(1857-1915) (1845-1921) Latar Belakang politik etis 1. Kritik wartawan De Locomotief, Pieter Broosshoft mengenai sikap acuh tak acuh pemerintah Kerajaan Belanda pada waktu terjadi wabah kolera di Hindia Belanda. 2. Kritik Conrad Theodore van Deventer dalam majalah De Gids yang diberinya judul “Een Eereschuld” (Utang Budi) tentang sumber kemakmuran Kerajaan Belanda yang mengalir dari tanah jajahannya di Hindia Timur Lahirnya politik etis Menanggapi kritik yang dipelopori oleh van Deventer, dalam pidatonya tanggal 17 September 1901, Ratu wilhelmina dengan tegas mengatakan bahwa: “Pemerintah Belanda memiliki panggilan moral terhadap kaum pribumi Hindia Belanda”. Pidato Ratu Belanda dalam sidang pembukaan parlemen itu kemudian umum disepakati sebagai momentum lahirnya paham atau lahirnya aliran etis (etische) dalam kancah politik kolonial Pidato Ratu Belanda tersebut kemudian dituangkan ke dalam tiga konsep yang kemudian kita kenal sebagai “Trias van Deventer” Trias van Deventer 1. Irigasi, yaitu membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian. 2. Migrasi, yaitu mendorong transmigrasi sehingga terjadi keseimbangan jumlah penduduk 3. Edukasi, yaitu menyelenggarakan pendidikan dengan memperluas bidang pengajaran dan pendidikan Sikap Pemerintah Belanda terhadap politik etis: Dalam bidang politik penggagas politik etis mendesak diberlakukannya desentralisasi dengan tujuan memberikan ruang, peran, serta kesempatan bagi orang-orang pribumi untuk memikirkan nasibnya sendiri dan melibatkan mereka dalam dewan-dewan lokal (politik asosiasi) Desakan yang ditanggapi setengah hati oleh Pemerintah Belanda yang bisa kita lihat dari kenyataan: 1. Dewan dewan lokal untuk kota-kota besar baru dibentuk tahun 1905. 2. Mayoritas anggota dewan adalah orang-orang Belanda. Peningkatan peran orang pribumi baru muncul 1916 setelah terbentuknya Volksraad atau Dewan Rakyat Penerapan politik etis Dalam kenyataannya konsep dan praktik di lapangan sering tidak sesuai demikian juga penerapan politik etis yang mengalami penyimpangan dari tujuannya yang mulia antara lain 1. Irigasi ternyata hanya ke tanah perkebunan-perkebunan swasta 2. Edukasi dilaksanakan secara diskriminatif dan tujuannya hanya mencari tenaga administrasi bergaji murah (pendidikan rakyat biasa) 3. Emigrasi ternyata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kuli di perkebunan-perkebunan milik swasta yang dibayar dengan sangat murah Catatan dalam bidang pendidikan 1. Edukasi diselenggarakan dalam dua macam pengajaran yaitu: A. Anak-anak pegawai negeri, bangsawan, dan orang kaya di sekolah- sekolah yang menggunakan Bahasa Belanda sebagai pengantar. B. Rakyat biasa hanya belajar baca, tulis, hitung yang setingkat kemampuan SD Kelas 2 sekarang (tweede schule atau sekolah ongko loro) yang menggunakan Bahasa Melayu sebagai pengantar. 2. Edukasi tidak mencakup orang-orang timur asing sehingga mereka mendirikan sekolah sendiri seperti orang Hadramaut (Arab) mendirikan Jamiat Kheir dan Orang Tionghoa mendirikan Tiong Hoa Hak Tong yang kemudian menjadi Tiong Hoa Hwe Koan ( Pa Hoa). 3. Munculnya berbagai sekolah swasta sebagai akibat tidak meratanya pendidikan dan pengajaran. Catatan dalam bidang politik Tidak seriusnya pemerintah dalam menjalankan politik desentralisasi atau politik asosiasi menyebabkan politik etis lebih sering disebut sebagai politik setengah hati dan kenyataannya mengalami kegagalan. Namun satu hal yang patut disyukuri adalah kontribusinya dalam membentuk golongan elite baru yaitu para bangsawan yang berpendidikan tinggi yang menjadi motor dalam Pergerakan Kebangsaan Indonesia yang bertujuan mengupayakan kemerdekaan Indonesia. Tugas Membuat info grafik berdasarkan materi yang ada di buku dan yang sudah dijelaskan melalui ppt.