Anda di halaman 1dari 26

Teori Komunikasi

Modul
3 Teori Komunikasi Kelompok

PENDAHULUAN

K omunikasi dalam kelompok merupakan bagian dari kegiatan-


keseharian kita sejak kita lahir, kita sudah mulai bergabung dengan
kelompok primer yang paling dekat, yaitu Keluarga. Kemudian
seiring dengan perkernbangan usia dan kemampuan intelektualitas,
kita masuk
dan terlibat dalam kelompok- kelompok sekunder seperti sekolah,
lembaga agama, tempat pekerjaan dan kelompok sekunder lainnya yang
sesuai. dengan minas dan ketertarikan kita. Ringkasnya, kelompok
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan kita,
karena melalui kelompok, memungkinkan kita dapat berbagi informasi,
pengalaman dan pengetahuan kita dengan anggota kelompok
lainnya.

Modal teori komunikasi kelompok ini, akan terdiri dari empat kegiatan
belajar yaitu prinsip-prinsip dasar komunikasi dalam suatu kelompok (group
communication) memahami komunikasi dalam kelompok, pendekatan
teoretis komunikasi kelompok dan kegiatan belajar terakhir
berkaitan dengan bahasan mengenai beberapa perspektif dalam
penelitian komunikasi kelompok. Setup kegiatan belajar akan dibahas
dengan lebih mendalam beberapa aspek penting yang berhubungan
dengan kegiatan belajar tersebut. Karenanya, mempelajari setup
bahasan dalam modul ini dengan sungguhsungguh, merupakan langkah
terbaik untuk memahami komunikasi yang berlangsung dalam suatu
kelompok.

Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan memiliki kemampuan


untuk memahami peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi dalam suatu
kelompok. Setelah mempelajari masing-masing kegiatan belajar dengan
cermat, Anda diharapkan mampu :
1. Menguraikan dan menjelaskan definisi atau batasan mengenai
komunikasi
kelompok;
2. Menyebutkan dan menjelaskan karakteristik komunikasi kelompok

Bacaan Teori
Komunikasi
3. menyebutkan dan menjelaskan fungsi komunikasi kelompok;
4. menyebutkan dan menguraikan tipe-tipe komunikasi kelompok;
5. menguraikan dan menjelaskan metode pembuatan keputusan dalam
kelompok;
6. menjelaskan makna kepemimpinan dalam kelompok;
7. mengenal beberapa pendekatan teoretis dalam komunikasi kelompok;
8. mengenal beberapa persepektif dalam penelitian komunikasi kelompok.
KEGIATAN BELAJAR 1

PRINSIP DASAR KOMUNIKASI


DALAM KELOMPOK

S ebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan, bahwa


kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita
sehari hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder,
merupakan wahana bagi setup orang untuk dapat mewujudkan harapan
dan keinginannya berbagi informasi dalam hampir semua aspek kehidupan.
Ia bisa merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan
pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana
meningkatkan pengetahuan para anggotanya (kelompok belajar) dan ia
bisa pula merupakan alas untuk mernecahkan persoalan bersama
yang dihadapi seluruh anggota kelompok pemecahan masalah). Jadi,
banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat dalam suatu
kelompok yang sesuai dengan rasa ketertarikan (interest) kita. orang yang
memisahkan atau mengisolasikan dirinya dengan orang lain adalah orang
yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain (misanthrope) atau
dapat
dikatakan sebagai orang yang antisosial.
Bahasan dalam Kegiatan Belajar 1 ini mencakup tiga hal,
yaitu pengertian mengenal komunikasi kelompok, karakteristik dari
komunikasi kelompok dan kajian tentang fungsi dari komunikasi kelompok.

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI KELOMPOK

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya:


Human Communication, A Revision of Approaching
Speech/Communication, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai
interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud
atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan
diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat
menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat (the
face-to faceinteraction of three or more individuals, for a
recognized purpose such as information sharing, self- maintenance, or
problem solving, such that the members are able to personal characteristics of
the other members accurately).
Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi di atas,
yaitu interaksi
tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau
tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan
karakteristik pribadi anggota lainnya. Kita mencoba membahas
keempat elemen dari batasan tersebut dengan lebih rinci.
Terminologi tatap muka (face to face) mengandung makna
bahwa setiap
anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya
dan juga
harus dapat rnengatur umpan batik secara verbal maupun nonverbal dari
setiap
anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu
yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan bare.
Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya
interaksi di antara semua anggota kelompok.
Jumlah partisipan dalam komunikasi kelornpok berkisar antara
3 sampai
20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan nidebilli 20 orang,
kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap
anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan
karenanya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.
Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga
dari definisi di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut
akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan
kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang
dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahuan ( to impart
knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan
dirt (self- maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada
anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi
yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan
kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri.
Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka
kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan
keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Elemen terakhir adalah kemampuan anggota untuk
menumbuhkan karakteristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini
mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung
berhubungan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah
terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota
dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen. Batasan lain mengenai
komunikasi kelompok dikemukakan oleh Ronald Adler dan George Rodman
dalam bukunya : Understanding Human Communication. Mereka
mengatakan bahwa kelompok atau grup merupakan sekumpulan kecil
orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap muka dalam waktu yang
lama guna mencapai
tujuan tertentu (a small collection of people who interact with each other
usually
face to face, over time in order to reach goals ).
Ada empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan oleh
Adler
dan Rodman tersebut, yaitu interaksi, waktu , ukuran, dan tujuan.
Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang
penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara
kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah
sekumpulan orang yang secara serentak terikat dalam aktivitas yang
sama, namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa
yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis
belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai
kelompok apabila sudah mulai memperlihatkan pesan dengan doses atau
rekan mahasiswa yang lain.
Elemen yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi
untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok.
Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang,
karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak
dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.
Sedangkan elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah
partisipan dalam komunikasi kelompok. Tidak ada ukuran yang pasti
mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-
8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah
anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan small-Hess, yaitu
kemampuan setiap anggota kelompok untuk dapat mengenal dan
memberi reaksi terhadap anggota lainnya. Dengan small-Hess ini,
kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan
memberi reaksi kepada anggota lain atau setiap anggota mampu melihat
dan mendengar anggota yang lain, seperti yang dikemukakan dalam definisi
pertama.
Elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa
keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang
menjadi anggota kelornpok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih
tujuannya.

