Anda di halaman 1dari 22

Mata Kuliah : Psikologi Komunikasi

Dosen Pengampu : Muhammad Nur Hidayat Nurdin, S.Psi., M.Si.


Faradillah Firdaus, S.Psi., M.A

UTS: RESUME MATERI DAN REVIEW JURNAL

Ezza Arianty
1971041002
Kelas C

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
A. RESUME MATERI PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Pertemuan 1 dan 2
1. Pengertian Psikologi Komunikasi
Definisi Komunikasi berasal dari kata Communis dari bahasa Latin yang
artinya membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih (Stuart, dalam
Vardiansyah, 2004). Communicate sebagai kata kerja dalam bahasa inggris
dari komunikasi adalah kegiatan bertukar pikiran, perasaan, dan informasi
sedangkan Communication sebagai kata benda yang artinya pertukaran
simbol, pesan, dan informasi. Komunikasi menjadi aspek penting dalam
kehidupan manusia dan dipengaruhi oleh manusia lainnya baik yang telah
dikenal ataupun sebaliknya. Secara teori umum, komunikasi bersifat
multidispliner dan kompleks yang mencakup lebih dari satu aktivitas salah
satunya komunikasi sebagai upaya atau usaha yang dilakukan untuk
menyampaikan pesan antara manusia (Vardiansyah, 2004)
Lalu, keterkaitan ilmu psikologi dan komunikasi yakni mempelajari
tingkah laku manusia yang bertujuan untuk menghasilkan tindakan
komunikasi efektif berupa menyampaikan apa yang ada dalam pikiran
komunikator agar sama dengan apa yang dipikirkan oleh komunikan
(Supratman & Mahadian, 2016). Menurut Rahmat (dalam Maryam, E, 2020)
menjelaskan bahwa psikologi komunikasi merupakan ilmu yang berupaya
untuk menguraikan, memprediksi, dan mengendalikan peristiwa mental dan
behavioral dalam komunikasi. Dalam psikologi menggunakan teori-teori
mengenai perilaku sebagai unsur dasar yang menjelaskan bagaimana dan
mengapa manusia melakukan komunikasi dan posisi psikologi komunikasi
mengarah pada bagian psikologi sosial. Dalam psikologi komunikasi selain ini
menganalisa seluruh komponen sosial, proses komunikasi yang meliputi
komunikan dan komunikator juga dapat sebagai proses penyampaian pesan
dalam psikoterapi (Maryam & Paryontri, 2020).
Selain itu, psikologi komunikasi bermanfaat untuk membentuk kita dalam
upaya memahami berbagai situasi atau kondisi sosial dimana kepribadian
merupakan hal penting seperti bagaimana menilai seseorang menjadi bias
karena adanya kepercayaan atau perasaan dan bagaimana individu dapat
memberi pengaruhi terhadap orang lain yang berada di sekitarnya.
Komunikasi menjadi hal penting dalam membentuk kepribadian individu yang
terjadi sepanjang waktu seperti menemukan dirinya, mengembangkan konsep
diri, dan interaksi dengan dunia di sekitarnya. Dengan berinteraksi melalui
komunikasi dengan individu lain akan menentukan kualitas hidup seseorang
(Maryam, 2020).
2. Arti penting Psikologi Komunikasi
Manusia belajar menjadi manusia melalui komunikasi dan awal
terbentuknya kepribadian yang merupakan hal penting karena selalu terjadi
sepanjang hidup. Dalam ruang lingkup psikologi komunikasi terdiri dari
proses penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak dan proses
selanjutnya. Selain itu, menganalisa setiap komponen atau unsur yang terlibat
dalam proses komunikasi, komunikasi teraupetik dan komunikasi persuasive.
Dunia terus berubah begitupun penting memahami bahwa komunikasi dimulai
dari diri sendiri sebagai individu yang terus berkembang menyesuaikan
pengalamannya contohnya bagaimana orang lain memperlakukan mereka dari
pesan yang dikirimkan atau sebaliknya. Dijelaskan bahwa komunikasi
merupakan aktivitas tanpa henti dari aktivitas sosial yang terjadi dialog yang
santai maupun terstruktur selain itu pun komunikasi bersifat partisipatif
(Pearson et al., 2011). Contoh pentingnya psikologi komunikasi untuk
dipelajar salah satunya dari lingkup keluarga adalah melakukan pola
komunikasi interpersonal yang baik dan akan menghasilkan umpan balik yang
baik pula. Salah satu cara yakni mengatur tata krama pergaulan antar manusia
khususnya sesama anggota keluarga agar terjalin hubungan yang harmonis
dan mengetahui apa yang dinginkan atau sebaliknya dari tiap anggota. Adapun
tujuan komunikasi interpersonal dalam keluagr yakni untuk memahami dan
mengetahui dunia luar untuk mengubah sikap maupun perilaku yang
diharapkan berjalan baik sesuai dengan perkembanganya (Utami, 2017).
a. Fungsi Komunikasi
Terdapat 4 fungsi dalam mempelajari ilmu komunikasi menurut William I
Gorden (dalam Supratman & Mahadian, 2016) yakni:

