Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH DASAR-DASAR KOMUNIKASI

KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL

Oleh:
INDAH ZIAN NINGRUM
1906124524

Dosen pengampu:
Roza Yulida, S.P., M.Si.

LABORATORIUM ANALISIS HASIL PERTANIAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,taufik,
serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak
lupa pula shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada keharibaan junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman terang-benderang. Adapun makalah yang akan dibahas yaitu dengan judul
“Komunikasi Kelompok Kecil”.

Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah


ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat
diharapkan guna penyempurnaan makalah ini dan sebagai bahan acuan untuk
kedepannya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pekanbaru,31 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri


ini yang mendorongnya untuk selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam
kelompok. Naluri berkelompok itu juga yang mendorong manusia untuk menyatukan
dirinya dengan kelompok yang lebih besar dalam kehidupan di sekelilingnya, bahkan
mendorong manusia menyatu dengan alam. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka
setiap manusia melakukan proses yang dinamakan adaptasi. Adaptasi dengan kedua
lingkungan tadi manusia lain dan alam sekitarnya dapat melahirkan struktur sosial
baru yang disebut dengan kelompok sosial.

Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau


kesatuan-kesatuan manusia yang umumnya secara fisik relatif kecil yang hidup secara
guyub. Ada juga beberapa kelompok sosial yang dibentuk secara formal dan memiliki
aturan-aturan yang jelas (Bungin, 2006:43-44).

Sebagaimana kenyataannya, bahwa manusia pada awalnya lahir dalam


kelompok formal-primer yaitu keluarga, di mana kelompok ini disebut sebagai salah
satu dari jenis kelompok kecil yang paling berkesan bagi setiap individu. Isolasi
kehidupan individu dalam keluarga tak bertahan lama, karena seiring dengan
perkembangan fisik, intelektual, pengalaman, dan kesempatan, individu mulai
melepas hubungan-hubungan keluarga dan memasuki serta menyebar untuk
menjalankan berbagai kegiatannya dan bertemu dengan manusia lain yang memiliki
kesamaan tujuan, kepentingan, dan berbagai aspirasi lainnya. Dalam proses pelepasan
tersebut, kemudian membentuk kelompok lainnya, individu terus beradaptasi. Di
dalam kelompok, masing-masing anggota berkomunikasi, saling berinteraksi, dan
saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Sikap seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh “pembawaan” saja, tetapi juga
dipengaruhi kelompok rujukan yang identifikasi mereka. Kelompok menentukan cara
kita berbicara, berpakaian, bekerja dan juga keadaan emosi. Komunikasi kelompok
digunakan untuk bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh sikap &
perilaku, mengembangkan kesehatan jiwa dan meningkatkan kesadaran.

Dalam proses pelepasan tersebut, kemudian membentuk kelompok lainnya,


individu terus beradaptasi. Di dalam kelompok, masing-masing anggota
berkomunikasi, saling berinteraksi, dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya
1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi kelompok kecil?


2. Apa saja klasifikasi kelompok?
3. Apa saja karakteristik komunikasi?
4. Apa pengaruhnya kelompok pada perilaku komunikasi?
5. Apa Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi dinamika kelompok?
6. Apa fakor yang mempengaruhi keefekifan kelompok?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun beberapa tujuan penulisan yang terdapat dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui komunikasi kelompok kecil.


2. Mengetahui klasifikasi kelompok.
3. Mengeahui karakteristik kelompok.
4. Mengeahui pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok.
6. Mengetahui fakor yang mempengaruhi keefektifan kelompok.

4
BAB II

PAMBAHASAN

2.1 Pengertian kelompok kecil

Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap
muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan
mengatur sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan
sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka.

Pengertiaan kelompok tersebut termasuk dalam definisi kelompok kecil,


karena dengan jumlah anggota yang kecil memungkinkan semua anggota bisa
berkomunikasi secara relatif mudah, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima
informasi. Para anggota dapat mengatur pertemuan tatap muka, dapat saling
berhubungan satu sama lain dengan tujuan yang sama, dan memiliki struktur di antara
mereka.

