Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam tahapan remaja madya, remaja sangat membutuhkan teman

dengan sifat yang sama dengannya (Sarlito, 1988). Perkembangan kehidupan

sosial remaja ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya

dalam kehidupan mereka. Menurut pengakuan subjek dalam penelitian

tersebut, pengaruh dari teman tidak datang secara langsung melalui ajakan

temannya, akan tetapi siswa tersebut yang terpengaruh untuk melakukan

perilaku menyimpang ketika melihat temannya yang berperilaku menyimpang

(Desmita, 2008).

Zaman saat ini banyak remaja yang melakukan seks bebas, penggunaan

obat terlarang, menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang tidak

jelas, perilaku ini sering disebut dengan hedonis remaja. Anggapan mereka

bahwa dengan melakukan kegiayan ini, eksistensi mereka terhadap lingkungan

akan terlihat keren dan diterima oleh masyarakat. Gaya hidup hedonis akan

membawa dampak yang sangat buruk jika dilakukan terus-menerus (Nadzir &

Ingarianti, 2015).

Sebuah trend kalangan remaja yang cukup dikenal saat ini adalah

perilaku hedonis. Banyak remaja yang tertarik untuk melakukan ini dengan

munculnya berbagai fenomari yang baru akibat adanya gaya hidup ini. Dari

gaya hidup ini, remaja banyak yang lebih memilih untuk hidup dengan

kemewahan, enak, dan semua serba ada tanpa harus ada sebuah

perjuangan(Gushevinalti, 2010).
Menurut Kotler dan Amstrong (1994) faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya perubahan perilaku adalah adanya gaya hidup dari masyarakat itu.

Gaya hidup inilah yang akan memperlihatkan bagaimana pola hidup yang

ditunjukkan dari kegiatan ataupun opini dalam interaksi di masyarakat sekitar

(Anggraini, 2017).

Gaya hidup yang hedonis ini memiliki karakteristik antara perilaku dan

kebiasaan yang biasanya hanya mememtingkan kesenangan yang hanya bisa

memuaskan dirinya sendiri, sehingga tujuan akhir dari kehidupan ini adalah

kesenangan. Para remaja hedonis yang bergabung di komunitas tertentu secara

tidak sadar mereka akan terpengaruh oleh para teman-temannya untuk

kehidupan dan pergaulan yang negatif(Bernatta, 2017).

Kondisi yang dapat terjadi jika gaya hidup hedonis dalam kondisi baik

adalah perilaku konsumtif dapat dikendalikan, sehingga keuangan pun menjadi

lebih tertata. Dan tidak terlalu boros dalam membeli suata barang (Bernatta,

2017).

Jika gaya hidup hedonis dapat dikendalikan atau dalam keadaan baik,

maka gaya hidup yang dulunya sibuk mencari kesenangan dengan

menghambur-hamburkan uang menjadi lebih hemat dan lebih fokus dalam

menata keuangan dengan baik. Sehingga perilaku konsumtif kita dapat kita atur

sesuai dengan kebutuhan saja. Karena gaya hidup yang hedonis dapat

memberikan dampak yang sangat buruk bagi kehidupan kita kedepannya

(Bernatta, 2017).
Berdasarkan study awal yang telah dilakukan oleh penulis, penulis telah

membagikan angket yang diisi oleh 30 siswa. Sebanyak 38,5% mengaku

merasa senang jika memiliki kesamaan dengan orang lain dan sebanyak 84,6%

mengaku akan berusaha menyamakan diri dengan tokoh idolanya. Data

lainnya yaitu sebanyak 73% siswa mengaku selalu berusaha untuk

memperoleh barang yang sama dengan tokoh idolanya meskipun barang

tersebut mahal. Dari data tersebut, penulis tertarik untuk meneliti perilaku

imitasi dan hubungannya dengan gaya hidup hedonis di kalangan remaja di

kota Makassar.

Kotler (1997) menyatakan bahwa gaya hidup hedonisme ini dapat terjadi

karena beberapa faktor diantaranya adalah faktor internal yaitu sikap,

pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, persepsi dan

faktor eksternal (faktor dari luar) contohnya adalah social, keluarga, dan

budaya. Permasalahan ini sangat dikhawatirkan terjadi pada remaja yang

merupakan generasi muda penerus bangsa.

Benatta (2017) juga menjelaskan bahwa faktor eksternal yang mendasari

adanya pengaruh untuk mengikuti atau mengikut (perilaku modeling) untuk

munculnya eksistensi dari gaya hidup yang ditunjukkan kepada masyarakat

tertentu. Remaja yang bergabung di komunitas tertentu akan terpengaruh pada

kehidupan yang akan lebih mewah dan pergaulan bebas.

Dari data Survey yang telah dilakukan terhadap siswa, ada beberapa

faktor yang membuat siswa melakukan perilaku modeling. Yaitu faktor tren,
yang ingin secara terus-menerus mengikuti tren yang ada. Kemudian ada faktor

peniruan dan faktor korban mode.

Adapun data dari penyebab remaja melakukan perilaku modeling, yaitu

faktor peniruan sebanyak 15 responden (50 %), faktor tren sebanyak 9

responden ( 30 %), dan faktor korban mode sebanyak 6 responden (20 %).

Berdasarkan hasil diatas maka yang menjadi variabel independen dalam

penelitian ini adalah perilaku modeling atau peniruan.

Isti’adah (Aufa, 2022) mengemukakan bahwa teori belajar modeling ini

dipopulerkan oleh Albert Bandura, yang lebih menekankan pada adanya

perubahan perilaku ataupun mental seseorang. Teori ini menjelaskan mengenai

munculnya perubahan perilaku seseorang karena adanya pengaruh dari

lingkungan. Selain itu, banyak orang yang proses belajarnya dengan

pengamatan tingkah laku orang lain.

