Anda di halaman 1dari 10

Soal:

1. Terdapat tiga tujuan pesan komunikasi persuasif, yaitu (a) membentuk


tanggapan, (b) memperkuat tanggapan, dan (c) mengubah tanggapan. Jelaskan
pandangan saudara terhadap 3 tujuan tersebut dan sertakan contoh pesan
komunikasi persuasifnya!

2. Komunikasi persuasif dalam interaksi kelompok akan membentuk suatu


konformitas. Mengapa demikian? Jelaskan dengan memberikan satu contoh
bentuk komunikasi yang dilakukan dalam sebuah kelompok!

3. Berikanlah analisis dengan jelas mengapa dalam komunikasi persuasif untuk


membentuk tanggapan baru pada sasaran persuasi harus mempertimbangkan
aspek nilai nilai yang telah melekat pada masyarakat atau sasaran!

4. Suatu pesan dikatakan efektif bila makna pesan yang dikirim persuader
berkaitan erat dengan makna pesan yang diterima atau ditangkap serta dipahami
oleh sasaran. Pesan terbagi menjadi dua, yaitu pesan verbal dan nonverbal. Dari
kedua pesan ini manakah yang paling efektif untuk meyakinkan/mempengaruhi
audiens? Mengapa demikian dan berikan contohnya!

Jawaban

1. Terdapat tiga tujuan pesan komunikasi persuasif, yaitu :


A. Membentuk tanggapan,
Dalam proses pembentukan sikap dan tanggapan, persuader harus
mampumempertalikan antara gagasan atau produk baru dengan nilai-
nilai yang telah melekatdalam sistem masyarakat atau sasaran.
Berkaitan dengan aspek kognitif, yakni hal-hal yang berkaitan dengan
aspek-aspek kepercayaan (belief), ide dan konsep. Dalam proses ini,
terjadinya perubahan pula diri “audiens” berkaitan dengan pikirannya.
Ia menjadi tahu bahwa pendapatnya keliru, dan perlu diperbaiki. Jadi
dalam hal ini, intelektualnya menjadi meningkat
B. Memperkuat tanggapan
Penguatan tanggapan adalah terdapatnya kesinambungan
perilaku yang sedang berlangsung saat ini terhadap beberapa produk,
gagasan dan isu. Berkaitan dengan aspek afektif. Dalam aspek afektif,
tercakup kehidupan emosional “audiens”. Jadi, tujuan komunikasi
persuasif dalam konteks ini adalah menggerakkan hati, menimbulkan
perasaan tertentu, menyenangi dan menyetujui terhadap ide yang
dikemukakan.
C. Mengubah tanggapan
Pengubahan tanggapan adalah perubahan tanggapan sasaran
persuasi untuk mengubah perilaku mereka terhadap suatu produk,
konsep atau gagasan.Dalam komunikasi persuasif, Seorang persuader
harus memiliki gaya perolehan perhatian yang mengesankan, yang
dapat diperoleh dengan cara penggunaan bahasayang jelas, lugas dan
tepat. Bahasa yang efektif mengandung tiga unsur, yaitukejelasan,
kelugasan, dan ketepatan.Daya guna pesan persuasif dapat dilihat dari
fungsi pesan itu sebagai isyarat yangdisampaikan, bentuk struktural,
pengaruh sosial, penafsiran, refleksi diri, dankebersamaan. Berkaitan
dengan aspek konatif. Definisi, audiens didorong untuk berbuat
sesuatu, yaitu melakukan suatu tindakan.

2. Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas


kita sehari-hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder,
merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan
dan keinginannya berbagi informasi dalam hampir semua aspek
kehidupan. Ia bias merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-
persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat
merupakan sarana meningkatkan pengetahuan para anggotanya
(kelompok belajar) dan ia bias pula merupakan alat untuk memecahkan
persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecahan
masalah). Jadi, banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat
dalam sesuatu kelompok yang sesuai dengan rasa ketertarikan (interest)
kita. Orang yang memisahkan atau mengisolasi dirinya dengan orang lain
adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain
(misanthrope) atau dapat dikatakan sebagai orang yang antisosial. Ada
empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan di atas
tersebut, yaitu :
a. elemen pertama adalah interaksi dalam komunikasi kelompok
merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat
melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan
coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terkait dalam
aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya,
mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan,
secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat
dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan
dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain.
b. elemen yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi
untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai
kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu
yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau
ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.
c. elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam
komunikasi kelompk. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah
anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15
orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota
tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness, yaitu
kemampuan setiap anggota kelompk untuk dapat mengenal dan memberi
reaksi terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan smallness ini,
kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal
dan memberi rekasi pada anggota lain atau setiap anggota mampu melihat
dan mendengar anggota yang lain/seperti yang dikemukakan dalam
definisi pertama.
d. elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa
keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang
menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih
tujuannya.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju


(norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau
dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau
melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan
dan melakukan hal yang sama. Konformitas adalah perubahan perilaku
atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat tekanan
kelompok, baik yang nyata maupun yang dibayangkan (Kiesler dan
Kiesler dalam Rakhmat, 2001 : 150). Konformitas dipengaruhi oleh
faktor situasional dan faktor personal. Yang termasuk dalam faktor
situasional yang mempengaruhi konformitas kelompok adalah berbagai
karakteristik kelompok seperti kejelasan situasi, konteks situasi, cara
menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran
kelompok, dan tingkat kesepakatan kelompok. Sementara itu, faktor
personal yang mempengaruhi konformitas mencakup berbagai
karakteristik personal seperti usia, jenis kelamin, stabilitas emosional,
otoritarianisme, kecerdasan, motivasi, dan harga diri. Jadi, kalau anda
merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda
untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan
anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka.
Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar
kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga
3. Menurut Sastropoetra ( dalam Sumirat & Suryana, 2014 : 2.38) umpan
balik adalah jawaban atau reaksi yang datang dari komunikan atau datang
dari pesan itu sendiri. Umpan balik terdiri dari umpan balik internal dan
umpan balik eksternal. Umpan balik internal adalah reaksi komunikator
atas pesan yang disampaikannya. Jadi, umpan balik internal bersifat
koreksi atas pesan yang terlanjur diucapkan. Sedangkan umpan balik
eksternal adalah reaksi yang datang dari komunikan karena pesan yang
disampaikan komunikator tidak dipahami atau tidak sesuai dengan
keinginananya atau harapannya. Sedangkan efek adalah perubahan yang
terjadi pada diri komunikan sebagai akibat dari diterimanya pesan melalui
proses komunikasi (Sastropoetro dalam Sumirat & Suryana, 2014)
Perubahan yang terjadi bisa berupa perubahan sikap, pendapat,
pandangan dan tingkah laku. Dalam komunikasi persuasif, terjadinya
perubahan baik dalam aspek sikap, pendapat maupun perilaku pada diri
persuadee merupakan tujuan utama. Inilah letak pokok yang
membedakan komunikasi persuasif dengan komunikasi lainnya.
ada beberapa bagian yang menjadikan pertimbangan untuk memubuat
tanggapan baru
a. Avaibility dan relevance, bila kedua hal tersebut ada, secara konsisten
dapat diramalkan bahwa perilaku seseorang didorong oleh sikapnya.
Selanjutnya perubahan sikapnya akan merubah perilakunya. Penyebab
kegagalan persuasi biasanya bukan pada cara tetapi karena avaibility dan
relevance sikap itu sendiri dalam kaitan dengan situasi dan kondisi saat
itu. Tugas pokok seorang persuader adalah bagaimana ia mampu
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga sikap yang ditawarkan
melalui persuasi menjadi availability dan relevance. Availability dan
relevant ini ditentukan oleh berbagai macam keadaan. Pada beberapa
kasus, ada sebagian orang lebih menghendaki adanya argument, tetapi
disisi lain ada sebagian orang yang lebih menuntut adanya cues
(isyarat,gejala, tanda-tanda, ciri-ciri, kecenderungan dll) dalam upaya
penyampaian pesannya.
b. Memahami kondiisi berfikir sasaran atau menentukan strategi
pendekatan. Ada dua macam proses berfikir yakni heuristic dan
systematic. Dengan adanya dua macam proses berfikir tersebut maka
dibutuhkan kemampuan komunikator untuk menyesuaikan bentuk
persuasinya dengan kondisi komunikan. Bila komunikator menghadapi
komunikan dalam kategori berfikir systematic maka diperlukan
kemampuan komunikatir untuk menyiapkan argument logis, data,
pengalaman riil, statistic dan sebagainya. Sebaliknya bila kondisi
komunikan berada dalam proses berfikir heruristic maka diperlukan
banyak cues/isyarat, bungkus ide berupa cerita, metafora (ungkapan),
pertimbangan, pujian, music, sindiran, dan pilihan kalimat yang indah
dan jitu.
c. Memahami naluri dan reaksi spontan sasaran, pada umumnya orang
selalu dalam keadaan heuristic dan mudah dibujuk. Budaya dan
pengalaman hidup masyrakat telah menanamkan benih cues yang secara
tidak disadari telah diikuti dan dijalankan oleh mereka yang berada dalam
keadaan heuristic. Ada upaya komunikator untuk memahami kebutuhan
komunikator. Jika benefit yang ditawarkan komunikator sesuai dengan
needs yang ada dalam diri komunikan, maka proses persuasi akan
berjalan komunikatif
d. Attribution dan sequential request, yakni teknik pendekatan untuk
memperoleh “ya”. Diperlukan attribution agar orang melakukan sesuatu.
Dalam hal ini ada dua macam attribution yakni eksternal, dimana terdapat
adanya hukuman maupun ancaman serta iming-iming hadiah sebagai
stimulasi agar suatu pesan dilakukan oleh komunikan. Dalam proses
attribution eksternal ini pada awalnya komunikan melakukan sesuatu
karena terpaksa. Namun lama kelamaan akan menjadi terbiasa jika telah
terjadi proses internalisasi. Yang kedua adalah attribution internal yakni
perunahan perilaku karena kemauan dan tanggungjawab secara
individual.
e. Menggali kebutuhan terdalam komunikan dengan bahasa hypnosis.

