Anda di halaman 1dari 28

Perilaku konsumen

A. Pendahuluan.

P emenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen merupakan landasan penting dan tujuan utama
keberadaan perusahaan di era modern. Perusahaan dapat bertahan hidup, mencapai profitabilitas
yang optimal, dan mengalami pertumbuhan yang tinggi dalam lingkungan persaingan yang semakin
ketat jika mampu mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumennya yang
belum terpenuhi secara lebih baik dan lebih cepat daripada pesaingnya Keberhasilan bisnis saat ini
tidak semata ditentukan oleh produk atau jasa yang dijual. Untuk itu, maka komunikasi terhadap
konsumen merupakan salah satu kunci utama bagi perusahaan agar ia mampu memperoleh dan
mengumpulkan informasi langsung dari konsumen mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen
yang perlu dipenuhi perusahaan, sekaligus memberikan nilai (value) yang lebih bagi konsumen
dibandingkan pesaing Perusahaan perlu untuk mempelajari perilaku konsumen dengan baik melalui
komunikasi konsumen yang profesional.

B. Pengertian Perilaku Konsumen

Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan dapat memuaskan kebutuhannya (Schiffman dan Kanuk, 2007), Perilaku konsumen
mengacu kepada perilaku pembelian individu konsumen akhir dan rumah tangga yang membeli
barang atau jasa untuk konsumsi pribadi (Kotler dan Amstrong, 2012) Lebih lanjut lagi, Hawkins,
Best, dan Coney (2007) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi mengenai
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi, dalam proses memilih, mengamankan,
menggunakan, dan menghentikan produk, jasa, ide, dan pengalaman untuk memuaskan
kebutuhannya, dan dampaknya bagi masyarakat dan konsumen itu sendiri.

Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang unit
pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang,
jasa, pengalaman, serta ide-ide. Solomon (2011) berpendapat bahwa perilaku konsumen
mempelajari mengenai segala hal tentang bagaimana proses yang terjadi pada saat konsumen
memilih, membeli, menggunakan

atau membuang suatu produk jasa, ide, ataupun pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan konsumen itu sendiri.

Berdasarkan berbagai uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku
konsumen adalah perilaku yang ditampilkan oleh konsumen saat mereka mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginannya. Perilaku tersebut dapat ditampilkan oleh konsumen akhir (konsumen rumah tangga
maupun konsumen bisnis (konsumen perantara)
C. Perkembangan Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan disiplin ilmu yang masih baru pada awal tahun 1990-an. Para
pengarang menyatakan bahwa prinsip-prinsip psikologis dapat membantu para pembuat iklan. Pada
tahun 1950-an ide-ide dari seorang psikolog Freud dipopulerkan oleh para peneliti motivasi dan
dipergunakan oleh para pembuat iklan. Konsep pemasaran juga telah mengungkapkan pada 1950-
an, yang menyoroti pentingnya studi perilaku konsumen (Sunarto, 2003).

Karena ilmu ini mempunyai sejarah atau badan risetnya sendiri, para pakar teori pemasaran banyak
sekali meminjam berbagai konsep yang dikembangkan di berbagai disiplin ilmu pengetahuan lainnya
seperti, psikologis (studi mengenai individu), sosiologi (studi mengenai kelompok), psikologi sosial
(studi bagaimana individu beroperasi dalam kelompok), antropologi (pengaruh masyarakat pada
individu), dan Ilmu ekonomi, dalam membentuk dasar disiplin ilmu pemasaran yang baru

Teori awal mengenai perilaku konsumen didasarkan pada teori ekonomi, dengan pendapat bahwa
individu bertindak secara rasional untuk memaksimumkan keuntungan (kepuasan) mereka dalam
membeli barang dan jasa. Penelitian belakangan ini menemukan bahwa para konsumen mungkin
sekali membeli secara impulsif dan dipengaruhi tidak hanya oleh keluarga, teman, iklan, dan model
iklannya, tetapi juga suasana hati, keadaan, dan emosi. Semuanya tergabung sehingga membentuk
perilaku konsumen yang menyeluruh dan mampu mencerminkan aspek pengertian dan
pengetahuan dalam pengambilan keputusan pembelian

Produsen semakin menyadari pentingnya mengetahui perilaku konsumennya terutama untuk


memberikan kepuasan yang maksimal kepada konsumen. Dengan mengetahui dan mempelajari
perilaku

konsumen maka produsen dapat mengantisipasi perubahan-perubahan dalam memenuhi


kebutuhan dan keinginan. Sehingga produsen harus mampu mempengaruhi konsumennya dengan
cara yang bersifat komunikatif maupun persuasif

Pada dasarnya perilaku konsumen merupakan tindakan atau perilaku, termasuk di dalamnya aspek-
aspek yang mempengaruhi tindakan itu, yang berhubungan dengan usaha untuk mendapatkan
produk (barang dan jasa) guna memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen merupakan studi
tentang konsumsi yang dilakukan oleh konsumen seperti pertukaran sesuatu yang bernilai bagi suatu
produk atau jasa yang memuaskan kebutuhannya. Perilaku konsumen merupakan sesuatu yang
komplek sehingga kadang sangat sulit diuraikan dengan kata-kata.

D. Teori Perilaku Konsumen


Terdapat sejumlah teori yang dikemukakan oleh para ahli, yang menggambarkan mengenai perilaku
konsumen, diantaranya:

1. Teori Ekonomi Mikro

Teori ini dikembangkan, salah satunya, oleh Adam Smith, la mengembangkan suatu doktrin
pertumbuhan ekonomi yang didasarkan atas prinsip bahwa manusia dalam segala tindakannya
didorong oleh kepentingannya sendiri. Jeremy Bentham mengemukakan bahwa manusia adalah
makhluk yang mempertimbangkan untung rugi dalam segala tindakannya.

2. Teori Psikologis

Teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu yang selalu dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan lingkungan. Perilaku manusia sangat komplek karena proses mental tidak dapat
diamati secara langsung.

Salah satu teori yang berkembang dalam teori psikologis adalah teori belajar. Teori belajar
dikembangkan dari berbagai percobaan pada sejumlah binatang yang dilakukan oleh ahli-ahli
psikologi seperti Ivan Pavlov, Skinner dan Hull. Teori ini didasarkan atas empat komponen pokok,
yaitu dorongan (drive): petunjuk (cue): tanggapan (respon); dam (reinforcement).

