Oleh : ZAKIATUZZAHRAH
NPM :170230150044
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
dibutuhkan konsumen.
barang dan jasa pada konsumen akhir, untuk digunakan secara pribadi, keluarga,
atau rumah tangga (Utami, 2008: 2).Retailing di sini adalah sebagai saluran bisnis
terakhir distribusi dari mata rantai pabrik kepada konsumen akhir (Utami, 2008:
2).
bisnis ritel tidak hanya yang dilakukan pada sebuah retail (shop/store) tetapi
sangat banyak strategi yang dilakukan bisnis ritel yang juga mencakup aktivitas
serupa yang tidak menggunakan tempat khusus dalam proses jual-beli, misalnya
mail order (layanan pesan barang melalui surat/telepon) dan direct selling
2
yang nantinya akan dijual sehingga kepuasan konsumen dapat tercapai.Inovasi
yang sama juga dilakukan dalam proses pemasaran yang dikemas sangat elegan.
Berdasarkan pengertian bisnis ritel tersebut, mail order dan direct selling
juga merupakan bentuk lain dari entitas bisnis ritel (Sujana, 2005: 13). Bisnis
retail tidak hanya sekadar merupakan penjualan barang secara fisik, tetapi juga
dan sebagainya. Penjualan jasa ini disebut “real services”. Selain itu yang
mendorong peningkatanya. Dewasa ini belanja (shopping) sudah menjadi hal yang
biasa dilakukan oleh semua orang, terutama pada wanita dan kaum muda yang
sangat menyukai berbelanja entah itu kebutuhan untuk konsumsi makanan dan
minuman atau berbagai perlengkapan hidup dan terutama keinginan pada fashion.
jaman/tren baik itu produk makanan dan minuman dan atau fashion seperti
pakaian, sepatu, tas, sampai pada bahan elektronik seperti handphon dan lain
sebgainya.
3
Perkembangan ritel dan dibangunnya mall-mall menjadikan masyarakat
mengalami perkembangan dalam gaya hidup. Masyarakat sekarang ini tidak ingin
ketinggalan jaman, maka dari itu mereka akan mengikuti tren yang ada.Perilaku
proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel, Blackwell,
tercipta karena adanya needs (kebutuhan, keperluan) atau wants (keinginan) atau
disebut sebagai kebutuhan.Selain kebutuhan dan keinginan, ada satu kata lagi
kebutuhan yang begitu komplit dalam satu lokasi pada pusat pembelanjaan atau
mall.
a. Kelompok dan jaringan sosial b. Keluarga c. Peran dan status 3. Faktor pribadi
a. Usia dan tahap siklus hidup b. Pekerjaan c. Situasi ekonomi d. Gaya hidup e.
4
Kepribadian dan Konsep Diri 4. Faktor Psikologis a. Motivasi b. Persepsi c.
pakaian baru karena pakaiannya yang lama sudah tidak layak pakai. Namun, ada
pula orang yang berbelanja secara tidak wajar yang melakukan pembelian terus-
Untuk hal yang berbeda di atas dalam bisnis ritel hal tersebut dituangkan
dalam strategi pengembangan pemasaran melalui banyak hal yang secara detail
dan berbagai trik dan strategi pemasaran yang berinovasi serta mengikuti
menimbulkan efek negatif bagi konsumen, namun justru itu dijadikan satu
fenomena yang harus terjaga dan ada dimasyarakat, strategi ritel mengembangkan
potensi demikian dengan iklan-iklan yang menarik yang sanggup masuk merasuk
pada pemikiran dan persepsi gaya hidup pangsa pasar. Perilaku seseorang yang
5
dipengaruhi oleh faktor situasional, di mana faktor situasional merupakan faktor-
faktor eksternal yang berasal dari lingkungan berbelanja ketika konsumen tertarik
akan rangsangan visual tertentu (produk atau promosi) yang diciptakan sengaja
pembeli tidak direncanakan. Pada saat itu konsumen mungkin merasa tiba- tiba
perlu untuk membeli produk tertentu yang telah menarik perhatiannya (Youn,
pembelian yang tidak terkontrol yang merupakan respon atas suatu kejadian atau
perasaan yang negatif. Tujuan utamanya adalah mencari kesenangan pada proses
cenderung mempunyai rasa percaya diri yang rendah sebagai anak-anak maupun
remaja (Faber, 1992). Rasa percaya diri yang rendah ini sering dijumpai pada
mereka akan merasa lebih nyaman dengan membeli sesuatu yang dapat
compulsive buying yaitu: 1. Compulsive buyer memiliki hasrat yang tidak dapat
6
yang mungkin timbul dalam kehidupan pribadi, sosial, ataupun pekerjaan dan
yang tidak terencana dan spontan, yang dilakukan langsung ditempat, diikuti oleh
keinginan kuat dan perasaan nikmat dan senang (Rook, 1987). Pada dasarnya
Kondisi di atas sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut karena diketahui
secara umum bahwa dalam startegi ritel, terutama yang terpusat pada promisi
yang menggoda dan juga discount atau potongan harga yang menggiurkan
7
1.2 Rumusan Masalah
1) Problem apa saja dalam pengembangan strategi bisnis ritel terutama dalam
strategi pemasaran/penjualannya?
