Anda di halaman 1dari 62

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PROSES MANUFAKTUR

PADA PRODUKSI MINUMAN MOUNTEA PT SEKAWAN MAJU


SEJAHTERA BOGOR

Nama :
- Agum Maulana (
- Andi Syahputra (10215686)
- Fachri Muhammad (12215327)
- Rifaldi Fiqi Mugni (15215951)
- Yanuwar Yusuf (17215220)

Kelas : 4EA31

BARANG RUSAK JANGAN DIBANTING

BARANG RUSAK JANGAN DIBANTING

BARANG RUSAK JANGAN DIBANTING

BARANG RUSAK JANGAN DIBANTING

TIDAK USAH DI PRINT

TIDAK USAH DI PRINT

TIDAK USAH DI PRINT

TIDAK USAH DI PRINT

TIDAK USAH DI PRINT

TIDAK USAH DI PRINT

(RI, YANG INI GAUSAH DI PRINT!!1!1!11!)


2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor industri pengolahan (manufacturing industry) sebagai the leading


economic sectors, mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan
nasional Indonesia. Hal tersebut menjadi daya tarik kuat bagi para pebisnis
untuk memasuki sektor industri pengolahan, salah satunya adalah industri
makanan dan minuman. Di tengah krisis keuangan yang membelit dunia,
industri makanan dan minuman terus tumbuh perkasa, bahkan diprediksi akan
menjadi industri yang paling menjanjikan (www.swa.co.id, 2010). Menurut data
BPS (2009), pertumbuhan industri makanan dan minuman (year on year) pada
triwulan II 2009 mengalami kenaikan sebesar 16, 81%.
Pada era industri yang semakin kompetitif ini, setiap perusahaan
menginginkan produksinya dapat menghasilkan produk bermutu dengan
proses produksi yang efektif dan efisien agar terus dapat memuaskan
konsumennya dan tetap terus bersaing, serta memenangkan kompetisi di
dunia industri sehingga bisa menjadi sebuah perusahaan berkelas dunia world
class manufacturing yang mampu bersaing dengan perusahaan dari negara-
negara lain. Selain harga dan jangkauan jaringan distribusi, mutu produk
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keunggulan bersaing.
Hal tersebut dapat diwujudkan apabila perusahaan dapat melakukan
pengendalian proses produksinya dengan baik.
Perlu kemampuan dalam penekanan harga produk dengan
mempertahankan mutu yang ada untuk dapat merebut pangsa pasar, salah
satu upaya yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan
pengukuran produktivitas pada tingkatan proses produksi. Inti kegiatan
dalam dunia industri adalah proses produksi, yang harus dipandang sebagai
perbaikan yang terus menerus (continuous improvement), dengan tujuan
memaksimalkan sumber daya yang dimiliki perusahaan agar diperoleh hasil
optimum. Untuk mendukung kegiatan tersebut, bagian produksi dituntut
untuk dapat meningkatkan efisiensi dan mutu produk, agar diperoleh produk
yang diinginkan dengan biaya serendah mungkin. Salah satu usaha untuk
2