Beberapa teori terkait dengan proses belajar konsumen adalah: a. Teori Rangsangan-Tanggapan
(Stimulus Response Theory)

Menurut teori ini proses belajar merupakan suatu tanggapan dari seseorang terhadap suatu
rangsangan yang dihadapinya. Sebuah percobaan dilakukan terhadap seekor anjing dengan
memberikan rangsangan. Jika anjing memberikan respon yang benar sesuai yang dikehendaki makan
diberi hadiah berupa daging, jika tanggapan salah maka diberi hukuman yaitu dipukul. Rangsangan
tersebut diulang-ulang sampai mendapatkan respon yang sama secara terus menerus. Akhirnya
ketika muncul rangsangan yang sama anjing tersebut memberikan respon yang sama meskipun tidak
diberi hadiah. Dengan demikian disini terdapat perilaku yang dipelajari (learned behavior).

b. Teori Kesadaran (Cognitive Theory) Teori S-R menyatakan bahwa perilaku merupakan respon
positif atau negatif, dan tidak ada variabel-variabel lain.. yang turut mempe- ngaruhinya. Dalam teori
kesadaran, proses belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sikap, keyakinan, pengalaman masa
lalu, dan kesadaran mengenai bagaimana memanfaatkan suatu keadaan untuk mencapai tujuan.

c. Teori Bentuk dan Bidang (Gestalt and Field Theory) Gestalt (Jerman) berarti pola, bentuk, wujud.
Teori ini memandang proses belajar dan perilaku secara keseluruhan. Teori ini didasarkan pada
percobaan-percobaan yang membuktikan bahwa rangsangan individual diterima dan diartikan
berdasarkan pengalaman masa lalu Proses pengamatan, pengalaman masa lalu, dan pengarahan
tujuan merupakan variabel penentu perilaku.

d. Teori Psiko analitis

Dasar teori ini adalah teori psiko analisa dari Sigmund Freud. Perilaku manusia merupakan kerjasama
dari ketiga aspek dalam struktur kepribadian manusia, yaitu id (das es), ego (das ich), dan super ego
(das veber ich).

1) Id

Aspek biologis merupakan wadah dari dorongan-dorongan yang ada dalam diri manusia. Id hanya
mengenal dunia obyektif (dunia batin). Misalnya, rasa lapar dalam id dapat dipuaskan baik dengan
mengkhayalkan makan maupun makan sungguhan.

2) Ego

Aspek psikologis dari kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan
dengan dunia nyata. Ego menjadi tempat pusat perencanaan untuk menemukan jalan keluar bagi
dorongan-dorongan yang terdapat dalam "id" nya. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada
di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar.

3) Super Ego

Merupakan aspek sosiologis dari kepribadian. Aspek ini dapat dianggap sebagai aspek moral dari
kepribadian yang menyalurkan dorongan naluriah ke dalam tindakan yang tidak bertentangan
dengan norma sosial dan adat kebiasaan.

e. Teori Sosiologis

Teori ini disebut juga dengan teori psikologi sosial. Teori ini menitikberatkan pada hubungan dan
pengaruh antara individu- individu yang dikaitkan dengan perilaku mereka, jadi lebih mengutamakan
perilaku kelompok. Teori ini memandang manusia sebagai makhluk sosial yang menyesuaikan diri
dengan bentuk kultur lingkungan hidupnya. Keinginan dan perilaku seseorang sebagian besar
ditentukan oleh lingkungan sosial dimana seseorang menjadi anggotanya. Teori sosiologis
mengarahkan analisa perilaku pada kegiatan-kegiatan kelompok, seperti keluarga, teman sekerja,
dan sebagainya.
f. Teori Antropologis

Teori ini menekankan bahwa sikap dan perilaku manusia dipengaruhi berbagai kelompok masyarakat
yang besar, seperti kultur, subkultur, dan kelas-kelas sosial. Faktor-faktor tersebut memainkan
peranan yang amat penting dalam pembentukan sikap dan menentukan nilai-nilai yang akan dianut
dimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi perilakunya.

E. Model Perilaku Konsumen

Model adalah penyederhanaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen sangat


kompleks, untuk itu dibutuhkan model dalam rangka penyederhanaan. Melalui model akan
diperoleh kemudahan dalam mengembangkan teori yang mengarahkan penelitian terhadap perilaku

konsumen. Selain itu, modal juga dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk mempelajari
pengetahuan yang terus berkembang tentang perilaku konsumen.

Beberapa model perilaku konsumen yang dikembangkan oleh para ahli antara lain adalah:

1. Model Howard-Sheth

Model ini berisi empat elemen pokok, yaitu: a. Rangsangan atau Stimuli (Input)

Merupakan dorongan (stimuli) yang ada dalam lingkungan konsumen, terdiri dari dorongan
komersial dari perusahaan dan dorongan sosial.

1) Dorongan Komersial.

Dorongan komersial dapat berupa merek dan stimuli simbolik

yang berhubungan dengan kegiatan periklanan perusahaan)

2) Dorongan Sosial.
Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang terjadi dalam keluarga, kelas sosial, dan
kelompok referensi, yang merupakan input yang sangat efektif untuk sebuah keputusan pembelian.
b. Susunan Hipotesis (Hypothetical Construct)

Susunan hipotesis adalah proses internal konsumen yang

menggambarkan proses hubungan antara input dan output

pembelian. Susunan hipotesis ini berdasarkan sejumlah teori belajar

dan teori kesadaran.

Susunan hipotesis terdiri dari dua bagian penting yang terdiri dari:

1) Susunan Pengamatan (Perceptual Construct) Susunan pengamatan terdiri dari perhatian yang
dipengaruhi oleh ambiguitas yang mendorong (stimulus ambiguity) sikap, bias pengamatan, dan
penyelidikan konsumen. 2) Susunan Belajar (Learning Construct)

Terdiri dari motif, pemahaman merek, kriteria pemilihan, maksud

atau tujuan untuk membeli, serta keyakinan dan kepuasan.

Model Howard-Sheth menghasilkan output berupa keputusan untuk membeli. Tujuannya adalah
kecenderungan konsumen untuk membeli merek yang paling disukai. Sikap merupakan penilai
konsumen tentang kemampuan merek memuaskan kebutuhan. Pemahaman merek adalah sejumlah
informasi yang dimiliki konsumen suatu produk tentang perhatian adalah tanggapan terhadap
informasi yang masuk. Apa yang dikemukakan oleh Howard-Sheth hampir serupa dengan model
attention, interest, desire, dan action (AIDA) dalam periklanan.

c. Respon (Output)

d. Variable-Variabel Eksogen (Exogenous Variables)

Variabel-variabel eksogen turut mempengaruhi perilaku konsumen meskipun pengaruhnya tidak


begitu besar. Variabel-variabel eksogen meliputi:
b) Sifat kepribadian status keuangan batas waktu (mendesak

a) Pentingnya pembelian

tidaknya);

c) Faktor sosial dan organisasional;

d) kelas sosial;

e) Kebudayaan.

