Anda di halaman 1dari 13

PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA LAKI-LAKI

A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda dan untuk

melakukan pemenuhan kebutuhan tersebut, setiap manusia melakukan konsumsi terhadap barang dan jasa. Adanya perbedaan kebutuhan hidup menyebabkan adanya perbedaan pola konsumsi pada setiap manusia. Ada manusia yang mempunyai pola konsumsi yang wajar namun ada juga yang berlebihan. Dalam diri orang dengan pola konsumsi berlebihan telah terjadi perubahan konsep konsumsi. Konsumsi tidak hanya terbatas pada penukaran uang untuk kepentingan kebutuhan sehari-hari saja, tetapi sudah menjadi sebuah gaya hidup bahkan sebuah kegemaran. (Haris, 2005). Gaya hidup yang demikian, telah mengkibatkan orang-orang berperilaku konsumtif. Menurut Lubis (Sumartono, 2002) perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional karena adanya keinginan yang tidak rasional. Membeli tidak lagi didasarkan pada pemenuhan kebutuhan hidup secara rasional tetapi didasarkan pada kesenangan saja. Di Indonesia, perilaku konsumtif sudah menjadi suatu gaya hidup yang membudaya diberbagai lapisan masyarakat. Menjamurnya waralaba (frencheise), factory outlet, dan banyaknya Mall di berbagai daerah merupakan sebuah bukti bahwa perilaku konsumtif sudah menjadi budaya bangsa kita. Pergi ke Mall telah menjadi agenda wajib bagi sebagian besar masyarakat kita setiap bulannya, bahkan ada yang setiap minggunya. Pergi ke Mall sudah menjadi gaya hidup yang didasari pada keinginan untuk menjaga gengsi kelas sosial saja. Tidak hanya itu saja, beralihnya masyarakat kita dari berbelanja di pasar tradisional menjadi ke pasar modern seperti supermarket dan hypermarket juga disebabkan karena adanya keinginan untuk menjaga gengsi, padahal seperti kita ketahui harga di pasar modern jauh lebih mahal daripada di pasar tradisional. Fenomena perilaku konsumtif juga terjadi pada remaja sebagai salah satu

bagian dari masyarakat, terutama pada remaja perkotaan yang notabenya belum memiliki kemampuan secara finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, para ahli pasar mengetahui bahwa sebenarnya pendapatan remaja tidak terbatas, dalam arti

para remaja bisa meminta uang kapan saja kepada orang tuanya (Loudon & Bitta, 1984). Secara psikososial perkembangan remaja memang dihadapkan kepada hal-hal yang berhubungan dengan peran mereka sebagai konsumen. Seiring perkembangan biologis, psikologis, sosial ekonomi tersebut, remaja memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan sudah lebih mampu membuat keputusan sendiri (Steinberg, 1996), termasuk dalam hal membuat pilihan dan keputusan sebagai seorang konsumen, sehingga dapat dikatakan bahwa pola konsumsi seseorang mulai terbentuk pada masa remaja. Selain itu karakteristik remaja yang labil dan mudah dipengaruhi sehingga mendorong munculnya perilaku konsumtif. Bagi remaja membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan lain seperti sekedar mengikuti mode, keinginan mencoba produk baru, keinginan memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya. Hal tersebut benar-benar disadari para produsen, mereka berlomba menawarkan produk-produk khusus untuk remaja, seperti pembalut, kosmetik, peralatan mandi, pakaian, sepatu, majalah, dan masih banyak lainnya yang semuanya dibuat khusus untuk remaja. Tidak hanya produk khusus remaja saja, penjual jasa juga sudah memberikan perhatian khusus pada remaja, sebagai target pasar, seperti jasa salon khusus remaja dan jasa spa khusus remaja. Keadaan yang demikian apabila kita pahami dengan sebab akibat, maka

semuanya saling berkaitan. Pola perilaku konsumtif pada remaja telah memunculkan adanya produk-produk khusus remaja, dan adanya produk-produk tersebut semakin membuat remaja menjadi konsumtif. Perilaku konsumtif pada remaja merupakan perilaku boros yang mengkonsumsi barang dan jasa secara berlebihan (Albarry, 1994), padahal seperti yang kita ketahui bahwa semua yang berlebihan itu berbahaya, termasuk perilaku konsumtif pada remaja. Perilaku Konsumsi yang berlebihan pada remaja dapat menciptakan konsep diri yang salah pada remaja, sehingga remaja menjadi kurang kreatif dan mandiri setelah dewasa. Akibat lebih jauhnya adalah seperti yang kita rasakan saat ini, yaitu banyaknya pengangguran karena kurangnya kreativitas dan inisiatif dari para sarjana yang cenderung memilih bekerja kantoran daripada menciptakan lapangan pekerjaan baru. Tidak hanya itu saja, terbentuknya perilaku konsumtif pada remaja dapat menciptakan gaya hidup konsumtif setelah mereka dewasa, adanya gaya hidup konsumtif yang tidak