Kelompok tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan komunikasi. Komunikasi


merupakan dasar semua interaksi manusia dan untuk semua fungsi kelompok. Setiap
kelompok harus menerima dan menggunakan informasi dan proses ini terjadi melalui
proses komunikasi. Karena pada hakekatnya kelompok terdiri dari dua atau lebih
individu yang saling berhubungan, saling bergantung dan berinteraksi antara satu
dengan lainnya, untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Interaksi
tersebutKelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy
Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi,
kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk
mengambil suatu keputusan.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa


orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan
sebagainya (Anwar Arifin, 1984).

Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi


kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan
tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan
masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat.

4
Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni
adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan
memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

Menurut shaw kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat
mempengaruhi satu sama lain ,memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain
,berinteraksi untuk beberapa tujuan ,mengambil peranan terikat satu sama lain dan
berkomunikasi tatap muka dilakukan melalui kegiatan komunikasi.

Komunikasi kelompok kecil (small group communication) merupakan


komunikasi yang berlangsung secara tatap muka karena komunikator dan komunikan
berada dalam situasi saling berhadapan dan saling melihat. Para anggotanya saling
berinteraksi satu sama lain dan lebih intens.

Para psikiater mendapatkan komunikasi kelompok sebagai wahana untuk


memperbaharui kesehatan mental. Para ideologi juga menyaksikan komunikasi
kelmpok sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran politik-ideologis. Minat yang
tinggi ini telah memperkaya pengetahuan tentang jenis kelompok dan pengaruh
kelompok pada perilaku.

Maka di dalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang kelompok dan
pengaruhnya para pelaku komunikasi yang berkaitan dengan klasifikasi kelompok
dan pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi.

2.2 Klasifikasi Kelompok

Tidak semua kerumunan orang disebut kelompok. Orang–orang yang


berkumpul diterminal bus, di pasar, di halte dan lain–lain disebut sebagai
agregat. Supaya agregat menjadi kelompok di perlukan kesadaran dari anggota
kelompok akan ikatan yang sama memperlakukan mereka. Kelompok mempunyai
tujuan dan organisasi (tidak selalu formal), dan melibatkan nintraksi diantara angota–
angotanya.

Kelompok mempunyai dua tanda psikpologis, yaitu :

1. Angota- angota kelompok merasa terikat dengan kelompok (ada sense of


belonging) yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota.
2. Hasil anggota kelompok saling tergantung sehingga hasil setiap orang terkait
dalam cara tertentu dengan cara yang lain.

Ahli psikologi membagi empat dikotomi kelompok:

4
1. Kelompok primer dan kelompok sekunder
Kelompok  primer adalah suatu kelompok dimana anggotanya merasa
sangat dekat dan merasa adanya kekeluargaan, adanya ikatan yang kuat antara
anggota kelompok. Contoh kelompok ini yaitu: keluarga, kawan sepermainan,
hubungan dengan tetangga, dan lain-lain
Sedangkan kelompok skunder adalah kebalikan dari kelompok primer,
yaitu hubungan antara anggotanya tidak akrab, tidak personal, dan tidak
menyentuh hati kita. Yang termasuk kelompok ini yaitu organisasi massa dan
serikat buruh, dan organisasi- organisasi lainnya.

Perbedaan kelompok primer dan kelompok skunder dari karakteristik komunikasinya:

a. Kualitas komunikasi primer bersifat dalam dan meluas, yaitu


menembus kepribadian yang paling tersembunyi, menyingkap unsur –
unsur yang biasa ditampakkan pada suasana privat saja (backstage)
b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal,dan ini tidak
dapat dipindahkan,  dan pada kelompok sekunder bersifat non
personal.
c. Komunikasi pada kelompok primer lebih menekankan aspek
hubungan dari pada aspek isi. Dan kelompok sekunder kebalikannya
d. Komunikasi primer bersifat ekspresif
e. Komunikasi primer bersifat informal
2. Kelompok ingrup dan outgroup
Ingroup adalah kelompok kita, dan outgroup adalah kelompok mereka.
Ingroup bisa bersifat primer maupun sekunder. Keluarga adalah ingroup yang
bersifat primer,dan fakultas adalah ingroup yang bersifat sekunder. Kelompok
ingroup tidak selama nya menganggap outgroup itu saingan mereka, tapi
adakalanya mereka bisa saling bersama, hal ini dapat terjadi bila antar
kelompok mempunyai tujuan dan maksud yang sama.
Contohnya: bila ada dua kelompk yang awal nya saling bertentangan,
dan suatu ketika mereka dihadapkan dalam suatu keadaan yang mengharuskan
mereka bekerja sama, dan hal ini lah yang menyebabkan pandangan negative
terhadap outgroup bisa berubah menjadi positif, dan membuat mereka bisa
bekerjasama.
Dalam mendamaikan antara dua orang yang bermusuhan / berbeda
maka hadapkan lah mereka pada musuh mereka, misalnya mendamaikan
anggota keluarga yang saling bermusuhan maka hadapkanlah mereka kepada
musuh mereka misalnya tetangga mereka.  Bung karno dapat mendamaikan
bangsa Indonesia dengan mengahadapkan mereka kepada belanda.
3. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan

4
Kelompok rujukan yaitu kelompok yang digunakan sebagai rujukan
atau standar untuk menilai diri sendiri atau menentukan sikap. Bila kelompok
rujukan dijadikan teladan untuk mengambil sikap, maka ini disebut kelompok
rujukan positif, dan bila kelompok rujukan dijadikan sebagai teladan untuk
tidak bersikap, maka ini dinamakan kelompok rujukan negative.
Menurut teori kelompok rujukan, kelompok rujukan mempunyai
beberapa fungsi :
a. Fungsi kompratif: mengambil sikap dengan menggunkan landasan,
misalnya kita menjadikan islam sebagai landasan untuk mengambil
sikap.
b. Fungsi normative : mengambil sikap sesuai denagn yang telah
ditentukan oleh tempat penagmbilan sikap (landasan), misalnya Islam
memberikan norma-norma dan aturan yang harus diikuti.
c. Fungsi perspektif: menelaah dari fungsi normative, misalnya islam
memberikan kepada kita untuk bagaimana memandang dunia, dan cara
mendefinisikan sesuatu dll.

Cara menggunakan kelompok rujukan dalam persuasi:

a. Jika kita mengetahui kelompok rujukan khalayak kita, hubungkanlah


pesan kita dengan kelompok rujukan itu, dan fokuskanlah perhatian
kita kepadanya, dan bila ingin pesan kita diterima, maka gunakanlah
kelompok rujukan positif untuk mendukung pesan kita.
b. Dalam menyampaikan pesannya komunikator harus berhati – hati
dalam memperhitungkan relevansi dan nilai kelompok rujukan yang
lebih tepat bagi kelompok tertentu.
c. Menggunakan standar perilaku
Kadang – kadang kita harus Gunakan kutipan kelompok rujukan
positif secara langsung dalam pesan, untuk menimbulkan efek yang
positif dari khalayak.
4.  Kelompok deskriptif dan perskriptif  
Deskritif menunjukan klasifikasi kelompok dengan melihat proses
pembentukannya secara alamiah.Kelompok preskriptif mengklasifikasikan
kelompok menurut lagkah– lagkah rasional yang harus dilewati oleh setiap
anggota kelopok untuk mencapai tujuannya.

4
Klasifikasi kelompok deskriptif berdasarkan tujuan :

Nama kelompok Tujuan

Sepintas Bermain

Pertemuan Pertumbuhan dan interpersonal

Penyadar Identitas social poilitik yang


baru
Katarsis
Melepaskan perasaan
Belajar
Pencerahan intelektual
Tugas
Kerja

Akhir-akhir ini para ali komunikasi membaginya menjadi 3 kelompok saja, yaitu :

a. Kelompok tugas  bertujuan memecahkan masalah misalnya tranpalantasi


jantung, atau merancang kampanye politik.
b. Kelompok pertemuan adalah kelompo yang menjadikan diri mereka sebagai
acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggta berusaha belajar tentang dirinya.
Contohnya kelompok terapi di Rumah Sakit jiwa, kelompok eksekutif yang
pergi ketepi pantai untuk mengikuti latihan sensitifitas.
c. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama yaitu menciptakan identitas
social politik yang baru contohnnya kelompok revolusioner Amerika Serikat.

Klasifikasi kelompok perspektif

a. Kelompok Diskusi Meja Bundar, disebut kelompok meja bundar


karena susunan tempat duduk yang bundar, yang nantinya susunan
tempat duduk ini menyebabkan komunikasi yang bebas diantara
anggota kelompok. Susunan ini biasanya digunakan untuk diskusi
yang sifatnya terbatas. Dengan posisi seperti ini maka arus komunikasi
terjadi dari semua arah. Berbeda dengan diskusi yang diadakan segi
empat, bila seperti ini diskusi selalu lewat pemimpin. Meja bundar
memungkinkan individu untuk berbicara kapan saja tanpa ada agenda
yang tetap. Meja yang bundar mengisyaratkan waktu yang tidak
terbatas dan kesempatan yang sama untuk bertisipasi.

4
b. Kelompok Symposium adalah serangkaian pidato pendek yang
menyajikan berbagai aspek dai sebuah topik atau posisi yang pro dan
kontra terhadap maslah yang controversial, dalam format diskusi yang
sudah dirancang sebelumnya. Symposium dimasudkan untuk
menyajikan informasi untuk dijadikan sumber rujukan khalayak dalam
mengambil keputusan pada waktu yang akan datang.
c. Kelompok Diskusi panel adalah frmat khusus yang anggota-anggota
kelompoknya berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui
seorang mediator, diantara mereka sendiri dan hadirin, tentang
masalah yang controversial. Diskusi panel digunakan untuk
mencipatakan suasana komunikasi kelompok yang informal,
mengidentifikasikan masalah yang harus ditelaah dan diteliti,
memberikan pengertian kepada khalayak tentang bagian-bagian
permasalahan, menghimpun berbagai fakta dan pandangan dalam
kerangka diskusi.
d. Kelompok Forum adalah waktu Tanya jawab yang terjadi setelah
diskusi terbuka misalnya symposium.
e. Kelompok Kolokium adalah sejenis format diskusi yang memberikan
kesempatan kepada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan
pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seseorang atau beberapa
orang ahli.
f. Kelompok Prosedur parlementer adalah format diskusi yang secara
ketat mengatur peserta diskusi yang besar pada periode waktu yang
tertentu ketika sejumlah keputusan yang harus dibuat.

2.3 Karakeristik Komunikasi

Ada beberapakarakteristik dari kelompok kecil, yang pertama, mempermudah


pertemuan ramah tamah, yang kedua adalah personaliti kelompok. Bila sekelompok
orang datang bersama maka mereka membentuk identitas sendiri yang menjadikan
personality kelompok, karakteristik yang ketiga adalah kekompakan, yaitu daya
tarikan anggota kelompok satu sama lain dan keinginan mereka untuk bersatu,
karakteristik yang ke empat adalah komitmen terhadap tugas. Aktifitas individu
lainnya dalam kelompok yang dekata hubungannya dengan komitmen adalah
motivasi.Karakteristik yang kelima adalah besarnya kelompok, kelihatannya cukup
sederhn tapi besarnya kelompok itu mempunyai beberapa pencabangan penting dalam
kelompok. Kemudian norma kelompok, adalah aturan dan pedoman yang digunakan
oleh sekelompok itu sendiri, maupun beberapa factor eksternal di luar kelompok.
Saling bergantung sama lain. Yang paling penting anggota kelompok tergantung satu
sama lain untuk beberapa tingkatan tertentu, dan paling kurang pada seorang lainnya.

4
2.4 Pengaruhnya Kelompok pada Perilaku Komunikasi

Pengaruh kelompok dipengaruhi karena reaksi sejumlah orang yang


menyaksikan perilaku komunikasinya. Perubahan perilaku individu terjadi karena apa
yang lazim disebut dalam psikologi sosial sebagai pengaruh soail (social influence).
“social influence occurs whenever our behavior, feelings, or attitude are altered by
what others say or do”, begitu defenisi baron dan byrne (1979: 253).

Disini, kita akan mengulas tiga macam pengaruh kelompok: konformitas,


fasilitas sosial, dan polarisasi.

1. Konformitas
Menurut kiesler dan kiesler (1969), konformitas adalah perubahan
perilaku atau kepercayaan menuju (normal) kelompok sebagai akibat tekanan
kelompok yang real atau yang dibayangkan.