Buying?
8
1) Aspek Teoritis
2) Aspek Praktis
a. Bagi Perusahaan
menungkatkan penjualan.
b. Penelitian Selanjutnya
yang ingin mengkaji tentang adanya pengaruh strategi ritel terhadap Impulse
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian pustaka di dalam penelitian ini adalah didasarkan pada (1) hasil
teori di dalam penelitian yang tengah dilakukan, (2) didasarkan pada teori-teori
dari sumber kepustakaan yang dapat menjelaskan perumusan masalah yang telah
dianggap relevan untuk kemudian dianalisis dan dikritisi dilihat dari pokok
10
0,742), serta skala materialisme (α = 0,822). Data dianalisis dengan
(SEM).
sebesar 199,100 dengan nilai p < 0,05; nilai CFI sebesar 0,914; nilai GFI
sebesar 0,929, serta nilai RMSEA sebesar 0,068 (≤0,800). Hasil analisis
mengontrol diri. Kontrol diri yang tinggi mampu mengendalikan remaja dari
bahwa perempuan memiliki skor yang lebih tinggi dibanding laki-laki pada
Perbedaan penelitian di atas dengan apa yang sedang di teliti oleh peneliti
adalah selain objek penelitian yang juga berbeda, subjek yang diteliti juga
beda, dan variable penelitian juga berbeda, serta fokus kajian dan
kompulsif yang diutarakan si peneliti tersebut dapat dikutif oleh peneliti dan
11
2) Penelitian Kedua, dilakukan oleh Denny Kurniawan dan Yohanes Sondang
Kunto, SSi, MSc. (2013) dengan judul “Pengaruh Promosi Dan Store
penelitia, jelas selain varibael yang berbeda, objek dan subjek penelitian
juga berbeda, dan metode penelitian juga berbeda, namun teori tentang
termasuk juga dalam hal manajemen dan strategri ritel yaitu Matahari
penjualannya.
12
hubungan antara discount price, in-store display dan sales people pada
pembelian impulsif. Secara khusus, studi ini menguji apakah discount price,
display dan sales people pada pembelian impulsif. Dalam studi ini,
variable strategi ritel dan juga variable implusif buying, sehingga hasil dari
jauh, namun demikian hasil penelitian dan teori yang ada dapat menunjang
13
4) Penelitian Keempat, oleh Agung Mandala Putra 1 , Peggy Hariwan (2012),
berkembang dengan pesat. Carrefour adalah gerai retail yang saat ini
2012 dan berpengaruh terhadap hasil penjualan. Tujuan dari penelitian ini
buying. Responden dari penelitian ini terdiri dari atas 100 pelanggan gerai
fokus pada strategi ritel dan implusif buying member gambaran dan
14
informasi penting bagi peneliti, penelitian di atas lebih simple dan sangat
jasa ke konsumen akhir (Leavy, Michael dan Weitz, Barton A dalam Soedjarwo
,1993). Kegiatan ritel merupakan aktivitas yang meliputi penjualan barang dan
jasa secara langsung kepada konsumen akhir, dimana konsumen tersebut tidak
toko, melalui email, telepon, vending machines, berbagai alat elektronik dan
Peritel memiliki jumlah gerai yang bervariasi, mulai dari satu gerai hingga
pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk
melakukan transaksi belanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa.
Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta. Arti modern adalah
penataan menurut keperluan yang sama dikelompokkan dibagian yang sama yang
dapat dilihat dan langsung diambil oleh pembeli (konsep swalayan), penggunaan
alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional. Contoh gerai modern
Tjiptono (2008) mengemukakan bahwa ada empat fungsi utama ritel yaitu
: (1) membeli dan menyimpan barang, (2) memindahkan hak milik barang
15
tersebut ke konsumen akhir, (3) memberikan informasi mengenai sifat dasar dan
karakteristik khusus ritel yang membedakan dengan tipe-tipe usaha lain, yaitu :
pedagang masih kecil). Transaksi penjualan pedagang ritel relatif lebih kecil
meningkat sehingga para peritel harus mengelola displai, tata letak, dan
berbelanja baru seperti berbelanja via pos, telepon, internet, atau televisi,
16
3. Discount Store Retailing
4. Off-Price Retailing
5. Supermarket Retailing
8. Catalog Showroom
1. Department Store
menjual pakaian dan peralatan rumah tangga dari bahan linen berjumlah sampai
tergolong dalam general merchandise retail yang menjual produk yang luas dan
karakteristiknya ada tiga kategori utama barang yang ditawarkan yaitu : (1)
17
apparel untuk seluruh keluarga, (2) appliances, home furnishings, dan furniture,
dan (3) household linens dan dry goods. Department store juga menawarkan
membeli barang dalam jumlah besar dengan harga yang murah. Hal ini
2. In-store Promotion
bauran promosi ritel yang dikemukakan Lewison dan Delozier (1989) dalam
dibandingkan produk atau merek lain dari kategori yang sama. Kedua,
konsumen akan bisa mengingat kembali iklan yang pernah dilihatnya di media
Keempat, bagi produk atau merek yang sudah populer dan banyak digemari
18
oleh konsumen dapat mempertahankan diri dari serangan merek baru. Kelima,
merupakan komunikasi dua arah antara karyawan jasa dengan pelanggan yang
19
personal selling memungkinkan wakil penjualan menyesuaikan pesan tersebut
tentang informasi produk dan dapat membantu calon pembeli tentang petunjuk
Lewison dan Delozier dalam Yusriyanti (2008), interior toko merupakan hasil
20
dalam memilih produk sendiri dan mengakses produk di toko secara
menyeluruh.
konsumen.
efek peluas ruangan, kereta makanan, displai lantai, menghias lorong dan
sebagainya.
21
- Memastikan keamanan produk
berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian poduk dengan
(Soedjarwo, 1993).
penjualan) yaitu rangsangan baik secara langsung atau pun tidak langsung yang
beraneka macam alat perangsang jangka pendek seperti kupon (coupon), sampel
(sampling), premi, kontes, potongan harga, undian, iklan khusus, dan tie-ens.
(Suyanto, 2007).
lebih banyak atau frekuensi yang lebih sering (Lovelock dan Wright, 2005).
22
konsumen untuk melakukan pembelian ulang dan menarik bagi konsumen yang
dalam dua kategori yaitu, (1) niat membeli produk ataupun merek dan (2) niat
membeli hanya kelas produk (misalnya, niat membeli permen, tetapi keputusan
23
memeperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau displai di
secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang
1. Shopping for pleasure, yaitu gaya berbelanja sebagai suatu jenis hiburan
jenis ini sudah memiliki tujuan terhadap produk yang akan dibelinya.
Soedjarwo (1993) terungkap bahwa lebih dari setengah dari pembelian yang
bahwa pembeli tidak niat membeli produk sebelum pergi ke pasar. Dari
penelitian ini terungkap bahwa lebih dari 80% dari semua keputusan pembelian
adalah untuk permen, makanan kecil, serta aneka saus adalah tidak
direncanakan.
