MAKALAH
Diajukan untuk mememuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Klasik yang
diampu oleh Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si., Ph.D
Disusun oleh :
3. Kebudayaan Campuran
Gabungan antara kebudayaan ideasional dengan kebudayaan inderawi
aktif. Kultur gabungan mengakui bahwa ada sebagian kebenaran dapat
diperoleh melalui intusisi atau wahyu, dan sebagian lagi diperoleh lewat
perasaan. Begitu pula dengan realitas dan nilai. Ada realitas yang dapat
ditangkap oleh pancaindera dan ada pula yang tidak bisa ditangkapnya. Yang
tidak bisa ditangkap oleh pancaindera itu dapat dijelaskan oleh kultur
ideasional. Singkatnya, Sorokin mengakui sifat multidimensionalitas dari
realitas itu sendiri.
a. Kebudayaan Idealistis
Kebudayaan ini terdiri dari suatu campuran organis dari mentalitas
ideasional dan inderawi sedemikian, sehingga keduanya dapat dilihat
sebagai pengertian-pengertian yang absah mengenai aspek-aspek
tertentu dari kenyataan akhir. Dengan kata lain, dasar berpikir kedua
tipe mentalitas ini secara sistematis dan logis saling berhubungan.
b. Kebudayaan Ideasional Tiruan (Pseudo-Ideational Culture)
Tipe ini khususnya didominasi oleh pendekatan inderawi, tetapi unsur-
unsur ideasional hidup secara berdampingan dengan yang inderawi,
sebagai suatu prespektif yang saling berlawanan. Tidak seperti tipe a
diatas, kedua perspektif yang saling berlawanan ini tidak terintegrasi
secara sistematis, kecuali sekedar hidup berdampingan sejajar satu
sama lain.
Bertautan dengan tipe-tipe budaya di atas, Sorokin mengatakan bahwa
tidak ada keanekaragaman total dalam setiap sistem kebudayaan empiris.
Tidak ada supersistem yang benar-benar memonopoli, dalam arti tanpa
berdampingan secara damai dengan sistem-sistem lain. Selain itu, Sorokin
pun menegaskan bahwa ketiga pola di atas tidak bisa diartikan bahwa sistem
kebudyaan tertentu hanyalah semacam rekapitulasi sistem kebudayaan
terdahulu sehingga lingkaran perubahan akan berarti seolah-olah kultur
inderawi, misalnya akan berputar kembali ke tipe kultur yang ada di zaman
ideasional. Tak ada pola menurut garis lurus dalam sejarah. Proses sosial
ditandai oleh pola perkembangan kebudayaan yang melingkar.
BAB III
KRITIK TEORI PITIRIM SOROKIN
A. Pemikiran William F. Ogburn mengenai perubahan sosial
BAB IV
KESIMPULAN
Pitirim A Sorokin merupakan salah satu sosiolog yang terkenal, pitirim
sendiri lahir di Rusia pada tahun 1889 di rusia dan memperoleh pendidikan di
Universitas St. Petersburg. Sorokin pun juga menjelaskan beberapa teori teori
mengenai sosiologi, diantaranya yang pertama yaitu tentang teori siklus
perubahan sosial. Sorokin memusatkan perhatiannya pada tingkat budaya, dengan
menekankan pada arti, nilai, norma dan simbol sebagai kunci untuk memahami
kenyataan sosial-budaya. Sorokin juga menekankan adanya saling ketergantungan
antara pola-pola budaya.
Teori kedua yang diungkapkan oleh Sorokin yaitu mengenai Intergrasi
sosial dan budaya. Satu alaasan yang memungkinkan martindale melihat Sorokin
sebagai seorang organisis, dapat dilihat pada tekanan Sorokin pada pemahaman
system sosio-budaya secara keseluruhan. Prespektif organis menekannkan
kenyataan masyarakat yang independen dan tradisi-tradisi budayanya sebagai
suatu sistem yang intregritas. Sorokin pun mengelompokkan pola-pola mentalitas
budaya ke dalam tiga bagian yaitu kebudyaan ideasional, kebudayaan inderawi
dan kebudayaan campuran.
Sorokin cenderung menyeragamkan mentalitas budaya atau cara berpikir
dalam suatu tahap dan secara tidak langsung mematikan mentalitas budaya atau
cara berpikir rakyat biasa atau massa. Melebih-lebihkan mentalitas budaya akan
menimbulkan mala pelaka untuk masyarakat kebanyakan yang dalam hal ini
mentalitas budaya elit lah yang cenderung lebih ditonjolkan khususnya dalam 3
tahap mentalitas kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA