Anda di halaman 1dari 3

Politik balas budi

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah pemikiran progresif bahwa pemerintah

Belanda mempunyai kewajiban menyejahterakan penduduk Hindia Belanda .

politik Etis (Etische Politiek) atau Politik Balas Budi adalah pemikiran progresif bahwa

pemerintah Belanda mempunyai kewajiban moral menyejahterakan penduduk Hindia

Belanda sebab telah memberikan kemakmuran bagi masyarakat dan kerajaan

Belanda. 

Kebijakan ini dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda selama empat

dekade dari 1901 sampai dengan pendudukan Jepang tahun 1942 Pada 17 September

1901, Ratu Belanda Wilhelmina mengumumkan bahwa Belanda menerima tanggung

jawab etis untuk kesejahteraan rakyat kolonial mereka. 

Pengumuman ini sebenarnya sangat kontras dengan doktrin resmi sebelumnya bahwa

Indonesia adalah wingewest (wilayah yang menghasilkan keuntungan).

Kebijakan tersebut menekankan pada perbaikan kondisi kehidupan material. 

Namun, kebijakan ini menderita karena kekurangan dana yang parah, ekspektasi yang

membengkak dan kurangnya penerimaan dalam pembentukan kolonial Belanda, dan

sebagian besar lenyap oleh permulaan Depresi Besar pada tahun 1930-an.

Pemikiran baru tentang politik etis berasal dari kaum sosialis-liberalis yang prihatin

terhadap kondisi sosial ekonomi kaum pribumi.

Pada 1863 sistem tanam paksa dihapus dan Belanda menerapkan sistem ekonomi

liberal sehingga modal-modal swasta masuk ke Nusantara.

Politik ekonomi ini secara tidak langsung membuka ruang bagi swasta untuk bersatu

dalam usaha-usaha ekonomi di Hindia Belanda.

Perkebunan swasta semakin meluas bahkan mencapai wilayah Sumatera Timur.


Namun, sistem ekonomi ini tidak mengubah nasib rakyat sebab mengejar keuntungan

tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat pribumi.

Kondisi buruk kaum pribumi terjadi akibat eksploitasi ekonomi oleh pemerintah dan

swasta Belanda khususnya sejak 1870.

Kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial pada masa itu umumnya tidak memberikan

perlindungan maksimal terhadap penduduk setempat sehingga menimbulkan kritik dari

kaum sosialis di Belanda.

Namun, ini menimbulkan dampak buruk terhadap masyarakat pribumi, yaitu tekanan

terhadap rakyat semakin kuat, pembelaan hak rakyat terhadap kapitalisme modern

semakin lemah dan kemerosotan kesejahteraan hidup.

Tujuan

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam

pidato pembukaan Parlemen Belanda bahwa pemerintah Belanda mempunyai

kewajiban moral dan utang budi terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda.

Kebijakan baru yang dikeluarkan Ratu Wilhelmina bagi masyarakat Hindia Belanda

tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pada awal perumusan Kebijakan politik etis terjadi pro dan kontra di tengah kalangan

intelektual, politisi dan rohaniawan (kalangan gereja) di Belanda.

Sebagian anggota Parlemen Belanda menentang, tetapi ada juga yang mendukung

program ini. Sebab, ini dinilai mengandung tujuan manusiawi bahkan sebagai

kewajiban moral terhadap rakyat. 


Kebijakan

Kebijakan politik etis serta program Trias Van Deventer diterapkan di Indonesia pada

masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W.F. Idenburg (1909—1916).

Ada tiga kebijakan dalam politik etis:

1. irigasi diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat pribumi dalam

bidang pangan;

2. emigrasi dilakukan demi mengirimkan tenaga kerja murah untuk dipekerjakan di

wilayah Sumatera;

3. edukasi dilaksanakan untuk menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan negara.

Edukasi menjadi program paling berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda.

Penerapan program edukasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan

menerapkan pendidikan gaya Barat. 

Anda mungkin juga menyukai