Ezza Arianty
1971041002
Kelas C
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
A. RESUME MATERI PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Pertemuan 1 dan 2
1. Pengertian Psikologi Komunikasi
Definisi Komunikasi berasal dari kata Communis dari bahasa Latin yang
artinya membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih (Stuart, dalam
Vardiansyah, 2004). Communicate sebagai kata kerja dalam bahasa inggris
dari komunikasi adalah kegiatan bertukar pikiran, perasaan, dan informasi
sedangkan Communication sebagai kata benda yang artinya pertukaran
simbol, pesan, dan informasi. Komunikasi menjadi aspek penting dalam
kehidupan manusia dan dipengaruhi oleh manusia lainnya baik yang telah
dikenal ataupun sebaliknya. Secara teori umum, komunikasi bersifat
multidispliner dan kompleks yang mencakup lebih dari satu aktivitas salah
satunya komunikasi sebagai upaya atau usaha yang dilakukan untuk
menyampaikan pesan antara manusia (Vardiansyah, 2004)
Lalu, keterkaitan ilmu psikologi dan komunikasi yakni mempelajari
tingkah laku manusia yang bertujuan untuk menghasilkan tindakan
komunikasi efektif berupa menyampaikan apa yang ada dalam pikiran
komunikator agar sama dengan apa yang dipikirkan oleh komunikan
(Supratman & Mahadian, 2016). Menurut Rahmat (dalam Maryam, E, 2020)
menjelaskan bahwa psikologi komunikasi merupakan ilmu yang berupaya
untuk menguraikan, memprediksi, dan mengendalikan peristiwa mental dan
behavioral dalam komunikasi. Dalam psikologi menggunakan teori-teori
mengenai perilaku sebagai unsur dasar yang menjelaskan bagaimana dan
mengapa manusia melakukan komunikasi dan posisi psikologi komunikasi
mengarah pada bagian psikologi sosial. Dalam psikologi komunikasi selain ini
menganalisa seluruh komponen sosial, proses komunikasi yang meliputi
komunikan dan komunikator juga dapat sebagai proses penyampaian pesan
dalam psikoterapi (Maryam & Paryontri, 2020).
Selain itu, psikologi komunikasi bermanfaat untuk membentuk kita dalam
upaya memahami berbagai situasi atau kondisi sosial dimana kepribadian
merupakan hal penting seperti bagaimana menilai seseorang menjadi bias
karena adanya kepercayaan atau perasaan dan bagaimana individu dapat
memberi pengaruhi terhadap orang lain yang berada di sekitarnya.
Komunikasi menjadi hal penting dalam membentuk kepribadian individu yang
terjadi sepanjang waktu seperti menemukan dirinya, mengembangkan konsep
diri, dan interaksi dengan dunia di sekitarnya. Dengan berinteraksi melalui
komunikasi dengan individu lain akan menentukan kualitas hidup seseorang
(Maryam, 2020).
2. Arti penting Psikologi Komunikasi
Manusia belajar menjadi manusia melalui komunikasi dan awal
terbentuknya kepribadian yang merupakan hal penting karena selalu terjadi
sepanjang hidup. Dalam ruang lingkup psikologi komunikasi terdiri dari
proses penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak dan proses
selanjutnya. Selain itu, menganalisa setiap komponen atau unsur yang terlibat
dalam proses komunikasi, komunikasi teraupetik dan komunikasi persuasive.
