Rischa Margaretha ( 20 )
POLITIK ETIS Samuel Ananta ( 21 )
Wayan Melisika ( 28 )
Yohansen Rido A. Sihotang ( 30 )
Politik Pintu Terbuka (Opendeur Politiek)
PENGANTA
Penyebab R
Kekayaan sumber daya alam, khususnya sebagai penghasil komoditas perkebunan yang diperdagangkan di pasar dunia,
menjadikan wilayah Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia Belanda menarik berbagai negara asing untuk
turut serta mengembangkan bisnis perdagangan komoditas perkebunan.
Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek).
Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk, tinggal, dan
menjadi warga Hindia Belanda.
Opendeur Politiek
Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” adalah memperoleh sekutu dan investor dari
berbagai negara dalam rangka mengembangkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu,
keberadaan warga asing juga dapat dimanfaatkan untuk bersama-sama mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.
Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah Belanda mengeluarkan beberapa undang-undang sebagai berikut :
Undang-Undang Perbendaharaan (Comptabiliteits Wet)
Undang-Undang Gula (Suikers Wet)
Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet).
Dan faktor pendorong politik pintu terbuka adalah :
Jawa menyediakan tenaga buruh yang murah
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah
Banyaknya modal yang tersedia karena keuntungan sistem tanam paksa
Adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha-usaha pertanian, pertambangan, dan transportasi
Dampak
Dampak positif Politik Pintu Terbuka :
Sistem Tanam Paksa yang memberatkan rakyat dihapuskan
Rakyat Indonesia mulai mengenal arti pentingnya uang dan mengenal barang-barang ekspor-impor
Dibangunnya fasilitas perhubungan (jalan raya, rel kereta api, jembatan) dan irigasi (waduk, bendungan)
Dampak negatif Politik Pintu Terbuka :
Rakyat semakin menderita karena ditekan oleh pemerintah dan swasta
Adanya eksploitasi rakyat pribumi dan lahan produktif secara besar-besaran
Kehidupan penduduk merosot tajam karena dipaksa untuk menyewakan tanahnya kepada pihak swasta
dengan biaya sewa yang sangat murah
Sistem tanam paksa (Cultuurstelsel)
Penyebab
Saat Perang Jawa berakhir pada tahun 1830, Kerajaan Belanda berada di ujung jurang kebangkrutan. Hal ini terjadi
karena biaya yang harus dikeluarkan Kerajaan Belanda selama Perang Jawa berlangsung (1825-1830) sangatlah besar,
yaitu sekitar 20 juta Golden. Alhasil kas Kerajaan Belanda mengalami kekosongan, sementara utang Kerajaan Belanda
pun semakin menumpuk.
Raja William I kemudian memanggil Johannes van den Bosch pada tahun 1828 untuk mengatasi krisis ekonomi
Kerajaan Belanda. Johannes diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru dengan misi besar
mengeksploitasi Jawa demi menyelamatkan Kerajaan Belanda dari kebangkrutan. Pada bulan Januari 1830, Johannes
pun tiba di Hindia Belanda dengan membawa rancangan kebijakan yang disebut Cultuurstelsel (Sistem Kultivasi).
Culturstelsel
Aturan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa:
Tuntutan kepada setiap rakyat Pribumi agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20%
atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai
pembayaran pajak.
Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah
Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh
melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan.
Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat.
Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti
bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung pemerintah Belanda.
Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa.
Namun pada kenyataannya pelaksanaan aturan ini mengalami banyak penyimpangan yang merugikan
rakyat dan membuat banyak dari pribumi sengsara.
Dampak
Pada sistem monopoli VOC, pemerintah Belanda hanya mewajibkan masyarakat menjual komoditas
tertentu kepada mereka. Sedangkan sistem tanam paksa mewajibkan masyarakat menanam
komoditas tertentu dan menjual seluruh hasilnya ke Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan.
Artinya, tidak ada celah bagi masyarakat Indonesia untuk mendulang untung dari bisnis pertanian
mereka dengan Belanda. Maka tak heran, Belanda justru mendapat pemasukan yang besar selama
masa penjajahan di Nusantara.
Mirisnya, sistem tanam paksa Belanda ini justru membuat si penggagas, Johannes van den Bosch,
mendapat penghargaan berupa gelar Graaf dari Raja Belanda pada 25 Desember 1839. Penghargaan
diberikan karena ia membuat Belanda makmur.
Latar
Belakang
Latar belakang utama dilaksanakannya Politik Etis tentunya dikarenakan penderitaan penduduk
Hindia Belanda sejak diambil alih pemerintah pada tahun 1799. Sistem Tanam Paksa pada
tahun 1830, dan dilanjutkan dengan politik pintu terbuka membuat penduduk bekerja untuk
memenuhi kebutuhan pemerintah.
