3453 13976 3 PB PDF
3453 13976 3 PB PDF
Abstract
This study aims to examine the effectiveness of counseling with existential humanistic approach
to reduce students’ hedonic behavior. This study used Pre-Experimental Design with One-Group
Pretest-Posttest Designs. Data was collected using questionnaire and observation instruments.
Data analysis used descriptive statistical analysis and non parametric inferential statistical
analysis. The results of research showed that the hedonist behavior of the students before being
given the treatment was in the high category and after being given the treatment of humanistic
existential counseling is in the low category. The treatment was be given through three steps
namely preliminary step, mid step and termination step with seven times for face-to-face
meetings.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas dari penerapan pendekatan konseling
eksistensial humanistik dalam mengurangi perilaku hedonis siswa. Metode penelitian
menggunakan Pre-Experimental Designs dengan rancangan One-Group Pretest-Posttest Design.
Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner dan observasi. Data dianalisis
menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial non parametrik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perilaku hedonis siswa sebelum diberikan perlakuan berada pada
kategori tinggi dan setelah diberi perlakuan pendekatan konseling eksistensial humanistik berada
pada kategori rendah. Pemberian perlakuan melalui tiga tahap yakni tahap pendahuluan, tahap
pertengahan dan tahap pengakhiran dengan tujuh kali pertemuan tatap muka.
41
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2019, Vol. 6, No. 1, Hal. : 41-52
senang mencoba (Santrock dalam Nadzir & Nitadyah (2015) memaparkan bahwa
Ingarianti, 2015). Perubahan dunia yang secara umum hedonisme memandang
berlangsung sangat cepat mengakibatkan bahwa tidak ada hal yang lebih baik dan
perubahan secara khusus untuk siswa-siswi lebih bermanfaat dibandingkan melakukan
SMA, baik itu yang menyangkut perubahan hal-hal yang disenangi dan terhindar dari
perilaku, sikap, maupun pengalaman segala hal yang membebankan. Perasaan-
mereka. perasaan tersebut akan membawa kepuasan
Saat ini orang kurang banyak tersendiri bagi diri meskipun hal tersebut
dihadapkan pada apa yang “harus” mereka bisa saja bertentangan dengan nilai budaya,
lakukan (Santre dalam Jones, 2011). Pada agama, dan moral yang ada di masyarakat.
situasi pengambilan keputusan dalam Kotler dan Amstrong (dalam Sarlina,
kehidupan nyata, kita sering dihadapkan 2016) menyatakan bahwa terdapat beberapa
dengan alternatif yang tampak sangat setara faktor yang bisa memengaruhi gaya
sehingga pilihan itu sangat sulit (Craik, hedonis. Faktor internal diantaranya konsep
Rose, & Gopie, 2015, p. 1271). Upaya diri, sikap, persepsi, pengamatan dan
untuk menghilangkan pikiran dan perasaan pengalaman, motif, serta kepribadian.
yang tidak diinginkan biasa-nya Adapun faktor eksternal meliputi kelompok
menghasilkan "perang internal dalam diri" yang dijadikan panutan, kelas sosial,
antara apa yang dirasakan individu dan cara kebudayaan, dan keluarga. Menurut Well
yang diinginkannya. Perang internal ini dan Tigert (dalam Nadzir & Ingarianti,
sering menandai perpecahan antara yang 2015), terdapat 3 aspek dalam gaya hidup
mengalami dan diri kritis (Greenberg dalam hedonis yaitu: aktivitas, minat, dan opini.
