Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN ILMU SOSIAL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial. Tentunya, sebagai mahluk sosial, manusia selalu dihadapkan pada
berbagai masalah sosial. Masalah sosial pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia karena masalah sosial telah terwujud sebagai hasil kebudayaan manusia itu
sendiri, sebagai akibat dari hubungan-hubungannya dengan sesama manusia lainnya.

Problem sosial pada setiap masyarakat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut
tergantung pada tingkat perkembangan kebudayaan dan kondisi lingkungan alamnya. Masalah-masalah
tersebut dapat terwujud dalam masalah moral, masalah politik, masalah agama dan masalah lainnya.

Dengan adanya permasalah-permasalahan tersebut timbullah teori-teori sosial, yang pada akhirnya
terbentuklah ilmu-ilmu sosial. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam yang kemajuannya sangat pesat,
ilmu-ilmu sosial agak tertinggal di belakang. Hal ini disebabkan oleh subyek ilmu-ilmu sosial yang adalah
manusia sebagai makhluk multidimensional.

1.2. Masalah

1. Bagaimana pengertian ilmu-ilmu sosial?

2. Bagaimana sejarah ilmu sosial?

3. Bagaimana metode ilmiah yang digunakan ilmu-ilmu sosial?

4. Bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian ilmu-ilmu sosial.

2. Untuk mengetahui gambaran sejarah munculnya ilmu sosial.

3. Untuk mengetahui metode ilmiah yang digunakan oleh ilmu-ilmu sosial.

4. Untuk mengetahui perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ilmu Sosial

Ilmu berkembang dengan pesat seiring dengan penambahan jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk
menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan
seksama menyebabkan objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.

Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang
kemudian menjadi dasar ilmu-ilmu alam atau the natural sciences dan filsafat moral yang kemudian
berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial atau the social sciences[1]

Ilmu-ilmu alam pada akhirnya terbagi dalam dua kelompok yakni ilmu alam (the physical sciences) dan
ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam
semesta yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia
(mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit, dan ilmu bumi yang
mempelajari bumi). Tiap-tiap cabang-cabang pun mencipta ranting-ranting baru seperti fisika
berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme, fisika
nuklir dan kimia fisik (ilmu-ilmu murni) dan lain-lain.

Sementara ilmu ilmu sosial adalah sekelompok disiplin keilmuan yang mempelajari aspek-aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.[2]

Disiplin keilmuan yang tergolong dalam ilmu sosial telah mempelajari hakekat masyarakat dengan
perspektif berbeda-beda. Karena itu terdapat keanekaragaman dalam melihat dan mempelajarinya.

Atas dasar itulah, sebagaimana ilmu alam, ilmu sosial juga memiliki cabang-cabang ilmu lainnya
diantaranya antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat), psikologi
(mempelajari proses mental dan kelakuan manusia) ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi
kebutuhan kehidupannya lewat proses pertukaran), sosiologi (mempelajari struktur organisasi sosial
manusia) dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia berpemerintahan
dan bernegara).[3]

Tentu, cabang-cabang ilmu sosial tersebut muncul akibat adanya masalah sosial. Masalah sosial selalu
ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial.[4]

2.2 Pengertian ilmu sosial menurut para ahli

Peter Herman: ilmu sosial merupakan sesuatu yang dipahami sebagai suatu perbedaan namun tetap
merupakan sebagai satu kesatuan.
Achmad Sanusi: ilmu sosial teridir dari disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan
umumnya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi.

Gross: ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial
secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai bagian dari masyarakat dan kelompok atau
masyarakat yang ia bentuk.

Lewis : Ilmu Sosial Dasar adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-
hari antara warga negara dan pemerintahannya.

Keith Jacob : Ilmu Sosial Dasar adalah sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas.

Ruth Aylett : Ilmu Sosial Dasar adalah sesuatu yang dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap
inheren dan terintegrasi

Paul Ernest : Ilmu Sosial Dasar adalah lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka
terlibat dalam berbagai kegiatan bersama

Philip Wexler : Sosial adalah sifat dasar dari sifat individu manusia

Enda M.C : Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan

Lena Dominelli : Sosial merupakan bagian yang tidak utuh dari sebuah hubungan manusia sehingga
membutuhkan pemakluman atas hal-hal yang bersifat rapuh didalamnya

Engin Fahri. I : Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu berhubungan walapun masih juga
diperdebatkan tentang pola berhubungan para individu tersebut

Ruth Aylett : Sosial adalah sesuatu yang dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap inheren dan
terintegrasi

Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah

cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik

secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu

Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan

mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.

2.3. Sejarah Ilmu Sosial

Ketika kita membicarakan ilmu sosial maka kita tidak bisa lepas dari filsafat sosial. Filsafat sosial
merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal
dan komprehensif. Sejak Plato, dan Aristoteles kajian terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan
sudah menjadi objek penelitian tersendiri. Menurut Plato dan Aristoteles, susunan masyarakat
mencerminkan susunan kosmos yang abadi, manusia berkewajiban untuk menyesuaikan diri dengan
susunan itu dan mentaati demi keselamatannya, kalau tidak, ia menghancurkan dirinya. Pada abad
pertengahan masyarakat Eropa masih memperlihatkan pada pola dasar yang sama, hanya sekedar
mengoreksi terhadap paham Plato dan Aristoteles. Paham tentang otonomi kosmos diganti dengan
paham heteronominya, yaitu kepercayaan bahwa kosmos tidak berdiri sendiri, tetapi bergantung pada
Kemaha Kuasaan Tuhan, ketertiban kosmos adalah suatu ketertiban yang telah diciptakan.

Di tandai dengan zaman renaissance, pola pikir masyarakat Eropa juga lambat laun mulai berubah.
Manusia pada saat itu sekuat tenaga berusaha mencari alternatif baru, agar dapat keluar dari
kungkungan absolutisme gereja, dan sejak itulah peranan manusia menjadi besar, manusia menyadari
hanya merekalah yang dapat mengatur diri mereka sendiri bukan Tuhannya Gereja.[5]

Revolusi Prancis membawa pengaruh signifikan di dunia barat. Setidaknya kejadian tersebut telah
meruntuhkan susunan masyarakat feodal dan mengawali proses demokratisasi. Tentunya hal tersebut
dianggap sebagai sebuah kejutan. Tidak pernah sebelumnya orang membayangkan bahwa suatu orde
sosial yang disangka tidak tergoyahkan dan selamanya terbekati oleh kehendak Tuhan, telah dirombak
dan diganti oleh pikiran usaha manusia sendiri. Gagasan-gagasan barupun tumbuh pada keyakinan
bahwa manusia bebas untuk mengatur dunianya. Dengan demikian struktur sosial yang berabad-abad
tidak dipermasahkan, tiba-tiba menjadi masalah. Dari sinilah ilmu-ilmu sosial mulai timbul ( sosiologi ).
[6]

Namun pada awal-awal abad itu, sosiologi sebagai disiplin ilmu sosial tidak serta merta berjalan dengan
mulus, bahkan ilmuan sosial terpecah dalam dua aliran. Pertama, aliran konservatif, yang menginginkan
kembali ke masa feodal, yaitu zaman hegemoni agama, dimana agama merupakan kekuatan yang
mengintegrasikan masyarakat. Kedua, aliran progresif, aliran ini meski juga menyesal atas perpecahan
dan anarki pada masa itu, tetapi tidak bersedia kembali ke zaman feodal, salah satu tokohnya adalah
Auguste Comte.

2.3. Metode Ilmiah Ilmu Sosial

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan atau yang kerap disebut ilmu.
Metode ilmiah sebagai prosedur juga harus memiliki langkah-langkah sistematis sebagai pengkajian dari
peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Hasil akhir metode ilmiah adalah sebuah bangunan teori.

Metode ilmiah memiliki keterkaitan yang erat dengan filsafat ilmu. Filsafat ilmu memberi landasan bagi
ilmu pengetahuan untuk berkembang lebih cepat melalui metode ilmiah yang shahih. Peran filsafat ilmu
dalam hal ini adalah memeriksa sebab akibat dengan bertitik tolak pada gejala ilmu pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari dengan menggali tentang kebenaran, kepastian, objektivitas, dan abstraksi serta
untuk mengetahui dari mana asal dan kemana arah pengetahuan atau yang sering dipetakan dengan
ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Dalam membuat bangunan teori diperlukan sebuah tahapan-tahapan. Lapisan tahapan inilah yang
dinamakan dengan metode ilmiah, yaitu[7]:
1. Tahapan persepsi, adalah tahapan awal mengarah pada observasi dengan berbagai tehnis dan
metode yang menghasilkan penalaran.