Dunia terus berubah begitupun penting memahami bahwa komunikasi dimulai
dari diri sendiri sebagai individu yang terus berkembang menyesuaikan
pengalamannya contohnya bagaimana orang lain memperlakukan mereka dari
pesan yang dikirimkan atau sebaliknya. Dijelaskan bahwa komunikasi
merupakan aktivitas tanpa henti dari aktivitas sosial yang terjadi dialog yang
santai maupun terstruktur selain itu pun komunikasi bersifat partisipatif
(Pearson et al., 2011). Contoh pentingnya psikologi komunikasi untuk
dipelajar salah satunya dari lingkup keluarga adalah melakukan pola
komunikasi interpersonal yang baik dan akan menghasilkan umpan balik yang
baik pula. Salah satu cara yakni mengatur tata krama pergaulan antar manusia
khususnya sesama anggota keluarga agar terjalin hubungan yang harmonis
dan mengetahui apa yang dinginkan atau sebaliknya dari tiap anggota. Adapun
tujuan komunikasi interpersonal dalam keluagr yakni untuk memahami dan
mengetahui dunia luar untuk mengubah sikap maupun perilaku yang
diharapkan berjalan baik sesuai dengan perkembanganya (Utami, 2017).
a. Fungsi Komunikasi
Terdapat 4 fungsi dalam mempelajari ilmu komunikasi menurut William I
Gorden (dalam Supratman & Mahadian, 2016) yakni:
Pertemuan 3
1. Manusia dan Komunikasi
Menurut George A. Miller mejelaskan bahwa psikologi adalah ilmu yang
berupaya dalam menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa
mental dan perilaku dalam komunikasi setiap penting untuk dipelajari.
Adapun ada 3 perspektif utama psikologi terhadap komunikasi yakni belajar,
kognitif, dan bahasa (Devianti, 2017). Manusia merupakan makhluk ciptaan
Tuhan yang sehat jasmani dan rohani sehingga memungkinkan dalam
berkomunikasi secara normal dan layak dan dalam psikologi komunikasi
manusia adalah objek material. Manusia merupakan pemeran utama dalam
proses komunikasi adapun konsep tersebut dijelaskan dalam konsep psikologi
tentang manusia seperti dalam psikoanalisis, behaviorisme, psikologi kognitif,
humanistic dan lainnya. Dalam pendekatan psikoanalisis menjelaskan singkat
bahwa perilaku manusia disebabkan interaksi oleh id, ego, dan superego.
Sedangkan, behaviorisme menganalisis perilaku manusia yang tampak dan
dapat diukur contohnya dari hasil pengalaman atau perilaku yang dipengaruhi
oleh motivasi atau kebutuhan untuk rasa senang dan mengurangi penderitaan.
Dalam konsep psikologi kognitif menfokuskan pada pembentuk konsep
berfikir, membangun pengetahuan atau konsep mental berupa ide, sikap,
maupun harapan. Konsep lainnya yakni psikologi humanistic yang
menjelaskan mengenai menempatkan manusia dalam posisi kemanusiaan
dengan cara mengenal dirinya sebagai pribadi uni dan mampu bersama diriny
dan orang lain mewujudkan potensi yang ada pada diri individu tersebut
(Devianti, 2017).
Objek formal adalah perilaku atau usaha dalam menyampaikan pesan antar
manusia. Hal ini didasari bahwa komunikasi terdiri dari usaha (kesengajaan
atau motif), penyampaian pesan, dan antara manusia. Untuk usaha
didefinisikan sebagai suatu kesengajaan atau motif yang mendasari individu
atau lebih untuk melakukan suatu komunikasi baik yang disadari maupun
tidak disadari atau yang terpendam atau setiap saat dapat muncul. Ketika
individu dengan individu lain terlibat dalam interaksi sosial maka didalamnya
terjadi proses belajar yang melibatkan aspek kognitif dan afektif. Selain itu,
ada proses saling tukar menukar simbol atau lambang melalui komunikasi.
Proses penyesuaian seperti sosialisasi, role play, identifikasi, proyeksi, agresi,
dan lainnya.
Untuk ruang lingkup psikologi komunikasi dibagi menjadi 4 yakni
(Devianti, 2017) antara lain
Unit komunikasi intrapersonal yakni membahas mengenai karakteristik
manusia komunikan, faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi
perilaku komunikasinya, sistem memori dan berpikir dan sebagainya.
