Anda di halaman 1dari 10

TUGAS FARMAKOLOGI 1

OBAT EPILEPSI

DISUSUN OLEH

NAMA : MIA KURNIAWATI

NIM : 22210017

DOSEN PEMBIMBING : Apt. Dian Anggraini, M.Sc.

PRODI D3 FARMASI

POLTEKKES TNI AU ADISUTJIPTO

YOGYAKARTA

2023
INFORMASI JURNAL

Judul : KARAKTERISTIK PASIENEPILEPSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK SARAF

RSUP SANGLAH PADA BULAN AGUSTUS –DESEMBER 2018

Volume : VOL. 10 NO.6,JUNI, 2021

Tahun : 2021

Penulis : Trisha Anindya1, I Gusti Ngurah Ketut Budiarsa2, Dewa Putu Gde Purwa
Samatra2

PENDAHULUAN

Penelitian yang dituliskan pada jurnal ini berasal dari latar belakang adanya
epilepsi yang merupakan kondisi timbulnya serangan berupa perpindahan sel saraf
otak yang abnormal, tak beraturan, terjadi berulang kali, serta mengakibatkan
gangguan motorik, sensorik, atau fungsi mental sementara. Di Indonesia angka
kejadian epilepsi bisa dikatakan cukup tinggi karena prevalensinya berkisar antara
0,5% sampai2%. Setidaknya terdapat 700.000 hingga1.400.000 kasus epilepsi yang
terjadi di Indonesia dan mengalami pertambahan sebanyak 70.000 kasus baru tiap
tahunnya.

Dalam upaya penatalaksanaan epilepsi secara menyeluruh dan tepat sasaran,


penentuan diagnosis yang tepat sangat diperlukan. Data demografi penyebaran
penyakit di suatu wilayah merupakan salah satu alat pendukung yang bisa
digunakan dalam mempertimbangkan diagnosis yang tepat serta dapat membantu
klinisi menentukan penanganan lanjutan yang sesuai untuk suatu penyakit.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian berupa penelitian deskripsi retrospektif yang bertujuan untuk


melihat karakteristik pasien epilepsi rawat jalan dengan mengambil tempat di
Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah, Denpasar. Rancangan penelitiannya yakni
cross-sectional (potong-lintang) serta dilakukan dalam rentang waktu antara bulan
September hingga Oktober 2019.
HASIL

Total pasien rawat jalan yang terdiagnosis epilepsidi Poliklinik SarafRSUP


Sanglah dan tercatat dalam rekam medis periodebulan1 Agustus 2018sampai
dengan bulan 31 Desember 2018berdasarkankriteria inklusi maupuneksklusi adalah
sebanyak 61orang. Data yang telah terkumpulkemudian diolah menggunakan
softwareSPSS 25untuk mendapat karakteristik pasien epilepsi rawat jalan
berdasarkan usia, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, hasil EEG, tingkatan
pendidikan, dan terapi OAE yang digunakan. Karakteristik tersebut disajikan dalam
bentuk tabel distributif.

PEMBAHASAN

Berdasarkan karakteristik usia, pemilik angka tertinggi yakni pasien dengan


kelompok usia dewasa sebesar 49 orang . Hasil menunjukkan terdapat kesesuaian
dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Dr. R.D. Kandoudi
Manadotahun 2017.7 Akan tetapi, hasil penelitian tidak sama dengan yang
dikemukakan Tanaka dkk. bahwa kelompok usia yang lebih sering terkena epilepsi
adalah usia anak-anak atau lansia yang berumur lebih dari 65 tahun. Hasil penelitian
ini yang menunjukkan bahwa sebagian besar epilepsi terjadi pada kelompok umur
dewasa kemungkinan besar disebabkan oleh keterbiasaan manusia yang menjalani
banyak pekerjaan di usia produktifnya.

Untuk karakteristik jenis kelamin, angka tertinggi dimiliki oleh pasien berjenis
kelamin laki-laki yakni sebesar 39 orang . Hasil tersebut tampak sama dengan hasil
penelitian yang pernah dilakukan oleh Maryam dkk. pada pasien epilepsi di Poliklinik
Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah periode Januari sampai dengan Desember
2016 dengan hasil persentase pasien berjenis kelamin laki-lakisebanyak 55,7%.
Hormon seks pada perempuan yaitu estrogen dan progesteron memengaruhi
ambang kejang sampai batas tertentu sehingga laki-laki lebih mudah terjangkit
epilepsi.