Wolfe, 2016). Alih-alih, penekanannya Remaja lebih senang melakukan hal-
adalah pada apa yang ingin mereka hal yang sifatnya non produktif, eksistensi
lakukan, dalam periode transisional antara remaja saat ini dapat diwujudkan dengan
ways of being lama dan baru di dunia, memakai pakaian serta aksesori dari merek
banyak yang gagal untuk belajar secara ternama, berjalan-jalan ke mall, maupun
akurat bagaimana berkeinginan, bagaimana menggunakan smartphone paling baru,
berkemauan, dan bagaimana memutuskan eksistensi mereka dihargai hanya karena
dan tetap pada keputusannya. Eksistensi label yang mereka pakai (Pontania, 2016).
remaja hanya dihargai sebatas kepemilikan Kegiatan yang dilakukan siswa-siswa
dan status semata (Pontania, 2016). tersebut tidak ada yang berhubungan
Susianto (dalam Trimartani, 2014) dengan tanggung jawabnya sebagai seorang
menjelaskan bahwa gambaran perilaku pelajar, akibatnya adalah siswa tersebut
hedonis memiliki ciri-ciri, yaitu segala tidak mengerjakan tugas yang diberikan,
aktivitasnya mengarah kepada hal-hal yang tidak memerhatikan penjelasan guru saat
menurutnya nyaman, senang dengan semua proses belajar mengajar berlangsung, tidak
hal yang berada di luar rumah, memilih- ada waktu untuk belajar, dan bahkan tidak
milih teman dan membuat relasi yang lagi memerhatikan pendidikannya. Maka
sesuai keinginannya, senang menjadi pusat dari itu diperlukan layanan bimbingan
perhatian, waktu yang dihabiskan hanyalah konseling agar siswa dapat menata diri
untuk bersenang-senang serta biasanya sebagaimana mestinya, sebagai seorang
mereka berasal dari keluarga yang mampu siswa dan seorang remaja. Apabila
secara ekonomi. Sehingga apabila kecenderungan ini tidak segera diatasi dan
dibiarkan, akan membuat siswa rapuh sampai melebihi batas akan membuat
terhadap tantangan, tidak bertanggung mereka terperangkap dalam hal-hal yang
jawab, dan memengaruhi prestasi tidak produktif dan bahkan keluar dari
akademiknya yang akan berakibat buruk norma-norma moral. Sehingga peneliti
terhadap pencapaian cita-citanya. memandang bahwa mereka harus segera
42
Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial Humanistik untuk Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10 Makassar (Qawiyyan
Fitri, Alimuddin Mahmud, Abdul Saman)
diberikan tindakan treatment berupa kebebasan yang harus diikuti oleh tanggung
konseling. jawab secara sadar.
Konseling merupakan suatu proses Eksistensial humanistik membuka
pemberian bantuan yang dilakukan jalan untuk mengalami dan melihat keter-
konselor kepada klien untuk dapat kaitan dari hal-hal yang sudah ada, bahkan
mengatasi permasalahan yang ada pada diri ide-ide yang pada akhirnya disatukan
klien (Yulianto, 2015). Tujuan konseling dalam upaya mereka yang berfokus pada
untuk menghapus pola tingkah laku hati untuk mengurangi penderitaan yang
maladaptif, mempelajari pola tingkah laku tidak perlu dan memperluas kapasitas
konstruktif, dan mengubah tingkah laku manusia untuk kesadaran, pertumbuhan,
(Corey dalam Lubis, 2011). dan kehidupan yang bermakna (Felder,
Konseling eksistensial humanistik Aten, Neudeck, Shiomi-Chen, & Robbins,
bertujuan agar klien mengalami 2014). Secara lebih spesifik, konseling
keberadaannya secara otentik dengan eksistensial huma-nistik membantu klien
menjadi sadar atas keberadaan dan potensi- untuk memulai perjalanan investigasi
potensi serta sadar bahwa ia dapat dirinya, dengan tujuan: memahami konflik
membuka diri dan bertindak sesuai tak sadarnya; mengidentifikasi mekanisme
kemampuannya (Primayanti, Madriantari, pertahanan diri yang salah; menemukan
& Dantes, 2014). Kata eksistensi diambil pengaruh; mengurangi tingkat kecemasan
dari kata Latin existere, yang secara harfiah berlebihan dalam bermasyarakat;
berarti “menonjol atau timbul”. Eksistensi mengembangkan cara untuk mengatasi
bukan proses statistik, tetapi melibatkan kecemasan yang berasal dari pikiran-
proses coming into being atau becoming pikiran individu (May & Yalom, 2005;
(menjadi). Humanistik adalah suatu teori Jones, 2011).
