PENDAHULUAN
dunia hingga mengakibatkan perubahan yang begitu pesat di berbagai aspek kehidupan.
Gaya hidup orang dari negara-negara maju, seperti Amerika, yang lebih materialistik
produk tersebut bukan hanya dapat memuaskan kebutuhan konsumen, tetapi juga dapat
masyarakat agar terus mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa yang ditawarkan.
Akibatnya, gaya hidup masyarakat juga berubah dalam jangka waktu yang relatif
singkat menuju ke arah kehidupan yang mewah dan cenderung berlebihan (Lina &
Rosyid, 1997).
Engel mengatakan bahwa gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan
penelitian tentang gaya hidup masyarakat Manado. Dari hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan bahwa masyarakat Manado cenderung memiliki sifat sombong atas gaya
hidup yang mereka jalani, karena gaya hidup mewah maka masyarakat akan mencoba
untuk memamerkan apa yang mereka miliki kepada orang lain disekitarnya. Sehingga
1
orang lain akan tergerak hatinya untuk memiliki barang-barang tersebut tanpa melihat
kondisi ekonominya yang paling penting bagi mereka adalah dapat memiliki barang-
barang tersebut seperti yang dimiliki oleh teman-temannya atau tetangganya yang
menganggap kesenangan dan kenikmatan materi merupakan tujuan utama dari hidup,
seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang
membeli barang mahal yang disenanginya serta selalu ingin menjadi pusat perhatian
Menurut Kunto (dalam Octrina, 2007) hedonisme merupakan gaya hidup yang
menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup, atau
hedonisme adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup
semata.
Gaya hidup hedonisme mulai berkembang di negara Barat yang diawali dengan
revolusi industri. Zubair mengatakan bahwa budaya Barat sejak revolusi industri sangat
berlebihan ditandai dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Dari sinilah paham hedonisme
2
Kenyataan yang tampak sekarang ini, nilai-nilai baru telah mulai merasuki
berorientasi pada nilai-nilai kebendaan. Artinya terjadi pergeseran orientasi gaya hidup
yang lebih mementingkan penampilan fisik yang serba mewah dan mahal (glamor),
serta bergengsi, sehingga dapat dipastikan bahwa keberadaan gaya hidup yang demikian
Pada satu sisi, banyak orang menilai bahwa gaya hidup dan kehidupan hedonis
pada dasarnya merupakan penyakit sosial. Penyakit yang muncul karena manusia telah
kehilangan orientasi kemanusiaan serta kepekaan pada situasi dan kondisi sosial-
(Patricia, 2014). Kecenderungan gaya hidup hedonisme biasanya dilakukan oleh dewasa
tahun, di Indonesia pusat perbelanjaan telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan
jumlah toko yang meningkat lebih dari 31,4 % dalam waktu dua tahun terakhir.
Sebagian besar pelanggannya adalah dewasa awal. Lebih lanjut survey Nielsen
merupakan hiburan atau rekreasi. Mal telah menjadi budaya warga kota, khususnya
Dewasa awal merupakan transisi dari remaja menuju dewasa yang berawal dari
usia 18-25 tahun yang disebut dengan beranjak dewasa dan berakhir pada usia 35-40
3
tahun (Lybertha dan Dinie, 2016). Menurut Santrock (2006) secara umum, mereka yang
tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah yang berusia 20-40 tahun. Orang
dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik (physically trantition), transisi
secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role
trantition). Hurlock (2012) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal,
antara lain: mulai bekerja, memilih pasangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak,
mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara, dan
keinginan individu khususnya wanita dewasa awal untuk tampil lebih cantik dan
menarik. Hal tersebut mereka lakukan hanya untuk mengikuti tren, agar terlihat modis,
“saya lebih suka shoping, suka jalan-jalan, suka nongkrong. Suka ngumpul
untuk ngilangin suntuk, galau, stres. Rasanya kalau gak senang-senang bareng
teman-teman gak gaul. Tapi, saya kadang galau juga kalau uang saya menipis
karena keseringan jalan-jalan”.
Subjek kedua berinisial LS menyatakan:
“saya juga suka shoping, suka jalan-jalan, suka nongkrong. Kalau membeli
barang, saya suka barang-barang yang harganya mahal, kalau mahal kan pasti
kualitasnya bagus”.