Unit komunikasi interpersonal yakni membahas proses persepsi
interpersonal, faktor personal dan situasional yang mempengaruhi persepsi
interpersonal, konsep diri, dan hubungan interprersonal atau sebagainya.
Unit komunikasi kelompok yakni mengenai jenis-jenis kelompok dan
pengaruhnya terhadap perilaku komunikasi, faktor yang mempengaruhi
kefektifan kelompok, bentuk bentuk komunikasi kelompok serta lainnya.
Unit komunikasi massa, yakni membahas tentang motivasi atau faktor
yang mempengaruhi reaksi individu terhadap media massa efek
komunikasi massa, maupun karakteristik isi pesan media massa.
Lalu, tambahan lainnya mengenai ruang lingkup mirip dengan unit
komunikasi massa yang dimana perbedaannya dari tujuan komunikasi massa
adalah pembaca surat kabar, pemirsa TV, ataupun pendengar radio atau
sumber elektronik lainnya. Sedangkan, unit lainnya adalah komunikasi yang
dimediasi computer atau komunikasi manusia dan informasi dibagikan melalui
jaringan komunikasi dan ini membutuhkan literasi digital dalam menemukan,
mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang tersedia seperti contohnya
pesan email, pesan melalui sosial media seperti twitter, whatsapp, Instagram,
dan sebagainya secara singkat langsung dilanjutkan oleh manusia selaku
sumber dan juga penerima pesan tersebut. Begitupun tampilan informasinya
bervariatif dengan teknologi yang ada seperti foto, suara, video, atau mode
lainnya yang mampu diubah untuk melakukan tugas yang mereka inginkan.
Dengan adanya komunikasi melalui mediasi media orang-orang dari
demografis dan status sosial dapat dihilangkan.
Pertemuan 4
1. Komunikasi efektif
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang sukses karena mampu
mempengaruhi lawan komunikasi kita dan sebaliknya jika tidak terjadi
perubahan dari interaksi maka komunikasi tersebut tidaklah efektif. Adapun
menurut Stewart L. Tubbs dan Syilivia Moss (dalam Rahmat, 2009) dalam
komunikasi efektif minimal memunculkan lima keadaan yakni pengertian,
kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan kian membaik, dan aksi.
Terdapat 5 ciri atau karakteristik dari komunikasi efektif menurut Stewart
L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Riani, 2021) yakni
Penerimaan pesan dari komunikator secara cermat dan komunikan mampu
memahami seluruh pesan yang telah disampaikan.
Komunikasi juga menimbulkan kesenangan dan tingkatnya berdasarkan
dengan perasaan komunikan.
Berbagai tujuan komunikasi salah satunya adalah mempengaruhi atau
mengendalikan sikap dan perasaan orang lain yakni dengan menggunakan
komunikasi persuasi.
Komunikasi untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik dengan
saling percaya antara komunikator dan komunikan yang mempengaruhi
tingkat efektivitas dari komunikasi.
Efektivitas komunikasi diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh
komunikan setelah menerima pesan.
Komunikasi efektif dapat tercapai maka perlu adanya tindakan yang
ditujukan untuk memperbaiki atau mempertahankan hubungan baik antara
komunikator dan komunikan yang disebut dengan hukum komunikasi
REACH diantaranya sebagai berikut:
Berikut di bawah ini tabel yang menjelaskan kesalahan umum yang sering
dilakukan dalam komunikasi sehingga tidak efektif antara komunikator dan
komunikan (Riani, 2021).
No Komunikator Komunikan
2. Efek komunikasi
Efek komunikasi merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan
komunikasi itu sendiri. Efek merupakan apa yang terjadi pada penerima
setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah
pengetahuan, perubahan sikap, atau bahkan perubahan perilaku. Efek yang
terjadi pada komunikasi bisa dalam bentuk kognitif, afektif, dan konatif
(Kusuma, 2016). Efek kognitif yaitu berupa tambahan informasi yang
diperoleh melalui proses komunikasi. Efek afektif berkenaan dengan emosi
yang dirasakan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu proses komunikasi.
Sedangkan efek konatif akan menimbulkan apresiasi tinggi, perilaku simetris
dengan pesan serta menimbulkan diskusi dan wacana sosial. Dengan kata lain,
efek konatif merujuk pada bagaimana pesan dalam komunikasi tersebut
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari atau kehidupan nyata. Pada
prinsipnya, tidak mudah untuk memberikan efek positif bagi komunikator
terhadap komunikan.
Pertemuan 5
1. Mengungkapkan Perasaan
Dalam proses komunikasi terjadi salah satu hal yang menyenangkan yakni
kesempatan untuk berbagai perasaan dari kondisi tersebut individu dapat
memelihara persahabatan dan keintiman dengan orang lain. Hal ini
dikarenakan perasaan merupakan respon internal individu terhadap aneka
pengalaman yang dijumpat dalam kehidupan. Menurut Johson terdapat 5
tahapan pengungkapan perasaan yakni paling tidak dalam setiap komunikasi
terjadi yakni mengamati, menafsirkan, mengalami perasaan tertentu,
menanggapi, dan mengungkapkan perasaan. Jika perasaan tersebut tidak dapat
diungkapkan dapat berdampak sebagai hambatan dalam proses komunikasi
yang dapat menimbulkan masalah seperti tidak terampil atau ketidakmampuan
dalam mengungkapkan perasaan, sulitnya dalam memahami dan mengatasi
masalah, menciptakan masalah dalam suatu hubungan, menimbulkan
penyimpangan, ketidaktegasan yang berujung adu kuasa contoh antara ibu dan
anak serta sebagainya (Supraktiknya, 1995).
Tingkat komunikasi dari yang terendah dimulai dari basa basi atau yang
umumnya terjadi pada dua orang yang bertemu secara kebetulan. Tingkat
selanjutnya membicaraka orang lain yakni sudah saling menanggapi satu sama
lain. Lalu, tingkat menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai saling
membuka diri, mengungkapkan diri walau hanya sebatas aspek kognitif.
Tingkat hati atau perasaan dimana menjadi hal yang menjadi pembeda bagi
maisng-masing individu, dan tingkat tertinggi atau puncaknya adalah
hubungan puncak yang ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, dan saling
percaya yang menjadi sifat mutlak dari kedua pihak serta umumnya terjadi
dalam hubungan suami dan istri (Supraktiknya, 1995).
Pertemuan 6
1. Komunikasi Verbal
Aristoteles merupakan filsuf Yunani yang pertama dalam mengkaji
mengenai komunikasi dan juga orang pertama yang merumuskan model
komunikasi verbal. Untuk unsur yang dikemukankan oleh Aristoteles adalah
pembicara, pesan, dan pendengar (Nuraflah et al., 2019). Umumnya
komunikasi dimaksud sebagai tingkah laku seseorang baik secara verbal
maupun non-verbal yang ditanggapi oleh orang lain dalam mengungkapkan
pesan tertentu. Dalam proses komunikasi setidaknya dua orang saling
mengirimkan lambang yang memuat makna tertentu dalam bentuk verbal
seperti kata-kata yang disampaikan melalui lisan ataupun tulisan. Dalam
proses komunikasi verbal menjadi salah satu jenis komunikasi dengan cara
yang terbaik dalam menyatakan pikiran, perasaan, harapan dan lainnya kepada
orang lain. Selain itu juga, pada pesan verbal dapat merepresentasikan
berbagai hal yang ada pada diri individu tersebut.
Adapun pelaksanaannya dibagi menjadi 3 cara antara lain lisan atau vocal,
non-vocal berupa tulisan, dan gambar. Pada komunikasi lisan umumnya bisa
dilakukan melalui percakapan interpersonal face to face dan percakapan
interpersonal melalui media seperti telepon, radio atau alat komunikasi
lainnya. Lalu, komunikasi non vocal berupa tulisan merupakan bentuk
komunikasi yang dilakukan oleh komunikator pada pesan yang dikirimkan
dalam bentuk simbol yang dituliskan di atas kertas atau menggunakan media
tertentu yang memungkinkan pesan tersebut dibaca oleh komunikan. Contoh
dari komunikasi tulisan seperti surat atau E-mail, memo, buku petunjuk,
brosur, dan lainnya. Kemudian, metode gambar berfungsi untuk membantu
memperjelas maksud yang disampaikan oleh komunikator secara lisan
maupun tulisan seperti poster, grafik, peta, film, slide, foto, dan sebagainya
(Muhammad, 2009; Suranto, 2010)
Adapun hal penting yang perlu diperhatikan dalam komunikasi tulisan
atau non vocal adalah tampilan dan kata-kata yang digunakan karena hal
tersebut dapat menjadi cerminan secara personal pengirimnya. Menurut Lewis
(dalam Muhammad, 2009) terkait beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
yakni ketepatan dalam menulis pesan, keringkasan isi pesan, kelengkapan isi
pesan, kejelasan isi pesan, dan kesopansantunan. Dengan harapan komunikasi
dapat berlangsung efektif dan komunikator maupun komunikasi memiliki
pengalaman dan pemaknaan yang sama terhadap pesan verbal tersebut.
Lalu beberapa hambatan dalam komunikasi seperti komunikator saat
melakukan interpretasi pada gagasan, perasaan, dan tujuannya atau lainnya
berada dalam kondisi gugup, speechless, dan sebagainya yang umum terjadi
saat individu terlalu senang maupun marah. Individu ketika melakukan
encoding melupakan istilah atau konsep dimana ingin mengatakan hal tersebut
namun, tidak tahu bagaimana mengatakannya dan ada juga komunikan yang
terbatas dalam melakukan decoding. Selain itu, keterbatasan fisik dan
hambatan pada media atau saluran komunikasi juga keterbatasan pemahaman
maupun pengetahuan komunikan saat melakukan fungsi intpretasi dari pesan
yang disampaikan oleh komunikator (Vardiansyah, 2004). Secara khusus juga
bahwa komunikasi verbal yang paling banyak digunakan untuk tujuan
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran dan lainnya namun, ada
kekurangan berupa komunikasi lisan terkadang didominasi oleh satu pihak
dan kadang hanya bersifat satu arah atau pesan hanya mengalir dari pengirim
pesan. Sedangkan, penting juga untuk melakukan komunikasi dua arah agar
komunikan dapat dengan yakin dalam menafsirkan dan menerima pesan yang
diterimanya (Nuraflah et al., 2019).
Pertemuan 7
1. Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi Non-verbal adalah proses komunikasi yang berkebalikan dari
komunikasi verbal dimana perbuatan berbicara lebih banyak dari kata-kata dan
juga setiap bentuk tingkah laku manusia yang langsung dapat diamati oleh
orang lain dan mengandung informasi tertentu mengenai pengirimnya
(Supratiknya, 1995). Selain itu contoh atau bentuk non-verbal antara lain
ekspresi wajah maupun gerak gerik tubuh seperti gerak tangan, pelukan, sikap
tubuh, cara duduk, sentuhan dan sebagainya. (Johnson, dalam Supraktinya,
1995; Rakhmat, 2009). Adapun ciri atau karakteristik dari perilaku non verbal
yakni merupakan kebiasaan atau secara otomatis tanpa disadari, berfungsi
mengungkapkan perasaan yang sebenarnya walau melalui bahasa seringkali
berkebalikan, sarana utama dalam mengungkapkan emosi yang membantu
dalam memahami secara menyeluruh materi komunikasi yang dilakukan,
maknanya dapat saya berbeda karena perbedaan budaya atau nilai, dan
memiliki makna yang berbeda antara individu yang lain atau individu sama
namun waktunya berbeda. Berdasarkan 2 ciri terakhir yang dijelaskan bahwa
komunikasi non-verbal disebut juga dengan idionsiktratik atau komunikasi
yang bersifat sangat pribadi dan harus selalu dimaknai sesuai konteksnya.
Walaupun sering dianggap juga sebagai makna sementara sampai individu
mendapatkan kepastian atau konfirmasi dari yang bersangkutan.
Fungsi fungsi dari pesan non verbal terdiri dari 5 yakni repetisi, subsititusi,
kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi. Misal arti penting dari komunikasi
non-verbal yaitu faktor-faktor non-verbal sangat menentukan makna dalam
komunikasi interpersonal, perasaan dan emosi lebih cermat jika disampaikan
secara non-verbal, pesan non-verbal menyampaikan makna yang relative
bebas dari penipun, distorsi, dan lainnya, selain itu pesannya mempunyai
fungsi memberi dan menjelaskan informasi tambahan dengan tujuan mencapai
komunikasi yang berkualitas tinggi, pesan non-verbal jauh lebih efisien jika
dibandingkan dengan pesan verbal, dan terakhir yang keenam bahwa pesan
non-verbal menjadi sarana sugesti paling ampuh (Rahmat, 2009).
REFERENSI
Devianti, R. (2017). Psikologi Komunikasi.
Julianto, B., & Agnanditiya Carnarez, T. Y. (2021). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Organisasi Professional: Kepemimpinan, Komunikasi
Efektif, Kinerja, Dan Efektivitas Organisasi (Suatu Kajian Studi Literature
Review Ilmu Manajemen Terapan). Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, 2(5),
676–691. https://doi.org/10.31933/jimt.v2i5.592
Kehoe, D. (2011). Effective Communication Skills. THE GREAT COURSES.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11026_15
Kusuma, A. (2016). Pengantar Komunikasi Antar Budaya. In CHANNEL: Jurnal
Komunikasi (p. 6).
Lubienetzki, U., & Lubienetzki, H. S. (2020). How We Talk to Each Other- The
Messages We Send With Our Words and Body Language. Springer.
Maryam, E. W., & Paryontri, R. A. (2020). Psikologi Komunikasi. UMSIDA
Press. https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+artikel+ilmiah&btnG=
Nuraflah, C. A., Luthfi, M., & Muya Syaron Iwanda. (2019). Komunikasi Verbal
dan Nonverbal Stategi dalam Menghindari Konflik.
Pearson, J. C., Nelson, P. E., Titsworth, S., & Harter, L. (2011). Human
Communication. Mcgraw Hill.
Pratidina, P. A. O., Marheni, A., & Tondok, M. S. (2022). Peran Kontrol Diri
sebagai Mediator Hubungan Komunikasi Efektif Orang Tua Remaja dengan
Agresivitas Remaja The Role of Self-Control as a Mediator between
Effective Parent-Adolescent Communication and Adolescent
Aggressiveness. Psikologika, 27(1), 73–88.
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol27.iss1.art6
Riani. (2021). Komunikasi Efektif. Pustaka Taman Ilmu.
Supratman, L. P., & Mahadian, A. B. (2016). Psikologi Komunikasi. Deepublish.
Suryani, W. (2013). Komunikasi Antarbudaya yang Efektif. Dakwah Tabligh,
14(1), 91–100.
Utami, W. (2017). STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MEMPERBAIKI
KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DI NGANJUK. Journal An-Nafs,
2(2), 140–153.
Jurnal Psikologika
Tahun 2022
Pratidina, P. A. O., Marheni, A., & Tondok, M. S. (2022). Peran Kontrol Diri
sebagai Mediator Hubungan Komunikasi Efektif Orang Tua Remaja dengan
Agresivitas Remaja The Role of Self-Control as a Mediator between
Effective Parent-Adolescent Communication and Adolescent
Aggressiveness. Psikologika, 27(1), 73–88.
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol27.iss1.art6