Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini arus globalisasi sudah merambah ke seluruh bangsa-bangsa di

dunia hingga mengakibatkan perubahan yang begitu pesat di berbagai aspek kehidupan.

Gaya hidup orang dari negara-negara maju, seperti Amerika, yang lebih materialistik

banyak ditiru oleh negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia

(Pangaribuan, 2011). Melalui arus globalisasi tersebut, negara-negara Barat telah

melakukan ekspansi pasar, yaitu menguasai pasar dan mendistribusikan produk-

produknya secara besar-besaran ke banyak negara, salah satunya Indonesia. Produk-

produk tersebut bukan hanya dapat memuaskan kebutuhan konsumen, tetapi juga dapat

memuaskan kesenangan konsumen. Hal tersebut bertujuan untuk merangsang

masyarakat agar terus mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa yang ditawarkan.

Akibatnya, gaya hidup masyarakat juga berubah dalam jangka waktu yang relatif

singkat menuju ke arah kehidupan yang mewah dan cenderung berlebihan (Lina &

Rosyid, 1997).

Engel mengatakan bahwa gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan

menghabiskan waktu serta uangnya (Pangaribuan, 2011). Tarigan (2015) melakukan

penelitian tentang gaya hidup masyarakat Manado. Dari hasil penelitian dapat ditarik

kesimpulan bahwa masyarakat Manado cenderung memiliki sifat sombong atas gaya

hidup yang mereka jalani, karena gaya hidup mewah maka masyarakat akan mencoba

untuk memamerkan apa yang mereka miliki kepada orang lain disekitarnya. Sehingga

1
orang lain akan tergerak hatinya untuk memiliki barang-barang tersebut tanpa melihat

kondisi ekonominya yang paling penting bagi mereka adalah dapat memiliki barang-

barang tersebut seperti yang dimiliki oleh teman-temannya atau tetangganya yang

bergaya hidup modern. Priansa (2017) menyebutkan bahwa pandangan yang

menganggap kesenangan dan kenikmatan materi merupakan tujuan utama dari hidup,

seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang

membeli barang mahal yang disenanginya serta selalu ingin menjadi pusat perhatian

orang lain disebut gaya hidup hedonis.

Menurut Kunto (dalam Octrina, 2007) hedonisme merupakan gaya hidup yang

menjadikan kenikmatan atau kebahagiaan sebagai tujuan. Aktivitas apapun yang

dilakukan diarahkan untuk mencapai kenikmatan. Hedonisme adalah doktrin yang

menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup, atau

hedonisme adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup

semata.

Gaya hidup hedonisme mulai berkembang di negara Barat yang diawali dengan

revolusi industri. Zubair mengatakan bahwa budaya Barat sejak revolusi industri sangat

berorientasi pada pemenuhan kebutuhan materi manusia. Pemuasan materi yang

berlebihan ditandai dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Dari sinilah paham hedonisme

berkembang, dimana pada prinsipnya hedonisme menitik beratkan pada kesenangan

dalam memenuhi kebutuhan jasmani. Melalui proses globalisasi, nilai-nilai tersebut

menyebarkan pengaruhnya ke negara-negara berkembang (Pangaribuan, 2011).

2
Kenyataan yang tampak sekarang ini, nilai-nilai baru telah mulai merasuki

kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya di perkotaan, dimana orang sekarang lebih

berorientasi pada nilai-nilai kebendaan. Artinya terjadi pergeseran orientasi gaya hidup

yang lebih mementingkan penampilan fisik yang serba mewah dan mahal (glamor),

serta bergengsi, sehingga dapat dipastikan bahwa keberadaan gaya hidup yang demikian

menimbulkan kesan modern dan prestisius (Budiman, 2002).

Pada satu sisi, banyak orang menilai bahwa gaya hidup dan kehidupan hedonis

pada dasarnya merupakan penyakit sosial. Penyakit yang muncul karena manusia telah

kehilangan orientasi kemanusiaan serta kepekaan pada situasi dan kondisi sosial-

kultural masyarakat di sekitarnya yang masih bergemilang kemiskinan dan kebodohan

(Patricia, 2014). Kecenderungan gaya hidup hedonisme biasanya dilakukan oleh dewasa

awal yang sudah bekerja (Martha, 2010).