 Fungsi komunikasi sosial, singkatnya menjelaskan bahwa pentingnya


komunikasi dalam membangun konsep diri, kelangsungan hidup,
aktualisasi diri, dan mengatasi tekanan atau ketegangan dalam masalah
yang dihadapi.
 Fungsi komunikasi ekspresif, menjelaskan bahwa dalam komunikasi
dapat dilakukan secara sendiri maupun kelompok dan tidak otomatis
untuk mempengaruhi orang lain misalnya perasaan yang dikomunikasikan
dengan perilaku nonverbal
 Fungsi komunikasi ritual, umumnya dilakukan secara kolektif dalam
bentuk ritual, upacara, acara keluarga, dan sebagainya.
 Fungsi komunikasi instrumental, menjelaskan bahwa tujuan komunikasi
ini untuk menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap atau
perilaku, dan menghibur.
b. Metode Komunikasi

Menurut Alo Liliweri (dalam Suryani, 2013) ada 3 metode komunikasi


antara lain:

 Komunikasi informatif, yakni metode yang membahas informasi mengenai


orang, objek, tempat, peristiwa, proses, situasi maupun kondisi tertentu.
 Komunikasi persuasive, yakni metode yang lebih cepat dan tepat
mempengaruhi atau mengubah sikap dan persepsi public.
 Komunikasi koersif, yakni metode ini menerangkan untuk mempersuasi
orang atau kelompok dengan cara menekan, memaksa, atau memberikan
intruksi tertentu.
c. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Ada 4 faktor yang mempengaruhi komunikasi (dalam Riani, 2021)

 Faktor pada komponen pesan, agar proses komunikasi sesuai dengan


harapan komunikator dalam menyampaikan pesan kepada komunikan.
Perlunya membangkitkan efek sesuai yang diinginkan dengan
menciptakan kondisi yang tepat misalnya pesan yang menarik,
melambangkan simbol yang dimengerti oleh komunikan, pesan harus
mampu menimbulkan kebutuhan pribadi, dan pesan hendaknya
memberikan jalan untuk memenuhi kebutuhan agar dapat memberikan
tanggapan sesuai dengan yang diharapkan.
 Faktor pada komunikan, penting untuk mengenal komunikan yang akan
kita hadapi. Kemudian, komunikator dapat menentukan agar komunikasi
berjalan efektif yakni memilih waktu yang tepat untuk menyampaikan
pesan, bahasa atau simbol yang mudah dimengerti, sikap dan nilai yang
harus ditampilkan, dan jenis kelompok dimana komunikasi diadakan.
 Faktor pada komunikator, bagi komunikator selaku sumber penting untuk
memahami 3 faktor ini yakni pertama kredibilitas dimana komunikator
dinilai punya pengetahuan, pengalaman, keahlian atau lainnya yang
relevan dengan topik pesan yang disampaikan sehingga penerima percaya
bahwa apa yang disampaikan bersifat objektif. Kepercayaan pada
komunikator yang besar dapat meningkatkan usaha perubahan sikap dan
menjelaskan bahwa pesan yang diterima komunikan tersebut benar dan
sesuai. Kedua, kemampuan daya tarik komunikator yang besar untuk
menentukan keberhasilan upaya persuasi agar terjadi perubahan sikap pada
komunikan ketiga, kekuatan atau kekuasaan komunikator pada komunikan
dapat terjadi melalui karisma, wibawa otoritas atau kedudukan secara
formal, kompetensi atau keahlian yang dimiliki komunikator.
 Faktor media atau saluran dan simbol yang digunakan harus dirancang
secara efektif agar informasi dapat diterima dengan baik adapun 2 jenis
saluran atau media komunikasi yakni saluran komunikasi personal dan
saluran media massa. Saluran komunikasi personal lebih efektif pada
komunikasi yang sifatnya pribadi atau personal sedangkan, saluran media
massa yang jangkauannya lebih luas dan cepat dalam menyampaikan
pesan atau informasi.
3. Unsur-unsur dalam Komunikasi
Menurut Harold Laswell (dalam Riani, 2021) terdapat 5 unsur-unsur
komunikasi yaitu pertama adalah sumber yang merupakan pihak yang
berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi contoh individu,
kelompok, organisasi dan lainnya. Kedua adalah pesan atau isi dari segala
yang disampaikan sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan)
berupa simbol secara verbal ataupun nonverbal dan mewakili perasaan,
pikiran, dan sebagainya. Ketiga adalah saluran atau dikenal dengan alat yang
digunakan dalam menyampaikan pesan dari komunikator pada komunikan
baik secara langsung atau tidak langsung melalui media massa dan lainnya.
Saluran dibagi menjadi 2 yakni saluran personal yang sifatnya langsung atau
perorangan dan saluran media massa yang jangkauanya luas dan cepat dalam
penyampaikan pesan. Keempat adalah penerima baik orang maupun kelompok
dan lainnya yang menerima pesan dari sumber dengan tujuan tertentu seperti
mendengar, menafsir, penyandi balik, dan sebagainya. Kelima adalah efek
atau dampak yang terjadi pada komunikan setelah menerima pesan dari
komunikator misalnya perubahan sikap, bertambahan pengetahuan dan
sebagainya. Selain itu ada unsur lainnya dalam komunikasi yakni umpan
balik.

