Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH TARI GENJRING PARTY

DISUSUN OLEH :
1). ABGHINA DIGHFA ULYANAINI 01/IX A
2). ALYA RIZKIKA AURINDA 04/IX A
3). ANDITA CAHYANI PUJI SUSANTI 06/IX A
4). NABILA DEVI NATAHSYA 20/IX A
5). NATASYA RAHADIAN PUTRI 21/IX A

SMP NEGERI 3 KOTA MADIUN


TH.AJARAN 2019/2020
SENI TARI TRADISIONAL
GENJRING PARTY
I. PENGERTIAN SENI TARI
Seni Tari merupakan gerak-gerak ritmis dari anggota tubuh sebagai ekspresi dan
pengungkapan perasaan dari si penari yang diikuti alunan music yang fungsinya
memperkuat maksud yang ingin disampaikan.

II. SENI TARI


Tari adalah ungkapan perasaan jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis
yang indah dan diiringi musik.

Fungsi Seni Tari :

 Sarana Upacara
 Sarana Hiburan
 Sarana Pendidikan
 Sarana Pergaulan
 Sarana Pertunjukkan

III. GERAK DASAR TARI

A. GERAK DASAR KEPALA


1) Kedet, yaitu gerakan kepala seolah menarik dagu
2) Gedug, yaitu kepala tegak di gerakan kesamping kanan dan kiri
3) Gedug angka delapan, yaitu gerak kepala dengan memfokuskan putaran dagu seolah
menulis angka angka delapan dengan diakhiri gerak hedot
4) Gilek, yaitu gerak kepala membuat lengkungan kebawah kiri dan kanan
5) Godeg cangreud, yaitu gerak gilek diakhiri gerak kedet
6) Galieur, yaitu gerak halus pada kepala yang dimulai dari menarik dagu, kemudian ditarik
dengan leher kembali ke arah tengah diakhiri dengan kedet
B. GERAK DASAR TANGAN
1) Meber, yaitu kedua tangan kesamping, telapak tangan menghadap ke belakang
2) Nangreu, yaitu kedua tangan kedepan, empat jari lurus keatas ibu jari ditekuk
3) Nyampurit, yaitu kedua tangan kedepan, telapak tangan kedalam ibu jari dan jari
telunjuk membuat lingkaran
4) Mereket, yaitu telapak tangan dikepalkan
5) Rumbe, yaitu kedua tangan kesamping, telapak tangan keluar lima jari lurus kebawah
6) Ngaplek, yaitu kedua tangan kesamping, telapak tangan keluar lima jari lurus kebawah
7) Tumpang tali, yaitu kedua tangan nangreu lalu disilangkan
8) Mungkur, yaitu kedua tangan kedepan ditekuk kedua telapak tangan menghadap keluar
punggung tangan disatukan
9) Nyawang, yaitu tangan ditekuk tepat dimuka kepala (seperti hormat)
10) Sembah, yaitu telapak tangan dirapatkan tepat didepan hidung
11) Capit soder, yaitu jari telunjuk, jari tengah, dan ibu jari keatas, jari manis dan jari
kelingking disatukan
12) Jiwir soder, yaitu ibu jari dan jari tengah membuat lingkaran lalu disatukan
13) Kepret soder, yaitu kedua tangan sikap mungkur didepan perut lalu kesampingkan
dengan cara menggerakan kelima jari
14) Ukel, yaitu gabungan dari gerak mungkur, ngaplek, rumbe, dan nangreu dengan cara
diputarkan
15) Lontang, yaitu tangan kanan kedepan dengan posisi nangreu tangan kiri kedepan
dengan posisi nyampurit
16) Capang, yaitu tangan kanan kedepan nangreu dan tangan kiri ditekuk nangreu
17) Selut, yaitu tangan kanan nangreu dan tangan kiri rumbe dengan cara tangan kiri yang
rumbe ditarik keatas
18) Baplang, yaitu tangn kanan serong nangreu dan tangan kiri kesamping rumbe