yang tertuju pada masalah bagaimana tiap Pendekatan eksistensial humanistik
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh tidak memiliki teknik khusus dalam
maksud-maksud pribadi yang mereka pelaksanaannya. Perspektif teknik
hubungkan kepada pengalaman-pengalam- eksistensial dipandang sebagai alternatif
an mereka sendiri (Rochem, 2011). Wijaya yang membuat individu sadar akan
(2014) mengemukakan bahwa pendekatan tanggung jawabnya dalam menjalani
eksistensial humanistik memiliki pengaruh kehidupan. Bagian ini berbicara tentang
yang besar dalam memahami keberadaan implikasi konseling dari gagasan yang telah
(eksistensi) diri individu dan sadar akan dikembangkan di muka, yang meliputi
potensi dirinya serta mampu membangun kapasitas untuk sadar akan dirinya,
tanggung jawab dalam kehidupannya. kebebasan dan tanggung jawab, usaha
Corey (dalam Sabrina, 2016) untuk mendapatkan identitas dan bisa
menyatakan bahwa konseling eksistensial berhubungan dengan orang lain, pencarian
humanistik berfokus pada perkembangan makna, kecemasan sebagai kondisi dalam
kehidupan yang positif. Konseling hidup dan kesadaran akan maut dan
eksistensial humanistik memiliki konsep ketiadaan (Corey, 2013).
yang mengarah pada kehidupan sekarang Ajeeng (2013) mengemukakan ciri-ciri
yang akan sangat berpengaruh pada masa eksistensial humanistik, yaitu: 1)
depan seseorang, berdasarkan perilaku Eksistensialisme merupakan pendekatan
sekarang yang bisa menentukan nasib masa yang memusatkan perhatiannya tentang
depannya. Konseling eksistensial humanis- individu yang keberadaannya diakui oleh
tik membuat kondisi-kondisi dalam me- dunia; 2) Adanya dalil-dalil yang
maksimalkan kesadaran diri guna meng- melandasi, pertama, setiap manusia adalah
hapus penghambat dalam mengoptimalkan makhluk yang unik dalam mereaksikan
potensi, dan memilih jalan untuk mencapai dirinya tentang keberadaannya. kedua,
43
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2019, Vol. 6, No. 1, Hal. : 41-52
manusia memiliki fungsi masing-masing bahwa untuk terlihat eksis dan bisa
berdasarkan unsur pribadi yang mem- melakukan update agar teman-teman bisa
bentuk. ketiga, dalam sistem persepsinya melihatnya maka mereka akan
menggunakan alat penginderaan stimulus- “nongkrong” di tempat-tempat terkini.
respon; 3) Melengkapi segala unsur Eksistensial humanistik berpendapat
psikologis yang ada pada diri tiap individu; bahwa terdapat dua jenis pribadi yaitu
4) Sasarannya tentang bagaimana individu pribadi sehat dan pribadi bermasalah.
memahami perasaan, dan pengalamannya Perilaku hedonisme merupakan salah satu
sebagai hasil keberadaan eksistensialnya; jenis pribadi yang bermasalah. Pendekatan
serta 5) Memiliki khas tentang tanggung eksistensial berusaha mencari ambang batas
jawab manusia, nilai-nilai yang dianut, ontologis dari sifat manusia, ini merupakan
makna terhadap hidup, kecemasan, upaya konstektual yang bertujuan menghar-
keputusan, dan kematian. gai sepenuhnya sifat alami kita sebagai
Terdapat tiga langkah yang dilakukan individu (DeRobertis, 2015, p. 331).