2. Tahapan hipotesis, merupakan hasil penalaran yang disusun dengan pernyataan (proposisi), yang
menyatakan ada kaitan antara dua konsep observasi. Jika terbukti benar akan menjadi sebuah hukum.

3. Tahapan hukum, yaitu menunjuk pada suatu keteraturan, dimana antara satu dengan yang lain
saling menunjang.

4. Tahapan teori, yaitu hasil abstraksi dari suatu keteraturan sehingga menjadi berlaku umum sebagai
teori.

Dalam merangkai metode ilmiah ada 3 paradigma[8] yang sering digunakan dalam ilmu sosial, yakni;
positivisme, konvensionalisme dan realisme[9]. Positivisme berasumsi bahwa panca indera sebagai alat
tangkap untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Asas positivisme meliputi asas emperisme (induktif)
dan logika (deduktif). Proses ilmiah positivisme meliputi observasi, generelisasi empiris, penyusunan
teori, penyusunan hipotesis, keputusan menerima atau menolak hipotesis dan penyimpulan logis teori.

Konvensionalisme memandang manusia bebas dan merdeka. Teori dari konvensionalisme bersifat
mengerti dan memahami. Sehingga metodologi konvensionalisme dengan menggunakan pengertian,
pemahaman, melalui pendekatan kualitatif. Penelitiannya lebih bersifat eksploratif dan hipotesisnya pun
siap untuk diuji.

Sementara realisme memandang masyarakat seperti bangunan yang terdiri dari struktur-struktur, mulai
dari superstruktur sampai dengan struktur terendah jika dilihat dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan
politik. Metode ilmu sosialnya adalah dengan membuat model dengan modifikasi pertemuan antara
pernyataan teori dengan pernyataan empirik, sehingga dapat menemukan struktur dan mekanisme.

Dengan demikian, metode logika ilmu sosial berangkat dari filsafat ilmunya dan paradigma yang
digunakan. Karena itu, hal tersebut berimplikasi bagi metode penelitian yang akan digunakan.

2.4. Perbedaan Ilmu Sosial dengan Ilmu Alam

Ilmu-ilmu sosial memang hadir belakangan daripada ilmu-ilmu alam. Ketika ilmu-ilmu alam mengalami
kemajuannya sangat pesat, ilmu-ilmu sosial mengekor di belakangnya. Hal ini disebabkan oleh subyek
ilmu-ilmu sosial yang adalah manusia sebagai makhluk multidimensional, yang tentu saja mengikuti
perkembangan manusia itu sendiri.

Dalam telaah kajiannya yang berupa gejala sosial, ilmu sosial mengalami komplektisitas. Sementara
ilmu-ilmu alam menegaskan penyelidikannya hanya pada gejala alami yang bersifat fisik. Penelaahan
ilmu alam meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil dan dapat diukur secara tepat,
sedangkan variabel ilmu sosial sangat banyak dan rumit.

Ilmu-ilmu alam yang mengadakan penyelidikan pada gejala fisik bisa mengadakan pengamatan secara
langsung dan bersifat seragam. Sedang gejala sosial bersifat unik dan sukar terulang kembali. Gejala fisik
juga dapat diabstraksikan secara tepat lewat perumusan kuantitatif dan hukum yang berlaku secara
umum. Tetapi kebanyakan masalah sosial bersifat spesifik dalam konteks historis tertentu.

Pengamatan langsung gejala sosial lebih sulit dibandingkan dengan gejala ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu
sosial tidak mungkin menangkap gejala masa lalu secara indrawi kecuali melalui dokumentasi yang baik,
sedangkan seorang ahli ilmu kimia atau fisika, misalnya, bisa mengulangi percobaan yang sama setiap
waktu dan mengamatinya secara langsung.

Boleh jadi seorang ilmuwan sosial mengamati gejala sosial secara langsung, tetapi ia akan menemui
kesulitan untuk melakukannya secara keseluruhan karena gejala sosial lebih variatif dibandingkan gejala
fisik. Perlakuan yang sama terhadap setiap individu penelitian dalam ilmu sosial bisa menghasilkan suatu
tabulasi, tetapi peluang kebenaran pada perlakuan yang sama itu pun tidak sebesar peluang kesamaan
dalam ilmu-ilmu alam.

Objek kajian ilmu sosial adalah manusia dalam kaitan dengan tingkah laku sosialnya, sedangkan gejala
fisik kealaman seperti unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang mati. Karena itu subyek
penelaahan ilmu sosial dapat berubah sesuai dengan tindakan manusia yang didasari keinginan dan
pilihan masing-masing.