Penelitian paling tua tentang konformitas dilakukan oleh moor (1921).


Moore meminta pendapat para mahasiswa tentang sejumlah hal. Misalnya,
mereka disuruh membaca pasangan kalimat dalam bahasa inggris, dan diminta
untuk menentukan mana kalimta yang benar. Kelompok yang sama juga harus
menilai mana yang paling jelek secara etis diantara beberapa pasangan
perilaku (e.q: antara penghianatan pada sahabat” dengan “memperkaya diri
dengan cara yang haram”). Setelah dua setengah bulan, mereka disuruh lagi
menilai hal yang sama, tetapi kali ini didahului dengan pemberitahuan
mengenai pendapat mayoritas anggota kelompok. sepert   sudah diduga,
banyak diantara mereka mengubah pendapatnya karena desakan suara
mayoritas.

Dari contoh diatas cukup kuat bukti bahwa kelompok memang dapat
mempengaruhi penilaian atau pendapat kelompok tentang stimulus tertentu
(misalnya, pesan komunikasi). Mungkinkah kita dapat menekan individu untuk
menerima suatu gagasan betapapu salahnya dengan “sugesti” mayoritas? Disamping
ada rasa ngeri pada kekuatan kelompok dalam “mencuci otak” anggotanya, para
psikolog melihat kelemahan pada generalisasi penelitian diatas.

Mereka menemukan kenyataan bahwa semua penelitian menggunakan situasi


yang ambigu dan tidak jelas. Pada moore, subjek sudah lupa lagi pada penelitian
terdahulu, dan kalimat-kalimat yang dinilai memang mengundang berbagai
penafsiran.

4
Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas. Betulkah kita dapat
mempengaruhi orang bersepakat dengan memanipulasikan tekanan kelompok?
Betul, dengan mempertimbangkan beberapa persyaratan. Konformitas tidak
sederhana yang diduga orang. Dalam paradigma buku ini, konformitas adalah produk
interaksi antara faktor-faktor personal. Faktor-faktor situasional yang menetukan
konfomitas adalah kejelasan situasi, konteks situasi, cara menyampaikan penilaian,
karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok, dan tingkat kesepakatan kelompok.

Pada tahun 1954, leon festinger menjelaskan gejala konformitas dengan nteori
perbandingan sosial (social comparison theory). Dalam diri kita, kata festinger, ada
dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan kita. Kita tidak ingin kelihatan
salah di hadapan orang banyak.

Untuk menghindari bencana sosial, kita selalu mencari bukti yang relevan.
jadi festinger menegaskan pengaruh sosial informasi. Untuk beberapa hal, bukti
mudah kita peroleh di dunia fisik. Jika anda tidak yakin apakah hari ini hari kamis,
anda dapat mengeceknya pada koran pagi. Jika anda ragu apakah anda dapat
melakukan lima belas push-up, anda dapat mencobanya dilantai. Tetapi untuk
kebanyakan pendapat, persepsi, dan kemampuan kita, tidak ada cara yang objektif
dan nonsosial untuk mnilai diri kita. Yang bisa kita lakukan ialah melihat kepada
orang lain. Jika anda tidak yakin apakah surga dan neraka ada, anda mencari apa yang
dikatakan atau telah ditulis oleh orang lain.

Jika anda tidak yakin kemampuan anda bernyanyi, anda mintak orang lain
mendengarkan anda dan memberikan umoan balik. Karena kita sangat bergantung
pada respons orang lain, kenyataan sosial menjadi sama pentingnya, kadang-kadang
lebih penting dari kenyataan fisikal. Bila orang dihadapkan pada norma yang terus
berubah dalam masyarakat yang kompleks, mereka menengok kepada orang
disekitarnya untuk mentukan bagaimana mereka memberikan respons.