B. KARAKTERISTIK KOMUNIKASI KELOMPOK

Apa pun fungsi yang disandangnya, kelompok baik primer maupun


sekunder dalam keberadaannya memiliki karakteristik tertentu. Karenanya,
memahami karakteristik yang ada merupakan langkah pertama untuk
bertindak lebih efektif dalam suatu kelompok di mana kita ikut terlibat di
dalamnya.
Ada dua karakteristik yang melekat pada suatu kelompok, yaitu norma
dan
peran. Kita akan membahas kedua karakteristik tersebut dengan lebih rinci
satu per satu.
Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orang-
orang dalam suatu kelompok berperilaku satu dengan lainnya. Kadang-kadang
norma o1eh para sosiolog disebut juga dengan “hukum” ( law) atau
“peraturan” (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan
tidakpantas untuk dilakukan dalarn suatu kelompok. Ada tiga kategori norma
kelompok, yaitu, norma sosial, procedural dan tugas. Norma sosial
mengatur hubungan di antara para anggota kelompok. Sedangkan norma
procedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus
beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat keputusan,
apakah melalui suara mayoritas ataukah dilakukan pembicaraan sampai
tercapai kesepakatan. Dan norma tugas memusatkan perhatian pada
bagaimana suatu pekerjaan harus dilaksanakan.
Berikut kita akan mempelajari norma-norma dalam kelompok dengan
mencermati tabel di bawah ini.

Tabel 3.1
Tabel Norma-norma yang Diharapkan dalarn Suatu
Sosial Tugas
PKreocloemduproalk
Mendiskusikan Memperkenalkan Mengkritik ide, bukan
persoalan yang tidak para anggota orangnya
Menceritakan gurauan Membuat Mendukung gagasan
yang lucu agenda yang terbaik
Menceritakan kebenaran Duduk saling Memiliki kepedulian
yang tidak dapat bertatap muka untuk pemecahan
Jangan merokok Menetapkan Berbagi beban pekerjaan
(kalau dimungkinkan) tujuan kelompok
Jangan datang terlambat Jangan meninggalkan Jangan memaksakan
pertemuan tanpa gagasan kita dalam
Tidak hadir tanpa Jangan Jangan berkata kasar
alasan yang jelas memonopoli jika tidak setuju

Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human


Communication,
Second Edition, hat. 197
Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang dapat
diterima,
maka peran (role) merupakan pola-pola perilaku yang diharapkan dart setiap
anggota kelompok. Ada dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi
tugas dan fungsi pemeliharaan. Kita akan menyimak kedua fungsi tersebut
dalarn tabel berikut.

TABEL PERAN FUNGSIONAL DART ANGGOTA KELOMPOK

FUNGSI TUGAS FUNGSI PEMELIHARAAN


Pemberi informasi Pemberi Pendorong partisipasi
pendapat Pencari informasi Penyelaras
Pemberi aturan Penurun ketegangan
Penengah persoalan pribadi

Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human


Communication, Second Edition, hal. 199

C. FUNGSI KOMUNIKASI KELOMPOK

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh


adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi
tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi,
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, dan fungsi terapi.
Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok
dan para anggota kelompok itu sendiri.
Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti
bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan
sosial di antara para anggotanya, seperti bagaimana suatu kelompok
secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan
aktivitas yang informal, santai dan menghibur.
Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti
bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk
mencapai dan mempertukarkan pengetahuan. Melalui fungsi pendidikan
ini, kebutuhan- kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu
sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun
demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang
diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru
yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi
interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan
sangat efektif jika setiap anggota kelornpok membawa pengetahuan yang
berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang
disumbangkan masing-masing anggota, mustahil fungsi edukasi ini
akan
tercapai.
Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya
mempersuasi
anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok,
membawa risiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika
usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai
yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha
mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan
demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.
Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya
untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan.
Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan
alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya ; sedangkan
pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan
antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah menghasilkan
materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.
Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki
perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak
memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu
mencapai perubahan personalnya. Tentunya individu tersebut harus
berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan
manfaat,
namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan
membantu
kelompok mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini
adalah
kelompok konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkotika, kelompok
perokok berat dan sebagainya. Tindak komunikasi dalam kelompok-
kelompok
terapi dikenal dengan nama "pengungkapan diri" ( self disdosure). Artinya,
dalam suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan untuk berbicara
secara terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul
konflik antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi
pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.
KEGIATAN BELAJAR 2

Memahami Komunikasi
Dalam Kelompok

P ersoalan-persoalan menenai tipe kelompok, metode pembuatan


keputusan yang terjadi dalam suatu kelompok dan kepemimpinan dalam
kelompok, merupakan materi pelajaran yang akan dibahas dalam Kegiatan
Belajar 2 berikut
ini.
Dalam wujud nyata yang dapat kita temui sehari-hari, kita mengenai
beberapa tipe dari kelompok, seperti kelompok belajar, kelompok pemecahan
masalah, serta kelompok sosial lainnya. Sementara dalam bahasan mengenai
metode pengambilan keputusan dalam kelompok, kita akan mengenai
sejumlah metode yang digunakan di mama masing-masing metode
yang dipakai bergantung kepada beberapa faktor yang melingkupinya. Dan
dalam bahasan mengenai kepemimpinan dalam kelompok, kita diajak
untuk memikirkanya gaya kepemimpinan yang terjadi dalam kelompok dan
fungsi kepemimpinan dalam kelompok. Kita mencoba membahas ketiga
subbahasan dalam Kegiatan Belajar 2 ini dengan lebih rinci dan mendalam.

A. TIPE
KELOMPOK

Ronald B. Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding


Human Communication membagi kelompok dalam tiga tipe,
yaitu kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan (growth
group), dan kelompok pemecahan masalah ( problem solving group ).
Masing- masing tipe kelompok tersebut akan kita bicarakan dengan lebih rinci,
karena setiap kelompok memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda.

1. Kelompok Belajar (Learning


Group)
Ketika kita mendengar kata “belajar” atau learning, perhatian dan
pikiran
kita hampir selalu tertuju pada suatu lembaga pendidikan ataupun
sekolah.
Meskipun institusi pendidikan tersebut termasuk dalam klasifikasi learning
group, namun itu bukan satu-satunya. Kelompok yang
memberi keterampilan berenang ataupun kelompok yang
mengkhususkan
kegiatannya pada digolongkan ke dalam kelompok belajar tersebut.
Jadi,
apa pun bentuknya, tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan
pengetahuan atau kemampuan para anggotanya.
Satu ciri yang menonjol dari learning group ini adalah adanya
pertukaran
informasi dua arah, artinya setiap anggota dalam kelompok belajar
adalah
kontributor atau penyumbang dan penerirna
pengetahuan.