Pertemuan 3
1. Manusia dan Komunikasi
Menurut George A. Miller mejelaskan bahwa psikologi adalah ilmu yang
berupaya dalam menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa
mental dan perilaku dalam komunikasi setiap penting untuk dipelajari.
Adapun ada 3 perspektif utama psikologi terhadap komunikasi yakni belajar,
kognitif, dan bahasa (Devianti, 2017). Manusia merupakan makhluk ciptaan
Tuhan yang sehat jasmani dan rohani sehingga memungkinkan dalam
berkomunikasi secara normal dan layak dan dalam psikologi komunikasi
manusia adalah objek material. Manusia merupakan pemeran utama dalam
proses komunikasi adapun konsep tersebut dijelaskan dalam konsep psikologi
tentang manusia seperti dalam psikoanalisis, behaviorisme, psikologi kognitif,
humanistic dan lainnya. Dalam pendekatan psikoanalisis menjelaskan singkat
bahwa perilaku manusia disebabkan interaksi oleh id, ego, dan superego.
Sedangkan, behaviorisme menganalisis perilaku manusia yang tampak dan
dapat diukur contohnya dari hasil pengalaman atau perilaku yang dipengaruhi
oleh motivasi atau kebutuhan untuk rasa senang dan mengurangi penderitaan.
Dalam konsep psikologi kognitif menfokuskan pada pembentuk konsep
berfikir, membangun pengetahuan atau konsep mental berupa ide, sikap,
maupun harapan. Konsep lainnya yakni psikologi humanistic yang
menjelaskan mengenai menempatkan manusia dalam posisi kemanusiaan
dengan cara mengenal dirinya sebagai pribadi uni dan mampu bersama diriny
dan orang lain mewujudkan potensi yang ada pada diri individu tersebut
(Devianti, 2017).
Objek formal adalah perilaku atau usaha dalam menyampaikan pesan antar
manusia. Hal ini didasari bahwa komunikasi terdiri dari usaha (kesengajaan
atau motif), penyampaian pesan, dan antara manusia. Untuk usaha
didefinisikan sebagai suatu kesengajaan atau motif yang mendasari individu
atau lebih untuk melakukan suatu komunikasi baik yang disadari maupun
tidak disadari atau yang terpendam atau setiap saat dapat muncul. Ketika
individu dengan individu lain terlibat dalam interaksi sosial maka didalamnya
terjadi proses belajar yang melibatkan aspek kognitif dan afektif. Selain itu,
ada proses saling tukar menukar simbol atau lambang melalui komunikasi.
Proses penyesuaian seperti sosialisasi, role play, identifikasi, proyeksi, agresi,
dan lainnya.
Untuk ruang lingkup psikologi komunikasi dibagi menjadi 4 yakni
(Devianti, 2017) antara lain
 Unit komunikasi intrapersonal yakni membahas mengenai karakteristik
manusia komunikan, faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi
perilaku komunikasinya, sistem memori dan berpikir dan sebagainya.
 Unit komunikasi interpersonal yakni membahas proses persepsi
interpersonal, faktor personal dan situasional yang mempengaruhi persepsi
interpersonal, konsep diri, dan hubungan interprersonal atau sebagainya.
 Unit komunikasi kelompok yakni mengenai jenis-jenis kelompok dan
pengaruhnya terhadap perilaku komunikasi, faktor yang mempengaruhi
kefektifan kelompok, bentuk bentuk komunikasi kelompok serta lainnya.
 Unit komunikasi massa, yakni membahas tentang motivasi atau faktor
yang mempengaruhi reaksi individu terhadap media massa efek
komunikasi massa, maupun karakteristik isi pesan media massa.
Lalu, tambahan lainnya mengenai ruang lingkup mirip dengan unit
komunikasi massa yang dimana perbedaannya dari tujuan komunikasi massa
adalah pembaca surat kabar, pemirsa TV, ataupun pendengar radio atau
sumber elektronik lainnya. Sedangkan, unit lainnya adalah komunikasi yang
dimediasi computer atau komunikasi manusia dan informasi dibagikan melalui
jaringan komunikasi dan ini membutuhkan literasi digital dalam menemukan,
mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang tersedia seperti contohnya
pesan email, pesan melalui sosial media seperti twitter, whatsapp, Instagram,
dan sebagainya secara singkat langsung dilanjutkan oleh manusia selaku
sumber dan juga penerima pesan tersebut. Begitupun tampilan informasinya
bervariatif dengan teknologi yang ada seperti foto, suara, video, atau mode
lainnya yang mampu diubah untuk melakukan tugas yang mereka inginkan.
Dengan adanya komunikasi melalui mediasi media orang-orang dari
demografis dan status sosial dapat dihilangkan.
Pertemuan 4
1. Komunikasi efektif
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang sukses karena mampu
mempengaruhi lawan komunikasi kita dan sebaliknya jika tidak terjadi
perubahan dari interaksi maka komunikasi tersebut tidaklah efektif. Adapun
menurut Stewart L. Tubbs dan Syilivia Moss (dalam Rahmat, 2009) dalam
komunikasi efektif minimal memunculkan lima keadaan yakni pengertian,
kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan kian membaik, dan aksi.
Terdapat 5 ciri atau karakteristik dari komunikasi efektif menurut Stewart
L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Riani, 2021) yakni
 Penerimaan pesan dari komunikator secara cermat dan komunikan mampu
memahami seluruh pesan yang telah disampaikan.
 Komunikasi juga menimbulkan kesenangan dan tingkatnya berdasarkan
dengan perasaan komunikan.
 Berbagai tujuan komunikasi salah satunya adalah mempengaruhi atau
mengendalikan sikap dan perasaan orang lain yakni dengan menggunakan
komunikasi persuasi.
 Komunikasi untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik dengan
saling percaya antara komunikator dan komunikan yang mempengaruhi
tingkat efektivitas dari komunikasi.
 Efektivitas komunikasi diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh
komunikan setelah menerima pesan.
Komunikasi efektif dapat tercapai maka perlu adanya tindakan yang
ditujukan untuk memperbaiki atau mempertahankan hubungan baik antara
komunikator dan komunikan yang disebut dengan hukum komunikasi
REACH diantaranya sebagai berikut:

 Saling menghormati (Respect). Perasaan positif yang ditampilkan dalam


bentuk menghormati lawan bicara. Semua orang pasti ingin dihormati dan
dihargai. Tindakan seperti ini tidak selalu ditampilkan dalam bentuk verbal
tetapi juga dapat tersampaikan melalui bahasa tubuh.
 Empati (Empathy). Empati merupakan kemampuan dalam menempatkan
diri pada situasi atau kondisi tertentu yang tengah dihadapi orang lain.
Komunikasi dapat terjalin dengan baik sesuai kondisi psikologis lawan
bicara. Maka, individu harus menempatkan diri sebagai pendengar yang
baik.
 Dapat didengarkan (Audible). Pesan yang disampaikan harus dapat
didengarkan dan dapat dipahami oleh orang lain. Sebagaimana yang
diketahui bahwa dalam komunikasi yang efektif harus pesan yang
disampaikan harus dapat dimaknai oleh pendengar. Oleh karena itu,
simbol yang digunakan hendaknya yang dikenali dan mudah dipahami
seperti penggunaan bahasa, istilah, kata yang baik dan benar, serta
menggunakan bahasa tubuh agar orang lain lebih tertarik dan mudah
memahami.
 Jelas (Clarity). Kejelasan dari pesan yang kita sampaikan menjadi salah
satu faktor penyebab munculnya salah paham antara satu orang dengan
yang lain adalah informasi yang tidak jelas yang mereka terima. Adapun
langkah terbaik yang dapat dilakukan seperti menyampaikan pesan dengan
intonasi yang baik dan tepat.
 Humble (Rendah hati). Rendah Hati memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk berbicara terlebih dahulu dan anda menjadi pendengar
yang baik Sikap ini membangun rasa hormat yang pada akhirnya
mengembangkan Respect kepada Lawan Bicara (Julianto & Agnanditiya
Carnarez, 2021)

Adapun berbagai jenis gangguan dalam komunikasi lainnya menurut


Watzlawick, Beavin, dan Jackson dalam (Lubienetzki & Lubienetzki, 2020)
yakni Pertama, seseorang tidak dapat berkomunikasi misalnya dengan
mengabaikan dan sebagainya. Jadi, diperlukan untuk berkomunikasi secara
terbuka dan jelas. Kedua adalah setiap komunikasi memiliki konten dan aspek
hubungan jadi perlu untuk memperjelas hubungan dan komunikasikan dengan
penuh apresiasi. Ketiga, sifat suatu hubungan bergantung pada tanda yang
dibaca dari serangkaian komunikasi antara komunikan jadi perlu komunikator
saling mempengaruhi satu sama lain. Keempat adalah manusia berkomunikasi
secara digital dan analogis jadi perlu untuk berkomunikasi secara kongruen
atau sama. Kelima adalah semua pertukaran komunikasi baik simetris atau
komplementer bergantung pada kesetaraan maupun perbedaan maka, penting
mengamati hubungan dan harapan yang sesuai.

Menurut (Kehoe, 2011) menjelaskan bahwa efektifitas dalam komunikasi


terdiri dari 3 hal yakni komunikan mendapatkan apa yang diinginkan berupa
hasil yang nyata atau momen hubungan emosional yang positif, komunikan
telah dipahami dari sudut pandangnya dan itu dikomunikasikan kembali
kepadanya, dan komunikator tampaknya baik-baik saja dengan exchange yang
dimana tidak ada tanda ketidakpastian, frustasi, ketakutan maupun kemarahan.