Albert dan Richard pada 1959-1963 melakukan eksperimen terhadap

anak-anak yang terkena penipuan. Dari hasil yang didapatkan, bahwa penipuan

ini terjadi karena adanya pengamatan mengenai perilaku terhadap orang yang

ditiru dengan pengalaman yang akan dilakukan. Proses belajar semacam ini

disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan.

Bandura (1971), kemudian adanya saran mengenai teori pembelajaran sosial

yang diperbaiki dengan adanya teori sebelumnya hanya untuk kepentingan

perilaku tanpa adanya kepentingan aspek mental seseorang (Lugones Botell,

1997).
Penelitian terdahulu oleh Sella Y. P. (2013) menunjukkan bahwa dari

keseluruhan remaja yang menjadi informan pada penelitian yang ia lakukan

menyatakan ketertarikan yang berlebih pada fashion. Dalam hal ini mengenai

busana yang didapatkan dari menonton tayangan drama seri Korea secara rutin,

sehingga akan muncul perilaku modeling yang tanpa disadari akan membawa

para remaja berpenambilan seperti tokoh yang ada pada drama dan jauh dari

norma yang kita anut.

Penelitian pada tahun 2016 yang dilakukan oleh Yudi menjelaskan bahwa

remaja yang berperilaku modeling terhadap boyband/girlband Korea tidak

segan menghamburkan uang demi mendapatkan sesuatu yang mirip dengan

idolanya. Slamet (dalam Yudi, 2016) menyatakan bahwa adanya rasa puas

pada diri seseorang dengan munculnya sifat hedonisme untuk menirukan gaya

dari idola. Penelitian “Menjadi Korean di Indonesia: Mekanisme Perubahan

Budaya Indoesia-Korea” oleh Kiki Zakiah dkk. Penelitian ini menjelaskan

mengenai adanya pengaruh budaya Korea yang membawa pengaruh bagi para

remaja. Hal ini akan membawa dampak positif yaitu membawa remaja untuk

bisa menabung dengan apa yang ingin dia beli. Namun, juga membawa

dampak negatif seperti hidup menjadi boros karena ingin meniru gaya dari

idolanya (Zakiah, 2019).

A. RUMUSAN MASALAH

Apakah terdapat hubungan antara perilaku modeling dengan gaya hidup

hedonisme pada remaja ?


B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan

antara perilaku modeling dengan gaya hidup hedonisme pada remaja.

C. MANFAAT

1. Manfaat teoritis:

a. Menambah ilmu pengetahuan penulis dan pembaca mengenai perilaku

modeling dan gaya hidup hedonisme yang dilakukan oleh remaja

b. Memberi sumbangan pemikiran mengenai keterkaitan antara hubungan

perilaku tokoh yang disukai dengan gaya hidup hedonisme yang terjadi

2. Manfaat praktis:

Sebagai referensi dalam melakukan pengawasan terhadap pola pergaulan

remaja.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Gaya Hidup Hedonis

1. Definisi Gaya Hidup Hedonis

Nadzir dan Ingarianti (2015) mengemukakan bahwa gaya hidup

hedonis merupakan aktivitas dari pola hidup yang digunakan untuk

memunculkan kesenangan dalam hidup, sehingga akan muncul perilaku

hedonis yang biasanya akan menghabiskan banyak waktu di luar rumah

dengan hal yang tidak bermanfaat. Hedonisme ini ada dengan memandang

kehidupan hanya berdasarkan pada kenikmatan hidupnya hanya berupa

materi sebanyak-banyaknya(Bernatta, 2017). Gaya hidup hedonis adalah

pola hidup seseorang yang diwujudkan dalam suatu perilaku yang

mengutamakan kesenangan dan kenikmatan sebagai tujuan utama

hidup(Pontania, 2016).

Menurut Ulfa (2014), gaya hidup hedonis dilakukan sesaat untuk

memuaskan dirinya dalam berbelanja dan berkumpul dengan teman

sebayanya. Menurut Kartono (Azis, 2016), hedonis adalah keinginan yang

muncul dari diri individu seseorang hanya untuk mencari kesenangan dan

menghindari adanya rasa sakit.

Dengan demikian, mengenai gaya hidup dengan mengutamakan

aktivitas-aktivitas yang dianggap membahagiakan atau menyenangkan.


Dalam hal ini, aktivitas dilakukan dengan tujuan mencapai kesenangan,

kebahagiaan, dan kenikmatan.

2. Aspek-aspek Gaya Hidup Hedonis

Menurut Well & Tigert (Misbahun Nadzir & Tri Muji Ingarianti,

2015) menyebutkan bahwa terdapat aspek yang akan mempengaruhi

terjadinya gaya hidup yang hedonis, salah satunya adalah minat.

Minat berarti apa yang menarik dari lingkungan individu dalam proses

memperhatikannya. Minat ini bisa muncul dari berbagai obyek, adanya

peristiwa, atau topik yang lebih mendorong pada kesenangan hidup saja.

Dalam hal ini bisa berupa pakaian, makanan, benda mewah, tempat

nongkrong ataupun mall. Kemudian aspek selanjutnya adalah aktivitas.