Ilmuwan alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang bersifat umum mengenai proses
alam. Apa pun yang ia lakukan tidak bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju atau tidak
setuju terhadap proses alam. Sedangkan ilmuwan sosial tidak bisa melepaskan diri dari jalinan unsur-
unsur kejadian sosial.

Penemuan teori baru di bidang ilmu alam akan kehilangan artinya setelah digantikan oleh penemuan
yang lebih baru dan lebih baik, sedangkan penemuan di bidang sosial akan sangat mudah kehilangan
artinya jika pengetahuan tersebut ternyata menyebabkan manusia mengubah kondisi sosialnya.

Seorang ilmuwan sosial tidak bersikap sebagai pengamat yang menyaksikan suatu proses kejadian sosial
karena ia juga merupakan bagian integral atau pelaku dari obyek kehidupan yang ditelaahnya. Karena
itu lebih sukar bagi seorang peneliti ilmu sosial untuk bersikap obyektif dalam masalah ilmu sosial
daripada seorang peneliti ilmu alam dalam masalah kealaman. Keterlibatan secara emosional terhadap
nilai-nilai tertentu juga cenderung memberikan penilaian individualis.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ilmu ilmu sosial adalah sekelompok disiplin keilmuan yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan
dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu sosial muncul akibat adanya masalah sosial. Masalah
sosial selalu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial.

Sosiologi sebagai cabang ilmu sosial paling tua timbul akibat adanya gejala sosial di era revolusi Prancis.
Revolusi Prancis membawa pengaruh signifikan di dunia barat. Setidaknya kejadian tersebut telah
meruntuhkan susunan masyarakat feodal dan mengawali proses demokratisasi. Gagasan-gagasan
barupun tumbuh pada keyakinan bahwa manusia bebas untuk mengatur dunianya. Dampaknya adalah
terjadinya perubahan struktur sosial. Hal inilah yang memunculkan para pemikir untuk merumuskan
teori-teori sosial, yang berkaitan dengan gejala dan fakta-fakta sosial ketika itu.

Dalam membuat teori-teori sosial, para ilmuwan sosial merumuskan kaidah-kaidah keilmuan atau yang
disebut metode ilmiah. Tentunya metode ilmiah tersebut juga terlandasi oleh filsafat ilmu. Peran filsafat
ilmu dalam hal ini adalah memeriksa sebab akibat dengan bertitik tolak pada gejala ilmu pengetahuan
dalam kehidupan sehari-hari dengan menggali tentang kebenaran, kepastian, objektivitas, dan abstraksi
serta untuk mengetahui dari mana asal dan kemana arah pengetahuan atau yang sering dipetakan
dengan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Selain itu, logika metode ilmu sosial juga berangkat dengan
menggunakan logika. Paradigma yang sering digunakan adalah positivisme, konvensionalisme dan
realisme.

3.2. Saran

Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Kesalahan ejaan, metodologi penulisan
dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang masih kurang adalah diantara kekurangan dalam
makalah ini. Karena itu saran dan kritik membangun sangat kami butuhkan dalam penyempurnaan
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.1975. Ringkasan sejarah filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Hamersma, Harry.1992. Tokoh-tokoh filsafat modern. Jakarta: Gramedia.

Http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial

Http://ruhcitra.wordpress.com/2008/10/30/ilmu-alam-dan-ilmu-sosial-beberapa-perbedaan/

Soelaeman, M. Munandar. 2001. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Refika Aditama.


SuriasumantrI, Jujun S. 2005. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

[1] Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.hlm.93.

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial

[3] Jujun S. Suriasumantri. Op.Cit.hlm.94

[4] M. Munandar Soelaeman. 2001. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Refika Aditama. hlm. 6.

[5] K. Bertens.1975. Ringkasan sejarah filsafat. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 44

[6] Harry Hamersma.1992. Tokoh-tokoh filsafat modern. Jakarta: Gramedia. hlm. ix

[7] M. Munandar Soelaeman. Op.Cit. hlm. 23.

[8] Paradigma adalah pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dari suatu
cabang ilmu. Paradigma terdiri dari asumsi-asumsi teoritis yang umum dan hukum-hukum serta tehnik
penerapannya diterima oleh para anggota masyarakat ilmiah.

[9] M.Munandar Soelaeman. Op. Cit. hlm. 25.

Anda mungkin juga menyukai