Untuk karakteristik etiologi, epilepsi simtomatik memiliki angka tertinggi yakni


sebesar 49 orang . Kandou di Manado pada tahun 2017 dengan persentase 57,1%.
Hasil tersebut bertentangan dengan yang dicantumkan dalam PERDOSSI yaitu
epilepsi idiopatik umum adalah pola yang paling sering ditemukan dengan angka
kejadian sekitar 20% hingga 40% dari seluruh kasus epilepsi dan dimulai dari masa
kanak-kanak atau remaja.Penelitian juga tidak sama dengan pemaparan yang
menyebutkan sebesar 60% kasus epilepsi tidak dapat ditentukan penyebab pastinya
atau bisa disebut sebagai epilepsi idiopatik, dimana epilepsi ini diduga berasal dari
kondisi genetika. Berdasarkan jenis bangkitan, subyek penelitian yang mencapai
angka terbesar adalah subyek berjenis bangkitan umum sejumlah 36 orang
Berdasarkan karakteristik hasil EEG, sebanyak 38 (62,3%) pasien epilepsi
yang dirawat jalan di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah periode bulan Agustus sampai
Desember 2018 tidak tercatat hasil EEG di dalam rekam medis mereka. Hanya 23
orang (37,7%) yang di rekam medisnya tercatat hasil EEG, dengan sejumlah 15
orang (24,6%) menunjukkan hasil EEG yang normal, sementara 8 orang (13,1%)
menunjukkan hasil EEG yang tidak normal. Hasil penelitian tersebut tidak
mengalami kesesuaian ataupun kesamaan terhadap hasil penelitian yang
sebelumnya sudah pernah dilakukan. Menurut Desforges dkk.13, EEG dapat
dijadikan penentu perlu atau tidaknya pengobatan dengan obat anti-konvulsan dan
membantu proses tapering off pada dosis obat anti-konvulsan bagi pasien yang
sudah bertahun-tahun mengonsumsinya. Kelainan dalam EEG ada dua jenis, yakni
kelainan fokal sebagai wujud prediksi terdapat lesi struktural pada otak serta
kelainan umum sebagai wujud prediksi adanya kelainan genetik atau metabolik pada
pasien.

Berdasarkan tingkatan pendidikan, yang memiliki angka tertinggi yaitu subyek


dengan tingkat pendidikan terakhir di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 25
orang (41,0%). Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang sudah pernah
dilakukan oleh Sigar dkk. di Manado yang melibatkan 813 pasien epilepsi rawat jalan
menunjukkan hasil kalau pasien epilepsi dominan memiliki tingkat pendidikan SMA
yakni sebesar 18 orang (51,5%).Hasil ini mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi
kognitif yang dialami sebagian besar penderita epilepsi sehingga mereka hanya
mampu untuk melaksanakan pendidikan hingga SMA. Bisa juga dikarenakan
tekanan lingkungan sosial yang memberikan stigma bahwa penyandang epilepsi
tidak mampu bersekolah sehingga mengakibatkan rasa tidak percaya diri pada
penderita epilepsi dalam melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya yang
membutuhkan proses berpikir lebih kritis.

Berdasarkan karakteristik terapi OAE yang digunakan, subyek pengguna


terapi OAE monoterapi memiliki angka tertinggiyakni 41 orang (67,2%). Hasil
menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian dengan hasil penelitian yang sebelumnya
dilakukan oleh Maryam dkk.9di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
periode Januari sampai dengan Desember 2016. Penelitian tersebut mendapatkan
data bahwa pasien penderita epilepsi lebih banyak menggunakan terapi OAE
monoterapi yakni 54 orang (77,1%). Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Prof.
Dr. R.D. Kandou di Manado juga menyimpulkan bahwa pasien epilepsi lebih banyak
menggunakan terapi OAE monoterapi. Hal ini sejalan dengan yang terkandung
dalam PERDOSSI terkait terapi pertama pasien epilepsi lebih bagus memakai
monoterapi berdosis kecil yang secara bertahap dinaikkan dosisnya sampai
mendapatkan angka dosis efektif. Jika bangkitan epilepsi masih tidak bisa terkontrol,
OAE yang pertamakali digunakan dapat diganti dengan OAE jenis lain yang
mekanisme kerjanya berbeda dengan OAE sebelumnya. OAE jenis ketiga baru
ditambahkan apabila reaksiobat terhadap pasien epilepsi belum bekerja efektif
meski sudah menggunakan dosis OAE yang maksimal. Penyesuaian dosis
diperlukan ketika timbul efek samping atau terjadi bangkitan yang tidak dapat
dibedakan karena dosis yang kurang tepat serta adanya faktor presipitasi seperti
penggunaan etanol berlebih. Jika efek samping ringan, maka penyesuaian dosis
ringan mungkin bermanfaat. Bila masalahnya adalah kemunculan bangkitan, maka
diperlukan titrasi OAE ke dosis yang lebih besar atau sampai ke dosis maksimal
yang dapat ditoleransi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pasien epilepsi rawat jalan di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah pada bulan
Agustus sampai dengan Desember 2018 lumrah terjadi dikelompok usia dewasa (18
sampai 65 tahun) dan didominasi dengan pasien yang berjenis kelamin laki-laki.
Sebagian besar pasien memiliki etiologi simtomatik, jenis bangkitan umum, dan
tingkat pendidikan terakhir hingga SMA. Hasil EEG di rekam medis pasien epilepsi
rawat jalan lebih banyak tidak tercatat dan yang menggunakan terapi OAE
monoterapi lebih sering dijumpai daripada yang politerapi.

Penelitian deskriptif ini memiliki beberapa kekurangan, sehingga dibutuhkan


penelitian analitik lebih lanjut untuk mencari hubungan hasil EEG dengan tingkat
bebas kejang pasien epilepsi, penelitian terkait prevalensi jenis OAE yang paling
efektif digunakan, penelitian tentang hubungan antara jenis kelamin dengan risiko
epilepsi, serta penelitian terkait hubungan antara usia dengan angka
kejadian epilepsi.
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.6,JUNI, 2021
JMU
Jurnal medika udayana Diterima: 2020-12-18 Revisi: 2020-12-23Accepted: 02-06-2021

KARAKTERISTIK PASIEN EPILEPSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK SARAF


RSUP SANGLAH PADA BULAN AGUSTUS – DESEMBER 2018

Trisha Anindya1, I Gusti Ngurah Ketut Budiarsa2, Dewa Putu Gde Purwa Samatra2
1
ProgramStudi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
2
Departemen/KSM Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar
e-mail: anindyatrisha98@gmail.com

ABSTRAK

Epilepsi adalah serangan berupa perpindahan sel saraf otak yang tidak normal, terjadi secara
berulang-ulang, dan bisa mengakibatkan gangguan motorik, sensorik, atau fungsi mental sementara.
WHO menyebutkan bahwa sekitar 50 juta penduduk dunia menderita epilepsi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik pasien epilepsi rawat jalan di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah pada
bulan Agustus sampai dengan Desember 2018. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif
dan studi potong lintang. Analisis data menggunakan software SPSS versi 25 untuk mendapatkan
karakteristik pasien epilepsi rawat jalan berdasarkan usia, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan,
hasil EEG, tingkatan pendidikan, serta terapi OAE yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasien epilepsi rawat jalan di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah pada bulan Agustus dengan
Desember 2018 memiliki angka tertinggi pada kelompok usia dewasa (18 sampai 65 tahun) sebesar
80,3% dengan didominasi oleh jenis kelamin laki-laki (52,5%). Epilepsi simtomatik adalah etiologi
yang paling sering terjadi pada pasien rawat jalan dengan persentase 80,3%. Sebagian besar pasien
epilepsi rawat jalan memiliki jenis bangkitan umum (32,7%) serta hasil EEG yang tidak tercatat
dalam rekam medis (62,3%). Tingkat pendidikan tertinggi pada pasien epilepsi rawat jalan adalah
SMA (41,0%) dan monoterapi menjadi terapi OAE terbanyak yang digunakan (67,2%).
Kata Kunci: Epilepsi, Karakteristik, Obat Antiepilepsi

ABSTRACT

Epilepsy is some bouts on the form of abnormal and irregular brain nerve cells translocation, occurs
repeatedly, and give the motoric, sensoric, or temporary mental function disruption effects. WHO
declared that 50 million people of the world as epilepsy sufferer. This research aims to identify the
characteristics of epilepsy outpatients sufferer in Neurology Polyclinic of Sanglah Hospital in months
August untill December 2018. The research methods is descriptive with cross-sectional studies. Data
analysed by SPSS software 25 version to obtain the characteristics of epilepsy outpatients sufferer
based on age, gender, etiology, kind of seizure, EEG results, education level, and AED therapy that
has been used. Result shows epilepsy outpatients sufferer in Neurology Polyclinic of Sanglah
Hospital in months August until December 2018 have highest rank in adult age group (18 untill 65
years old) around 80,3% , dominated by male gender (52,5%). Symptomatic epilepsy is the most
often etiology occurs in outpatients sufferer with 80,3% percentage. The majority of epilepsy
outpatients sufferer have generalized seizure (32,7%) and unrecorded EEG result in medical record

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum 23
doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P05
KARAKTERISTIK PASIEN EPILEPSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK SARAF.., Trisha Anindya1, I Gusti Ngurah Ketut
Budiarsa2, Dewa Putu Gde Purwa Samatra2

(62,3%). The highest education level of epilepsy outpatients sufferer is Senior High School (41,0%)
and monotherapy is the most used AED therapy.
Keywords: Epilepsy, Characteristic, Antiepileptic Drug

memiliki visi untuk mendapatkan karakteristik pasien


PENDAHULUAN epilepsi, khususnya pada pasien rawat jalan.
Epilepsi adalah kondisi timbulnya serangan
berupa perpindahan sel saraf otak yang abnormal, tak BAHAN DAN METODE
beraturan, terjadi berulang kali, serta mengakibatkan Jenis penelitian berupa penelitian deskriptif
gangguan motorik, sensorik, atau fungsi mental retrospektif yang bertujuan untuk melihat
sementara.1 Hampir 50 juta orang di seluruh dunia karakteristik pasien epilepsi rawat jalan dengan
menderita epilepsi dan membuat epilepsi ini menjadi mengambil tempat di Instalasi Rekam Medis RSUP
salah satu penyakit neurologis yang paling umum di Sanglah, Denpasar. Rancangan penelitiannya yakni
dunia.2 Studi epidemiologi di Jepang telah cross-sectional (potong-lintang) serta dilakukan
menunjukkan bahwa kejadian epilepsi secara dalam rentang waktu antara bulan September hingga
signifikan terjadi lebih banyak pada lansia dan anak-
Oktober 2019. Sampel penelitian yang ditetapkan
anak dibandingkan dengan kelompok usia yang lain.
sebesar jumlah populasi yang ada atau total sampling
Meski begitu, tidak menutup kemungkinan epilepsi
bisa terjadi di luar rentang usia tersebut. Epilepsi karena mempunyai kasus kurang dari 100 dan peneliti
sejatinya dapat menyerang seluruh lapisan yang terdahulu belum menetapkan jumlah sampel
masyarakat tanpa mengenal umur dan status sosial. yang wajib diikutkan dalam penelitian. Kriteria
Penyakit ini memiliki ciri-ciri khusus di setiap inklusi pada penelitian ini ialah semua pasien dengan
kelompok usianya termasuk aspek etiologi, diagnosa epilepsi yang dirawat jalan, rutin berobat ke
manifestasi klinis, dan reaksi terhadap pengobatan.3 Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah,
Insidensi epilepsi paling tinggi terjadi pada negara- serta tercatat dalam rekam medik pada bulan Agustus
negara berkembang oleh karena risiko untuk terkena sampai dengan Desember 2018. Sedangkan kriteria
kondisi atau penyakit yang mengarah pada cedera eksklusi dari penelitian adalah pasien epilepsi rawat
otak lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan jalan yang baru berobat pertama kali atau sudah
dengan negara maju.4 pernah berobat di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah
Di Indonesia angka kejadian epilepsi bisa
Denpasar bulan Agustus sampai dengan bulan
dikatakan cukup tinggi karena prevalensinya berkisar
Desember 2018 tetapi data rekam mediknya tidak
antara 0,5% sampai 2%. Setidaknya terdapat 700.000
hingga 1.400.000 kasus epilepsi yang terjadi di lengkap. Variabel penelitian ini berupa epilepsi, usia,
Indonesia dan mengalami pertambahan sebanyak jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, hasil EEG,
70.000 kasus baru tiap tahunnya. Sekitar 40% hingga tingkatan pendidikan, dan terapi OAE.
50% kasus menyerang anak-anak.5 Epilepsi idiopatik Surat keterangan kelayakan etik bernomor
umum adalah jenis epilepsi yang insidennya paling 685/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 26 Maret
sering. Kejadiannya sekitar 20% hingga 40% dari 2019 telah diterbitkan oleh pihak Komisi Etik
seluruh kasus epilepsi dan dimulai dari masa kanak- Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
kanak atau remaja.6 untuk penelitian ini. Penelitian juga mendapat izin
Dalam upaya penatalaksanaan epilepsi secara penelitian dari Direktorat Jenderal Pelayanan
menyeluruh dan tepat sasaran, penentuan diagnosis Kesehatan RSUP Sanglah Denpasar berupa bukti
yang tepat sangat diperlukan. Data demografi surat yang diberikan dengan nomor
penyebaran penyakit di suatu wilayah merupakan
LB.02.01/XIV.2.2.1/16518/2019.
salah satu alat pendukung yang bisa digunakan dalam
mempertimbangkan diagnosis yang tepat serta dapat Instrumen penelitian yang digunakan berupa
membantu klinisi menentukan penanganan lanjutan rekam medis. Rekam medis yang dipakai harus
yang sesuai untuk suatu penyakit. Akan tetapi, mencantumkan informasi subyek penelitian yakni
penelitian demografi yang membahas tentang usia, epilepsi, usia, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan,
jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, hasil hasil EEG, tingkatan pendidikan, terapi OAE serta
electroencephalogram (EEG), tingkatan pendidikan, Microsoft Excel 2013 untuk mencatat data yang
serta terapi obat anti epilepsi (OAE) pada pasien didapat. Data dikumpulkan dan dilakukan analisis
epilepsi rawat jalan tidak begitu banyak diadakan di univariat memakai perangkat lunak SPSS 25. Data
daerah Bali. Oleh sebab itu, sangat penting diadakan tersebut diolah serta ditampilkan dalam bentuk tabel
penelitian yang distribusi pasien terdiagnosa epilepsi dan dirawat
jalan di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah pada Bulan
Agustus sampai dengan Desember 2018 berdasarkan
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum 24
doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P05
KARAKTERISTIK PASIEN EPILEPSI RAWAT JALAN DI
POLIKLINIK SARAF

usia, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, hasil


EEG, tingkatan pendidikan, dan terapi OAE. PEMBAHASAN
Berdasarkan karakteristik usia, pemilik angka
HASIL tertinggi yakni pasien dengan kelompok usia dewasa
Total pasien rawat jalan yang terdiagnosis epilepsi di (18 sampai 65 tahun) sebesar 49 orang (80,3%). Hasil
Poliklinik Saraf RSUP Sanglah dan tercatat dalam menunjukkan terdapat kesesuaian dengan hasil
rekam medis periode bulan 1 Agustus 2018 sampai penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
dengan bulan 31 Desember 2018 berdasarkan kriteria Tingginya angka pasien epilepsi pada kelompok usia
inklusi maupun eksklusi adalah sebanyak 61 orang. dewasa diungkapkan pula dalam penelitian yang
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dilakukan di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum
menggunakan software SPSS 25 untuk mendapat Pusat Prof. Dr. R.D. Kandou di Manado tahun 2017.7
karakteristik pasien epilepsi rawat jalan berdasarkan Akan tetapi, hasil penelitian tidak sama dengan yang
usia, jenis kelamin, etiologi, jenis bangkitan, hasil dikemukakan Tanaka dkk.3 bahwa kelompok usia
EEG, tingkatan pendidikan, dan terapi OAE yang yang lebih sering terkena epilepsi adalah usia anak-
digunakan. Karakteristik tersebut disajikan dalam anak atau lansia yang berumur lebih dari 65 tahun.
bentuk tabel distributif. Bertentangan juga dengan penelitian di wilayah Asia
yang menunjukkan hasil kelompok usia anak-anak
Tabel 1. Karakteristik Pasien Epilepsi Rawat Jalan di dan lansia yang berumur lebih dari 65 tahun memiliki
Poliklinik Saraf RSUP Sanglah pada Bulan angka tertinggi bagi kelompok usia yang rentan
Agustus – Desember 2018 (N=61) terjangkit epilepsi.4 Hasil penelitian ini yang
menunjukkan bahwa sebagian besar epilepsi terjadi
Karakteristik N (%)
pada kelompok umur dewasa kemungkinan besar
Usia disebabkan oleh keterbiasaan manusia yang
Anak di bawah umur (0-17 tahun) 9 (14,8) menjalani banyak pekerjaan di usia produktifnya.
Dewasa (18-65 tahun) 49 (80,3) Bahaya serta paparan yang didapat saat bekerja dapat
Setengah baya (66-79 tahun) 3 (4,9) menjadi etiologi dari epilepsi itu sendiri. Tercetusnya
Jenis Kelamin bangkitan dapat terjadi apabila faktor risiko itu dipicu
Laki-laki 32 (52,5) lagi dengan gaya hidup yang tidak sehat, seperti
Perempuan 29 (47,5)
kurang tidur.8
Etiologi
Idiopatik 12 (19,7) Untuk karakteristik jenis kelamin, angka
Simtomatik 49 (80,3) tertinggi dimiliki oleh pasien berjenis kelamin laki-
Jenis Bangkitan laki yakni sebesar 39 orang (52,5%). Hasil tersebut
Fokal 29 (47,5) tampak sama dengan hasil penelitian yang pernah
Umum 32 (52,5) dilakukan oleh Maryam dkk.9 pada pasien epilepsi di
Hasil EEG Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Normal 15 (24,6) periode Januari sampai dengan Desember 2016
Tidak Normal 8 (13,1) dengan hasil persentase pasien berjenis kelamin laki-
Tidak Tercatat 38 (62,3) laki sebanyak 55,7%. Dominasi pasien epilepsi laki-
Tingkatan Pendidikan laki juga ditemukan pada hasil penelitian Tjandrajani
Tidak Berpendidikan 9 (14,8) dkk.10 dan Sigar dkk.7 dengan masing-masing
SD 8 (13,1)
persentase 53,9% dan 77,1%. Sesuai dengan
SMP 6 (9,8)
penelitian yang tercantum dalam laporan kelompok
SMA 25 (41,0)
Sarjana 11 (18,0) studi epilepsi PERDOSSI6 dimana menjelaskan
Akademi 2 (3,3) bahwa prevalensi di negara Asia jumlah penderita
Terapi OAE laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Meski
Monoterapi 41 (67,2) penyebab pastinya belum diketahui, namun
Politerapi 20 (32,8) perbedaan ini diperkirakan karena hormon sangat
memengaruhi epilepsi. Hormon seks pada perempuan
EEG = electroencephalogram; OAE = obat anti
epilepsi; SD = Sekolah dasar; SMP = Sekolah yaitu estrogen dan progesteron memengaruhi ambang
menengah pertama; SMA= Sekolah menengah atas kejang sampai batas tertentu sehingga laki-laki lebih
mudah terjangkit epilepsi.11

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P05 25
Trisha Anindya1, I Gusti Ngurah Ketut Budiarsa2, Dewa Putu
Gde Purwa Samatra2

Untuk karakteristik etiologi, epilepsi sebelumnya sudah pernah dilakukan. Menurut


simtomatik memiliki angka tertinggi yakni sebesar 49 Desforges dkk.13, EEG dapat dijadikan penentu perlu
orang (80,3%). Hasil tersebut menunjukkan atau tidaknya pengobatan dengan obat anti-
kesamaan dengan hasil penelitian milik Maryam konvulsan dan membantu proses tapering off pada
dkk.9 yang juga mendapatkan distribusi etiologi dosis obat anti-konvulsan bagi pasien yang sudah
epilepsi terbanyak di Poliklinik Saraf Rumah Sakit bertahun-tahun mengonsumsinya. Kelainan dalam
Umum Pusat Sanglah periode Januari sampai dengan EEG ada dua jenis, yakni kelainan fokal sebagai
Desember 2016 dengan jumlah 59 orang (84,3%) wujud prediksi terdapat lesi struktural pada otak serta
menderita epilepsi simtomatik. Dominasi epilepsi kelainan umum sebagai wujud prediksi adanya
simtomatik juga terdapat dalam penelitian yang kelainan genetik atau metabolik pada pasien.
bertempat di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Berdasarkan tingkatan pendidikan, yang
Pusat Prof. Dr. R.D. Kandou di Manado pada tahun memiliki angka tertinggi yaitu subyek dengan tingkat
2017 dengan persentase 57,1%.7 Hasil tersebut pendidikan terakhir di Sekolah Menengah Atas
bertentangan dengan yang dicantumkan dalam (SMA) sebanyak 25 orang (41,0%). Hasil tersebut
PERDOSSI6 yaitu epilepsi idiopatik umum adalah sesuai dengan hasil penelitian yang sudah pernah
pola yang paling sering ditemukan dengan angka dilakukan oleh Sigar dkk.7 di Manado yang
kejadian sekitar 20% hingga 40% dari seluruh kasus melibatkan 813 pasien epilepsi rawat jalan
epilepsi dan dimulai dari masa kanak-kanak atau menunjukkan hasil kalau pasien epilepsi dominan
remaja. Penelitian juga tidak sama dengan pemaparan memiliki tingkat pendidikan SMA yakni sebesar 18
yang menyebutkan sebesar 60% kasus epilepsi tidak orang (51,5%). Hasil ini mungkin disebabkan oleh
dapat ditentukan penyebab pastinya atau bisa disebut gangguan fungsi kognitif yang dialami sebagian
sebagai epilepsi idiopatik, dimana epilepsi ini diduga besar penderita epilepsi sehingga mereka hanya
berasal dari kondisi genetika.12 mampu untuk melaksanakan pendidikan hingga
Berdasarkan jenis bangkitan, subyek penelitian SMA. Bisa juga dikarenakan tekanan lingkungan
yang mencapai angka terbesar adalah subyek bejenis sosial yang memberikan stigma bahwa penyandang
bangkitan umum sejumlah 36 orang (32,7%). Data epilepsi tidak mampu bersekolah sehingga
tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian mengakibatkan rasa tidak percaya diri pada penderita
terhadap hasil penelitian terdahulu yang dilakukan epilepsi dalam melanjutkan ke jenjang pendidikan
oleh Tjandrajani dkk.10 Penelitian tersebut mendapat selanjutnya yang membutuhkan proses berpikir lebih
data bahwa jenis bangkitan umum dialami oleh 111 kritis.14
(78,7 %) pasien di Rumah Sakit Anak dan Bunda Berdasarkan karakteristik terapi OAE yang
Harapan Kita di Jakarta pada tahun 2008 sampai digunakan, subyek pengguna terapi OAE monoterapi
dengan tahun 2010. Hal serupa juga dikemukakan memiliki angka tertinggi yakni 41 orang (67,2%).
pada penelitian di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Hasil menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian
Umum Pusat Sanglah periode Januari sampai dengan dengan hasil penelitian yang sebelumnya dilakukan
Desember 2016 kalau sebagian besar pasien epilepsi oleh Maryam dkk.9 di Poliklinik Saraf Rumah Sakit
memiliki riwayat bangkitan umum.9 Penelitian milik Umum Pusat Sanglah periode Januari sampai dengan
Sigar dkk.7 membuktikan dominasi jenis bangkitan Desember 2016. Penelitian tersebut mendapatkan
umum pada pasien epilepsi di Poliklinik Saraf Rumah data bahwa pasien penderita epilepsi lebih banyak
Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R.D. Kandou di Manado. menggunakan terapi OAE monoterapi yakni 54 orang
Berdasarkan karakteristik hasil EEG, sebanyak (77,1%). Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat
38 (62,3%) pasien epilepsi yang dirawat jalan di Prof. Dr. R.D. Kandou di Manado juga
Poliklinik Saraf RSUP Sanglah periode bulan menyimpulkan bahwa pasien epilepsi lebih banyak
Agustus sampai Desember 2018 tidak tercatat hasil menggunakan terapi OAE monoterapi.7 Hal ini
EEG di dalam rekam medis mereka. Hanya 23 orang sejalan dengan yang terkandung dalam PERDOSSI6
(37,7%) yang di rekam medisnya tercatat hasil EEG, terkait terapi pertama pasien epilepsi lebih bagus
dengan sejumlah 15 orang (24,6%) menunjukkan memakai monoterapi berdosis kecil yang secara
hasil EEG yang normal, sementara 8 orang (13,1%) bertahap dinaikkan dosisnya sampai mendapatkan
menunjukkan hasil EEG yang tidak normal. Hasil angka dosis efektif. Jika bangkitan epilepsi masih
penelitian tersebut tidak mengalami kesesuaian tidak bisa terkontrol, OAE yang pertama kali
ataupun kesamaan terhadap hasil penelitian yang digunakan dapat diganti dengan OAE jenis lain yang

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P05 26
KARAKTERISTIK PASIEN EPILEPSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK
SARAF

mekanisme kerjanya berbeda dengan OAE economic benefits of public financing of


sebelumnya. OAE jenis ketiga baru ditambahkan epilepsy treatment in India: An agent-based
apabila reaksi obat terhadap pasien epilepsi belum simulation model. Epilepsia. 2016;57(3):464–
bekerja efektif meski sudah menggunakan dosis OAE 74.
yang maksimal. Penyesuaian dosis diperlukan ketika 5. Suwarba IGNM. Insidens dan Karakteristik
timbul efek samping atau terjadi bangkitan yang tidak Klinis Epilepsi pada Anak. Sari Pediatr.
dapat dibedakan karena dosis yang kurang tepat serta 2016;13(2):123.
adanya faktor presipitasi seperti penggunaan etanol 6. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
berlebih. Jika efek samping ringan, maka (PERDOSSI). Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
penyesuaian dosis ringan mungkin bermanfaat. Bila Edisi Kelima. Airlangga University Press; 2014.
masalahnya adalah kemunculan bangkitan, maka 7. Sigar RJ, Kembuan MAH, Mahama CN.
diperlukan titrasi OAE ke dosis yang lebih besar atau Gambaran Fungsi Kognitif pada Pasien Epilepsi
sampai ke dosis maksimal yang dapat ditoleransi. di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado Jurnal e-Clinic (eCl). 2017;5(2):340.
SIMPULAN DAN SARAN 8. Hauser SL, Longo DL, Kasper DL, Fauci AS,
Pasien epilepsi rawat jalan di Poliklinik Saraf Jameson JL, Loscalzo J, et al. Disease of the
RSUP Sanglah pada bulan Agustus sampai dengan nervous system. Harrison Neurology in Clinical
Desember 2018 lumrah terjadi di kelompok usia Medicine (EdisiAKetiga). [e-book] McGraw-
dewasa (18 sampai 65 tahun) dan didominasi dengan Hill. 2013;231-44.
pasien yang berjenis kelamin laki-laki. Sebagian 9. Maryam IS, Wijayanti, IAS, Tini K.
besar pasien memiliki etiologi simtomatik, jenis Karakteristik Klinis Pasien Epilepsi di
bangkitan umum, dan tingkat pendidikan terakhir Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat
hingga SMA. Hasil EEG di rekam medis pasien Sanglah Periode Januari–Desember 2016.
epilepsi rawat jalan lebih banyak tidak tercatat dan Callosum Neurology. 2018;1(3):90.
yang menggunakan terapi OAE monoterapi lebih 10. Tjandrajani A, Widjaja JA, Dewanti A, Burhany
sering dijumpai daripada yang politerapi. AA. 2012. Karakteristik Kasus Epilepsi di
Penelitian deskriptif ini memiliki beberapa Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
kekurangan, sehingga dibutuhkan penelitian analitik pada Tahun 2008-2010. Sari Pediatr
lebih lanjut untuk mencari hubungan hasil EEG 2012;14(3):145.
dengan tingkat bebas kejang pasien epilepsi, 11. Christensen J, Kjeldsen MJ, Andersen H, Friis
penelitian terkait prevalensi jenis OAE yang paling ML, Sidenius P. Gender differences in epilepsy.
efektif digunakan, penelitian tentang hubungan Epilepsia. 2005;46:956-60.
antara jenis kelamin dengan risiko epilepsi, serta 12. Engelborghs S, D’Hooge R, de Deyn PP.
penelitian terkait hubungan antara usia dengan angka Pathophysiology of epilepsy. Acta Neuro Belg
kejadian epilepsi. [Internet] 2000;100:201–13. Tersedia di:
DAFTAR PUSTAKA https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/112336
1. Sander JW, Shorvon SD. Epidemiology of the 74/
epilepsies. Journal of Neurology, Neurosurgery, 13. Desforges JF, Scheuer ML, Pedley TA. The
and Psychiatry 1996;61(5):433–443. Evaluation and Treatment of Seizures. New
2. World Health Organization. Epilepsy. 2016. England Journal of Medicine.
Tersedia di: 2008;323(21):1468–1474.
https://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs 14. Singh H, Ghacibeh GA. Epilepsy and cognition.
310/en. J Autism Epil. 2016;1(2):1006.
3. Tanaka A, Akamatsu N, Shouzaki T, Toyota T,
Yamano M, Nakagawa M, et al. Clinical
characteristics and treatment responses in new-
onset epilepsy in the elderly. Seizure
[Internet].2013;22(9):772–5. Tersedia di:
https://dx.doi.org/10.1016/j.seizure.2013.6.5.
4. Megiddo I, Colson A, Chisholm D, Dua T,
Nandi A, Laxminarayan R. Health and

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V10.i6.P05 27

Anda mungkin juga menyukai