PENDAHULUAN
Perkembangan usaha bisnis dalam era globalisasi saat ini semakin pesat, ditandai dengan
tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin tinggi dan ketat. Keadaan tersebut
menyebabkan perusahaan pada umumnya berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup,
mengembangkan perusahaan, memperoleh laba optimal serta berusaha memperkuat posisi
perusahaan dalam menghadapi perusahaan pesaing. Seorang pemasar dituntut mampu
menciptakan strategi pemasaran yang tepat dalam rangka persaingannya dengan perusahaan lain.
Pemasar juga harus menciptakan produk yang mampu mengkarakteristikkan diri agar konsumen
mengenal produk-produk yang dipasarkan oleh perusahaan tersebut. Untuk mengantarkan
identitas perusahaan agar mudah dikenal konsumen, merek menjadi hal yang sangat penting.
Dalam mengenal Produsen kita perlu mempelajari prilaku produsen sebagai perwujudan
dari seluruh aktivitas jiwa manusia itu sendiri. Suatu metode didefinisikan sebagai suatu wakil
realitias yang di sederhanakan. Model perilaku produsen dapat didefinisikan sebagai suatu
sekema atau kerangka kerja yang di sederhanakan untuk menggambarkan aktiviras-aktiviras
produsen. Model perilaku produsen dapat pula di artikan sebagai kerangka kerja atau suatu yang
mewakili apa yang di yakinkan Produsen dalam mengambil keputusan menjual dan mencari
keuntungan
Kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan dan keluarga.
Sedangkan kekuatan pisikologis terdiri dari pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan
keyakinan. Sedangkan tujuan dan fungsi modal perilaku produsen sangat bermanfaat dan
mempermudah dalam mempelajari apa yang telah diketahui mengenai perilaku produsen.
Menganalisis perilaku produsen akan lebih mendalam dan berhasil apa bila kita dapat memahami
aspek-aspek pisikologis manusia secara keseluruhan.
Dengan demikian berarti pula keberhasilan pengusaha, ahli pemasaran, pimpinan toko
dan pramuniaga dalam memasarkan suatu produk yang membawa kepuasan kepada konsumen
dan diri pribadinya. Pemahaman akan perilaku konsumen adalah tugas penting bagi para
produsen. Para pemasar mencoba memahami perilaku pembelian konsumen agar mereka dapat
menawarkan kepuasan yang lebih besar kepada konsumen sampai tingkat yang lebih tinggi
masih ada. Beberapa produsen masih belum menerapkan konsep pemasaran sehingga mereka
tidak berorientasi pada konsumen dan tidak memandang kepuasan konsumen sebagai tujuan
utama yang besar.
1
Lebih jauh lagi karena alat menganalisis perilaku konsumen tidak pasti, para pemasar
kemungkinan tidak mampu menetapkan secara akurat apa sebenarnya yang dapat memuaskan
para pembeli. Sekalipun para produsen mengetahui factor yang meningkatkan kepuasan
konsumen, mereka belum tentu dapat merasakan atau memenuhi factor tersebut.Tidak diragukan
lagi, konsumen tergolong asset berharga bagi semua bisnis. Tanpa dukungan mereka, suatu
bisnis tidak bisa eksis. Sebaliknya jika bisnis kita sukses memberikan pelayanan terbaik,
konsumen tidak hanya membantu bisnis kita tumbuh. Lebih dari itu biasanya mereka hanya bisa
membuat rekomendasi dari teman dan relasinya.
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari
konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-
involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang
berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan
pertimbangan yang matang.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari perilaku konsumen
2. Untuk mengetahui jenis-jenis perilaku konsumen
3. Untuk mengetahui jenis-jenis teori perilaku konsumen
4. Untuk mengetahui jenis perilaku menyimpang dari konsumen dan hubungannya
dengan teori perilaku konsumen
5. Untuk mengetahui studi kasus mengenai perilaku penyimpangan konsumen
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mereka menyatakan bahwa keputusan meliputi suatu pilihan “antara dua atau lebih alternatif
tindakan atau perilaku”.
Sastradipora (2003) menyatakan bahwa: “perilaku konsumen adalah proses dimana para
individu menetapkan jawaban atas pertanyaan: perlukah, apakah, kapankah, dimanakah,
bagaimanakah, dan dari siapakah membeli barang atau jasa”.
Solomon (2003) menyatakan bahwa, “consumer behavior is the process involved when
individuals or groups selest, purchase, use, adn dispose of goods, services, ideas, or experiences
to satisfy their needs and desires”. Yang dapat diartikan bahwa perilaku konsumen merupakan
suatu proses yang melibatkan seseorang ataupun suatu kelompok untuk memilih, membeli,
menggunakan dan memanfaatkan barang-barang, pelayanan, ide, ataupun pengalan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan.
