Anda di halaman 1dari 6

Sejalan dengan perkembangan dunia yang begitu pesat akhir-akhir ini yang lazim disebut era globalisasi maka

ilmu pengetahuan dan teknologi memainkan peranan penting. Perkembangan ini diikuit pula dengan laju pertumbuhan penduduk yang menjadi potensi bagi perindustrian sebagai produk yang dihasilkan. Seiring dengan perkembangan tekonilogi produksi, kebutuhan masyatakat akan barang dan jasa juga semakin berkembang. Hal ini disebabkan karena banyaknya pengusaha yang ingin memenuhi kebutuhan tersebut dengan menciptakan produk barang dan jasa yang beragam, baik dari segi kualitas, jenis, merek maupun bentuknya. Kondisi pemanjaan terhadap konsumen untuk mengkonsumis barang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan yang tidak terbatas. Pada dasarnya seorang konsumen mengkonsumsi suatu barang karena untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan dan keingian manusia yang tidak terbatas tersebut mengakibatkan seseorang mengkonsumsi suatu barang bukan karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja melainkan untuk kepuasan, Hal ini akan mendorong seseorang mengkonsumsi barang secara terus-menerus dan cenderung meningkat. Keadaan semacam inilah yang akan membentuk perilaku konsumtif dan selanjutnya berkembang menjadi pola hidup konsmtif dikalangan mahasiswa. Remaja sebagai bagian dari masyarakat banyak disorot berkaitan dengan perilakunya sebagai konsumen yang cenderung berlebihan atau konsumtif.Yatman (1987) menyatakan bahwa Mahasiswa sebagai salah satu golongan masyarakat, tidak terlepas dari pengaruh konsumtifisme, sehingga tidak aneh jika Mahasiswa menjadi sasaran berbagai produk perusaan. Karakteristik Mahasiswa yang belum matang mudah terjebak dalam budaya konsumtif. Loundon dan Bitta ( 1994) menyatakan bahwa Mahasiswa adalah kelompok yang berorientasi konsumtif. Karena kelompok ini suka mencoba hal-hal yang dianggap baru. Hal ini sejalan dengan sifat dari remaja itu sendiri yang memang serba ingin tahu dan selalu tertarik mencoba-coba. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan sifat remaja tersebut hanya sebagian besar remaja mengkonsumsi suatu barang dengan alasan yang tidak rasional dan semata-mata karena ingin mengikuti mode yang sedang berlaku. Secara lebih lanjut Hasan ( 1991) menyatakan bahwa Mahasiswa cenderung mengikiti mode yang sedanga beredar dan mode itu sendiri terus menuntut rasa tidak puas kepada konsumen yang memakainya, Sehingga mendukung konsumen untuk mengkonsumsinya karena takut diklaim keitinggalan jaman. Keadaan ini semakin diperparah dengan menjamurnya majalah-majalah dan tayangan-tayangan dimedia audio visual yang isinya tidak lain hanya mengulas tentang masalah trend yang sedang berkembang dan gaya hidup para selebritis. Hal ini diakui atau tidak telah menjadi acuan atau pedoman yang menjerat para remaja untuk selalu mengikuti trend dan bergaya hidup konsumtif. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 7 Oktober 2006 di SMU Muhammadiyah 3 Yogyakarta, dapat diamati bahwa siswa-siswa disana kebayakan berperilaku konsumtif tinggi. Sebagai bukti dapat dilihat dari penampilan siswa-siswi tersebut mulai dari kerudung, tas, sepatu, dan jam tangan mereka cenderung mengikuti mode yang sedang berkembang. Kendaraan yang mereka gunakan juga dimodifikasi sedemikian rupa sehingga terlihat menark, ponsel mereka bawa juga bukan tergolong ponsel murahan, tetapi ponsel keluaran terbaru dengan harga terbilang mahal.

