Anda di halaman 1dari 16

PEMBACAAN JURNAL

Smoking Prevalence and Seizure Control in Chines Males with Epilepsy


Prevalensi merokok dan kontrol kejang pada pria Cina dengan epilepsy
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada :
dr. Intan Rahayu, Sp.S

Disusun oleh :
Shinta Dian Maharani
20120310213

SMF BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBACAAN JURNAL
Smoking Prevalence and Seizure Control in Chines Males with Epilepsy
Prevalensi merokok dan kontrol kejang pada pria Cina dengan epilepsy

Disusun oleh:
Shinta Dian Maharani
20120310213

Telah disetujui dan dipresentasikan pada Mei 2018

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

dr. Intan Rahayu, Sp.S


“Smoking prevalence and seizure control in Chinese males with epilepsy”
“Prevalensi merokok dan kontrol kejang pada pria Cina dengan epilepsy”
Hui Gao, Josemir W. Sander, Xudong Du, Jiani Chen, Cairong Zhu, Dong Zhou

Abstrak
Merokok mempunyai efek negatif pada banyak penyakit yang sejauh ini masih dibawah
penelitian pada individu dengan epilepsi; dengan demikian peranan ini tidak jelas pada populasi
umumnya dengan epilepsi. Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah retrospective pilot
study pada laki-laki dengan epilepsi untuk menentukan the smoking rate dan hubungannya
dengan kontrol kejang yang menggunakan analisis univariate untuk memperhitungkan odds
ratios (ORs) dan juga menggunakan analisis multi-variate logistic regression model.
Pada penelitian ini sampel individu perokok yang digunakan terbagi atas tiga klasifikasi
yaitu never smoker, current smoker (at least 1 cigarette per day in past 6 months) dan former
smoker (smoking stoppd by the tome of the study).
The smoking rate pada sampel peneliti dari 278 individu adalah 25,5%, dimana itu lebih
rendah dari smoking rate populasi masyarakat China laki-laki adalah 52,1%. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan dua klasifikasi epilepsi, yang pertama klasifikasi epilepsi focal atau
generalized termasuk berdasar dari asal topografi (temporal, frontal, parietal dan occipital).
Klasifikasi yang kedua adalah tipe kejang yang dominan pada individu (generalized tonic-clonic
seizure/ GTCS, myoclonic seizure/ MS, complex partial seizure/ CPS, simple partial seizure/
SPS, dan secondary generalized tonic-clonic seizure/ SGTCS).
Pada analisis univariate dari kedua klasifikasi, menunjukkan bahwa efek dari merokok
secara statistik adalah tidak signifikan terhadap kontrol kejang pada epilepsi. Menimbang dari
penggunaan obat-obatan sebagai medikasi epilepsi juga membiaskan hasil penelitian. Pada
multiple logistic regression analysis model berdasar pada jumlah medikasi, level dosis, usia
pasien (diantara perbedaan usia dari sampel, the smoking rate juga dapat berbeda), status
merokok (ya atau tidak) dan secara terpisah menggunakan kedua klasifikasi. Peneliti menghitung
koefisien dan mengevaluasi apakah merokok sebagai protective factor untuk kontrol kejang pada
seseorang dengan epilepsi.
Dari penelitian ini nampaknya menunjukkan bahwa merokok dapat berpotensial dalam
kontrol kejang meskipun confounders memerlukan eksplorasi terperinci pada tinjauan dari
potensial efek kesehatan jangka panjang. Replikasi pada sampel yang lebih besar dibutuhkan
sebagaimana pada case control studiesuntuk menguraikan persoalan ini.
1. Pendahuluan
Merokok adalah masalah kesehatan dunia. Terdapat angka prevalensi yang tinggi pada
populasi, banyak studi yang sudah menggali tentang efeknya pada kesehatan selama beberapa
tahun ini. Pada beberapa penyakit, merokok mempunyai efek negatif contohnya pada
inflammatory bowel diseases itu dapat menjadi faktor pelindung.
Beberapa aspek dari merokok pada orang dengan epilepsi telah dilakukan
penyelidikan. Banyak studi menganggap angka prevalensi umum dari merokok pada
orang dengan epilepsi lebih baik dibanding efek dari merokok. Pada beberapa studi, the
smoking rates pada orang dengan epilepsi selalu lebih tinggi dibandingkan pada populasi
keseluruhan, dengan luarannya sekitar 21,8% sampai 38,8%; the smoking rates pada
orang dengan epilepsi juga lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan penyakit kronis
lainnya. The smoking rates juga tinggi pada orang dengan resistensi obat epilepsi. Studi
terbary, bagaimanapun menunjukkan angka yang menurun.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa merokok atau nikotin dapat berpengaruh negatif
terhadap kejang dan epilepsi. Terdapat studi yang menyimpulkan bahwa anak-anak dari
perempuan yang merokok memiliki luaran yang lebih tinggi untuk kejadian kejang demam,
meskipun studi lain belum mengkonfirmasi hal tersebut. Wanita dengan epilepsi telah terbukti
menaikkan angka kejadian kontraksi yang prematur dan kelahiran yang prematur. Yang
kemudian memicu terjadinya kejang menunjukkan bahwa merokok mungkin dapat menjadi
sebuah faktor yang memicu untuk factor-faktor lain seperti medication withdrawn dan
kurangnya kuantitas tidur.
Rendahnya angka kepatuhan terhadap regimen obat mungkin bersamaan pada remaja.
Dalam sebuah studi prospective oleh perawat cohort diikuti selama lebih dari 20 tahun,
merokok saat ini dikaitkan dengan peningkatan risiko kejang (RR 2.60, 95% CI 1.53–4.42),
dan masa lalu merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko dari epilepsi (RR 1.46, 95% CI
1.01–2.12).
Merokok juga dapat mempengaruhi konsentrasi obat dalam serum. Banyak studi
menyatakan bahwa perokok mungkin memiliki konsentrasi obat yang rendah pada serum
dibanding bukan perokok ketika menggunakan obat yang sama (seperti lamotrigine (LTG)
dimana merokok terkait dalam perubahan enzim hati. Nikotin, sebagai komponen utama
dalam rokok, juga telah menunjukkan untuk menurunkan ambang batas pada kejadian kejang
threshold pada hewan.
Sebaliknya, nikotin telah dikonfirmasi sebagai pencegah dan mempunyai efek
pengobatan pada kasus epilepsi herediter yang langka (autosomal dominant nocturnal frontal
lobe epilepsy [ADNFLE). Yang paling spesifik mutasi gen pada ADNFLE ini terkait dengan
fungsi dari reseptor asetilkolin nikotinik.
Orang dengan epilepsi pada keluarga dengan ADNFLE yang merokok atau
menggunakan potongan nikotin lebih baik secara keseluruhan terhadap kontrol kejang
dibandingkan mereka yang tidak. Namun, studi tentang sporadic nocturnal frontal lobe
epilepsy tidak mampu untuk menentukan peran dari merokok. Studi lain menunjukkan bahwa
potongan nikotin digunakan dalam video EEG untuk memonitoring peningkatan durasi dari
orang dengan epilepsi yang dirawat inap sebagai pemantau kejadian kejang yang terekam.
Saat ini terdapat beberapa bukti tidak langsung untuk merokok dan nikotin yang memiliki efek
yang menguntungkan pada kntrol kejang.
Dari data 2015 diketahui bahwa pada umumnya luaran dari merokok pada populasi
China adalah 27,7% (52,1% adalah laki-laki dan 2,7% adalah wanita). Luaran merokok
diantara orang dengan epilepsi di China belum dapat dipastikan. Peneliti membidik untuk
menyelidiki peran dari merokok pada orang dengan epilepsi di China.
2. Material dan Metode
Kami memiliki bank data klinis untuk orang-orang dengan epilepsi di pusat kami. Bank
data harus memasukkan data dari semua orang yang secara rutin hadir. Data termasuk
informasi kontak dan demografi seperti nama, jenis kelamin, usia, profil pendidikan, status
pernikahan dan jumlah anak. Data klinis yang tercatat termasuk diagnosis, EEG,
neuroimaging, jenis kejang, frekuensi kejang terkini, profil obat dan fase epilepsi.
Pembentukan bank data telah disetujui oleh Komite Etika Rumah Sakit China Barat dan
persetujuan tertulis selalu diberikan oleh individu sebelum datanya dikumpulkan.
Pada bulan November 2015, kami menghubungi laki-laki yang terdapat pada bank data
melalui telepon untuk menanyakan status merokok mereka (seperti di bawah). Hanya mereka
di bank data sebelum November 2014 yang dihubungi untuk menghindari individu yang baru
terdiagnosis epilepsy. Hanya laki-laki yang dimasukkan dalam studi percontohan ini karena
sebagian besar perokok di China adalah laki-laki. Kami mengeluarkan orang dengan riwayat
ketidakpatuhan dan mereka yang didiagnosis akhirnya bukan epilepsi. Kami juga
mengeluarkan pasien yang baru didiagnosis (sulit untuk mengevaluasi kontrol kejang mereka
dalam waktu singkat) dan epilepsi simtomatik.
Kami mengumpulkan data tentang status merokok sebagai perokok tidak pernah
merokok, perokok saat ini (setidaknya 1 batang rokok per hari dalam 6 bulan terakhir), dan
mantan perokok (merokok dihentikan pada saat penelitian). Untuk perokok dan mantan
perokok, jumlah tahun merokok tercatat. Kami juga melakukan uji Fagerström of Nicotine
Dependence (FTND) pada perokok saat ini. Ini termasuk 6 pertanyaan, dan kami menghitung
tingkat ketergantungan nikotin individu dengan menambahkan nilai semua item bersamaan.
Perokok dengan nilai total lebih rendah dari 6 dianggap memiliki tingkat ketergantungan
nikotin rendah sampai sedang dan mereka dengan tingkat yang sama atau lebih tinggi dari 6
dianggap memiliki tingkat ketergantungan nikotin yang tinggi.
2.1. Klasifikasi epilepsi
Individual diklasifikasikan berdasarkan penilaian klinis yaitu memiliki epilepsi fokal
atau umum, dan berdasarkan tipe kejang yang dominan. Epilepsi fokal atau umum termasuk
kategori seperti epilepsi lobus temporal, epilepsi lobus frontalis, epilepsi lobus parietalis,
epilepsi lobus oksipital dan epilepsi umum. Untuk jenis kejang yang dominan, individu
dikelompokkan sebagai memiliki kejang umum tonik klonik (GTCS), kejang mioklonik (MS),
kejang parsial sederhana (SPS), kejang parsial kompleks (CPS) dan kejang umum tonik
sekunder (sGTCS).
2.2. Angka luaran merokok dan kontrol kejang
Agar lebih sederhana kami mengklasifikasikan profil kontrol kejang ke dalam kontrol
kejang yang memuaskan dan kontrol kejang yang tidak memuaskan. Kami mengeluarkan
individu dalam fase pemeliharaan Tipe 2 yang mengalami kejang dalam satu tahun tanpa
perubahan obat karena alasan untuk tidak ada perubahan meskipun sudah diberikan
pengobatan. Mereka mungkin kurang terpengaruh oleh kejang mereka dan memutuskan untuk
tidak meningkatkan dosis obat atau mereka mungkin memiliki epilepsi yang resistan terhadap
obat atau mereka mungkin sering mengalami kejang tetapi menolak untuk mengambil lebih
banyak obat untuk efek samping yang mengkhawatirkan. Kedua situasi ini tidak dianggap
sebagai kontrol kejang yang memuaskan atau tidak memuaskan. Kontrol kejang yang
memuaskan didefinisikan sebagai fase pemeliharaan tipe 1, fase obat yang dikurangi dan tidak
ada obat. Kontrol kejang yang tidak memuaskan didefinisikan sebagai berada di fase aktif.
Semua data kami diproses dalam versi SAS 9.4 (SAS Institute, Cary, NC, USA). Tingkat
merokok dihitung berdasarkan seluruh kohort dan kedua klasifikasi. Untuk kategori berbeda
dalam suatu klasifikasi, kami juga membandingkan perbedaan tingkat merokok dengan chi-
square untuk menentukan apakah tingkat merokok berbeda di antara kategori.
Profil kontrol kejang di bawah setiap kategori klasifikasi dibandingkan dengan
perhitungan odds ratio [OR]. Misalnya, pada epilepsi lobus temporal menggunakan klasifikasi
epilepsi fokal atau umum, kami menghitung jumlah individu yang merokok dengan kontrol
kejang yang memuaskan, mereka yang merokok dengan kontrol kejang yang tidak
memuaskan, mereka yang tidak merokok dengan kontrol kejang yang memuaskan dan mereka
yang tidak merokok dengan kontrol kejang yang tidak memuaskan; sehingga kita bisa
menghasilkan OR dan juga mengidentifikasi signifikansi statistiknya. Kami melakukan hal
yang sama untuk semua kategori dalam 2 sistem klasifikasi yang berbeda.
2.3. Analisis multi-variable untuk merokok dan epilepsi
Profil kontrol dalam individu terutama didasarkan pada obat anti epilepsi (AED),
sehingga obat dianggap sebagai faktor pembaur dalam analisis kami. Kami hanya
mengkategorikan jumlah obat sebagai obat yang sama atau kurang dari 2 dan lebih dari 2 obat.
Selanjutnya, kami mempertimbangkan dosis komparatif dari obat mereka sebagai kecil atau
besar menggunakan definisi dosis obat harian (DDD) di antara AED yang berbeda oleh WHO.

Kami melakukan beberapa model analisis regresi logistik berdasarkan jumlah obat,
tingkat dosis, usia pasien (antara usia yang berbeda dari pasien, tingkat merokok dapat
berbeda), status merokok mereka sebagai ya atau tidak dan secara terpisah menggunakan
kedua metode klasifikasi. Kami menghitung koefisien dan mengevaluasi apakah merokok
merupakan faktor pelindung untuk kontrol kejang pada orang dengan epilepsi.
2.4 Tingkat ketergantungan nikotin dan kontrol kejang
Untuk perokok, kami juga menganalisis tingkat ketergantungan nikotin mereka sebagai
rendah atau tinggi dan dieksplorasi hubungannya dengan kontrol kejang. Kami melakukan tes
Chi square untuk mengidentifikasi apakah tingkat ketergantungan pada nikotin dapat
mempengaruhi profil kontrol kejang. Jika frekuensi yang diharapkan lebih dari 1 tetapi lebih
rendah dari 5, koreksi Yate dilakukan untuk ukuran sampel yang kecil.
3. Hasil
a. Prevalensi dari merokok pada orang dengan epilepsi
i. General data of our cohort and smoking prevalence
Dari 1000 individu yang tercatat pada bank data, 342 adalah laki-laki dan termasuk
kedalam kriteria inklusi; dan sebanyak 64 ter eksklusi. Hanya 2 (0,72%) individuals
stopped smoking. Jadi terdapat 278 individu yang memenuhi dalam kriteria inklusi
penelitian ini; 71 (25,5%) individu adalah current smoker. Sejauh ini prevalensi merokok
pada laki-laki dengan epilepsi pada cohort kami adalah 25.5%, dimana pada orang laki-
laki dewasa China umumnya adalah 52%.
Pada cohort peneliti, 70 individu (25,2%) dengan epilepsi lobus temporal, 41
individu (14,75%) dengan epilepsi lobus frontal, dua dengan epilepsi lobus parietal dan
satu dengan epilepsi lobus occipital dan 164 (59%) dengan epilepsi generalized.
Sehubungan dengan kejang tipe dominan, 218 individu (78,4%) dengan GTCS, dua
dengan MS, 7 dengan SPS, 42 (15%) dengan PCS dan 9 (3,2%) dengan SGTCS. Individu
yang tereksklusi adalah individu dengan epilepsi lobus parietal, epilepsi lobus occipital,
MS dan SPS karena hanya mempunyai angka yang kecil pada cohort peneliti. Peneliti
menyederhanakan klasifikasi sampel yaitu merokok dan tidak merokok yang sesuai dari
status merokok terkini.
ii. Perbedaan smoking rates pada orang dengan perbedaan tipe epilepsi

iii. Merokok dan kontrol kejang


1. Analisis pada tipe epilepsi yang berbeda
Nilai odds ratio pada epilepsi lobus temporal, epilepsi lobus frontal dan epilepsi
generalized lebih dari 1. Pada semua individu tanpa memperhatikan dari lokalisasi
onset atau tipe kejang, niali odds rationya 2,14. Analisis ini, meskipun tidak termasuk
confounders dilakukan menggunakan analisis multi-variate.

Untuk setiap faktor dilakukan pendaftaran oleh peneliti, yang pertama kami
menggunakan referensi pada analisis peneliti. Tujuannya adalah untuk memuaskan
profil kontrol kejang. Secara startistik OR N 1 dengan membandingkan dengan
referensi, peluang untuk meningkatkan kontrol kejang. Signifikansi statistik OR N 1
dengan cara yang sebaliknya.
Model regresi logistik ini menunjukkan bahwa merokok sebagai faktor
pelindung dengan OR = 2.46(95% CI 1.17–5.18). Mirip dengan analisis univariate,
merokok masih menjadi faktor pelindung saat mempertimbangkan antara berbagai
profil medikasi untuk pasien.
Pada model peneliti, mengambil lebih sedikit medikasi yang juga terkait
dengan kontrol kejang yang lebih baik. Peneliti berpikir bahwa mengkonsumsi
medikasi kejang korelasinya lebih baik dengan kontrol kejang dan sedikit perubahan
dari resistensi obat. Selain itu, epilepsi pada umumnya biasanya lebih mudah untuk
kontrol dengan obat kejang dari lobus temporal atau lobus frontal.
Sedangkan untuk usia dan dosis obat tidak terdapat hubungannya dengan
kontrol kejang berdasarkan dari data peneliti.

2. Analisis pada tipe kejang dominan yang berbeda


Kami melakukan analisis yang sama berkaitan dengan berbagai tipe dari kejang
sebagai klasifikasi bagi orang yang menderita epilepsi. Hasilnya adalah menyerupai
dengan klasifikasi yang lain. Analisis univariate masih tetap menunjukkan
kecenderungan merokok menjadi faktor pelindung,
Tetapi tidak satu pun dari Ors yang secara statistik signikan seperti yang telah
kami perlihatkan sebelumnya, tetapi analisis multi-variate menunjukkan sebuah
signifikansi OR=2.267 (95% CI 1.079–4764) untuk memiliki efek pelindung
dibandingkan dengan yang tidak merokok .
iv. Tingkat ketergantungan nikotin dan kontrol kejang pada orang yang merokok
Karena kita akan menunjukkan bahwa merokok itu sebagai faktor pelindung pada
kedua klasifikasi dan populasinya yang relatif kecil, kami menganalisis semua individu
yang merokok sebagai tingkat rendah dan tinggi dari ketergantungan nikotin tanpa
memperhatikan klasifikasi peneliti sebelumnya untuk menyelidiki hubungan dengan
kontrol kejang. Tidak ada hubungan korelasi yang ditemukan.
4. Diskusi
Penemuan peneliti menunjukkan bahwa tingkat luaran merokok pada pria dewasa China
dengan epilepsi jauh lebih rendah daripada pada populasi pria dewasa umum. Karena
penelitian kami adalah penelitian observasional retrospektif, hasil peneliti menunjukkan
bahwa ada kecenderungan untuk merokok dan frekuensi kejang yang lebih sedikit.
Tampaknya ada tingkat merokok yang relatif rendah di antara orang-orang dengan
epilepsi di China khususnya pada laki-laki dan ini tampaknya menjadi skenario yang berbeda
dari yang ada di negara-negara lain dimana tampaknya ada prevalensi merokok yang lebih
tinggi di antara orang-orang dengan epilepsi daripada di populasi umum. Ini mungkin
disebabkan oleh kampanye kesehatan masyarakat yang menekankan efek negatif dari
merokok yang dapat menyebabkan orang menganggap peran negatifnya pada epilepsi.
Berbeda dari negara-negara yang lebih maju, model pasien-dokter China masih lebih paternal,
yang berarti bahwa orang cenderung mengikuti petunjuk dokter mereka dalam kehidupan
sehari-hari.
Terutama karena efek negatif merokok pada penyakit jantung koroner, penyakit paru-
paru dan stroke sangat dikenal pada populasi umum. Orang-orang mungkin berasumsi bahwa
merokok itu buruk untuk semua penyakit. Dalam beberapa tahun terakhir, orang lebih berhati-
hati dengan kesehatan mereka sendiri karena kualitas hidup yang lebih baik. Mungkin juga
ada alasan seperti lebih banyak kesempatan untuk komunikasi antara dokter dan pasien
dengan semua jenis media sosial, dan pasien karena itu lebih teredukasi. Ini memberi kita
lebih banyak tanggung jawab untuk menginformasikan pada pasien dengan informasi yang
lebih akurat dan lebih banyak instruksi berbasis bukti. Hal ini juga mungkin, terutama
mengingat prevalensi merokok yang lebih rendah pada orang dengan epilepsi dibandingkan
pada populasi umum, bahwa orang dengan kontrol kejang yang lebih buruk mungkin
sebelumnya berhenti merokok dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan mereka secara
keseluruhan dan, berpotensi, kontrol kejang mereka.
Penemuan peneliti tampaknya menunjukkan potensi peran protektif merokok; tingkat
ketergantungan yang lebih tinggi pada nikotin, bagaimanapun, tidak terkait dengan kontrol
keseluruhan yang lebih baik pada mereka yang merokok. Ini mungkin menunjukkan bahwa
merokok / nikotin tidak mempengaruhi profil kontrol kejang berdasarkan intensitasnya, atau
bahwa ia mengubah jaringan epilepsi dengan cara kualitatif. Apakah perubahan stabil atau
berhenti dengan tidak adanya keinginan merokok. Mungkin ekstrak dari rokok sebagai obat
tambahan atau terapi nikotin dapat membantu mendapatkan kontrol kejang yang lebih baik
pada pasien. Lebih banyak penelitian juga dapat dilakukan untuk menyelidiki bagaimana
merokok mempengaruhi seluruh jaringan epilepsi di otak untuk menambah lebih banyak bukti
mengenai topik ini.
Kami juga menemukan tingkat merokok yang sedikit (tidak signifikan) pada orang
dengan epilepsi lobus temporalis. Ini mungkin terkait dengan epilepsi lobus temporal yang
mempengaruhi emosi pasien, sehingga individu mungkin lebih cemas atau depresi, yang bisa
menjadi alasan bagi mereka untuk merokok. Dengan cara ini, jaringan emosional juga dapat
mempengaruhi kontrol kejang dari individu, yang merokok dapat bertindak, dan
menggunakan efek proteksinya, seperti yang terlihat dalam penelitian kami.
Penelitian kami hanyalah sebuah studi percontohan, dan dibatasi oleh sejumlah kecil
sampel pada beberapa sub-kelompok dan secara retrospektif. Harus ada desain yang lebih
baik, lebih banyak pembaur yang dipertimbangkan dan studi prospektif untuk dieksplorasi di
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Hui Gao, et al. Smoking Prevalence and Seizure Control in Chines Males with Epilepsy.
Epilepsy and Behavior Journal. China, 2017.

Anda mungkin juga menyukai