2. Kelompok Pertumbuhan (Growth


Group)
Jika learning anggotanya group para anggotanya terlibat dalam
persoalan- persoalan eksternal sebagaimana yang telah diuraikan di atas,
maka kelompok pertumbuhan lebih memusatkan perhatiannya kepada
permasalahan pribadi yang dihadapi para anggotanya. Wujud nyata
dari growth group ini adalah kelompok bimbingan perkawinan,
kelompok bimbingan psikologi, kelompok terapi sebagaimana yang sudah
diuraikan pada Kegiatan Belajar 1, serta kelompok yang memusatkan
aktivitasnya kepada penumbuhan keyakinan diri, yang biasa disebut dengan
consciousness raising group.
Karakteristik yang terlibat dalam tipe kelompok growth group
ini adalah
tidak mempunyai tujuan kolektif yang nyata, dalam arti bahwa
seluruh tujuan
kelompok diarahkan kepada usaha untuk membantu para anggotanya
mengidentifikasi dan mengarahkan mereka untuk peduli dengan persoalan
pribadi yang mereka hadapi.

3. Kelompok Pemecahan Masalah (Problem


Solving
Group)
Orang-orang yang terlibat dalam kelompok pemecahan masalah,
bekerja
bersama-sama untuk mengatasi persoalan bersama yang mereka hadapi.
Dalam sebuah keluarga misalnya, bagaimana seluruh anggota
keluarga memecahkan persoalan tentang cara-cara pembagian
kerja yang memungkinkan mereka terlibat dalam pekerjaan rumah tangga,
seperti tugas apa yang harus dilakukan seorang suami, apa yang menjadi
tanggung jawab istri, dan pekerjaan-pekerjaan apa yang dibebankan
kepada anak-anaknya. Atau dalam contoh lain, bagaimana para warga
yang tergabung dalam satu Rukun Tetangga (RT) berusaha
mengorganisasi diri mereka sendiri guna mencegah tindak pencurian
melalui kegiatan sistem keamanan lingkungan atau lebih dikenal dengan
siskamling.
Problem solving dalam operasionalnya, melibatkan da
aktivitas penting.
Pertama, pengumpulan informasi (gathering information) : bagaimana
suatu
kelompok sebelum membuat keputusan, berusaha mengumpulkan
informasi yang penting dan berguna untuk landasan pengambilan
keputusan tersebut. Dan kedua adalah pembuatan keputusan atau
kebijakan itu sendiri yang berdasar pada hasil pengumpulan informasi.
B. METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELOMPOK

Cara lain untuk memahami tindak komunikasi dalam kelompok


adalah dengan melihat bagaimana suatu kelompok menggunakan metode-
metode tertentu untuk mengambil keputusan terhadap masalah yang dihadapi.
Dalam tataran teoretis, kita mengenal empat metode pengambilan
keputusan, yaitu kewenangan tanpa diskusi ( authority rule without
discussion), pendapat ahli ( expert opinion), kewenangan setelah diskusi
(authority ride after discussion), dan kesepakatan (consensus).

1. Kewenangan Tanpa Diskusi


Metode pengambilan keputusan ini sering kali digunakan oleh para
pernimpin otokratik atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki
beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti ketika kelompok tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang
harus dilakukan. Selain itu, metode ini secara sempurna dapat diterima
kalau pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan
persoalan- persoalan rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk
mendapatkan persetujuan para anggotanya.
Namun dernikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering
digunakan, itu akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya
ketidakpercayaan para anggota kelompok terhadap keputusan yang ditentukan
pimpinannya, karena mereka kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan. pengambilan keputusan akan memiliki kualitas
yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersama-sama dengan melibatkan
seluruh anggota kelompok, daripada keputusan yang diambil secara individual.

2. Pendapat Ahli
Kadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya
diberi predikat sebagai ahli ( expert), sehingga rnemungkinkannya,
memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode
pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan baik apabila seorang
anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut memang benar-benar
tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota
kelompok lainnya.
Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut
bukanlah masalah yang sederhana, karena sangat sulit
menurunkan indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli
(superior). Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang
memiliki kualitas terbaik untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak
sedikit pula orang yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya,
menentukan apakah seseorang dalam kelompok benar-benar ahli adalah
persoalan yang rumit.
3. Kewenangan Setelah
Diskusi
Sifat otokratik dalam metode pengambilan keputusan ini lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan metode yang pertama, karena
metode authority rule after discussion ini mempertimbangkan pendapat
atau opini lebih dari satu anggota kelompok dalam proses pengambilan
keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode
ini akan meningkatkan kualitas dan tanggung jawab para anggotanya, di
samping juga munculnya aspek kecepatan ( quickness) dalam
pengambilan keputusan sebagai hasil dari usaha menghindari proses
diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain, pendapat anggota
kelompok sangat diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan,
namun perilaku otokratik dari pimpinan kelompok masih berpengaruh.
Metode pengambilan keputusan ini juga mempunyai kelemahan,
yaitu
para anggota kelompok akan bersaing untuk mempengaruhi pengambil
atau pembuat keputusan. Artinya, bagaimana para anggota kelompok
yang mengemukakan pendapatnya. dalam proses pengambilan keputusan,
berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa pendapatnya
yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.

4.
Kesepakatan
Kesepakatan atau konsensus akan terjadi kalau semua anggota dari
suatu kelompok mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan
keputusan ini memiliki keuntungan, yaitu partisipasi penuh dari
seluruh anggota akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang
diambil, sebaik seperti tanggung jawab para anggota dalam
mendukung keputusan tersebut. Selain itu, metode konsensus sangat
penting khususnya dalam keputusan yang berhubungan dengan
persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks.
Namur demikian, metode pengambilan keputusan yang dilakukan
melalui kesepakatan ini tidak lepas juga dari yang paling menonjol
adalah dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama,
sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan yang
mendesak atau darurat.
Keempat metode pengambilan keputusan di alas menurut Adler
dan
Rodman, tidak ada yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang
menjelaskan bahwa satu metode lebih unggul dibanding metode pengambilan
keputusan lainnya. Metode yang paling efektif yang dapat digunakan
dalam situasi tertentu, bergantung pada faktor-faktor: 1) jumlah waktu
yang ada dan dapat dimanfaatkan, 2) tingkat pentingnya keputusan yang
akan diambil oleh kelompok, dan 3) kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh pimpinan kelompok dalam mengelola kegiatan pengambilan
keputusan tersebut.
C. KEPEMIMPINAN DALAM KELOMPOK

Kepemimpinan merupakan salah satu peran yang penting dalam


interaksi kelompok, karena peran ini akan menentukan kuantitas dan kualitas
komunikasi dalam kelompok, hasil dari tujuan kelompok, dan harmoni
atau keselarasan dalam kelompok. Bahasan mengenai kepemimpinan
dalam kelompok ini dibagi dalam dua kajian, yaitu fungsi kepemimpinan
dan gaya kepemimpinan dalam kelompok.

