Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan neurologi kronis yang dapat terjadi di segala usia yang
timbul akibat terganggunya sinyal listrik didalam otak. Atau epilepsi merupakan keadaan
gangguan sinyal listrik di otak yang bermanifestasi menjadi kejang maka prinsip umum
pengobatan Epilepsi adalah membebaskan mereka dari kejang dimana terapi Farmakologi
merupakan fundamental utama untuk melindungi pasien Epilepsi dari kejang. Epilepsi bisa
mengakibatkan banyak hal salah satunya dari segi aspek psikososial penderita, yang mana di
lihat baik di lingkungan masyarakat seperti halnya ada rasa malu sehingga menarik diri dari
aktivitas sosial di masyarakat, penderita tidak di terima di lingkungannya.Sedangkan
komplikasi yang di akibatkan oleh epilepsi itu sendiri adalah terjadinya gangguan listrik di
otak yang terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan kerusakan otak akibat hypoksia
bahkan bisa berakibat kematian. Maka dari itu perlu sekali untuk melakukan pengobatan
terhadap pasien Epilepsi. Berdasarkan hasil literatur review pada jurnal penelitian didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan berdasarkan hasil
kuesioner yang menilai tingkat pengetahuan didapat 82,5% pernah mendengar tentang
epilepsi, tetapi 92,1% di antaranya menjawab masih memerlukan informasi lebih
tentang epilepsi. Pada 55,6% responden setuju bahwa epilepsi dapat menyebabkan
perubahan perilaku mengenai kepatuhan berobat, 79,4% responden secara teratur
mendapat Obat anti epilepsi.
2. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan kategori tidak patub
yaitu sebanyak 25 orang (65,8%). Memiliki frekuensi kejang dengan kategori sering
yaitu oleh peneliti.Hasil Penelitian : Dari hasil penelitian mayoritas responden yang
memiliki tingkat Kepatuhan kategori tidak patuh yaitu sebanyak 25 orang (65,8%).
Memiliki frekuensi Kejang dengan kategori sering yaitu sebanyak 24 orang (63,2%).
Berdasarkan hasil uji Statistik diperoleh p-value = 0,000 yang berarti ada Hubungan
Kepatuhan Pengobatan Terhadap Frekuensi Kejang Pada Pasien Epilepsi di Poli
Neurologi RSUD.dr. A.Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung. Dengan nilai OR 38,000.
3. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan diperoleh 114 subjek.
Rerata usianya adalah 28,57 tahun (median 25,5 tahun; minimal 6 dan maksimal 78
tahun). Jika usia ≤15 tahun dianggap sebagai anak-anak, diperoleh 26 (22,8%) anak.
Subjek laki-laki berjumlah 65 orang (57,01%). Tipe epilepsi terbanyak adalah epilepsi
fokal (82,5%). Mayoritas subjek mendapatkan satu jenis OAE. Berdasarkan skala
MMAS-8 versi Indonesia, sebagian besar subjek memiliki kepatuhan tinggi (48
subjek dengan kepatuhan tinggi, 36 sedang, dan 30 rendah). Tidak ada perbedaan
yang bermakna antara subjek laki-laki dan perempuan untuk masalah kepatuhan
minum obat. Kepatuhan minum obat secara bermakna ditemukan lebih tinggi pada
pasien dengan OAE >1 (p = 0,03).
4. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan diketahui bahwa
distribusi frekuensi kepatuhan pengobatan pada pasien epilepsi di Poli Neurologi
RSUD.dr.A.Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung, memiliki tingkat kepatuhan kategori
tidak patuh yaitu sebanyak 13 orang (34,2%). 2. Diketahui bahwa distribusi kejadian
kejang padapasien epilepsi di Poli Neurologi RSUD.dr.A.Dadi Tjokrodipo Bandar
Lampung, memiliki kejadian pernah kejang yaitu sebanyak 25 orang (65,8%). 3. Ada
Hubungan Kepatuhan Pengobatan Terhadap Kejadian Kejang Selama Minimal 1
Tahun Pengobatan Pada Pasien Epilepsi Di Poli Neurologi RSUD.dr.A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung
5. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan diperoleh 52 pasien
yang menggunakan obat antiepilepsi dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
ARMS merupakan kuesioner untuk melihat kepatuhan yang valid dan reliabel pada
pasien dengan penyakit kronis serta sesuai digunakan pada pasien dengan kemampuan
baca yang rendah . Pada penelitian ini kuesioner ARMS tidak divalidasi konstruk
karena sudah ada dalam versi Bahasa Indonesia dan telah dilakukan uji validasi
konstruk dengan uji validitas pada 12 pertanyaan kuesioner ARMS. ARMS bahasa
Indonesia dinyatakan valid dengan seluruh pertanyaan pada kuesioner memiliki r
hitung lebih besar dari r tabel (α = 0,05; df = 28) sebesar 0,361. Nilai r hitung antar
pertanyaan antara 0,368 – 0,799. ARMS versi bahasa Indonesia memiliki reliabilitas
yang baik dengan nilai α Cronbach > 0,8 yakni sebesar 0,865. Kepatuhan pasien
dalam mengikuti terapi obat yang diberikan, baik berupa kepatuhan jadwal minum
obat maupun cara penggunaan yang benar. Dalam meningkatkan kepatuhan pasien
dapat dilakukan dengan intervensi perilaku dan edukasi. Kadar obat dalam darah
pasien sangat berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam konsumsi OAE.
Ditemukan bahwa 20% pasien dengan kadar serum level obat antiepilepsi yang
rendah memiliki tingkat kejang berulang yang lebih banyak yakni 2 kali perbulan
dibanding dengan pasien lain yang kadar serumnya lebih tinggi dan lebih jarang
mengalami kejang. Analisis hubungan tingkat kepatuhan (kategori ARMS) dengan
frekuensi kejang digunakan data kategorikal, menggunakan SPSS 23 dengan analisis
korelasi Spearman. Diketahui bahwa data yang digunakan sebanyak 52 sampel pasien
epilepsi. Data kategorikal kepatuhan menggunakan skor ARMS dengan skor 12 yang
berarti patuh dan skor ARMS >12 yang menunjukkan ketidak patuhan. Kegagalan
dalam kontrol kejang sangat dipengaruhi oleh faktor penyakitnya seperti etiologi
epilepsi, tipe kejang, ada atau tidaknya komorbid, dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa kejadian kejang/seizure dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor lain diantaranya ada atau tidaknya trauma, fraktur,
masalah psikis (depresi, kecemasan, penurunan kualitas hidup)

4.2 Saran
1. Bagi mahasiswa keperawatan
Sebaiknya seorang mahasiswa keperawatan harus mampu memahami konsep dan
asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami penyakit epilepsi (kejang).
2. Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan supaya dalam pelaksanaan praktek belajar
lapangan dapat memberikan penyuluhan tentang epilepsi dan kepatuhan minum obat
pada pasien epilepsi kepada masyarakat.
3. Bagi lokasi penelitian
Diharapkan bagi daerah yang dijadikan tempat penelitian untuk memberikan
informasi berupa penyuluhan untuk meningkatkan kesehatan dan bagi masyarakat
setempat untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan perbandingan untuk dapat meneliti tentang epilepsi dan kepatuhan
minum obat pada pasien epilepsi lebih jauh dengan variabel yang berbeda.
5. Bagi masyarakat
Sebagai informasi bagi masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan akan
manfaat kepatuhan minum obat pada pasien epilepsi, mengetahui pengobatan dan
pencegahan apabila terjadi komplikasi akibat dari ketidakpatuhan minum obat.

Anda mungkin juga menyukai