Konteks situasi juga mempengaruhi  konformitas. Ada situasi yang


menghargai konformitas, disamping siatuasi yang mendiring kemandirian.
Kecendrungan untuk konformitas akan terjadi lebih besar pada situasi pertama
ketimbang situasi kedua. Teori behaviorisme tentang ganjaran dan hukuman
menjelaskan gejala ini. Jika anda tau orang akan lebih menyukai anda bila anda
sepakat dengan pendapat dan keyakinan mereka, anda akan cendrung melakukan
konformitas pada kelompok mereka pada waktu yang akan datang.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengaruh norma kelompok pada


konformitas anggota-anggotanya bergantung pada ukuran mayoritas anggota
kelompok yang menyatakan penilaian. Sampai tingkat tertentu, semakin besar

4
ukurannya, semakin tinggi tingkat konformitas. Ada ukuran tertentu yang memadai
untuk mempengaruhi konformitas. Lebih dari itu, orang tidak terpengaruh lagi. Lagi
pula, siapa yang menyatakan penilaian juga harus dipertimbangkan. Anda sendirian
memeprtahankan keyakinan anda dalam sebuah rapat.

Kemudian ada anggota lain menyatakan dukungan pada pendapat anda.


Sayangnya, anggota itu dikenal sebagai anggota terbodoh dalam kelompok anda.
Apakah anda akan terdorong untuk mempertahankan pendapat anda atau sebaliknya?
Allen dan levine (1971) mencoba menjawab pertanyan ini dengan experimen yang
menarik . subjek experimen haru menjawab tes visual.

Konfederet menyatakan penilaian yang berbeda. Pada kelompok yang


pertama, ia didukung oleh seorang suporter yang nonvalid (yakni, berkaca mata tebal
untuk menunjukkan kemampuan melihat yang rendah); pada kelompok kedua, ia
didukung oleh suporter yang valid (yakni, tidak berkaca mata dan tampak sanggup
melihat dengan jelas); dan kelompok ketiga, anggota-anggota kelompok semua tidak
sepakat dalm memberikan jawaban yang salah. Hasilnya, konformitas semakin
bekurang secara berurutan. Jadi, betapaun tidak validnya, dukunagn itu membentu
orang untuk melawan konformitas.

Disamping faktor-faktor situasional, beberapa faktor personal erat kaitannya


dengan konformitas usia, jenis kelamin, stabilitas emosional, otoritarianisme,
kecerdasan, motivasi, dan harga diri. Pada umunya, semakin tinggi usia anak,
semakin mandiri ia, semakin tidak bergantung dengan orang tua, dan semakin kurang
kecendrungannya untuk konformitas. Dan semakin tinggi kecerdasan, semakin
kurang kecendrungan ke arah konformitas.

Motif afilasi mendorong konformitas. Motif berprestasi, motif aktualisasi diri,


dan konsep diri yang positif menghambat konformitas. semakin tinggi hasrat
berprestasi seseorang, semakin tinggi kercayaan dirinya, semakin sukar ia
dipengaruhi oleh tekanan kelompok.

2.    Fasilitas social

            Fasilitas (dari kata prancis facile, artinya “mudah”) menunjukkan kelancaran 


atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok memepenagruhi pekerjaan
sehinga terasa menjadi lebih “mudah”.

            Pada tahun 1924, floyd alport menemukan bahwa fasilitas sosial tidak selalu
memudahkan pekerjaan. Kehadiran kelompok bersifat fasilitatif bila pekerjaan yang
dilakukan berupa pekerjaan yang dilakukan berupa pekerjaan keteampilan yang

4
sederhana. Sebaliknya, kelompok mempersukar pekerjaan bila pkerjaan itu berkenaan
dengan nalar dan peniliaian. Lagi pula, allport dibungkan oleh adanya banyak orang
yang secara konstan mengalami penurunan prestasi bila bekerja ditengah-tengah
kelompok.

Robert zajonc (19650 meninjau kembali berbagai penelitian ini dan mencoba
menjelaskan hasil yang tidak konsisten ini dengan teori “drive” menurut teori ini
kehadiran orang lain diaggap menimbulkan efek pembangkit energi pada perolaku
individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang
yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan
dikeluarkannya respons yang dominan.

Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan
itu adalah respon yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu
adalah respon yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah,
respon dominan adalah respon yang benar; karena itu peneliti-peneliti terdahulu
melihat kelompok memeprtinggi kualitas kerja individu. Untuk menghafal pelajaran
baru, respon dominan adalah respon yang salah. Kareana itu, kelompok dapat
mengurangi kualitas kerja individu.

Zajonc berhasil mengatasi kemelut inkonsistensi pada penelitian sebelumnya.