Permasalahan yang muncul sebagai akibat dari perilaku konsumtif yang tinggi pada remaja antara lain dapat menimbulkan masalah masyarakat atau lingkungan sosial yaitu seperti kenakalan, Sebagai contoh akibat Mahasiswa terlalu konsumtif adalah tidak cukupnya uang bulanan yang diberikan orang tua. Hal ini tentu akan memicu perilaku negatif seperti mencuri uang teman sesama Mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Tentunya hal ini berdampak kurang baik untuk mahasiswa itu sendiri. Dimana tugas-tugas utama Mahasiswa seperti belajar dan kuliah menjadi terhambat sehingga prestasi belajar menurun. Achlis (1993) menyatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan perilaku yang cenderung dihasilkan oleh perkembangan yang tidak rasaional sehingga merugikan banyak lingkungan sosial dan individu yang bersangkutan. Selain itu perilaku konsumtif membuat orang selalu merasa tidak puas terhadapa barang yang dimilikinya ( Anggisari, 1997). Oleh karena itu perilaku konsumtif dianggap sebagai gaya hidup yang merugikan lingkungan sosial. Dasar teori konsumtif

Perilaku konsumtif digunakan untuk menunjuk perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok ( Tambunan,2001). Konsep perilaku konsumtif sangatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsuntif adalah membeli barang tanpa mempertimbankan rasional atau dasar kebutuhan. Anggasari (1997) memberikan batasan tentang perilaku konsumtif sebagai suatu tindakan membeli barang-barang yang kurang atau yang tidak diperlukan sehingga sifatnya berlebihan. Artinya, seseorang menjadi lebih mementingkan faktor keinginan (want) daripada kebutuhan (need) dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniaan dan kesenangan material semata. Grinder (Mahdalena, 1998) menyatakan perilaku konsumitf adalah perilaku manusia yang dikendalian oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan duniawi semata. Ini menunjukkan bahwa individu yang berpola hidup konsumtif lebih mementingkan pemenuhan keinginan dan melupakan kebutuhan yang sebenarnya. Engel dkk (1995) berpendapat bahwa sebelum mencapai pada tahap pembelian, konsumen akan melewati tahap adopsi, proses adopsi ini berkaitan dengan kerangka tindakan pembelian yang disebut AIDCA yaitu : Attention, Interest, Desire, Convection, dan Action. Proses adopsi seperti yang telah dikemukakan diatas berkaitan pula dengan tahap-tahap proses adopsi yang dilalui individu yaitu : a. Kesadaran terhadap kehadiran suatu barang b. Minat terhadap suatu barang c. Sikap terhadap suatu barang

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( Handayani, 20010) pengertian konsumtif adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan penggunaan konsumsi tiada batas, dimana orang cenderung lebih mementingkan fungsi keinginan daripada kebutuhan pada saat orang mempunyai sejumlah uang yang lebih daripada biasanya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu tindakan membeli barang-barang yang kurang diperlukan dan sifatnya sesuai dengan kebutuhan, kemampuan situasi dan kondisi sebenarnya. Aspek-aspek perilaku konsumtif 2. diambil dari Lamanto (1995) konsumtivisme adalaha pola-pola konsumsi yang bersifat foya-foya, pemborosan, kepuasan yang dapat ditunda menjadi kepuasan yang harus segera dipenuhi. Lebih jauh dikemukakan oleh Sachari (1978) dikemukakan bahwa konsumtivisme terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik kebutuhannya. Predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli suatu diluar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan ( Mahdalela, 1998) Aspek impulsif dan tidak hemat (pemborosan) diambil berdasarkan karakteristik konsumen remaja yang diungkapkan oleh Solomon (1996) dan pengertian dari konsumen remaja yang diungkapkan oleh Solomon (1996) dan pengertian dari konsumtivisme dari Lamanto dan Sachari ( Lina dan Rosyid, 1997). Aspek ketidakpastian berdasarkan definisi konsumtivisme dari Mahdalela ( 1998), Dahlan (1978). Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan menjadi tiga aspek perilaku konsumtif yaitu: a. Impulsif Aspek ini menunjukkan bahwa seseorang Mahasiswa berperilaku konsumtif berdasarkan oleh hasrat yang tiba-tiba atau keinginan sesaat, dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan pertimbangan, tidak memkirkan apa yang akan terjadi kemudian dan biasanya bersifat emosional. b. Pemborosan Salah satu indikator perilaku yang paling menonjol dari aspek ini adalah berlebih-lebihan. Selain itu aspek ini menjabarkan tentang perilaku konsumtif sebagai suatu perilaku yang menghamburhamburkan banyak dana tanpa didasari adanya kebutuhan yang jelas dan suatu hal yang pasti. c. Ketidakpuasan Aspek ini memperhatikan perilaku konsumtif sebagai suatu perilaku membeli yang didasari oleh adanya ketidakpuasan dan usaha untuk memperoleh pengakuan dari yang lain serta biasanya diikuti rasa bersaing yang tinggi. Fakor-faktor yang mempengaruhi Perilaku konsumtif Menurut Sumartono (2002) ada dua faktor penting dalam perilaku konsumtif yakni : Faktor Internal dan Faktor Eksternal

Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif ialah : 1. Motivasi, merupakan pendorong perilaku seseorang, tidak terkecuali dalam melakukan pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia dipasar. 2. Harga diri berpengaruh pada perilaku membeli, karena orang yang harga dirinya rendah akan cenderung mudah dipengaruhi daripada hargadirinya tinggi. 3. Pengamatan, sebelum seseorang mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, ia akan mendasarkan keputusannya pada pengamatan yang dilakukan atas produk tersebut. 4. Pengalaman, bila ada pengalaman masa lalu yang menyenangkan dalam suatu produk yang dibelinya, akan menentukan keputusan untuk membeli lagi barang tersebut dimasa yang akan datang. Sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan, akan memberi pelajaran bagi konsumen untuk tidak membeli produk yang sama disaat yang berbeda. 5. Proses belajar, proses ini terjadi karena adanya interaksi antara manusia (Organisme) yang dasarnya bersifat individual dengan lingkungan khusus tertentu. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa : a. Pembelajaran konsumen adalah suatu proses, jadi pembelajaran ini secara terus menerus berlangsung dan berubah sebagai akibat dari pengetahuan yang diperoleh ( dengan membaca, diskusi, observasi, atau berfikir) b. Pengetahuan baru dan pengalaman pribadi berfungsi sebagai timbal balik bagi individu dan memberikan patokan pada perilakunya dimasa yang akan datang dalam situasi yang serupa. Faktor Eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif dalam membeli barang terdiri dari, kebudayaan, kelompok sosial, referensi serta keluarga. 1. Kebudayaan adalah keyakinan, nilai-nilai perilaku dan obyek-obyek materi yang dianut dan digunakan sebuah komunitas tertentu. Budaya merupakan sesuatu yang dipelajari sejak kecil, diturunkan secara turun menurun dan juga dipelajari dari lingkungan seseorang, dalam setiap budaya terdapat nilai-nilai dasar yang mendominasi perilaku, konse diri dan sosial, prioritas hidup dan sebagai konsumen berperan dalam pemilihan produk. 2. Kelompok sosial merupakan pengelompokan suatu komunitas tertentu yang pada akhirnya menentukan tinggi rendahnya seseorang apakah kelas sosial atas, menengah dan bawah. Ciri dan kebiasaan ( Life Style) seseorang menjadi petanda dimana letak kelasnya. 3. Referensi atau kelompok acuan merupakan individu atau kelompok orang yang dianggap memiliki referensi yang signifikasn pada seseorang dalam mengevaluasi, memberikan aspirasi atau dalam berperilaku ( Solomon, 1996). Keluarga sebagai lingkungan pertama tempat individu dikenalkan dan biasanya terhadap nilai, kebiasaan dan pola kehidupan. Apabila keluarga membiasakan pola hidup mewah dan berlebihan maka akan terbentuk individu-individu yang hidup mewah, hedonis dan konsumtif. Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku konsumif meliputi, motivasi, harga diri, pengamatan,