Aktivitas yang dimaksud ini merupakan bagaimana cara seorang individu

dalam menggunakan waktunya untuk mewujudkan sebuah tindakan yang

nyata dan terlihat. Contohnya, remaja akan sering pergi keluar rumah

hanya untuk bersenang-senang ataupun berbelanja kebutuhan yang

memang tidak kebutuhan pokok.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Hidup Hedonis

Praja dan Damayanti (Bernatta, 2017) menjelaskan adanya faktor

yang berpengaruh pada perubahan seseorang menjadi hedonis. Lebih lanjut

Nugraheni (Bernatta, 2017) yang juga menyebutkan bahwa hedonis ini

terjadi karena adanya faktor eksternal dan faktor internal dari seseorang.

1. Faktor internal yaitu:

a. Sikap
Sikap merupakan suatu keadaan yang ada dipikiran untuk memberikan

sebuah tanggapan mengenai obyek melalui pengalaman pada perilaku

yang ada. Sikap menjadi sebuah pendorong untuk menjadikan

seseorang menjadi hedonis. Di era modernisasi ini berbagai gaya

hidup akan dapat terjadi dan menjadikan peluang untuk munculnya

fenomena dan memilih gaya hidup yang diinginkan. Sikap seseorang

inilah yang akan menjadi cermin dari dirinya sendiri.

b. Pengalaman dan Pengamatan

Pengalaman akan memperngaruhi tingkah laku seseorang. Dari

adanya pengalaman dan pengamatan seseorang dapat menentukan

gaya hidup yang akan dilakukan. Lingkungan menjadi pengaruh

utamanya, karena ketika seseorang berada dalam gaya hidup yang

hedonis maka akan menjadikan berbagai macam gaya hidup yang

buruk.

c. Kepribadian

Kepribadian sering disebut debagai karakteristik seseorang untuk

melakukan perilaku seseorang. Kepribadian menjadi peran utama

untuk menentukan sikap seseorang. Seseorang yang selalu hidup

senang dan dengan kemewahan akan mudah untuk terpengaruh

dalam gaya hidup hedonis.

d. Konsep Diri

Dengan adanya konsep diri seharusnya hal ini bisa digunakan untuk

mengetahui kemana arah hidup dalam gaya hidup yang dilakukan.


Konsep dalam kehidupan juga menjadi peran yang penting untuk

menentukan pilihan gaya hidup yang cocok untuk dilakukan.

e. Motif

Motif inilah yang menjadi alasan untuk seseorang dalam menentukan

sesuatu hal yang akan dilakukan. Motif ini menjadi point penting pada

zaman modenisasi karena akan mengakibatkan seseorang akan

berlomba untuk menempatkan suatu kelas sosial tertentu.

f. Persepsi

Persepsi adalah proses untuk memilih, mengatur dan

menginterpretasikan sebuah informasi dalam suatu gambar mengenai

dunia yang ada. Presepsi ini yang biasanya akan menjerumuskan

remaja melakukan gaya hidup hedonis,

2. Faktor Eksternal

a. Kelompok Referensi

Kelompok yang mempengaruhi baik langsung atau tidak langsung

pada sikap dan perilaku seseorang inilah yang biasa disebut dengan

kelompok referensi. Pengaruh langsung akan terjadi pada individu

menjadi anggotanya dan akan timbul interaksi, sedangkan pengaruh

secara tidak langsung terjadi dari kelompok individu yang tidak

menjadi anggota di dalam kelompok itu. Pengaruh inilah yang akan

merubah seseorang berperilaku dan gaya hidup yang hedonis.

b. Keluarga
Keluarga merupakan peran penting dalam proses terbentuknya sikap

dan perilaku seseorang, karena akan dilakukan interaksi yang lama

dan besar. Orang tua menjadi tempat untuk menimbulkan kebiasaan

yang otomatis akan berpengaruh pada pola hidup anaknya. Dimana

ketika anak dari kecil dimanjakan oleh fasilitas yang lengkap dan

mewah akan menjadikan kebiasaan anak untuk gaya hidup yang

mewah dan hedonis.

c. Kelas sosial

Kelas sosial merupakan kelompok yang biasanya sama dan akan

bertahan lama dalam bermasyarakat. Hal ini yang dijadikan sebagai

penilaian dasar dalam bermasyarakat. Biasanya banyak masyarakat

yang akan selalu bersaing untuk mendapatkan penghargaan dan

penilaian yang lebih dari berbagai kalangan.

d. Kebudayaan

Kebudayaan seperti kesenian, moral, hukum, adat istiadat yang ada akan

menjadikan sebuah kebiasaan individu sebagai anggota masyarkat.

Kebudayaan ini akan menjadi pola perilaku yang normatif, dengan

mengikuti pola pikir, tindakan dan merasakan. Disinilah, gaya hidup

yang hedonis akan menjadi budaya masyarakat di jaman modern ini.

Tanpa disadari, hampir semua masyarakat akan melakukan kegiatan

yang bersifat hedonis, contohnya akan menghabiskan waktu di luar

rumah hanya bersenang-senang tanpa tujuan dan manfaat yang jelas,

seperti hanya belanja dimall.


4. Teori Mengenai Gaya Hidup Hedonis

Moeljosoedjono (Wibawanto, 2016) memngemukakan bahwa pada

aspek sikap hedonisme, yang mengacu pada teori Enggel, dkk (1995)

mengenai minat dan kepentingan ataupun pendapat dan aktivitas

(activities). Perilaku pembelian dalam masyarakat dengan penlitian ini

dibatasi oleh dimensi skala shopping addiction yang disusun dari 5

dimensi oleh Elizabeth E.Edwards seperti tendency to spend, post-

purvhase guilt, drive to spend, feeling about shopping dan sysfunctional

spending.

