Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II

PERCOBAAN IX
ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT

OLEH:
NAMA

: MUH. YAMIN A.

NIM

: F1C1 08 049

KELOMPOK

: I

ASISTEN

: RIZA AULIA

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010

ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT


A. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah diharapkan dapat menjelaskan proses dan
teknik pemisahan kurkumin dari kunyit secara kromatografi serta sifat-sifat kurkumin.
B. Landasan Teori
Berdasarkan penelitan (Chearwae, et al., 2004), analisa KLT ekstrak kasar
kurkuminoid dengan menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat dengan
perbandingan 94 : 5 : 1 (v/v/v) juga menghasilkan 3 spot utama berwarna oranye. Spot
yang terakhir kali terelusi (paling non polar) yaitu spot A diidentifikasi sebagai
kurkumin, kemudian demetoksikurkumin (B) dan bisdemetoksikurkumin (C). Jika
dianalisa berdasarkan kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT, kurkumin
merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat pada kunyit. Fase gerak yang
digunakan sudah cukup baik dalam memisahkan ketiga pigmen kurkuminoid dalam
ekstrak kasar sehingga dapat diterapkan dalam isolasi dengan kromatografi kolom
(Trully dan Kris, 2005)
Kurkumin (1,7-bis (4- hidroksi- 3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion,
merupakan senyawa hasil isolasi dari tanaman Curcuma sp dan telah berhasil
dikembangkan sintesisnya oleh Pabon (1964). Kurkumin telah diketahui memiliki
aktivitas biologis dengan spektrum yang luas. Aktivitas antioksidan ditentukan oleh
gugus hidroksi aromatik terminal, gugus diketon dan ikatan rangkap telah dibuktikan
berperan pada aktivitas antikanker dan antimutagenik kurkumin (Majeed et al., 1995).
Kurkumin memiliki aktivitas penghambat siklooksigenase (COX) sebesar 79% (van der

Goot, 1997), dan diduga bersifat COX-2 selektif, berdasarkan sifat tidak toksik pada
gastrointestinal meskipun pada dosis tinggi (Kawamori, et al., 1999). Aktivitas
penghambat COX-2 memungkinkan pengembangan kurkumin sebagai zat antikanker
yang bersifat antiproliferaif dan memacu apoptosis (Meiyanto, 1999)(Supardjan dan M.
Dai, 2005).
Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah dengan cara
ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
kelarutan. Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan dan
isolasi zat dari suatu zat dengan penambahan pelarut tertentu untuk mengeluarkan
komponen campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi padat yang
diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi padat lainnya tidak
dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika solute dipisahkan dari
pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan (Wahyuni, et al., 2004).
Kurkumin atau 1,7-bis-(4 hidroksi-3-metoksi fenil) hepta-1,6-diena-3,5-dion
memiliki berat molekul 368,126. Kurkumin dikenal sebagai bahan alam berupa zat warna
kuning yang diisolasi dari Curcuma longa, L. Pertama kali kurkumin ditemukan pada tahun
1815 oleh Vogel dan Pelletier (van der Goot, 1997). Kristalisasi kurkumin pertama kali
dilakukan oleh Daube (1870) dan elusidasi struktur kimia dilakukan pada tahun 1910 oleh
Lampe. Sintesis kurkumin dilakukan pada tahun 1913 oleh Lampe dan Milobedzka
(Aggarawal et al., 2003).

Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan dalam suatu


kolom yang diisi dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai fase mobil untuk
mengetahui banyaknya komponen contoh yang keluar melalui kolom (Adnan 1997).

Pengisian kolom dilakukan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan


(slurry), dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pemisahan komponen rimpang temu
kunci secara kromatografi kolom bertujuan untuk mengetahui (Hayani, 2007).
Sebagian besar dasar teori kromatografi kolom juga dapat diterapkan pada
KLT. Konsep lempeng teori lebih sukar digambarkan, tetapi pemisahan ini dilakukan
oleh keseimbangan berturutan cuplikan dalam dua fasa, satu diantaranya bergerak
terhadap yang lainnya. Terjadi proses penyebaran molekul cuplikan karena proses
nonideal. Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor
retensi, Rf :
Rf =

jarak _ yang _ ditempuh _ senyawa _ terlarut


(Sudjadi, 1986).
jarak _ yang _ ditempuh _ pelarut

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :

Satu set alat refluks

Batang pengaduk

Kolom kromatografi

Filler

Pipet ukur

Statif dan klem

Erlenmeyer

Plat KLT

Gelas kimia

Chember

Filler

Cutter

Pipet volume

Oven

Timbangan analitik

Alumunium foil

Corong

2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

Rimpang kunyit (Curcuma sp)

Silika gel

Diklorometan

Methanol

Kloroform

Kertas saring

Kapas

D. Prosedur Kerja
-

Preparasi Sampel

30 g rimpang kunyit
-

ditambahkan dikloroetan sampai kunyit


terendam sepenuhnya
direfluks selama 1 jam
disaring

Lar. Kuning

Residu
-

Ekstrak

dicampur dengan silica gel


dipekatkan

Ekstrak kunyit pada silica gel

dicampurkan 20 ml heksan
diaduk merata
disaring

Residu

Analisis Senyawa
0,3 g ekstrak kunyit
-

ditambahkan eluen (CH2Cl2 : methanol = 99 : 1)


diaduk merata
dimasukkan dalam kromatografi yang telah dibuat
dielusi sampai diperoleh ekstrak berwarna kuning

Ekstrak berwarna kuning


-

Rf
Rf
Rf
Rf
Rf

A1 = 0,13
B1 = 0,15
C1 = 0,15
D1 = 0,15
E1 = 0,15

dipekatkan dengan dipanaskan


ditotolkan pada pelat KLT
dimasukkan kedalam chamber berisi eluen
dielusi
diamati noda dengan diberi serium sulfat dan
dikeringkan dalam oven, kemudian dihitung Rf

A2 = 0,23
B2 = 0,31
C2 = 0,31
D2 = 0,31

A3 = 0,33
B3 = 0,56
C3 = 0,54

A4 = 0,62

E. Hasil Pengamatan
1. Rangkaian alat kromatografi kolom
Kolom Kromatografi
Klem
Pelarut (Fasa Gerak)

Statif

2. Hasil KLT

Sampel
Kertas Saring
Silika Gel (Fasa Diam)
Kertas Saring
Kapas

Gelas Kimia

Eluat

A4

B3

C3

A3

B2

C2 D2

B1

C1 D1

A2
A1

A B

E1

C D E

G H

Jarak pelarut = 3,9 cm


Jarak noda A1 = 0,5 cm

A2 = 0,9 cm

A3 = 1,3 cm

Jarak noda B1 = 0,6 cm

B2 = 1,2 cm

B3 = 2,2 cm

Jarak noda C1 = 0,6 cm

C2 = 1,2 cm

C3 = 2,1 cm

Jarak noda D1 = 0,6 cm

D2 = 1,2 cm

A4 = 2,4 cm

Jarak noda E1 = 0,6 cm


Jarak noda F J = tidak terdapat noda

Rf

A1 = 0,13

A2 = 0,23

A3 = 0,33

Rf

B1 = 0,15

B2 = 0,31

B3 = 0,56

Rf

C1 = 0,15

C2 = 0,31

C3 = 0,54

Rf

D1 = 0,15

D2 = 0,31

Rf

E1 = 0,15

F. PEMBAHASAN

A4 = 0,62

Kurkumin adalah senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang tanaman
kunyit (Curcuma longa). Zat ini adalah polifenol dengan rumus kimia C21H20O6.
Kurkumin dapat memiliki dua bentuk tautomer: keton dan enol. Struktur keton lebih
dominan dalam bentuk padat, sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk
cairan. Senyawa ini memiliki rumus molekul 2 gugus vinilguaiacol yang saling
dihubungkan dengan rantai alfa beta diketon
Pada percobaan ini dilakukan isolasi kurkumin dari rimpang kunyit. Proses
isolasi ini meliputi dua tahap pengerjaan yaitu dengan kromatografi kolom
kromatografi lapis tipis. Prinsip pemisahan dari metode kromatografi adalah
memisahkan

campuran

senyawa

atas

komponen-komponennya

berdasarkan

perbedaan kecepatan migrasi masing-masing pada dua fase, yakni fase diam dan fase
gerak. Berdasarkan definisi prinsip kromatografi tersebut, kromatografi kolom sama
dengan KLT, dimana senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan karena adsorbsi
suatu padatan penyerap sebagai fasa diam dan eluennya sebagai fasa gerak. Perbedaa
kecepatan migrasi tiap komponen dapat disebabkan oleh kemampuan masing-masing
komponen untuk teradsorpsi atau perbedaan distribusi diantara dua fase yang tak
saling campur.
Pada percobaan ini sebelum dilakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan
proses preparasi sampel. Kunyit yang digunakan berbentuk serbuk halus, agar
mempermudah pemisahan kurkumin dari kunyit dan hasil yang akan diperoleh lebih
maksimal. Proses refluks dilakukan dengan menggunakan dikloroetan, tujuannya
untuk memaksimalkan proses isolasi. Dengan menggunakan pelarut yang bersifat
nonpolar sebab kurkumin juga bersifat nonpolar. Jadi senyawa yang bersifat nonpolar

salah satunya kurkumin kita pisahkan terlebih dahulu. setelah itu

filtrat yang

diperoleh dipekatkan dengan cara evaporasi. Evaporasi yaitu proses pemisahan


ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari
labu alas bulat. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap
naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan
pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat.
Setelah ekstrak dievaporasi kemudian dilanjutkan proses pemisahan dengan
menggunakan metode kromatografi kolom. Pada metode ini, kolom diisikan dengan
adsorben yang berupa padatan dalam hal ini adalah silika gel yang sebelumnya telah
dilarutkan dengan eluen. Eluennya sendiri merupakan campuran antara diklorometan
dengan metanol pada perbandingan 99:1.yang dicampurkan hingga membentuk bubur
silika (slurry). Slurry dimasukkan dengan hati-hati kedalam kolom kromatografi yang
telah diisikan eluen yang sebelumnya telah disumbat dengan kapas dan kertas saring
yang berfungsi sebagai penahan adsorben agar tidak keluar bersama eluen. Pengisian
kolom harus dikerjakan secara seragam dan sepadat mungkin untuk menghindari
terjadinya gelembung-gelembung udara. Jika terdapat gelembung-gelembung udara
dalam kolom maka akan berpotensi menyebabkan pecahnya kolom.
Hal lain yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pemecahan kolom adalah
dengan menambahkan eluen secara kontinu agar udara tidak masuk kedalam kolom.
Kolom yang padat diindikasikan dengan warna slurry yang semakin memutih dan
kecepatan alir eluen yang semakin lambat. Jika kolom sudah memadat, larutan
sampel kemudian diisikan kedalam kolom . Mekanisme yang terjadi pada
kromatografi kolom ialah sampel akan terelusi oleh eluen melalui fase diam silika

gel. Senyawa organik terelusi oleh eluen proses elusi terjadi karena keseimbangan
distribusi zat analit pada fase gerak eluen dan fase diam selika gel. Elusi terus
berlangsung hingga tidak ada lagi yang tinggal dalam kolom. Proses elusi ini
menghasilkan eluat yang diharapkan mengandung banyak kurkumin.
Dari fraksi yang dihasilkan pada kromatografi kolom selanjutnya dilakukan
kromatografi lapis tipis, namun sebelumnya fraksi yang diperoleh dari kromatografi
kolom dipekatkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pelarut
yang masih terkandung dalam fraksi tersebut. Kromatografi Lapis Tipis dilakukan
dengan cara menotolkan fraksi tersebut pada plat KLT, dan selanjutnya dielusi dengan
eluen yang sudah di jenuhkan. Eluen digunakan adalah dikloroetan dan MeOH
dengan perbandingan 99:1. Ketika eluen mulai membasahi lempengan plat KLT,
pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah
ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada
lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Cepatnya senyawasenyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada kelarutan
senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara
molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Kurkumin merupakan senyawa yang
terkandung dalam ekstrak kunyit yang dapat membentuk ikatan kimia karakteristik
dengan silikon dioksida. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen maupun
ikatan van der walls yang lemah. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hydrogen
ini akan melekat pada plat lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Atau dapat
dikatakan bahwa senyawa Kurkumin ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang
lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada

permukaan. Ketika kurkumin dijerap pada plat-untuk sementara waktu proses


penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Ini berarti bahwa
semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas
lempengan. Senyawa yang terikat pada plat KLT akan terlihat sebagai noda
Letak noda menunjukkan identitas suatu komponen, sehingga disini dapat
dibandingkan nilai Rf yang diperoleh secara praktek dan secara teori, sehingga
senyawa yang terkandung dalam kurkumin dapat dikenali. Rate of Flow (R f)
merupakan harga perbandingan jarak yang ditempuh zat terlarut dengan jarak yang
ditempuh pelarut adalah dasar untuk mengelompokkan dan mengidentifikasi
komponen yang terdapat dalam ekstrak yang berupa noda-noda yang timbul pada plat
KLT. Dari hasil pengamatan dan perhitungan dengan mengacu pada analisis ekstrak
kasar kurkumin dari penelitian (Trully dan Kris, 2005) dengan Kromatografi Lapis
Tipis, spot yang terakhir terelusi (paling non polar) yaitu pada spot yang mempunyai
nilai Rf yang terbesar dan berdasarkan kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT
diidentifikasi adalah senyawa kurkumin. Dikarenakan senyawa kurkumin merupakan
pigmen yang paling dominan yang terdapat dalam kunyit. Jadi, dapat dindikasikan
bahwa senyawa kurkumin ada pada spot noda A4 yang dimana memiliki nilai Rf
terbesar yaitu 0,62 dan warna yang pekat dari noda-noda lainnya.
G. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkaan bahwa proses
pemisahan senyawa kurkumin dari kunyit dilakukan secara kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis yang pada prinsipnya sama yaitu pemisahan komponenkomponen dalam senyawa karena adsorbsi suatu padatan penjerap sebagai fasa

diamnya dan eluen sebagai fasa geraknya. Komponen yang terpisahkan pada
kromatografi kolom berupa fraksi sedangkan pada kromatografi lapis tipis berupa
noda atau spot.

DAFTAR PUSTAKA
Aggarawal, BB., Kumar, A. Aggarawal, MS., and Shishodia, S., 2003, Curcumin
derived from Turmeric (Curcuma longa): A Spice for All Seasons,
Phytochemical in cancer chemoprevention, 8(28).
Chearwae, W., Anuchapreeda, S., Nandigama, K., Ambudkar, S. V., dan Limtrakul, P.
(2004). Biochemical mechanism of modulation of human P-glycoprotein
(ABCB1) by curcumin I, II, and III purified from Turmeric powder.
Biochemical Pharmacology 68.
Hayani, E., 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara Kromatografi
Kolom. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1.
Kawamori, T., Lubet, R., Steele, V.E., Kellof, G.J., Kakey, R.B., Rao., C.V., and
Reddy, B.S., 1999, Chemopreventive Effect of Curcumin, a Naturally
Occuring Anti-Infalammatory Prevent, during the Promotion/Progession
Stages of Colon Cancer, CancerRes., 59.
Majeed, M., Badmaev, V., Shirakumar U., and Rajendran R., 1995, Curcuminoids
antioxidant phytonutrients, 3-80, Nutrience Publisher Inc., PisCataway, New
Jersey.
Meiyanto, E., 1999, Kurkumin Sebagai Obat Anti Kanker: Menelusuri Mekanisme
Aksinya, Majalah Farmasi Indonesia, 10(4).

Pabon, H.J.J., 1964, A Synthesis of Curcumin and related Compounds, Recl. Trav.
Chem., 23: 379-386.
Sudjadi, 1986, Metode Pemisahan, UGM-Press, Yogyakarta.
Supardjan, A.M., dan M. Dai. 2005, Hubungan Struktur Dan Aktivitas Sitotoksik
Turunan Kurkumin Terhadap Sel Myeloma. Majalah Farmasi Indonesia
16(2).
Supardjan, A.M. dan Muhammad DaI, 2005, Hubungan Struktur dan Aktivitas
Sitotoksik Turunan Kurkumin terhadap Sel Myeloma, Majalah Farmasi
Indonesia 16(2):100-104.
Trully, M.S.P., dan Kris H.T., Pengaruh Penambahan Asam Terhadap Aktivitas
Antioksidan Kurkumin. BSS_194_1.
Wahyuni, A. Hardjono dan P.H. Yamrewav, 2004. Ekstraksi Kurkumin Dari
Kunyit. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses.
TUGAS SETELAH PRAKTIKUM
SOAL:
1. Mengapa analisis komponen-komponen senyawa yang menggunakan KLT atau
kromatografi kolom perbandingan campuran pelarutnya divariasikan, jelaskan
secara singkat dan jelas!
2. Bagaimana tingkat kemurnian kurkumin hasil pemisahan secara kromotografi
kolom? Jelaskan!

JAWAB:
1. Karena dengan memvariasikan campuran pelarutnya maka pemisahan yang
terjadi dapat secara maksimal sekaligus meningkatkan kemurnian senyawa hasil
elusi tersebut.
2. Tingkat kemurnian hasil pemisahan kromotografi kolom dapat dikatakan rendah
atau kurang murni. Hal ini terlihat jelas saat larutan diuji dengan KLT dimana

banyak sekali noda yang terbentuk pada plat. Hal ini menandakan bahwa pada
eluen tersebut banyak terdapat senyawa pengotor selain kurkumin.

Anda mungkin juga menyukai