Anda di halaman 1dari 16

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Konsumtif

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Istilah “perilaku” memiliki arti tanggapan atau reaksi individu terhadap

rangsangan atau lingkungan (KBBI on-line, 2016). Sedangkan “konsumtif”

memiliki arti bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri)

(KBBI on-line, 2016). Jadi perilaku konsumtif adalah, kegiatan individu untuk

mengkonsumsi suatu barang karena rangsangan.

Sedangkan definisi perilaku konsumtif menurut para ahli adalah sebagai

berikt, Dahlan (dalam Sumartono, 2002) perilaku konsumtif adalah suatu perilaku

yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala

hal yang paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-

besarnya, serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh

suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata. Sementara Lubis

(dalam Sumartono, 2002) perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak

lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya

keinginan yang sudah mencapai taraf tidak tifak rasional lagi. Anggarasari (dalam

Sumartono, 2002) memberikan batasan tentang perilaku konsumtif sebagai suatu

tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sehingga


13

sifatnya menjadi berlebihan. Senada dengan Setiadi (2003) bahwa perilaku

konsumtif terjadi ketika konsumen menganut gaya hidup yang menganggap

bahwa materi sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kepuasan.

Kesimpulan dari penjelasan diatas, perilaku konsumtif adalah suatu pola

hidup seseorang atau masyarakat yang berlebihan identik dengan kemewahan.

Sesuatu hal yang dirasa tidak pernah puas dan sifatnya bukan sebuah kebutuhan

pokoknya.

2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

Aspek-aspek perilaku konsumtif menurut, Lina dan Rasyid (1997) :

a. Pembelian Impulsif

b. Pembelian Tidak Rasional

c. Pembelian Boros dan Berlebih

Aspek-aspek perilaku konsumtif menurut, Fromm (1995):

a. Pemenuh Keinginan

Sifat manusia yang tidak pernah puas menjadi pemicu perilaku

konsumtif. Oleh karena itu, dalam mengkonsumsi suatu hal manusia selalu

ingin lebih untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada

kebutuhan akan barang tersebut (Fromm, 1995). Seperti halnya Membeli

produk hanya karena memenuhi keinginan atau mencari kepuasan, membeli


14

produk hanya karena ingin mendapatkan sesuatu : iming-iming hadiah,

potongan harga besar atau murah (Fromm dalam Agustia, 2012)

b. Barang Diluar Jangkauan

Bilamana manusia menjadi konsumtif, tindakan konsumtifnya menjadi

kompulsif dan tidak rasional. Manusia selalu merasa belum lengkap dan

mencari kepuasan akhir dengan membeli barang baru. Manusia sudah tidak

lagi membeli barang tersebut atas kebutuhan atau kegunaan bagi dirinya

(Fromm, 1995). Seperti halnya membeli produk yang harganya diluar batas

kemampuan, berusaha keras membeli produk diluar jangkauan dengan

menggunakan uang saku atau simpanan, hingga meminjam uang. (Fromm

dalam Agustia, 2012)

c. Barang tidak produktif

Jika pengkonsumsian barang menjadi berlebihan maka kegunaan

konsumsi menjadi tidak jelas, sehingga menyebabkan fungsi dari barang

tersebut menjadi tidak produktif.

d. Status

Perilaku individu bisa digolongkan sebagai konsumtif jika ia memiliki

barang-barang lebih karena pertimbangan status. Manusia mendapatkan

barang-barang untuk memilikinya. Tindakan konsumsi itu sendiri tidak lagi

merupakan pengalaman yang berarti, manusiawi dan produktif karena hanya

merupakan pengalaman pemuasan angan-angan untuk mencapai suatu status


15

melalui barang atau kegiatan yang bukan merupakan bagian dari kebutuhan

dirinya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

perilaku konsumtif adalah keinginan untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan

keinginan untuk mencapai kepuasan. Peneliti menggunakan aspek milik Fromm

(1995) karena dinilai paling sesuai dengan kondisi dilapangan berdasarkan hasil

wawancara dan observasi.

3. Faktor-faktor Perilaku Konsumtif

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif, menurut Kotler (2000)

adalah:

a. Faktor budaya

Faktor budaya merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku

pembelian yang mana faktor budaya ini terdiri dari budaya dan kelas sosial.

Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar. Kelas

social adalah pembagian dalam masyarakat yang relatif homogen dan permanen,

yang tersusun secara hirarkis dan yang para anggotanya menganut nilai,

minat, dan perilaku yang serupa.

b. Faktor sosial

Dipengaruhi oleh kelompok acuan, keluarga, dan status sosial. Kelompok

acuan adalah seseorang terdiri dari semua kelompok yeng memiliki pengaruh

langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut.
16

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam

masyarakat, dan anggota para keluarga menjadi kelompok acuan primer yang

paling berpengaruh. Peran dan tatus sosial adalah peran meliputi kegiatan yang

diharapkan akan dilakukan oleh seseorang, masing-masing peran menghasilkan

status.

c. Faktor Pribadi

Usia dan tahap siklus hidup, orang membeli barang dan jasa berbeda-beda

sepanjang hidupnya. Adapun yang mempengaruhi seseorang dalam membeli atau

mengkonsumsi barang dan jasa, yaitu pekerjaan dan lingkungan ekonomi, gaya

hidup, pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat dan

opininya, serta kepribadian dan konsep diri. Kepribadian adalah ciri bawaan

psikologi manusia yang terbedakan yang manghasilkan tanggapan yang relatif

konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Konsep diri

ada tiga yaitu konsep diri aktual (memandang dirinya seperti apa), konsep diri

ideal (memandang dirinya ingin seperti apa), konsep diri orang lain (manganngap

orang lain memandang dirinya seperti apa). Masa remaja adalah masa pencarian

jati diri sehingga pada usia remaja belum mampu mengarahkan jalan hidupnya

kedepan, pergeseran moral juga terlihat pada perilaku remaja saat ini dimana

nilai-nilai sopan santun yang memudar serta tingkatan instensitas beribadahnya

juga sedikit mengalami masalah, hal ini berdasarkan hasil lapangan disekitar

peneliti tentang perilaku remaja. Banyak sekali ditemui remaja masa kini sudah

berdandan mewah, nongkrong di tempat makan terkenal serta sudah mengendarai


17

kendaraan (mobil) mewah. Menurut Burns (1993) remaja yang berperilaku

konsumtif karena ingin menjaga gengsi, atau ingin membuat dirinya terlihat lebih

baik dibanding orang lain.

d. Faktor psikologis

Dimana didalamnya terdapat motivasi, persepsi, dan sikap.Motivasi,

muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen, kebutuhan

sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidak nyamanan antara yang

seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang

dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut. Artinya, motivasi adalah daya dorong yang

muncul dari seorang konsumen yang akan mempengaruhi proses keputusan

konsumen dalam membeli dan menggunakanbarang dan jasa. Persepsi konsumen

adalah proses dimana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan

informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang berarti. Poin utamanya

adalah bahwa persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga

pada hubungan rangsangan terhadap bidang yang mengelilinginya. Sikap

konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen.

Konsep sikap sangat erat kaitannya dengan konsep kepercayaan dan perilaku.

Sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah

disukai atau tidak, dan sikap juga menggambarkan kepercayaan konsumen

terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut.


18

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor budaya, sosial, pribadi, dan

psikologis. Adapun faktor yang dipilih dalam penelitian ini adalah faktor pribadi

dalam poin konsep diri. Karena fenomena konsep diri dinilai dapat mempengaruhi

antara konsep diri seseorang dengan perilakunya dalam mengkonsumsi suatu

barang dan jasa (perilaku konsumtif). Menurut Priamsari (dalam Prawesti dkk

2008), menunjukkan bahwa konsep diri merupakan inti pola kepribadian yang

menjadi pola acuan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya,

dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, konsep diri mempengaruhi perilaku

konsumtif individu karena konsep diri menentukan responsivitas terhadap produk

dan kekuatan pengaruh kelompok.

B. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Istilah “konsep” mempunyai arti gambaran mental dari objek, proses, atau

apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

hal-hal lain (KBBI on-line, 2016). Sedangkan istilah “diri” berarti orang seorang

(terpisah dari yang lain) (KBBI on-line, 2016). Jadi, konsep diri dapat diartikan

sebagai gambaran atau penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri.