1. Fungsi Kepemimpinan
Burgoon, Heston dan McCroskey menguraikan adanya delapan
fungsi kepemimpinan, yaitu fungsi inisiasi ( initiation), keanggotaan
(membership), perwakilan (representation), organisasi
(organization), integrasi (integration), manajemen informasi
internal (internal information management), fungsi penyaring informasi
(gate keeping), dan fungsi imbalan (reward).
Dalam fungsi inisiasi, seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa
untuk menciptakan gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas pemimpin
juga memberi pengarahan ataupun menolak gagasan-gagasan dari
anggota
kelompoknya yang dinilai tidak layak. Inisiatif dalam arti menciptakan ataupun
menolak ide-ide baru baik yang berasal dari pimpinan itu sendiri ataupun dari
anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan, sebab pemimpin mempunyai
tanggung jawab yang lebih besar terhadap keberadaan atau
eksistensi
kelompok yang dipimpinnya, di samping itu yang lebih penting
adalah
tanggung jawab untuk terlaksananya tujuan-tujuan kelompok.
Sedangkan dalam fungsi keanggotaan, salah satu bagian dari
perilaku
seorang, pimpinan adalah memastikan bahwa dirinya juga merupakan
salah seorang anggota kelompok. Perilaku tersebut dijalankannya
dengan cara meleburkan atau melibatkan dirinya dalam kelompok
serta melakukan aktivitas yang menekankan kepada interaksi informal
dengan anggota kelompok lainnya.
Seorang pemimpin tidak jarang harus melindungi dan mempertahankan
para anggotanya dari "ancaman-ancaman" yang berasal dari luar,
inilah makna dari fungsi perwakilan dalam kepemimpinan kelompok. Tindakan
yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menjadi wakil atau
juru bicara kelompok di hadapan kelompok lainnya.
Dalam fungsi organisasi, tanggung jawab terhadap hal-hal yang
bersangkut paut dengan persoalan organisasional seperti struktur
organisasi, kelancaran roda organisasi dan deskripsi kerja ada di
tangan seorang pemimpin, sehingga itu perlu memiliki bekal
kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibanding
anggota kelompok lainnya.
Sementara dalam fungsi integrasi, seorang pemimpin
perlu mempunyai
kemampuan untuk memecahkan ataupun mengelola dengan baik
konflik
yang ada dan muncul di kelompoknya. Dengan bekal kemampuan
tersebut
diharapkan seorang pemimpin dapat menciptakan suasana yang kondusif
untuk tercapainya penyelesaian konflik yang dapat memberi kepuasan kepada
semua anggota kelompok.
Pimpinan pada saat tertentu harus memberi sarana bagi berlangsungnya
pertukaran informasi di antara para anggotanya dan juga mencari
masukan- masukan tentang bagaimana sebaiknya kelompoknya harus
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program kerjanya,
inilah nilai penting dari fungsi manajemen informasi internal yang perlu ada
dalam kepemimpinan kelompok.
Dalam fungsi penyaring informasi, seorang pemimpin bertindak sebagai
penyaring sekaligus manajer bagi informasi yang masuk dan keluar dari
kelompok yang dipimpinnya. Fungsi tersebut dilakukan sebagai usaha
untuk mengurangi terjadinya konflik di dalam kelompok ataupun
dengan kelompok lain, karena informasi yang ada dalam kelompok
tersebut telah terseleksi.
Terakhir, dalam fungsi imbalan atau ganjaran, pemimpin melakukan
fungsi evaluasi dan menyatakan setuju atau tidak setuju
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh para anggotanya. Hal ini
dilakukan pimpinan melalui imbalan-imbalan materi seperti peningkatan gaji,
pemberian kenaikan pangkat/jabatan, pujian ataupun penghargaan.
Banyak anggota kelompok sangat sensitif terhadap kekuatan imbalan
dari pimpinannya, sehingga pekerjaan ataupun tugas yang
dilakukannya diarahkan untuk memperoleh imbalan tersebut.

2. Gaya Kepemimpinan
dalam
Kelompok
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat
pengendalian yang digunakan seorang pemimpin dan sikapnya terhadap para
anggota kelompok ( the degree of control a leader exercise and
his attitudes toward group members ). Gaya kepemimpinan dalam kelompok
ini bisa dibagi dalam lima ciri, yaitu authoritarian, bureaucratic
atau supervisory, diplomatic, democratic dan laissezfaire atau group-centered,
Dalam gaya authoritarian seorang pemimpin adalah
seorang pengendali
(controler). Kata-kata yang diucapkannya adalah hukum atau peraturan
dan
tidak
dapat diubah. Seorang pemimpin dalam gaya authoritarian
ini, biasanya
menyandarkan diri pada aturan-aturan, memonopoli tindak komunikasi
dan
sering kali meniadakan umpan balik dari anggota lainnya. Kelompok yang
menggunakan gaya kepemimpinan ini, memiliki kemungkinan terorganisasi
dengan baik dan produktif, namun hubungan antarpribadi
(interpersonal
relationship) di antara para anggota kelompok cenderung renggang
dan
antagonistik.
Sedangkan dalam gaya kepemimpinan birokratik ( bureaucratic),
pimpinan
bertindak sebagai pengawas atau supervisor dan mengoordinasikan
aktivitas
kelompok. Pedoman dari gaya kepemimpinan ini adalah “organisasi” bukan diri
seorang pemimpin seperti yang ada dalam gaya authoritarian.
Seorang pemimpin birokratik memandang hubungan social sebagai hal
yang tidak dikehendaki, karenanya ia lebih suka menjauhkan dan tidak
memperhatikan persoalan- persoalan antarpribadi yang dihadapi para
anggotanya. Pemimpin birokratik cenderung berkomunikasi melalui saluran
tertulis secara resmi. Kelompok yang memakai gaya kepernimpinan ini akan
lebih produktif, sebab segala sesuatunya terorganisasi dengan baik, namun ada
kecenderungan dari anggota kelompok untuk bersikap apatis.
Pemimpin yang menggunakan gaya diplomatik adalah
seorang manipulator, artinya ia melaksanakan kepemimpinannya supaya
menjadi pusat perhatian para anggota kelompoknya. Pemimpin
yang diplomatis cenderung untuk sedikit menggunakan kontrol atau
setidaknya lebih halus dalam memakai kontrol tersebut dan lebih luwes
dibanding pemimpin authoritarian. la tidak terpaku terhadap satu aturan
khusus dan karenanya lebih bebas untuk menggunakan strategi-strategi
tertentu guna memanipulasi prang lain. Dengan demikian pemimpin
diplomatik terbuka terhadap adanya saran dan umpan balik yang demokratis
dari anggota kelompoknya.
Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemirnpin tidak banyak
menggunakan kontrol, apabila dibandingkan dengan ketiga gaya
kepernimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratik mengharapkan
seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu
mengembangkan potensi kepernimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang
demokratis, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun
hubungan tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya
kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam
suasana yang rileks, dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan
produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinan ini mampu
memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya.
Gaya laissez faire atau group centered ini tidak berdasar pada
aturan-
aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan
ini
menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan
atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari
pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung
yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari
anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya,
kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak
terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka
merasa
bahwa kelompoknya tidak memiliki maksud atau tujuan yang hendak dicapai.
Walaupun begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok
terapi, gaya kepemimpinan laissez faire ini adalah yang paling layak dan
efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.
KEGIATAN BELAJAR 3

Komunikasi Kelompok dalam


Perspektif Teoritis

K
elompok dalam perspektif interaksional dikemukakan Marvin Shaw
sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dalam
suatu cara tertentu, dimana masing-masing mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh pihak lainnya. Suatu kelompok (kecil) adalah kelompok
yang terdiri dari dua puluh orang atau kurang, walaupun dalam beberapa
hal kita lebih berkepentingan
dengan kelompok yang terdiri dari lima orang
atau
kurang.
Batasan yang diuraikan Shaw melibatkan tindak komunikasi sebagai
karakteristik yang esensial dari kelompok. Masih menurut Shaw, kelompok
yang baik adalah kelompok yang dapat bertahan untuk suatu
periode waktu yang relatif panjang, memiliki tujuan, dan memiliki struktur
interaksi.
Pengantar singkat ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada
kita, bahwa kelompok merupakan bagian yang sangat penting dari
aktivitas suatu masyarakat. Dovis Sheperd menjelaskan, bahwa kelompok
merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber
utama dari tatanan sosial. orang mendapatkan nilai dan sikap mereka,
sebagian besar dari kelompok di mana mereka berada. Karenanya,
kelompok (kecil) memberikan suatu fungsi perantara yang penting antara
individu dengan masyarakat luas.
Dalam kegiatan belajar ini, kita akan mempelajari beberapa
perspektif teoretis dalam komunikasi kelompok. Perspektif tersebut antara lain
mencakup teori perbandingan sosial, teori kepribadian kelompok, teori
pencapaian kelompok dan teori pertukaran sosial serta teori
sosiometris. Masing-masing teori tersebut akan kita coba pahami satu per
satu dengan lebih mendalam.

A. TEORI PERBANDINGAN SOSIAL (SOCIAL COMPARISON


THEORY)

Teori atau pendekatan perbandingan sosial mengemukakan


bahwa tindakan komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya
kebutuhan- kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap,
pendapat dan kemarnpuannya dengan individu-individu lainnya.
Dalam pandangan teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untuk
berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami
peningkatan, jika muncul ketidaksetujuan yang berkaitan dengan
suatu
kejadian atau peristiwa kalau tingkat pentingnya peristiwa tersebut
peningkat dan apabila hubungan
dalam kelompok (group cohesiveness) juga menunjukkan peningkatan. Selain
itu,
setelah suatu keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok
akan saling
berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau
membuat
individu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan
yang dibuat tersebut.
Sebagai tambahan catatan, teori perbandingan sosial ini diupayakan
untuk dapat menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota
kelompok mengalami peningkatan atau penurunan.

B. TEORI KEPRIBADIAN KELOMPOK (GROUP SYNTALITY


THEORY)

Teori kepribadian kelompok merupakan studi mengenai interaksi


kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian.
Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi atau karakteristik individu
seperti umur, kecendekiawanan (intelligence). Sementara ciri-ciri
kepribadian atau suatu efek yang memungkinkan kelompok
bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran
spesifik, klik dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa
yang disebut dengan sinergi, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap
individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan dalam melaksanakan
tujuan-tujuan kelompok. Banyak dari sinergi atau energi kelompok harus
dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok.
Konsep kunci dari group syntality theory ini adalah
sinergi. Sinergi
kelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok.
Meskipun
demikian, tidak semua energi yang dimasukkan ke dalam kelompok
akan
langsung mendukung pencapaian tujuannya. Karena tuntutan antarpribadi,
sejurnlah energi harus dihabiskan untuk memelihara hubungan dan
kendala antarpribadi yang muncul.
Selain sinergi kelompok, kita mengenai pula “ effective sinergy”
yaitu
energi kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsik atau
sinergi
pemeliharaan kelompok. Energi intrinsik dapat menjadi produktif,
sejauh
energi tersebut dapat membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun energi
intrinsik tidak dapat memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian
tugas.
Sinergi suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya
terhadap kelompok. Sampai batas di mana para anggota memiliki sikap
yang berbeda terhadap kelompok dan kegiatannya, maka yang muncul
kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi
yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan
kelompok. Jadi, jika individu- individu semakin memiliki kesamaan sikap, maka
akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energi intrinsik, sehingga
effective synergy menjadi semakin besar.
Dalam contoh sederhana, kita akan mencoba melihat teori ini
dalam
penerapannya. Dalam suatu kegiatan untuk membentuk kelompok belajar
ditemukan bahwa individu-individu memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap
materi pelajaran dan metode belajarnya. Pada situasi tersebut, individu-
individu dihadapkan pada suasana perdebatan untuk mengatasi munculnya
perbedaan sikap tersebut, sehingga banyak waktu dan energi yang dihabiskan
untuk menyelesaikan persoalan antarpribadi antara anggota, kelompok. Inilah
yang disebut dengan energi intrinsik. Kemudian setelah nilai ujian
diumumkan dan para anggota merasa bahwa kelompok belajarnya telah gagal
untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka ada satu atau lebih
anggota
menarik energinya keluar dari kelompok untuk mengikuti kelompok lain
atau
belajar sendiri. Dalam hal ini, effective synergy dari kelompok tersebut
sangat rendah, sehingga tidak dapat mencapai lebih dari apa yang dapat
dilakukan secara individual.
Sebaliknya, jika salah seorang anggota masuk dalam kelompok
belajar yang lain. Kelompok belajar tersebut dengan segera telah
mencapai kesepakatan mengenai bagaimana harus memulai dan segera
bekerja. Karena sangat sedikit bahkan tidak ada kendala antarpribadi yang
muncul, maka kelompok belajar tersebut menjadi padu sehingga effective
synergy tinggi dan tentunya setiap anggota kelompok akan lebih baik dalam
melaksanakan ujian, daripada jika mereka belajar sendiri-sendiri.

