajari sesuatu secara bersama-sama.
21. Tazwid, memberikan bekal moril maupun materil untuk menghadapi masa
depan.
22. Tajriib, mengadakan masa percobaan unutk melakukan sesuatu untuk
mengetahui kemampuan yang dimiliki.
23. Tandzir, memperingatkan resiko yang akan datang.
24. Taubikh, mencerca kejahatan agar mengetahui kebenaran yang harus
diikuti.
25. Tahrim, melarang melakukan sesuatu yang diharamkan.
26. Tahjir, menjauhkan diri dari orang yang tidka mempan lagi diperingati.
27. Tabdiil, mengganti yang lebih baik.
28. Tarhiib, mengancam dengan kekerasan.
29. Targhib, mengasingkan dari rumah.
24

30. Ta‟dzib, memberi hukuman fisik.61

E. Fungsi Metode Pendidikan

Abuddin Nata menjelaskan tentang fungsi metode pendidikan, “tentang fungsi


metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang
sebaik mungkin bagi pelaksanan operasional dari ilmu pendidikan tersebut”. 62

Abuddin Nata juga menjelaskan bahwa, “pada intinya metode berfungsi


menghantarkan suatu tujuan kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai
dengan obyek sasaran tersebut”.63

Selanjutnya beliau mengatakan, “dalam menyampaikan materi pendidikan


kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di atas perlu ditetapkan metode
yang didasarkan kepada pandangan dan persepsi dalam menghadapi manusia
sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa yang dengan
mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna”.64

F. Hasil Penelitian yang Relevan

1. “Metode Dakwah dalam Surat An-Nahl Ayat 125 Menurut Pandangan Dr.
Yusuf Qardhawi”, ditulis oleh Alamsyah Nim. 0051019729 mahasiswa
jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan hasil penelitian, bahwa metode

61
Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Persfektif hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005). h. 351-352.
62
Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,…h.93.
63
Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,…h.94.
64
Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,…h.94.
25
dakwah yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125 adalah melalui metode
hikmah, mauidzah hasanah, dan dengan mujadalah.65

2. “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surat An-Nahl Ayat


90 dan Aplikasinya di Madrasah”, ditulis oleh Siti Masyuroh Nim. 107011000636
mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2012, adapun nilai-nilai pendidikan Akhlak yang
terkandung dalam surat An-Nahl ayat 90 adalah nilai pendidikan adil, nilai
pendidikan ihsan, nilai pendidikan memberi kepada kerabat, nilai pendidikan
larangan berbuat keji, nilai pendidikan larangan berbuat munkar, dan nilai
pendidikan langan berbuat aniaya.66

65
Alamsyah, “Metode Dakwah yang terkandung dalam Surat An-Nahl Ayat 125 Menurut Pandangan
Dr. Yusuf Qardhawi,” Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2007,
h. 78,80, tidak dipublikasikan.
66
Siti Masyuroh, “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Surat An-Nahl Ayat 90 dan
Aplikasinya di Madrasah,” Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012, h. 45, 49,
51, 453, 55, 56.

Anda mungkin juga menyukai