BAHASA INDONESIA
DISUSUN OLEH :
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis pamjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan hidayahnya, sehingga makalah dengan judul “BAHASA INDONESIA” ini dapat
tersusun hingga selesai. Salawat tidak lupa juga penulis haturkan kepada baginda
Rasulullah SAW. penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua belah pihak
yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini, karena tanpa dukungan dan
bantuan dari mereka belum tentu penulis bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan, dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................3
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
A. Pembakuan Ejaan dan Istilah...........................................................................................4
B. Bentuk dan Pilihan Kata.................................................................................................................9
C. Kalimat dan Kalimat Rancu..........................................................................................................16
D. Kalimat Efektif................................................................................................................................19
BAB III......................................................................................................................................................27
PENUTUP................................................................................................................................................27
A. Kesimpulan.....................................................................................................................................27
B. Saran...............................................................................................................................................27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara di Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini memiliki fungsi yang sangat dominan dalam segala
aspek di dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa Indonesia harus dipelajari,
dikembangkan, dan dioptimalkan penggunaannya maupun fungsinya. Melalui mata
pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan tumbuh sikap bangga dalam menggunakan
bahasa Indonesia sehingga akan tumbuh juga kesadaran akan pentingnya nilai-nilai
yang terkandung di dalam bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang wajib diberikan dari jenjang
sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Hal itu dikarenakan bahasa Indonesia
merupakan bahasa nasional sekaligus bahasa Negara di Indonesia. Menurut Oka
(dalam Muslich, 2009: 108), menyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai : lambang kebanggaan nasional, lambang identitas
nasional, alat pemersatu bangsa, dan sebagai alat perhubungan antar budaya atau
daerah. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional di Indonesia memiliki fungsi yang beragam, diantaranya
adalah sebagai lambang kebanggaan nasional karena dipakai secara luas dan sangat
djunjung tinggi, sebagai lambang identitas nasional, alat untuk mempersatukan seluruh
2 bangsa, dan sebagai alat perhubungan antar budaya atau daerah karena bahasa
Indonesia dapat dipakai oleh suku-suku bangsa yang berbeda bahsanya sehingga
mereka dapat saling berhubungan.
Untuk mewujudkan fungsi bahasa Indonesia, perlu diadakannya suatu
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dengan harapan bahasa Indonesia
bisa diakui oleh setiap warga negara Indonesia. Pengembangan bahasa Indonesia
dapat dilakukan dengan upaya yang strategis melalui pembelajaran Bahasa Indonesia.
Pembinaan dan pengembangan yang berhasil akan memberikan suatu dampak yang
positif bagi kemajuan berbagai aspek bangsa Indonesia. Untuk meningkatkan mutu
dalam penggunaan bahasa Indonesia, pengajarannya dilakukan mulai sejak dini, yakni
1
mulai dari sekolah dasar yang nantinya digunakan sebagai landasan atau dasar
pendidikan ke dalam jenjang yang lebih tinggi. Penguasaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar dapat diketahui dari keterampilan berbahasa yang terdiri dari
ketrampilan membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan (Muslich, 2009:109).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar dapat diketahui dari keterampilan yang dimiliki
seseorang dalam aspek membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan. Setiap
ketrampilan dalam bahasa mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Ketrampilan membaca merupakan salah satu ketrampilan berbahasa yang
memiliki peran sangat penting. Tujuan membaca pada 3 umumnya adalah untuk
memperoleh informasi, mencakup isi dan memahami makna yang terkandung dalam
suatu bahan bacaan. Dengan membaca, seseorang dapat memperluas wawasan dan
pengetahuan. Semakin banyak seseorang dalam membaca, maka semakin luas pula
wawasannya. Dalam aktivitas membaca, seseorang tak lepas dari suatu bahan bacaan
atau wacana. Membaca merupakan proses yang dilakukan oleh pembaca untuk
memperoleh isi atau pesan yang terkandung di dalam suatu bacaan yang terdiri dari
beberapa paragraf di dalamnya. Untuk mengetahui isi dari paragraf tersebut maka
terlebih dahulu harus mengetahui pokok pikiran atau inti bacaan dalam paragraf.
2
B. Rumusan Masalah
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam memahami ilmu politik
tentu tidak terlepas dari
mengkaji konsep – konsep ilmu
politik, karena dengan
mendalami konsepnya dapat
3
mengetahui berbagai konsep –
konsep
dasar dalam politik, seperti
masyarakat, kekuasaan dan
negara. Dengan
memperhatikan
konsep tersebut maka akan
tergambarlah sebuah ilmu
politik yang sesungguhnya.
Konsep –
konsep ilmu seperti misalnya
masyarakat akan
mengambarkan bagaimana
suatu individu atau
4
kelompok – kelompok dalam
masyarakat untuk membentuk
suatu sistem dalam membangun
interaksi dalam masyarakat
yang dapat dicirikan dan
diklasifikasikan berdasarkan
tingkat
sosial di tengah – tengah
masyarakat.
Sedangkan, dalam konsep
negara akan dijelaskan unsur –
unsur yang membentuk suatu
negara dan bagaimana
terjadinya suatu negara, begitu
5
juga dengan tujuan dan fungsi
suatu
negara. Begitu juga dengan
tujuan dan fungsi negara.
Begitu uga dengan
kekuasaan,
kekuasaan dianggap sebagai
sebuah konsep dasar dalam ilmu
politik yang beraneka ragam.
