PENDAHULUAN
Semenjak kehidupan manusia ada di muka bumi, pada saat itulah praktik konsumsi mulai
dilakukan. Oleh karena itu, bila muncul sebuah pertanyaan “mengapa manusia mengonsumsi?”
Jawabannya hampir pasti bahwa manusia memang harus mengonsumsi karena konsumsi
menjamin kelangsungan hidup manusia. Namun tidak dapat dipungkiri upaya memahami
konsumsi diperlukan, setidaknya dapat membuka jalan menuju sedikit pemahaman tentang
konsumerisme.
Konsumsi dapat diartikan sebagai bagian pendapatan rumah tangga yang digunakan
untuk membiayai pembelian aneka jasa dan kebutuhan lain. Besarnya konsumsi selalu berubah-
ubah sesuai dengan naik turunnya pendapatan, apabila pendapatan meningkat maka konsumsi
akan meningkat. Sebaliknya, apabila pendapatan turun maka konsumsi akan turun (Partadireja,
1990).
Konsumen adalah salah satu unit pengambil keputusan dalam ekonomi yang bertujuan
untuk memaksimumkan keputusan dari berbagai barang atau jasa yang dikonsumsi. Konsumen
adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri
atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali.
Cara terbaik untuk memamahi perilaku konsumen adalah dengan tiga langkah yang
berbeda:
a. Preferensi konsumen; langkah pertama adalah menemukan cara yang praktis untuk
menggambarkan alasan-alasan mengapa orang lebih suka satu barang dari pada barang
yang lain.
b. Keterbatasan anggaran, sudah pasti konsumen juga mempertimbangkan harga.
c. Pilihan-pilihan konsumen, dengan mengetahui preferensi dan keterbatasan pendapatan
mereka, konsumen memilih untuk membeli kombinasi barang-barang yang
memaksimalkan kepuasan mereka.
Ada dua kekuatan dari faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu:
1) Faktor Budaya
Budaya adalah sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi
berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai
anggota masyarakat. Contohnya seperti pergeseran budaya yang begitu cepat menuntut
masyarakat untuk mengikutinya.
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang
yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat. Dimana setiap
masyarakat memiliki kelas sosial yang berbeda-beda, sehingga perilaku mereka
berbeda.
Kelompok anutan adalah suatu kelompok orang yang dapat mempengaruhi sikap,
pendapat, norma dan perilaku konsumen. Pengaruh kelompok anutan terhadap
perilaku konsumen antara lain dalam menentukan produk dan merek yang mereka
gunakan yang sesuai dengan aspirasi kelompok.
Kepribadian adalah suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada diri individu yang
sangat menentukan perilakunya. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi
dan pengambilan keputusan dalam membeli. Kepribadian konsumen biasanya
ditentukan oleh faktor internal yang ada pada dirinya (motif, IQ, emosi, cara berfikir,
persepsi) dan faktor eksternal dirinya ( keluarga, masyarakat, sekolah, dll)
Adalah sebagai suatu penilaian kognitif seseorang terhadap suka atau tidak suka,
perasaan emosional yang tindakannya cenderung kearah bebagai objek atau ide.
Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, sikap dan keyakinan sangat
berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek dan pelayanan.
Konsep diri adalah sebagai cara kita melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu
sebagai gambaran tentang apa yang kita pikirkan. Dalam hubungannya dengan
perilaku konsumen, pedagang harus mampu menciptakan situasi yang sesuai dengan
yang diharapkan oleh konsumen. Agar konsumen dapat menentukan keputusan untuk
membeli.
a. Selera Konsumsi
Masing-masing individu berbeda meskipun individu tersebut mempunyai umur dan
pendapatan yang sama, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan selera pada tiap
individu.
b. Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi misalnya umur, pendidikan, dan keadaan keluarga juga
mempunyai pengaruh terhadap pengaluaran konsumsi. Pendapatan akan tinggi pada
kelompok umur muda dan mencapai puncaknya pada umur pertengahan dan akhirnya
turun pada umur tua.
c. Kekayaan
Kekayaan secara eksplisit maupun implisit sering dimasukan dalam fungsi agregat
sebagai faktor yang menentukan konsumsi. Seperti dalam pendapatan permanen yang
dikemukakan oleh Friedman, Albert Ando dan Franco Modigliani menyatakan bahwa
hasil bersih dari suatu kekayaan merupakan faktor penting dalam menetukan
konsumsi. Beberapa ahli ekonomi yang lain memasukan aktiva lancar sebagai
komponen kekayaan sehingga aktiva lancar memainkan peranan yang penting pula
dalam menentukan konsumsi.