4. Komunikasi verbal dan nonverbal memiliki perbedaan yang mendasar.


Perbedaan pertama dapat kita lihat dari pernyataan Anderson (19990
yang menyatakan bahwa “nonverbal communication is perceived as more
honest. If verbal and nonverbal behaviors are inconsistent, most people
trust the nonverbal behavior. There is little evidence that nonverbal
behavior actually is more trustworthy than verbal communication; after
all, we often control it quite consciously. Nonetheless, it is perceived as
more trustworthy”. Pernyataan diatas menyatakan bahwa ada perbedaan
antara kedua sistem komunikasi. Pertama, komunikasi nonverbal yang
dianggap lebih jujur. Jika muncul perilaku verbal dan nonverbal yang
tidak konsisten, kebanyakan orang percaya perilaku nonverbal. Ada
beberapa bukti menyatakan bahwa perilaku nonverbal sebenarnya lebih
dapat dipercaya daripada komunikasi verbal, walaupun kita sering
mengontrolnya cukup sadar. Namun, komunikasi nonverbal dianggap
lebih dapat dipercaya. Perbedaan kedua komunikasi nonverbal memiliki
saluran yang banyak. komunikasi verbal biasanya terjadi dalam satu
saluran, komunikasi verbal lisan yang diterima melalui pendengaran, dan
komunikasi verbal tertulis dapat dilihat, dirasakan, didengar, berbau, dan
mencicipi. Kami sering menerima komunikasi nonverbal secara
bersamaan melalui dua atau lebih saluran, seperti ketika kita merasa dan
melihat pelukan sambil mendengar berbisik "I love you". Perbedaan
ketiga, komunikasi verbal adalah diskrit, sedangkan komunikasi
nonverbal berlangsung terus menerus. Simbol verbal mulai dan berhenti
secara bergantian. Saat seseorang mulai berbicara pada satu saat dan
berhenti berbicara saat yang lain. Komunikasi nonverbal cenderung
mengalir terus. Sebelum kita berbicara, ekspresi wajah dan postur
mengungkapkan perasaan kita, saat kita bicara, gerakan tubuh kita dan
mengkomunikasikan penampilan, dan setelah kita berbicara postur tubuh
berubah, mungkin santai). Komunikasi verbal dan nonverbal merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti. kedua bahasa
tersebut bekerja bersama-sama untuk menciptakan suatu makna. Namun,
keduanya juga memiliki perbedaan-perbedaan. Menurut Don Stacks, ada
tiga perbedaan utama diantara komunikasi verbal dan non verbal, yaitu :
1. Kesengajaan (intentionality) Perbedaan utama komunikasi verbal dan
nonverbal adalah persepsi mengenai niat (intent). Niat menjadi lebih
penting ketika kita membicarakan lambang atau kode verbal. Michael
Burgoon dan Michael Ruffner menegaskan bahwa sebuah pesan verbal
adalah komunikasi kalau pesan tersebut dikirimkan oleh sumber dengan
sengaja dan diterima oleh penerima secara sengaja pula. Komunikasi
nonverbal tidak banyak dibatasi oleh niat. Komunikasi nonverbal
cenderung dilakukan dengan tidak sengaja. Komunikasi nonverbal juga
mengarah pada norma-norma yang berlaku. Sebagai contoh, normanorma
untuk penampilan fisik. Kita semua berpakaian, namun berapa sering kita
dengan sengaja berpakaian untuk sebuah situasi tertentu? Berapa kali
seorang teman memberi komentar terhadap penampilan kita? Persepsi
receiver mengenai niat ini sudah cukup untuk memenuhi persyaratan
guna mendefinisikan komunikasi nonverbal.
2. Perbedaan simbolik (symbolic differences) Niat dapat dipahami karena
beberapa dampak simbolik dari komunikasi. Misalnya, memakai pakaian
dengan warna atau model tertentu, mungkin akan dipahami sebagai suatu
`pesan' oleh orang lain (misalnya berpakaian dengan warna merah akan
diberi makna sebagai orang yang berani). Komunikasi verbal merupakan
sebuah bentuk komunikasi yang diantarai. Pada komunikasi verbal kita
mencoba mengambil kesimpulan terhadap makna apa yang diterapkan
pada suatu pilihan kata. Kata-kata yang kita gunakan adalah abstraksi
yang telah disepakati maknanya, sehingga komunikasi verbal bersifat
intensional dan harus 'dibagi' di antara orang-orang yang terlibat
didalammnya. Sebaliknya, komunikasi nonverbal lebih alami, sebagai
perilaku yang didasarkan pada norma. Mehrabian menjelaskan bahwa
komunikasi verbal dipandang lebih eksplisit dibanding bahasa nonverbal
yang bersifat implisit. Isyaratisyarat verbal dapat didefinisikan melalui
sebuah kamus yang eksplisit dan lewat aturan-aturan, namun komunikasi
nonverbal hanya memiliki penjelasan yang samar-samar dan informal.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita lihat bahwa ada ketidaksamaan antara
tanda (sign) dengan lambang (simbol). Tanda merupakan representasi
alami dari suatu kejadian atau tindakan. Tanda adalah apa yang kita lihat
atau rasakan. Lambang merupakan sesuatu yang ditempatkan pada
sesuatu yang lain. Lambang merepresentasikan tanda melalui abstraksi.
Apa yang secara fisik menarik bagi kita adalah tanda (sign) dan
bagaimana menciptakan perbedaan yang berubahubah untuk
menunjukkan derajat ketertarikan tersebut adalah lambang (simbol).
Komunikasi verbal lebih spesifik dari bahasa nonverbal, karena dapat
dipakai untuk membedakan hal-hal yang sama dalam sebuah cara yang
berubah-ubah. Bahasa nonverbal lebih mengarah pada reaksi-reaksi alami
seperti perasaan atau emosi.
3. Mekanisme pemrosesan (processing mechanism) Semua informasi
termasuk komunikasi diproses melalui otak, kemudian otak kita
menafsirkan informasi ini lewat pikiran yang berfungsi mengendalikan
perilaku-perilaku fisiologis (refleks) dan sosiologis (perilaku yang
dipelajari dan perilaku sosial). Satu perbedaan utama dalam pemrosesan
adalah dalam tipe informasi pada setiap belahan otak. Belahan otak kiri
adalah tipe informasi yang lebih tidak berkesinambungan dan berubah-
ubah, sedangkan belahan otak kanan, tipe informasinya Iebih
berkesinambungan dan alami. Pesan-pesan verbal dan nonverbal juga
berbeda dalam konteks struktur pesannya. Komunikasi nonverbal kurang
terstruktur. Aturan-aturan ketika kita berkomunikasi secara nonverbal
akan lebih sederhana dibanding komunikasi verbal yang
mempersyaratkan aturan-aturan tata bahasa dan kalomat. Komunikasi
nonverbal diekspresikan pada saat komunikasi berlangsung. Bahasa
nonverbal tidak bisa mengekspresikan peristiwa komunikasi di masa lalu
atau masa mendatang. Selain itu, komunikasi nonverbal
mempersyaratkan sebuah pemahaman mengenai konteks di mana
interaksi tersebut terjadi, sebaliknya komunikasi verbal justru
menciptakan konteks tersebut.
4. Struktur vs Nonstruktur Komunikasi verbal sangat terstruktur dan
mempunyai aturan-aturan tata bahasa. Komunikasi nonverbal tidak ada
struktur formal yang mengarahkan komunikasi karena terjadi secara tidak
disadari, tanpa urut-urutan kejadian yang dapat diramalkan sebelumnya.
Perilaku nonverbal yang sama dapat memberi arti yang berbeda pada saat
yang berlainan atau pada tempat yang berbeda
5. Linguistik vs Nonlinguistik Linguistik mempelajari macam-macam
segi bahasa verbal, yaitu suatu sistem dari lambang-lambang yang sudah
diatur pemberian maknanya. Pada komunikasi nonverbal, sulit untuk
memberi makna pada lambang karena tidak memiliki struktur.
6. Continuous vs Discontinuous Komunikasi nonverbal dianggap bersifat
kontinyu, sementara komunikasi verbal bersifatterputus-putus.
Komunikasi nonverbal baru berhenti bila orang yang terlibat di dalamnya
meninggalkan suatu tempat. Tetapi selama tubuh, wajah dan kehadiran
kita masih dapat dipersepsikan oleh orang lain atau diri kita sendiri,
berarti komunikasi nonverbal dapat terjadi. Tidak sama halnya dengan
kata-kata dan simbol dalam komunikasi verbal yang mempunyai titik