Teori belajar behavioristik menyebutkan bahwa adanya perilaku

membeli dari konsumen merupakan salah satu stimulus yang muncul dari

lingkungan disekitarnya (Waseza &Yulianto, 2016). Sementara itu,

Baudrillard menyatakan dalam teori hipperelaitas menjelaskan adanya

kondisi masyarakat yang kehidupan mereka tidak hanya didasarkan pada

kebutuhan saja, namun pada tanda yang akan menunjukkan diri mereka

sendiri (Ritzer, 2012).

Teori kognitif sosial Bandura A. (1986) mengusulkan tentang

adanya dorongan dari beberapa orang yang bukan dari batin, melainkan itu

terjadi dari lingkungan. Hal ini dikenal sebagai reciprocal determinism.

Faktor lingkungan merupakan pengaruh situasional dan lingkungan di

mana perilaku ditunjukkan pada faktor personal yang meliputi naluri,

pengendalian, sifat, dan kekuatan motivasi individu lainnya(Wibawanto,

S. (2016).
B. Perilaku Modeling

1. Definisi Gaya Hidup Hedonis

Modeling merupakan dorongan untuk meniru orang lain (Luvita

Apsari, 2016). Isti’adah (Aufa, 2022) mengemukakan bahwa permodelan

merupakan pokok dari teori yang dipopulerkan oleh Albert Bandura. Teori

inilah yang menjelaskan mengenai perubahan dari sebuah perilaku

seseorang dari adanya pengaruh lingkungan sekitarnya. Perilaku modeling

bisa diartikan mengenai perilaku yang bisa terjadi dengan melalui berbagai

proses dan termotivasi dari idolanya yang biasanya digunakan untuk

menari jati diri seseorang(Sella, Y. P., 2013). Menurut Gabriel Tarde

(Gerungan, 2010), modeling adalah mencontoh, menirukan dan mengikuti.

Dengan demikian, modeling merupakan tindakan meniru perilaku

orang atau kelompok lain. Modeling dilakukan dengan melihat perilaku

yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang ingin diimitasi/ditiru.

Perilaku modeling merupakan perilaku yang senang mencontoh,

meniru, ikut-mengikut, dan memiliki berdasarkan apa yang terjadi di

lingkungan sekitarnya maupun artis yang disukainya.

2. Aspek-aspek Perilaku Modeling

Gerungan (Kusuma, 2014), menjelaskan tentang aspek-aspek

terjadinya suatu perilaku modeling (imitasi), yaitu :

Adanya perhatian yang besar dalam imitasi, disinilah remaja akan

mengembangkan presepsi fanatis oleh minat dan perhatian, dari gaya hidup

yang disukai. Selain itu, adanya sikap mengagumi dan membangga


banggakan hal-hal yang ditirukan. Kekaguman terhadap model yang

dilakukan secara berlebihan inilah yang nantinya akan memotivasi para

remaja untuk menirukan tingkah laku yang dilakukan oleh model yang

disukaiya. Para remaja biasanya akan membuat dirinya seperti tokoh

tertentu yang disukainya dan mereka akan beranggapan bahwa gaya hidup

dan penampilan seperti apa yang diidolakan adalah suatu pedoman yang

tinggi dalam kelompok masyarakat tersebut.

Adanya rasa penghargaan sosial yang tinggi. Hal inilah yang nantinya

akan membuat seseorang cenderung akan menirukan perilaku dari perilaku

yang dilakukan dimasa yang akan mendatang. Tokoh yang ditirukan

biasanya adalah orang yang sudah ternama/terkenal di masyarakat. Biasanya

tokoh ini adalah artis, pahlawan, maupun olahragawan.

3. Teori Mengenai Gaya Hidup Hedonis

Isti’adah (Aufa, 2022) mengemukakan bahwa inti dari sebuah teori

belajar sosial yang telah di populerkan oleh Albert merupakan modeling

atau permodelan. Teori inilah yang menerima berbagai prinsip mengenai

teori pembelajaran yang lebih berfokus pada tanda perubahan yang terjadi

pada perilaku dan proses mental seseorang. Teori ini juga menjelaskan

mengenai perubahan perilaku yang disebabkan karena lingkungan yang

kurang baik, dan orang yang sedang melakukan proses belajar melalui

tahaopan pengamatan yang selektid.

Miller dan Dollard mengusulkan bahwa tiga proses atau

mekanisme modeling dapat menjelaskan sebagian besar atau semua


perilaku meniru. Ketiga mekanisme ini disebut same behavior, matched –

dependent behavior, dan copying. Same behavior, Mekanisme modeling

pertama tidak dibahas secara rinci oleh para teoretikus karena, pada

kenyataannya, hal itu tidak menjamin liputan semacam itu. Secara

sederhana, perilaku yang sama terjadi ketika dua individu merespons

stimulasi independen dengan isyarat yang sama, setelah masing-masing

telah belajar membuat respons yang tepat. Copying, Miller dan Dollard

menggambarkan modeling sebagai bentuk peniruan yang lebih kompleks

daripada perilaku yang bergantung pada pencocokan. Dalam kedua

perilaku penyalinan dan penyesuaian yang sesuai, peniru menghubungkan

tanggapannya dengan isyarat yang berasal dari tanggapan model (Fathia,

F.,2016).

Seseorang yang memperoleh pembelajarn dari orang lain dengan

perilaku yang kurang baik, seperi penipuan atau menirukan gaya hidup

yang buruk. Pokok pemahaman teori ini mengenai adanya langkah penting

dan pembelajaran tertentu. Bisa dilihat pada saat remaja pertama kali

melakukan pengamatan sikap, perilaku dengan meniru gaya orang lain,

maka bisanya orang tersebut akan dijadikan sebagai contoh bagi

dirinya(Utari & Rumyeni, 2017).