Secara umum kekuasaan
diartikan sebagai kemampuan
seseorang atau kelompok
orang
6
dengan menggubakan sumber
– sumber daya kekuasaan
tertentu untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang lainnya
sehingga orang atau kelompok
itu
bertingkah laku sesuai dengan
keinginan atau tujuan pihak
memiliki kemampuan
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
7
Dalam memahami ilmu politik
tentu tidak terlepas dari
mengkaji konsep – konsep ilmu
politik, karena dengan
mendalami konsepnya dapat
mengetahui berbagai konsep –
konsep
dasar dalam politik, seperti
masyarakat, kekuasaan dan
negara. Dengan
memperhatikan
konsep tersebut maka akan
tergambarlah sebuah ilmu
politik yang sesungguhnya.
Konsep –
8
konsep ilmu seperti misalnya
masyarakat akan
mengambarkan bagaimana
suatu individu atau
kelompok – kelompok dalam
masyarakat untuk membentuk
suatu sistem dalam membangun
interaksi dalam masyarakat
yang dapat dicirikan dan
diklasifikasikan berdasarkan
tingkat
sosial di tengah – tengah
masyarakat.
9
Sedangkan, dalam konsep
negara akan dijelaskan unsur –
unsur yang membentuk suatu
negara dan bagaimana
terjadinya suatu negara, begitu
juga dengan tujuan dan fungsi
suatu
negara. Begitu juga dengan
tujuan dan fungsi negara.
Begitu uga dengan
kekuasaan,
kekuasaan dianggap sebagai
sebuah konsep dasar dalam ilmu
politik yang beraneka ragam.
10
Secara umum kekuasaan
diartikan sebagai kemampuan
seseorang atau kelompok
orang
dengan menggubakan sumber
– sumber daya kekuasaan
tertentu untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang lainnya
sehingga orang atau kelompok
itu
bertingkah laku sesuai dengan
keinginan atau tujuan pihak
memiliki kemampuan
11
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam memahami ilmu politik
tentu tidak terlepas dari
mengkaji konsep – konsep ilmu
politik, karena dengan
mendalami konsepnya dapat
mengetahui berbagai konsep –
konsep
dasar dalam politik, seperti
masyarakat, kekuasaan dan
negara. Dengan
memperhatikan
12
konsep tersebut maka akan
tergambarlah sebuah ilmu
politik yang sesungguhnya.
Konsep –
konsep ilmu seperti misalnya
masyarakat akan
mengambarkan bagaimana
suatu individu atau
kelompok – kelompok dalam
masyarakat untuk membentuk
suatu sistem dalam membangun
interaksi dalam masyarakat
yang dapat dicirikan dan
diklasifikasikan berdasarkan
tingkat
13
sosial di tengah – tengah
masyarakat.
Sedangkan, dalam konsep
negara akan dijelaskan unsur –
unsur yang membentuk suatu
negara dan bagaimana
terjadinya suatu negara, begitu
juga dengan tujuan dan fungsi
suatu
negara. Begitu juga dengan
tujuan dan fungsi negara.
Begitu uga dengan
kekuasaan,
14
kekuasaan dianggap sebagai
sebuah konsep dasar dalam ilmu
politik yang beraneka ragam.
Secara umum kekuasaan
diartikan sebagai kemampuan
seseorang atau kelompok
orang
dengan menggubakan sumber
– sumber daya kekuasaan
tertentu untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang lainnya
sehingga orang atau kelompok
itu
15
bertingkah laku sesuai dengan
keinginan atau tujuan pihak
memiliki kemampuan
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam memahami ilmu politik
tentu tidak terlepas dari
mengkaji konsep – konsep ilmu
politik, karena dengan
mendalami konsepnya dapat
mengetahui berbagai konsep –
konsep
16
dasar dalam politik, seperti
masyarakat, kekuasaan dan
negara. Dengan
memperhatikan
konsep tersebut maka akan
tergambarlah sebuah ilmu
politik yang sesungguhnya.
Konsep –
konsep ilmu seperti misalnya
masyarakat akan
mengambarkan bagaimana
suatu individu atau
kelompok – kelompok dalam
masyarakat untuk membentuk
suatu sistem dalam membangun
17
interaksi dalam masyarakat
yang dapat dicirikan dan
diklasifikasikan berdasarkan
tingkat
sosial di tengah – tengah
masyarakat.
Sedangkan, dalam konsep
negara akan dijelaskan unsur –
unsur yang membentuk suatu
negara dan bagaimana
terjadinya suatu negara, begitu
juga dengan tujuan dan fungsi
suatu
negara. Begitu juga dengan
tujuan dan fungsi negara.
18
Begitu uga dengan
kekuasaan,
kekuasaan dianggap sebagai
sebuah konsep dasar dalam ilmu
politik yang beraneka ragam.
Secara umum kekuasaan
diartikan sebagai kemampuan
seseorang atau kelompok
orang
dengan menggubakan sumber
– sumber daya kekuasaan
tertentu untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang lainnya
19
sehingga orang atau kelompok
itu
bertingkah laku sesuai dengan
keinginan atau tujuan pihak
memiliki kemampuan
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam memahami ilmu politik
tentu tidak terlepas dari
mengkaji konsep – konsep ilmu
politik, karena dengan
mendalami konsepnya dapat
20
mengetahui berbagai konsep –
konsep
dasar dalam politik, seperti
masyarakat, kekuasaan dan
negara. Dengan
memperhatikan
konsep tersebut maka akan
tergambarlah sebuah ilmu
politik yang sesungguhnya.