24
Engel et al. (1994) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi
keluarga, dan situasi (Engel et al., 1994). Budaya adalah kumpulan nilai,
lainnya. Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar
(Kotler, 2005). Kelas sosial adalah pembagian didalam masyarakat yang terdiri
atas individu dan berbagai nilai, minat dan perilaku yang sama, atau kelompok-
kelompok yang relatif homogen dalam suatu masyarakat lama yang tersususn
secara hirarki (Kotler, 2005). Terdapat lima kelompok relevan yang akan
kelompok belanja, dan kelompok kerja (Schiffman dan Kanuk, 1994). Keluarga
adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang dihubungkan
melalui darah, perkawinan atau adopsi, dan yang tinggal bersama (Engel et al.,
1994). Situasi yang mempengaruhi konsumen dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
situasi konsumsi, situasi pembelian, dan situasi komunikasi (Engel et al., 1994).
25
karakteristik produk, dimana dan kapan untuk membeli, serta bagaimana
konsumen. Apa yang dibeli, dimana mereka membeli, dan kapan mereka
yang berbeda dari setiap orang dalam menghadapi lingkungan yang relatif
konsisten. Gaya hidup merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh
26
Menurut Kotler dan Armstrong (2001), keputusan pembelian konsumen
ada dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan
pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain, dan faktor kedua adalah
proses pembelian dapat dibagi menjadi dua, yaitu pre-store visit dan in-store
dari tiga komponen, yaitu input, proses, dan output. Komponen input
tentang produk. Pengaruh eksternal ini terdiri dari pengaruh aktivitas pemasaran
gairah. Motif ini berlaku sebagai kekuatan yang timbul yang ditujukan untuk
27
membentuk tingkah laku ini. Pemahaman akan motif pembelian memberikan
Impulse buying adalah adalah satu yang mendorong calon pelanggan untuk
bertindak karena daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu. (Manning, Reece,
2001 : 159). Daya tarik disini berkaitan dengan pemajangan barang yang menarik
Bahkan perusahaan teknologi kadang kala mengandalkan daya tarik ini. Dalam
dunia yang penuh dengan produk yang serupa, faktor emosional dapat memiliki
pengaruh yang patut diperhitungkan. Jika dua toko memiliki produk yang serupa,
maka pengaruh dari penjual toko tersebut menjadi sangat penting. Penjual yang
dan otomatis. Dari definisi ini terlihat bahwa impulse buying merupakan sesuatu
yang alamiah dan merupakan reaksi cepat.Impulse buying terjadi pada saat
konsumen masuk ke toko ritel dan ternyata membeli produk ritel itu tanpa
merencanakan sebelumnya.
produk yang memiliki harga yang rendah sehingga konsumen tidak perlu berfikir
28
untuk menghitung bajet yang dikeluarkan. Kedua adalah produk-produk yang
produk dalam ukuran kecil dan mudah disimpan. Biasanya konsumen mengambil
produk ini karena dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang atau
kereta belanjanya.
(2001 : 65) adalah tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah
Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat
itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda. Dengan kata
lain faktor emosi merupakan ”tanda masuk” ke dalam lingkungan dari orang-
orang yang memiliki gairah yang sama atas segala sesuatu barang.
merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat
menjadi sangat kuat dan kadangkala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian
yang dominan.
emosi. Emosi ini berkaitan dengan pemecahan masalah pembelian yang terbatas
ayau spontan. Mereka melakukan pembelian tanpa berfikir panjang untuk apa
29
Artinya Emosi merupakan hal yang utama digunakan sebagai suatu dasar
(dalam Marketing, 2007: 22): Pertama, reminder impulse buying yakni terjadi
mengingat sesuatu akan produk tersebut. Bisa jadi dia ingat iklannya atau
store promotion.
itu adalah suatu kegiatan yang didasarkan pada emosi seseorang yang timbul
karena rasa ketertarikan pada produk tertentu. Ini dilakukan secara cepat tanpa
berfikir panjang terlebih dahulu. Emosi ini terlibat karena adanya tuntutan untuk
Dengan kata lain seorang penjual harus melakukan segala cara untuk
yang terpenting.