Menurut Howard dan Sheth (1969), terdapat tiga model dalam

pengambilan keputusan, yaitu: a. Pemecahan Masalah yang Luas

Pengambilan keputusan dimana konsumen belum mengembangkan kriteria pemilihan.

b. Pemecahan Masalah yang Terbatas

Situasi yang menunjukkan bahwa konsumen telah memakai kriteria

pemilihan, tetapi ia belum memutuskan merek apa yang terbaik. c. Pemecahan Masalah yang
Berulang Kali Konsumen telah menggunakan kriteria pemilihan dan telah pula

menetapkan produknya. Model Howard dan Sheth lebih menitikberatkan pada pembelian ulang dan
menggambarkan dinamika perilaku pembelian selama satu periode. Menurut model ini seseorang
mempunyai motif, pandangan, dan dapat mengambil keputusan melalui proses belajar. Dengan
melakukan pembelian ulang maka proses pengambilan keputusan menjadi lebih sederhana.

2. Model Engel, Kollat, dan Blackwell


Model ini menggambarkan dengan jelas bagaimana konsumen melakukan pembelian, mulai
timbulnya kebutuhan sampai akhir pembelian, yaitu penilaian setelah pembelian. Model ini
didasarkan pada proses pengambilan keputusan konsumen.

Komponen proses pengambilan keputusan ada lima tahap yaitu pengenalan masalah, penelusuran
informasi, evaluasi alternatif, pilihan dan hasil.

a. Pengenalan masalah terjadi bilamana konsumen menyadari perbedaan diantara situasi yang ada
dengan situasi yang diharapkan;

b. Tahap penelusuran informasi meliputi kecepatan dan keluasan dalam menimbulkan kembali
informasi yang ada pada memori dan pengalaman pengalaman mengenai masalah

e. Tahap evaluasi alternative meliputi membandingkan informasi tentang merk melalui proses
penelusuran kriteria evaluasi, d. Pada bagan ditunjukkan pula kebiasaan memilih dari kekuatan niat

membeli. Pilihan konsumen akan menentukan outcome, apakah

konsumen menjadi puas atau tidak puas sebagai pengalaman

langsung dalam menggunakan suatu merk. Hasilnya juga dapat dissonance, tidak cocok apabila merk
tidak sesuai dengan pilihannya;

e. Beberapa pengaruh eksternal lainnya adalah norma dan nilai budaya yang berlaku.

3. Model Nicosia

Model Francesco Nicosia didasarkan pada teknik gambar aliran proses komputer dengan umpan
baliknya. Nicosia mengidentifikasi empat lapangan pada model perilaku konsumen, seperti disajikan
dalam Gambar 3.3.

a. Lapangan 1: Meliputi arus berita dari firma kepada atau penyampaian pesan, terdiri dari bagian 1
variabel-variabel dan sifat-sifat merk dan produk, faktor lingkungannya, strategi pemasaran, saingan
dan iklan, bagian 2 merupakan atribut konsumen dan juga merupakan predisposisi untuk
terbentuknya sikap konsumen terhadap merk atau produk tertentu.

b. Lapangan 2: Merupakan usaha pencarian informasi dan evaluasi


informasi yang diterima mengenai produk. c. Lapangan 3: Merupakan suatu keputusan membeli
sebagai suatu

pemilihan alternatif yang diambil.

d. Lapangan 4: Merupakan penyimpanan kesan mengenai pengalaman terhadap suatu produk yang
mengendap di dalam memori.

Gambar 3.3

Model Perilaku Konsumen Nicosia

4. Model Assael

Menurut Assael ada tiga faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan
pembelian yaitu konsumen individu, lingkungan dan penerapan strategi pemasaran. Selengkapnya
dapat dilihat pada Gambar 3.4.

a. Konsumen Individual

Pilihan untuk membeli produk dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri konsumen seperti
kebutuhan, persepsi, sikap, kondisi geografis, gaya hidup, dan karakteristik kepribadian individu.

b. Pengaruh Lingkungan

Pilihan konsumen terhadap barang/jasa dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya. Ketika
konsumen membeli produk mereka didasari oleh banyak pertimbangan, misalnya karena meniru
temannya, karena tetangganya telah membeli lebih dulu, dan sebagainya. Dengan demikian,
interaksi sosial yang dilakukan oleh konsumen akan turut mempengaruhi pilihan produk yang akan
dikonsumsinya.

c. Strategi Pemasaran

Merupakan stimuli pemasaran yang dikendalikan oleh perusahaan. Dalam hal ini, maka perusahaan
berusaha mempengaruhi konsumen dengan menggunakan stimuli perusahaan seperti iklan, dan
sejenisnya agar konsumen bersedia memilih produk yang ditawarkan. Strategi pemasaran yang lazim
dikembangkan oleh perusahaan biasanya berhubungan dengan produk yang ditawarkan, harga jual
produknya, strategi pemasaran yang dilakukan dan bagaimana pemasar melakukan distribusi produk
kepada konsumen.

5. Model Andarieasen

Model Andarieasen dibangun dari konsepsi-konsepsi tentang formasi sikap dan perubahannya dalam
psikologi sosial. Kunci perubahan sikap

ditentukan oleh berbagai macam jenis informasi. Model ini menjelaskan seluruh proses dari
rangsangan-rangsangan sampai dengan hasilnya yang berupa perilaku, semua itu terkandung dalam
siklus pemrosesan informasi yang terdiri empat tahap yaitu: input berupa rangsangan (stimuli),
pengamatan (perception) dan penyaringan, perubahan- perubahan sifat, serta berbagai macam hasil
yang mungkin terjadi. 6. Model Joe Kent Kerby
Stimulus akan menimbulkan pengenalan kebutuhan konsumen. Apabila situasi tidak bersifat rutin,
maka akan timbul motivasi untuk melakukan kegiatan, mengevaluasi alternatif, dan memuaskan
kebutuhan. Meditational center merupakan pusat berfikir seluruh proses dalam bekerjanya variabel
I yang ada pada bagan.

Variabel eksogen dari model Howard dan Sheth ditunjukkan pada model Kerby sebagai faktor
manusia dan faktor sosial. Faktor manusianya adalah persepsi, sikap, belajar, kepribadian, perhatian,
daya ingat dan keterbatasan ekonomi. Sedangkan faktor sosial adalah persaingan, tingkat sosial,
kelompok anutan dan lingkungan budaya.

Terdapat empat masalah yang berhubungan dengan model Kerby, yaitu a. Faktor manusia dan faktor
sosial tidak berhubungan satu dengan lainnya:

b. Faktor manusia dan faktor sosial tidak ada umpan baliknya. Aktivitas membeli dipengaruhi oleh
sikap, persepsi, kepribadian, das lingkungan budaya yang dibentuk oleh tingkat kelas sosial dar
kelompok anutan;

Faktor-faktor dalam model Kerby tidak memberikan aktivitas aktivitas penting:

d. Model ini bersifat statis. Hal ini didasarkan atas kebutuhan biologis dan perilaku konsumen terjadi
karena adanya dorongan tersebut.

