Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH PERSEPSI IKLAN PRODAK KECANTIKAN TERHADAP

PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA PSIKOLOGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Trisebti Agustina P
2011
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Trisebtiap.sebti@gmail.com

Remaja merupakan suatu masa transisi dalam kehidupan manusia dimana proses
kematangan, baik kematangan fisik, sosial maupun psikologis terbentuk pada
masa remaja. Selain proses-proses pokok tersebut, proses konsumsi pun terbentuk
pada masa-masa remaja, seperti yang dijelaskan oleh Tambunan (2001). Remaja,
khususnya remaja putri, memiliki sifat ingin diterima oleh orang lain khususnya
oleh lawan jenis. Adanya perasaan memiliki kekurangan dalam segi fisik remaja
putri, membuat mereka mencari informasi mengenai cara untuk menutupi
kekurangan tersebut, khususnya dalam perawatan kecantikan wajah.

Gloria Swanson (Synnott, 1993) mengatakan bahwa wajah menjadi penentu dasar
bagi persepsi mengenai kecantikan atau kejelekan individu, dan semua persepsi
ini secara langsung membuka penghargaan diri dan kesempatan hidup kita. Wajah
sungguh-sungguh menyimbolkan diri dan menandai banyak hal dari bagian diri
yang berbeda. Seseorang dapat diidentifikasikan melalui wajahnya dibandingkan
dengan bagian tubuh lainnya.

Berdasarkan data pra penelitian, bahwa dari 10 mahasiswa Fakultas Psikologi


yang ada terdapat 9 mahasiswa yang mengaku selalu berusaha untuk mengikuti
dan memiliki produk kecantikan yang sedang trend. Alasan mereka bahwa dirinya
selalu berusaha membeli barang-barang yang sedang populer dan terbaru, tanpa
memikirkan harga barang tersebut mahal atau tidak yang penting yang
bersangkutan tidak disebut ketinggalan zaman oleh teman-temannya. Adanya sifat
gengsi dan perasaan malu mendorong seseorang untuk memiliki barang-barang
yang sedangpopuler, karena jika tidak memiliki barang-barang tersebut akan
dianggap kudet atau kurang update oleh teman-temannya (Rombe, 2014).

Seperti yang terjadi pada kalangan mahasiswa Fakultas Psikologi sekarang ini,
banyak mahasiswa yang merasa tertarik untuk melakukan perawatan dan
mengkonsumsi produk kecantikan. Keinginan untuk terlihat cantik dengan
memiliki kulit wajah yang bersih dan putih telah mendorong mereka untuk
menjadi pelanggan produk kecantikan tertentu dan menyebabkan timbulnya
perilaku konsumtif. Salah satu informasi yang mereka dapatkan adalah dari iklan
kecantikan di televisi. Iklan kecantikan di televisi mempunyai kemampuan untuk
menarik perhatian para remaja untuk mengkonsumsi produk-produk kecantikan
yang ditawarkan (Hasil Observasi, 2016).
Pengiklanannya pun lebih bersifat emosional, dimana bagian yang dirangsang
adalah emosi pemirsa untuk membeli produk atau jasa tersebut (Kasali, 1992).
Menurut pemerhati gender,(Iswara, 2003), iklan memiliki kekuatan ideologis
untuk membangkitkan respons masyarakat, yang secara tidak sadar, telah
membeli citra dan gaya hidup yang ditawarkan iklan. Hal paling pribadi dalam
diri seseorang, yaitu penampilan dan gaya hidup, telah menjadi ranah publik
karena telah dimodifikasikan dan dijadikan arena dagang. Fleksibilitas sebuah
media televisi dimanfaatkan dengan baik oleh para produsen produk untuk
memasarkan produk mereka kepada masyarakat dengan memanfaatkan ruang
iklan sebagai representasi keunggulan produk kecantikan.

Penelitian mengenai kecantikan perempuan dalam iklan di televisi mengacu pada


pengukuhan pencitraan penampilan fisik yang dianggap ideal dalam masyarakat
yaitu memiliki kriteria Caucasian, seperti tubuh langsing, tinggi, berkulit putih,
berambut panjang dan lurus. Kriteria-kriteria tersebut menjadi acuan-acuan
pengkategorian tentang citra-citra penampilan fisik perempuan dalam iklan di
televisi.

Maraknya tayangan iklan di televisi sebagai salah satu bentuk promosi yang
dilakukan olah para produsen dalam rangka memperkenalkan dan
mempertahankan merek atas produk-produk yang mereka keluarkan khususnya
produk kosmetik kepada masyarakat. Salah satu bentuk iklan yang seringkali
ditemui di televisi adalah iklan produk kecantikan yang banyak menampilkan
model perempuan sebagai representasi produk mereka.

Menurut Iswara (2003), seorang praktisi televisi, dalam iklan-iklan kecantikan


tersebut, citra yang dibentuk selalu disertai pesan bahwa perempuan identik
dengan penampilan cantik dan wangi-wangian yang secara eksplisit ditujukan
untuk dinikmati kaum pria. Hal tersebut mendorong para produsen untuk
menjadikan remaja sebagai pasar yang potensial untuk produk-produk mereka,
khususnya produk-produk kecantikan.