30
2.3.1 Pengertian Impulsive Buying
direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal seperti,
membeli produk atau layanan. Sedangkan menurut (Kharis 2011) Impulse buying
adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek, distribusi masal, pelayanan
terhadap diri sendiri, iklan, displai toko yang menyolok, siklus hidup produk yang
untuk berbelanja tanpa kontrol diri dengan sedikit atau tanpa pertimbangan
31
karenanya pembelian pun dilakukan. Sehingga kebanyakan pembelian dilakukan
terlibat dalam banyak evaluasi Huang dan Ming ( 2005 ) dalam Rahma (2010)
menjelaskan impulse buying sebagai suatu hal yang lebih membangkitkan, yang
tidak diinginkan, kurang disengaja dan lebih tak tertahankan perilaku untuk
makin tingginya impulse buying maka akan lebih besar kemungkinannya menjadi
sebagai pembelian langsung dimana konsumen tidak aktif dalam mencari produk
Menurut Loudon dan Bitta (1993) dalam Ismu (2011), terdapat empat
sebelumnya atas produk tersebut dan baru pertama kali melihat dan merasa
32
4.Planned Impulse. Ketika calon pembeli memasuki toko dengan harapan
sebagainya.
atau “liar”.
Buying)
33
Menurut Buedincho dalam Fitriani (2010), faktor-faktor yang
produk atau merek, distribusi masal, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan,
display toko yang menyolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang
kecil dan kesenangan untuk mengoleksi. Loudon dan Bitta dalam Anin (2012)
produk jangka pendek, ukuran kecil, dan toko yang mudah dijangkau.
outlet yang self service, iklan melalui media massa yang sangat sugestibel
dan terus menerus, iklan dititik penjualan, posisi display dan lokasi toko
yang menonjol.
boros dan berlebihan. Hal ini dapat disebabkan karena pembelian impulsif
34
berdasarkan pada kebutuhan, namun lebih mengarah pada pemuasan diri dengan
pada daya tarik atas sentimen dan gairah membeli.Artinya berkaitan dengan
suatu toko tertentu, sehingga mereka tertarik dan mempunyai gairah untuk
membelanjakannya.
Rindfleisch et. al. (1997) dalam Roberts, Manolis, dan Tanner Jr (2003)
yang lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari keluarga yang utuh. Individu
35
Adapun ciri-ciri pembeli yang kompulsif antara lain individu dengan
depresi, cemas, obsesif, stress, frustasi dan kecewa. Motivasi pembeli yang
memberikan dorongan emosional dan rasa aman serta sejahtera ketika telah
yaitu pertama, factor sosial budaya (dimana lingkungan sosial dan kegiatan iklan
berjenis kelamin wanita dengan usia muda yang ingin meningkatkan status
kompulsif ini bisa juga terjadi pada segmen kelas ekonomi bawah dimana mereka
terjadi pada negara yang belum makmur atau di negara yang berkembang dimana
promosi penjualan dan tawaran rangsangan toko ritel yang menonjolkan titik
penjualan (point of purchase), tampilan promo diskon harga rendah dan efek
36
konsumen untuk berbelanja serta iklan di televisi yang mempengaruhi konsumen
(Gupta, 2013).
dibentuk oleh perasaan dan peristiwa negative yang dialami oleh konsumen
sehingga untuk keluar dari situasi tersebut maka konsumen berbelanja melampaui
pelarian diri dari masalah emosional yang ada dan termotivasi mengkonsumsi
barang atau jasa secara berlebihan akibat untuk meningkatkan harga diri dan citra
pembelian berulang sebagai respon untuk perasaan ayau kejadian yang negatif.