7. Model Clawson

Model ini didasarkan pada teori bentuk dan teori bidang. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh hasil
konflik psikologis dalam berbagai situasi. Konsumen individu mengumpulkan valensi-valensi positif
dan negatif dari suatu produk yang hendak dibeli. Terjadinya pembelian merupakan hasil bahwa
valensi-valensi positif yg lebih besar daripada valensi negatif. Nilai masing-masing valensi tersebut
tidak tetap dan tidak bebas dari pengaruh ruang individu.

Kebutuhan akan suatu produk timbul dan dipengaruhi oleh ruang hidup individu yaitu tempat,
waktu, dan lain sebagainya. Valensi adalah pengertian yang menggambarkan sifat dari lingkungan
psikologis, yaitu nilai lingkungan psikologis itu bagi konsumen. Ada dua nilai yaitu nilai positif dan
nilai negatif:

a. Sesuatu mempunyai nilai atau valensi positif apabila menyebabkan berkurangnya atau hilangnya
ketegangan ketika mendapatkan sesuatu tersebut, serta menyebabkan meningkatkan ketegangan
jika konsumen terhambat untuk mendapatkannya. Misalnya minuman bagi yang haus.
b. Sesuatu mempunyai nilai atau valensi negatif jika menyebabkan meningkatnya ketegangan jika
konsumen mendapatkannya dan menyebabkan menurunnya tegangan bila konsumen meninggal-
kannya. Misalnya limbah. Jadi valensi positif bersifat menarik dan valensi negatif bersifat menolak.

8. Model Hirarki Kebutuhan dari Maslow

Teori motivasi Maslow dinamakan, "A theory of human motivation Teori ini mengikuti teori jamak,
yakni konsumen berperilaku karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan
dan keinginannya. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan konsumen berjenjang,
artinya bila kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi
yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan
tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Dasar teori Maslow adalah:

a. Manusia adalah makhluk yang berkeinginan, ia selalu meng- inginkan lebih banyak. Keinginan ini
terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayat tiba;

b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi motivator bagi pelakunya, hanya kebutuhan
yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator;

c. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang. Teori motivasi yang dikembangkan oleh
Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap diri manusia itu terdiri dari atas lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu:

a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs) Kebutuhan fisiologis misalnya makan, minum,


perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau
disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.

b. Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs) Kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya,
pertentangan, dan lingkungan hidup, tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,
psikologikal dan intelektual.

c. Kebutuhan Sosial (Social Needs) Kebutuhan untuk merasa memiliki yaitu kebutuhan untuk
diterima dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.

d. Kebutuhan akan Harga Diri atau Pengakuan (Esteem Needs) Kebutuhan ini terkait dengan rasa
dihormati dan dihargai oleh orang lain.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs)


Berkaitan dengan kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi, kebutuhan untuk
berpendapat, dengan mengemukakan ide- ide, memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal memuaskan kira-kira 85% kebutuhan
fisiologis, 70% kebutuhan rasa aman, 50% kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40% kebutuhan
harga diri, dan hanya 10% dari kebutuhan aktualisasi diri. Kendati pemikiran Maslow tentang teori
kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif. Selain itu juga turut mempengaruhi teori pemasaran dan keputusan pembelian modern.

9. Model Markov

Rantai Markov (markov chains) adalah suatu teknik matematika yang biasa digunakan untuk
melakukan pembuatan model (modeling) bermacam-macam sistem dan proses bisnis. Teknik ini
dapat digunakan untuk meramalkan perubahan-perubahan di waktu yang akan datang pada
variabel-variabel dinamis berdasarkan hasil pengamatan pada variabel-variabel tersebut di masa
yang lalu. Model rantai Markov dikembangkan oleh seorang ahli Rusia bernama

A. A. Markov, pada tahun 1906. Penerapan rantai Markov mula-mula

adalah pada ilmu-ilmu pengetahuan fisik dan meteorologi. Teknik ini mula-mula digunakan untuk
menganalisis dan memperkirakan perilaku partikel-partikel gas dalam suatu wadah (container)
tertutup serta meramal keadaan cuaca. Sebagai suatu peralatan riset operasi dalam pengambilan
keputusan manajerial, rantai Markov telah banyak diterapkan untuk menganalisis perpindahan
merek (brand switching) dalam pemasaran, perhitungan rekening-rekening, jasa-jasa penyewaan
mobil, perencanaan penjualan, masalah-masalah persediaan, pemeliharaan mesin, antrian,
perubahan harga pasar saham, administrasi rumah sakit, dan sebagainya.

10. Model Kotler dan Amstrong

Mempelajari perilaku konsumen bertujuan untuk menggunakan dan memahami berbagai aspek
yang ada pada konsumen, yang akan digunakan dalam menyusun strategi pemasaran agar lebih
sukses (Kotler dan Amstrong, 2012). Model perilaku konsumen disajikan sebagai berikut:

Gambar 3.7 memperlihatkan bahwa pemasaran dan rangsangan lain memasuki apa yang disebut
sebagai kotak hitam konsumen dan menghasilkan respons tertentu. Perusahaan harus menemukan
apa yang ada di dalam kotak hitam konsumen tersebut. Rangsangan pemasaran terdiri dari empat P
yang disebut produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Rangsangan
lain meliputi kekuatan dan faktor utama dalam lingkungan konsumen, misalnya ekonomi, teknologi,
politik, dan budaya.

Semua masukan tersebut memasuki kotak hitam konsumen, dimana masukan ini diubah menjadi
sekumpulan respons konsumen yang
dapat di observasi, yaitu pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, dan
jumlah pembelian. Perusahaan ingin memahami bagaimana rangsangan tersebut diubah menjadi
respons di dalam kotak hitam konsumen, yang mempunyai

dua bagian, yaitu:

a. Pertama, karakteristik pembeli mempengaruhi bagaimana pembeli menerima dan bereaksi


terhadap rangsangan itu.

b. Kedua, proses keputusan pembeli itu sendiri mempengaruhi perilaku pembeli. Pertama kita
melihat karakteristik pembeli ketika karakteristik itu mempengaruhi perilaku pembeli dan kemudian
mendiskusikan proses keputusan pembeli.

11. Model Perilaku Pembelian Konsumen Industri. Keberhasilan kegiatan pemasaran industrial
perusahaan sering kali tergantung pada masalah seberapa jauh pemasar dapat memahami proses
pembelian, termasuk di dalamnya:

a. Identifikasi wewenang dalam pembelian; b. Penyusunan kriteria keputusan;

c. Penyusunan prosedur untuk evaluasi dan pemilihan supplier

Proses pembelian barang industri jauh lebih kompleks dari pada barang konsumsi, hal ini disebabkan
karena banyaknya pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan pembelian maupun sifat dari
barang industri itu sendiri yang biasanya secara teknis lebih kompleks.