didukung dengan kondisi finansial yang sehat dapat mendorong adanya usaha meningkatkan kondisi keuangan dengan cara-cara yang tidak sehat, seperti bekerja berlebihan dan korupsi. Baru-baru ini seorang pejabat ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di sebuah perusahaan BUMN di Surabaya, dari hasil penyelidikan diketahui bahwa motif pejabat tersebut adalah untuk memenuhi tuntutan istri dan anaknya untuk dapat berlibur dan berbelanja di Itali. Tentunya kasus-kasus seperti itu banyak kita jumpai ditengah masyarakat kita, sehingga semakin jelas bahwa perilaku konsumtif pada remaja itu berbahaya.

B. Indikator Perilaku Konsumtif Pada Remaja Remaja atau bahkan orang dewasa sering kali tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa dirinya memiliki perilaku konsumsi yang berlebihan. Mereka beranggapan bahwa perilaku konsumsi mereka masih dalam batas wajar, yaitu berbelanja karena alasan kebutuhan. Namun kenyataannya, mereka sering kali membeli sesuatu tidak hanya karena faktor kebutuhan saja, namun sudah mempertimbangkan merek atau brand tertentu, mode fashion terkini, gengsi, atau pengaruh iklan. Sumartono (2002) mengatakan bahwa ada beberapa indikator perilaku sehingga sesorang dapat dikatakan memiliki perilaku konsumtif , yaitu : a) Membeli produk karena iming-iming hadiah. Remaja membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. b) Membeli produk karena kemasannya menarik Konsumen remaja sangat mudah terbujuk untuk membeli suatu produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik. c) Membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi. Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar remaja selalu

berpenampilan

yang

dapat

menarik

perhatian

orang

lain.

Remaja

membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri,

d) Membeli produk atas pertimbagan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya). Konsumen remaja cenderung berperilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah. e) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status Remaja mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status sosial agar kelihatan lebih keren di mata orang lain. f) Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan Remaja cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk segala sesuatu yang dipakai oleh tokoh idolanya. Remaja juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure yang menjadi model iklan dalam produk tersebut g) Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Remaja sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1997) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat memperbagus penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri. h) Mencoba lebih dari dua produk (merek berbeda)

Remaja cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya yang dia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara terhadap beberapa remaja perkotaan, indikator-indikator perilaku yang sering muncul pada remaja perempuan adalah membeli produk karena iming-iming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi, membeli produk atas pertimbagan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, mencoba lebih dari dua produk (merek berbeda). Sedangakan indikator yang sering muncul pada remaja lak-laki adalah membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi, Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

C. Pola Perilaku Konsumtif Pada Remaja Laki-laki

Perilaku konsumtif remaja sering kali diasumsikan hanya dilakukan oleh remaja perempuan. Namun kenyataannya, perilaku konsumtif tidak hanya dilakukan oleh perempuan saja, saat ini perilaku konsumtif juga banyak dilakukan oleh remaja laki-laki, tentunya dengan pola konsumtif yang berbeda. Hasil sejumlah penelitian menunjukan adanya perbedaan perilaku membeli antara perempuan dan laki-laki, diantaranya yaitu : a. Laki-laki lebih banyak membeli berdasarkan kegunaan dan masalah teknis berbeda pada perempuan yang lebih banyak tertarik pada warna dan bentuk. b. Laki-laki lebih mudah terbujuk rayuan pembeli daripada perempuan. c. Laki-laki kurang bisa menikmati suasana berbelanja daripada perempuan sehingga lebih cepat mengambil keputusan dalam membeli sesuatu.

d. Laki-laki memiliki perasaan yang tidak enak apabila tidak membeli sesuatu jika sudah memasuki sebuah toko, perempuan lebih suka menikmati kegiatan belanja walaupun hanya melihat-lihat (window shopping) saja. Perbedaan-perbedaan tersebut tentu saja disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik antara perempuan dan laki-laki. Perempuan yang lebih suka menilai diri dari keindahan dan kelembutan tentunya akan lebih banyak tertarik pada warna dan bentuk, berbeda dengan laki-laki Laki-laki yang lebih tertarik membeli karena masalah teknis dan kegunaan. Laki-laki yang memiliki gengsi tinggi tentu saja akan memiliki perasaan yang tidak enak apabila tidak membeli sesuatu jika sudah memasuki sebuah toko, tidak demikian dengan perempuan. Penjelasan tersebut semakin memperjelas adanya perbedaan antara pola membeli laki-laki dan perempuan. Perbedaan pola membeli tentunya juga akan membedakan pola perilaku konsumtif antara laki-laki dan perempuan, termasuk antara remaja laki-laki dan perempuan. Remaja putri cenderung konsumtif untuk perawatan tubuh dan kecantikan, seperti kosmetik, pergi ke salon, membeli aksesoris, pakaian, dan parfum. Sementara itu, remaja laki-laki cenderung konsumtif pada hal-hal yang bertujuan untuk memperoleh pengakuan sosial seperti mengkonsumsi rokok agar terlihat jantan, mengkonsumsi minuman keras agar diterima dalam suatu komunitas tertentu, fitness agar terlihat lebih jantan, dan membeli baju atau pakaian dengan model dan merek tertentu agar diterima pada suatu komunitas seperti berdandan ala rocker, punk, atau komunitas skateboard. Remaja laki-laki juga memiliki kecenderungan konsumtif pada berbagai hal yang berkaitan dengan kesenangan atau hobby, seperti rela mengeluarkan banyak uang untuk bermain game online, memodifikasi motor atau mobil, membeli gadget terbaru seperti kamera atau laptop, membeli perlengkapan olahraga seperti peralatan basket dan futsal, membeli peralatan musik dan sebagainya. Selain itu, pada kasus-kasus tertentu banyak pula remaja laki-laki yang cenderung konsumtif untuk hal-hal yang berhubungan dengan penampilan seperti ke salon untuk perawatan wajah dan rambut, membeli pakaian dengan brand terkenal, dan sebagainya.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Pada Remaja Laki-laki

Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mepengaruhi perilaku konsumtif, yaitu : a) Kebudayaan Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bantuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Kebudayaan adalah determinan yang paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 2006).

b)

Kelas Sosial Kelas sosial mempengaruhi perilaku konsumen dalam cara seseorang menghabiskan waktu mereka, produk yang dibeli, dan berbelanja. Pada dasarnya masyakat Indonesia dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu golongan atas, golongan menengah, dan golongan bawah. Perilaku konsumtif antara kelas sosial yang satu dengan yang lain akan berbeda-beda, dalam hubungannya dengan perilaku konsumtif (Mangkunegara, 2002) karakteristik masing-masing kelompok, yaitu : 1. Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap, konservatif dalam konsumsinya, dan barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat menadi warisan dalam keluarganya. 2. Kelas sosial menengah cenderung membeli barang untuk menampakkan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya membeli kendaraan, rumah, mewah, dan perabot rumah tangga. 3. Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitas. Pada umumnya mereka membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barag yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.

Unsur Pokok dalam pembagian kelas dari masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan. c) Kelompok referensi Kelompok referensi merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang sangat mempengaruhi perilaku individu. Kelompok referensi mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang karena secara normal orang menginginkan untuk menyesuaikan diri. Kelompok referensi menciptakan suasana untuk penyesuaian yang dapat mempengaruhi pilihan orang dalam membeli suatu produk (kotler, 2006).

d)

Situasi Faktor situasi seperti lingungan fisik, lingkungan sosial, waktu, suasana hati, dan kondisi seseorang sangat mempengaruhi perilaku membeli seseorang.

e)

Keluarga Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen (Loudon & Bitta, 1984)

f) Kepribadian Kepribadian merupakan suatu bentuk dari sifat-sifat yang terdapat dalam diri individu yang sangat mempengaruhi perilakunya. Kepribadian sangat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk. Kepribadian dapat dijadikan korelasi yang kuat antara jenis kepribadian tertentu dengan pemilihan suatu produk atau merek. g) Konsep Diri Konsep diri dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku membeli seseorang. Kotler (2006) mengatakan bahwa konsumen sering memilih dan menggunakan merek yang konsisten dengan konsep diri aktual mereka (bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri). h) Motivasi

Motivasi adalah kekuatan atau dorongan yang menggerakan perilaku dan memberikan arah dan tujuan bagi perilaku seseorang. Motif adalah konstruk yang menggambarkan kekuatan di dalam diri yang tidak dapat diamati yang merangsang respon perilaku dan memberikan arah spesifik terhadap respon tersebut. Motivasi mendorong seseorang melakukan perilaku, tidak terkecuali dalam mengkonsumsi suatu produk yang tersedia di pasar. i) Pengalaman Belajar Pengalaan belejar seseorang akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli suatu produk. Konsumen mengamati dan mempelajari stimulus yang berupa informasi-informasi yang diperolehnya. Informasi tersebut dapat berasal dari pihak lain maupun diri sendiri (melalui pengalaman). Hasil dari proses belajar tersebut dipakai konsumen sebagai referensi untuk membuat keputusan dalam pembelian. j) Gaya Hidup Gaya Hidup merupakan fungsi dari karakteristik individu yang terbentuk melalui interaksi sosial. Secara sederhana, gaya hidup dapat juga diartikan sebagai cara yang ditempuh seseorang dalam menjalani hidupnya, yang meliputi aktivitas, minat, kesukaan, sikap, konsumsi, dan harapan. E. Sebuah Kesimpulan : Mencegah Jauh Lebih Baik Dari data-data dan analisis yang telah disampaikan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Bahwa ada kecenderungan pada diri remaja sekarang ini untuk beperilaku konsumtif, terutama remaja perkotaan. Perilaku konsumtif pada remaja tidak hanya terjadi pada remaja perempuan saja, namun juga terjadi pada remaja lakilaki. 2. Perbedaan perilaku membeli antara laki-laki dan perempuan menyebabkan adanya perbedaan dalam pola perilaku konsumtif pada remaja laki-laki dan perempuan. Selain itu perbedaan pola perilaku konsumtif pada keduanya juga dapat dilihat dari adanya perbedaan indikator perilaku konsumtif yang muncul pada remaja laki-laki dan perempuan hasil dari pengamatan dan observasi secara sederhana.

3. Indikator perilaku yang sering muncul pada remaja perempuan adalah membeli produk karena iming-iming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi, membeli produk atas pertimbagan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, mencoba lebih dari dua produk (merek berbeda). Sedangakan indikator yang sering muncul pada remaja lak-laki adalah membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi, Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif pada remaja dapat dibagi menjadi dua yang pertama faktor internal yaitu motivasi, pengalaman belajar, konsep diri, kepribadian, dan gaya hidup. Sementara faktor eksternalnya, yaitu kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, situasi, dan keluarga. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka upaya terbaik dalam menangani perilaku konsumtif pada remaja khsusnya remaja laki-laki adalah melakukan upaya pencegahan. Upaya-upaya tersebut di antaranya dapat dilakukan dengan : 1. Membiasakan anak-anak untuk menghargai kerja keras orang tua untuk memperoleh uang atau penghasilan, misalnya saat anak menginginkan sesuatu tidak langsung dibelikan namun mensyaratkan sesuatu kepada anak seperti harus mendapat nilai bagus dalam ujian atau harus dapat sholat lima waktu dalam satu minggu. Dengan melatih anak sejak dini untuk menghargai kerja keras orang tua mencari orang tua, anak diharapkan dapat menjadi lebih arif dalam mengeluarkan atau membelanjakan uang. 2. Membentuk kepribadian bersahaja, hemat, dan mandiri sejak usia dini. Sejak anak masuk bangku sekolah, anak sudah mulai diajari untuk berhemat dengan memberi uang saku yang pas atau tidak terlalu berlebih pada anak, sehingga anak dapat belajar untuk menentukan prioritas kebutuhan dalam hidupnya serta mengajarkan anak akan pentingnya untuk menabung. 3. Orang tua disaranan untuk tidak selalu menuruti permintaan anak. Bila kita amati orang tua sekarang ini cenderung memanjakan dan menuruti semua kemauan dan permintaan anak, padahal hal tersebut tidak bagus karena dapat

menciptakan pribadi yang manja dan ketergantungan serta meningkatkan kecenderungan perilaku konsumtif. 4. Orang tua juga disarankan untuk membudayakan hidup bersahaja dan tidak belebihan, karena secara sadar maupun tidak, anak sering sekali meniru atau menjadikan orang tua sebagai model dalam kehidupannya. 5. Orang tua sebaiknya juga mulai mendidik anak untuk memilih tontonan atau menentukan tayangan televisi yang baik dan yang tidak, sehingga akan mengurangi kemungkinan anak melakukan modeling terhadap tayangan televisi dan kemungkinan anak terpengaruh iklan pada tv 6. Membetuk kepercayaan, konsep diri, dan kepribadian yang baik pada anak, sehingga anak tidak mudah terpengaruh lingkungan sosial dalam berperilaku.

DAFTAR PUSTAKA Albarry. 1994. Kamus Modern Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Arloka. Ancok, Djamaludin. 1995. Nuansa Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Yayasan Insan Kamil. Anggasari, R.E. 1997. Hubungan Tingkat Religius dengan Perilaku Konsumtif. Jurnal Psikologika No. 4 thn. II. Universitas Gajahmada. Aryani, G. 2006. Hubungan antara Konformitas dan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Di SMA Negeri 1 Semarang Tahun Ajaran 2005/ 2006. Skripsi (diterbitkan terbatas). diakses melalui http : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14512 (akses waktu : 13/05/20100 Arys, M. 2006. Kebutuhan atau Gaya Hidup. Sriwijaya Post. Cash, T.F. 2000. The Multidimensional Body-Sefl Relation Questionaire : MBSRQ Users Manual (3rd Revision). Virginia : Old Dominion University. Cash & Pruzinsky. 2000. Body Image : A Handbook of theory, Research, and Clinical Practice. New York : Guilford Press. Engel, J., Blackwell, Miniard. 1995. Consumer Behavior. Eight Edt. Florida : The Dryden Press. Grogan, S. 1999. Body Image : Understanding Body Dissatification in Men, Women, and Children. United States : Routledge. Haris. 2005. Remebrance is Power. [Online]. http://www.freewebs.com/kelektifbunga/konsumerisme.htm. (Akses waktu : 13/05/2010).

Hasibuan, E. N. P. 2010. Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Skripsi (diterbitkan terbatas). Sumatera : Universitas Sumatera Utara. Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14508 (Akses waktu : 13/05/2010) Hempel, L. 1996. Environmental Govermence : The Global Challage. Washington D.C. : Island Press. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0204/10/031846.htm. seberapa Burukkah Aku. 22 Mei 2010. S, Hotpascaman. Hubugan Antara Perilaku Konsumtif dengan Konformitas Pada Remaja. Skripsi (diterbitkan terbatas). Sumatera : Universitas Sumatera Utara. Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14510 (Akses waktu : 13/05/2010) Hurlock. 2006 Alih Bahsa : Istiwidiyanto dan Soedjarwo (1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Jatman, D. 1987. Remaha Incaran Iklan. Yogyakarta : Kedaulatan Rakyat Press. Kotler, P. & Keller, K.L., 2006. Marketing Management 12th Edition/ International Edition.Prentice Hall, New Jersey. Lina & Rosyid. 1997. Perilaku Konsumtif Berdasarkan Locus of Control Pada Remaja Putri. Jurnal Psikologika. Ed.4, th.II. Universitas Gajah Mada. Mangkunegara, A. 2005. Perilaku Konsumen. Bandung : PT. Refika Aditama. Mahdalela. 1998. Peran Intensitas dengan Teman Di Lingkungan Pergaulan Sekola terhadap Sikap Konsumtif. Jakarta : Jala Sutra. Monks, F.J., Knoers, A.M.O., & Haditomo, S.R. 1995. Psikolgi Perkembanga dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Raynolds, Scott, & Warshaw. 1973. Introduction to Marketing Management. Revisoned Edition. Illinois Hornwood Irvin Inc. Sachari, R. E. 1984. Adolesence. New York : John Wiley & Sons. Sari, Y.T. 2010. Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja Putri. Skripsi (diterbitkan terbatas). Sumatera : Universitas Sumatera Utara. Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14524 (akses waktu : 13/05/2010) Sarlito, Dr. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Sarwono, S. 2005. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sumartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan. Bandung : Alfabeta. Tanoto, W. 1999. Perempuan dalam Dunia Media. [Online]. http://www.mitrawacanawrc.com (Akses waktu 23/05/2010).

Thompson, J.K., Hienberg, L.J., Altabe, M.. & Tantleff-Dunn, S. 1999. Exacting beauty : theory, assessment, and treatment of body image disturbance. Washington, DC : American Psychological Association.

Anda mungkin juga menyukai