Perilaku pembelian seperti ini memberikan konsumen balas jasa positif dalam
jangka waktu pendek, akan tetapi pada jangka panjang terdapat konsekuensi
untuk mendapatkan hasil jangka pendek untuk meresponi peritiwa dan perasaan
37
negative yang dialami seorang individu yang pada akhirnya membawa
dibutuhkan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Perilaku pembelian
seperti ini menganggu aspek kehidupan individu baik secara sosial, pekerjaan,
38
Menurut O’Guinn dan Faber (dalam Jonathan S. Abramowitz, 2005: 186)
yang terjadi sebagai respon dari peristiwa atau perasaan yang tidak
Pada mulanya belanja merupakan salah satu cara yang digunakan oleh
waktu ke waktu belanja akan menjadi respon utama seseorang ketika menghadapi
beberapa faktor yaitu pengaruh yang kuat dari keinginan untuk memperbaiki
suasana hati, menghindari diri dari suasana hati yang buruk, dan untuk
dicirikan dengan seseorang yang memiliki dorongan yang tidak tertahankan untuk
seseorang tidak tahan untuk membeli, dan seseorang membeli dengan tidak masuk
39
Christenson (1994) mencirikan compulsive buying sebagai pembelian yang tidak
dorongan yang kuat dan tidak tertahankan untuk membeli, melakukan pembelian
secara terus-menerus sebagai respon atas peristiwa atau perasaan yang tidak
mendapatkan kepuasan, dan melakukan pembelian yang tidak masuk akal dan
Menurut Letty Workman dan David Paper (2010: 2). Perilaku compulsive
buying dijabarkan dalam tiga teori yaitu teori penyakit, teori sosial-budaya, dan
bahwa perilaku ini muncul di dalam keluarga akibat adanya perasaan yang tidak
40
pusat (otak) yang mengatur suasana hati, termasuk perasaan cemas. Serotonin
sinyal diantara neuron dan sel-sel tubuh lainnya. Kegiatan yang dilakukan
Nordquist, 2011).
Scmitz (Letty Workman dan david Paper, 2010: 92) menyatakan bahwa
2. Teori Sosial-Budaya
terhadap seseorang yang tidak kecanduan belanja, ketika seseorang yang tidak
41
pemasaran yang modern dan strategis. Adanya kesempatan berbelanja seperti
perilaku ini mudah menyebar di masyarakat. Wann dan Naylor (Letty Workman
dan David Paper, 2010: 94) menyatakan bahwa compulsive buying merupakan
3. Teori Sosial-Kognitif
diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem diri atau self
system). Sebagai suatu sistem maka perilaku dan berbagai faktor pada diri
dapat terjadi jika para pelaku compulsive buying tetap merasa depresi, terpisah
dari orang-orang yang tidak berperilaku kompulsif, dan selalu dikelilingi oleh
42
Lebih lanjut dalam teori Bandura (dalam Rini Idryawati, 2012: 9)
balik) positif bagi dirinya, hal ini akan menjadi penguatan bagi mereka sehingga
tersebut, dan perilaku tersebut akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Begitu
terhadap individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat
43
adanya gangguan pada serotonin (hormon pengatur suasana hati), kemudian
dalam berbelanja. Menurut Edwards ada lima tipe pelaku compulsive buying,
yaitu:
44
e. High (addicted) level. Sama halnya dengan tingkatan medium level, pembeli
berikut:
a. Perasaan kekosongan diri yang dialami oleh seseorang, self esteem (harga
dan akan membagi ceritanya kepada lingkungan yang akan kagum pada
dirinya.
hasrat belanjanya, maka orang itu akan merasa tidak memiliki kekuatan lagi,
45
2.4.4 Indikator Compulsive Buying
akan merasa kehilangan jati dirinya, karena belanja merupakan bagian dari
dirinya. Ketika melihat sebuah barang dan berniat hanya untuk mencobanya,
46
kehendak disini adalah kegagalan seseorang dalam melawan dorongan untuk
tidak bisa pulang dengan uang masih tersisa disakunya. Mereka merasa
bahwa itu adalah uang yang bisa digunakan dan dihabiskan untuk berbelanja
sisa uang pada akhir bulan, merasa ingin menghabiskannya dan muncul
dan membeli sesuatu. Ketika seseorang telah masuk ke sebuah toko, ia tidak
dapat menahan untuk tidak membeli sesuatu dari toko tersebut. Barang yang
ingin dimilikinya akan dibelinya. Seorang dengan ciri ini tidak dapat keluar
47
2.4.5 Faktor Penyebab Perilaku Compulsive Buying
dilakukan karena banyak banyak faktor, yaitu dari diri sendiri, keluarga,
pergaulan, dan media massa. Mudahnya penggunaan kartu kredit pun dapat
a. Neuroticism
48
Menurut Eysenck dkk dalam teorinya tentang Trait Factor
b. Psikologis
oleh seseorang itu tergantung pada apa yang diri kita lakukan, maupun
dari peristiwa dari luar individu (Zimbarda dalam Neill, 2006). Locus of
control terbagi menjadi dua yaitu locus of control internal dan eksternal.