dalam konseling eksistensial Corey (2013) Penelitian sebelumnya mengenai
antara lain: 1). Tahap pendahuluan, konseli konseling eksistensial humanistik berhasil
mengklarifikasi asumsinya terhadap dunia meningkatkan kemampuan individu dalam
dan pengalamannya yang dibantu oleh bertindak, menerima kebebasan dan
konselor. Konseli dituntun dalam bertanggung jawab untuk berbagai tindakan
mendefinisikan dan menanyakan tentang yang dilakukannya. Penelitian Zyromski
cara mereka memandang dan menjadikan dkk. (2018) meneliti ACE (Adverse Child-
eksistensi mereka bisa diterima; 2). Tahap hood Experiences) melalui lensa
pertengahan, konseli memaparkan lebih eksistensial, dimana terapis memberikan
lanjut tentang nilai yang mereka anut dalam beragam solusi yang bisa dilakukan oleh
berperilaku dan menjalani hidup mereka; klien dan menawarkan kegiatan
dan 3). Tahap pengakhiran, konseling intervensinya. Intervensi terapeutik
berfokus pada menolong konseli untuk bisa eksistensial termasuk mengajarkan klien
melaksanakan apa yang telah mereka tentang regulasi emosi dan membangun
pelajari tentang diri mereka sendiri. Proses kemampuan klien tentang bagaimana
ini yang akan membuat remaja dapat menghadapi trauma yang dialami melalui
menyadari baik dan buruknya suatu pengalamannya tersebut. Landasan ACE ini
perilaku dan selanjutnya membentuk dipengaruhi oleh pengalaman masa kanak-
konsep diri yang positif, yang sesuai kanak klien yang memicu berbagai reaksi
dengan aturan/ norma-norma yang ada dan eksistensial yang mengganggu kesehatan
pada akhirnya mampu menghargai dirinya. fisik, mental, dan perilaku. Artikel ini
Gambaran mengenai ciri gaya hidup mengeksplorasi implikasi ACE untuk
hedonis diperkuat berdasarkan hasil studi perkembangan anak-anak, remaja, dan
pendahuluan di SMA Negeri 10 Makassar orang dewasa.
selama tiga hari pada tanggal 26, 27, dan 28 Penelitian tentang ACE sangat kuat
Januari 2017 yang menunjukkan bahwa ada dalam literatur medis dan trauma tetapi
siswa-siswa yang terindikasi melakukan tergolong baru dalam literatur konseling.
perilaku hedonisme, yakni mereka meng- Dalam sudut pandang eksistensial, program
gunakan smartphone yang berlebihan ACE ini membekali para konselor
dibandingkan teman-temannya, menunjuk- humanistik dengan strategi untuk mengatasi
kan penampilan yang mencolok, teman banyaknya masalah kesehatan medis,
lebih dijadikan sebagai “teman bermain” mental, dan perilaku negatif yang
dibandingkan dengan teman belajar, dihasilkan dari trauma kompleks ini.
memiliki akun media sosial seperti Berdasarkan fenomena yang terjadi
instagram dan facebook serta menganggap maka penulis tertarik untuk melakukan
44
Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial Humanistik untuk Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10 Makassar (Qawiyyan
Fitri, Alimuddin Mahmud, Abdul Saman)
penelitian ini karena masalah ini sangat Berdasarkan hasil pengamatan yang
memengaruhi pemaknaan akan kehidupan dilakukan oleh guru bimbingan dan
remaja, pembentukan pribadi dan konseling, terkait ciri-ciri perilaku hedonis
pendidikan remaja. Apabila tidak diberikan yang paling sering nampak pada siswa-
bantuan pada remaja akan membawa siswi kelas XI tersebut, diperoleh sebanyak
dampak yang negatif seperti yang 7 siswa yang teridentifikasi berperilaku
disampaikan oleh Praja dan Damayanti hedonis ditandai dengan perilaku siswa
(dalam Gemilang & Christiana, 2016), yang lebih senang bermain handphone saat
yang menyebutkan terdapat tiga hal yang guru sedang menjelaskan pelajaran di
akan menjadi dampaknya yaitu dampak dalam kelas, membolos sekolah untuk
pada keinginan siswa dalam mencapai nongkrong dengan teman-temannya,
prestasi sekolah, motivasi belajar, dan memakai aksesori agar terlihat keren,
memiliki pandangan yang materialis sering menyontek pekerjaan teman, waktu
terhadap semua hal dan tidak memerduli- luang digunakan untuk bersenang-senang
kan hal sekitar dan yang menyangkut (tidak belajar, tidak mengerjakan tugas
prestasi. sekolah).