Melihat permasalahan yang timbul dari tayangan iklan kecantikan di televisi yang
merepresentasikan suatu produk secara positif maupun negatif, maka menjadi
menarik untuk diteliti mengenai seberapa jauh tayangan iklan kecantikan
mempengaruhi remaja putri, khusunya kalangan mahasiswa merupakan salah satu
kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup,
trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi mahasiswa sendiri, mode,
penampilan, dan kecantikan merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian
khusus. Cross dan Cross menerangkan bahwa kecantikan dan daya tarik fisik
sangat penting bagi umat manusia. Dukungan sosial, popularitas, pemilihan teman
hidup dan karier dipengaruhi oleh daya tarik seseorang (Hurlock, 1980).

Iklan kecantikan dan perempuan adalah dua hal yang hampir selalu berkaitan dan
akan sangat terasa dalam pembahasan mengenai representasi perempuan dalam
media massa. Pada umumnya penggambaran perempuan dalam media massa
diwarnai oleh berbagai macam pencitraan dan komoditasi atau pelaris produk. Hal
tersebut dapat dicermati dari tayangan iklan yang banyak mengumbar perempuan
hanya dari penampilan fisik mereka. Perempuan dipojokkan dengan adanya
standarisasi kriteria- kriteria perempuan cantik yang dianggap ideal dalam
masyarakat (Melliana, 2006).

Ing. Dagmar Skokanova, BA (2011). Pengaruh persepsi budaya tentang citra


tubuh terhadap strategi pemasaran. Kesimpulannya, hasil analisis konten
menunjukkan bahwa penampilan tubuh dan persepsi tentang kecantikan di dua
negara masing2 dipengaruhi oleh budaya. Kecenderungan budaya tradisional
dalam memandang citra tubuh diukur dari berat badan atau warna mata yang
ditampilkan oleh model dalam iklan. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada sebagian budaya lain ada kecenderungan untuk mengubah citra tubuh.
Contohnya, perilaku konsumen Cina yang ingin mengubah citra tubuhnya
menjadi seperti masyarakat barat karena dipengaruhi oleh iklan. Hasil tersebut
penting untuk para produsen dalam menentukan strategi pemasaran untuk
memproduksi berbagai kategori produk.

Hasil penelitian Trigita Ardikawati Java Tresna (2013) “Perilaku konsumtif di


kalangan mahasiswa FIS UNY pada klinik kecantikan” menyatakan
bahwakuatnya keinginan untuk tampil cantik, telah menyebabkan mahasiswa
melakukan perawatan wajah di klinik kecantikan merupakan suatu pemenuhan
kebutuhan. Namun di sinilah letak perilaku konsumtif tersebut muncul, seperti
ketika tidak dapat lagi membedakan antara sebuah keinginan dan pemenuhan
kebutuhan.

Michelle Meehan (2009). Kampanye untuk penampilan laki2 : pengaruh iklan


pada dimensi tubuh laki2. Dengan adanya penelitian ini, dapat mendorong
marketing, khususnyang mengemukakan kampanye dove (penampilan laki laki)
untuk keindahan yang nyata bahwa upaya mereka benar benar bekerja untuk
meningkatkan harga diri laki laki sampai batas tertentu. Meskipun sebenarnya
memperbaiki harga diri laki laki bukan salah satu dari misi dove (penampilan laki
laki), namun implikasi dari penelitian saat ini dapat dijadikan sebagai referensi
untuk penelitian selanjutnya dan merancang kampanye baru tentang penampilan
laki laki. Hasil dari penelitian ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan namun
juga ada beberapa petunjuk untuk penelitian selanjutnya dimana dapat dengan
akurat dalam mengidentifikasi variabel dan aspek citra tubuh laki laki yang paling
rentan terhadap adanya iklan.

Kemudian hasil penelitian Dewi Primianty (2008) “Hubungan Antara Persepsi


Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik Dalam Iklan Produk Kecantikan
di Televisi dengan Penggunaan Produk Kecantikan oleh Remaja Putri. Diperoleh
hasil bahwa terdapat hubungan nyata antara penghasilan orang tua dan persepsi
remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kecantikan di
televisi.Selain itu tidak terdapat hubungan nyata antara significant others dan
persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kecantikan di
televisi.

Steve H. Sohn (2016) Dampak dari ukuran tubuh model iklan pada kualitas
produk : pendekatan berbasis induction approach. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persepsi kuno tentang peran gender dan perfeksionis berhubungan dengan
ukuran tubuh dari seorang model, hal tersebut mempengaruhi persepsi konsumen
pada kualitas dari suatu iklan.