memperoleh produk yang bermutu dengan biaya serendah mungkin adalah


dengan menghilangkan pemborosan. Setiap perusahaan tentu ingin
mendapatkan hasil yang maksimal dalam pencapaian mutu maupun jumlah
produksi yang dihasilkan. Hal ini mungkin dapat tercapai apabila tidak ada
permasalahan pada mesin maupun peralatannya, akan tetapi pada
kenyatannya masih banyak ditemukan hambatan-hambatan ataupun
kerusakan yang menyebabkan produk menjadi cacat bahkan produksi
berhenti untuk sementara waktu dan bahkan terjadi breakdown.
PT Sekawan Maju Sejahtera (PT SMS) merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang industri pangan yang memproduksi minuman teh rasa
buah dalam kemasan cup dengan merek Mountea. Saat ini, PT SMS belum
memiliki merek produk sendiri dan hanya memproduksi dengan menerima
pesanan dari perusahaan rekanan melalui kerjasama makloon. PT Dharana
Inti Boga sebagai rekanan PT SMS menetapkan persyaratan mutu yang ketat
dan menetapkan standar kehilangan (loss and waste) bahan baku maksimal
3%. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh PT SMS, maka PT SMS
harus membayar denda kepada PT Dharana Inti Boga.
PT SMS selama ini belum pernah mengukur nilai efektivitas peralatan
atau mesin pada lini proses produksinya, disamping itu permasalahan yang
terjadi hingga kuartal ketiga tahun 2009 berupa kehilangan pada proses
produksi (loss and waste) di PT SMS yang nilainya masih tinggi dan
berfluktuatif, sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi PT SMS. Data
perbandingan output dan input produksi Mountea selama kurun waktu bulan
September 2009-Febuari 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data masa lalu perbandingan output dan input produksi Mountea
(September 2009-Febuari 2010)
% % Loss
Bulan Input (l) Output (l) Selisih (l) Yield and Waste
Sep. 2009 570.000 552.494,2 17.505,84 96,93 3,07
Okt. 2009 1.134.000 1.100.692,8 33.307,2 97,06 2,94
Nov. 2009 1.236.000 1.202.102,64 33.897,36 97,26 2,74
Des. 2009 822.000 801.461,04 20.538,96 97,50 2,50
Jan. 2010 522.000 502.653,36 19.346,64 96,29 3,71
Feb. 2010 474000 462.642,21 11.357,79 97,60 2,40
Total 4.758.000 4.622.046,25 135.953,75 582,84 17,35
Rataan 793.000 770.341,04 22.658,96 97,14 2,86
Sumber: Laporan produksi PT SMS, 2010
3

Oleh sebab itu, perusahaan hanya menggantungkan produksinya dari pesanan


perusahaan rekanan, maka dapat dikatakan bahwa permasalahan mutu,
produktivitas dan efisiensi menjadi sangat penting. Agar perusahaan selalu
dapat menjaga mutunya, perusahaan wajib melakukan pengontrolan secara
kontinu untuk semua tahapan proses yang ada. Keterkaitan antar departemen
Production Planning and Inventory (PPIC), Produksi, Teknik dan Quality
Control (QC) merupakan keharusan, agar dihasilkan produk secara optimal
dengan mutu sesuai standar.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal di atas masalah efektivitas dan efisiensi proses


manufaktur pada produksi minuman Mountea menjadi perhatian yang utama,
karena apabila PT SMS tidak dapat memenuhi persyaratan, dapat mengalami
kehilangan peluang mendapatkan keuntungan. Permasalahan dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Berapakah nilai efektivitas produksi dan sebab-sebab potensial apakah
yang menyebabkan terjadinya penurunan efektivitas dan efisiensi proses
manufaktur pada produksi minuman Mountea di PT SMS ?
2. Apakah masalah utama penyebab nilai efektivitas dan efisiensi proses
manufaktur pada produksi minuman Mountea yang rendah dan tingginya
jumlah loss and waste, serta apa yang menjadi penyebabnya ?
3. Usulan apakah yang dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan
nilai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur produksi dan
mengurangi jumlah loss and waste ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada


produksi dan mengidentifikasi penyebab-penyebabnya.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis penyebab masalah utama rendahnya
nilai efektivitas efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada
produksi, serta tingginya jumlah loss and waste produksi.
4

3. Memberikan rekomendasi untuk membantu perusahaan dalam


meningkatkan nilai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada
produksi, serta mengurangi jumlah loss and waste.
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1. Co-packer