Tetapi juga mengundang masalah baru untuk penilaian yang akan datang. Apakah
fasilitas sosial terjadi karena semata-mata kehadiran anggota-anggota kelompok atau
karna merasa diawasi dan nilai oleh kelompok.

Mengulangi penelitian zajonc dan sales dalam tiga situasi yaitu:

1. sendirian didalam ruangan eksperimental


2. dihadapan orang lain yang matanya tertutup
3. di hadapan dua orang lain yang menyatakan tertarik untuk menonton
perbuatan subjek.

Seperti sudah diduga, fasilitas sosial terjadi pada situasi ketiga. Banyak
peneliti menyimpulkan dengan menunjukkan situasi tambahan: subjek diberitahu
bahwa perilakunya bukan saja diawasi, tetapi juga dinilai oleh kelompok. Ternyata,
disinipun, pretasi pekerjaan subjek meningkat. Kenyataan inilah yang mampu
menjelaskan mengapa pidato seseorang lebih baik setelah tau bahwa diantara hadirin
ada kekasihnya.

4
3.    Polarisasi

Risky shift atau geseran resiko adalah geseran menuju polarisasi. Yang terjadi
dalam kelompok sebenarnya begini, bila sebelum diskusi kelompok para anggota
mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelaj diskusi mereka akan
lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para
anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan
menentang lebih keras lagi. Jadi, yang ada dimaksud polarisasi adalah kecendrungan
kearah posisi yang ekstrim.

Polarisasi mengandung beberapa implikasi yang negativ yaitu:

1.  Kecendrungan kearaha ekstrimisme menyebabkan peserta komunikasi menjadi


lebih jauh dari dunia nyata; karena itu, semakin besar peluang bagi mereka untuk
berbuat kesalahan. Produktivitas kelompok tentu menurun. Gejala ini disebut irving
janis sebagai groupthink, yaitu pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompom
yang sangat kohesif dimana anggota-anggota berusaha mempertahankan konsesus
kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi.

2.    Polarisasi akan mendorong ektremisme dalam kelompok gerakan sosial atau


politik. Kelompok seperti ini biasanya menarik anggota-anggota yang memiliki
pandangan yang sama. Ketika mereka berdiskusi, pandangan yang sama ini semakin
dipertegas sehingga mereka semakin yakin dengan kebenarannya. Keyakinan ini
disusul dengan merasa benar sendiri (self-righteousness) dan menyalahkan kelompok
lain. Proses yang sama terjadi pada kelompok saingannya. Terjadilah polarisasi yang
menakutkan diantara bebagai kelompok dan di dalam masing-masing kelompok.

2.5 Fakor yang Mempengaruhi Dinamika Kelompok

Pada dasarnya, dinamika kelompok itu senantiasa selalu dipengaruhi oleh


beragam factor-faktor sebagai pendukungnya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi suatu dinamika kelompok tersebut yaitu diantaranya:

1. Tujuan Kelompok Tujuan dari dinamika kelompok yang pada dasarnya


selalu diinginkan untuk setiap kelompok dalam mecapai tujuan bersama pada suatu
organisasi. Yang diantaranya memiliki fungsi yang sudah ditetapkan yaitu:

a. Sebagai lumbung dari ide yang ingin dilaksanakan.


b. Sebagai ikatan jiwa antara anggota kelompok.
c. Menjadi sasaran dan juga menjadi sumber dari konsep perencanaan
kelompok.
d. Menjadi motivasi dalam mengadakan persaingan/aktivitas.

4
e. Menjadi perangsang untuk mendapatkan kepuasan kelompok.
f. Menjadi arah yang tetap dalam menjalankan tugas kelompok.
2. Interaksi

Suatu proses komunikasi dimana setiap anggota kelompok dalam mempelajari


tujuan harus berdasarkan kesepakatan bersama agar dapat tercapainya tujuan dari
suata kelompok tersebut. adanya solidaritas yang tinggi dan rasa senasib
sepenanggungan diantara anggota kelompok kemungkinan besar akan dapat
mencapai tujuan di dalam kelompok tersebut. Di dalam proses komunikasi harus
memiliki aturan-aturan (norma) dan nilai kelompok. Dalam hal ini norma dan nilai di
dalam 7 kelompok berarti tata interaksi yang disepakati bersama yang mengatur sikap
dan perilaku anggota dalam kelompok, misalnya: apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan anggota dan konsekuensinya yang akan diberlakukan sama bagi
anggota kelompok yang melanggarnya. Setiap kelompok mengerti akan norma, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis sebagai pedoman bagi setiap anggota, bahkan
menjadi jiwa/perekat dalam mencapai tujuan kelompoknya.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok

1. Faktor situasional karakteristik kelompok:


a. Ukuran kelompok

Ukuran kelompok → efektif : 5 orang (Hare, 1952). Hubungan antara ukuran


kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus
diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu
tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja
sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-
anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk,
keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota
berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin
besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong
minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan
pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi,
keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran


kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan
konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok
kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan
sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan

4
kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),
diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.

Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004)
menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan
anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk
mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang
cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan
waktu oleh anggota-anggota kelompok.

b. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai


berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi
kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

c. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok, yaitu kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap
tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins &
Raven, 1964)

Menurut Mc David & Harori (1964), kohesi kelompok diukur dari :

 ketertarikan satu sama lain secara interpersonal


 ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
 sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat pemuas kebutuhan
anggotanya

Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok,


makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam
kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi
menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya
tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah
melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya
tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan

4
Kepemimpinan → yaitu komunikasi yang secara positif mempengaruhi
kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok (Cragan & Wright, 1980).
Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi
kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White
danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter;
demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan
kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis
menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual
dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2. Faktor personal karakteristik kelompok:


a. Kebutuhan interpersonal

William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental


Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok
karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

1. Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).


2. Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
3. Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

b. Tindak komunikasi

Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota


berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun
nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis
tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction Process
Analysis (IPA).

c. Peranan

Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok


dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang
lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang
menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat,

4
2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan
sebagai berikut:

1. Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah


atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan
upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang
tercapainya tujuan kelompok.
2. Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan
usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3. Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi kelompok kecil (small group communication) merupakan
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka karena komunikator dan komunikan
berada dalam situasi saling berhadapan dan saling melihat. Para anggotanya saling
berinteraksi satu sama lain dan lebih intens.
Ronald B. Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human
Communication, membagi kelompok kecil dalam tiga tipe, yaitu: Kelompok Belajar

4
(Learning Group), Kelompok Petumbuhan (Growth Group), dan Kelompok
Pemecahan Masalah (Problem Solving Group).
Dinamika kelompok menjadi proses yang bertujuan untuk meningkatkan
nilai-nilai kerjasama diantara kelompok. Artinya metode dan proses dinamika
kelompok ini berusaha menumbuhkan dan membangun kelompok tersebut, yang
semula hanya terdiri dari kumpulan individuindividu yang belum saling mengenal
satu sama lain, dan kemudian menjadi satu kesatuan kelompok dengan satu tujuan,
satu norma dan satu cara pencapaian tujuan yang telah berusaha untuk disepakati
bersama di dalam kelompok tersebut. Adapun yang mempengaruhi dinamika
kelompok terdiri dari tujuan kelompok dan interaksi kelompok.
Dalam sebuah kelompok kerja terdapat struktur yang membentuk perilaku
anggotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan sebagian besar
perilaku individu di dalam kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri. Adapun
variable-variabel sebuah kelompok adalah, kepemimpinan formal, peran dan norma.

3.2 Saran Komunikasi

Kelompok Kecil termasuk dalam komunikasi efektif karena mampu


mengintensifkan komunikasi, oleh karena itu saran kami para kalangan akademisi
banyak membentuk kelompok kecil dengan tujuan mampu memberikan kontribusi
lebih dalam aktivitas sehari-hari baik internal kelompok maupun eksternal.

4
DAFTAR PUSTAKA

Bradley, Jean C. 1990. Communication in The Nursing Context Third Edition. United
State of America: Appleton & Lange.

Jalaluddin, R. 2009. Psikologi Komunikasi, PT. Remaja RosdaKarya:Bandung

Kariyoso. 1994. Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. Jakarta: EGC.

Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh


Analisis Statistik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tamsuri, Anas. 2005. Buku Saku Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC

Uchjana, Onong. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdatarya.

Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai