Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

DASAR-DASAR HUBUNGAN SOSIAL DAN DINAMIKA MA


SYARAKAT

DOSEN PENGAMPU
LA BASRI, S.Sos,M.Si
DI SUSUN OLEH

Alwia Sarasa
202269201013
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
2022/2023
. DIMENSI NALURI MANUSIA: INSTING EROS (PENYATUAN, CINTA) DAN INSTING T
ANATOS (KEMATIAN, KEBENCIAN) DALAM HUBUNGAN MANUSIA
Tentunya, manusia dipandang sebagai makhluk yang punya keinginan-keinginan, kebutuha
n, dan naluri. Para sosiolog juga harus menyelidiki hubungan antara naluri-naluri itu terhad
ap perkembangan kehidupan sosial. Para sosiolog juga harus menyelidiki perasaan, pikiran,
dan karakter manusia. Kar ena itulah, mereka membutuhkan bantuan ilmu psikologi untuk
menjelaskan pengaruh-pengaruh kejiwaan (dinamika naluri ter dalam) dengan pola hubung
an sosial yang terjadi.Memang mustahil melihat latar belakang terjadinya hubungan sosial
di antara sesama manusia dengan mengabaikan aspek naluriah manusia. Cinta dan benci ya
ng menghiasi hubungan sesama manusia, yang melahirkan pola, baik konfl ik sosial atau kes
atuan sosial, yang terjadi di mana pun. Pola-pola semacam itu tak lepas pula dari bagaiman
a kondisi sosial membentuk naluri atau sebaliknya: bagaimana naluri memengaruhi hubung
an sosial. Bicara soal naluri manusia, berar ti kita mencoba membedah sisi terdalam dalam
diri manusia sebagai makhluk hidup yang menjadi bagian dari materi kehidupan dunia ini. A
da sesuatu energi yang memang mengendalikan kita dari dalam tubuh kita, juga ada sesuat
u yang memengaruhi dari luar keputusan-keputusan dan tindakan kita untuk berhubungan
dengan orang lain. Ambil contoh saja yang paling dominan adalah: hubungan cinta. Kita har
us memahami energi cinta ini. Sesuatu yang kita ketahui dan pahami adalah sesuatu yang d
apat kita kenal dan kita kontrol (kendalikan). Dengan mengetahuinya, kita tak akan hanya
mengikuti energi yang ada. Pengetahuan juga membawa energi positif, membuat dorongan
dorongan yang ada dapat kita pertimbangkan dengan situasi yang berkembang di sekitar ki
ta. Jadi, penting untuk mengetahui apakah “cinta” itu? Mengapa pula kita begitu ingin deka
t dan mengalami pengalaman kebersamaan dengan orang lain, termasuk kebersamaan yan
g paling intim? Supaya kebersamaan intim tidak meninabobokkan kita, tentunya kita haurs
mengetahui ada apa di balik itu semua. Seorang pemikir mazhab Frankfurt Erich Fromm 13
2 dalam bukunya yang berjudul Th e Art of Loving menegaskan pentingnya relevansi cinta u
ntuk menjadi solusi bagi masyarakat kapitalis modern yang telah terdisintegrasi oleh ketim
pangan sosial. B agi Fromm, 132. Erich Fromm, Th e Art of Loving: Memaknai Hakikat Cinta,
(Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005).disintegrasi itu adalah cerminan dari eksistensi m
anusia yang tidak dapat mengatasi keterpisahan (separateness) ketika cinta itu tidak mungk
in dibahas tanpa menganalisis eksistensi manusia. Menurut Fromm, teori apa pun tentang c
inta harus mulai dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia. Teori tentang h
ubungan di antara sesama manusia, harus dibahas dengan melibatkan eksistensi naluriahny
a. Energi cinta itu bernama Eros ! Jadi, manusia itu adalah makhluk erotis jika dilihat bahwa
eros adalah energi yang memang ada pada dirinya. Apakah Eros itu? Sebelum menjawabny
a, perlu dikatakan bahwa ada dua insting yang sebenarnya ada dalam diri manusia, yaitu Er
os dan Tanatos. Eros adalah insting (naluri) untuk menyatukan diri karena pada dasarnya k
eberadaan kita ini adalah materi, tubuh dengan hubungan materimateri (dari sel hingga org
an yang saling berhubungan membentuk kerja tubuh yang hidup), dan materi selalu ter diri
materi-materi yang lebih kecil yang saling menyatu atau cender ung mengarah pada penyat
uan. Kita berasal dari materi itu, yaitu berasal dari satu dan akan kembali ke satu juga—ma
kanya kita ingin selalu menyatu. Kecenderungan menyatukan tubuh atau merasakan suatu
kebersamaan dalam satu inilah yang membuat kita ingin membangun suatu kelompok uma
t manusia yang juga melekat (memenuhi dengan dan dipenuhi dari) alam. Manifestasi konk
ret dari insting Eros itu adalah kecenderungan untuk menyatukan diri dan melekat dengan
tubuh orang lain. Penulis benar-benar curiga bahwa jangan-jangan, sebelum terjadi ledakan
besar (big-bang) yang oleh para pengamat alam disebut sebagai awal terjadinya jagat raya,
asal materi itu adalah satu bentuk materi. Perdebatan tentang asal usul kehidupan tentu sa
ja akan memunculkan pertanyaan: dari manakah asal materi ini jika bukan dari Tuhan? Buk
ankah tak mungkin materi ada tanpa ada yang menciptakannya? Jadi, Tuhan adalah yang S
atu, keberadaan pertama (ultimate power). Karena Tuhan adalah satu, Tuhan adalah kekua
tan cinta karena cinta itu wujud penyatuan dan ber usaha menyatukan. Jadi, ajaran yang di
dasarkan pada Tuhan tidak boleh mencerai-beraikan, tetapi harus menyatukan umat manu
sia pada satu, pada cinta tanpa membeda-bedakan berbagai posisi material dan identitasny
a, tetapi har us diikat menjadi satu kesatuan agar hidup harmonis dan solider—inilah baran
gkali peradaban penuh cinta: kontradiksi yang ada har us diketahui dan dibangun suatu tat
anan material yang membuat material-material tercerai-berai itu menjadi satu. Tentu saja i
tu adalah simpulan penulis. Kita dapat melihat bagaimana yang awalnya berasal dari penya
tuan itu merasa ingin selalu menyatu lagi, kesepian saat terpisah, dan selalu rindu akan ke
mbali. Kebiasaan kita intim dengan seseorang akan membuat kita sepi dan rindu saat terpis
ah darinya, terpisah seakan membuat kita ter cerabut dari (akar) keberadaan kita. Seorang
suami selalu ingin kembali saat pergi jauh dari istri, misalnya karena merantau untuk menc
ari uang guna menghidupi sang istri dan anak-anaknya. Tentu saja karena ia telah terbiasa
melakukan hubungan intim, menyatukan tubuhnya dengan istrinya , dalam sebuah rumah y
ang membuat ia nyaman dan menjadi tempa t bernaung—seperti burung yang juga selalu k
embali ke sarang. Gejala yang hampir sama adalah kecenderungan kasih sayang yang kuat
(attachment) antara seorang ibu dan anak. Mengapa hal itu terjadi, tentu tidak sulit ditebak.
Awalnya, ibu dan anak adalah satu , menjadi satu, satu darah. Dari darah, menjadi janin, hi
ngga wujud manusia, anak melekat menjadi satu dalam tubuh (kandungan) ibu selama 9 bu
lan. Inilah yang membuat penulis berani mengatakan bahwa tiada kasih sayang yang paling
besar sebanding dengan kasih sayang ibu terhadap seorang anaknya. Lihatlah betapa perke
mbangan anak tergantung pada kenyamanan fi sik dan psikologis (rasa aman dan nyaman)
yang didapatkan dari ibu pada awal-awal per kembangannya. Setelah keluar dari rahim dan
hubungan badan itu dipisahkan setelah daging penghubung itu dipotong, bayi tetap saja m
encari-cari tubuh ibu. Pertama-tama, untuk menghubungkan fi siknya dengan fi sik ibu, yait
u dengan cara mencari-cari puting susu ibu untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Siapa pu
n ia, laki-laki atau per empuan, sepanjang umurnya insting untuk menyatukan diri ini tetap
abadi. I nilah yang membuat penulis begitu yakin bahwa kita ini adalah makhluk erotis, yan
g dikuasai insting untuk menyalurkan energi Eros dengan cara menyatukan diri dengan ora
ng lain. M anifestasi Eros adalah pada kehendak untuk menyatukan diri melalui hubungan s
eksual (bersetubuh) dan yang berujung pada orgasme. Eros adalah insting positif yang men
dasari rasa solidaritas dan pengalaman kebersamaan dengan sesama manusia. Kita seakan
merasa sakit saat orang lain, terutama orang yang dekat dengan kita, disakiti. Akan tetapi, a
da satu lagi insting yang dimiliki, yang betrarung dengan insting Eros , yaitu insting Tanatos.
Jika Eros disebut sebagai insting kehidupan, yang ini adalah insting kematian. iJka Eros adal
ah insting menyatukan diri, Tanatos adalah insting penghancuran, memisahkan diri, atau in
sting agresi (menyerang). Kita tentu dapat mengenali insting ini pada manusia saat material
mer eka akan cenderung rusak, sel-sel tubuhnya hancur, dan menua menuju pada kematia
n. Manifestasi sikapnya adalah kecenderungan orang untuk menyerang secara fi sik dengan
apa yang ada di sekitarnya, bahkan juga orang lain. Kedua insting ini sama-sama ingin meng
endalikan makhluk hidup dan manusia. Kadang, sulit membedakannya di antara keduanya.
Tarik-menarik kedua insting inilah yang membuat manusia resah, gundah, dan kadang lebih
banyak dikuasai oleh ketidaksadaran (tidak rasional) sehingga dalam melakukan hal-hal jara
ng dipikirkan, spontan, dan baru menyesal setelah dipikirkan secara keras dengan rasio yan
g ada.Secara pribadi, penulis punya pandangan bahwa untuk melihat bagaimana Eros dan
Tanatos dapat dilihat manifestasinya secara mudah dalam waktu yang bersamaan adalah p
ada saat orang melakukan persetubuhan. Lihat dan analisislah pada saat orang bersetubuh:
tindakan antara menyerang dan diserang dengan tindakan menyatukan sulit dibedakan, mu
ngkin berganti-ganti secara cepat. Dalam penetrasi dan keinginan untuk menyatukan tubuh
melalui gesekan alat kelamin membuat sulit bagi kita untuk membedakan apakah kedua pa
sangan merasakan kenikmatan atau kesakitan. Seakan, dalam kesakitan dan kenikmatan, a
ntara mendesis karena mengaduh atau mensyukuri perlakuan yang ada sulit dibedakan. Itul
ah kenikmatan sejati karena berakar dari eksistensi sejati manusia. Konon, rasa enaknya jug
a membuat kedua pasangan yang orgasme, ter utama jika orgasmenya terjadi dalam waktu
yang bersamaan, sulit membedakan antara enaknya hidup dan mati: saat berada di puncak
kenikmatan antara batas hidup dan mati (ketidaksadaran saat menggelinjang)—itulah ujun
g dari persetubuhan! Jadi, persetubuhan seakan bukan didorong oleh insting Eros , tetapi ju
ga Tanatos. Jadi, cinta sebetulnya tak hanya layak dipahami sebagai suatu hal yang melekat
pada Eros. Untuk memahami cinta, kita harus melihat seluruh eksistensi yang ada pada diri
manusia. Cinta adalah dorongan untuk menyatukan diri, berarti kita mengenal bagaimana a
da suatu dorongan material dalam tubuh manusia. Dorongan ini ternyata sungguh-sungguh
riil keberadaannya, dengan diekspresikan dengan pola-pola yang membentuk kebiasaan dal
am kebudayaan universal umat manusia. Jadi, pernahkah selama ini Anda berpikir mengap
a kecenderungan untuk menyatakan cinta dan menyatukan diri dengan orang lain di bawah
dor ongan cinta selalu begitu kuat dan besar pada setiap makhluk hidup , termasuk manusi
a? Anda yang mengalaminya hingga di antara Anda banyak yang tak mau memahami bagai
mana situasi itu berjalan. Anda di dalamnya. Oleh karenanya, Anda terlena dan tidak mau
mencoba menempatkan dir i sebagai orang yang menganalisis diri sendiri. Padahal, kenyata
annya Anda menganalisis diri sendiri. Penulis juga harus jujur bahwa akhir-akhir ini penulis i
ngin sedikit merevisi cara pandang penulis. Selama ini, penulis terlalu tidak suka pada oran
g-orang yang begitu mudahnya menyatakan cinta dan menganggap budaya seperti itu sem
ata-mata akibat bentukan kapitalisme atau suatu yang berada di luar individu.

LETAK IDE, MAKNA, DAN SIMBOL DALAM HUBUNGAN SOSIAL

Setelah memahami dasar-dasar hubungan sosial sebagai dialektikamaterial karena hubungan it


u adalah kenyataan, kemudian kita juga harus memerhatikan aspek ide, makna, dan simbol dala
m hubungan sosial. Asumsi yang digunakan dalam pengertian ini adalah manusia berhubungan,
selain didasari oleh hal yang nyata dan material, juga digerakkan dan dihiasi dengan makna hid
up , ide-ide (yang dicari dan diperjuangkan), serta berhubungan dengan mediasi berupa simbol-
simbol yang dianggapnya mewakili eksistensi (keberadaan) dirinya dalam berhubungan dengan
orang lain. Jadi, dapat digambarkan dengan contoh, misalnya hubungan cinta yang menurut ka
um Freudian semata-mata didorong oleh libido (seks) pada kenyataannya dalam hubungan sosi
al juga diungkapkan dengan bahasa yang simbolis. Ada bunga, ada puisi, ada ciuman yang simb
olis, serta ada tindakan-tindakan simbolis lainnya yang lebih nyata sebagai tindakan sosial yang l
ebih tampak daripada sebab-sebab material maupun naluri (alam bawah sadar). Manusia memi
liki makna karena ia tidak hanya sebagai objek kehidupan atau situasi sosial, tetapi juga menjadi
subjek bagi dirinya dalam menjalani sesuatu. Manusia berinteraksi dengan dirinya. Ketika dia be
rkomunikasi dengan dirinya, dia bisa menjadi subjek sekaligus objek. Manusia berpikir, yang ber
arti juga berbicara kepada dirinya, sama seperti ketika berbicara dengan orang lain. Percakapan
dengan dirinya sebagian besar dilakukan dengan diam. Tanpa dirinya, manusia tidak akan mam
pu berkomunikasi dengan orang lain sebab hanya dengan itu komunikasi efektif dengan orang l
ain bisa terjadi. Berpikir juga memungkinkan manusia menunjuk segala sesuatu, menginterpret
asikan situasi, dan berkomunikasi dengan dirinya, dengan cara-cara berbeda. Oleh karena itulah,
manusia selalu dihadapkan pada “arti” atau “makna”. Setiap individu yang menyampaikan “art
i” pada dirinya, pada saat itu juga ia memberikan “ arti” pada orang lain. Perasaan terhadap diri
seseorang dibentuk dan didukung oleh respons orang lain. Jika seseorang konsisten menunjukk
an dirinya dalam pelbagai perbedaan, dia juga har us menerima perlakuan orang lain sesuai yan
g dia berikan padanya. Dengan memahami hubungan seperti itu, kita akan berkenalan dengan p
endekatan atau teori sosiologi Interaksionalisme Simbolis. Perspektif interaksi simbolis ber usah
a memahami budaya le wat perilaku manusia yang terpantul dalam komunikasi . Interaksi simb
olis lebih menekankan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial akan te
cermin melalui komunikasi budaya di antara warga setempat. P ada saat berkomunikasi, jelas b
anyak menampilkan simbol yang bermakna, kar enanya tugas peneliti menemukan makna terse
but. Studi manusia tidak bisa dilakukan dalam cara yang sama dengan tindakan ketika melakuka
n studi tentang benda mati. Peneliti perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengal
amannya , dan berusaha memahami nilai dari tiap orang. B lumer dan pengikutnya menghindar
kan kuantitatif dan pendekatan ilmiah serta menekankan riwayat hidup, autobiografi , studi kas
us, buku harian, surat, dan wawancara tak langsung. Herbert Blumer, misalnya, yang termasuk
sosiolog yang menggunakan pendekatan interaksionalismesimbolis ini, menekankan pentingnya
pengamatan peserta di dalam studi komunikasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago melihat orang-ora
ng sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak dapat diramalkan. Masyarakat dan diri dipan
dang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilang
kan intisari hubungan sosial.134 Jadi, hubungan sosial harus dipahami sebagai fenomena sosial l
ebih luas melalui pencermatan individu. A da tiga premis utama dalam teori interaksionisme si
mbolis ini, yakni manusia bertindak berdasarkan makna-makna. Makna tersebut didapatkan da
ri interaksi dengan orang lain. Makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi t
ersebut berlangsung. Menurut K.J. Veeger [5] yang mengutip pendapat Herbert Blumer , teori i
nteraksionisme simbolis memiliki beberapa gagasan. Di antaranya adalah mengenai Konsep Diri.
135 Di sini dikatakan bahwa manusia bukanlah satu-satu yang bergerak di bawah pengar uh per
angsang, entah dari luar atau dalam, melainkan dari organisme yang sadar akan dirinya (an orga
nism having self). Kemudian, gagasan “Konsep Perbuatan”, yaitu ketika perbuatan manusia dibe
ntuk dalam dan melalui proses interaksi dengan dirinya. Perbuatan ini sama sekali berlainan de
ngan perbuatan-perbuatan lain yang bukan makhluk manusia. Kemudian, “Konsep Objek” ketik
a manusia diniscayakan hidup di tengahtengah objek yang ada, yakni manusia-manusia lainnya.
Selanjutnya, “Konsep Interaksi Sosial” ketika di sini pr oses pengambilan peran sangatlah pentin
g. Yang terakhir adalah “Konsep Joint Action” ketika di sini aksi kolektif yang lahir atas perbuata
nperbuatan masing-masing individu yang disesuaikan satu sama lain. Sebagaimana dikatakan R
yadi Soeprapto (2001),136 hanya sedikit ahli yang menilai bahwa ada yang salah dalam dasar pe
mikiran yang pertama. “Arti” (mean) dianggap sudah semestinya begitu sehingga tersisih dan di
anggap tidak penting. “Arti” dianggap sebagai sebuah interaksi netral antara faktor-faktor yang
bertanggung jawab pada tingkah laku manusia, sedangkan “tingkah laku” adalah hasil beberapa
faktor. Kita bisa melihatnya dalam ilmu psikologi sosial saat ini. Posisi teori interaksionisme sim
bolis adalah sebaliknya: arti yang dimiliki benda-benda untuk manusia berpusat dalam kebenar
an manusia tersebut. Dalam kaitannya dengan terjadinya hubungan sosial, yang harus dipahami
dalam hal ini adalah hubungan sosial itu haurs dilihat sebagai pertukaran makna dari individu at
au kelompok yang saling berhubungan. Masing-masing individu memiliki kepentingan, ide, dan
makna yang akan ditawarkan atau ditarungkan dengan makna orang lain. Ketika hubungan dilak
ukan, per tukaran makna dan nilai-nilai itu akan menghasilkan kesatuan makna baru yang dibagi
bersama. Ketika penulis berhubungan dengan seseorang, masingmasing penulis dan dia tentu
memiliki latar belakang yang berbeda yang memungkinkan pemaknaan terhadap diri dan kehid
upan juga berbeda. Ketika kami melakukan hubungan intensif , kami akan berbagi makna dan id
e yang akan dibagi bersama.

MEMBANGUN HUBUNGAN YANG HARMONIS DAN BERMARTABAT: CINTA, DEMOKRASI,


DAN KESETARAAN

Hubungan yang tidak harmonis dan penuh kontradiksi akan menghasilkan efek-efek kekerasan,
ketidakpercayaan, sentimen kelompok dan egoisme (individualisme) , keretakan kejiwaan, hing
ga kejahatan yang meluas karena ketidakpercayaan bahwa hubungan mendatangkan kebaikan.
Kontradiksi itu telah kita pahami sebagai akibat penataan material yang salah, posisi dan kekuat
an yang tidak seimbang dari orang-orang atau kelompok yang menjalin hubungan . Dengan dem
ikian, kita harus yakin bahwa kita bisa membangun dan menata kembali hubungan yang retak d
an disharmonis itu. Dari pemahaman di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa syarat-syarat hub
ungan yang harmonis dan baik adalah adanya kesetaraan, keseimbangan, dan yang lebih pentin
g adalah adanya kepercayaan, tujuan, dan nilai yang ingin dicapai bersama dan digunakan untu
k patokan dari tiap-tiap orang atau kelompok. Hubungan tidak boleh membuat cara pandang (w
awasan) mundu,r juga tak boleh membelenggu keberadaan kita sebagai manusia yang merindu
kan kebebasan. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan untuk berperan dalam dunia kehi
dupan, untuk meny embuhkan luka-luka kemanusiaan. Jadi, marilah kita menata kembali hubun
gan. Kita harus tahu bagaimana landasan untuk membangun hubungan yang lebih baik itu!

Anda mungkin juga menyukai