awal dan akhir yang pasti.
7. Dipelajari vs Didapat secara Ilmiah Komunikasi nonverbal sangat
jarang untuk dipelajari. Manusia lahir dengan naluri-naluri dasar
nonverbal. Sebaliknya komunikasi verbal adalah sesuatu yang harus
dipelajari.
8. Pemrosesan Bagian Otak Kiri vs Pemrosesan Bagian Otak Kanan
Kebanyakan stimuli nonverbal diproses dalam bagian otak sebelah kanan,
sedangkan stimuli verbal yang memerlukan analisis dan penalaran,
diproses dalam bagian otak sebelah kiri. Dalam buku Komunikasi Antar
Budaya karya Ilya Sunarwinadi Samovar, Porter dan Jain melihat
perbedaan antara komunikasi verbal dan nonverbal dalam hal sebagai
berikut. Banyak perilaku nonverbal yang diatur oleh dorongan-dorongan
biologik. Sebaliknya komunikasi verbal diatur oleh aturan-aturan dan
prinsip-prinsip yang dibuat oleh manusia, seperti kalimat dan tata bahasa.
Kita bisa secara sadar memutuskan untuk berbicara, tetapi dalam
berbicara secara tidak sadar pipi menjadi memerah dan mata berkedip
terus-menerus. Banyak komunikasi nonverbal serta lambang-lambangnya
yang bermakna universal. Sedangkan komunikasi verbal lebih banyak
yang bersifat spesifik bagi kebudayaan tertentu. Dalam komunikasi
nonverbal bisa dilakukan beberapa tindakan sekaligus dalam suatu waktu
tertentu, sementara komunikasi verbal terikat pada urutan waktu.
Komunikasi nonverbal dipelajari sejak usia sangat dini. Sedangkan
penggunaan lambang berupa kata sebagai alat komunikasi membutuhkan
masa sosialisasi sampai pada tingkat tertentu. Komunikasi nonverbal
lebih dapat memberi dampak emosional dibanding komunikasi verbal
Komunikasi non-verbal lebih sering terjadi dalam komunikasi secara
langsung atau face to face. Sebabnya, dalam komunikasi menggunakan
media digital, komunikasi non-verbal seringkali tidak mungking
dilakukan. Contohnya ketika kita sedang chatting, tidak mungkin kita
bisa melihat ekspresi wajah lawan bicara kita atau mendengar intonasi
suaranya. Karena keterbatasan ini pula komunikasi non-verbal sering
menimbulkan kesalahpahaman. Contohnya, terkadang ada orang yang
menggunakan emoji secara tidak tepat. Misal seseorang salah mengirim
emoji marah padahal sebenarnya dia ingin mengirim emoji tersenyum
yang terletak di sebelahnya. Hal ini bisa menyebabkan orang yang
dikirimi pesan menjadi salah paham dan ikut marah. Komunikasi verbal
dan non-verbal pada hakikatnya saling terkait dan saling melengkapi.
Dalam komunikasi langsung, kita terus-menerus mengirimkan pesan pada
lawan bicara kita. Komunikasi non-verbal sering terjadi seacar otomatis
dan tanpa kita kontrol. Contoh ketika kita marah atau senang, kita
cenderung berbicara dengan lebih keras dan cepat. Hal ini terjadi karena
kita mengalami perubahan emosi. Komunikasi non-verbal juga
melengkapi komunikasi verbal kita. Ketika kita mengatakan satu hal, jika
gerak-gerik tubuh kita tidak mendukung, orang tentu tidak akan percaya.

SUMBER :
- Morrisan dan Andy Corry Wardhany, Teori Komunikasi, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009.
-Richard West dan Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi;
Analisis dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 200).
-Muhammad Ahmad Al-‘Aththar, The Magic of Communication, Jakarta:
Zaman, 2012.
-Marheni Fajar, Ilmu Komunikasi dan praktek, Yogyakarta: Graha Ilmu.
2009.
-Onong Uchjana Efendi, Ilmu komunikasi Teori dan Praktek, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. 2006.
-Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi
Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Forsyth, Patrick. 1998. Komunikasi Persuasif yang Berhasil. Jakarta :
Arcan.
Nama : Wahyu Restu Nugroho
Nim : 043541064
Prodi : Ilmu Komunikasi

Anda mungkin juga menyukai