C. Pengaruh Gaya Hidup Hedonis Terhadap Perilaku Modeling

Terdapat hubungan mengenai teori modeling ini dengan penelitian yang

akan dilakukan yang merupakan efek dari adanya perilaku modeling adalah

perilaku konsumtif sehingga gaya hidup menjadi hedonis. Disini efek media
sosial ataupun lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan perilaku gaya

hidup yang hedonis dengan menimbulkan perhatian antara individu yang akan

menjadikan munculnya modeling. Kaitannya dengan penelitian ini adalah

melihat adanya pengaruh gaya hidup yang dilakukan sehari-hari dengan gaya

hidup yang hedonis(Santrock, John W.,2007).

Salah satu faktor eksternal terjadinya gaya hidup hedonis yaitu kelompok

referensi. Dalam kelopok referensi ini, pengaruh-pengaruh yang ada akan

menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu termasuk gaya

hidup hedonis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bernatta

(2017), faktor eksternal yang mendasari gaya hidup hedonis salah satunya

yaitu adanya pengaruh untuk mengikuti atau mengikut (melakukan modeling)

hanya untuk munculnya eksistensi dalam kehidupannya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yudi (2016) menjelaskan bahwa

remaja yang berperilaku imitasi terhadap boyband/girlband Korea tidak segan

menghamburkan uang uang demi mendapatkan sesuatu yang mirip dengan

idolanya. Alasan dapat terjadinya perilaku menirukan itu berasal dari adanya

kepuasan untuk menjadi seperti tokoh yang diidolakan yang merupakan

tahapan yang tinggi dengan munculnya kebiasaan yang hedonisme hanya

untuk memperoleh kepuasaan sesaat.

Gaya hidup yang hedonis inilah yang menjadikan salah satu aktivitas

hidup demi mencari kesenangan hidup dan hanya bermain-main tanpa adanya

manfaat yang jelas atau hanya membeli barang-barang mewah yang hanya

dengan kesukaan bukan kegunaan. Dari sinilah dapat dilihat bahwa bentuk
dari adanya gaya hidup ini dapat berupa gaya hidup dari penampilan dengan

melalui iklan baik sosial media atau yang lainnya. Selain itu modeling ini bisa

muncul dari keinginan untuk menirukan idolanya dengan gaya hidup yang

hanya mengejar kenikmatan sesaat saja (Kaparang, 2013).

Contohnya ada pada foto di instagram seorang artis atau influencer dimana

mereka pasti akan memperlihatkan suatu yang memiliki daya tarik lebih untuk

para remaja. Biasanya mereka akan memberikan komentar di postingan,

contohnya pada postingan tasya farasya yang banyak bertanya “Kak beli

seepatunya dimana?” disitulah para remaja akan bisa menirukan gaya para

idola dengan jawaban komentar yang diberikan. Barang yang dijadikan

modeling ini bisa berupa semua yang dipakai oleh sang idola, baik pakaian,

makanan ataupun kosmetik (Kristinova, 2022).

Modeling merupakan hal yang wajar terjadi di kalangan remaja di masa

sekarang. Keinginan remaja untuk menjadi trend yang modern inilah yang

menjadi salah satu penyebabnya. Remaja inilah akan mengusahakan

bagaimanapun caranya untuk bisa mencapai apa yang dia inginkan. Selain itu,

mereka juga akan meluangkan waktunya untuk mencari barang yang dia

inginkan. Selain itu, kebiasaan gaya hidup para idolanya juga akan ditiru

seperti kegiatan berpesta dan hidup dengan hedonis (Kristinova, 2022).

D. Kerangka Teori

Remaja

Lingkungan
Perilaku
Modeling

Modeling Tinggi Modeling Rendah

Gaya Hidup
Hedonis Tinggi Hedonis Hedonis Rendah

Penelitian ini menggunakan kerangka berfikir mengenai hubungan antara perilaku

modeling dan gaya hidup hedonis pada remaja, menurut beberapa ahli

mengatakan bahwa gaya hedonis yang tinggi khususnya pada remaja akan

sebanding dengan tingginya perilaku modeling yang akan dilakukan, begitu juga

sebaliknya.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan yang signifikan antara

perilaku modeling dengan gaya hidup hedonis pada remaja.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara perilaku modeling dengan gaya hidup

hedonis

Ha : Terdapat hubungan antara perilaku modeling dengan gaya hidup hedonis


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel

Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan

penelitian (Suryabrata, 2009). Bohnstedts (Yusuf, 2015), menyatakan bahwa

variabel adalah orang atau obyek yang menjadi karakteristik dalam penelitian,

atau suatu kejadian yang mengandung berbagai nilai yang akan dijumapai

dalam karateristik yang ada. Berdasarkan posisi dan fungsinya dalam

penelitian, variabel dibedakan atas variabel bebas, variabel terikat, variabel

kontrol, variabel antara, variabel extraneous, variabel anteceden, variabel

penekan, dan variabel pengganggu.

Variabel independen atau bebas adalah variabel yang variasinya

mempengaruhi variabel lainnya atau variabel yang pengaruhnya terhadap


variabel lain ingin diketahui (Azwar, 2011). Variabel bebas adalah variabel

yang memengaruhi, menjelaskan, atau menerangkan variabel yang lain

(Yusuf, 2015). Variabel independen atau bebas dalam penelitian ini yaitu

imitasi.

Variabel dependen atau terikat adalah variabel penelitian yang di ukur

untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Azwar, 2011).

Variabel terikat adalah variabel yang akan dipengaruhi namun tidak

mempengaruhi variabel lainnya(Yusuf, 2015). Dalam penelitian ini variabel

yang dimaksud adalah gaya hidup yang hedonis.