Hasil penelitian Nurul Hidayah, Ali Imran (2014) “Prilaku Konsumtif Mahasiswi
Pengguna Perawatan Wajah Di Klinik kecantikan Kota Surabaya (Kajian
Simulakra, Simulasi dan Hiperealitas J.P Baudrillard). Diperoleh data bahwa
setiap klinik kecantikan telah terjadi proses simulasi yaitu dengan cara
menawarkan keunggulan untuk membuat masyarakat tertarik dan konsumen
merasa puas. Gaya hidup konsumtif dalam memilih melakukan perawatan di
klinik kecantikan dikarenakan keunggulan masing-masing klinik kecantikan.
Melakukan perawatan klinik kecantikan lebih terjamin keamanannya karena
memiliki dokter spesialis. Heperealitas yang terjadi adalah keinginan mahasiswi
melakukan merawatan di nklinik kecantikan karena lebih cepat atau instan
memutihkan wajah. Akan tetapi dampak yang terjadi adalah perilaku konsumtif
karena perawatan di klinik kecantikan dapan menyebabkan ketergantungan
sehingga perilaku konsumtif tidak dapat dihindari. Kebutuhan wanita akan
penampilan kini telah menjadi kebutuhan primer yang sangat penting dan telah
mencerminkan suatu nilai tanda atau nilai simbol.

Nimrah Azhar and Faiza Maqbool Shah (2015) Dampak tidak etis dari suatu iklan
terhadap konsumen wanita di pakistan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada
suatu hubungan yang kuat antara variabel dependen (kepuasan dan harga yang
sesuai) dan variabel independen (kepercayaan & kejujuran dan iklan ofensif -
iklan yang terus menerus) ditemukan melalui metode regresi. Temuan tersebut
menunjukkan hubungan yang signifikan antara kepuasan dan iklan ofensif karena
peneliti menolak hipotesis null yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
kesesuaian harga dengan kepercayaan dan kejujuran pada konsumen wanita, dan
juga ada hubungan signifikan antara kesesuaian harga dan iklan ofensif. Penelitian
ini menunjukkan bahwa iklan tidak etis sangat berdampak pada perilaku
konsumtif dari konsumen wanita di pakistan.

Hasil penelitian Naeni Marlina (2004) “Perilaku Konsumstifdi Kalangan


Mahasiswi (Studi pada Mahasiswi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang
angkatan 2003/2004). Diperoleh hasil bahwa1. Perilaku konsumtif di kalangan
mahasiswi dapat di lihat dari beberapa hal antara lain: alasan mereka berbelanja,
jenis barang yang sering di beli, sampai pada tempat berbelanja yang sering
dikunjungi. Sebagian besar alasan mahasiswi suka berbelanja adalah karena ingin
mengikuti mode yang sedang tren dan agar tidak ketinggalan zaman. Barang yang
sering di beli mahasiswi kebanyakan adalah dari produk fashion seperti pakaian
(baju), tas, sepatu, dan produk kecantikan hingga produk HP (Handphone) yang
selalu berinovasi. Untuk membeli produk atau barang tersebut, mahasiswi lebih
suka berbelanja di mall, dengan anggapan bahwa mall adalah tempat dimana
mode-mode terbaru bermunculan. Padahal mode itu sendiri selalu berubah
sehingga mereka tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki. 2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku konsumtif di kalangan mahasiswi meliputi faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern mencakup pengaruh yang datang dari
pribadi atau individu itu sendiri yang meliputi sikap dan motivasi. Sedangkan
faktor ekstern menyangkut pengaruh yang datang dari luar yang meliputi teman
dan iklan.

Nadine Bibi & Britt Grydeland (2014). Gambar perempuan dalam iklan :
penelitian tentang reaksi konsumen tentang ketidaksesuaian pada model iklan.
Kesimpulannya meskipun kami sudah membuat upaya untuk memberikan
pemahaman tentang bagaimana seharusnya marketing dalam menggunakan model
iklan yang sesuai dan bagaimana persepsi konsumen dari budaya yang berbeda
dapat menerima, namun masih banyak yang harus dibenahi dan dikemudian hari
dianjurkan adanya topik penelitian yang merekomendasikan hal tersebut lebih
banyak lagi.

Elsa Monica, (2016) Perilaku Konsumtif Mahasiswa di Perkotaan dalam


Penggunaan Produk Perawatan Wajah di Klinik Kecantikan, menyatakan
bahwamenjamurnya klinik kecantikan diKota Surabaya merupakan bentuk
simulakra. Sementara itu, klinik kecantikanmelakukan promosi secara masif
melalui media cetak, elektronik, sosial media untukmenawarkan produk
perawatan wajah serta keunggulan klinik kecantikan itu sendirimerupakan
simulasi. Hiperrealitas yang terjadi pada mahasiswa adalah efekketergantungan
dalam mengonsumsi produk perawatan wajah sehingga perilakukonsumtif tidak
dapat dihindari. Perawatan wajah yang umumnya sebagai kebutuhansekunder bagi
mahasiswa kemudian menjadi kebutuhan utama.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini akan membahas tentang bagaimana


pengaruh persepsimahasiswa Fakultas Psikologiterhadap perilaku konsumtif
padaiklan kecantikan di televisi, masih perlu diuji, apakah iklan kecantikan yang
mereka terima mampu memberikan perbedaan persepsi mereka dalam iklan
kecantikan atau tidak. Kemudian perlu diketahui apakah iklan-iklan tersebut
mampu menimbulkan suatu penggunaan produk kecantikan pada mahasiswa
Fakultas Psikologi atau tidak. Persepsi khalayak pada penelitian ini hanya akan
dibatasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi, mengingat remaja putri merupakan
suatu masa dimana pola konsumsi mereka mulai terbentuk (Tambunan, 2001).

Konsep Dasar tentang Persepsi


Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam
merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi
mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern.
Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun
pada prinsipnya mengandung makna yang sama.
Sugihartono, dkk (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang
masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut
pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau
persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan
manusia yang tampak atau nyata.
Walgito (2004) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan
aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi
dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang
akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,
pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam
mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar
individu satu dengan individu lain.
Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan
cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi
juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu
dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki,
kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif
ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar kita. File
itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian yang
membukanya. Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai
suatu hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi, 2006).
Rakhmat (2007) menyatakan persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005) menyatakan: “persepsi
merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang
diperoleh melalui sistem alat indera manusia”.
Syarat Terjadinya Persepsi
Menurut Sunaryo (2004) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:
a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan
dalam mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian
sebagai alat untuk mengadakan respon.
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
adalah sebagai berikut :
a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan
atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan
kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi
b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,
pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Menurut Walgito (2004) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat


dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
a. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat
datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai
syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping
itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang
diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.
Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat
membentuk persepsi seseorang
c. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam
rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi
dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sekumpulan objek.

Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan
akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek, stimulus,
meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok
dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya
sama. Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan
individu, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau
perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi
dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses
belajar, dan pengetahuannya.
Proses Persepsi
Menurut Toha (2003), proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa
tahapan, yaitu:
a. Stimulus atau Rangsangan
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu
stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya
b. Registrasi
Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik
yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat
indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat
informasi yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang
terkirim kepadanya tersebut.
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting
yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses
interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan
kepribadian seseorang.

Iklan Kecantikan di Televisi


Menurut Kasiyan (2008), iklan adalah pemberitahuan kepada khalayak ramai
mengenai barang atau jasa yang dijual dan dipasang di dalam media massa,
seperti surat kabar dan majalah. Iklan meliputi tiga bentuk utama, yaitu iklan
komersial, layanan masyarakat, dan iklan promo: Pertama, iklan komersial yaitu
iklan yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan komersial dengan harapan
bilamana iklan tersebut ditayangkan, maka produsen akan memperoleh
keuntungan komersial. Kedua, iklan layanan masyarakat yaitu iklan yang
dimaksudkan untuk menyampaikan pesan-pesan sosial yang dimaksudkan tidak
untuk memperoleh keuntungan komersial. Ketiga, iklan promo yaitu iklan yang
berisi pesan-pesan yang biasanya dibuat oleh pengelola televisi untuk
mempromosikan program-program acara stasiun televisi agar khalayak tertarik
menonton acara yang akan ditayangkan. Iklan memiliki maksud untuk mendorong
serta membujuk atau mempersuasi kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa
yang ditawarkan.

Selanjutnya, Shimp (2003) membagi fungsi periklanan menjadi empat fungsi,


sebagai berikut:
1. Informing, dimana periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan
keberadaan merek-merek tertentu, dengan segala fitur dan manfaatnya,
sehingga dapat memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif di hadapan
masyarakat/konsumen.
2. Persuading, dimana iklan mampu mempersuasi/membujuk pelanggan untuk
mencoba produk atau jasa yang diiklankan.
3. Reminding, dimana iklan bertugas untuk menjaga agar merek-merek tertentu
tetap segar dalam ingatan para konsumen, dan mencegah pengalihan merek
(brand switching) yang kerap dilakukan konsumen, dengan selalu
mengingatkan para konsumen melalui iklan.
4. Adding value, dimana iklan dapat memberi nilai tambah pada merek dengan
cara mempengaruhi persepsi konsumen melalui inovasi, penyempurnaan
kualitas, dan mengubah persepsi konsumen.

Dampak negatif iklan bagi pertumbuhan masyarakat dan ekonomi terkait dengan
penyalahgunaan pemasaran dengan tindakan yang berpangkal pada penggunaan
iklan (Kasali, 1992). Bentuk iklan-iklan tersebut, salah satunya iklan produk
kecantikan, menjerumuskan pola pikir dan pemahaman masyarakat pada ideologi
kebudayaan yang tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa dan memungkinkan
terciptanya sikap konsumtif yang berlebihan, serta tidak sesuai dengan
kemampuan masyarakat golongan tertentu. Salah satu golongan dalam masyarakat
tersebut adalah golongan remaja, khususnya remaja putri. Proses pencarian
identitas diri berikut usaha untuk independen dalam diri seorang remaja,
khususnya remaja putri, menjadikan mereka rentan terhadap berbagai pengaruh
lingkungan, termasuk iklan yang menggambarkan bahwa cantik itu penting dalam
pergaulan, atau pula digambarkannya citra kecantikan dengan ukuran tertentu
seperti kulit putih, rambut lurus, dan semacamnya.

Tinjauan tentang Kecantikan


Kecantikan adalah sesuatu hal yang relatif, artinya ada perbedaan pandangan
beberapa orang tentang kecantikan. Secara sederhana kecantikan diartikan sebagai
sesuatu hal yang identik dengan tubuh perempuan. Definisi kecantikan seseorang
bervariasi dan berbeda antara ras yang satu dengan yang lain, sehingga konsep
kecantikan tidak dapat dibandingkan.

Novitalista Syata (dalam Tiurma Yustisi Sari 2009) memaparkan kriteria-kriteria


kecantikan dimana kecantikan tidaklah sama di berbagai belahan dunia. Kriteria
kecantikan tersebut membuat wanita terlihat menarik di mata pria. Misalnya
wanita cantik di Jepang adalah seorang wanita yang memiliki kulit halus dan
rambut panjang, di Burma dan Thailand wanita cantik adalah mereka yang
memiliki leher panjang, dan di Iran wanita cantik adalah mereka yang memiliki
hidung mancung dan mungil, serta di berbagai belahan negara lain termasuk
Indonesia salah satu kriteria cantik adalah memiliki tubuh langsing.
Mitos kecantikan mungkin memang tidak jelas terlihat, namun sesungguhnya ia
dapat menjelaskan banyaknya investasi waktu, uang, energi, dan penderitaan
dalam kecantikan (Synnott,1993). Menurut Wolf (Wolf, Naomi. 2002), mitos
kecantikan merupakan upaya masyarakat patriarkal (patriarcal society) untuk
mengendalikan perempuan melalui kecantikannya. Mitos kecantikan adalah anak
emas yang dibanggakan bagi masyarakat patriarki. Mitos kecantikan ini
dikonstruksikan ke dalam norma dan nilai sosial budaya sehingga apa yang
dikatakan mitos kecantikan ini menjadi kebenaran yang absolut.

Tinjauan Perilaku Konsumtif


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) perilaku dapat diartikan sebagai
tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan
perilaku konsumtif diartikan sebagai bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak
menghasilkan sendiri) (Depdiknas, 2008).
Sependapat dengan Tambunan, Asry (Asry, M., 2006) juga mendeskripsikan
perilaku konsumtif adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang
maksimal. Konsumtif juga biasanya digunakan untuk menunjukkan perilaku
masyarakat yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya
untuk barang dan jasa yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
Hempel (dalam Sari 2009) menggambarkan perilaku konsumtif sebagai adanya
ketegangan antara kebutuhan dan keinginan manusia. Sedangkan menurut
Yayasan Konsumen Indonesia (dalam Sari 2009) menyatakan perilaku konsumtif
adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan
manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan.
Dahlan (dalam Tambunan, 2001) mengatakan bahwa perilaku konsumtif yang
ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal
yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik
sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan
didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata
Menurut Dharmmesta dan Handoko (2011) menyatakan bahwa dalam
mendeskripsikan perilaku konsumtif maka konsumen tidak dapat lagi
membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Dalam perilaku konsumtif terdapat
kebutuhan dan keinginan yang belum terpenuhi atau terpuaskan. Kebutuhan yang
dipenuhi bukan merupakan kebutuhan yang utama melainkan kebutuhan yang
hanya sekedar mengikuti arus mode, ingin mencoba produk baru, ingin
memperoleh pengakuan sosial, tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan
atau tidak.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif


Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan perilaku konsumtif antara lain:
a. Faktor Internal
1) Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif, merupakan kekuatan yang terdapat dalam
diri individu yang menyebabkan individu bertindak atau berbuat. Setiap
orang selalu mempunyai motivasi untuk memenuhi kebutuhan dan
memuaskan keinginannya, motivasi juga merupakan dasar dorongan
pembelian atau penggunaan terhadap suatu produk.
2) Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dan sifatsifat yang ada
dalam diri individu yang sangat berpengaruh pada perubahanperubahan
perilakunya. Kepribadian konsumen sangat ditentukan oleh faktor internal
dirinya, seperti motif, IQ, emosi spiritualitas, maupun persepsi dan faktor-
faktor eksternal, seperti lingkungan fisik, keluarga, masyarakat. Pada
dasarnya kepribadian mempengaruhi persepsi dan perilaku membeli.
3) Konsep diri
Konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana seseorang dapat
melihat dirinya sendiri dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa
yang dipikirkannya. Setiap orang memiliki suatu konsep tentang dirinya
yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan adanya pandangan-pandangan
atau persepsi yang berbeda-beda pula terhadap suatu produk, baik berupa
barang ataupun jasa.
4) Pengalaman belajar
Belajar sebagai suatu proses yang membawa perubahan dalam performance
sebagai akibat dari latihan atau pengalaman sebelumnya. Jadi perilaku
konsumen dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
proses latihan .
5) Persepsi
Individu yang termotivasi pasti akan siap bereaksi, tapi bagaimana individu
yang termotivasi tersebut bertindak? Adalah dipengaruhi oleh persepsi
mengenai situasi dan kondisi tempat ia tinggal. Perbedaan persepsi
konsumen akan menciptakan proses pengamatan dalam melakukan
pembelian atau penggunaan barang atau jasa.
6) Gaya Hidup
Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang
sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup individu
merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat,
dan opini. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang”, yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara
produk dan gaya hidup kelompok.
b. Faktor Eksternal
1) Kebudayaan
Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.
Seorang anak mendapatkan kumpulan nilai, persepsi, preferensi dan
perilaku dari keluarganya dan lembaga-lembaga penting lain.
2) Kelas Sosial
Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial. Strata tersebut
biasanya terbentuk system kasta di mana anggota kasta yang berbeda
dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan
kasta mereka. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial.
3) Kelompok Referensi
Individu sangat dipengaruhi oleh kelompok refrensi mereka sekurang-
kurangnya dalam tiga hal. Kelompok refrensi menghadapkan seseorang
pada perilaku dan gaya baru. Mereka juga mempengaruhi perilaku dan
konsep peribadi seseorang dan menciptakan tekanan untuk mengetahui apa
yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merk actual seseorang.
Tingkat pengaruh kelompok acuan terhadap produk dan merk berbeda-beda,
pengaruh utama atas pilihan merk dalam barang-barang seperti perabot dan
pakaian.
4) Situasi
Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Tahap
siklus hidup, situasi keuangan dan minat produk berbeda-beda dalam
masing-masing kelompok. Pemasar sering memilih kelompok berdasarkan
siklus hidup sebagai pasar sebagai sasaran mereka, beberapa peneliti baru
telah mengidentifikasikan tahap siklus hidup psikologis.
5) Keluarga
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam
masyarakat, dan telah menjadi obyek penelitian yang ekstensif. Anggota
keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.
Keluarga primer terdiri dari orang tua dan saudara kandung. Dari orang tua
individu mendapatkan orientasi atas agama, politik, ekonomi, ambisi
peribadi, harga diri, dan cinta, meskipun pembeli tidak berinteraksi secara
intensif dengan keluarganya maka pengaruh keluarga terhadap perilaku
pembeli dapat tetap signifikan.

Sedangkan Toha (2003) menyatakan bahwa dalam menelaah timbulnya proses


persepsi, menunjukkan bahwa fungsi persepsi itu sangat dipengaruhi oleh tiga
variabel yaitu:
a. Objek atau peristiwa yang dipahami.
b. Lingkungan terjadinya persepsi.
c. Orang-orang yang melakukan persepsi.

Yang dimaksud persepsi mahasiswa dalam penelitian ini adalah anggapan yang
diperoleh mahasiswa setelah melihat iklan kecantikan. Mahasiswa dapat
berperilaku konsumtif apa yang telah didapatkan setelah melihat iklan kecantikan.

Indikator Perilaku Konsumtif


Menurut Sumartono (dalam Sari 2009), definisi konsep perilaku konsumtif
amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif
adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar
kebutuhan pokok. Secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu :
a. Membeli produk karena iming-iming hadiah.
b. Membeli produk karena kemasannya menarik.
c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya).
e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan.
g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merk berbeda).
Persepsi Konsumtif Mahasiswa sebagai Remaja Putri terhadap Iklan
Kecantikan
Menurut Depdiknas (2008) mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan
tinggi. Mahasiswa merupakan intelektual muda yang nantinya menjadi calon-
calon penerus bangsa. Mahasiswa mendapat julukan sebagai agent of change,
karena dengan kekuatan mahasiswa dapat mendobrak pemerintah untuk bertindak
sesuai dengan jiwa kritis mereka. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa adalah
individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.
Mahasiswa memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berfikir
dan kerencanaan dalam bertindak.
Mahasiswa sebagai remaja menurut definisi adolescence (Inggris) berasal dari
kata latin adolescere yang artinya tumbuh ke arah kematangan, baik kematangan
fisik, sosial dan psikologis (Muss, dalam Saefudin, 2002). Secara psikologis,
remaja adalah suatu usia dimana individu terintegrasi ke dalam masyarakat
dewasa (Piaget, dalam Hurlock, 1992). Remaja mengalami perkembangan
psikologis dan identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan merupakan
tahap restrukturisasi kesadaran (Csikszentimihalyi dan Larson, 1984). Remaja
mengalami transformasi intelektual dari cara berfikir yang memungkinkan mereka
tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya dalam masyarakat dewasa, tapi juga
merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan
(Shaw dan Costanzo, dalam Ali dan Ansori, 2004).
Remaja merupakan tahap pencarian jati diri yang mengoptimalkan segala fasilitas
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Fase remaja merupakan fase perkembangan
yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif,
emosi maupun fisik. Kepribadian remaja dibentuk oleh gagasan-gagasan,
kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang diajarkan kepada
remaja oleh lingkungan budayanya, disebut juga sebagai proses sosialisasi.
Remaja memiliki dorongan yang menyebabkan remaja mau mengikuti tuntutan
lingkungan yaitu kecemasan akan menghadapi hukuman, ancaman dan tidak
adanya kasih sayang dari orang lain. Remaja cenderung memilih norma-norma
yang dianut oleh kawan-kawan sekelompoknya karena norma itulah yang berlaku
di lingkungannya. Remaja, khususnya remaja putri akan mengikuti norma-norma
tersebut sebagai ukuran moralnya karena remaja putri beranggapan bahwa
kelompoknya itulah yang patut dijadikan sebagai pedoman (frame of reference)
dalam bertingkah laku dalam masyarakat (Wiryanto, 2000).
Remaja mengalami suatu proses yaitu pembentukan pola konsumsi yang oleh
sebagian besar produsen produk-produk kosmetik menjadi suatu pasar yang
potensial bagi pemasaran produk-produk mereka. Pengertian perilaku konsumen
menurut beberapa ahli (dalam Sugiarto, 2006) sebagai berikut.
1. James f. Engel (1968) berpendapat bahwa, perilaku konsumen didefinisikan
sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha
memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses
pengambilan keputusan mendahului dan menentukan tindakan tersebut.
2. David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (1984) mengemukakan bahwa,
perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan
dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi,
memperoleh, menggunakan, atau dapat mempergunakan barang dan jasa.
3. Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf (1979) menjelaskan bahwa, perilaku
konsumen adalah tindakan-tindakan, proses, dan hubungan sosial yang
dilakukan oleh individu, kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan,
menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari
pengalamannya dengan produk, pelayanan, dan sumber-sumber lainnya.

Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang berhubungan dengan proses


pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan, barang-barang atau
jasa ekonomis yang dipengaruhi lingkungan (Sugiarto, 2006). Peter (1993),
menjelaskan pengertian mengenai perilaku konsumsi, adalah interaksi dinamis
antara afek dan kognisi, tingkah laku dan lingkungan sebagai proses pertukaran
aspek hidup mereka. Terdapat tiga hal penting menurut definisi tersebut yaitu: (1)
adanya suatu perilaku konsumsi yang dinamis, (2) perilaku tersebut meliputi
interaksi antara afek, kognisi, tingkah laku dan lingkungan, dan (3) mengalami
suatu proses pertukaran.

Hipotesis
Ada pengaruhpositif antarapersepsi iklan kecantikan terhadap perilaku konsumtif
mahasiswa
METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metodesurvey,
dimana peneliti melakukan observasi dalam pengumpulan data, peneliti hanya
mencatat data seperti apa adanya, menganalisis dan menafsirkan data tersebut.
Menurut Singarimbun (1995), penelitian survey adalah penelitian yang
mengambil sampel dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data.

Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang di jadikan objek penelitian adalah mahasiswi Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Peneliti mengambil objek
penelitian dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.Teknik ini bisa diartikan sebagai
suatu proses penentuan subyek penelitian yang gemar membeli produk-produk
kecantikan.
Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel terikat yaitu perilaku konsumtif mahasiswa, indikatornya adalahmembeli


produk karena iming-iming hadiah,karena kemasannya menarik,demi menjaga
penampilan diri dan gengsi,pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya),hanya sekedar menjaga simbol status, karena unsur konformitas
terhadap model yang mengiklankan, membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi dan ingin mencoba lebih dari dua
produk sejenis (merk berbeda). Sedangkan variabel bebasnya yaitu persepsi iklan
kecantikan, indikatornya adalah memilikiperasaan, sikap dan kepribadian
individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar,
keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi
terhadapiklan kecantikan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala model likert dan
pengelompokan item skala yaitu favorauble dan unfavorabledengan empat
alternatif pilihan jawaban yang berjumlah 30 item. Skala perilaku konsumtif pada
mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang disajikan
dengan empat kemungkinan jawaban. Pilihan jawaban (SS)sangat sering,
(S)sering, (J)jarang, (TP)tidak pernah lalu subyek diminta memilih salah satu
empat pertanyataan tersebut.

Tabel 1
Kategori Pemberian Skor
Kategori Jawaban Skala
Sangat Sering 4
Sering 3
Jarang 2
Tidak Pernah 1

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi iklan kecantikan. Penyusunan
skala berdasarkan aspek-aspek pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari,
yang terdiri 30 item. Ada 4 kemungkinan jawaban yaitu (SS)sangat sesuai,
(S)sesuai, (TS)tidak sesuai, (STS)sangat tidak sesuai. Untuk scoring favorable
pilihan adalah sebagai berikut:

Tabel 2
Kategori Pemberian Skor
Kategori Jawaban Skala
Sangat Sesuai 4
Sesuai 3
Tidak Sesuai 2
Sangat Tidak Sesuai 1

Prosedur dan Analisis Data


Prosedur penelitian diawali dengan menyusun instrument penelitian berupa skala
likert. Skala persepsi iklan kecantikan pada mahasiswi Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang disusun dari teori Maulana (1999) sedangkan
skala perilaku konsumtif disusun dari teori Kotler(2002). Kemudian dilakukan
penyebaran angket kepada mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang yang tentunya peneliti memilih subyek penelitian yang
terlihat memakai produk kecantikan, maka subyek tersebut layak menjadi subyek
penelitian.

Selanjutnya dilakukan uji instrument di sini terdiri dari uji validitas dan uji
reliabilitas. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Dan uji reliabilitas, yaitu uji untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil
pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.
Pengujian validitas dan reliabilitas terhadap skala yang digunakan dalam
penelitian ini dengan bantuan SPSS for Windows.Untuk uji asumsi dalam
penelitian ini menggunakan analisa data dengan uji korelasi product moment,
untuk menguji hubungan antara variabel X dan Y.

REFERENSI

Ali, M.,& Anshori, M. 2004. Psikologi remaja: Perkembangan peserta didik.


Jakarta: Bumi Aksara.
Asri P., Marthan, Mariyono SW, Purwanta. 2006. Hubungan Dukungan Sosial
dengan Tingkat Depresi Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisis. J1K
Volume 01/No. 02/Mei/2006
Csikszentmihalyi, M., & Larson, R. 1984. Being adolescent: Conflict and growth
in the teenage years. New York: BasicBooks.
Dharmmesta, Basu Swastha., Handoko, T. Hani. 2012. Manajemen Pemasaran
Analisis Perilaku Konsumen. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta
Depdiknas, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka. Indonesia.
Dewi, Primianty. 2008.Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra
Perempuan Cantik Dalam Iklan Produk Kecantikan di Televisi dengan
Penggunaan Produk Kecantikan oleh Remaja Putri (Kasus SMUN 1
Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat).
Elsa Monica, 2016. Perilaku Konsumtif Mahasiswa di Perkotaan dalam
Penggunaan Produk Perawatan Wajah di Klinik Kecantikan
Engel, J. F., Blackwell, R. D., & Miniard, P.W., 1995. Consumer Behavior. Eight
edition. Orlando: The Dryden Press.
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang. Kehidupan, Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. 1992. Developmental Psycology : A Life Span Approach, fifth
edition. Mc Graw Hill
Iswara, Dana, 2003. Mengangkat Peristiwa ke Layar Kaca, Lembaga Studi Pers
dan Pembangunan, Jakarta,
Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan.
Yogyakarta: Ombak.
Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi Milenium, Jakarta,.
Prehallindo.
Melliana, Anastasia,. 2006. Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos.
Kecantikan. Yogyakarta: LKis.
Naeni, Marlina. 2004.Perilaku Konsumstifdi Kalangan Mahasiswi (Studi pada
Mahasiswi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang angkatan
2003/2004).
Nurul Hidayah, Ali Imran, 2014.Perilaku Konsumtif Mahasiswi Pengguna
Perawatan Wajah Di Klinik Kecantikan Kota Surabaya (Kajian
Simulakra, Simulasi dan Hiperealitas J.P Baudrillard)
Porter, Michael, 1993. Keunggulan Bersaing: Menciptakan dan Mempertahankan
Kinerja Unggul , PT. Gramedia, Jakarta
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Rombe. 2014. Hubungan Body Image Dan Kepercayaan Diri Dengan Perilaku
Konsumtif Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 5 Samarinda. Samarinda:
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,
Universitas Mulawarman
Sari, Tiurma Yustisi. 2009. Hubungan antara Perilaku Konsumtif dengan Body
Image pada Remaja Putri. Skripsi. Sumatera Utara: Fakultas Psikologi
Sumatera Utara.
Shimp, A. Terence. 2003. Periklanan dan Promosi, Erlangga, Jakarta.
Singarimbun, Masri.1995. Metode Penelititan Survei. LP3S, Jakarta
Siswoyo,Dwi. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pers.
Sugihartono, dkk.2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sugiarto. 2006. Manajemen Risiko perbankan. Yogyakarta: Graha. Ilmu.
Suharman, 2005, Psikologi Kognitif, Srikandi, Surabaya.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC
Saefudin, A. B. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Kesehatan. Jakarta : JNPKKR POGI dan Yayasan Bina Pustaka
Synnott, Anthony. 2007. Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri, dan Masyarakat.
Yogyakarta: Jalasutra
Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan
Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tambunan, Raymond, Remaja dan Perilaku Konsumtif, Jurnal Psikologi dan
Masyarakat, http://www.e-psikologi.com/remaja/270210.htm
Toha, Miftah. 2003. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Rajawali Press.
Trigita, Ardikawati Java Tresna, 2013. Perilaku konsumtif di kalangan
mahasiswa. FIS UNY
Waidi. 2006. The Art of Re-engineering Your Mind for Success. Jakarta:
Gramedia.
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Andi.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. PT.Grasindo. Jakarta.
Wolf, Naomi, 2002, Beauty Myth, New York, Harper Collins, E-books.

Anda mungkin juga menyukai