Konsep –
konsep ilmu seperti misalnya
masyarakat akan
mengambarkan bagaimana
suatu individu atau
21
kelompok – kelompok dalam
masyarakat untuk membentuk
suatu sistem dalam membangun
interaksi dalam masyarakat
yang dapat dicirikan dan
diklasifikasikan berdasarkan
tingkat
sosial di tengah – tengah
masyarakat.
Sedangkan, dalam konsep
negara akan dijelaskan unsur –
unsur yang membentuk suatu
negara dan bagaimana
terjadinya suatu negara, begitu
22
juga dengan tujuan dan fungsi
suatu
negara. Begitu juga dengan
tujuan dan fungsi negara.
Begitu uga dengan
kekuasaan,
kekuasaan dianggap sebagai
sebuah konsep dasar dalam ilmu
politik yang beraneka ragam.
Secara umum kekuasaan
diartikan sebagai kemampuan
seseorang atau kelompok
orang
23
dengan menggubakan sumber
– sumber daya kekuasaan
tertentu untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang lainnya
sehingga orang atau kelompok
itu
bertingkah laku sesuai dengan
keinginan atau tujuan pihak
memiliki kemampuan
C. Tujuan Penulisan
24
D. Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ejaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ejaan adalah kaidah
cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalaimat, dan sebagainya) dalam tulisan
(hurufhuruf) serta penggunaan tanda baca (KBBI, 2008:353). Penjelasan itu
mengandung pengertian bahwa ejaan hanya terkait dengan tata tulis yang
meliputi pemakaian huruf, penulisan kata, termasuk penulisan kata atau istilah
serapan, dan pemakaian tanda baca. Dalam ejaan tidak terdapat kaidah
pemilihan kata atau penyusunan kalimat.
Pada kenyataannya banyak orang yang salah dalam memahami ejaan,
dalam hubungan ini Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau yang
sering disingkat menjadi EYD. Jika orang ditanya apakah Anda tahu arti slogan
yang berbunyi, “Mari kita gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,”
kebanyakan jawaban yang terlontar adalah bahasa Indonesia yang sesuai
dengan EYD. Jawaban itu tidak tepat karena EYD hanya sebagian kecil dari
kaidah bahasa Indonesia. Dalam slogan di atas terdapat dua hal penting, yaitu
25
(1) bahasa Indonesia yang baik dan (2) bahasa Indonesia yang benar. Bahasa
Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya sesuai
dengan situasi komunikasi, sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah
bahasa Indonesia yang penggunaannya sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi tata bunyi, tata bentuk kata, tata
kalimat, dan tata tulis. Tata tulis itulah yang disebut ejaan.
2. Pengertian Istilah
Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang bersentuhan dengan hal yang
terlihat dan yang tidak terlihat mata. Misalnya, benda yang terbuat dari kayu,
besi, dan sebagainya yang digunakan untuk tempat meletakkan barang, untuk
menulis, dan sebagainya disebut meja. Kegiatan manusia yang dilakukan dengan
menggerakkan kaki melangkah dengan cepat disebut lari. Kata meja dan lari itu
dapat disebut sebagai kata.
Bertalian dengan kata, ada sekumpulan kata yang disebut leksikon atau
kosakata. Kosakata terdiri atas kosakata umum dan kosakata khusus. Kosakata
khusus sering juga disebut dengan istilah. Istilah pun terdiri atas istilah umum
dan istilah khusus.
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang digunakan sebagai nama
atau lambang yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses,
keadaan, atau sifat yang khas di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
(ipteks). Istilah itu sendiri dapat berupa istilah umum dan istilah khusus.
Perangkat dasar dan ketentuan pembentukan istilah dan kumpulan istilah yang
dihasilkan disebut tata istilah.
a. Ejaan
26
Tahukah Anda apa nama ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia
saat ini? Anda betul jika jawaban Anda adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan atau dikenal dengan singkatan EYD. Namun, jika ditanya sejak
kapan ejaan tersebut berlaku, Anda mungkin ragu-ragu menjawabnya. Lalu, jika
ditanya lagi apa nama ejaan yang berlaku sebelum EYD, Anda mungkin juga
tidak dapat menjawat dengan cepat dan tepat. Walaupun begitu, Anda yakin
bahwa ada ejaan yang pernah berlaku sebelum EYD. Dengan kata lain, ejaan
yang berlaku dalam bahasa Indonesia lebih dari satu. Sejak
bahasaIndonesia masih bernama bahasa Melayu sudah ada ejaan yang berlaku.
Sesuai dengan nama penulisnya, ejaan yang berlaku pada zaman Belanda itu
bernama Ejaan van Ophujsen. Ejaan yang mulai berlaku sejak tahun 1901 itu
terdapat dalam Kitab Logat Melajoe. Setelah Indonesia merdeka, disusunlah
ejaan baru yang merupakan perbaikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan itu diberi
nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Tampaknya pemilihan nama Ejaan
Republik dikaitkan dengan peristiwa sejarah kemerdekaan negara kita dan
pemilihan nama Ejaan Soewandi dikaitkan dengan nama Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan waktu itu, yaitu Mr. Soewandi. Ejaan Soewandi mulai berlaku tahun
1947. Setelah lebih dari dua dasawarsa Ejaan Soewandi berlaku, diberlakukan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Orang sering menyingkatnya
menjadi EYD. Ejaan itu diresmikan pemberlakuannya oleh Presiden Soeharto
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Setiap
pergantian ejaan tentu ada perubahan. Di bawah ini diberikan beberapa contoh
perubahan dari zaman Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Republik, sampai Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
27
Tjoetjoe Tjutju Cucu
Dari contoh di atas dapat kita catat bahwa terdapat perubahan huruf seperti
berikut.