Kedua kebijakan ini memperlihatkan bahwa pemerintah tidak memiliki itikad untuk
memerintah dengan baik dan memberikan perlindungan terhadap rakyat. Hal ini kemudian
ditentang oleh kalangan humanis di parlemen Belanda. Pieter Brooshooft dan Conrad Theodor
van Deventer menjadi pengusul utama bahwa pemerintah tidak semestinya menetapkan
kebijakan yang menyengsarakan pemerintah. Keduanya berpendapat bahwa Belanda perlu
membalas budi atas kebaikan Hindia Belanda selama puluhan tahun
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato
pembukaan Parlemen Belanda, ia menegaskan pemerintah Belanda mempunyai panggilan
moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu
Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam tiga program Trias Van deventer,
meliputi soal Irigasi (pengairan), Imigrasi dan Edukasi.
Pendukung Politk Etis
Mr. P. Brooshof, redaktur surat kabar De lokomotif, yang pada tahun 1901 menulis
buku berjudul De Ethisce Koers in de Koloniale Politiek ( Tujuan ethis dalam
Politik Kolonial ).
Douwes Dekker, dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar, bercerita tentang kondisi masyarakat Indonesia
Saat itu.
Program :
1) Irigasi 2) Migrasi
Membangun, memperluas, serta Mengurangi kepadatan penduduk di jawa / pemerataan
memperbaiki perairan dan bendungan penduduk dengan memindahkan rakyat ke daerah lain
seperti Lampung dan Sumatera Timur. Migarsi ini dilakukan
untuk keperluan pertanian & secara besar – besaran.
meningkatkan produktivitas. Secara
bertahap didirikan pula bank penkreditan
pertanian, bank simpan pinjam, lumbung
– lumbung desa, rumah gadai , dsb. 3) Pendidikan / Edukasi
Dengan edukasi akan dapat meningkatkan kualitas bangsa
Indonesia sehingga dapat diajak memajukan perusahaan
perkebunan dan mengurangi keterbelakangan.
BERDIRINYA Sekolah yang didirkan antara lain :
SEKOLAH Hollandsche Inlandsche School
Meet Uitgebreid Lager Onderwijs
• Pembangunan sekolah yang memunculkan
Algemene Middlebare School
kaum terpelajar.
• Sekolah angka satu dengan pelajaran Hogere Burgere School
membaca, menulis, dan berhitung
diperhitungkan bagi anak pegawai negeri
School tot Opleiding Van Indische Arisen
dan orang kaya Opleiding School Voor Inlandsche
• Sekolah angka dua atau sekolah rakyat Ambteranen
yang diperuntukkan bagi anak pribumi
pada umumnya dengan pelajaran Techinal Hoges School
membaca, menulis, dan berhitung.
Dampak politik etis : 1) Pembangunan Infrastruktur
- Pembangunan Jalur kereta api di antar wilayah dan
Politik etis berdampak dalam beberapa hal bendungan merupakan infrastruktur baru yang juga
bagi Hindia Belanda. Kebijakan ini menjadi salah satu dampak dari diterapkannya politik
menjadi titik balik menjamurnya pemikir etis.
– pemikir baru di hindia. Tokoh – Tokoh
ini kemudian menjadi peletak dasar
munculnya negara Indonesia modern. 2) Alkulturasi Kebudayaan penduduk
Hindia Belanda juga merasakan
perubahan meskipun perlahan. Beberapa - Pendidikan yang menyatukan antara penduduk
hal yang menjadi dampak politik etis pribumi dan eropa menyebabkan semaki mengalirnya
antara lain : percampuran budaya.
Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda, milik rakyat
tidak mendapatkan irigasi.
Pendidikan hanya ditujukan bagi pegawai negeri dan bagi yang mampu, terdapat sekolah kelas II bagi anak
pribumi dan anak rakyat biasa yang mutunya jauh tertinggal. Juga Pendidikan ini ditujukan untuk
mendapatkan tenaga kerja terdidik yang upahnya rendah. Selain itu terdapat diskriminasi dalam pendidikan
GERAKAN NASIONALSIME
Politik Etis tidak semata mata untuk rakyat Hindia Belanda tetapi juga untuk Belanda
Politik etis terbagi tiga yaitu pengairan, pendidikan dan perpindahan penduduk yang
didasarkan tujuan untuk terciptanya sumber daya manusia yang lebih baik di Hindia Belanda
Politik Etis diprakarsai oleh Van Deventer yang prihatin terhadap nasib rakyat Hindia Belanda
dimana kekayaan alamnya sudah banyak diambil untuk keuntungan Belanda
TERIMAKASIH