Beberapa ahli merumuskan definisi dari konsep diri, menurut Burns (1993)

konsep diri merupakan suatu gambaran campuran dari apa yang dipikirkan

individu, pendapat orang lain mengenai diri individu, dan apa yang individu
19

tersebut inginkan. Sementara itu, Mead (dalam Burns, 1993) menyatakan bahwa

konsep diri sebagai pandangan, penilaian, dan perasaan individu mengenai dirinya

yang timbul sebagai hasil dari suatu interaksi sosial. Hurlock (1990) memberikan

pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang

dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki

individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis,

sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Pernyataan Fitts (dalam Hendriati, 2006)

mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri

seseorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference)

dalam berinteraksi dengan lingkungan. Lebih lanjut Fitts (dalam Hendriati, 2006)

mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap pola tingkah laku

seseorang.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah,

suatu gambaran yang dimiliki seseorang tentang diri individu. Gambaran yang

berpengaruh kuat terhadap pola perilaku.

2. Aspek-aspek Konsep Diri

Menurut Calahoun dkk (dalam Desmita, 2012) konsep diri terdiri dari tiga

aspek, yaitu:

a. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adaah apa yang kita ketahui tentang

diri sendiri atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberikan

gambaran tentang diri saya. Gamabaran diri tersebut pada gilirannya akan
20

membentuk citra diri. Dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri

mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi,

seperti “saya pintar” , “saya cantik”, “saya anak baik”, dan seterusnya.

b. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan atau diri yang

dicita-citakan dimasa depan. Pengharpan ini merupakan diri ideal (self ideal)

atau diri yang dicita-citakan. Cita-cita diri (self ideal) terdiri dari dambaan,

aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa

yang kita inginkan.

c. Penilaian

Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhdapa diri kita

sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau

kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dkk (dalam Desmita,

2012) setiap kita berperan sebagai penilai terhadap diri kita sendiri, menilai

apakah kita bertentangan : 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat

menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya

seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilain tersebut membentuk apa yang

disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai diri kita

sendiri.
21

Serta menurut Berzonsky (1981) menyebutkan untuk dapat melihat

konsep diri seseorang maka dapat dilihat lewat penilaian terhadap dirinya.

Penilaian konsep diri

meliputi:

a. Aspek fisik

Aspek fisik atau material mencakup keseluruhan benda-benda nyata

yang dimiliki individu, seperti tubuh, pakaian, benda-benda materi, mobil

dan lain-lain. Aspek utamanya adalah tubuh, dan gambaran tubuh seseorang

tampaknya menjadi dasar dimana seseorang pada awalnya

mengkonseptualisasikan dirinya.

b. Aspek psikis

Aspek psikologis merupakan kumpulan dari pikiran, perasaan, dan

sikap yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri (proses ego) (Berzonsky,

1981). Pada aspek psikis digolongkan memiliki konsep diri positif apabila

dapat memandang bahagia dirinya, optimis, mampu mengontrol diri dan

memiliki kemampuan, berbeda dengan konsep diri negative yang tidak

memiliki hal tersebut. (Berzonsky dalam Fatimah, 2012).

c. Aspek sosial

Aspek sosial terdiri dari peran yang dimainkan oleh remaja dan

evaluasi tentang seberapa baik atau buruk mereka memerankannya. Peran

dimainkan melibatkan serangkaian harapan social tentang bagaimana

seharusnya seseorang memerankannya dan mencakup seberapa efektif


22

seseorang dalam memenuhi harapan-harapan tersebut (Berzonsky, 1981).