Beberapa hal penting menjelaskan bahwa menjadi komunikator yang


efektif berkaitan dengan budaya berupa penggunaan norma dengan cara yang
tepat dalam hal meningkatkan kedekatan fisik dan psikologis pada orang-
orang yang berbeda satu sama lain. Selain itu, sebagai komunikator harus
menjadi cerdas secara emosional yakni kemampuan dalam mengenali,
memahami, dan menggunakan emosi untuk mengatasi masalah diri kita
sendiri, orang lain, dan lingkungan dengan begitu komunikator dapat
dipandang lebih dipercaya, jujur, dan berintegrasi tinggi. Lalu, kepribadian
yakni secara umum adalah karakteristik kebutuhan, persepsi, dan reaksi
emosional yang mempengaruhi reaksi diri kita terhadap situasi lingkungan dan
ketika memahami diri sendiri dan orang lain kemungkinan mengantisipasi
masalah yang timbul dalam hubungan komunikasi (Kehoe, 2011).

Berikut di bawah ini tabel yang menjelaskan kesalahan umum yang sering
dilakukan dalam komunikasi sehingga tidak efektif antara komunikator dan
komunikan (Riani, 2021).

No Komunikator Komunikan

1. Berbicara cepat dan kalimatnya tidak Tidak menaruh perhatian kepada


tersusun komunikator

2. Terlalu banyak gagasan dan tidak Sudah merumuskan jawaban


saling berhubungan sebelum mendengar secara
keseluruhan atau hingga selesai
menyampaikan pesan

3. Terlalu singkat dan informasi serta Cenderung tidak mendengar


pengulangan belum cukup secara detail ataupun keseluruhan
pesan
4. Mengabaikan informasi tentang Memberikan penilaian benar atau
pokok pesan yang sudah dimiliki salah
komunikan