C. GERAK DASAR KAKI


1) Adeg-adeg masekon, yaitu kaki kanan dilangkahkan, serong kanan serong kiri kaki tetap
diam.
2) Adeg-adeg serong, yaitu sikap kaki sama adeg-adeg masekon hanya badan menjadi
serong kanan.
3) Adeg-adeg kembar, yaitu sikap tumit kaki merapat telapak kaki dibuka.
4) Tengkoh, yaitu gerak kaki dengan kedua lutut ditekuk sikap badan merendah.
5) Jangreng, sikap kaki lurus / tegak.
6) Sasag, yaitu gerak sikap posisi tumit sejajar dengan mata kaki.

D. GERAK DASAR CALIK


1) Sila mando, yaitu kedua kaki disilangkan dengan sikap cantik.
2) Calik deku, yaitu kedua lutut untuk menyentuh lantai badan tegak.
3) Calik jengkong, yaitu sikap badan tegap duduk diatas tumit kiri/kanan.
4) Calik ningkat, yaitu lutut kiri dan kanan diangkat duduk diatas tumit kaki.
IV. SEJARAH TARI

 Nama Tarian :Tari Genjring


 Berasal : di Dusun Bunut, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden
 Yang Menemukan : Pada awal berdirinya kelompok kesenian ini dipimpin oleh Sajem

(1960-1968)

 Alat – Alat : menggunakan instrumen genjring dan bedug


 Digunakan : dalam hajatan-hajatan yang diadakan warga masyarakat
 Sejarah Asal usul dan Perkembangannya :

Awalnya di Dusun Bunut, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden terdapat sebuah kelompok
kesenian genjring sholawat yang bernama Sinar Harapan. Pada awal berdirinya kelompok
kesenian ini dipimpin oleh Sajem (1960-1968). Kemudian mulai tahun 1968-1975 kepemimpinan
Sinar Harapan diserahkan kepada Talam. Pada masa kepemimpinan Talam, yaitu sekitar tahun
1969, kelompok kesenian genjring ini mulai sangat jarang digunakan dalam hajatan-hajatan yang
diadakan warga masyarakat. Hingga kemudian kelompok tersebut tidak pernah lagi mengadakan
pertunjukkan.

Bergerak dari kondisi yang dialami kelompok Sinar Harapan, Sutarja sebagai salah satu
anggotanya membuat inisiatif untuk menggunakan instrumen genjring dan bedug dalam suatu
bentuk kesenian yang berbeda dari bentuk kesenian sebelumnya (genjring sholawat). Berbekal
dengan instrumen musik yang dimiliki Sinar Harapan, Sutarja yang memperoleh dukungan dari
Sajem dan Talam, mulai menciptakan bentuk kesenian genjring yang relatif baru yang kemudian
dikenal dengan genjring bonyok.

Menurut Sutarja, proses pembentukan genjring bonyok tersebut dimulai dengan


pengadopsian instrumen musik tarompet yang telah umum dipergunakan dalam kesenian tradisi
Sunda di Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan bergabungnya Taslim (mantan seniman
Sisingaan) ke dalam kelompok Sinar Harapan. Pengadopsi instrumen musik tarompet ini
bertujuan untuk mendapatkan komposisi lagu yang lebih beragam, dan telah dikenal masyarakat
dari kesenian tradisi Sunda yang lain.

Pertunjukan pertama kelompok Sinar Harapan dengan bentuk kesenian genjring yang
relatif baru ini, dilakukan pada acara khitanan keluarga Rusmin, di Desa Sumur Gintung (sebelah
Selatan Cidadap) pada tahun 1969. Sesuai dengan pola berkesenian masyarakat setempat pada
masa itu, pertunjukan kesenian Genjring Sinar Harapan tersebut ditampilkan bersama-sama
dengan kesenian gembyung, pencak silat, sisingaan, dan reog.
Pada tahun 1973, kelompok kesenian Sinar Harapan pindah ke Desa Cidadap. Hal ini
disebabkan pindahnya Sutarja setelah ia menikahi gadis dari desa tersebut. Sejak
kepindahannya itu pula kelompok Sinar Harapan yang semula dipimpin oleh Talam diserahkan
kepada Sutarja. Pada saat pergantian kepemimpinankelompok Sinar Harapanpun secara resmi
menjadi kelompok kesenian Genjring Bonyok dengan nama Sinar Pusaka.

Dalam perkembangan selanjutnya, setelah instrumen musik tarompet menjadi bagian


dari pertunjukan genjring bonyok. Tahun 1975 kelompok ini kembali mengadopsi instrumen
musik goong dan kecrek. Menurut Sutarja penambahan kedua instrumen musik ini disebabkan
agar dalam penyajian musiknya terasa lebih enak didengar). Kemudian kesenian ini semakin
berkembang dengan dibentuknya grup-grup baru oleh anggota kelompok Sutarja. Selain itu
Sutarja juga melatih sepuluh orang seniman yang berasal dari berbagai dusun dan desa di
Kabupaten Subang.

Dari sepuluh orang seniman yang dilatih Sutarja, terdapat seniman yang berasal dari
dusun Bonyok, Desa Pangsor yang bernama Rasita, yang kemudian membentuk grup di dusun
Bonyok. Melalui kelompok genjring bonyok yang dipimpin oleh Rasita dari Dusun Bonyok,
kesenian ini pun mulai berkembang pesat dan dikenai masyarakat di luar dari Kecamatan
Pagaden. Dengan demikian selain dari kelompok Sinar Pusaka, masyarakat pun mulai menyukai
kelompok genjring bonyok yang dipimpin Rasita. Sejak itu genjring goyok banyak ditanggap
warga.

Seiring dengan dikenalnya bentuk kesenian genjring ini, istilah-istilah yang ditujukan
kepadanya pun mulai berkembang di masyarakat. Pada awalnya kesenian ini disebut dengan
nama genjring ronyok. Menurut Sutarja istilah ini diberikan karena jika kesenian genjring
tersebut disajikan, hampir seluruh arena penyajiannya dipenuhi oleh penonton yang menari dan
mengikutinya. Sehingga fenomena kesenian tersebut memberi kesan meriah, yang dalam
bahasa SUNDA disebut dengan ronyok (ngaronyok).

Kemudian mulai tahun 1977, istilah genjring ronyok mengalami perubahan


menjadigenjring bonyok.

Menurut Sutarja istilah ini muncul disebabkan kelompok genjring pimpinan Rasita dari
Dusun Bonyok, lebih sering melakukan pertunjukan di dalam maupun di luar Kecamatan
Pagaden. Sehingga melalui kelompok Rasita dari Desa Bonyok inilah, masyarakat luas lebih
mengenal kesenian ini dengan sebutan genjring bonyok.’

Fenomena perkembangan yang pesat dari kesenian genjring bonyok dapat dilihat dari
data statistik kesenian Kabupaten Subang tahun 1996-1997, yang menunjukkan adanya lebih
dari 50 kelompok kesenian genjring bonyok yang tersebar di berbagai tempat di Kabupaten
Subang.
Genjring bonyok sudah banyak dipentaskan di berbagai event antara lain :

1) 1971 mengadakan pertunjukan di gedung Rumentang Siang Bandung,


2) 1977 mengikuti festival Genjring Bonyok se Jawa Barat yang diikuti oleh 24 kelompok
kesenian genjring bonyok.
3) 1978 mengadakan pagelaran di GOR Saparua Bandung,
4) 1979 pagelaran di gedung gubernur Jawa Barat (Gedung Sate), diikuti oleh 3 kelompok
kesenian dari 3 kabupaten.
5) 1980 pagelaran pada acara HUT Kabupaten Subang,
6) 1985 mengadakan pagelaran di TMII anjungan Jawa Barat, dan kesenian ini mulai
ditampilkan di TVRI Jakarta.
7) Tanggal 17 Agustus 1989 mengadakan pagelaran di lapangan Gasibu Bandung, pada acara
gelar senja dengan memasukkan penari dari siswa sekolah.
8) Tanggal 1 Oktober 1989 mengisi Pembukaan Pameran Kabupaten Subang. Dengan demikian
pagelaran genjring bonyok tidak hanya tampil pada acara hajatan saja, namun bisa pentas
pada acara-acara resmi baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

Namun sekitar tahun 2000an kesenian ini mulai berganti dengan kesenian lainnya, yaitu
tardug, yang merupakan pengembangan dari kesenian Genjring Bonyok dengan penambahan
instrumen lainnya seperti gitar.

 Pertunjukan dan Penyajian Genjring Party

Beberapa unsur yang penting dan menunjang pergelaran kesenian ini yakni :

1) Waditra atau alat musik seperti sebuah bedug berfungsi mengatur ketukan, dipukul dengan
cara tertentu untuk membuat bunyi yang enak. Tiga buah genjring berfungsi membuat
irama yang bersahutan dan mengimbangi alat musik lainnya. Sebuah gendang berfungsi
mengatur irama dan memberi tekanan musik. Sebuah kulanter berfungsi mengikuti irama.
sebuah goong besar berfungsi untuk menutup akhir irama. Sebuah goong kecil berfungsi
untuk mengisi irama. Sebuah terompet berfungsi untuk membawakan melodi. Dua buah
kenong berfungsi untuk mengimbangi irama. Sebuah kecrek berfungsi untuk mempertegas
dan mengatur irama.
2) Nayaga (penabuh alat musik)

Pada saat pertunjukan di atas panggung, nayaga mengambil posisi duduk, sinden duduk
paling depan, dan diikuti oleh peniup terompet yang sejajar dengan penabuh gendang, dan
penabuh kecrek. Baris selanjutnya penabuh genjring dan penabuh ketuk. dan di
belakangnya penabuh bedug dan penabuh goong. Kalau memakai penari biasanya posisi
berada di depan sinden. Biasanya kesenian ini dipentaskan bersamaan dengan kesenian lain
seperti sisingaan. Genjring bonyok berada di posisi belakang, setelah kesenian sisingaan.

3) Juru kawih (sinden)

Lagu-lagu yang biasa dinyanyikan dalam pergelaran adalah lagu-lagu ketuk tilu seperti
gotrok, kangsreng, awi ngarambat, buah kawung, dan torondol.
4) Penari

Penari pada saat tertentu memakai para penari khusus, yang sesuai dengan koreografi.
Sedangkan pada saat mengadakan helaran para penari terdiri dari masyarakat yang ikut
menari secara spontan, untuk ikut memeriahkan helaran.

5) Busana

Busana yang dipakai oleh personil genjring bonyok yakni nayaga memakai baju kampret,
celana pangsi, iket (barangbang semplak, parekos nangka), selendang (sarung). Juru
kawih(sinden) mengenakan kebaya, selendang, sanggul, dan hiasan dari bunga melati.
Penari laki-laki mengenakan baju kampret, celana pangsi, iket dan selendang. Sedangkan
penari perempuan mengenakan kebaya, selendang dan sanggul.

6) Tempat pertunjukan

Secara umum tempat pertunjukan genjring bonyok terbagi ke dalam dua bagian , yaitu di
jalan raya dan di atas panggung. Pertunjukan di jalan raya , dilakukan apabila genjring
bonyok disajikan dalam suatu arak-arakan. Dalam pertunjukkan ini dilakukan sambil berjalan
kaki keliling kampung. Pertunjukkan dudukan dilakukan di atas panggung acara. (Ade
Herdijat/USU)

V. Pola Lantai

VI. Daftar Pustaka


http://www.kotasubang.com/3069/genjring-bonyok-asal-usul-dan-perkembangannya/

http://tamarasuhede26.blogspot.co.id/2011/11/gerak-dasar-tari.html

http://hurricaneasa.wordpress.com/2016/04/26/macam-macam-gerak-tari/

Anda mungkin juga menyukai