C. TEORI PENCAPAIAN KELOMPOK (GROUP ACHIEVEMENT


THEORY)

Teori pencapaian kelompok ini sangat berkaitan dengan


produktivitas kelompok atau upaya-upaya untuk mencapainya melalui
pemeriksaan masukan dari anggota (member inputs), variabel -
variabel perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok (group
output).
Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat
diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan harapan-
harapan (expectations) yang bersifat individual. Sedangkan variabel-variabel
perantara merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari
kelompok seperti status dan tujuan- tujuan kelompok. Dan yang
dirnaksud dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau
prestasi dari tugas atau tujuan kelompok.
Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi
perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Dengan
kata lain, perilaku, interaksi dan harapan-harapan ( input variables)
mengarah pada struktur formal dan struktur peran (mediating variables) yang
sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat
dan keterpaduan (group achievement).
D. TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)

Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang


dapat mencapai satu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok
dengan mengkaji hubungan di antara dua orang ( dyadic relationship).
Suatu kelompok dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kumpulan dari
hubungan antara dua partisipan tersebut.
Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia
melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya ( cost) dan imbalan
(reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan
respons dari individu-individu selama interaksi sosial. Jika imbalan
dirasakan
tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok akan
diakhiri, atau individu- individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka
untuk melindungi imbalan apa pun yang mereka cari.
Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan
fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan
perilaku mengenai biayanya dan imbalan.

E. TEORI SOSIOMETRIK (SOCIOMETRIC THEORY)

Sosiometri merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu


pada suatu pendekatan metodologis dan teoretis terhadap kelompok.
Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam kelompok
yang merasa tertarik satu sama lain, akan lebih banyak melakukan tindak
komunikasi, sebaliknya individu-individu yang saling menolak, hanya sedikit
atau kurang melaksanakan tindak komunikasi.
Tataran atraksi atau ketertarikan dan penolakan (repulsion) dapat diukur
melalui alat tes sosiometri, di mana setiap anggota ditanyakan untuk memberi
jenjang angka atau rangking terhadap anggota-anggota lainnya dalam
kerangka ketertarikan antarpribadi ( interpersonal attractiveness ) dan
keefektifan tugas ( task effectiveness). Dengan menganalisis struktur
kelompok melalui sosiometri ini, seseorang dapat menentukan bagaimana
kelompok yang padu dan produktif yang mungkin terjadi.
KEGIATAN BELAJAR 4

Beberapa Perspektif dalam Penelitian


Komunikasi Kelompok

ajian ilmiah mengenai pengaruh kelompok pada perilaku

K manusia dimulai dalam dekade 30-an, terutama melalui berbagai


studi yang,
dilakukan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog sosial. Seorang ahli lain yang
melakukan studi tentang komunikasi kelompok dengan memfokuskan
pada “tekanan” kelompok dan konformitas adalah Solomon Asch, juga
seorang psikolog sosial. Sementara itu, seorang ahli yang namanya layak-
diperhitungkan dalam studi mengenai komunikasi kelompok adalah Kurt
Lewin, yang menemukan teori mengenai
dinamika
kelompok.
Studi tentang peranan kelompok dalam pembentukan sikap politik dalam
kaitannya dengan pemilihan umum juga telah dilakukan oleh Paul
Lzarsfeld, seorang sosiolog, pada awal tahun 40-an. Bagian berikut akan
menguraikan
beberapa tradisi atau perspektif penelitian komunikasi kelompok
dengan
menyimak kembali pemikiran awal dan prinsip-prinsip utama yang melandasi
perkembangan studi tentang komunikasi kelompok.