Layanan bimbingan konseling yang Teknik pengumpulan data penelitian
digunakan yaitu pendekatan konseling ini menggunakan kuesioner dan obsevasi.
eksistensial humanistik, karena konseling Kuesioner diberikan kepada kelompok
eksistensial humanistik mengajak konseli eksperimen untuk memperoleh gambaran
untuk berusaha mencari makna dari tentang perilaku hedonis siswa pada
pandangan eksistensi diri yang positif, kelompok eksperimen sebelum (pretest)
tujuan, nilai, dan sasaran yang akan maupun sesudah (posttest) diberikan
dicapai dengan mengubah sudut konseling eksistensial humanistik melalui
pandangnya tentang kejadian yang ada di layanan konseling kelompok. Dari hasil uji
lingkungan sehingga menumbuhkan validitas kuesioner ditemukan bahwa dari
kesadarannya untuk menggali potensi yang 45 item, yang tidak valid sebanyak 10 item
dimiliki. Adapun penelitian ini bertujuan disebabkan nilai r < .3. Adapun hasil uji
untuk mengetahui gambaran perilaku reliabilitas menunjukkan nilai koefisien
hedonis siswa di SMA Negeri 10 Makassar alpha sebesar .809 sehingga kuesioner
serta mengetahui efektivitas penerapan dapat dinilai reliabel.
pendekatan konseling eksistensial Observasi digunakan untuk mencatat
humanistik dalam mengurangi perilaku reaksi-reaksi dan perubahan selama
hedonis siswa tersebut. mengikuti pelaksanaan konseling
eksistensial humanistik melalui konseling
Metode Penelitian kelompok dengan pengamatan secara
langsung terhadap subjek penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekat-
Adapun aspek-aspek yang diobservasi
an kuantitatif dengan jenis penelitian
adalah aktivitas, minat, dan opini. Cara
eksperimen. Adapun jenis ekperimen yang
penggunaannya dengan cara memberi tanda
digunakan adalah Pre-Experimental
cek (√) pada setiap aspek yang muncul.
Design yang mengkaji tentang pengaruh
Kriteria penentuan hasil observasi dibuat
penerapan pendekatan konseling
berdasarkan hasil analisis persentase
eksistensial humanistik melalui layanan
individual dan analisis kelompok, yaitu
konseling kelompok untuk mengurangi
nilai tertinggi 100% dan angka terendah 0%
perilaku hedonis siswa. Desain eksperimen
sebagaimana disajikan pada tabel 1.
yang digunakan adalah One-Group Pretest-
Posttest Design.
Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas XI SMA Negeri 10 Makassar.
45
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2019, Vol. 6, No. 1, Hal. : 41-52
46
Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial Humanistik untuk Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10 Makassar (Qawiyyan
Fitri, Alimuddin Mahmud, Abdul Saman)
47
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2019, Vol. 6, No. 1, Hal. : 41-52
pertemuan ketujuh mengalami peningkatan statistik uji Z sebesar -2.366 dan nilai
pada seluruh responden (100%). signifikansi .008 < .05 sehingga H0 ditolak.
Aspek terakhir yaitu berkurangnya Dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sebelum
motif dan keinginan untuk bersenang- diberikan perlakuan lebih tinggi
senang, pada pertemuan pertama terdapat dibandingkan setelah diberikan perlakuan,
pada 3 responden (42.8%) hal ini dimana sebelum diberikan perlakuan hasil
disebabkan siswa masih kurang mampu rata-rata nilai pretest sebesar 102.57 dan
mengendalikan keinginannya dalam setelah diberikan perlakuan hasil rata-rata
bersenang-senang. Pertemuan kedua nilai posttest berkurang menjadi 74
mengalami peningkatan menjadi 4 sehingga terlihat adanya perubahan yang
responden (57.1%), pertemuan ketiga dialami siswa. Adanya perbedaan
menjadi 5 responden (71.4%), pertemuan signifikan nilai rata-rata sebelum dan
keempat menjadi 6 responden (85.7%), setelah diberi perlakuan berupa pendekatan
adapun pertemuan kelima, keenam, dan konseling eksistensial humanistik, maka
ketujuh mengalami peningkatan dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
sepenuhnya yang ditunjukkan oleh 7 pendekatan konseling eksistensial
responden (100%). Pada tahap ini siswa humanistik dapat mengurangi perilaku
telah mampu mengurangi motif, keinginan- hedonis siswa di SMA Negeri 10 Makassar.
keinginan terhadap barang-barang branded Fakta yang ada pada siswa SMA
dan keinginan untuk bersenang-senang. Negeri 10 Makassar khususnya kelas XI
Gambaran tingkat keaktifan siswa MIA 7 dan XI IIS 3 yang menjadi sampel
dalam pelaksanaan pendekatan konseling dalam penelitian ini memiliki tingkat
eksistensial humanistik di SMA Negeri 10 perilaku hedonis berada pada kategori
Makassar disajikan pada tabel 6. Data tinggi pada saat diberikan pretest. Berbagai
menunjukkan bahwa partisipasi siswa indikasi yang menunjukkan bahwa siswa
dalam proses konseling eksistensial berperilaku hedonis di sekolah tersebut,
humanistik berjalan dengan sangat baik terlihat pada beberapa siswa yang selalu
karena mengalami peningkatan dalam hal berperilaku sesuai keinginan sendiri seperti
partisipasi, reaksi-reaksi, serta perilaku berpenampilan yang berlebihan,
siswa ke arah yang lebih baik. menggunakan aksesori tambahan, selalu
Tabel 6 ingin menjadi pusat perhatian, bermain
Data Partisipasi Siswa selama Pelaksanaan gadget sepanjang waktu untuk sosial
Konseling Eksistensial Humanistik media, memiliki geng, tidak mengerjakan
Pertemuan pekerjaan rumah (PR) serta lebih memilih
Kriteria I II III IV V VI VII bermain, menghabiskan waktu untuk
Sangat tinggi 0 1 2 5 5 7 7 bersenang-senang dibandingkan
Tinggi 2 4 5 2 2 0 0 mengerjakan tugas akademiknya, tidak
Sedang 2 2 0 0 0 0 0
Rendah 3 0 0 0 0 0 0
memerhatikan guru saat menjelaskan, serta
Sangat rendah 0 0 0 0 0 0 0 tidak mengikuti aturan yang ada di
Jumlah 7 7 7 7 7 7 7 lingkungan sekitarnya.
Anwar (2011, p. 162-163) mengemu-
Tabel 7 kakan bahwa pribadi yang tidak sehat
Hasil Uji Wilcoxon (Z) menurut eksistensial humansitik yaitu
Mean SD Asymp Sig. orang-orang yang tidak mampu
Pre- Post- Pre- Post- sig<a 2-
Test test test test Z tailed memfungsikan kesadaran akan keberadaan-
102.57 74 13.21 13.03 -2.366a .008 nya dengan baik sehingga potensi yang
dimiliki tidak difungsikan dengan baik,
Berdasarkan hasil perhitungan yang seperti tidak produktif, tidak dipercaya,
disajikan pada tabel 7, diperoleh nilai
48
Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial Humanistik untuk Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10 Makassar (Qawiyyan
Fitri, Alimuddin Mahmud, Abdul Saman)
memahami diri dengan arti yang salah, dan mereka terhadap eksistensi yang mereka
kurang memiliki teman. pahami. 2) Tahap pertengahan, merupakan
Seperti halnya perilaku hedonis yang kegiatan konseling kelompok melalui
dilakukan siswa disebabkan oleh adanya dinamika kelompok untuk mengetahui
kekeliruan dalam memandang serta gagasan siswa tentang proses pemberian
memaknai arti kehidupan eksistensinya, nilai internal (pengalaman dan pengamatan,
dimana kekeliruan itu karena dia melihat motif, persepsi), sikap serta perilaku yang
eksistensi itu melekat pada apa yang mereka anggap pantas. Dari tanggapan dan
ditunjukkan/ ditampilkan oleh individu pemaparan yang dikemukakan oleh para
meskipun itu tidak sesuai dengan diri dan siswa dapat disimpulkan melalui catatan
nilai yang ada di masyarakat. Siswa anekdot mengenai berkurangnya kebutuhan
hedonis tidak lagi memerhatikan nilai-nilai prestise yang akan membentuk konsep diri