28
b. Istilah
Dalam bidang peristilahan, bahasa Indonesia memiliki aturan sendiri. Dari
segi sumbernya, istilah-istilah yang diambil dapat bersumber dari (1)kosa kata
bahasa Indonesia (baik yang lazim maupun tidak), (2) kosakata bahasa
serumpun, dan (3) kosakata bahasa asing. Penjelasan lebih lanjut tentang
sumber istilah itu terlihat pada uraian berikut ini.
1. Kosakata Bahasa Indonesia
Kata bahasa Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah ialah kata
umum,baik yang lazim maupun tidak lazim. Kata-kata tersebut harus memenuhi
salah satu syarat (boleh lebih) berikut ini.
29
lazim:gambut (banjar), nyeri (sunda), timbel (jawa), istilah yang tidak lazim atau
sudah kuno: gawai (jawa), luah (bali, bugis, minangkabau, sunda).
3. Kosakata Bahasa Asing
Jika baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa serumpun tidak
ditemukan istilah yang tepat, maka
bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah baru dapat
dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap, menyerap sekaligus
menerjemahkan istilah asing itu.
Contoh (1) tersebut memperlihatkan wujud visual suatu bahasa yang berbentuk
kalimat. Kalimat, dalam hal ini, adalah satuan bahasa yang terdiri atas rangkaian
beberapa kata yang mengandung informasi (makna) relatif lengkap. Kata-kata yang
membentuk kalimat (1) terdiri atas tujuh buah.
Dari tujuh kata pembentuk kalimat (1) tersebut, empat kata di antaranya
merupakan kata yang utuh, dalam arti kata-kata itu belum mendapat tambahan atau
30
imbuhan apa pun, sedangkan tiga kata yang lain merupakan kata yang sudah
berimbuhan. Ketujuh kata yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Kata-kata seperti Indonesia, negara, yang, dan republik yang terdapat pada kalimat (1)
lazim disebut kata dasar. Sementara itu, tiga kata yang lain, yaitu merupakan,
kepulauan, dan berbentuk, merupakan kata yang sudah mendapat tambahan yang
berupa imbuhan. Kata merupakan, misalnya, dibentuk dari kata dasar rupa ditambah
dengan imbuhan meng-...-kan, kata kepulauan dibentuk dari kata dasar pulau ditambah
dengan imbuhan ke-...-an, dan kata berbentuk dibentuk dari kata dasar bentuk
ditambah dengan imbuhan ber-. Karena sudah dibentuk dengan menambahkan
imbuhan, kata-kata sejenis itu lazim disebut kata bentukan. Dengan demikian,
rangkaian kata yang membentuk kalimat (1) terdiri atas empat kata dasar dan tiga kata
bentukan. Sejalan dengan penjelasan di atas, bentuk kata dapat diartikan sebagai
wujud audio atau wujud visual suatu kata yang digunakan dalam suatu bahasa berikut
proses pembentukannya.
a. Bentuk Kata
Dalam bahasa Indonesia secara umum bentuk kata itu terdiri atas dua macam,
yaitu kata dasar dan kata bentukan. Kata dasar merupakan suatu kata yang utuh dan
belum mendapat imbuhan apa pun. Dalam proses pembentukan kata, kata dasar dapat
diartikan sebagai kata yang menjadi dasar bagi bentukan kata lain yang lebih luas.
31
Dalam pengertian ini, kata dasar lazim pula disebut sebagai bentuk dasar, kata asal,
dan ada pula yang menyebutnya sebagai dasar kata. Terkait dengan itu, untuk
menghindari penyebutan yang berbedabeda, dalam buku ini kata yang menjadi dasar
bagi bentukan kata lain yang lebih luas disebut kata dasar. Berbeda dengan itu, kata
bentukan merupakan kata yang sudah dibentuk dari kata dasar dengan menambahkan
imbuhan tertentu. Kata bentukan seperti ini lazim pula disebut dengan beberapa istilah
yang berbeda-beda, misalnya ada yang menyebutnya sebagai kata turunan, kata
berimbuhan, dan ada pula yang menyebutnya kata jadian. Sehubungan dengan itu,
untuk menghindari penggunaan istilah yang berbeda-beda, dalam buku ini istilah yang
digunakan adalah kata bentukan. Kedua bentuk kata tersebut, baik kata dasar maupun
kata bentukan, akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikut.
b. Kata Dasar
Kata dasar selain dapat digunakan sebagai dasar bagi bentukan kata lain yang
lebih luas, dapat pula digunakan tanpa ditambah dengan imbuhan apa pun. Kalimat
berikut, misalnya, dibentuk dengan menggunakan kata dasar seluruhnya.
a. nanti,
b. siang,
c. Ratna,
d. akan,
e. pergi,
f. ke, dan
g. kampus
Ketujuh kata yang membentuk kalimat (2) di atas seluruhnya berupa kata dasar.