4
Selanjutnya subjek tiga berinisial DW menyatakan:
“Kalo baju itu kayak lapar mata, maklum kan kayak cewek gitu kan, wah itu
lucu, habis itu cuma dipakai cuma berapa kali, pernah sih dipakai satu kali habis
itu gak di pakek lagi sampe sekarang, jadi kayak lapar mata gitu loh”
Hasil penelitian Baek dan Choo (2015) menunjukkan bahwa dalam situasi
pembelian yang digunakan untuk menyenangkan diri sendiri, kehadiran kelompok atau
teman dapat mempengaruhi keputusan dalam pembelian. Hal tersebut didukung oleh
2017). Menurut Mu’tadin (dalam Wirawan, 2008) menjelaskan bahwa “teman sebaya
adalah kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang
sama, seperti teman sekerja. Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial
sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaaan ciri-ciri seperti
Menurut hasil penelitian La Greca & Prinstein (1999) ciri-ciri seseorang yang
sosial dalam kelompok, 4) memiliki fasilitas untuk interaksi sosial. Sedangkan ciri-ciri
seseorang yang tidak mudah terpengaruh teman sebaya adalah: 1) bergabung dengan
kelompok yang berukuran kecil, 2) tidak mencari penerimaan diri dalam kelompok, 3)
tidak mencari dukungan sosial dalam kelompok, 4) tidak memiliki fasilitas untuk
interaksi sosial.
5
Sesuai dengan pendapat Mufidah (2014) yang menyatakan bahwa, dengan
memutuskan suatu perkara serta resiko yang akan terjadi. Inilah yang dapat dijadikam
bahan pertimbangan untuk menentukan kualitas tingkah laku seseorang yang akan
mengontrol dirinya dalam berpikir maupun bertindak serta lebih bertanggung jawab.
berpengaruh pada gaya hidup hedonis, sehingga seseorang diharapkan lebih bisa
mengontrol diri ketika teman mengajak untuk nongkrong, jalan-jalan maupun belanja
dengan menolak secara halus, bisa mencari teman yang mempunyai kegiatan lebih
Hidup Hedonisme Pada Wanita Dewasa Awal Yang Sudah Bekerja di Kota
Pekanbaru”.
Adapun perumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini antara lain
adalah “apakah ada hubungan antara peer relations terhadap gaya hidup hedonisme
6
1.3 Tujuan Penelitian
hidup hedonisme pada wanita dewasa awal yang sudah bekerja di Kota Pekanbaru.
ingin meneliti mengenai hubungan peer relations terhadap gaya hidup hedonisme pada
1. Bagi Peneliti
dapat menjadi kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh
lebih lanjut.
2. Dewasa Awal
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan gaya hidup bagi seseorang
khususnya wanita dewasa awal yang sudah bekerja agar lebih mengerti tentang baik
7
3. Orang tua
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk orang
tua agar memantau aktivitas anak terutama yang berkaitan dengan barang-barang yang
yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang pernah diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi
Penelitian tentang hubungan peer relations dan gaya hidup hedonisme telah
dilakukan oleh Saida (2017) dengan mengangkat judul “Hubungan Antara Peer
mengangkat judul “Hubungan Gaya Hidup Hedonis dengan Perilaku Konsumtif Fashion
Pakaian pada Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Angkatan 2015 UIN
Maliki Malang” dan Patricia tahun 2014 denganjudul “Pengaruh Gaya Hidup Hedonis
Hedonisme Pada Wanita Dewasa Awal Yang Sudah Bekerja di Kota Pekanbaru.
8
1.5.2 Keaslian Teori
Saida dan Rahma (2017) menggunakan teori yang dikemukakan oleh Reynol
dan Darden (dalam Engel, 1993) dan Patricia (2014) menggunakan teori yang
metode skala. Jenis skala yang digunakan adalah skala likertterdiri atas lima alternatif
jawaban. Sedangkan Saida (2017), Rachma (2017) dan Patricia (2014) menggunakan
Subjek yang akan peneliti ambil adalah wanita dewasa awal yang sudah bekerja
2015 UIN Maliki Malang, dan Patricia (2014) subjek penelitiannya Pramugari