4
2. Konsumen hanya mau menggunakan merek terkenal
3. Konsumen membeli produk demi gengsi semata.
5
2.4 Macam-Macam Perilaku Menyimpang Konsumen dan Hubungannya Dengan Teori
Perilaku Konsumen.
Dalam hal ini saya lebih mengaitkan suatu perilaku menyimpang konsumen dengan teori
perilaku konsumen dari segi psikologis yang ada sebagai berikut :
1. Customer Misbehavior
Customer Misbehavior didefinisikan sebagai label diri seseorang dengan
melakukan tindakan yang sengaja melanggar pelanggaran norma-norma yang berlaku di
masyarakat (Reynolds dan Harris, 2006). Bagi Lovelock (2001) perilaku menyimpang
lebih mengacu kepada “Jaycustomers” yang menggambarkan perilaku masyarakat yang
bertindak dengan sembrono dan kasar yang menyebabkan masalah bagi perusahaan,
karyawan, dan pelanggan lain. Serupa dengan perkataan peneliti lain, Daunt dan Harris
(2011) mengungkapkan bahwa perilaku menyimpang sebagai pertukaran pengaturan
yang sengaja dilanggar untuk melanggar norma-norma yang berlaku secara umum di
masyarakat.
6
menjengkelkan pada pihak penyedia jasa jika merupakan hal yang perlu saya lakukan di
masa depan.
4. Consumer Alienation
Menurut Lambert (1981) consumer alienation mengarah kepada konsumen yang
merasa tidak berdaya, tidak puas dan terasing dari perusahaan. Mills (1981)
mengungkapan bahwa perusahaan yang kuat menjadikan konsumen merasa terasing
sehingga membuat perilaku yang menyimpang akan menjadi lebih tinggi. Menurut
Seeman (1959), consumer alienatioan dapat didefinisikan sebagai 5 komponen utama,
yaitu: (1) powerlessness, harapan atau probabilitas yang dimiliki oleh individu bahwa
perilakunya tidak mungkin akan menghasilkan hasil walaupun ia berusaha. (2)
Meaninglessness, kurangnya kejelasan dalam individu apa yang harus ia percaya dalam
mengambil keputusan. (3) Normlessness, individu merasa bahwa perilaku yang tidak
disetujui oleh norma merupakan tujuan dalam hidupnya. (4) Isolation, pemberian
penghargaan yang rendah kepada individu yang memberikan hasil yang baik bagi
masyarakat. (5)Self-Estrangement: ketergantungan terhadap sisi positif dan negatif
ekstrinsik yang menyebabkan terjadinya pemisah antara individu dengan kegiatan yang
7
tidak menghasilkan keuntungan. Adapun indikator dari variabel ini yang digunakan untuk
menjelaskan consumer alienation diambil dari penelitian Daunt dan Harris (2011): (1)
Saya merasa pernah tidak diperhatikan oleh pihak penyedia jasa; (2) Secara umum,
pengalaman dengan pihak penyedia jasa tidak menyenangkan; (3) Pihak penyedia jasa
pernah melakukan hal yang tidak sesuai dengan janji mereka kepada saya; (4) Saya
diharuskan bersedia menolerir pelayanan yang buruk dari pihak penyedia jasa; (5) Secara
umum, pihak penyedia jasa tidak terlalu peduli dengan konsumen.
5. Machiavellianism
Menurut Al-Khatib et al (2008) orang dengan sifat machiavellianism yang tinggi
dapat berbuat hal seperto mencuri, berbohong dan berbuat curang. Oleh karena itu
machiavelliansim terbukti salah satu perbuatan yang menyimpang (Jones dan Khavanagh,
1996). Kepribadian dengan sifat machiavellianism merupakan kepribadian yang kurang
memiliki afeksi dalam hubungan personal sehingga mengabaikan moralitas konvensional,
memiliki ideologi yang rendah dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi orang lain
(Christie dan Geis, 1970). Adapun indikator dari variabel ini yang digunakan untuk
menjelaskan sifat Machiavellianism yang diambil dari penelitian Daunt dan Harris (2011)
yang nantinya akan di reverse score: (1) Menurut saya, kejujuran merupakan kebijakan
terbaik; (2) Menurut saya, berbohong untuk kebaikan merupakan hal yang tidak baik; (3)
Sebagian besar masyarakat pada umumnya baik; (4) Kebanyakan orang di dunia
memimpin dengan dasar kebaikan dan kejujuran.