Hasil survey AC Nielsen Indonesia, menunjukan jumlah orang Indonesia yang

membelanjakan uangnya di pusat perbelanjaan cenderung meningkat dari tahun ke

tahun, di Indonesia pusat perbelanjaan telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan

jumlah toko yang meningkat lebih dari 31,4 % dalam waktu dua tahun terakhir.

Sebagian besar pelanggannya adalah dewasa awal. Lebih lanjut survey Nielsen

menunjukkan 93% konsumen yaitu dewasa awal menganggap belanja ke mal

merupakan hiburan atau rekreasi. Mal telah menjadi budaya warga kota, khususnya

dewasa awal untuk menghindari stereotip kampungan (Masmuadi, 2007).

Dewasa awal merupakan transisi dari remaja menuju dewasa yang berawal dari

usia 18-25 tahun yang disebut dengan beranjak dewasa dan berakhir pada usia 35-40

3
tahun (Lybertha dan Dinie, 2016). Menurut Santrock (2006) secara umum, mereka yang

tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah yang berusia 20-40 tahun. Orang

dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik (physically trantition), transisi

secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role

trantition). Hurlock (2012) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal,

antara lain: mulai bekerja, memilih pasangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak,

mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara, dan

membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu.

Hurlock (2012) menyatakan, salah satu tugas perkembangan yaitu membuat

hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu menyebabkan mulai munculnya

keinginan individu khususnya wanita dewasa awal untuk tampil lebih cantik dan

menarik. Hal tersebut mereka lakukan hanya untuk mengikuti tren, agar terlihat modis,

dan diterima oleh kelompok teman sebayanya.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan SW seorang wanita dewasa awal

yang sudah bekerja di Kota Pekanbaru ia menuturkan bahwa:

“saya lebih suka shoping, suka jalan-jalan, suka nongkrong. Suka ngumpul
untuk ngilangin suntuk, galau, stres. Rasanya kalau gak senang-senang bareng
teman-teman gak gaul. Tapi, saya kadang galau juga kalau uang saya menipis
karena keseringan jalan-jalan”.
Subjek kedua berinisial LS menyatakan:

“saya juga suka shoping, suka jalan-jalan, suka nongkrong. Kalau membeli
barang, saya suka barang-barang yang harganya mahal, kalau mahal kan pasti
kualitasnya bagus”.

4
Selanjutnya subjek tiga berinisial DW menyatakan:

“Kalo baju itu kayak lapar mata, maklum kan kayak cewek gitu kan, wah itu
lucu, habis itu cuma dipakai cuma berapa kali, pernah sih dipakai satu kali habis
itu gak di pakek lagi sampe sekarang, jadi kayak lapar mata gitu loh”

Hasil penelitian Baek dan Choo (2015) menunjukkan bahwa dalam situasi

pembelian yang digunakan untuk menyenangkan diri sendiri, kehadiran kelompok atau

teman dapat mempengaruhi keputusan dalam pembelian. Hal tersebut didukung oleh

penelitian Sofiyani (2017) yang menyatakan bahwa beberapa studi memperlihatkan

bahwa teman sebaya dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku (Sofiyani,

2017). Menurut Mu’tadin (dalam Wirawan, 2008) menjelaskan bahwa “teman sebaya

adalah kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang

sama, seperti teman sekerja. Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial

sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaaan ciri-ciri seperti

kesamaan tingkat usia”.

Menurut hasil penelitian La Greca & Prinstein (1999) ciri-ciri seseorang yang

mudah terpengaruh teman sebaya adalah: 1) bergabung dengan kelompok yang

berukuran besar, 2) mencari penerimaan diri dalam kelompok, 3) mencari dukungan

sosial dalam kelompok, 4) memiliki fasilitas untuk interaksi sosial. Sedangkan ciri-ciri

seseorang yang tidak mudah terpengaruh teman sebaya adalah: 1) bergabung dengan

kelompok yang berukuran kecil, 2) tidak mencari penerimaan diri dalam kelompok, 3)

tidak mencari dukungan sosial dalam kelompok, 4) tidak memiliki fasilitas untuk

interaksi sosial.

5
Sesuai dengan pendapat Mufidah (2014) yang menyatakan bahwa, dengan

seiring bertambahnya usia yang semakin dewasa maka seseorang seharusnya

mengalami perubahan baik dalam cara berpikir, berbicara, bertindak ataupun

memutuskan suatu perkara serta resiko yang akan terjadi. Inilah yang dapat dijadikam

bahan pertimbangan untuk menentukan kualitas tingkah laku seseorang yang akan

membentuk suatu kepribadian. Sehingga orang dikatakan dewasa ketika mampu

mengontrol dirinya dalam berpikir maupun bertindak serta lebih bertanggung jawab.