B. Operasionalisasi Variabel

Definisi operasional atau sering disebut dengan definisi yang didasarkan pada

definisi mengenai hal atau sifat yang diamati (Suryabrata, 2009).

1. Modeling dalam penelitian ini bermakna minat atau dukungan dalam remaja

di kota Makassar untuk memiliki, menggunakan, dan membeli barang yang

sama dengan artis yang disukai.

2. Gaya hidup hedonis dalam penelitian ini bermaksudkan mengenai pola

hidup remaja di kota Makassar yang suka membeli barang tanpa

mempertimbangkan harga barang tersebut.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan sesuatu yang didapatkan oleh peneliti untuk bisa

menghasilkan suatu data yang dapat dipercaya dan digunakan sebagai bahan

penelitian(Yusuf, 2015). Populasi berasal dari bahasa Inggris yaitu


population yang berarti jumlah penduduk . Siregar (2013) menjelaskan

bahwa populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapa berupa

makhluk hidup, gejala nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya. Azwar

(Dewi, 2013) mengemukakan bahwa populasi adalah kelompok subjek yang

hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi bisa disebut juga

sebagai subyek maupun obyek yang kemudian akan digunakan untuk

menarik kesimpulan (Sugiyono, 2005). Adapun populasi dalam penelitian

ini yaitu remaja yang berdomisis di kota Makassar.

2. Sampel

Sampel adalah sesuatu yang digunakan dalam pengambilan data yang

merupakan bagian dari populasi (Siregar, 2013). Sampel adalah sebagian

dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi tersebut (Yusuf, 2015).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster sampling.

Yusuf (2015) mengartikan cluster sampling sebagai kelompok atau

kumpulan, dimana unsur-unsur dalam satu cluster homogen, sedangkan

antara satu cluster dengan cluster lain terdapat perbedaan. Dalam penelitian

ini, populasi dibagi menjadi 3 cluster berdasarkan tingkatan kelas, yaitu

kelas X, XI, dan XII. Peneliti kemudian menentukan sebanyak 10 orang dari

kelas XII, 10 orang dari kelas XI, dan 11 orang dari kelas X.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penilitian ini dilakukan dengan membagikan

skala kepada sampel yang telah ditentukan oleh peneliti. Skala yang

digunakan merupakan skala likert yang disusun oleh peneliti dengan


menjabarkan aspek-aspek variabel yang ingin diukur. Riduwan (2003)

menyebutkan bahwa likert adalah aspek yang cocok untuk dipilih dalam

pengukurannya. Lebih lanjut Riduwan (2003) menjelaskan bahwa dengan

menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi

dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel

dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur.

1. Skala Perilaku Modeling

Skala perilaku modeling disusun peneliti bersumber pada beberapa

aspek yang ada dalam perilaku modeling oleh Gerungan (Kusuma, 2014).

Sistem pada skala dibagi menjadi dua kategori yaitu bersikap mendukung

(favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Pemberian skor dilakukan

dengan melihat kategori aitem, yaitu untuk kategori favorable bergerak dari

satu (Sangat Tidak Setuju) sampai dengan empat (Sangat Setuju),

sedangkan untuk kategori unfavorable bergerak dari empat (Sangat Tidak

Setuju) sampai dengan satu (Sangat Setuju).

Blueprint skala modeling sebelum uji coba


Sebaran Item
No Aspek Indikator Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Menyukai 16, 20, 31,
1, 8, 24, 39 8
berlebihan 36
1 Minat
2. Perhatian 12, 18, 30,
4, 26, 38 7
berlebihan 33
1. Mengagumi
14, 35, 40 2, 10, 22 6
berlebihan
2 Sikap
2. Menyamakan
6, 21, 37 15, 28, 34 6
diri
1. Harga diri 3, 17, 19, 25 7, 11, 32 7
Penghargaan
3 2. Penyesuaian
sosial 5, 13, 29 9, 23, 27 6
diri
Jumlah 20 20 40

2. Skala Gaya Hidup Hedonis

Skala gaya hidup hedonis disusun peneliti dengan mengacu pada

aspek-aspek gaya hidup hedonis yang dikemukakan oleh Well dan Tigert

(Nadzir & Ingarianti, 2015). Gaya hidup hedonis menggunakan empat

alternatif jawaban. Aitem pada skala dibagi menjadi dua kategori yaitu

bersikap mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable).

Pemberian skor dilakukan dengan melihat kategori aitem, yaitu untuk

kategori favorable bergerak dari satu (Sangat Tidak Setuju) sampai dengan

empat (Sangat Setuju), sedangkan untuk kategori unfavorable bergerak dari

empat (Sangat Tidak Setuju) sampai dengan satu (Sangat Setuju).

Blueprint skala gaya hidup hedonis sebelum uji coba


Sebaran Item
No Aspek Indikator Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Ketertarikan 1, 9, 17 4, 19, 27 6
1 Minat
2. Perhatian 3, 7, 24 11, 22, 28 6
2 Aktivitas 1. Tindakan 10, 14, 18 2, 5, 23 6
1. Pendapat 8, 20, 26 12, 16, 29 6
3 Opini
2. Respon 6, 15, 25 13, 21, 30 6
Jumlah 15 15 30

E. Validitas dan Reliabilitas

Validitas dilakukan untuk mengetahui kesahan atau kevalidan mengenai

pertanyaan per butirnya(Sunyoto 2012). Skala butir pertanyaan dinyatakan

valid jika mengukur apa yang seharusnya diukur.


