PENDAHULUAN
Seiring dengan semakin majunya jaman saat ini hedonisme bukan lagi sebuah
pandangan, melainkan gaya hidup konsumtif yang dipilih masyarakat urban,
(Masyakarat urban adalah mahluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam
kehidupannya, sekelompok manusia yang membutuhkan tersebut akan membentuk
suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat).
Hubungan gaya hidup hedonisme dengan perilaku konsumtif ini terjadi seiring dengan
naiknya penghasilan biasanya akan diiringi naiknya gaya hidup. Bahkan tidak jarang
akhirnya orang lebih memilih untuk berutang daripada menurunkan gaya hidupnya
yang sudah hedonisme.
Fenomena Hedonisme bukan lagi sebuah pandangan, melainkan gaya hidup konsumtif
yang dipilih masyarakat urban. Gaya hidup yang menonjolkan kemewahan, kesenangan
dan berfoya-foya serta menghamburkan uang.
Kita sering mendengar kata hedonis atau hedonisme. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia: Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan
dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Seseorang dikatakan menganut
hedonisme ketika mereka melakukan aktivitas fisik berupa mengejar modernitas dan
menghabiskan banyak uang dan waktu yang dimiliki (aktivitas), memenuhi banyak
keinginan dan objek apa saja yang dianggap menarik.
Perilaku ini terlihat misalnya pada objek yang menekankan unsur kesenangan hidup
seperti fashion, makanan, barang mewah, tempat nongkrong (minat), serta memberi
jawaban atau respon positif terhadap kenikmatan hidup (pendapat). Gaya hidup
konsumtif tidak bisa dilepaskan dari gaya hidup hedonisme yang dianut. Di satu sisi,
pola dan gaya hidup konsumtif memberikan kenikmatan dan kepuasan baik secara fisik
maupun psikologi. Namun disadari atau tidak, gaya hidup konsumtif justru memiliki
dampak kurang baik terhadap “kesehatan finansial”. Gaya hidup konsumtif dapat
dikatakan sebagai pemborosan. Sementara pemborosan itu sendiri bisa dimaknai
sebagai suatu perilaku yang berlebih-lebihan melampaui apa yang dibutuhkan. Ketika
kita masih memiliki daya beli, gaya hidup konsumtif memang mengasyikkan, kita bisa
membeli segala sesuatu yang tak hanya sekedar apa yang dibutuhkan, tetapi juga apa
yang diinginkan. Tanpa disadari, perilaku ini akan menjadi kebiasaan yang mengendap
dan membentuk karakter yang sulit diubah apalagi dihilangkan. Ketika kita telah
menaikkan gaya hidup, maka untuk menurunkan gaya hidup bukanlah hal yang mudah.
Ini karena sifat manusia untuk mencari kenikmatan dan menjauhi kesengsaraan. Selain
itu ada faktor malu, faktor kenyamanan yang akan menyiksa diri kita ketika sudah
mempunyai penghasilan dan ingin memuaskan gaya hidup dan kepuasan diri sendiri.
Kajian Teoretik
Formm (1955) pada buku The Sane Society terbitan New York: Reinhart yang
membagi perilaku konsumtif menjadi beberapa dimensi, yaitu sebagai berikut (Krisantiyana
dan Ispurwanto, 2015):
a. Pemenuhan Keinginan
Setiap individu akan selalu ingin merasakan kepuasan yang lebih untuk memenuhi
rasa puasnya saat individu tersebut mengkonsumsi suatu hal, walaupun dalam
kenyataannya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut namun masih tetap dilakukan.
b. Barang di Luar Jangkauan
Apabila pengonsumsian barang menjadi berlebihan, maka individu akan merasa
“belum lengkap” dan akan mulai mencari kepuasan akhir dengan mendapatkan
barang-barang yang baru. Pengomsumsian diluar jangkauan dapat menggunakan
sebagian besar pendapatan atau simpanan, hingga meminjam uang.
c. Barang Tidak Produktif
Apabila pengkonsumsian barang menjadi berlebihan, maka manfaat dan kegunaannya
menjadi tidak produktif bagi individu.
d. Status
Apabila pengonsumsian dilakukan sebagai pemuas keinginannya untuk mencapai
status tertentu melalui barang ataupun kegiatan yang bukan bagian dari kebutuhan
dirinya.