yang ada dan cenderung melakukan apa menjadi lebih baik/ konsep diri apa adanya,
yang disenanginya sehingga lingkungan dalam mengeksplorasi segala nilai dan
melihat keberadaan dirinya berdasarkan apa sikap mereka yang memunculkan
yang disenangi, yang membuat siswa pemahaman baru. 3) Tahap pengakhiran,
tersebut tidak dapat memfungsikan dimensi merupakan kegiatan konseling kelompok
dasar yang dimiliki manusia. Perilaku yang menekankan pada cara untuk
hedonis yang dilakukan termasuk dalam menemukan kebermaknaan eksistensinya
kategori pribadi yang tidak sehat. dengan mengembangkan potensi yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimiliki. Siswa saling bertukar pendapat
tingkat perilaku hedonis siswa pada saat tentang pengalaman mereka dan nilai
pretest berada pada kategori tinggi dengan kehidupan mereka sehingga muncul nilai
mean sebesar 102.57 dan berkurang pada yang baru dari apa yang telah dilalui
saat posttest dengan mean sebesar 74 kemudian menemukan kebermaknaan
tergolong kategori rendah (lihat table 5). hidup serta mengembangkan segala potensi
Setelah diberikan perlakuan berupa yang dimilikinya ke arah yang lebih positif.
pendekatan konseling eksistensial
humanistik terlihat adanya perubahan atau Simpulan
tingkat perilaku hedonis siswa setelah
diberikan perlakuan pendekatan konseling Remaja yang cenderung melakukan
eksistensial humanistik mengalami perilaku hedonis ditandai dengan ciri-ciri
penurunan. yaitu selalu update terhadap perkembangan
Pendekatan eksistensial humanistik trend terkini, cemas bila tidak mengikuti
bertujuan untuk bagaimana individu dapat trend karena berfikir akan dijauhi oleh
memahami dirinya secara otentik dan sadar teman sebaya dan memiliki gengsi yang
akan eksistensi dan segala pengalamannya. tinggi. Setelah diberikan perlakuan berupa
Adapun ketiga tahap (Corey, 2007) yang pendekatan konseling eksistensial humanis-
diterapkan dalam konseling kelompok tik terlihat adanya perubahan yang terjadi
yaitu: 1) Tahap pendahuluan, merupakan atau tingkat perilaku hedonis siswa di SMA
kegiatan konseling kelompok yang Negeri 10 Makassar setelah diberikan
bertujuan untuk mengetahui klarifikasi perlakuan pendekatan konseling eksisten-
asumsi siswa dan definisi cara memandang sial humanistik mengalami penurunan.
serta menjadikan eksistensinya sehingga Dalam pelaksanaan pendekatan konse-
bisa diterima. Mengetahui semua ling eksistensial humanistik terdiri dari tiga
pengalaman siswa tentang eksistensi yang tahap yaitu tahap pendahuluan dimana pada
dilakukan ataupun yang telah diamatinya. tahap ini merupakan tahap awal untuk
Setiap siswa memaparkan semua asumsi, mengidentifikasi asumsi, pengalaman dan
pandangan, pengamatan dan pengalaman cara mereka memandang dan menjadikan
49
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2019, Vol. 6, No. 1, Hal. : 41-52
50
Penerapan Pendekatan Konseling Eksistensial Humanistik untuk Mengurangi Perilaku Hedonis Siswa di SMAN 10 Makassar (Qawiyyan
Fitri, Alimuddin Mahmud, Abdul Saman)
51
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2019, Vol. 6, No. 1, Hal. : 41-52
52