Copacker (kontrak pengemasan) adalah perusahaan yang


memproduksi produk lain untuk kliennya melalui kontrak dengan perusahaan
penyewa (www.wikipedia.org, 2010). Copacker atau outsoursing dapat juga
diartikan dengan mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar untuk
memperolah layanan pekerjaan yang dibutuhkan (Malik, 2008). Banyak
perusahaan memilih melakukan kerjasama dengan model copacker.
Copacker dapat menyediakan tenaga kerja dengan berbagai layanan untuk
membantu proses produksi.
Menurut (Malik, 2008), alasan perusahaan lebih memilih melakukan
kegiatan produksinya dengan menggunakan layanan copacker, yaitu:
a. Meningkatkan fokus perusahaan.
b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia.
c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering.
d. Membagi risiko.
e. Pemindahan alokasi sumber daya.
f. Memungkinkan tersedianya dana capital.
g. Menciptakan dana segar.
h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.
i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri.
j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan/dikelola.
Risiko melakukan usaha bagi perusahaan yang menggunakan layanan
copacker adalah:
a. Keuntungan tidak diperoleh secara cepat dan tidak diperoleh dalam
jumlah yang cukup nyata.
b. Akses tidak diperoleh karena pemberi jasa tidak menunjukkan kinerja
perusahaan kelas dunia.
c. Suntikan kas ternyata kurang atau tidak diperoleh sama sekali karena
pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan.
6

d. Sumber daya mungkin harus ditransfer atau diperlukan oleh perusahaan


pemberi jasa, sehingga tetap kekurangan sumber daya.
e. Perusahaan mungkin tidak dapat bebas seluruhnya dari kesulitan yang
sebetulnya ingin dihindari.
f. Berbagai tujuan yang ingin dicapai di atas tidak sepenuhnya didapat,
maka fokus core business mungkin tidak tercapai.
g. Perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan, maka mungkin
perolehan dana kapital tambahan tidak tercapai.
h. Perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan, maka mungkin
perolehan dana kapital tambahan tidak tercapai.
i. Berbagai tujuan yang ingin dicapai tidak sepenuhnya diperoleh, mungkin
risiko usaha tetap saja besar.
j. Perusahaan pemberi jasa tidak memiliki sumber daya yang diperlukan,
maka tujuan ini tidak tercapai.

2.2. Definisi Mutu

Mutu dapat didefinisikan menjadi berbagai pengertian berdasarkan sudut


pandang yang berbeda-beda. Menurut Soekarto (1990), mutu dapat didefinisikan
sebagai kelompok sifat atau faktor pada suatu komoditas yang membedakan
tingkat pemuas atau aseptabilitas dari komoditas tersebut bagi konsumen atau
para pembeli. Sedangkan ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari
serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau
harapan yang dinyatakan (Suardi, 2001). Pada dasarnya, sistem mutu modern
yang dibangun oleh industri-industri di negara maju terutama Jepang (Ishikawa,
1989) memiliki lima karakteristik, yaitu (1) berorientasi pada konsumen; (2)
partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak;
(3) setiap orang bertanggungjawab terhadap mutu; (4) mutu merupakan
pandangan hidup; (5) berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan.
Kelayakan mutu ditentukan oleh prinsip produk bermutu tinggi, harga
rendah, tepat waktu dan adanya jaminan keselamatan dari produk yang
dipasarkan yang dikenal sebagai konsep quality, cost, delivery and safety
(QCDS) dan dikembangkan lebih lanjut di dunia bisnis menjadi quality, value,
service and timeliness (QVST). Menurut Juran dalam Nasution (2004), mutu
7

produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk


memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Karakteristik mutu suatu produk manufaktur (Nasution, 2004)
didasarkan pada dimensi berikut:
1. Performa (performance) yang berkaitan dengan aspek fungsional dari
produk dan merupakan karakteristik umum yang dipertimbangkan
pelanggan, ketika ingin membeli suatu produk.
2. Features merupakan aspek yang menambah fungsi dasar, berkaitan
dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3. Kehandalan (realibility) yang berkaitan dengan kemungkinan suatu
produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah
kondisi tertentu.
4. Konfirmasi (conformance) yang berkaitan dengan tingkat kesesuaian
produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya menurut
keinginan pelangan
5. Daya tahan (durability) merupakan ukuran masa pakai suatu produk.
6. Kemampuan pelayanan (service ability) merupakan karakteristik yang
berkaitan dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan dan
akurasi dalam perbaikan,
7. Estetika (aesthetich) merupakan karakteristik mengenai keindahan yang
bersifat subyektif, sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan
refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
8. Mutu yang dipersepsikan (perceived quality) bersifat subyektif dan
berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk. Hal
ini berupa karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name-
image).