F. Jenis-jenis Perilaku Pembelian dan Sifat Konsumen

Keputusan pembelian merupakan proses yang tidak bisa dilepaskan dari sifat-sifat keterlibatan
konsumen dengan produk. Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa tingkat keterlibatan
konsumen dalam pembelian dipengaruhi oleh kepentingan personal yang dirasakan dan ditimbulkan
oleh stimulus. Oleh karena itu, ada konsumen yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam pembelian
suatu produk, dan ada juga konsumen yang mempunyai keterlibatan yang rendah atas pembelian
suatu produk. Semakin kompleks keputusan untuk membeli sesuatu, kemungkinan akan lebih
banyak melibatkan pertimbangan pembeli.
Kotler dan Armstrong (2012) membedakan empat tipe perilaku pembelian derajat keterlibatan
konsumen dalam membeli dan derajat perbedaan diantara beberapa merek. Keempat tipe tersebut
disajikan dalam tabel sebagai berikut.

Perbedaan signifikan antar merek (significant differences between brands) artinya bahwa konsumen
memandang perbedaan yang signifikan di antara berbagai merek yang ada, sedangkan sedikit
perbedaan diantara mereka (few differences between brands) artinya bahwa konsumen hanya
melihat sedikit perbedaan antara merek-merek yang ada, dan cenderung melihat tidak ada
perbedaan merek yang signifikan. Selain itu, dapat dijelaskan bahwa tipe-tipe perilaku pembelian
konsumen adalah sebagai berikut 1. Perilaku Pembelian yang Rumit (Complex Buying Behavior)

Terdapat keterlibatan mendalam dari konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli dan adanya
perbedaan pandangan yang signifikan terhadap merek yang satu dengan merek yang lain. Konsumen
menerapkan perilaku pembelian yang rumit ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian
dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lainnya sesuai
dengan tingkat pemahaman.

Keterlibatan konsumen mencerminkan bahwa produk yang akan dibelinya merupakan produk yang
mahal, berisiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri atau prestise konsumen. Dalam
hal ini, maka konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut. Misalnya,
konsumen yang akan membeli mobil, dimana dalam hal ini mereka akan menyediakan waktu untuk
mempelajari hal-hal yang terkait dengan produk yang akan dibelinya, membandingkan spesifikasi
dan kelebihan-kelebihan antara merek yang satu dengan merek yang lainnya.

2. Perilaku Pembelian Pengurangan Ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying Behavior)


Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi
tetapi sedikit perbedaan yang di

rasakannya diantara merek-merek yang tersedia di pasar. Perilaku

membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen

terlibat dalam pembelian produk mahal, jarang, atau berisiko, tetapi

hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada.

Misalnya, konsumen ketika membeli karpet mungkin menghadapi keputusan dengan keterlibatan
tinggi karena harga karpet mahal dan karpet mencerminkan ekspresi diri konsumen. Namun
konsumen mungkin mempertimbangkan hampir semua merek karpet yang berada pada rentang
harga tertentu saja. Dalam kasus ini, karena perbedaan merek dianggap tidak besar, maka konsumen
mungkin berkeliling melihat-lihat karpet yang tersedia, tetapi akan dengan cepat membeli.
Konsumen mungkin merespon harga yang baik atau kenyamanan berbelanja.

Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidakcocokan pasca pembelian atau merasa
tidak nyaman setelah membeli, ketika mereka menemukan kelemahan-kelemahan tertentu dari
merek karpet yang mereka beli atau pun karena mendengar hal-hal bagus mengenai merek karpet
yang tidak dibeli. Untuk melawan ketidakcocokan tersebut, komunikasi purna jual perusahaan harus
memberikan bukti-bukti dan dukungan yang dapat membantu konsumen menyenangi pilihan merek
mereka.

3. Perilaku Pembelian karena Kebiasaan (Habitual Buying Behavior) Merupakan model perilaku
pembelian dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan
yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli karena kebiasaan dalam kondisi
keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan antara merek.

Misalnya ketika membeli garam untuk memasak. Konsumen akan sedikit sekali keterlibatannya,
karena konsumen tidak akan terlalu pusing memikirkan mereknya. Jika pada kenyataannya mereka
masih mengkonsumsi barang yang sama, hal ini lebih merupakan perilaku pembelian karena
kebiasaan, sebagai wujud loyalitas konsumen terhadap merek tertentu.

4. Perilaku Pembelian yang Mencari Variasi (Variety Seeking Buying Behavior)

Merupakan model perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya
keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Konsumen menerapkan
perilaku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan
konsumen, namun perbedaan merek dianggap cukup berarti. Dalam

kasus semacam ini, konsumen seringkali mengganti merek.

Misalnya ketika akan membeli sepotong roti. Konsumen mungkin mempunyai beberapa keyakinan
memilih merek roti tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek roti tersebut setelah
mengkonsumsinya. Tetapi untuk waktu pembelian berikutnya, konsumen mungkin akan mengambil
merek lain, dengan beberapa alasan: agar tidak bosan, atau sekedar ingin mencoba sesuatu yang
berbeda. Dalam hal ini penggantian merek terjadi untuk tujuan mendapatkan variasi bukan untuk
mendapatkan kepuasan.

Lebih spesifik lagi, sifat-sifat konsumen antara lain dapat

digambarkan sebagai berikut:


1. Konsumen Pengambil Keputusan (The Decided Customer)

Merupakan tipe konsumen yang telah mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkannya dan
perusahaan harus mampu menyediakannya dengan cepat. Untuk menghadapi konsumen ini,
misalnya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan memberikan keterangan kepadanya harus
bersifat khusus, tidak perlu memberikan keterangan

yang bersifat umum.

2. Konsumen yang Seolah Serba Tahu (The Know It All Customer) Tipe konsumen yang seolah-olah
mengetahui segalanya tentang produk, dialah yang bercerita kepada perusahaan, walaupun apa
yang diceritakannya itu tidak seluruhnya benar, tetapi perusahaan tidak perlu membantahnya.
Untuk menghadapi konsumen semacam ini, misalnya perusahaan dapat memberikan keterangan-
keterangan yang tepat secara bijaksana dengan menempuh cara yang tidak langsung dan ini bisa
mempengaruhi sikap konsumen tersebut.

3. Konsumen yang Menghendaki Fakta (The Deliberate Customer) Tipe konsumen yang
menghendaki fakta-fakta, diberikan nasihat tentang konstruksi dan cara-cara penggunaan barang
yang akan dibelinya. Tipe

konsumen seperti ini membutuhkan waktu lama untuk memper timbangkan pembeliannya. 4.
Konsumen Sukar Mengambil Keputusan (The Undecided Customer)

Tipe konsumen yang sukar untuk mengambil simpulan, biasanya ia sukar dalam menentukan ukuran
dan warna dari barang yang akan dibelinya. Untuk menghadapi tipe konsumen semacam ini adalah
dengan mencoba menentukan apa sebenarnya yang dibutuhkan konsumen tersebut. Perusahaan
harus berusaha membantu konsumen dalam mengambil keputusan.