Dikatakan memiliki konsep diri social positif apabila mampu terbuka dengan

orang lain, mudah bergaul, memahami orang lain, merasa diperhatikan, dan

menjaga perasaan orang lain, sebaliknya dikatakan memiliki konsep diri

social negative apabila tidak memberikan perhatian terhadap orang lain dan

pasif terhadap kegiatan social (Berzonsky dalam Fatimah, 2012)

d. Aspek moral

Aspek moral mencakup nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang

mengartikan dan mengarahkan hidup seseorang. Beberapa pertanyaan yang

dilontarakan remaja seperti “apa itu hidup?”; “apa yang saya yakini?”; “apa

yang ingin saya lakukan dengan hidup saya?” pertanyaan-pertanyaan seperti

itu mengimplikasikan perhatian yang lebih dari sebuah penerimaan terhadap

sesuatu yang dianggap konvensional seperti peran, tujuan, dan norma social

(Berzonsky, 1981). Dikatakan memiliki konsep diri moral positif bila

memandang dirinya sebagai orang yang berpegang teguh pada nilai etik dan

moral, namun sebaliknya dikatakan memiliki konsep diri moral negative

apabila mamandang dirinya sebagai orang yang menyimpang dari nilai etik

dan moral yang ada (Berzonsky dalam Fatimah, 2012)

Berdasarkan uraian diatas, aspek konsep diri yang dipilih adalah aspek fisik,

aspek psikis, aspek sosial, dan aspek moral. Dimana setiap insan manusia

menginginkan yang terbaik untuk dirinya sendiri dihadapan orang lain, indikator

ini menyikapi perilaku manusia dalam keberlangsungan hidupnya. Alasan


23

memilih konsep diri adalah, karena ingin melihat seberapa baiknya konsep diri

yang ada pada remaja di Yogyakarta ini, terlebih didalam konsep diri terdapat

aspek-aspek yang dapat dijadikan acuan dalam permasalahan yang terjadi.

C. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif

Remaja merupakan kelompok konsumen yang memiliki karakteristik khas dan

mudah dipengaruhi. Jatman (dalam Sumartono 2002) remaja merupakan sasaran

potensial untuk memasarkan produk-produk industri sebab remaja memiliki pola

konsumtif. Remaja yang memiliki konsep diri positif tentang dirinya sendiri pasti

akan terhindar dari perilaku konsumtif, karena merasa bahwa dirinya sudah baik dan

cukup. Menurut Hamachek (dalam Rakhmat, 2003) ciri-ciri konsep diri yang positif

adalah mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan. Namun

apabila remaja memiliki konsep diri negatif dan menilai bahwa dirinya kurang hal ini

akan sangat mudah menjurus ke perilaku konsumtif. Menurut Burns (1993) konsep

diri negatif itu salah satunya memiliki sifat kurang menghargai dan menerima diri

sendiri. Contohnya adalah ketika remaja melihat temannya pesan makanan yang

mahal maka biasanya remaja itu akan terpengaruh dan tidak mau kalah, Sumartono

(2002) remaja membeli barang bukan atas dasar kebutuhan tetapi membeli produk

demi menajaga penampilan dan gengsi.

Keadaan psikis remaja juga berdampak pada konsep diri yang ada. Menurut

Hamachek (dalam Rakhmat, 2003) remaja yang memiliki konsep diri positif akan
24

bertindak berdasarkan penilaian yang baik dan tidak menyesali jika orang lain tidak

setuju. Apabila remaja dapat bersikap demikian maka besar kemungkinan psikis

remaja tidak mudah terpengaruh ke dalam perilaku konsumtif karena dapat memilah-

milah mana yang terbaik. Tetapi ini akan terbalik jika remaja tidak bisa menahan dan

mengerti keadaan, hal inilah yang rentan terhadap perilaku konsumtif. Menurut

Sumartono (2002) bukan rahasia umum lagi ketika perut mereka (remaja) dililit rasa

lapar, serta mertapun remaja lebih memilih KFC, CFC, Wendy’s, atau McD dan

meneguk minuman beraroma cola ketika haus ketimbang pergi ke warung-warung

seperti warteg yang dianggap kampungan.

Remaja memiliki hubungan sosial dalam kehidupannya, remaja yang

memiliki hubungan sosial positif akan menerima dan tidak mudah terpengaruh oleh

lingkungan sekitarnya. Menurut Hamachek (dalam Rakhmat, 2003) ciri konsep diri

positif adalah remaja merasa sama dengan yang lain walaupun terdapat perbedaan

dan remaja sanggup menerima dirinya sebagai orang yang bernilai. Ditambahkan oleh

Brooks dkk (dalam Rakhmat, 2003) dapat menyadari bahwa seluruh orang memiliki

berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak semuanya bisa diwujudkan.