Realibilitas menunjukkan tingkat konsistensi dan stabilitas dari data

berupa skor hasil persepsi suatu variabel baik variabel bebas maupun variabel

terikat (Sunyoto, 2012).

Azwar (Humrah, 2017) mengemukakan bahwa daya diskriminasi aitem

merupakan salah satu teknik untuk meningkatkan reliabilitas skor tes. Daya

diskriminasi aitem adalah sejauhmana sistem pada instrumen penelitian dapat

digunakan untuk perbedaan antara individu dengan individu yang lainnya baik

dalam menggunakan atribut atau tidaknya. Daya diskriminasi aitem diperoleh

dengan menggunakan perhitungan statistik koefisien korelasi antara skor

aitem dan skor total tes. Analisis koefisien korelasi menggunakan bantuan

program aplikasi SPSS 22.0 (Statistical Package for Social Science). Kriteria

koefisien korelasi yang digunakan dalam penelitian ini untuk skala perilaku

modeling adalah 0,20, sehingga aitem yang memiliki koefisien korelasi < 0,20

dinyatakan gugur. Adapun aitem yang dinyatakan gugur yaitu nomor 1, 3, 4,

5, 6, 7, 8, 13, 14, 16, 18, 20, 23, 26, 27, 28, 31, 32, 33, dan 38.

F. Teknik Anlisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data pada 31 sampel, penulis melakukan

scoring lalu meng-input data ke program Microsoft Excel 2007 yang

kemudian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 22.0.

1. Uji Normalitas

Shapiro-Wilk Asymp.Sig.(2-Tailed) Keterangan


0,970 ,508 Data Berdistribusi
Normal
2. Uji Linieritas

Devation from Keterangan


linearity (Hasil)
< 0,05 (linear) 0.607

3. Uji Hipotesis

Variabel X Variabel Y r p
Gaya hidup
Perilaku Modeling ,452* .011
hedonis

G. Tahapan Penelitian

Penulis terlebih dahulu menentukan topik penelitian, kemudian

dilanjutkan dengan menentukan judul penelitian. Setelah menentukan judul,

penulis kemudian mengumpulkan data awal mengenai subjek. Dengan

adanya data awal sangat membantu penulis dalam menyusun BAB 1 dalam

usulan skripsi ini.

Setelah selesai dengan BAB 1, penulis kemudian mulai

mengumpulkan berbagai referensi mengenai variabel dalam usulan skripsi.

referensi didapatkan dari buku, jurnal, dan skripsi sebelumnya.

Setelah selesai dengan BAB 2, penulis kemudian melakukan revisi

untuk BAB 1 dan BAB 2 yang tidak sesuai dengan penulisan ataupun

muatan yang seharusnya ada pada BAB 1 dan BAB 2. Setelah melakukan

revisi BAB 1 dan BAB 2, penulis kemudian menyusun BAB 3 dan mulai

menyusun skala perilaku modeling. Setelah menyusun skala, penulis

kemudian melakukan uji coba dengan membagikan skala pada 31 orang


sampel. Setelah membagikan skala, penulis kemudian melakukan analisis

data uji coba untuk mengetahui aitem yang gugur dan juga aitem yang

diterima.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

a. Demografi

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berada pada kelas 10,

11, dan 12 yang berdomisili di kota Makassar. Jumlah subjek yang

terlibat dalam penelitian ini adalah sebanyak 31 subjek. Data diolah

menggunakan SPSS IBM Statistic 25.

Usia f %
18 tahun
2 6,5
17 tahun 25,8
8
16 tahun 11 35,5

15 tahun 10 32,3
Total 31 100%

Dilihat pada table diatas bahwa usia 15 tahun terdapat 6 sampel dengan

32,3%, dan pada usia 16 tahun terdapat 11 sampel dengan 35,5%, dan

pada usia 17 tahun terdapat 8 subjek dengan 25,8%, dan pada usia 18

tahun 2 sampel dengan 6,5%.

Jenis Kelamin f %
Laki-laki 15 48,4
Perempuan 16 51,6
Total 31 100%
Dapat dilihat pada table diatas menunujukkan bahwa terdapat 15 subjek

berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 48,4%, dan subjek yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 16 subjek dengan presentase 51,6%.

Kelas f %
Kelas 10 10 32,3
Kelas 11 10 32,3
Kelas 12 11 35,5
Total 136 100%

Dapat dilihat pada table diatas yang menunjukkan bahwa subjek yang

berada pada kelas 10 sebanyak 10 orang dengan presentase 32,3%, dan

subjek yang berada pada kelas 11 sebanyak 10 orang dengan presentase

32,3%, sedangkan subjek yang berada pada kelas 12 sebanyak 11 orang

dengan presentase 35,5%.

b. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 1. Kategorisasi data penelitian


Kategori Frekuensi
Rendah 9
Sedang 10
Tinggi 12
Total 31

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat 9 orang dengan

yang memiliki perilaku Modeling dalam kategori rendah, dan terdapat

sebanyak 10 orang dengan perilaku Modeling dalam kategori sedang, dan

terdapat sebanyak 12 orang dengan perilaku Modeling dalam kategori

tinggi.
Interval Kategori f %
30 ≤ , <40 Tinggi 4 12,9
Sedang - -
Sangat 87,1
>60 27
tinggi
Total 31 100%
Selanjutnya pada tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 4 orang dengan

presentase 12,9% dengan gaya hidup hedonis pada kategori tinggi,

sedangkan 27 orang dengan presentase 87,1% dengan gaya hidup hedonis

pada kategori sangat tinggi.