49
Sedangkan locus of control eksternal adalah keyakinan individu bahwa
kompulsif.
berbelanja. Konsep diri adalah bagaimana cara kita memandang diri kita
sendiri dalam waktu tertentu sebagai gambaran apa yang kita pikirkan.
50
dengan self esteem dan kepercayaan dirinya akan mudah terpengaruh
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
kasir, sehingga anak-anak bisa dengan cepat belajar bahwa uang atau kartu
Perilaku belanja orang tua seperti itu dapat mempengaruhi perilaku belanja
pada anak-anaknya. Daalam hal ini anak mencoba meniru perilaku belanja
orang tua untuk memenuhi permintaan anak (Gwin, dalam Titin Ekowati,
2009)
51
Selain pola belanja keluarga, struktur keluarga juga
penelitiannya bahwa remaja yang berasal dari keluarga tidak utuh lebih
keluarga utuh.
keluarga.
b. Teman sebaya
52
Perilaku konsumtif begitu dominan pada kalangan remaja, karena
secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan
pengaruh lingkungan.
compulsive buying tidak dapat dikatakan muncul begitu saja tetapi sudah
berakar mulai dari seseorang hidup. Pelaku compulsive buying dalam hal
ini ingin mendapatkan status sosial yang lebih baik dalam pergaulan
temanya berbelanja, tetapi kemudian dirinya juga akan ikut terbawa oleh
remaja masa kini. Remaja akan dengan mudah terjebak pada tradisi
memakainnya. Hal ini secara tidak langsung iklan dan tayangan televisi
53
mampu mengubah pola konsumsi msyarakat yang tradisional menjadi pola
c. Media massa
televisi, radio, surat kabar, dan majalah mempunyai pengaruh yang besar
pesan dan informasi baru yang dapat mengarahkan opini baru bagi
merambah ranah kognisi remaja. Iklan telah menjadi bagian yang sulit
54
2.4.6 Dampak Compulsive buying
maupun negatif pada individu dan masyarakat. Menurut Robert (dalam Titin
Ekowati, 2009) dampak yang dapat terjadi dari perilaku compulsive buying dari
segi keuangan individu yaitu tingginya hutang kartu kredit dan rendahnya dana
yang bisa ditabung. Dari sisi pemasar, compulsive buying merupakan hal yang
dalam jangka panjang dapat merugikan karena individu dapat terlibat dalam
masalah hutang.Selain itu Letty Workman (2010: 55) juga menyatakan bahwa
dalam jangka pendek, compulsive buying juga dapat memberikan kepuasan dan
produk tertentu saja tetapi lebih menekankan pada keinginan untuk mencapai
buying dapat memberikan dampak untuk jangka pendek maupun jangka panjang
55
panjang perilaku compulsive buying akan sangat merugikan bagi individu karena
masalah hutang.
Background Marketing
Theory
Management Theory
Kotler
Service Marketing Consumer Behavior
Middle Range
Theory
Theory
Management Theory
Solomon (1999), Oliver
Lovelock (2004), (1997),
Supporting Implusive Buying and Compulsive Buying
Theory
Retail Modern
Promosi
Penjualan
Applied
Theory
Implusif
Buying
Compulsive
Buying
56
BAB III
METODE PENELITIAN
yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk meluruskan pengaruh antar
produktif.