5. Konsumen yang Aktif Berbicara (The Talkative Customer) Tipe konsumen yang tidak pasti,
biasanya ia senang mengobrol, tetapi tidak mengarah kepada pembelian. Untuk menghadapinya,
jika pada saat itu tidak banyak konsumen yang lain, maka perusahaan bisa melayani obrolan
tersebut dan mengarahkan pembicaraan sedikit demi sedikit ke arah pembelian. 6. Konsumen yang
Grogi (The Silent Timid Customer)

Tipe konsumen yang grogi, biasanya ia merasa agak canggung di dalam toko dan merasa takut kalau
kekurangan pengetahuannya tentang suatu produk akan menjadi nyata jika ia bertanya-tanya. Untuk
menghadapi konsumen seperti ini, perusahaan harus pandai melayani konsumen ini, jangan
menunjukkan kesan bahwa konsumen tidak mengetahui apa-apa tentang suatu produk 7. Konsumen
Pengambil Keputusan Namun Salah (The Decided But Mistaken
Customer)

Tipe konsumen yang memiliki banyak rencana. Konsumen tersebut biasanya mendatangi toko
dengan telah memiliki keputusan tertentu dalam pikirannya untuk membeli barang di toko tersebut,
namun menurut penjual yang ada di toko, pilihan konsumen tersebut tidak sesuai dengan maksud
penggunaannya, sehingga ia memberikan koreksi kepada konsumen tersebut. Untuk menghadapi
konsumen semacam ini tidak perlu berdebat dengannya, namun cukup menyarankan penggunaan
dan manfaat dari barang tersebut dan barang yang seharusnya dibeli.

8. Konsumen yang Menyukai Diskon (The I Get Discount Customer)

Tipe konsumen yang selalu menghendaki potongan harga dari barang yang dibeli. Untuk
menghadapinya cukup dengan menginformasikan bulan-bulan tertentu yang ada diskonnya.

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Menurut Kotler dan Amstrong (2012),
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari budaya, sosial, pribadi, dan
psikologi, seperti disajikan dalam gambar 3.8.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen tersebut tidak seluruhnya mampu


dikendalikan oleh perusahaan. Berikut ini diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen tersebut:

1. Faktor Budaya

Faktor Budaya terdiri dari beberapa sub yang berkaitan, antara lain dengan:

a. Budaya

Merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar yang terdiri dari kumpulan nilai,
preferensi dan perilaku yang memberikan pengaruh kepada konsumen.

b. Sub Budaya

Banyaknya sub-budaya yang membentuk segmen pasar yang penting. dan perusahaan sering
merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. c. Kelas
Sosial
Kelas sosial berkaitan dengan preferensi produk dan merek yang berbeda dalam banyak hal. 2.
Faktor Sosial

Selain faktor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor

sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.

a. Kelompok Acuan

Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau
tidak langsung terhadap sikap atau perilaku konsumen tersebut. Kelompok yang memiliki pengaruh
langsung terhadap konsumen dinamakan kelompok keanggotaan. Beberapa kelompok keanggotaan
merupakan kelompok primer,

seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja yang berinteraksi dengan konsumen secara terus-
menerus dan informal. Selain itu, terdapat kelompok sekunder seperti kelompok keagamaan, profesi
dan asosiasi perdagangan yang cenderung lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak
begitu rutin.

Perusahaan berusaha mengidentifikasi kelompok acuan konsumen mereka. Namun, tingkat


pengaruh kelompok acuan terhadap produk dan merek yang digunakan oleh konsumen berbeda-
beda.

b. Keluarga

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan
para anggota keluarga menjadi acuan primer yang paling berpengaruh. Kehidupan pembeli dapat
dibedakan menjadi dua keluarga yaitu kelompok orientasi terdiri dari orang tua dan saudara
kandung seseorang.

Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi
pribadi, harga diri, dan cinta. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari
adalah keluarga prokreasi yaitu pasangan dan sejumlah anak seseorang.

Perusahaan tertarik pada peran dan pengaruh relatif dari suami, istri, dan anak-anak dalam membeli
beragam produk dan jasa yang di konsumsinya.
c. Peran dan status

Konsumen berpartisipasi ke dalam banyak kelompok sepanjang misalnya keluarga, klub, organisasi.
Kedudukan konsumen dalam kelompok tersebut ditentukan berdasarkan peran dan statusnya. Peran
meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh pelanggan. Masing-masing peran
mengharapkan status, Konsumen orang memilih produk yang dapat mengkomunikasikan peran dan
status mereka di masyarakat.

3. Faktor Pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, Karakteristik tersebut meliputi usia
dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup serta kepribadian, dan konsep diri
pembeli.

a. Usia dan Tahap Siklus Hidup

Konsumen mengkonsumsi produk yang berbeda-beda sepanjang hidupnya. Konsumsi juga dibentuk
oleh siklus hidup keluarga. Perusahaan sering memilih kelompok-kelompok berdasarkan siklus hidup
sebagai pasar sasaran mereka. Namun, rumah tangga yang menjadi sasaran tidak selalu berdasarkan
konsep atas keluarga. b. Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi

Pekerjaan konsumen juga mempengaruhi pola konsumsinya. Perusahaan pada umumnya berusaha
mengidentifikasi kelompok profesi yang memiliki minat di atas rata-rata atas produk mereka.
Perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok profesi tertentu.

Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang, misalnya penghasilan yang
dapat dibelanjakan (level, kestabilan, pola waktu), tabungan, dan aktiva (termasuk persentase aktiva
yang lancar/likvid), utang kemampuan untuk meminjam, dan sikap terhadap belanja atau
menabung. Perusahaan yang peka terhadap harga terus-menerus memperhatikan kecenderungan
penghasilan pribadi, tabungan dan tingkat suku bunga. Jika indikator ekonomi menandakan resesi,
maka perusahaan dapat mengambil langkah-

langkah untuk merancang ulang, melakukan penempatan ulang, dan menerapkan kembali harga
produk sehingga perusahaan dapat terus menawarkan nilai ke konsumen sasaran.

c. Gaya Hidup
Konsumen yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya
hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas,
minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri Konsumen yang berinteraksi
dengan lingkungannya. Perusahaan mencari hubungan antara produk mereka dan kelompok gaya
hidup. Dengan demikian, perusahaan dapat dengan lebih jelas mengarahkan mereknya ke gaya
hidup orang yang berprestasi.

d. Kepribadian dan Konsep Diri

Konsumen memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku


pembeliannya. Kepribadian adalah ciri bawaan psikologi manusia (numan psychological traits) yang
menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan
lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti
kepercayaan. diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri, dan
kemampuan beradaptasi

Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam. menganalisis perilaku konsumen,
asalkan jenis kepribadian tersebut dapat diklasifikasikan dengan akurat dan asalkan terdapat korelasi
yang kuat antar jenis kepribadian tertentu dengan pilihan produk atau merek. Gagasannya adalah
bahwa merek juga mempunyai kepribadian, bahwa mungkin memilih merek yang kepribadiannya
sesuai dengan kepribadian dirinya.