2. Hasil Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan sebagai bentuk untuk mengetahui bahwa data

yang digunakan terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai signifikansi >

0.05 maka data penelitian terdistribusi normal, sedangkan jika nilai

signifikansi nya < 0.05 maka data penelitian tidak terdistribusi normal

Shapiro-Wilk Asymp.Sig.(2-Tailed) Keterangan


0,970 ,508 Data Berdistribusi
Normal

b. Uji Linieritas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel yang diujikan

bersifat linear atau tidak. Variable dapat diktakan linear apabila memiliki

nilai p >0.05 dan dapat dikatakan tidak normal apabila memiliki nilai p

<0.05 (Widhiarso, 2010). Hasil dari uji linearitas yang dilakukan peneliti

pada aplikasi SPSS dapat dilihat pada table di bawah ini :

Devation from Keterangan


linearity (Hasil)
< 0,05 (linear) 0.607
Berdasarkan hasil uji linearitas diatas, di dapat nilai sig = ,607 maka dapat

disimpulkan bahwa data bersifat linear.

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan linearitas, selanjutnya dilakukan uji

hipotesis. Uji ini dilakukan untuk mengetahui bahwa hipotesis yang

digunakan dalam penelitian ini bisa ditolak atau diterima. Variabel dapat

dikatakan memiliki korelasi yang signifikan ketika nilai signifikansi antara

kedua variable lebih kecil dari 0.05. Berdasarkan uji normalitas yang

dilakukan sebelumnya di dapat bahwa data terdistribusi normal sehingga

uji hipotesis yang dilakukan adalah korelasi pearson. Hasil uji hipotesis

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Variabel X Variabel Y r p
Gaya hidup
Perilaku Modeling ,452* .011
hedonis
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson yang telah dilakukan, didapat nilai

korelasi pearson = ,011 karena dibawah dari 0.05. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup hedonis

dengan perilaku yang dilakukan oleh remaja di kota Makassar, maka H1

diterima sedangkan H0 ditolak.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Perilaku

modeling dengan Gaya Hidup Hedonis dikota Makassar. Penelitian ini


dilakukan secara daring dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan

dalam bentuk google form melalui sosial media. Responden yang digunakan

dalam penelitian ini sebanyak 31 orang responden. Pada penelitian ini terdapat

12 orang dengan presentase 38,7% yang memiliki perilaku Modeling dalam

kategori tinggi, dan terdapat sebanyak 19 orang dengan perilaku Modeling

dalam kategori sangat tinggi dengan presentase 61,3%. Sedangkan Gaya

Hidup Hedonis terdapat 4 orang dengan presentase 12,9% yang memiliki

perilaku gaya hidup hedonis yang relatif tinggi, sedangkan 27 orang dengan

presentase 87,1% memiliki perilaku atau gaya hidup hedonis yang

dikategorikan sangat tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang positif yang signifikan antara Perilaku

Modeling dengan Gaya Hidup Hedonis pada remaja di kota Makassar. Dengan

nilai koefisien korelasi antara variabel sebesar Sig. (2-tailed) = ,011. Maka

dapat disimpulkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak karena korelasinya

dibawah 0.05, artinya adanya keterkaitan atau hubungan antara perilaku

dengan gaya hidup hedonis para remaja.

C. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan penelitian ini yaitu, kurangnya pengetahuan penulis

mengenai penyusunan skala, skoring pada skala, dan analisis diskriminasi

aitem pada skala. Namun, penulis sangat terbantu dengan adanya kakak-kakak

yang senantiasa membantu penulis dalam hal penyusunan skala, membimbing


penulis dalam melakukan skoring, dan membimbing penulis dalam melakukan

analisis SPSS.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

Perilaku modeling dengan Gaya Hidup Hedonis dikota Makassar.

Penelitian ini dilakukan secara daring dengan menggunakan kuesioner

yang disebarkan dalam bentuk google form melalui sosial media. Jumlah

responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 31 orang responden.

Dengan responden yang 15 subjek berjenis kelamin laki-laki dengan

presentase 48,4%, dan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak

16 subjek dengan presentase 51,6%. Dan subjek yang berada pada kelas

10 sebanyak 10 orang dengan presentase 32,3%, dan subjek yang berada

pada kelas 11 sebanyak 10 orang dengan presentase 32,3%, sedangkan

subjek yang berada pada kelas 12 sebanyak 11 orang dengan presentase

35,5%.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif yang signifikan antara

Perilaku Modeling dengan Gaya Hidup Hedonis pada remaja di kota

Makassar. Dengan nilai koefisien korelasi antara variabel sebesar Sig. (2-

tailed) = ,011. Maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak

B. Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian perilaku modeling berhubugan

dengan gaya hidup hedonis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka peneliti

bermaksud untuk memberikan saran kepada orang tua maupun untuk peneliti

selanjutnya

1. Bagi orang tua

Diharapkan para orang tua untuk mengotrol dengan baik pergaulan maupun

memperhatikan perilaku anak-anak mereka agar perilaku modeling dapat

dikontrol sehingga gaya hidup hedonis dapat di minimalisirkan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanutnya yang tertarik untuk meneliti hubungan antara perilaku

modeling dengan gaya hidup hedonis adapun beberapa saran yang dapat

diperhatikan untuk peneliti selanjutnya adalah :

a. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat mempersiapkan diri dengan

sebaik mungkin dalam proses pengumpulan dan pengambilan data

sehingga penelitian dapat mendapatkan hasil yang lebih baik.

b. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih mengkaji lebih banyak lagi

referensi dan sumber yang terkait dengan perilaku modeling maupun gaya

hidup hedonis agar hasil penelitiannya dapat lebih lengkap dan lebih baik

lagi.

Anda mungkin juga menyukai