6. Sensation Seeking
Zuckerman (2007) membuat Sensation Seeking Scale (SSC) yang berupa
pertanyaanpertanyaan yang akan dibagi menjadi 4 sub pertanyaan yang akan ditampilkan
dalam 4 hasil: (1) Thrill and adventure seeking: merupakan keinginan kegiatan/aktivitas
di luar ruangan yang memberikan sensasi dan tindakan yang tidak biasa dan memiliki
resiko besar seperti skydiving, scuba diving, and flying. (2)Experience seeking:
mengarah kepada pengalaman yang mengutamakan sensor/indera melalui pilihan yang
tidak biasa seperti keinginan untuk bergaul dengan individu-individu yang tidak biasa. (3)
Disinhibiton: kecenderungan individu yang “di luar kendali” seperti kegiatan pesta secara
8
liar, minum-minuman keras dan kegiatan seksual. (4)Boredom suspectibility: sifat
individu yang tidak toleran terhadap orang yang dianggap membosankan, cepat gelisah
dalam situasi tertentu. Adapun indikator dari variabel ini yang digunakan untuk
menjelaskan sensation seeking diambil dari penelitian Daunt dan Harris (2011): (1) Saya
suka mencoba halhal yang baru yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya; (2) Saya
lebih menyukai temanteman yang menarik; (3) Saya ingin mencoba olahraga ekstrem
seperti bugee jumping (lompat dari ketinggian); (4) Saya menyukai pengalaman yang
baru dengan sensasi yang mendebarkan meskipun itu menakutkan.
7. Aggressiveness
Menurut Baron dan Richardson (1994) agresif merupakan tingkah laku yang
dilakukan oleh individu dengan tujuan untuk melukai dan mencelakakan individu lain.
Agresi merupakan sebuah perilaku dan bukanlah emosi. Agresi mengambil bentuk
tindakan fisik dan verbal dan dapat melakukan penolakan ketika bertindak, melakukan
perampasan terhadap orang lain sehingga merugikan individu lain (Mischel et.al; 2003).
Pada jurnal Daunt dan Harris (2011), indikator yang digunakan untuk menjelaskan
variabel aggressiveness, antara lain: (1) Saya kadang tidak sependapat dengan orang lain;
(2) Ketika orang mengganggu saya, saya member tahu mereka apa yang saya pikirkan;
(3) Beberapa teman menganggap saya memiliki pribadi yang temperamental; (4) Ketika
orang lain bersikap baik, saya bertanya-tanya apa yang mereka inginkan; (5) Jika
diprovokasi, saya mungkin akan memukul orang lain; (6) Ketika frustasi, saya
menunjukkan bahwa saya tidak nyaman.
8. Self Esteem
Self esteem menurut Blascovich dan Tomaka (1991) mendefinisikan self esteem
sebagai individu yang menyukai hadiah, nilainilai, menyetujui dan menyukai dirinya
sendiri. Self esteem juga merupakan kepribadian yang menguntungkan dan tidak
menguntungkan bagi diri sendiri (Rosenberg’s, 1965). Menurut Coopersmith (1967)
mendefinisikan self estem sebagai penilian yang dibuat individu untuk menggambarkan
sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya dan menandakan sampai seberapa
9
jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, sukses, dan pantas. Secara singkat, harga
diri merupakan penilaian pribadi yang melihat kelayakan yang dapat dilihat dalam sikap
individu melihat dirinya sendiri. Adapun indikator dari variabel ini yang digunakan untuk
menjelaskan sensation seeking diambil dari penelitian Daunt dan Harris (2011) yang akan
di reverse score: (1) Secara keseluruhan, saya puas dengan diri sendiri; (2) Saya merasa
saya memiliki banyak kelebihan yang dapat dibanggakan; (3) Saya merasa bahwa saya
pribadi yang berharga, setidaknya sama berharganya dengan orang lain; (4) Saya
mengambil sikap positif terhadap diri sendiri; (5) Saya merasa bahwa saya mudah
menghormati diri sendiri dengan segala kelebihan maupun kekurangan saya.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik
individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan,
menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa. Banyak faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya faktor budaya, social, psikologis, dan faktor
marketing strategy. Keterkaitan perusahaan/produsen sangatlah erat.
Produsen memiliki ketergantungan terhadap prilaku konsumen yang mempengaruhi
efektifitas penjualan. Proses pengamatan produsen terhadap prilaku konsumen akan
memberikan hasil yang menentukan strategi pemasaran. Inilah alasan mengapa produsen
perlu mengamati prilaku produsen
3.2 Saran
Dalam memutuskan suatu pembelian, ada beberapa tahap yang dilakukan konsumen,
diantaranya pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternative dan keputusan
pembelian. Beberapa tipe proses pembelian konsumen diantaranya proses complex decision
making, proses brand loyalty, limited decision making dan proses intertia
11
DAFTAR PUSTAKA
Daunt, Kate L. & Harris, Llyod C. 2011. Customers Acting Badly : Evidence From The
Hospitality Industry. Journal of Business Research 64, 1034-1-42
Sukirno, Sadono. 2013. Mikroekonomi Teori Pengantar (Edisi Ketiga). Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen
12