Kata-kata seperti itu dan beberapa kata lain yang tergolong sebagai kata dasar sudah
32
diketahui dan sudah tersimpan di dalam memori para pengguna bahasa. Oleh karena
itu, jika akan digunakan, kata-kata seperti itu tinggal dikeluarkan dari memori atau
ingatan. Dengan demikian, dalam berbahasa tidak ada masalah jika informasi yang
disampaikan seluruhnya dinyatakan dalam bentuk kata dasar. Oleh karena itu, bentuk
kata yang berupa kata dasar tidak akan dibahas lagi dalam buku ini. Masalah yang
akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikut adalah kata bentukan karena bentuk kata
yang berupa kata bentukan ini relatif kompleks dan banyak masalah.
c. Kata Bentukan
Seperti yang sudah disinggung pada bagian sebelumnya, kata bentukan dalam
penggunaan bahasa relatif banyak masalah. Permasalahan yang sering timbul terkait
dengan kata bentukan itu adalah masih banyak kata bentukan tidak benar yang selama
ini digunakan oleh masyarakat dalam berbahasa, baik tulis maupun lisan. Atas dasar
itu, agar kesalahan serupa tidak terulang secara terusmenerus, kata bentukan perlu
dibahas lebih lanjut pada bagian berikut.
Kata bentukan yang selama ini sering digunakan dengan tidak benar, terutama,
adalah yang dibentuk dengan pengimbuhan, misalnya kata merubah, merobah,
mengetrapkan, mentrapkan, menterapkan, perobahan, pengetrapan, pentrapan,
penglepasan, dan pengrusakan. Bentukan kata-kata tersebut dikatakan tidak benar
karena proses pembentukannya tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Jika dilihat di dalam kamus, khususnya kamus bahasa Indonesia, kata robah dan
rubah tidak akan ada, kecuali rubah yang berarti ‘binatang sejenis anjing’ (Canis
vulpes). Kata yang akan kita jumpai di dalam kamus adalah ubah, bukan rubah atau
robah. Kata dasar ubah jika ditambah dengan awalan meng- bentukannya menjadi
mengubah. Dengan demikian, bentukan kata yang baku adalah mengubah, bukan
merubah atau merobah. Atas dasar itu, kata dasar ubah jika diberi imbuhan per- …-an,
33
bentukannya menjadi perubahan, bukan perobahan. Kemudian, jika kata dasar ubah itu
diberi awalan di-, bentukannya menjadi diubah, bukan dirubah atau dirobah. Sejalan
dengan itu, bentukan dari kata dasar ubah, yang baku dan yang tidak baku adalah
sebagai berikut.
2. Pilihan Kata
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat dan selaras
untuk menyatakan atau mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu.
Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-
mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Ada beberapa pengertian diksi di
antaranya adalah membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak
salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, untuk
mencapai target komunikasi yang efektif, melambangkan gagasan yang diekspresikan
secara verbal, membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi,
tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Diksi, dalam arti pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh
penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan
kata – seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga
kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan
intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya. Harimurti (1984) dalam
kamus linguistic, menyatakan bahwa diksi adalah pilhan kata dan kejelasan lafal untuk
memperoleh efek tertentu dalam berbicara di dalam karang mengarang.
Dalam KBBI (2002: 264) diksi diartikan sebagai pilihan kata yanng tepat dan
selaras dalam penggunaanya untuk menggungkapkan gagasan sehingga diperoleh
34
efek tertentu seperti yang diharapkan. Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian
teknis dalam hal karang-mengarang, hal tulis-menulis, serta tutur sapa.
35
Makna kata lihat dengan kata pandang biasanya bersinonim, tetapi kelompok
kata pandangan mata tidak dapat digantikan dengan lihatan mata.
Ø Seksama
Contohnya :
Kata besar, agung, akbar, raya, dan tinggi termasuk kata-kata yang bersinonim.
Kita biasanya mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah
mengatakan hari agung, hari akbar ataupun hari tinggi. Begitu pula dengan
kata jaksa agung tidak dapat digantikan dengan jaksa besar ataupun jaksa raya,
atau pun jaksa tinggi karena kata tersebut tidak seksama.
Ø Lazim
Lazim adalah kata itu sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Kata yang tidak
lazim dalam bahasa Indonesia apabila dipergunakan sangatlah akan
membingungkan pengertian saja.
Contohnya :
Kata makan dan santap bersinonim. Akan tetapi tidak dapat mengatakan Anjing
bersantap sebagai sinonim anjing makan. Kemudian kata santapan rohani tidak
dapat pula digantikan dengan makanan rohani. Kedua kata ini mungkin tepat
pengelompokannya, tetapi tidak seksama serta tidak lazim dari sudut makna dan
pemakaian-nya.
b. Pilihan kata sesuai dengan kaidah makna kata.
v Jenis Makna
Ø Berdasarkan bentuk maknanya, makna dibedakan atas dua macam yaitu:
1. Makna Leksikal adalah makna kamus atau makna yang terdapat di dalam
kamus. Makna ini dimiliki oleh kata dasar. Contoh : makan, tidur, ibu, adik, buku
2. Makna Gramatikal adalah makna yang dimiliki kata setelah mengalami
proses gramatikal, seperti proses afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi
(pengulangan), dan komposisi (pemajemukan).
Contoh :
- Proses afiksasi awalan me- pada kata dasar kotor ; Adik mengotori lantai itu.
- Proses reduplikasi pada kata kacang ; Kacang-kacangan merupakan salah
satu sumber protein nabati.
36
C. Pembentukan Kata dalam Pilihan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah
ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan.
Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang sering kita
temukan, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis misalnya:.
Penanggalan awalan meng-
Penanggalan awalan ber-
Peluluhan bunyi /c/
Penyengauan kata dasar
Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
Awalan ke- yang keliru pemakaian akhiran –ir
Padanan yang tidak serasi
Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada,, daripada dan terhadap
Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemukiman
Penggunaan kata yang hemat
Analogi
Kalimat adalah kumpulan kata yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat.