Konsep diri atau sering disebut dengan citra pribadi merupakan bagian dari kepribadian konsumen.
Pemasar berusaha mengem- bangkan citra merek yang sesuai dengan citra pribadi konsumen.
Mungkin saja konsep diri aktual konsumen (bagaimana ia memandang dirinya) berbeda dengan
konsep diri idealnya (bagaimana ia menganggap orang lain memandang dirinya) konsep diri mana
yang mau dipuaskannya dalam melakukan suatu pembelian

4. Faktor Psikologis

Pilihan pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu:

a. Motivasi

Konsumen memiliki banyak kebutuhan. Beberapa kebutuhan tersebut bersifat biogenic, yaitu
kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman, sedangkan yang
lainnya bersifat psychogenic, yaitu kebutuhan yang muncul dari tekanan psikologis seperti
kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan
menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah
kebutuhan yang mendorong konsumen untuk bertindak. b. Persepsi
Konsumen yang termotivasi siap bertindak. Bagaimana tindakan sebenarnya konsumen yang
termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi adalah proses
yang digunakan oleh konsumen untuk memilih, mengorganisasi, dan atau menginterpretasikan
masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya
bergantung pada rangsangan fisik, namun juga rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan
sekitar dan keadaan individu konsumen tersebut. Konsumen dapat memiliki persepsi yang berbeda
atas objek yang sama karena:

1) Perhatian Selektif

Merupakan suatu proses penyaringan rangsangan. 2) Distorsi Selektif

Merupakan kecenderungan konsumen untuk mengubah informasi menjadi bermakna pribadi dan
menginterpretasikan informasi tersebut dengan cara yang akan mendukung pra konsepsinya.

3) Ingatan Selektif

Mengingat hal-hal baik yang disebutkan tentang produk yang pasti konsumen sukai dan melupakan
hal-hal baik yang disebutkan tentang produk pesaing.

c. Pembelajaran

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku konsumen yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar
perilaku manusia adalah hasil belajar. Pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan antara pen-
dorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan, dan penguatan Pendorong (drives) adalah
rangsangan internal yang kuat yang mendorong tindakan. Isyarat (cues) adalah rangsangan kecil
yang menentukan kapan, dimana, dan bagaimana tanggapan seseorang Teori pembelajaran
mengajarkan para pemasar bahwa mereka dapat membangun permintaan atas sebuah produk
dengan mengaitkannya kepada dorongan atau motivasi, dan memberikan penguatan yang positif.

d. Keyakinan dan sikap

Melalui bertindak dan belajar, konsumen mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian
mempengaruhi perilaku pembelian mereka

a) Keyakinan (Belief)
Gambaran pemikiran yang dianut konsumen tentang gambaran sesuatu. Keyakinan konsumen
tentang produk atau merek mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Keyakinan mungkin
berdasarkan pengetahuan, pendapat, atau kepercayaan (faith). Kesemuanya itu mungkin atau tidak
mungkin mengandung faktor emosional. Tentu saja, perusahaan sangat tertarik pada keyakinan yang
ada dalam pikiran konsumen tentang produk yang hasilkan. Keyakinan tersebut membentuk citra
merek di benak konsumen, dimana konsumen akan bertindak berdasarkan citra tersebut. Jika
beberapa keyakinan keliru dan menghambat pembelian, maka perusahaan akan meluncurkan
kampanye untuk mengoreksi keyakinan-keyakinan tersebut.

Bagi perusahaan dengan skala pemasaran global, fakta bahwa konsumen sering mempertahankan
keyakinan yang mudah dilihat tentang merek atau produk berdasarkan negara asal mereka,
merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan.

b) Sikap (Attitude)

Sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau
tidak menguntungkan dan bertahan lama dari konsumen terhadap suatu obyek atau gagasan.

Jadi, perusahaan sebaiknya menyesuaikan produk yang dihasilkannya dengan sikap yang telah ada
daripada berusaha untuk mengubah sikap konsumen. Tentu saja terdapat beberapa pengecualian,
dimana biaya besar untuk mengubah sikap konsumen akan memberikan hasil.

H. Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Perilaku pembelian konsumen merupakan suatu rangkaian tindakan fisik maupun mental yang
dialami konsumen ketika akan melakukan pembelian produk tertentu. Tahap-tahap proses
keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong (2012) terdiri dari: 1. Pengenalan Masalah

Keputusan pembelian diawali dengan adanya kebutuhan dan keinginan konsumen, dimana dalam
hal ini konsumen menyadari adanya perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan
yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri
konsumen itu sendiri maupun berasal dari luar diri konsumen. Misalnya kebutuhan orang normal
adalah haus dan lapar akan meningkat hingga mencapai suatu ambang rangsang dan berubah
menjadi suatu dorongan berdasarkan pengalaman yang sudah ada, yaitu minum dan makan.

2. Pencarian Informasi
Setelah konsumen menyadari adanya kebutuhan terhadap produk tertentu, selanjutnya konsumen
tersebut mencari informasi, baik yang berasal dari pengetahuannya maupun berasal dari luar.
Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu: a. Sumber pribadi yang
terdiri dari keluarga, teman, tetangga, dan

kenalan;

b. Sumber komersial yang terdiri dari iklan, wiraniaga, penyalur, dan kemasan,

c. Sumber publik yang terdiri dari media masa, organisasi penentu

peringkat konsumen d. Sumber pengalaman yang terdiri dari pengalaman dalam penanganan,
pengkajian, dan pemakai produk.

3. Evaluasi Alternatif

Setelah informasi diperoleh, konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dalam memenuhi
kebutuhan tersebut, misalnya:

a. Kamera, terkait dengan ketajaman gambar, hasil warna, harga, dan ukuran kamera.

b. Hotel, terkait dengan lokasi, kebersihan, dan harga. c. Ban, terkait dengan umur pemakaian,
harga, mutu ketika dikendarai. 4. Keputusan Pembelian

Apabila tidak ada faktor lain yang mengganggu setelah konsumen menentukan pilihan yang telah
ditetapkan, maka pembelian yang aktual adalah hasil akhir dari pencarian dan evaluasi yang telah
dilakukan. 5. Evaluasi Pasca Pembelian

Apabila produk yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang diharapkan, maka konsumen akan
merubah sikapnya terhadap merek produk tersebut menjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan
menolak. produk tersebut di kemudian hari. Sebaliknya, bila konsumen mendapat kepuasan dari
produk yang dibelinya, maka keinginan untuk membeli. terhadap produk tersebut cenderung akan
menjadi lebih kuat.

Produsen harus mampu mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu
produk dengan cara membantu konsumen agar menemukan informasi yang membenarkan pilihan
bagi konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli
produknya.