Maka dari itu dalam penelitian ini sebagai obyek lokasi adalah Mall
tanda peningkatan bisnis ritel dikaitkan dengan seberapa besar pengaruh dari
Strategi Ritel (X1), dan Impulsive Buying (X2), Compulsive Buying (Y), baik
dibentuk oleh perasaan dan peristiwa negative yang dialami oleh konsumen
sehingga untuk keluar dari situasi tersebut maka konsumen berbelanja melampaui
57
kebutuhan mereka dengan membeli barang-barang yang mahal, untuk mencari
Robert H. Coombs, 2004: 424) adalah sebagai berikut: (1) Carriying on Despitte
impulse buying sebagai pembelian langsung dimana konsumen tidak aktif dalam
Menurut Rook dan Fisher (1995) dalam Ismu (2011), impulse buying
berikut : (1) Spontanitas. sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang
ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika.
(3) Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai
58
Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit
Adalah jumlah skor yang diperoleh dari hasil perhitungan atas butir-butir
dengan alternatif jawaban: Sangat baik (a) skor 5, Baik (b) skor 4, Cukup baik (c)
skor 3, Kurang baik (d) skor 2 dan Tidak baik (e) skor 1. Sebagaimana yang
Tabel 3.1
Skala Likert
Pendapat Skor
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini terdiri atas pengunjung Mall AEON BSD
populasi terjangkau, sekitar 150 orang pada hari observasi yang melakukan
pembelian kompulsif.
59
3.4.2 Sampel
AEON BSD.
Mall AEON BSD Tangerang. Sifat dari kuesioner yang diajukan ialah
dapat mengukur pendapat dan sikap dari para responden, selain itu peneliti
1) Studi Pustaka
hal ini peneliti berusaha untuk mencari dan membaca serta mendapatkan
60
sumber-sumber ilmiah yang terdapat dalam buku-buku yang relevan
2) Pengamatan (Observasi)
Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
bentuk regresi dengan bantuan komputer program Statistical Package for Social
responden, terlebih dahulu diadakan uji coba. Uji coba dilakukan untuk
validitas. Suatu alat ukur dikatakan valid jika alat ukur itu apa yang harus
61
diukur, sedang alat ukur dikatakan reliabel bila mengukur suatu gejala pada
a. Validitas
1) Jika rhasil positif serta rhasil> rtabel, maka butir atau variabel tersebut
valid.
2) Jika rhasil tidak positif serta rhasil< rtabel ataupun rhasil negatif > rtabel,
memperhatikan :
62
3. Nilai faktor loading untuk tiap-tiap item pertanyaan sama atau lebih
analisis regresi, korelasi dan faktor analisis, maka dapat digunakan uji
N ΣXY – (ΣX)(ΣY)
rxy =
√ [N (ΣX2) – (ΣX2)]√ [N (ΣY2) – (ΣY2)]
N = jumlah sampel
apabila nilai r hitung >r table dan probabilitasnya <ά. Adapun nilai ά
63
variabel berarti tidak memenuhi uji validitas dan terpaksa harus
Tabel 3.2
0,20-0,399 Rendah/lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat/erat
64
b. Reliabilitas
1) Jika rAlpha positif serta rAlpha> rtabel, maka butir atau variabel tersebut
reliabel.
2) Jika rAlpha negatif serta rAlpha< rtabel ataupun rAlpha negatif > rtabel, maka
mengukur suatu gejala atau kejadian. Semakin tinggi reliabilitas suatu alat
ukur, semakin stabil pula alat ukur tersebut untuk mengukur suatu gejala
dan sebaliknya, jika reliabilitas tesebut rendah maka alat tersebut tidak
suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu
alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur hal yang sama pada waktu
yang berlainan dan hasil pengukuran relatif konsisten, maka alat tersebut
dikatakan reliabel.
65
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
62) :
Y = a + b1X1+ b2 X2 + ei
Keterangan :
a : Bilangan Konstanta
ei : Variabel gangguan
yaitu pada Mall AEON BSD Tangerang dan Penelitian ini dilakukan mulai dari
66
Tabel 3.3
Bulan
No Kegiatan
Senin Senin Senin Senin Senin
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
1
proposal
Pengumpulan
2 data dan
referensi
Analisa dan
3 pengolahan
data
Penelitian
4 dan
bimbingan
67