d. Keuntungan atau Kerugian Capital
Keuntungan capital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital akan mendorong
tambahnya konsumsi, selebihnya dengan adanya kerugian kapital akan mengurangi
konsumsi.
e. Tingkat Bunga
Ahli-ahli ekonomi klasik menganggap bahwa konsumsi merupakan fungsi dari
tingkat bunga. Khususnya mereka percaya bahwa tingkat bunga mendorong tabungan
dan mengurangi konsumsi.
f. Tingat Harga
Sejauh ini dianggap konsumsi riil merupakan fungsi dari pendapatan riil. Oleh karena
itu naiknya pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan
proposi yang sama tidak akan merubah konsumsi riil.
Di Indonesia sendiri merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat dengan jumlah
konsumsi yang cukup tinggi. Masyarakat Indonesia itu sendiri merupakan masyarakat yang
tergolong dalam masyarakat modern sehingga mereka dapat menghabiskan kebanyakan waktu
yang mereka miliki di pusat perbelanjaan. Mereka menikmati kehidupan yang mewah dan
tergolong rakus dalam mengonsumsi komoditas sebagai alat penunjang life style-nya. Gambaran
dari pola konsumsi yang dibahas di atas menunjukkan bahwa mereka cenderung mengonsumsi
barang guna untuk mewakili identitas dan gaya hidup semata.
Istilah konsumtif biasanya digunakan pada masalah yang berkaitan perilaku konsumen
dalam kehidupan manusia. Dewasa ini salah satu gaya hidup konsumen yang cenderung terjadi
di dalam masyarakat adalah gaya hidup yang menganggap materi sebagai sesuatu yang dapat
mendatangkan kepuasan tersendiri, gaya hidup seperti ini dapat menimbulkan adanya gejala
konsumtifisme, sedangkan konsumtifisme dapat didefinisikan sebagai pola hidup individu atau
masyarakat yang mempunyai keinginan untuk membeli atau menggunakan barang dan jasa yang
kurang atau tidak dibutuhkan (Lestari, 2006).
Fromm (1995) mengatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang
modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan
yang sesungguhnya. Membeli saat ini sering kali dilakukan secara berlebihan sebagai usaha
seseorang untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan, meskipun sebenarnya kebahagiaan
yang diperoleh hanya bersifat semu.
Lebih jauh Kartodiharjo (1995) menjelaskan bahwa perilaku konsumtif sebagai social
ekonomi perkembangannya dipengaruhi oleh faktor kultural, pentingnya peran mode yang
mudah menular atau menyebabkan produk-produk tertentu. Di samping itu sikap seseorang
seperti orang tidak mau ketinggalan dari temannya atau penyakit kultural yang disebut “gengsi”
sering menjadi motivasi dalam memperoleh produk. Di jumpai juga gejala sosiopsikologis
berupa keinginan meniru sehingga remaja berlomba-lomba yang satu ingin lebih baik dari yang
lain. Perilaku konsumtif menciptakan kebiasaan pembelian produk untuk konsumsi tetapi ada
motivasi lain. Konsumtifisme jenis ini cukup banyak contohnya, misalnya berbagai produk
dengan merk terkenal sangat disukai meskipun mahal, seperti kemeja “Arrow atau tas Gucci”.
Produk bukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia, akan tetapi lebih
berfungsi sebagai lambang yang disebut “Simbol Status”.
Pendapat yang lain dikemukakan Setiaji (1995) menyatakan bahwa perilaku konsumtif
adalah kecenderungan seseorang berperilaku berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli
secara tidak terencana. Sebagai akibatnya mereka kemudian membelanjakan uangnya dengan
membabi buta dan tidak rasional, sekedar untuk mendapatkan barang-barang yang menurut
anggapan mereka dapat menjadi simbol keistimewaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku
individu yang ditujukan untuk konsumsi atau membeli secara berlebihan terhadap barang atau
jasa, tidak rasional, secara ekonomis menimbulkan pemborosan, lebih mengutamakan
kesenangan daripada kebutuhan dan secara psikologis menimbulkan kecemasan dan rasa tidak
aman.
Terdapat sebuah ideologi mengenai konsumerisme, yakni berupa sugesti yang memaknai
kehidupan manusia yang dilihat dari apa yang dikonsumsi bukan apa yang dihasilkan. Ideologi
dari konsumerisme tersebut merupakan suatu bentuk pengalihan dimana setiap masyarakat akan
mengalami hasrat dalam berkonsumsi yang tidak ada habisnya. Dengan mengonsumsi komoditi,
bagi masyarakat konsumer dapat memberikan suatu identitas sosial. Jika tidak mengonsumsi
suatu barang atau jasa, maka akan merasa ketidakbutuhan diri. Sedangkan dengan mengonsumsi
barang maupun jasa maka akan memberikan efek yang utuh dan juga kebahagiaan yang
dirasakan dalam setiap individu.
Budaya konsumerisme dianggap sebagai budaya yang harus melekat pada masyarakat
seolah-olah untuk memperoleh sebuah identitas maka mereka harus memilih sebuah gaya hidup
yang menganut kepada budaya konsumerisme. Sebuah gengsi menjadi panutan utama dalam pola
konsumsi sehingga akan menghasilkan konsumerisme. Sehingga gaya hidup yang seperti itu
menjadi bagian dari manusia yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya.
BAB 2
KONSUMERISME
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta
semua unsur budaya dan sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat
secara sukarela akan dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola
kehidupan budaya dan sistem sosial yang baru. Hal penting dalam perubahan sosial
masyarakat menyangkut aspek-aspek berikut, yaitu perubahan pola pikir
masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan perubahan buadaya materi.
Problem atau masalah sosial muncul akibat terjadinnya perbedaan yang mencolok
antar nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber
masalah sosial yaitu seperti proses perubahan sosial. Adanya masalah sosial dalam
masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh
masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat dan lain sebagainya.
Dari pengertian konsumerisme oleh beberapa para ahli di atas, maka bisa
disimpulkan bahwa pengertian konsumerisme ialah ideologi atau paham yang merubah
individu, kelompok, atau komunitas menjalankan proses konsumsi atau pemakaian
barang-barang hasil produksi secara berlebihan yang hanya melihat melalui nilai simbol
bukan nilai gunanya.
Konsumerisme dalam dunia remaja dapat dengan mudah dilihat di depan mata.
Kalau dituruti, remaja ingin selalu berganti-ganti handphone (HP) baru, entah dari merek
yang sama atau merek lain. Berapa ribu pulsa (kuota) yang habis untuk biaya ini? Mereka
lebih suka membeli pulsa (kuota) daripada membeli buku untuk tambahan wacana
pengetahuannya. Anak remaja sekarang sangat sedikit yang bepergian (terutama ke
sekolah) dengan naik kendaraan umum, apalagi naik sepeda onthel, atau malahan jalan
kaki seperti pada generasi yang sekarang sudah berusia 50 tahun ke atas. Untuk jarak 300
meter dari rumah, mereka tidak lagi mau berjalan kaki, melainkan harus menumpang
kendaraan pribadinya.
Dari sekian banyak kasus, para korban biasanya memiliki alasan yang beragam
untuk menyalahgunakan narkoba. Beberapa faktor yang menjadi alasan awal mereka
menggunakan narkoba misalnya (i) untuk memenuhi rasa ingin tahu yang besar
(penasaran) sehingga berani untuk mencobanya; (ii) dianggap sebagai sesuatu yang
sedang trend untuk dicoba; (iii) sebagai suatu pelarian dari dunia atau lingkungan yang
kerap mengalami perubahan cepat yang membuat mereka merasa tidak nyaman dan
aman, (iv) merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap orang tua; (v) akibat komunikasi
yang tidak berjalan dengan baik dalam keluarga sehingga terasa kurangnya
keharmonisan; dan (vi) untuk mencari kesenangan, sekedar iseng, atau untuk
mengurangi/menghilangkan rasa jenuh dan stress dari rutinitas yang dihadapi sehari-hari.
yo me bhaktya prayacchati
asnami prayatatmanah
Artinya :
Persembahan yang didasarkan dengan hati suci dan kecintaan adalah diterima
oleh Tuhan Yang Maha Esa, meskipun sifatnya sederhana. Bila persembahan itu besar-
besaran, tetapi dengan didasarkan atas keegoisan saja, tidak akan mempunyai arti yang
suci. Jalan menuju ke arah Ida Sang Hyang Widhi Wasa ialah yadnya, pengertian dengan
menyerahkan diri atas dasar cinta-Nya. Upakara-upakara yang serba besar tidak ada
artinya bila tidak disertai dengan jiwa yang tulus ikhlas.