Hasil penelitian Ambadra (2018) menyatakan bahwa teman sebaya sangat

berpengaruh pada gaya hidup hedonis, sehingga seseorang diharapkan lebih bisa

mengontrol diri ketika teman mengajak untuk nongkrong, jalan-jalan maupun belanja

dengan menolak secara halus, bisa mencari teman yang mempunyai kegiatan lebih

positif agar bisa mengubah kebiasaan dengan kegiatan positif lainnya

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melaksanakan

penelitian dengan mengangkat judul: “Hubungan Peer Relations Terhadap Gaya

Hidup Hedonisme Pada Wanita Dewasa Awal Yang Sudah Bekerja di Kota

Pekanbaru”.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini antara lain

adalah “apakah ada hubungan antara peer relations terhadap gaya hidup hedonisme

pada wanita dewasa awal yang sudah bekerja di Kota Pekanbaru ?

6
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuihubungan peer relations terhadap gaya

hidup hedonisme pada wanita dewasa awal yang sudah bekerja di Kota Pekanbaru.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam

ilmu psikologi khusunya di bidang psikologi perkembangan, kemudian hasil penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti-peneliti selanjutnya yang

ingin meneliti mengenai hubungan peer relations terhadap gaya hidup hedonisme pada

wanita dewasa awal yang sudah bekerja di Kota Pekanbaru.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti serta diharapkan

dapat menjadi kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh

dibangku kuliah dan membandingkannya dengan praktik yang terjadi dilapangan,

sekaligus memberikan pelatihan pada peneliti untuk dapat mengembangkan penelitian

lebih lanjut.

2. Dewasa Awal

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan gaya hidup bagi seseorang

khususnya wanita dewasa awal yang sudah bekerja agar lebih mengerti tentang baik

buruknya gaya hidup hedonisme.

7
3. Orang tua

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk orang

tua agar memantau aktivitas anak terutama yang berkaitan dengan barang-barang yang

dibeli maupun yang digunakan.

1.5 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian merupakan deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang pernah diteliti sehingga terlihat

jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi

dari kajian atau penelitian sebelumnya.

1.5.1 Keaslian Topik

Penelitian tentang hubungan peer relations dan gaya hidup hedonisme telah

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Diantaranya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Saida (2017) dengan mengangkat judul “Hubungan Antara Peer

Relationship Dengan Kompetensi Sosial Siswa SMA”, Rachma tahun(2017) dengan

mengangkat judul “Hubungan Gaya Hidup Hedonis dengan Perilaku Konsumtif Fashion

Pakaian pada Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Angkatan 2015 UIN

Maliki Malang” dan Patricia tahun 2014 denganjudul “Pengaruh Gaya Hidup Hedonis

Terhadap PerilakuKonsumtif Pada Pramugari Maskapai Penerbangan “X”.

Sedangkanpeneliti memilih judul “Hubungan Peer Relations Terhadap Gaya Hidup

Hedonisme Pada Wanita Dewasa Awal Yang Sudah Bekerja di Kota Pekanbaru.

8
1.5.2 Keaslian Teori

Saida dan Rahma (2017) menggunakan teori yang dikemukakan oleh Reynol

dan Darden (dalam Engel, 1993) dan Patricia (2014) menggunakan teori yang

dikemukakan olehAdlin (dalam Masmuadi dan Rachmawati, 2007). Sedangkan peneliti

menggunakan teori Kotler dan Amstrong (2006).

1.5.3 Keaslian Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul datayang akan peneliti gunakan adalah kuisioner dengan

metode skala. Jenis skala yang digunakan adalah skala likertterdiri atas lima alternatif

jawaban. Sedangkan Saida (2017), Rachma (2017) dan Patricia (2014) menggunakan

skala likert dengan empat alternatif jawaban.

1.5.3 Keaslian Subjek

Subjek yang akan peneliti ambil adalah wanita dewasa awal yang sudah bekerja

di Kota Pekanbaru. Saida (2017) menggunakan siswa SMAsebagaisubjek,Rachma

(2017) subjeknya adalah Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Angkatan

2015 UIN Maliki Malang, dan Patricia (2014) subjek penelitiannya Pramugari

Maskapai Penerbangan “X”.

Anda mungkin juga menyukai