DISUSUN OLEH :
1). ABGHINA DIGHFA ULYANAINI 01/IX A
2). ALYA RIZKIKA AURINDA 04/IX A
3). ANDITA CAHYANI PUJI SUSANTI 06/IX A
4). NABILA DEVI NATAHSYA 20/IX A
5). NATASYA RAHADIAN PUTRI 21/IX A
Sarana Upacara
Sarana Hiburan
Sarana Pendidikan
Sarana Pergaulan
Sarana Pertunjukkan
(1960-1968)
Awalnya di Dusun Bunut, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden terdapat sebuah kelompok
kesenian genjring sholawat yang bernama Sinar Harapan. Pada awal berdirinya kelompok
kesenian ini dipimpin oleh Sajem (1960-1968). Kemudian mulai tahun 1968-1975 kepemimpinan
Sinar Harapan diserahkan kepada Talam. Pada masa kepemimpinan Talam, yaitu sekitar tahun
1969, kelompok kesenian genjring ini mulai sangat jarang digunakan dalam hajatan-hajatan yang
diadakan warga masyarakat. Hingga kemudian kelompok tersebut tidak pernah lagi mengadakan
pertunjukkan.
Bergerak dari kondisi yang dialami kelompok Sinar Harapan, Sutarja sebagai salah satu
anggotanya membuat inisiatif untuk menggunakan instrumen genjring dan bedug dalam suatu
bentuk kesenian yang berbeda dari bentuk kesenian sebelumnya (genjring sholawat). Berbekal
dengan instrumen musik yang dimiliki Sinar Harapan, Sutarja yang memperoleh dukungan dari
Sajem dan Talam, mulai menciptakan bentuk kesenian genjring yang relatif baru yang kemudian
dikenal dengan genjring bonyok.
Pertunjukan pertama kelompok Sinar Harapan dengan bentuk kesenian genjring yang
relatif baru ini, dilakukan pada acara khitanan keluarga Rusmin, di Desa Sumur Gintung (sebelah
Selatan Cidadap) pada tahun 1969. Sesuai dengan pola berkesenian masyarakat setempat pada
masa itu, pertunjukan kesenian Genjring Sinar Harapan tersebut ditampilkan bersama-sama
dengan kesenian gembyung, pencak silat, sisingaan, dan reog.
Pada tahun 1973, kelompok kesenian Sinar Harapan pindah ke Desa Cidadap. Hal ini
disebabkan pindahnya Sutarja setelah ia menikahi gadis dari desa tersebut. Sejak
kepindahannya itu pula kelompok Sinar Harapan yang semula dipimpin oleh Talam diserahkan
kepada Sutarja. Pada saat pergantian kepemimpinankelompok Sinar Harapanpun secara resmi
menjadi kelompok kesenian Genjring Bonyok dengan nama Sinar Pusaka.
Dari sepuluh orang seniman yang dilatih Sutarja, terdapat seniman yang berasal dari
dusun Bonyok, Desa Pangsor yang bernama Rasita, yang kemudian membentuk grup di dusun
Bonyok. Melalui kelompok genjring bonyok yang dipimpin oleh Rasita dari Dusun Bonyok,
kesenian ini pun mulai berkembang pesat dan dikenai masyarakat di luar dari Kecamatan
Pagaden. Dengan demikian selain dari kelompok Sinar Pusaka, masyarakat pun mulai menyukai
kelompok genjring bonyok yang dipimpin Rasita. Sejak itu genjring goyok banyak ditanggap
warga.
Seiring dengan dikenalnya bentuk kesenian genjring ini, istilah-istilah yang ditujukan
kepadanya pun mulai berkembang di masyarakat. Pada awalnya kesenian ini disebut dengan
nama genjring ronyok. Menurut Sutarja istilah ini diberikan karena jika kesenian genjring
tersebut disajikan, hampir seluruh arena penyajiannya dipenuhi oleh penonton yang menari dan
mengikutinya. Sehingga fenomena kesenian tersebut memberi kesan meriah, yang dalam
bahasa SUNDA disebut dengan ronyok (ngaronyok).
Menurut Sutarja istilah ini muncul disebabkan kelompok genjring pimpinan Rasita dari
Dusun Bonyok, lebih sering melakukan pertunjukan di dalam maupun di luar Kecamatan
Pagaden. Sehingga melalui kelompok Rasita dari Desa Bonyok inilah, masyarakat luas lebih
mengenal kesenian ini dengan sebutan genjring bonyok.’
Fenomena perkembangan yang pesat dari kesenian genjring bonyok dapat dilihat dari
data statistik kesenian Kabupaten Subang tahun 1996-1997, yang menunjukkan adanya lebih
dari 50 kelompok kesenian genjring bonyok yang tersebar di berbagai tempat di Kabupaten
Subang.
Genjring bonyok sudah banyak dipentaskan di berbagai event antara lain :
Namun sekitar tahun 2000an kesenian ini mulai berganti dengan kesenian lainnya, yaitu
tardug, yang merupakan pengembangan dari kesenian Genjring Bonyok dengan penambahan
instrumen lainnya seperti gitar.
Beberapa unsur yang penting dan menunjang pergelaran kesenian ini yakni :
1) Waditra atau alat musik seperti sebuah bedug berfungsi mengatur ketukan, dipukul dengan
cara tertentu untuk membuat bunyi yang enak. Tiga buah genjring berfungsi membuat
irama yang bersahutan dan mengimbangi alat musik lainnya. Sebuah gendang berfungsi
mengatur irama dan memberi tekanan musik. Sebuah kulanter berfungsi mengikuti irama.
sebuah goong besar berfungsi untuk menutup akhir irama. Sebuah goong kecil berfungsi
untuk mengisi irama. Sebuah terompet berfungsi untuk membawakan melodi. Dua buah
kenong berfungsi untuk mengimbangi irama. Sebuah kecrek berfungsi untuk mempertegas
dan mengatur irama.
2) Nayaga (penabuh alat musik)
Pada saat pertunjukan di atas panggung, nayaga mengambil posisi duduk, sinden duduk
paling depan, dan diikuti oleh peniup terompet yang sejajar dengan penabuh gendang, dan
penabuh kecrek. Baris selanjutnya penabuh genjring dan penabuh ketuk. dan di
belakangnya penabuh bedug dan penabuh goong. Kalau memakai penari biasanya posisi
berada di depan sinden. Biasanya kesenian ini dipentaskan bersamaan dengan kesenian lain
seperti sisingaan. Genjring bonyok berada di posisi belakang, setelah kesenian sisingaan.
Lagu-lagu yang biasa dinyanyikan dalam pergelaran adalah lagu-lagu ketuk tilu seperti
gotrok, kangsreng, awi ngarambat, buah kawung, dan torondol.
4) Penari
Penari pada saat tertentu memakai para penari khusus, yang sesuai dengan koreografi.
Sedangkan pada saat mengadakan helaran para penari terdiri dari masyarakat yang ikut
menari secara spontan, untuk ikut memeriahkan helaran.
5) Busana
Busana yang dipakai oleh personil genjring bonyok yakni nayaga memakai baju kampret,
celana pangsi, iket (barangbang semplak, parekos nangka), selendang (sarung). Juru
kawih(sinden) mengenakan kebaya, selendang, sanggul, dan hiasan dari bunga melati.
Penari laki-laki mengenakan baju kampret, celana pangsi, iket dan selendang. Sedangkan
penari perempuan mengenakan kebaya, selendang dan sanggul.
6) Tempat pertunjukan
Secara umum tempat pertunjukan genjring bonyok terbagi ke dalam dua bagian , yaitu di
jalan raya dan di atas panggung. Pertunjukan di jalan raya , dilakukan apabila genjring
bonyok disajikan dalam suatu arak-arakan. Dalam pertunjukkan ini dilakukan sambil berjalan
kaki keliling kampung. Pertunjukkan dudukan dilakukan di atas panggung acara. (Ade
Herdijat/USU)
V. Pola Lantai
http://tamarasuhede26.blogspot.co.id/2011/11/gerak-dasar-tari.html
http://hurricaneasa.wordpress.com/2016/04/26/macam-macam-gerak-tari/