A. PENELITIAN SHERIF MENGENAI NORMA-


NORMA KELOMPOK

Kelompok biasanya memiliki sejumlah aturan atau standar tertentu yang


dapat pula disebut sebagai norma. Studi yang dilakukan Sherif (1936,
1937) berusaha untuk memahami proses pembentukan norma tersebut. Melalui
suatu studi laboratorium dia memusatkan penelitiannya pada suatu fenomena
yang disebut autokinesis light effect . Eksperimen yang dilakukannya
adalah dengan menempatkan orang dalam ruangan yang gelap gulita,
kemudian diperlihatkan suatu titik cahaya yang redup. orang (dalam
kegelapan total) biasanya akan melihat seolah-olah titik cahaya tersebut
bergerak. Cahaya yang seolah-olah bergerak ini terjadi karena sistem syaraf
orang yang mengamatinya harus bekerja terlalu keras untuk mengimbangi
cahaya yang kecil dan redup, dalam kondisi seperti ini sistem syaraf
tersebut mengirim. denyut ( impulse) yang sama seperti ketika mata
mengamati objek yang bergerak. Dari sejumlah orang (kelompok) yang
dilibatkan dalam eksperimen ini, kesemuanya melihat seolah-olah cahaya
tersebut bergerak. Namun karena sebenarnya cahaya itu tidak bergerak,
maka tidak seorang pun tahu seberapa jauh cahaya itu bergerak.
Fenomena ini
memberikan Sherif suatu pemahaman tenting situasi yang
memiliki ambiguitas
yang tinggi, yang selanjutnya diaplikasikan dalam konteks komunikasi
kelompok.
Ketika eksperimen tersebut dilakukan kepada sejumlah orang
secara
individual, maka hasil yang dideskripsikan oleh tiap orang mengenai
seberapa jauh cahaya tersebut bergerak, adalah sangat bervariasi, yaitu
antara 1,5 inci sampai dengan 20 inci. Ketika eksperimen dilakukan secara
berkelompok di mana masing-masing orang dalam ruangan yang gelap
tersebut dapat saling mendengar komentar dan penilaian orang lainnya, maka
perbedaan deskripsi mengenai jarak bergeraknya cahaya antara tiap-tiap
orang, menjadi mengecil/menyempit. Pada saat seperti ini terjadi apa yang
disebut sebagai norma kelompok. Yaitu ketika kelompok mengadopsi
suatu norma yang tercipta oleh kondisi kelompok itu sendiri, yang biasanya
berkisar antara rata-rata dari berbagai standar/ukuran dari masing-masing
individu secara terpisah.
Ketika eksperimen dilanjutkan kembali, yaitu dengan menempatkan
kembali masing-masing individu secara terpisah ke dalam ruang
eksperimen, maka orang-orang tersebut umumnya menggunakan ukuran
yang telah diperolehnya dalam situasi kelompok untuk mendeskripsikan jarak
pergerakan cahaya tersebut. Dengan kata lain norma yang dibentuk
dalam situasi kelompok masih melekat pada diri individu anggotanya
meskipun dia berada di luar situasi kelompok.
Eksperimen Sherif menunjukkan bahwa dalam situasi ketidakpastian,
oranc, menjadi tergantung kepada orang lain untuk mendapatkan
panduan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa pengaruh kelompok
dapat terus melekat atau meluas pada saat seseorang yang menjadi
anggotanya berada di luar kelompok, Dari hasil eksperimen Sherif,
kita dapat memperkirakan bahwa kelompok memiliki pengaruh yang kuat
pada sikap terhadap berbagai hal yang tidak pasti/ambiguitas (terutama dalam
hat politik, religiusitas, dan moralitas).
Asch (1955,1956) meneliti tekanan kelompok dan kecenderungan yang
terjadi pada anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan tekanan
kelompok tersebut atau menghindarinya. Asch merancang suatu
eksperimen yang menguji kemampuan seseorang untuk memperkirakan
panjang suatu garis. Masing- masing orang diberi dua buah kartu. Pada
kartu yang satu terdapat sebuah garis, dan pada kartu yang lainnya
terdapat tiga buah garis yang berbeda panjangnya dan diberi nomor 1, 2,
dan 3. Orang tersebut diminta untuk menyebutkan salah satu nomor dari tiga
garis yang terdapat pada kartu kedua yang sama panjangnya dengan
garis yang terdapat pada kartu pertama..- Eksperimen ini dilakukan
terhadap 12 orang dengan dua betas set kartu yang berbeda. Eksperimen ini
merupakan suatu pengujian persepsi yang relatif mudah bila dilakukan
secara individual (tanpa adanya tekanan kelompok), Eksperimen ini
menjadi menarik ketika dilakukan dalam situasi kelompok. Dalam suatu
kelompok yang terdiri dari
delapan orang, yang tujuh di antaranya adalah orang-orang yang
oleh peneliti
sengaja dimasukkan ke dalam kelompok tersebut, diinstruksikan untuk
memberikan jawaban yang salah setelah beberapa kali
sebelurnnya menyebutkan jawaban yang benar. Dalam situasi seperti ini
orang yang dijadikan objek penelitian harus menghadapi keadaan di
mana dia mendengar semua orang lainnya bersepakat terhadap
satu jawaban meskipun perasaannya mengatakan bahwa jawaban tersebut
salah. Hasilnya menunjukkan bahwa 76% jawaban dari objek eksperimen
terpengaruh oleh tekanan kelompok dan sedikitnya sekali mengikuti
jawaban yang salah tersebut.
Asch melakukan sejumlah rnodifikasi pada eksperimennya,
dan
memperoleh beberapa temuan baru yang menarik. Dari variasi jumlah anggota
kelompok antara satu sampai dengan 15 yang memberikan jawaban
salah, ditemukan bahwa kelompok yang terdiri dari tiga orang
ternyata sama efektifnya dengan kelompok yang lebih benar dalam
menciptakan kesesuaian terhadap pendapat yang salah. Dalam hal di
mana satu orang (selain dari objek eksperimen) memberikan jawaban
yang benar ternyata memiliki pengaruh yang lain terhadap objek eksperimen.
Mendapat satu orang partner yang mendukung penilaian si objek eksperimen,
ternyata sangat berpengaruh terhadap kekuatan tekanan kelompok.
Jawaban yang salah dari objek eksperimen karena menyesuaikan
dengan jawaban kelompok, tinggal seperempat dibanding situasi
ketika dia tidak mendapat partner yang mendukung.
Penelitian Asch telah memberikan suatu hasil yang mengejutkan di
mana seseorang akin mengikuti pendapat kelompoknya, walaupun itu
berarti harus bertentangan dengan informasi yang diperoleh melalui
penginderaannya sendiri.
Tekanan kelompok juga memiliki pengaruh yang kuat dalam
pengambilan keputusan, di biding politik dan pemerintahan. Psikolog yang
bernama Beltram H. Raven (1974) menjelaskan bagaimana suatu tekanan
kelompok tertentu yang disebut “risky-shift” telah mernbawa bekas presiders
AS, Richard Nixon dan beberapa pembantunya ke dalam skandal Watergate.
“Risky-shift” mengacu kepada kecenderungan kelompok untuk berani
mengambil risiko yang lebih besar dibandingkan apa yang berani dilakukan
oleh masing-masing anggotanya secara individual. Ini dapat terjadi dalam
suatu kelompok seperti ' inner circle'-nya Nixon yang memiliki norma-
norma keuletan dan kepaduan. Raven mencontohkan suatu pertemuan di mana
salah seorang anggota dari 'inner circle' Nixon mengemukakan suatu rencana
untuk menggunakan penculikan, pemerasan, dan perampokan untuk
mengalahkan partai Demokrat yang menjadi saingannya dalam Pemilu.
Meskipun setiap anggota kelompok yang menghadiri pertemuan tersebut
tampak terkejut dengan rencana yang dikemukakan, namun tak seorang pun
yang memberikan kecaman atau bersuara keras terhadap rencana tadi selain
hanya menunjukkan bahwa tindakan-tindakan yang direncanakan tersebut
bukan
seperti yang mereka
pikirkan.
Hasil eksperimen Sherif dan Asch telah menunjukkan bahwa
pengaruh
kelompok memiliki efek yang kuat, sekalipun dalam kelompok yang
longgar
yaitu orang-orang yang belum pernah ketemu sebelum dilakukannya
eksperimen. Tampaknya kekuatan kelompok akin menjadi lebih besar
pada kelompok primer, seperti keluarga atau kelompok kerja.