Kalimat pun dapat terbentuk dari satu klausa maupun beberapa klausa.
Kalimat menurut Soelistyowati (2015) adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang
mengungkapkan pikiran yang utuh secara kebahasaan.
37
Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh
intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan
atau amilasi bunyi.
Dalam wujud tulisan huruf latin, sebuah kalimat ditandai dengan adanya berbagai tanda
baca yang menunjukan seperti apa kalimat harus seperti apa dibaca.
Menurut Kridalaksana (2001), kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri
sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari
klausa; klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang
merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang membentuk satuan
bebas; Jawaban minimal, seruan, salam, dan sebagainya.
Kalimat menurut Arifin dan Tasai (2002) adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud
lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya
kalimat dalam ragam resmi baik lisan dan tulisan harus memiliki subjek dan predikat.
(1) kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan;
(3) satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan
secara aktual maupun potensial terdiri atas klausa.
Ciri-Ciri Kalimat
Merupakan satu kesatuan bahasa yang memiliki fonem dan morfem. Fonem adalah
bunyi pada sebuah bahasa yang membedakan makna dalam sebuah kata, sedangkan
morfem adalah bentuk bahasa yang mengandung arti pada sebuah kata.
38
Adanya huruf kapital dan tanda baca dalam sebuah kalimat.
2. Kalimat Rancu
kata rancu dalam bahasa Indonesia berarti 'kacau'. Sejalan dengan itu, kalimat
yang rancu berarti kalimat yang kacau atau kalimat yang susunannya tidak teratur
sehingga informasinya sulit dipahami.
Jika dilihat dari segi penataan gagasan, kerancuan sebuah kalimat dapat terjadi
karena dua gagasan digabungkan ke dalam satu pengungkapan. Sementara itu, jika
dilihat dari segi strukturnya, kerancuan itu timbul karena penggabungan dua struktur
kalimat kedalam satu struktur. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut.
(1) Menurut para pakar sejarah mengatakan bahwa Candi Borobudur dibangun pada
masa Kerajaan Syailendra.
Kalimat itu termasuk kalimat yang rancu karena susunannya terdiri atas dua
struktur kalimat. Struktur yang pertama dimulai dengan kata menurut, sedangkan yang
kedua dimulai dengan subjek 'pelaku' (para pakar sejarah) yang diikuti dengan predikat
mengatakan.
Karena berasal dari dua struktur, kalimat rancu itu dapat dikembalikan pada struktur
semula, yaitu (1a) dan (1b) berikut.
(1a) Menurut pakar sejarah, Candi Borobudur dibangun pada masa Kerajaan
Syailendra.
(1b) Pakar sejarah mengatakan bahwa Candi Borobudur dibangun pada masa Kerajaan
Syailendra.
Kalimat (1) di atas strukturnya tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, kalimat (1) tersebut harus diperbaiki agar strukturnya menjadi benar.
Perbaikannya dapat dilakukan seperti kalimat (1a) dan (1b) di atas.
39
Kerancuan kalimat yang lain dapat pula timbul karena penggunaan kata peng-
hubung meskipun atau walaupun pada awal kalimat yang kemudian diikuti oleh kata
penghubung tetapi, seperti yang tampak pada contoh berikut.
Kerancuan kalimat itu juga disebabkan oleh penggabungan dua kalimat menjadi
satu. Kalimat pertama, yang menggunakan kata penghubung meskipun, berupa kalimat
majemuk bertingkat, sedangkan kalimat kedua, yang menggunakan kata
penghubung tetapi, berupa anak kalimat dalam kalimat majemuk setara.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kerancuan kalimat (2) itu disebabkan
oleh penggabungan kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk setara ke dalam
satu kalimat.
Karena berasal dari dua kalimat yang digabungkan menjadi satu, perbaikan
kalimat itu pun dapat dilakukan dengan mengembalikan kalimat itu ke dalam struktur
kalimat asalnya, seperti yang tampak pada (2a) dan (2b) berikut.
Lalu, perbaikannya pun dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu dari
dua kata penghubung tersebut. Dalam hal ini, jika kata meskipun/walaupun sudah
digunakan, kata tetapi tidak perlu lagi digunakan. Sebaliknya, jika kata tetapi yang
digunakan, kata penghubung meskipun/walaupun tidak perlu digunakan.
Kerancuan kalimat seperti yang terdapat pada contoh di atas sebenarnya tidak
perlu terjadi jika penyusun kalimat dapat mengungkapkan gagasannya secara cermat
dan teratur.
40
D. Kalimat Efektif
1. Kalimat Efektif
Hal pertama yang perlu kamu ketahui dari kalimat efektif tentu saja adalah
pengertiannya. Kalimat efektif adalah susunan kata yang mengikuti kaidah
kebahasaan secara baik dan benar. Adapun kaidah kebahasaan yang digunakan
adalah EYD atau Ejaan yang Disempurnakan.
Kemudian, suatu kalimat bisa dikatakan efektif ketika susunannya sudah tepat. Yakni
di dalamnya terdapat subjek dan predikat, yang ketika perlu ditambahkan keterangan
maka ada objek, pelengkap, dan juga keterangan. Jadi ada kalimat efektif yang
susunanya adalah subjek, predikat, dan disusul oleh keterangan maupun pelengkap.
Supaya susunan kalimat menjadi lebih jelas, juga perlu ditambahkan tanda baca.
Meliputi tanda seru (!) untuk kalimat yang mengandung unsur perintah maupun
himbauan, tanda tanya (?) untuk kalimat yang mengandung pertanyaan, dan juga
menggunakan tanda titik (.) untuk menggunakan kalimat sudah berakhir atau diakhiri
oleh penulisnya.
Jika semua unsur tersebut sudah terpenuhi, maka kalimat yang disusun sudah
memenuhi syarat kalimat efektif yang sifatnya pokok. Bagaimana jika tidak ada salah
satunya? Maka kalimat tidak bisa dikatakan sudah sesuai kaidah, dan kemudian tidak
bisa disebut sebagai kalimat efektif.
Memperhatikan susunan kalimat agar bisa dikatakan sebagai kalimat efektif sangat
tepat. Sebab dengan kalimat yang efektif maka berbagai manfaat berikut bisa
didapatkan:
Menyusun kalimat yang efektif akan membantu pembaca maupun pendengar mudah
memahami kalimat tersebut. Sebab susunannya menjelaskan sesuatu dengan sangat
jelas, dengan unsur yang lengkap. Jadi, jika dalam suatu kalimat tidak memenuhi
rumus SPOK (Subjek Predikat Objek dan Keterangan) maka akan susah dipahami.
41
Menjelaskan sesuatu namun tidak disertai penambahan subjek, tentu membuat
pembacanya bingung. Lalu muncul pertanyaan, apa yang dimaksudkan oleh si
penulis atau si pembicara? Atau muncul pertanyaan, siapa yang dimaksud oleh
penulis atau pembicara tersebut?
Jadi, ibarat kita mengajak orang lain berbicara atau mengobrol namun tidak
dijelaskan dari awal apa yang dibahas. Langsung membahas di tengah-tengah,
sehingga yang diajak mengobrol dijamin bingung dan hanya bisa menjadi pendengar
yang baik tanpa bisa melakukan interaksi.
mudah. Sebab sejak awal sudah paham apa yang dibahas dan bagaimana sesuatu
yang dibahas tersebut kemudian menjadi materi yang menarik untuk dikenal lebih
jauh.
Oleh sebab itu, seorang pembicara maupun seorang penulis harus bisa menyusun
kalimat yang efektif. Sehingga pesan apapun yang disampaikan bisa tersampaikan
dengan baik. Pembaca dan pendengar bisa memahami betul pesan yang
disampaikan tersebut.
42
Apalagi dalam bahasa Indonesia, kaidah penulisan sudah jelas dan sudah dipelajari
sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Kemudian materi ini akan diulang ketika
masuk ke jenjang SMP, SMA, bahkan di perguruan tinggi. Hal ini menunjukan betapa
pentingnya pemahaman tentang kalimat efektif.
Selain memiliki sejumlah ciri-ciri, kalimat juga baru bisa disebut efektif ketika
memenuhi sejumlah syarat. Dalam bahasa Indonesia, kalimat efektif pada dasarnya
memiliki empat syarat utama. Yaitu:
Syarat yang pertama adalah kata-kata dalam kalimat harus sesuai dengan
EYD, yang menjadi kaidah utama dalam penulisan kalimat bahasa Indonesia.
Sehingga penting untuk selalu menggunakan kata-kata baku, yakni penulisannya
sudah sesuai dengan EYD.
Selain itu, kalimat efektif juga harus memiliki tanda baca yang tepat. Sehingga makna
atau maksud dari kalimat tersebut jelas. Kalimat perintah akan diakhiri dengan tanda
seru, kalimat tanya akan diakhiri dengan tanda tanya, dan kalimat penjelas atau
standar akan diakhiri tanda titik.
Ketentuan ini menjadi ketentuan dasar yang wajib dipahami dan diterapkan setiap
kali menyusun karya tulis. Supaya kalimat di dalam karya tersebut memang
merupakan kalimat efektif, sejak lembar pertama sampai lembar terakhir.
2. Susunannya Sistematis
43
Kalimat juga bisa dikatakan efektif ketika susunannya tepat atau sistematis
yang mengandung semua unsur kalimat yang baik dan benar. Sehingga suatu
kalimat belum bisa disebut efektif meskipun sudah memakai kata-kata baku jika
susunannya amburadul.
Urutan kata dalam kalimat perlu dibuat sistematis, sederhana, dan mudah dipahami
agar tidak membuat pembacanya pusing. Jadi, seorang penulis perlu mengecek
kembali hasil tulisannya. Supaya bisa mengoreksi kalimat yang belakangan baru
diketahui tidak efektif.
Kalimat yang efektif memiliki susunan dimulai dari subjek, predikat, dan disusul
dengan objek atau pelengkap dan keterangan. Urutan ini penting untuk disesuaikan
dengan standar SPOK. Kecuali untuk kalimat tanya dan perintah, maka penempatan
subjek dan keterangan bisa dipindahkan sesuai kebutuhan.
Hal ini akan membuat kalimat menjadi panjang namun maknanya bisa ambigu atau
bahkan kosong. Sehingga kalimat yang panjang namun tidak efektif justru akan
memusingkan pembacanya. Jauh lebih baik menyusun kalimat pendek yang efektif
agar pembaca paham.
Selain itu, memilih menghemat pemakaian kata akan membantu penulis lebih
produktif. Sebab waktu yang diperlukan untuk menyusun kalimat panjang dengan
kalimat pendek tentu berbeda jauh. Lebih hemat waktu menulis kalimat pendek
namun efektif, dan hasilnya pun lebih memuaskan karena mudah dipahami.