5. Tidak menyesuaikan dengan sudut


pandang komunikan

2. Efek komunikasi
Efek komunikasi merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan
komunikasi itu sendiri. Efek merupakan apa yang terjadi pada penerima
setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah
pengetahuan, perubahan sikap, atau bahkan perubahan perilaku. Efek yang
terjadi pada komunikasi bisa dalam bentuk kognitif, afektif, dan konatif
(Kusuma, 2016). Efek kognitif yaitu berupa tambahan informasi yang
diperoleh melalui proses komunikasi. Efek afektif berkenaan dengan emosi
yang dirasakan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu proses komunikasi.
Sedangkan efek konatif akan menimbulkan apresiasi tinggi, perilaku simetris
dengan pesan serta menimbulkan diskusi dan wacana sosial. Dengan kata lain,
efek konatif merujuk pada bagaimana pesan dalam komunikasi tersebut
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari atau kehidupan nyata. Pada
prinsipnya, tidak mudah untuk memberikan efek positif bagi komunikator
terhadap komunikan.
Pertemuan 5
1. Mengungkapkan Perasaan
Dalam proses komunikasi terjadi salah satu hal yang menyenangkan yakni
kesempatan untuk berbagai perasaan dari kondisi tersebut individu dapat
memelihara persahabatan dan keintiman dengan orang lain. Hal ini
dikarenakan perasaan merupakan respon internal individu terhadap aneka
pengalaman yang dijumpat dalam kehidupan. Menurut Johson terdapat 5
tahapan pengungkapan perasaan yakni paling tidak dalam setiap komunikasi
terjadi yakni mengamati, menafsirkan, mengalami perasaan tertentu,
menanggapi, dan mengungkapkan perasaan. Jika perasaan tersebut tidak dapat
diungkapkan dapat berdampak sebagai hambatan dalam proses komunikasi
yang dapat menimbulkan masalah seperti tidak terampil atau ketidakmampuan
dalam mengungkapkan perasaan, sulitnya dalam memahami dan mengatasi
masalah, menciptakan masalah dalam suatu hubungan, menimbulkan
penyimpangan, ketidaktegasan yang berujung adu kuasa contoh antara ibu dan
anak serta sebagainya (Supraktiknya, 1995).
Tingkat komunikasi dari yang terendah dimulai dari basa basi atau yang
umumnya terjadi pada dua orang yang bertemu secara kebetulan. Tingkat
selanjutnya membicaraka orang lain yakni sudah saling menanggapi satu sama
lain. Lalu, tingkat menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai saling
membuka diri, mengungkapkan diri walau hanya sebatas aspek kognitif.
Tingkat hati atau perasaan dimana menjadi hal yang menjadi pembeda bagi
maisng-masing individu, dan tingkat tertinggi atau puncaknya adalah
hubungan puncak yang ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, dan saling
percaya yang menjadi sifat mutlak dari kedua pihak serta umumnya terjadi
dalam hubungan suami dan istri (Supraktiknya, 1995).
Pertemuan 6
1. Komunikasi Verbal
Aristoteles merupakan filsuf Yunani yang pertama dalam mengkaji
mengenai komunikasi dan juga orang pertama yang merumuskan model
komunikasi verbal. Untuk unsur yang dikemukankan oleh Aristoteles adalah
pembicara, pesan, dan pendengar (Nuraflah et al., 2019). Umumnya
komunikasi dimaksud sebagai tingkah laku seseorang baik secara verbal
maupun non-verbal yang ditanggapi oleh orang lain dalam mengungkapkan
pesan tertentu. Dalam proses komunikasi setidaknya dua orang saling
mengirimkan lambang yang memuat makna tertentu dalam bentuk verbal
seperti kata-kata yang disampaikan melalui lisan ataupun tulisan. Dalam
proses komunikasi verbal menjadi salah satu jenis komunikasi dengan cara
yang terbaik dalam menyatakan pikiran, perasaan, harapan dan lainnya kepada
orang lain. Selain itu juga, pada pesan verbal dapat merepresentasikan
berbagai hal yang ada pada diri individu tersebut.
Adapun pelaksanaannya dibagi menjadi 3 cara antara lain lisan atau vocal,
non-vocal berupa tulisan, dan gambar. Pada komunikasi lisan umumnya bisa
dilakukan melalui percakapan interpersonal face to face dan percakapan
interpersonal melalui media seperti telepon, radio atau alat komunikasi
lainnya. Lalu, komunikasi non vocal berupa tulisan merupakan bentuk
komunikasi yang dilakukan oleh komunikator pada pesan yang dikirimkan
dalam bentuk simbol yang dituliskan di atas kertas atau menggunakan media
tertentu yang memungkinkan pesan tersebut dibaca oleh komunikan. Contoh
dari komunikasi tulisan seperti surat atau E-mail, memo, buku petunjuk,
brosur, dan lainnya. Kemudian, metode gambar berfungsi untuk membantu
memperjelas maksud yang disampaikan oleh komunikator secara lisan
maupun tulisan seperti poster, grafik, peta, film, slide, foto, dan sebagainya
(Muhammad, 2009; Suranto, 2010)
Adapun hal penting yang perlu diperhatikan dalam komunikasi tulisan
atau non vocal adalah tampilan dan kata-kata yang digunakan karena hal
tersebut dapat menjadi cerminan secara personal pengirimnya. Menurut Lewis
(dalam Muhammad, 2009) terkait beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
yakni ketepatan dalam menulis pesan, keringkasan isi pesan, kelengkapan isi
pesan, kejelasan isi pesan, dan kesopansantunan. Dengan harapan komunikasi
dapat berlangsung efektif dan komunikator maupun komunikasi memiliki
pengalaman dan pemaknaan yang sama terhadap pesan verbal tersebut.
Lalu beberapa hambatan dalam komunikasi seperti komunikator saat
melakukan interpretasi pada gagasan, perasaan, dan tujuannya atau lainnya
berada dalam kondisi gugup, speechless, dan sebagainya yang umum terjadi
saat individu terlalu senang maupun marah. Individu ketika melakukan
encoding melupakan istilah atau konsep dimana ingin mengatakan hal tersebut
namun, tidak tahu bagaimana mengatakannya dan ada juga komunikan yang
terbatas dalam melakukan decoding. Selain itu, keterbatasan fisik dan
hambatan pada media atau saluran komunikasi juga keterbatasan pemahaman
maupun pengetahuan komunikan saat melakukan fungsi intpretasi dari pesan
yang disampaikan oleh komunikator (Vardiansyah, 2004). Secara khusus juga
bahwa komunikasi verbal yang paling banyak digunakan untuk tujuan
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran dan lainnya namun, ada
kekurangan berupa komunikasi lisan terkadang didominasi oleh satu pihak
dan kadang hanya bersifat satu arah atau pesan hanya mengalir dari pengirim
pesan. Sedangkan, penting juga untuk melakukan komunikasi dua arah agar
komunikan dapat dengan yakin dalam menafsirkan dan menerima pesan yang
diterimanya (Nuraflah et al., 2019).
Pertemuan 7
1. Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi Non-verbal adalah proses komunikasi yang berkebalikan dari
komunikasi verbal dimana perbuatan berbicara lebih banyak dari kata-kata dan
juga setiap bentuk tingkah laku manusia yang langsung dapat diamati oleh
orang lain dan mengandung informasi tertentu mengenai pengirimnya
(Supratiknya, 1995). Selain itu contoh atau bentuk non-verbal antara lain
ekspresi wajah maupun gerak gerik tubuh seperti gerak tangan, pelukan, sikap
tubuh, cara duduk, sentuhan dan sebagainya. (Johnson, dalam Supraktinya,
1995; Rakhmat, 2009). Adapun ciri atau karakteristik dari perilaku non verbal
yakni merupakan kebiasaan atau secara otomatis tanpa disadari, berfungsi
mengungkapkan perasaan yang sebenarnya walau melalui bahasa seringkali
berkebalikan, sarana utama dalam mengungkapkan emosi yang membantu
dalam memahami secara menyeluruh materi komunikasi yang dilakukan,
maknanya dapat saya berbeda karena perbedaan budaya atau nilai, dan
memiliki makna yang berbeda antara individu yang lain atau individu sama
namun waktunya berbeda. Berdasarkan 2 ciri terakhir yang dijelaskan bahwa
komunikasi non-verbal disebut juga dengan idionsiktratik atau komunikasi
yang bersifat sangat pribadi dan harus selalu dimaknai sesuai konteksnya.
Walaupun sering dianggap juga sebagai makna sementara sampai individu
mendapatkan kepastian atau konfirmasi dari yang bersangkutan.
Fungsi fungsi dari pesan non verbal terdiri dari 5 yakni repetisi, subsititusi,
kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi. Misal arti penting dari komunikasi
non-verbal yaitu faktor-faktor non-verbal sangat menentukan makna dalam
komunikasi interpersonal, perasaan dan emosi lebih cermat jika disampaikan
secara non-verbal, pesan non-verbal menyampaikan makna yang relative
bebas dari penipun, distorsi, dan lainnya, selain itu pesannya mempunyai
fungsi memberi dan menjelaskan informasi tambahan dengan tujuan mencapai
komunikasi yang berkualitas tinggi, pesan non-verbal jauh lebih efisien jika
dibandingkan dengan pesan verbal, dan terakhir yang keenam bahwa pesan
non-verbal menjadi sarana sugesti paling ampuh (Rahmat, 2009).

REFERENSI
Devianti, R. (2017). Psikologi Komunikasi.
Julianto, B., & Agnanditiya Carnarez, T. Y. (2021). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Organisasi Professional: Kepemimpinan, Komunikasi
Efektif, Kinerja, Dan Efektivitas Organisasi (Suatu Kajian Studi Literature
Review Ilmu Manajemen Terapan). Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, 2(5),
676–691. https://doi.org/10.31933/jimt.v2i5.592
Kehoe, D. (2011). Effective Communication Skills. THE GREAT COURSES.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11026_15
Kusuma, A. (2016). Pengantar Komunikasi Antar Budaya. In CHANNEL: Jurnal
Komunikasi (p. 6).
Lubienetzki, U., & Lubienetzki, H. S. (2020). How We Talk to Each Other- The
Messages We Send With Our Words and Body Language. Springer.
Maryam, E. W., & Paryontri, R. A. (2020). Psikologi Komunikasi. UMSIDA
Press. https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+artikel+ilmiah&btnG=
Nuraflah, C. A., Luthfi, M., & Muya Syaron Iwanda. (2019). Komunikasi Verbal
dan Nonverbal Stategi dalam Menghindari Konflik.
Pearson, J. C., Nelson, P. E., Titsworth, S., & Harter, L. (2011). Human
Communication. Mcgraw Hill.
Pratidina, P. A. O., Marheni, A., & Tondok, M. S. (2022). Peran Kontrol Diri
sebagai Mediator Hubungan Komunikasi Efektif Orang Tua Remaja dengan
Agresivitas Remaja The Role of Self-Control as a Mediator between
Effective Parent-Adolescent Communication and Adolescent
Aggressiveness. Psikologika, 27(1), 73–88.
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol27.iss1.art6
Riani. (2021). Komunikasi Efektif. Pustaka Taman Ilmu.
Supratman, L. P., & Mahadian, A. B. (2016). Psikologi Komunikasi. Deepublish.
Suryani, W. (2013). Komunikasi Antarbudaya yang Efektif. Dakwah Tabligh,
14(1), 91–100.
Utami, W. (2017). STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MEMPERBAIKI
KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DI NGANJUK. Journal An-Nafs,
2(2), 140–153.

B. REVIEW JURNAL KOMUNIKASI EFEKTIF


Judul Peran Kontrol Diri sebagai Mediator
Hubungan Komunikasi Efektif Orang Tua
Remaja dengan Agresivitas Remaja

Jurnal Psikologika

Volume & Halaman Volume XXVII No. 1 & hlm. 73-88

Tahun 2022

Penulis Putu Ayu Onik Pratidina1, Adijianti


Marheni2, dan Marselius Sampe Tondok3

Reviewer Ezza Arianty

Tanggal 3 April 2022

Landasan teori Beberapa penelitian menemukan bahwa


kontrol diri mampu memperkuat hubungan
antara komunikasi efektif orang tua remaja
dan agresivitas remaja. Adapun
komunikasi efektif merupakan salah satu
bentuk komunikasi interpersonal yang
melibatkan dua orang atau lebih yang
saling terhubung melalui berbagai cara
contohnya seperti keluarga yakni orang tua
dan anak. Sedangkan, agresivitas adalah
perilaku yang bermaksud untuk menyakiti
sasaran atau targetnya yang dibagi menjadi
4 bentuk yakni agresi fisik, verbal, rasa
marah, dan sikap permusuhan. Lalu,
kontrol diri adalah proses mental yang
memungkinkan individu dalam
mengendalikan pikiran, emosi, dan
perilaku agar tetap sejalan dengan tujuan.
Penelitian ini mengangkat isu atau masalah
bahwa remaja mengalami berbagai
tekanan yang dapat memunculkan
agresivitas dan salah satu faktor yang
mempengaruhi salah satunya dari
mengimitasi orang tua selaku role model
dalam proses belajar. Dari kondisi tersebut
kontrol diri menjadi salah satu bagian dari
perilaku yang tidak lepas dalam proses
belajar dan berpengaruh negatif terhadap
agresivitas pada remaja. Jadi, penelitian ini
memberi hipotesis bahwa kontrol diri
sebagai mediator pengaruh komunikasi
efektif orang tua remaja terhadap
agresivitas pada remaja.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


peran mediasi kontrol diri terhadap
pengaruh komunikasi orang tua remaja
pada tingkat agresivitas.