Namun apabila hubungan sosialnya mengarah ke konsep diri negatif maka akan

mudah terpengaruh perilaku konsumtif karena pada dasarnya remaja memiliki sifat

mudah terpengaruh. Menurut Glock (dalam Sumartono, 2002) remaja pada masa

transisinya memiliki kondisi emosional yang labil, sehingga mudah dipengaruhi oleh

kelompoknya. Contohnya adalah ketika remaja mudah terbujuk atas ajakan atau

rayuan teman sekelompoknya yang makan di cafe atau restoram terkenal dan mewah
25

hal ini dilakukan demi menjaga statusnya dengan kelompok sosialnya, Sumartono

(2002) mengatakan ciri perilaku konsumtif adalah membeli produk karena ingin

menjaga simbol status didepan teman-temannya. Lebih jauh Sirgy dalam

penelitiannya (1982) menambahkan, bahwasanya individu yang memiliki pemikiran-

pemikiran kolot akan terhindar dari perilakukonsumtif, sedangkan remaja masa kini

adalah remaja yang memiliki pemikiran yang inovatif dan hal ini lcenderung

mengarah ke perilaku konsumtif.

Dewasa ini moral remaja sangat memprihatinkan, moral remaja yang baik

dalam kaitannya dengan perilaku konsumtif maka akan dapat menahan diri dan

berperilaku hemat serta membelanjakan uangnya dengan cermat. Menurut Sumartono

(2002) perilaku konsumtif merupakan perilaku sosial yang tidak boleh lepas dari

tanggung jawab sosial, sejak dini diajarkan untuk berperilaku konsumtif terkendali

atas kebutuhan secara tepat dan benar. Namun sebaliknya apabila ramaja memiliki

moral yang buruk akan mudah terpengaruh perilaku konsumtif, adanya hanya

menuruti kemauan sesaat dan demi menjaga populeritasnya supaya percaya diri di

kalangan kelompoknya serta mendapatkan pujian dan pengakuan. Menurut Brooks

(dalam Rakhmat, 2003) karakteristik konsep diri negatif adalah responsif terhadap

pujian, seseorang dengan konsep diri negatif selalu suka untuk dipuji dan dibangga-

banggakan. Contoh saja remaja mengerjakan tugas-tugas dari sekolah atau dosen di

tempat-tempat cafe atau rumah makan mewah lalu berfoto dan di posting ke media

sosial agar semua orang tahu kegiatannya demi memperoleh pengakuan dan merasa

lebih percaya diri dan dipandang tinggi. Menurut sumartono (2002) membeli produk
26

dengan harga yang tinggi akan menambah rasa percaya diri.

Remaja yang memiliki konsep diri positif, maka biasanya memiliki

pandangan tentang dirinya yang baik pula dan tidak terpengaruh oleh dunia

konsumtif, sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri negatif mudah terpengaruh

akan perilaku konsumtif di sekitarnya. Menurut Prawestri dkk (2008) konsep diri

mempengaruhi perilaku konsumtif individu karena konsep diri menentukan

responsivitas terhadap produk dan kekuatan pengaruh kelompok, perbedaan konsep

diri akan menghasilkan perilaku konsumtif terhadap suatu produk yang berbeda pula.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dilihat bahwa perilaku konsumtif memiliki

hubungan dengan konsep diri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Prawesti dan Widyastuti (2008) tentang hubungan antara konsep diri

dengan perilaku konsumtif pada remaja di SMU Negeri 2 Krakatau Steel Cilegon.

Berdasarkan hasil analisis data dengan subjek penelitian siswi SMU Negeri 2

Krakatau Steel menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif atau hubungan yang

berlawanan arah yang sangat signifikan antara konsep diri dengan perilaku konsumtif.

D. Hipotesis

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat

antara perilaku konsumtif dengan konsep diri. Maka diajukan hipotesis dalam

penelitian ini yaitu ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku
27

konsumtif pada remaja di Yogyakarta. Semakin positif konsep diri maka semakin

rendah perilaku konsumtifnya dan sebaliknya, semakin negatif konsep dirinya maka

semakin tinggi perilaku konsumtifnya.

Anda mungkin juga menyukai