2.3. Pengendalian Mutu

Pengendalian terpadu dapat membantu perusahaan memproduksi produk


pada tingkat paling ekonomis yang memungkinkan kepuasan konsumen secara
penuh. Menurut Muhandri (2004), pengendalian mutu merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Cara
8

yang paling baik untuk mencegah dan mengendalikan cacat produk pangan
adalah sistem pengendalian mutu menyeluruh dan terpadu, yaitu sistem
pencegahan yang menitikberatkan kepada perancangan modifikasi produk,
spesifikasi proses, peralatan, tenaga kerja, sistem produksi dan sebagainya
(www.mushma.wordpress.com, 2009). Menurut Juran dalam Muhandri
(2008), pengendalian mutu merupakan proses yang digunakan untuk
membantu mencapai produk dan proses yang sesuai dengan tujuan. Kegiatan
pengendalian mutu mencakup (1) Menilai kinerja operasi yang aktual; (2)
Membandingkan dengan tujuan (standar); (3) Mengambil tindakan jika
terdapat perbedaan.
Perusahaan dapat melakukan beberapa hal untuk mendapatkan mutu
yang baik, yaitu dengan cara melakukan:
a. Inspeksi (Process Control).
b. Pengendalian mutu statistik (Statistical Process Control)
Tujuan dari pengendalian mutu statistik dapat dikatakan berikut:
a. Agar hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang telah ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya produksi menjadi serendah mungkin.
Strategi pengendalian proses secara statistik adalah membawa suatu
proses berada dibawah pengendalian secara statistik. Pengendalian secara
statistik artinya proses tersebut dikendalikan berdasarkan catatan data yang
terus menerus dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga
proses itu memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi yang diinginkan
(Gaspersz, 1998).
Menurut www.wayworld.com (2009), tujuan dari pengendalian proses
secara statistik adalah untuk menentukan apakah proses dalam keadaan
terkendali, menentukan apakah proses dalam spesifikasi dan mengidentifikasi
penyebab variasi sehingga biasanya lebih jauh menghasilkan biaya mutu yang
lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat.
Melalui pengendalian mutu maka perusahaan akan mendapatkan kemampuan
dalam hal peningkatan produktivitas, serta pencegahan cacat yang lebih besar
9

dalam proses produksi dan pemrosesan ulang, sehingga produktivitas akan


meningkat, biaya berkurang dan kapasitas produksi akan meningkat.
Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah,
antara lain:
a. Seven tools yang meliputi: Check sheet, histogram, diagram Pareto,
diagram sebab-akibat, stratifikasi, diagram pencar dan grafik kendali.
b. Analisis 5W+1H yang mencakup: what, why, who, where, when dan how.
Program pengendalian dan peningkatan mutu di perusahaan tidak dapat
dilaksanakan dengan baik jika tidak didasarkan pada data kondisi kinerja
nyata perusahaan tersebut. Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus
untuk analisis yang valid, dikenal adanya 7 (tujuh) alat bantu yang dikenal
dengan istilah seven tools. Menurut Russel dan Taylor dalam Marimin
(2004), pengendalian mutu dapat dilakukan dengan menggunakan Statistical
Process Control (SPC) yang dilandasi tujuh alat bantu utama, yaitu:
2.3.1 Check sheet (Lembar Pengumpul Data)
Lembar pengumpul data merupakan alat bantu untuk
mempermudah proses pengumpulan data bagi tujuan-tujuan tertentu
dan menyajikan dalam bentuk komunikatif, sehingga dapat dikonversi
menjadi informasi. Data sendiri merupakan unsur penting dalam
pelaksanaan pengendalian dan perbaikan mutu. Data berguna untuk
membantu memahami situasi yang sebenarnya, menganalisis
persoalan, mengendalikan proses, mengambil keputusan dan membuat
rencana (Muhandri, 2008). Tujuan dari lembar periksa adalah untuk
meyakinkan bahwa data dikumpulkan secara hati-hati dan akurat untuk
kendali proses dan penyelesaian masalah.
2.3.2 Stratification (Pengelompokkan)
Stratification merupakan suatu teknik pengelompokkan data
kedalam kategori tertentu yang ditujukan untuk mengurai atau
mengklasifikasikan data dan masalah menjadi kelompok sejenis yang
lebih kecil agar dapat mengambarkan permasalahan secara jelas,
sehingga kesimpulan dapat lebih mudah diambil. Misalnya mengurai
menurut (1) Jenis kesalahan/kerusakan; (2) Penyebab dari kesalahan
10