Metode Penelitian Untuk metode penelitian menggunakan


survey kuantitatif cross-sectional dengan 3
1) Responden
variabel yakni untuk independent variable
2) Instrumen adalah komunikasi efektif orang tua
remaja dan agresivitas adalah dependent
variable, sedangkan mediator adalah
kontrol diri.

Peserta penelitian sebanyak 228 orang


yang terdiri dari 127 siswi perempuan dan
101 siswa laki-laki yang merupakan
remaja siswa SMA di kota Denpasar
dengan kriteria usia remaja pertengahan
(15-18 tahun) dan tinggal bersama kedua
orang tua kandung. Instrumen alat ukur
yang digunakan ada 3 yakni pertama
adalah skala komunikasi efektif orang tua
remaja terdiri 2 skala ayah dan ibu dimana
berdasarkan dari 5 aspek dari komunikasi
interpersonal menurut DeVito (2011)
yakni sikap keterbukaan, empati, sikap
mendukung, sikap positif dan
kesetaraan.Skala yang kedua adalah skala
kontrol diri dari Averill (Thalib, 2010)
dengan berdasarkan pada 3 aspek yakni
mngontrol perilaku, mengontrol kognitif,
dan mengontrol keputusan. Lalu, skala
yang ketiga merupakan skala agresivitas
dari Buss dan Perry (dalam Becker, 2007)
yang berdasarkan pada 4 bentuk
agresivitas antara lain agresi fisik, agresi
verbal, rasa marah, dan sikap permusuhan.

Metode analisis data Data penelitian dianalisis menggunakan uji


normalitas dan linearitas yang sudah
terpenuhi dan melakukan analisis
deskripstif, korelasi bivariate, pearson
serta uji independent t-test sebagai analisis
tambahan untuk mengetahui perbedaan
ketiga variabel berdasarkan jenis kelamin
dengan menggunakan aplikasi atau
program statistic JASP versi 0.14.

Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan ketiga


variabel saling berhubungan secara
signifikan dimana variabel komunikasi
efektif orang tua remaja dan kontrol diri
berkorelasi negatif dengan agresivitas.
Selain itu, variabel komunikasi efektif
orang tua remaja berkorelasi positif
dengan variabel kontrol diri. Maka, dapat
disimpulkan bahwa kontrol diri berperan
sebagai mediator parsial terhadap
hubungan antara komunikasi efektif orang
tua dengan remaja dengan agresivitas
remaja. Untuk analisis tambahan terkait
perbedaan komunikasi efektif orang tua
remaja berdasarkan skor total dan skor ibu,
disimpulkan bahwa remaja berjenis
kelamin memiliki skor atau nilai untuk
komunikasi efektif orang tua remaja yang
lebih tinggi dibandingkan dengan remaja
berjenis kelami laki-laki (Pratidina et al.,
2022)

Diskusi Dari penelitian memberikan informasi


terkait kontrol diri yang berpengaruh
sebagai mediator dalam komunikasi efektif
orang tua remaja terhadap agresivitas.
Perlu diketahui beberapa penelitian
menunjukkan dan dibuktikan sama di
penelitian ini bahwa komunikasi efektif
orang tua remaja dapat menurunkan
agresivitas dan dengan kontrol diri dapat
memperkuat hubungan tersebut agar sesuai
dengan tujuan individu maupun kelompok.
Selain itu, komunikasi lebih efektif antara
ayah atau ibu membuktikan bahwa ibu
lebih efektif dan juga perempuan memiliki
skor yang lebih tinggi terkait komunikasi
efektif dengan ibu. Kelebihan penelitian
ini menunjukkan data statistic yang jelas
dan cukup lengkap ditambah beberapa
analisis tambahan yang memperkaya data
informasi. Sebaliknya, kekurangan hanya
meneliti berdasarkan dari perspektif
remaja sebagai anak dan tidak menggali
terkait latar belakang orang tua dan gaya
pengasuhan yang diterapkan yang
berkaitan erat juga terkait kontrol diri yang
baik seperti membuat lingkungan displin
dan sebagainya.
Referensi:

Pratidina, P. A. O., Marheni, A., & Tondok, M. S. (2022). Peran Kontrol Diri
sebagai Mediator Hubungan Komunikasi Efektif Orang Tua Remaja dengan
Agresivitas Remaja The Role of Self-Control as a Mediator between
Effective Parent-Adolescent Communication and Adolescent
Aggressiveness. Psikologika, 27(1), 73–88.
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol27.iss1.art6

Anda mungkin juga menyukai