pengalaman, dan proses belajar. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif meliputi kebudayaan, kelompok sosial, kelompok referensi dan keloompok acuan. Perilaku konsumtif pada Mahasiswa kost Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan fisik maupun non fisik. Sering dengan peningkatan sosial ekonomi masyarakat,meningkat pula tawaran produk dengan berbagai jenis dan macamnya. Pihak produsen semakin gencar memproduksi berbagai macam produknya. Membanjiri barang-barang pasaran tersebut, yang bisa mengakibatkan perilaku konsumtif, khususnya pada remaja mengingat remaja masih labil sehingga menjadi sasaran berbagai produk perusahaan. Karakteristik remaja yang labil dan mudah dipengaruhi membuat remaja terjebak kedala, budaya konsumtif, karena suka mencoba hal-hal yang baru. Hal ini sejalan dengan sifat remaja itu sendiri yang ingin tahu dan tertarik untuk mencoba-coba. Penelitan lebih lajut dari Loundon dan Bitha (1984) mengatakan remaja adalah kelompok yang suka mencoba hal-hal baru, mode-mode yang sedang beredar cenderng dapat ditirunya, mereka selalu ingin tampil trendy. Gaya konsumtif pada remaja didukung oleh berbagai macam fasilitas hidup modern yang ada disekitar masyarakat, pusat-pusat perbelanjaan, fasilitas transportasi, berbagai media masa yang menyebarluaskan informasi tentang mode dan gaya hidup yang merangsang remaja untuk berperilaku konsumtif. Yatman (1987) menyatakan bahwa remaja Indonesia Memang merupakan kelompok sebagai sasaran pasar yang sangat potensial, mereka mudah untuk dipengaruhi untuk bertransaksi pembelian dan mengembangkan perilaku konsumtif. Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang lebih tinggi karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku dan kesenangan musik. Remaja selalu ingin berpenampilan yang dapat mencuri perhatian orang lain terutama teman sebaya sehingga remaja banyak membelanjakan uangnya untuk kepentingan tersebut. Monks ( 1996) remaja sebagai konsumen mempunyai ciri-ciri tersendiri yang menyebabkan mereka lebih mudah dalam menanggapi terapan dari pasar. Menurut Johustane ( 1993) . Konsumen remaja mempunyai ciriciri sebagai berikut : 1. Mudah dipengaruhi oleh rayuan gombal 2. Mudah terbujuk iklan 3. Kurang berfikir hemat 4. Kurang Relistis dan cenderung impulsif Ciri-ciri tersebut diatas disebabkan remaja bergaya hidup konsumtif. Remaja akan meniru dan mencontoh pendapat, aktivitas dari teman lainnya atau tokoh yang diidolakan, sehingga remaja harus berpenampilan dan berperilaku sesuai dengan apa yang menjadi keinginannya. Menurut Rasimin (1995) mengatakan bahwa remaja menjadi konsumtif karena Inferiority Complex. Mereka sebagian besar dengan begitu mudahnya membelanjakan uang demi hal-hal yang sebetulnya tidak begitu penting dan tidak begitu mendesak keperluannya hanya karena teman atau kelompk yang sudah dimilikinya. Oleh karena itu mereka tidak mau ketinggalan karena mereka akan merasa mereka kecil dan

rendah sehingga mereka mengkonsumsi barang-barang yang sedang menjadi model dalam pergaulannya. Berkaitan dengan budaya kelompok, London dan Bitha (1984) mengatakan seseorang akan meihat kelompok referensi serta norma-norma dalam perilaku menentukan produk yang dikonsumsi. Kelompok referensi ini lebih kuat pengaruhnya pada seseorang karena akan membantu kepribadian perilakunya. Winaan (1976) secara detail mengatakan bahwa remaja mejadi bergaya hidup konsumtif karena mereka tidak mau ada kesan tersisih dari kelompoknya, bagi remaja yang terpenting adalah pengakuan atas kedudukannya dan status dalam kelompok mereka.

Anda mungkin juga menyukai