4. Tidak Ambigu
44
Syarat kalimat efektif berikutnya adalah memiliki makna yang jelas dan tidak ambigu.
Penulis yang menyusun kalimat efektif akan mampu menjelaskan suatu hal dengan
baik dan mudah dipahami. Sehingga mencegah pembaca melakukan multitafsir,
sehingga pesan dalam tulisan tidak tersampaikan dengan baik.
Supaya makna dalam kalimat bebas dari resiko ambigu, maka susunannya perlu
dibuat ringkas dan sederhana. Selain itu penyusunan kata demi kata juga harus
sistematis dengan mengikuti panduan rumus SPOK. Pastikan pula penulis memakai
kata yang baku dan sesuai EYD.
Sehingga semua syarat terpenuhi untuk menjadikan suatu kalimat sebagai kalimat
yang efektif. Kalimat seperti ini adalah kalimat yang benar, enak dibaca, dan mudah
dipahami oleh siapa saja.
Susunan kalimat juga diatur dengan ketat, dalam bahasa Indonesia kemudian
mengenal rumus SPOK yang sudah disinggung beberapa kali di atas. Rumus ini
membangun struktur kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar sekaligus efektif.
Susunannya kemudian melibatkan semua unsur yang sudah dijelaskan di atas.
Namun, tidak semua unsur kalimat sifatnya wajib sehingga tidak perlu heran ada
kalimat pendek yang hanya berisi subjek dan predikat. Misalnya:
Aku mencintaimu.
Ibu kelelahan.
Anitas memasak.
Kalimat-kalimat pendek di atas tersusun atas subjek dan predikat, dan sudah mudah
dipahami. Artinya kalimat tersebut sudah memenuhi berbagai syarat kalimat
efektif yang dijelaskan di atas. Namun, perlu diakui kalimat pendek terkesan kaku
dan kurang sesuai untuk ditempatkan di beberapa jenis tulisan.
45
Sehingga susunannya perlu dilengkapi dengan objek dan juga keterangan. Berikut
beberapa contoh kalimat yang sudah memenuhi empat unsur SPOK tersebut:
Anita (subjek) mengayuh (predikat) sepeda (objek) dengan sangat
kencang (keterangan).
Kalimat efektif adalah kalimat yang enak dibaca dan mudah untuk dipahami.
Sehingga isinya jelas dan selalu langsung membahas pokok permasalahan.
Meminimalkan resiko keliru dalam menyusun kalimat agar selalu menjadi kalimat
efektif.
Maka bisa menyimak dan mempelajari contoh-contoh kalimat efektif dan kalimat tidak
efektif berikut ini:
Kalimat efektif: Demi anak-anaknya, Bu Ika ikhlas bekerja siang dan malam.
Kalimat tidak efektif: Demi untuk anak-anaknya, Bu Ika ikhlas bekerja siang dan
malam.
Kalimat tidak efektif: Ada banyak macam-macam buah di kebun Pak Haji Mamat.
Kalimat tidak efektif: Makan buah durian manis terasa enak sekali.
Kalimat efektif: Anita dikenal sangat cantik sehingga banyak yang naksir.
46
Kalimat tidak efektif: Anita cantik sangat sehingga banyak yang naksir.
Kalimat efektif: Kalau makan jangan cepat-cepat, nanti mual dan muntah.
Kalimat efektif: Ada banyak sandal yang berserakan di depan rumah Ibu Rina.
Kalimat tidak efektif: Ada banyak jumlah sandal berserakan di depan rumah Ibu
Rina.
Kalimat efektif: Gulai adalah makanan paling enak. Atau “Gulai adalah makanan
terenak”.
47
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa yang digunakan pada suatu masyarakat tutur tidak akan dapat
dilepaskan dari budaya yang ada pada masyarakat tersebut. Hal ini terjadi karena
bahasa merupakan refleksi dari budaya yang ada pada masyarakat tersebut. Kekhasan
budaya dalam suatu masyarakat yang terekam dalam bentuk-bentuk lingual
memberikan kesempatan bagi munculnya fenomena kebahasaan yang khas di masing-
masing wilayah. Salah satu fenomena bahasa yang umum tapi berbeda adalah idiom.
Idiom disebut juga suatu ungkapan berupa gabungan kata yang membentuk makna
baru, tidak ada hubungan dengan kata pembentuk dasarnya. Pergunaan idiom
terinspirasi dari benda-benda yang ada di sekitar manusia, seperti tumbuhan dan nama
bintang. Pada dasarnya idiom adalah bentuk keatifitas dari pemberi pesan dengan
tujuan tersampaikannya makna.
B. Saran
Penelitian ini hanyalah sepenggal dari penelitian yang berkaitan dengan idiom
dalam kajian semantik. Penelitian ini hanya sebatas mengkaji idiom bahasa Indonesia
yang berbasis nama binatang. Masih banyak hal lain yang masih perlu untuk diteliti.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengkaji idiom bahasa Indonesia pada entitas
bahasa yang lain contohnya, idiom bahasa Indonesia yang berbasis pada nama
tumbuhan idiom bahasa Indonesia yang berbasis pada anggota tubuh manusia.
48
Bagaimanapun juga cara pandang masyarakat berperan besar dalam terbentuknya
idiom yang digunakan dalam masyarakat. Lebih dari itu, cara pandang masyarakat
berpengaruh besar di dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya. Oleh karena
itu, disarankan agar pembaca lebih sensitif terhadap budaya sekitar, sehingga akan
menjadi masyarakat yang maju dengan tidak melupakan budaya sebagai identitas
suatu bangsa
49