INTISARI
Anna Karina Algustie, M. Sc1; apt. Rr. Erni Kusuma Putri, M. Farm.2
Penyakit epilepsi adalah gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya
dengan perubahan kesadaran. Terapi utama epilepsi adalah dengan obat anti epilepsi. Obat anti
epilepsi banyak digunakan sebagai obat jangka panjang pada politerapi atau sebagai monoterapi
untuk epilepsi dan indikasi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase
penggunaan obat anti epilepsi di rawat jalan Rumah Sakit X Purworejo periode Februari-April 2021.
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan pendekatan retrospektif. Data dalam
penelitian ini menggunakan data lembar resep pasien rawat jalan yang di dalamnya tertulis obat-obat
anti epilepsi dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel dalam penelitian diambil secara total samping
berjumlah 91 lembar resep.
Hasil dari penelitian diperoleh data obat anti epilepsi yang paling banyak digunakan yaitu
phenytoin 65%, kemudian diikuti carbamazepin 14,6%, asam valproat 13,7%, gabapentin 4,0%,
Phenobarbital 1,5%, clobazam 0,8% dan clonazepan sebanyak 0,4%. Phenytoin lebih sering
digunakan karena efektif terhadap kejang persial dan kejang tonik klonik umum. Phenytoin juga
efektif terhadap serangan yang bersifat primer atau sekunder dari jenis kejang lainnya. Kata kunci :
Epilepsi, Terapi epilepsi, persentase Penggunaan obat anti epilepsi
1). Dosen STIKES Duta Gama Klaten
2). Dosen STIKES Duta Gama Klaten
5
PENDAHULUAN penurunan angka kesakitan, penurunan angka
Epilepsi dapat menyerang pada laki-
kematian, tidak terjadinya efek samping
laki ataupun perempuan (WHO, 2006). Secara
(Ikawati, 2011). Pengobatan epilepsi banyak
umum diperkirakan ada 24 juta kasus baru
dilakukan dengan menggunakan obat anti
setiap tahun, dan 50% kasus terjadi pada masa
epilepsi (OAE), yaitu seperti phenytoin,
kanak-kanak atau remaja. Pada tahun 2012
valproat, clobazam, dan carbamazepin. Dari
menyatakan terdapat sekitar 50 juta orang
penelitian yang dilakukan dari 79 pasien di
dengan epilepsi di dunia, dan menyebutkan
dapat 54,43% pasien memiliki etiologi primer
bahwa kejadian epilepsi di negara maju
dengan demikian dapat diketahui sebanyak 40
berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan
pasien dengan diagnose etiologi primer, 51%
di Negara berkembang 100 per 100.000
mengalami kejang sekunder, 81% mengalami
penduduk. Kasus epilepsi memiliki prevalensi
kejang tonik-klonik umum, 17,7 kejang
6 -10 per 1000 penduduk dengan insiden
persial, dan 1,3 kejang mioklonik. Sehingga
mencapai 50 per 100.000 penduduk. Dengan
didapat persentase penggunan obat seperti,
jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih
phenytoin 86,08%, asam valproat 30,38%,
dari 250 juta jiwa tahun 2015 diperkirakan
clobazam 26,58% dan carbamazepin 10,13%,
penderita epilepsi 2,5 juta jiwa. Farmakoterapi
baik digunakan dalam bentuk tunggal maupun
epilepsi sangat individual dan membutuhkan
kombinasi (Manjula et al, 2002).
titrasi dosis untuk mengoptimalisasi terapi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
obat anti epilepsi (maksimal dalam
persentase penggunaan obat anti epilepsi di
mengontrol kejang dengan efek samping yang
rawat jalan Rumah Sakit X Purworejo periode
minimal. Adapun tujuan umum dari terapi
Februari-April 2021
epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup
5
METODE epilepsi di rawat jalan Rumah Sakit X
penderita epilepsi di rawat jalan Rumah Sakit laki 53 (58,2%) sedangkan sisanya berjenis
Tabel 4.2 Jumlah Pasien Epilepsi Rawat di Jalan Rumah Sakit X Purworejo pada Periode Februari –
Berdasar tabel 4.2 dan gambar diagram grafik kemudian lansia akhir (55-65 tahun) sebanyak
menyatakan bahwa penderita epilepsi di rawat 21,9, remaja awal (12-16 tahun) 12,1%,
jalan Rumah Sakit X Purworejo periode remaja akhir (17-25 tahun) 8,8%, dewasa awal
Februari-April 2021 banyak terjadi pada usia (26-35 tahun) 7,7%, dewasa akhir (35-45
anak-anak (5-11 tahun) sebanyak 40,7 %, tahun) 4,4%, lansia awal (46-55 tahun) 4,4%.
Tabel 4.3. Golongan obat anti epilepsi yang digunakan di Rawat Jalan Rumah Sakit X Purworejo
Golongan
No. obat Jumlah Obat Jumlah
Februari Maret April Jumlah %
1 Hidantoin 804 920 713 2437 63,7%
2 Karboksamida 285 225 274 784 20,5%
3 Valproat 163 168 170 501 13,1%
4 Barbiturat 30 30 0 60 1,6%
5 Benzodizepin 30 15 0 45 1,1%
Jumlah 1312 1358 1157 3827 100%
Sumber : data primer
Berdasar hasil penelitian yang tercatat valproat 501 (13,1%), barbiturate 60 (dan
dalam table 4.3. menunjukan bahwa yang paling sedikit penggunaannya yaitu
Tabel 4.4 Jumlah obat anti epilepsi yang digunakan di Rawat Jalan Rumah Sakit X Purworejo pada
Jumlah
No. Nama Obat obat Jumlah %
Januari Februari Maret
1 Phenytoin 804 920 713 2437 63,7%
2 Carbamazepin 225 180 229 634 16,6%
Asam
Valproat
3 Tablet 150 150 150 450 11,8%
4 Gabapentin 60 45 45 150 3,9%
5 Phenobarbital 30 30 0 60 1,6%
Asam
Valproat
6 Syrup 13 18 20 51 1,3%
7 clobazam 30 0 0 30 0,7%
8 clonazepam 0 15 0 15 0,4%
Jumlah 1312 1358 1157 3827 100%
Sumber: data primer
Hasil dari penelitian yang tercatat dalam table (3,9%), Phenobarbital 60 (1,6%), clobazam 30
Sakit X Purworejo pada Periode 2008, laki-laki lebih beresiko terkena kejang
monoterapi lebih sering di gunakan yaitu 63 (Husam, 2008). World Health Organization
(68.2%) dibandingkan dengan politerapi yang (WHO) 2001 menyatakan hasil epidemiologis
wanita 39,4%.
Pengelompokan penggunaan obat anti
Berdasarkan penggunaan obat anti epilepsi di
epilepsi berdasarkan jenis kelamin bertujuan
rawat jalan Rumah Sakit X Purworejo periode
untuk mengetahui perbandingan penggunaan
Februari-April 2021 dapat diketahui rentang usia
obat anti epilepsi antara pasien laki-laki dan
menurut Depkes RI 2009 bahwa penderita
perempuan. Penelitian di rawat jalan Rumah
epilepsi banyak terjadi pada pasien anak-anak
Sakit X purworejo pada periode Februari-April
(5-11 tahun) 40,7 %, angka terendah pada pasien
2021 dengan jumlah sampel 91 lembar resep
dewasa akhir (35-45 tahun) dan lansia awal (46-
menunjukan bahwa epilepsi didominasi pasien
55 tahun) 4,4%, serta meningkat kembali pada
berjenis kelamin laki-laki 53 (58,2%) sisanya
pasien lansia akhir (55-65 tahun) 21,9%.
berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan data
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terlihat bingung. Penyebab epilepsi pada lansia
yang pernah dilakukan sebelumnya oleh antara lain, stroke, serangan jantung, dan cedera
Gunawan dan Stepahani pada tahun 2013, pada kepala. Obat anti epilepsi (OAE)
menyatakan bahwa prevalensi epilepsi pada anak merupakan pengobatan pilihan bagi sebagian
dan bayi sangat tinggi kemudian menurun pada besar penderita epilepsi. Hasil dari penelitian
saat dewasa (pubertas). Penelitian yang lain juga yang tercatat dalam table 4.3 dan pada gambar
menyatakan insiden epilepsi tertinggi pada bayi grafik menunjukan bahwa penggunaan obat anti
dan anak-anak, menurun pada usia dewasa muda epilepsi terbanyak yaitu phenitoin sebanyak
dan pertengahan, kemudian akan meningkat 2437 (65%), carbamazepin tablet 549 ( 14,6%),
pada usia lanjut (Rajandram M, 2016). Epilepsi asam valproat tablet 450 (12,3%), yang paling
yang terjadi pada usia bayi dan anak-anak sedikit penggunaannya yaitu clonazepam tablet
disebabkan oleh beberapa hal yaitu adanya 15 (0,4%). Phenytoin tercatat paling banyak
gangguan perkembangan seperti autisme atau digunakan karena phenytoin efektif terhadap
neurofibromatosis. Autisme membuat bayi dan kejang persial dan kejang tonik klonik umum.
anak-anak mengalami kejang hal ini terjadi Phenytoin juga efektif terhadap serangan yang
kerena gangguan perkembangan otak selama bersifat primer atau sekunder dari jenis kejang
masa kehamilan yang penyebabnya tidak lainnya (Katzung,et al. 2012). Hasil penelitian
diketahui pasti. Penyebab epilepsi lain yang ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan
menyerang bayi dan anak-anak adalah kerusakan obat-obat seperti phenytoin, asam valproat, dan
otak akibat sang ibu terinfeksi, kekurangan karbamazepin umumnya digunakan sebagai
oksigen, atau mengalami gizi buruk. Epilepsi terapi lini pertama untuk kebanyakan tipe
pada lansia diakibatkan sedikit berbeda dengan gangguan kejang. Hal ini dikarenakan obat-
epilepsi pada umumnya karena jarang obatan tersebut memiliki efektivitas yang sama
menimbulkan kejang. Epilepsi pada lansia dengan obat-obat baru yang dipasarkan, dan
biasanya adalah tidak peka pada situasi sekitar, secara signifikan harganya lebih murah.
Sebagian besar obat (gabapentin, zonisamid, kondisi pasien yang masih dapat diatasi dengan
tiagabin) ini digunakan sebagai terapi adjuvan pemberian obat monoterapi, selain itu
atau terapi alternatif epilepsi (Stafstrom and pemberian monoterapi ditujukan untuk
carbamazepin (karbosamida), dan asam valproat interaksi obat. Politerapi diberikan kapada
(valproat) merupakan representative dari obat penderita epilepsi yang tidak memberikan
anti epilepsi dan kurang lebih sama efektifnya respon dengan monoterapi, kombinasi beberapa
dalam pengobatan kejang baik kejang umum obat (politerapi) ditujukan untuk mengontrol
maupun parsial (St. Louis, 2009). Obat kejang. Penderita epilepsi dengan bangkitan
clobazam) disamping sebagai antiansietas penderita dengan beberapa tipe kejang dan
sebagai antikonvulasi, khususnya untuk epilepsi kombinasi beberapa obat. Sebagian besar kasus,
Pemberian obat anti epilepsi kapada pasien obat lini pertama yaitu karbamazepin, fenitoin,
disesuaikan dengan tipe kejang. Obat anti asam valproat, dan lamotrigine. Fenitoin,
epilepsi dapat diberikan secara monoterapi atau karbamazepin, dan asam valproat merupakan
politerapi, tergantung dari kebutuhan dan respon representatif dari obat anti epilepsi dan kurang
dari pasien terhadap pengobatan. Penelitian ini lebih sama efektifnya dalam pengobatan kejang
berdasarkan tipe terapi menyatakan bahwa baik kejang umum maupun parsial (St. Louis,
pengobatan dengan monoterapi lebih sering di 2009). Beberapa kasus terjadi dalam
politerapi yang hanya mencapai 28 (30,8%). sebagai monoterapi akan mengontrol kejang.
antiansietas, sebagian golongan obat ini Kejang di Poli Saraf Rumkital DR.
al, 2012).. Interaksi yang terjadi antara obat 31,1% lebih sering digunakan dalam
anti epilepsi bersifat komplek dan toksisitas pengobatan epilepsi dibandingkan asam
oleh induksi atau penghambatan enzim hati. Kota madiaun oleh Yunita Widyaningtias
Pergeseran ikatan obat dengan protein 2020, dengan judul “Pola Penggunaan Obat
plasma biasanya bukanlah suatu masalah. Epilepsi di Klinik Saraf Rumah Sakit
Interaksi yang terjadi dapat sangat beragam Umum Daerah Kota Madiun Periode Mei -
dan tidak dapat diperkirakan. Oleh karena Juli 2019. Menunjukan bahwa persentase
Hasil dari beberapa penelitian pada pasien (57%). Berjenis kelamin laki -laki
penderita epilepsi ataupun penggunaan obat sebanyak 89 pasien (59%), dengan rentang
anti epilepsi pada penderita epilepsi usia 11-20 tahun sebanyak 32 pasien
terdapat kemiripan dengan hasil penelitian (21%). Kesamaam dari penelitian ini adalah
di rawat jalan Rumah Sakit X Purworejo phenytoin paling banyak digunakan untuk
penelitian sebelumya yaitu Eric Hartono, pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
lembar resep dapat disimpulkan bahwa Katzung. B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J.
2012. Basic & Clinical
epilepsi banyak di derita pada laki-laki 53 Pharmacology.
(58,2%) dan rentang usia penderita epilepsi Manjula D, David J, Kulkarni C. 2002.
Prescribing pattern of anti-seizur
didominasi anak-anak 5-11 tahun 37 medication ( ASMs) : An evaluation
of xanthine comedication. Pol J
(40,7%). Terapi obat yang paling banyak Pharmacol ; 54 : 285-91.
penulis harapkan bagi peneliti berikutnya Stafstrom CE and Carmant L, 2015. Seizures
and epilepsy: An overview for
dapat melakukan penelitian dengan periode neuroscients. Cold Spring Harbar
Prespectives in Biology, 5(6):
yang lebih panjang dan pengambilan data a022426.
sampel tidak berdasarkan lembar resep saja, Tonekaboni SH, Shamsabadi FM, Anvari SS,
Mazrooei A, Ghofrani M, 2012. A
dapat disertai dengan data sampel yang Comparison of Bucal Midazolam
and intravenous diazepam for the
lainya. acute treatment of seizures in
children. Iranian Jurnal of
Pediatrics. 22(3): 303-308 WHO.
2006. Neurological Disorder.
Public Health Challenges. Genewa
WHO Press.