Gaya hidup secara umum dapat dikaitkan sebagai cara hidup yang dapat dilihat dari
bagaimana individu melakukan kegiatan (aktivitas), bagaimana individu merasa tertarik
dengan apa yang dianggap penting (minat), dan bagaimana individu berpikiran dengan
dirinya sendiri maupun dunia sekitar. Gaya hidup dari masa ke masa akan selalu berubah
secara dinamis dari tingkat individu maupun kelompok dalam masyarakat (Susanti, 2011).
Kotlet (Susanto, 2013) mengatakan bahwa gaya hidup merupakan pola seseorang
didunia ini yang secara nyata diekspresikan berdasarkan aktivitas, minat, dan opini. Rutinitas
yang dilakukan oleh individu, merupakan satu wujud dari aktivitas seseorang sebagai gaya
hidup yang dimilikinya. Keinginan individu dalam berpikir mengenai segala hal yang
memang terjadi disekitarnya dan seberaoa jauh individu peduli denfan hal tersebut, begitupun
individu dalam berpikiran mengenai dirinya sendiri maupun dunia luar.
Hedonism adalah doktrin dimana kebaikan pokok dalam kehidupan ini adalah
kenikmatan (Darmawan & dkk., 2010). Hidup ini diyakini sebagai sebuah jalan yang
diharuskan untuk selalu nikmat dan senang-senang. Kerja keras merupakan suatu jalan yang
tidak boleh ada dalam diri kaum hedonis karena itu yang diyakini bukan jalan hidupnya
(Martha, Hartati, & Setyawan, 2008). Takariani (Felicia, Elvinawaty, & Hartini, 2014)
menyatakan, bahwa hedonism adalah sebuah pandangan hidup yang berbicara tentang
kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama hidup.
Sholihah dan Kuswardani (Felicia, Elvinawaty, & Hartini, 2014) menjelaskan aspek-
aspek dari gaya hidup hedonism, yaitu:
Generasi Millennial merupakan generasi yang lahir antara tahun 1980 sampai 2000
(Naumovska, 2017). Generasi millennial hidup di era yang memiliki mobilitas tinggi dan
serba terkoneksi dengan internet, sehingga berdampak pada lifestyle, kebiasaan, hingga hal-
hal yang bersifat pribadi (“Millennial”, August 14, 2017). Riset oleh Provetic terhadap 4.670
responden generasi millenial menunjukkan mayoritas responden menjadikan belanja sebagai
salah satu prioritas mereka (Citra, 2016). Generasi millennial juga memiliki potensi besar
dalam industri konsumsi. Menurut Badan Pusat Statistik, 35% dari 254,9 juta jiwa penduduk
Indonesia merupakan generasi millennial usia produktif (Banirestu, July 14, 2017), Sehingga
banyak industri yang mulai memusatkan perhatian pada generasi millennial.
2.4 Kerangka Berpikir
x1 dan x2
Berdasarkan asumsi-asumsi dan pendapat para ahli di atas, hipotesis yang akan
diuji dalam penelitian ini adalah:
H1 : Diduga ada hubungan antara gaya hidup hedonisme (x1) terhadap generasi
milenial (Y).
H3 : Diduga ada pengaruh antara gaya hidup hedonisme (x1) dan prilaku konsumtif
(x2) secara bersama terhadap prestasi kerja karyawan (Y).
Daftar Pustaka
Adzkiya, Annisa. 2017. Analisis Perilaku Konsumtif Dan Faktor Pendorongnya Studi Kasus
Mahasiswa Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2017.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta