Anda di halaman 1dari 3

Cultuurstelsel :

Suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Belanda yang


mewajibkan setiap desa membayar pajak dan menyerahkan sebagian hasil
tanahnya untuk ditanami komoditi eksport, khususnya kopi.

Sistem yang diterapkan dalam tanam paksa oleh Belanda


Dalam perjanjian, tanah yang digunakan untuk tanam paksa adalah seperlima
sawah.

Tanah petani yang dipilih hanya tanah yang subur.


Tanah yang digunakan untuk penanaman tetap saja dikenakan
pajak.
Kelebihan hasil tidak dikembalikan kepada rakyat atau pemilik
tanah.
Waktu yang ditentukan untuk bekerja selama 65 hari dalam
setahun.
Penduduk yang tidak memiliki tanah dipekerjakan di perkebunan
Belanda.
Kerusakan tanaman tetap ditanggung petani.

POLITIK ETIS
Politik Etis atau politik balas budi adalah suatu pemikiran yang
menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi
kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam
paksa.

Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan


Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka
mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang
terbelakang.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta


menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah
Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap
bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan
moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias
Van deventer yang meliputi:

Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-


pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.
Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan
pendidikan.

Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan


pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu
sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik
etis ini.

Penyimpangan yang terjadi dalam program trias van deventer

1) Irigasi.

Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk


perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.

2) Emigrasi

Emigrasi yang dilakukan oleh bangsa Belanda terhadap bangsa


Indonesia hanya menjadikan bangsa pribumi sebagai kuli diperkebunan-
perkebunan bangsa Belanda.

3) Edukasi

Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan


kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi
diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak
pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada
anak-anak pribumi dan pada umumnya.

Kritikan terhadap politik etis


Kritikan terhadap politik etis tersebut terlihat dari para kalangan indo
yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang
Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena
pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan
pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke
tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi
haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.

Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan


politik etis ini karena menurutnya politik ini meneruskan pandangan pemerintah
kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal
seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda
(Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers).

KEGAGALAN POLITIK ETIS

Kegagalan politik etis,tampak dalam kenyataan-kenyataan sebagai berikut :

1).Sistem ekonomi liberal hanya memberi keuntunga besar bagi Belanda.

2).Sangat sedikit penduduk pribumi yang memperoleh keuntungan dan


kedudukan yang baik.

3).Pegawai negeri golongan pribumi hanya dijadikan alat, sehingga dominasi


Belanda tetap sangat besar.
Cara berfikir diakronik dalam
mempelajari sejarah
Sejarah itu diakronis maksudnya memanjang dalam waktu, sedangkan
ilmu-ilmu sosial itu sinkronis maksudnya melebar dalam ruang. Sejarah
mementingkan proses, sejarah akan membicarakan satu peristiwa tertentu
dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B.

Sejarah berupaya melihat segala sesuatu dari sudut rentang waktu. Pendekatan
diakronis adalah salah satu yang menganalisis evolusi/perubahan sesuatu dari
waktu ke waktu, yang memungkinkan seseorang untuk menilai bagaimana
bahwa sesuatu perubahan itu terjadi sepanjang masa. Sejarawan akan
menggunakan pendekatan ini untuk menganalisis dampak perubahan variabel
pada sesuatu, sehingga memungkinkan sejarawan untuk mendalilkan MENGAPA
keadaan tertentu lahir dari keadaan sebelumnya atau MENGAPA keadaan
tertentu berkembang / berkelanjutan.

Contoh:

Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930;

Cara Berpikir Sinkronis

1) Kerangka berpikir Singkronis mengamati kehidupan sosial secara maluas


berdimensi ruang.

2) Konsep berpikir sinkronis memandang kehidupan masyarakat sebagai sebuah


sistem yang terstruktur dan saling berkaitan antara satu unit dengan unit
yang lainnya.

3) Menguraikan kehiduapan masyarakat secara deskriptif dengan menjelaskan


bagian demi bagian.

4) Menjelaskan sturkut dan fungsi dari masing masing unit dalam kondisi statis.

5) Digunakan oleh imlu ilmu sosial seperti ,geografi ,sosiologi, politik, ekonomi,
antropologi, dan arkeologi.

Anda mungkin juga menyukai