I. Keputusan Pembelian Konsumen

Kotler dan Amstrong (2012) menyatakan bahwa bagi konsumen, sebenarnya pembelian bukanlah
hanya merupakan satu tindakan saja (misalnya karena produk), melainkan terdiri dari beberapa
tindakan yang satu sama lainnya saling berkaitan. Dimensi keputusan pembelian terdiri dari:

1. Pilihan Produk

Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau menggunakan uangnya
untuk tujuan yang lain. Perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang
berminat membeli sebuah produk serta alternatif yang mereka pertimbangkan.

a. Keunggulan Produk

Berupa tingkat kualitas yang diharapkan oleh konsumen pada produk yang di butuhkannya dari
berbagai pilihan produk.

b. Manfaat Produk

Berupa tingkat kegunaan yang dapat dirasakan oleh konsumen pada tiap pilihan produk dalam
memenuhi kebutuhannya.

c. Pemilihan Produk Berupa pilihan konsumen pada produk yang dibelinya, sesuai dengan

kualitas yang diinginkan dan manfaat yang akan diperolehnya.

2. Pilihan Merek

Konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli. Setiap

merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini, perusahaan harus mengetahui
bagaimana konsumen memilih sebuah merek, apakah berdasarkan ketertarikan, kebiasaan, atau
kesesuaian. a. Ketertarikan pada Merek
Berupa ketertarikan pada citra merek yang telah melekat pada

produk yang dibutuhkannya.

b. Kebiasaan pada Merek

Konsumen memilih produk yang dibelinya dengan merek tertentu, karena telah biasa menggunakan
merek tersebut pada produk yang diputuskan untuk dibelinya.

c. Kesesuaian Harga

Konsumen selalu mempertimbangkan harga yang sesuai dengan

kualitas dan manfaat produk. Jika sebuah produk dengan citra merek

yang baik, kualitas yang bagus dan manfaat yang besar, maka

konsumen tidak akan segan mengeluarkan biaya tinggi untuk

mendapatkan produk tersebut. 3. Pilihan Saluran Pembelian Konsumen harus mengambil keputusan
tentang penyalur mana yang akan dikunjungi. Setiap konsumen berbeda-beda dalam hal
menentukan

penyalur, misalnya faktor lokasi, harga, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan berbelanja,
keluasan tempat dan lain sebagainya, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen
untuk memilih penyalur

a. Pelayanan yang Diberikan

Pelayanan yang baik serta kenyamanan yang diberikan oleh distributor ataupun pengecer pada
konsumen, membuat konsumen akan selalu memilih lokasi tersebut untuk membeli produk yang di
butuhkannya.
b. Kemudahan untuk Mendapatkan Selain pelayanan yang baik, konsumen akan merasa lebih
nyaman jika lokasi pendistribusian (pengecer, grosir, dll.) mudah dijangkau dalam waktu singkat dan
menyediakan barang yang dibutuhkan.

c. Persediaan Barang

Kebutuhan dan keinginan konsumen akan suatu produk tidak dapat

dipastikan kapan terjadi, namun persediaan barang yang memadai

pada penyalur akan membuat konsumen memilih untuk melakukan

pembelian di tempat tersebut.

4. Waktu Pembelian

Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian bisa berbeda- beda, misalnya: ada yang
membeli setiap hari, satu minggu sekali, dua minggu sekali, tiga minggu sekali, satu bulan sekali dan
sebagainya.

a. Kesesuaian dengan Kebutuhan Ketika seseorang merasa membutuhkan sesuatu dan merasa perlu
melakukan pembelian, maka ia melakukan pembelian. Konsumen selalu memutuskan membeli suatu
produk, pada saat benar-benar membutuhkannya

b. Keuntungan yang Dirasakan Ketika konsumen memenuhi kebutuhannya akan suatu produk pada

saat tertentu, maka saat itu konsumen akan merasakan keuntungan sesuai kebutuhannya melalui
produk yang dibeli sesuai waktu di

butuhkannya.

c. Alasan Pembelian
Setiap produk selalu memiliki alasan untuk memenuhi kebutuhan konsumen pada saat ia
membutuhkannya. Seseorang membeli suatu

produk dengan pilihan merek tertentu dan menggunakannya, maka ia telah memenuhi kebutuhan
yang dirasakan dan mengambil keputusan pembelian dengan tepat.

5. Jumlah Pembelian Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang
akan dibelinya pada suatu saat. Pembelian dilakukan mungkin lebih dari satu. Dalam hal ini
perusahaan harus mempersiap- kan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda
dari

setiap pembeli.

a. Keputusan Jumlah Pembelian Selain keputusan pada suatu pilihan merek yang diambil konsumen,
konsumen juga dapat menentukan jumlah produk yang akan dibelinya sesuai kebutuhan.

b. Keputusan Pembelian untuk Persediaan

Dalam hal ini konsumen membeli produk selain untuk memenuhi kebutuhannya, juga melakukan
beberapa tindakan persiapan dengan sejumlah persediaan produk yang mungkin dibutuhkannya
pada saat mendatang. Basu Swastha dan Hani Handoko (2000) menyatakan bahwa keputusan

pembelian konsumen sebenarnya merupakan kumpulan dari sejumlah

keputusan, yaitu:

1. Keputusan tentang Jenis Produk Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah
produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Perusahaan harus memusatkan
perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli produk serta alternatif yang mereka
pertimbangkan.

2. Keputusan tentang Bentuk Produk Konsumen dapat mengambil keputusan membeli bentuk
produk tertentu. Keputusan tersebut menyangkut pula ukuran, mutu, suara, corak dan sebagainya.
Perusahaan harus melakukan riset pemasaran untuk mengetahui kesukaan konsumen tentang
produk bersangkutan agar dapat memaksimumkan daya tarik mereknya.
3. Keputusan tentang Merek. Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek mana yang
akan dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri.

Perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek

4. Keputusan tentang Penjualnya Konsumen harus mengambil keputusan di mana sebuah produk
dibeli.

Dalam hal ini produsen, pedagang besar, dan pengecer harus

mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual tertentu

5. Keputusan tentang Jumlah Produk Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa
banyak produk yang akan dibelinya pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan mungkin lebih dari
satu. Perusahaan harus mempersiapkan banyaknya

produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli.

6. Keputusan tentang Waktu Pembelian

Konsumen dapat mengambil keputusan tentang kapan ia harus melakukan pembelian. Masalah ini
akan menyangkut tersedianya uang untuk membeli sebuah produk Oleh karena perusahaan harus
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam penentuan waktu
pembelian Perusahaan dapat mengatur waktu produksi dan kegiatan pemasaran

7. Keputusan tentang Cara Pembayaran

Konsumen harus mengambil keputusan tentang metode atau cara pembayaran produk yang dibeli,
apakah secara tunai atau cicilan. Keputusan tersebut akan mempengaruhi keputusan tentang
penjualan dan jumlah pembeliannya. Perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli terhadap
cara pembayaran.

Anda mungkin juga menyukai