B. PENELITIAN KURT LEWIN MENGENAI KEPUTUSAN


KELOMPOK

Kurt Lewin telah memberikan sejumlah kontribusi penting dalam


studi komunikasi, termasuk di antaranya adalah konsepsi tentang 'gate keeper'.
dan dinamika kelompok. Pada saat berlangsung Perang Dunia II, Lewin
diminta untuk berpartisipasi dalam suatu program yang dirancang
dengan menggunakan kornunikasi untuk membuat orang mengubah
beberapa kebiasaan makan mereka.
Dalam suatu kelompok eksperimen, Lewin dan rekan-
rekannya berusaha
untuk membuat para ibu rumah tangga dalam suasana perang
yang
kurang menguntungkan, untuk meningkatkan pemanfaatan daging “jeroan”
(hati sapi, babat, ginjal dan sebagainya yang pada dasarnya merupakan pilihan
yang kurang disukai) sebagai bahan konsumsi sehari-hari. Lewin
merancang dua bentuk eksperimen, yaitu ceramah dan suatu kondisi
keputusan kelompok. Sistem ceramah menggunakan presentasi oral yang
menjelaskan tentang gizi, nilai ekonomis dan cara-cara mempersiapkan dan
memasak jenis daging yang kurang populer tersebut. Selain itu kepada para
ibu yang mengikuti sistem ceramah dibagikan resep masakan untuk
jenis daging jeroan. Dalam eksperimen yang menggunakan situasi
kelompok, diberikan sejumlah informasi awal yang dilanjutkan dengan
diskusi yang dihadapi oleh para ibu rumah tangga seperti mereka dalam
menyajikan jenis daging tersebut. Teknik dan resep memasak juga
dibagikan kepada anggota kelompok, namun setelah mereka dirasakan
cukup terlibat untuk memiliki rasa ingin tabu apakah persoalan-
persoalan yang mereka hadapi dapat dipecahkan.
Pada akhir pertemuan ditanyakan kepada para ibu siapakah yang mau
mencoba memasaknya minggu depan. Hasilnya adalah, hanya 3% dari
para ibu yang mengikuti ceramah yang mau mencoba memasak daging
yang belum pernah mereka konsumsi sebelumnya, sementara 32% dari
para ibu dalam kondisi keputusan kelompok yang berminat untuk
mencoba memasaknya dalam seminggu mendatang.
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam eksperimen ini, termasuk
diskusi kelompok, solidaritas sosial, keputusan untuk bertindak,
dan persepsi
mengenai konsensus kelompok. Suatu eksperimen berikutnya yang
dilakukan
oleh Edith Bennett Pelz menunjukkan bahwa dua faktor yang
pertama
tidak terlalu memiliki dampak dan dua faktor yang terakhir cukup berarti
untuk menjadi penyebab yang berpengaruh, seperti yang ditemukan dalam
eksperimen Lewin.

C. PENELITIAN MENGENAI KELOMPOK DAN SIKAP


POLITIK

Dalam dekade 40-an, sejumlah peneliti mulai melakukan penelitian


secara sistematis mengenai bagaimana orang memutuskan untuk memilih
salah seorang calon dalam pemilihan umum. Dua studi penting
tentang hal ini dilakukan masing-masing oleh Paul Lazarsfeld dan rekan-
rekannya pada tahun 1940 di Erie County, Pennsylvania, antara dua
kandidat yaitu Rosevelt dan Willkie dan lainnya dilakukan oleh Bernard
Berelson dan rekan- rekannya pada tahun 1948 di Elmira, New york, antara
kandidat Truman dan Dewey.
Kedua studi berangkat dari asumsi bahwa media massa memainkan
peran penting dalam mempengaruhi keputusan untuk memilih. Namun, kedua
studi tersebut menghasilkan temuan yang mengejutkan di mana ternyata
media massa tidak terlalu berperan dibandingkan dengan
pengaruh antarpribadi, atau pengaruh dari orang lain. Kedua studi ini
juga dianggap sebagai tonggak bagi penemuan kembali faktor pengaruh
personal, suatu faktor yang dipandang sebelah mata oleh para peneliti
komunikasi pada waktu itu yang sedang terpengaruh oleh pemikiran
tentang kekuatan media massa (masa kejayaan teori jarum arum hipodermik
dan teori pelum).
Studi yang dilakukan oleh Lazarsfeld dan Berelson menunjukkan
suatu kecenderungan yang kuat bahwa orang memilih kandidat yang
sama seperti yang dipilih oleh kelompok primernya. Dan keluarga
merupakan kelompok primer yang terpenting. Kuatnya pengaruh keluarga
ditandai oleh temuan bahwa 75% dari orang yang baru pertama kali
memiliki hak suara dalam pemilu, memilih kandidat yang sama dengan yang
dipilih ayahnya. Orang juga cenderung memiliki pilihan yang sama dengan
teman dekatnya atau rekan sekerjanya.
Berelson menyebut kuatnya konsistensi ini sebagai 'homogenitas
politik dari kelompok primer', dan hasil dari kedua studi tersebut sangat sesuai
dengan asumsi Asch mengenai tekanan kelompok di mana suatu kesepakatan
penuh dari kelompok yang beranggotakan 3 orang telah cukup
untuk mempengaruhi penilaian seorang anggota lainnya.
Homogenitas pendapat dalam bidang politik dapat dijelaskan melalui
dua proses yang berbeda. Pertama, adalah bahwa kelompok menimbulkan
tekanan dan mempengaruhi penilaian individu, seperti yang ditemukan
pada studi yang dilakukan Asch. Penjelasan lainnya adalah bahwa mungkin
orang akan mencari
teman yang memiliki sikap dan aspirasi politik yang sesuai dengan
dirinya.
Keduanya mungkin benar sampai tingkat tertentu. Tetapi penjelasan
kedua dirasakan kurang cukup untuk menjadi faktor pengaruh yang
berdiri sendiri. Orang memiliki banyak pilihan untuk menentukan
temannya, namun mereka memiliki lebih sedikit pilihan dalam memilih rekan
kerjanya. Dan yang lebih pasti adalah bahwa orang tidak memiliki pilihan untuk
menentukan siapa keluarganya. Orang juga termasuk ke dalam kelompok
tertentu yang lebih besar yang ditentukan oleh sejumlah karakternya,
seperti jenis kelamin, umur, ras, pekerjaan, religiusitas, dan sebagainya.
Orang dalam kelompok luas seperti ini juga cenderung untuk memiliki
kesamaan dalam memilih kandidat. Hanya dengan mengetahui dua
faktor yaitu agama dan status sosial ekonomi, telah memungkinkan kita
untuk memprediksikan pilihan seseorang dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Dengan menggunakan lima atau enam faktor akan membuat pilihan
soseorang lebih mudah diprediksi.

Anda mungkin juga menyukai