atau kerusakan; (3) Lokasi kesalahan atau kerusakan; (4) Material, hari
pembuatan, unit kerja, orang yang mengerjakan, penyalur, waktu, lot
dan lain-lain. Stratifikasi ini sangat penting untuk mencari penyebab
utama faktor mutu, membantu membuat diagram pencar, membantu
dalam pengambilan keputusan pada peta kontrol dan alat yang efektif
untuk mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi
(Muhandri, 2008).
2.3.3 Histogram
Histogram merupakan alat statistik yang dapat menggambarkan
penyebaran atau simpangan baku (standar deviation) suatu parameter
proses dalam bentuk diagram batang. Histogram adalah suatu alat yang
meringkas grafik data yang membolehkan kita untuk (1)
Mengelompokan pengamatan data di dalam sel, atau mendefinisikan
kembali kategori, dalam order untuk menutupi lokasi data dan
karakteristik dispersi; (2) Mampu memperkirakan kapabilitas proses
dan menghubungkan spesifikasi dengan target; (3) Memperkirakan
bentuk populasi dan menandakan jika ada beberapa gap dalam data;
(4) Memeriksa mutu suatu proses atau pekerjaan. Histogram berguna
untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk dispersi, nilai
rataan dan sifat dispersi (Muhandri, 2008).
2.3.4 Diagram Pareto
Diagram Pareto merupakan grafik yang menunjukan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian (Ishikawa, 1989). Masalah yang
paling banyak terjadi ditunjukan oleh grafik batang pertama yang
tertinggi, serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai
masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukan oleh grafik batang terakhir
yang terendah, serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Data yang
penting berada di sebelah kiri dan yang lainnya berada disebelah kanan.
Diagram Pareto adalah model pengorganisasian kesalahan, problem atau
cacat untuk membantu memfokuskan pada usaha-usaha pemecahan
masalah. Diagram Pareto dibuat berdasarkan data statistik dan prinsip
bahwa 20% penyebab bertanggungjawab terhadap 80%
11

masalah yang muncul atau sebaliknya. Kedua aksioma tersebut


menegaskan bahwa lebih mudah mengurangi bagian lajur yang terletak di
bagian kiri diagram Pareto daripada mencoba untuk menghilangkan
secara sistematik lajur yang terletak di sebelah kanan diagram. Hal ini
dapat diartikan bahwa diagram Pareto dapat menghasilkan sedikit sebab
penting untuk meningkatkan mutu produk atau jasa. Dengan
menggunakan diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang sedikit
tetapi dominan (vital few) dan masalah yang banyak tetapi kurang
dominan (trivial many). Secara rinci, kegunaan diagram Pareto adalah:
a. Menunjukkan masalah utama.
b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap
keseluruhan.
c. Menunjukan tingkat perbaikan setelah dilakukan tindakan pada
masalah terpilih.
d. Menunjukan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan
sesudah perbaikan.
2.3.5 Diagram Sebab Akibat
Diagram ini sering juga disebut diagram tulang ikan (fish bone
diagram) yang dikembangkan oleh orang Jepang yang bernama Kaoru
Ishikawa, sehingga sering disebut sebagai diagram Ishikawa atau
sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan. Diagram ini
digunakan untuk menganalisa suatu proses atau situasi dan
menemukan kemungkinan penyebab suatu masalah atau persoalan
yang sedang terjadi. Menurut Gaspersz (1998), diagram tulang ikan
adalah suatu diagram yang digunakan untuk menunjukan faktor-faktor
penyebab dan akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Setiap akibat, terdiri dari beberapa penyebab. Penyebab dapat
diklasifikasikan dalam beberapa penyebab utama, yaitu metode kerja,
bahan baku, pengukuran manusia, mesin dan lingkungan.
Penyusunan diagram Ishikawa dilakukan dengan teknik
brainstorming (sumbang saran). Langkah pertama alam membuat
diagram Ishikawa ialah menentukan akibat dari masalah yang ada.
12

Akibat ini diletakan pada sisi sebelah kanan dari kertas besar. Pada
dasarnya diagram sebab akibat dapat digunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan berikut:
a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.
b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
2.3.6 Diagram Pencar
Diagram ini merupakan diagram yang menggambarkan
hubungan antara dua faktor/peubah. Dengan menggunakan diagram ini
dapat dilihat apakah dua peubah yang diuji memiliki hubungan atau
tidak. Diagram ini juga membantu memeriksa korelasi dari penyebab
yang kontinu terhadap suatu karakteristik mutu.
2.3.7 Grafik Kendali Mutu (Control chart)
Grafik merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk gambar.
keuntungan penyajian data dengan memakai bentuk grafik adalah:
a. Data lebih cepat, mudah, jelas dan enak dilihat.
b. Hubungan dengan data yang lalu dapat dipaparkan sekaligus.
c. Perbandingan dengan data lain yang berhubungan dapat dilihat
dengan jelas.
Meskipun banyak sekali tipe grafik yang dapat dibuat, pada dasarnya
terdapat 3 macam bentuk grafik, yaitu (1) Grafik garis; (2) Grafik
kolom/balok; dan (3) Grafik lingkaran.
Grafik kendali mutu digunakan untuk mengidentifikasi
kecenderungan atau tren yang terjadi dengan jalan memetakan data
selama periode waktu tertentu tetapi tidak menunjukan penyebab
munculnya penyimpangan. Grafik kendali digunakan untuk menganalisis
proses dengan tujuan melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap
suatu mutu. Grafik ini mendeteksi abnormalitas suatu proses dengan
bantuan grafik garis. Variabilitas dasar atau gangguan dasar adalah
pengaruh kumulatif dari banyak sebab-sebab kecil, yang
13

pada dasarnya tidak terkendali. Metode yang sering digunakan untuk


mengetahui sumber variasi dari proses adalah peta-peta kendali.
Perlu diperhatikan bahwa tujuh alat bantu di atas adalah sekedar tools.
Perusahaan tidak harus menggunakan semua tools tersebut untuk diterapkan
di perusahaan. Harus dipilih dan ditetapkan jenis tools yang sesuai dengan
kondisi tim perbaikan mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan

2.4. Manajemen Produksi dan Operasi

Manajemen operasi merupakan sekumpulan aktifitas yang dapat


memberikan nilai dalam pembuatan barang dan jasa melalui transformasi
input menjadi output. Menurut Assauri (2004), Manajemen produksi dan
operasi adalah proses pencapaian dan pengutilisasian sumber-sumber daya
untuk memproduksi atau menghasilkan barang atau jasa yang berguna
sebagai usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa manajemen produksi dibutuhkan untuk mengatur dan
mengkordinasikan faktor-faktor produksi, yaitu manusia, dana mesin dan
bahan, yang semuanya itu bertujuan untuk menghasilkan barang dan jasa
secara efisien. Secara umum fungsi produksi terdiri dari subsystem input,
proses, output dan umpan balik.
2.4.1 Proses Produksi
Proses produksi adalah suatu cara, metode dan teknik untuk
menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan
menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan
dana) yang ada. Menurut Assauri (2004), proses produksi terdiri dari dua
kata, yaitu proses dan produksi. Proses adalah cara, metode dan teknik
bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan
dana) yang ada dirubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan
produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan
suatu barang atau jasa. Secara garis besar proses produksi dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu proses produksi terus menerus (Continuous
process) dan proses produksi yang terputus-putus (Intermittent Process).
Sedangkan jenis proses produksi yang didasarkan atas kepentingan yang
14

proses produksi menurut wujudnya dan proses produksi menurut


pengawasan proses produksi yang bersangkutan.
2.4.2 Overall Equipment Effectiveness
Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah metode yang
umum digunakan untuk mengukur dan memaksimalkan efektivitas dan
efisiensi proses manufaktur pada produksi. OEE bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas peralatan lini produksi sehingga tercapai
volume lebih besar dengan hasil yang baik sehingga biaya produksi
yang dikeluarkan lebih rendah. Menurut Hansen (2001), metode ini
dipilih karena perhitungannya didasarkan tidak hanya pada faktor
ketersediaan (Availability) tetapi juga faktor unjuk kerja (Performance
Efficiency) dan kualitas (Quality Rate).
OEE merupakan pengukuran efektivitas peralatan secara
keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa capaian performansi dan
reliability peralatan (umumnya mesin). OEE merupakan indikator
performansi produktivitas yang didasarkan pada level tertentu dari kinerja
yang diharapkan. Besarnya kesempatan untuk memperbaiki produktivitas
yang diidentifikasi dengan menggunakan OEE tergantung pada langkah
yang tepat yang diambil oleh perusahaan. Dengan OEE dapat diketahui
dan diukur penyebab melemahnya kinerja peralatan.
Menurut Hansen (2001), OEE dapat dikategorikan, antara lain, bila
< 65% tidak dapat diterima. Jika 65-75% cukup baik hanya ada
kecenderungan adanya peningkatan tiap kuartalnya. Sedangkan 75-85%
sangat bagus lanjutkan hingga world-class level > 85% untuk batch type
process dan > 90% untuk continuous discrate process. Nilai OEE dari
setiap perusahaan bisa dikatakan memenuhi standar world class apabila
sudah sesuai dengan kriteria berikut: 90% Availability, 95% Performance,
99,9% Quality dan 85% OEE. (www.vorne.com, 2010).
Terdapat enam kerugian yang menyebabkan rendahnya kinerja
mesin dan peralatan yang dikenal dengan istilah six big losses. Six big
losses atau enam kerugian utama dihitung untuk mengetahui OEE dari
15

suatu peralatan agar dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan.


Six big losses dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Availability, terdiri dari:
1) Breakdown losses, yaitu kerugian yang disebabkan adanya
kerusakan mesin atau peralatan sehingga memerlukan suatu
perbaikan. Kerugian ini sebagai contoh, downtime karena
perbaikan mesin dan peralatan
2) Setup and adjustment losses, yaitu kerugian yang disebabkan
karena adanya perubahan kondisi operasi, seperti kegiatan setup
dan penyesuaian tiap shift. Kerugian ini sebagai contoh,
downtime karena setup (pergantian bahan baku, perubahan
peralatan), startup dan pengaturan mesin.
Besarnya nilai availability rate dihitung dengan rumus
(www.oee.com, 2010).

Availability Planned production time downtime x100% ....... (1)


Planned productiontime

b. Performance, terdiri dari:


1) Small stops, yaitu kerugian yang disebabkan oleh kejadian-
kejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin,
waktu menganggur (idle time) dari mesin. Kenyataannya, kerugian
ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak
dan ketika operator tidak dapat memperbaiki dalam waktu yang
telah ditentukan dapat dianggap sebagai breakdown. Kerugian ini
seperti sebagai contoh, kondisi stop run, unbalance line,
checking/cleaning dan small adjustment.
2) Speed losses, yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja secara
optimal (kecepatan kerja mesin berkurang) sesuai dengan
teoritisnya. Pada kecepatan yang lebih tinggi, secara teoritis
akan terjadi penurunan kualitas dari produk. Kerugian ini
seperti sebagai contoh, penurunan kecepatan mesin, penurunan
kecepatan man power.
16

Besarnya nilai performance rate dihitung dengan rumus


(www.oee.com, 2010).

Total output
Performance x100% ............... (2)
Operating time x Ideal run rate

c. Quality, terdiri dari:


1) Quality defect and rework losses, yaitu kerugian karena produk
tidak berada di dalam batas spesifikasi atau kecacatan produksi
yang terjadi pada operasi normal. Kerugian ini meliputi biaya
tenaga kerja untuk melakukan rework dan biaya material yang
terbuang.
2) Yield losses, yaitu kerugian yang disebabkan oleh material yang
tidak terpakai atau sampah bahan baku. Kerugian ini dibagi
keadalam dua bagian. Pertama berupa sampah bahan baku yang
disebabkan kesalahan desain, metode manufaktur, dan peralatan
yang mengalami gangguan. Kedua adalah kerusakan produksi
yang disebabkan oleh adanya proses adjusting dan juga pada
saat mesin melakukan pemanasan (belum dalam kondisi stabil),
sehingga banyak terjadi reject.
Besarnya nilai quality rate dihitung dengan rumus (www.oee.com,
2010).

Quality Good output x100% ..................................................... (3)


Total output

Setelah mendapatkan nilai availability, performance dan quality


rate maka OEE adalah gabungan dari ketiga formula di atas.

OEE Availability rate x Performance rate x Quality rate ................ (4)

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat faktor yang paling


berpengaruh mengurangi tingkat OEE, kemudian dilakukan langkah
untuk meningkatkan OEE. Nilai OEE dikatakan baik bila nilainya lebih
dari 85%. Berdasarkan uraian di atas, mska dapat ditampilkan hirarki
17

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai OEE yang dapat


dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hirarki faktor-faktor OEE (www.oee.com, 2010)

2.4.3 Efisiensi dan Produktivitas


Pengertian efisiensi suatu industri adalah kemampuan industri
tersebut untuk memproduksi output maksimum dengan menggunakan
input dalam jumlah tertentu, atau kemampuan sebuah industri untuk
memproduksi sejumlah output tertentu dengan menggunakan input
dalam jumlah minimal. Pengertian efisiensi dalam produksi
merupakan antara perbandingan output dan input, berkaitan dengan
tercapainya output maksimum dengan sejumlah input. Jika rasio ouput
besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa
efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output
(Shone dalam Susantun, 2000).
Produktivitas pada dasarnya merupakan hubungan antara output
dan input dalam sebuah produksi. Produktivitas dapat diukur secara
parsial maupun total. Produktivitas parsial merupakan hubungan antara
output dengan satu input. Contoh produktivitas parsial yang sering
digunakan antara lain produktivitas proses produksi yang disebut
dengan nilai yield yaitu perbandingan antara jumlah output produksi
dengan input produksi yang menggambarkan nilai efisiensi produksi,
18

produktivitas tenaga kerja yang menunjukkan rataan output per tenaga


kerja, atau produktivitas kapital yang menggambarkan rataan output
per kapital.
Produktivitas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara
totalitas keluaran pada waktu tertentu dengan totalitas masukan selama
periode tersebut, atau suatu tingkat efisiensi dalam memproduksi barang
dan jasa (Edwin B. Fillipo dalam www.dewey.petra.ac.id, 2009).
Pertumbuhan produktivitas dapat terjadi karena pengaruh dua
faktor, yaitu perubahan efisiensi dan perubahan teknologi. Dengan
demikian usaha untuk meningkatkan produktivitas dapat ditempuh
melalui dua cara. Pertama, dengan cara meningkatkan efisiensi,
misalnya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM)
melalui diklat, sehingga mampu menerapkan teknologi secara lebih
efisien; Kedua, dengan cara meningkatkan teknologi, misalnya
mengadopsi teknologi baru.
Produktivitas dapat dikatakan meningkat, jika memenuhi
keadaan atau kriteria berikut :
1. Volume output bertambah besar, sedangkan volume input tetap.
2. Volume output tetap, sedangkan volume input berkurang.
3. Volume output bertambah lebih besar, bila dibandingkan dengan
pertambahan volume input.
4. Volume output berkurang lebih sedikit, bila dibandingkan
pengurangan volume input.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Setiap perusahaan memiliki visi dan misi sebagai pedoman dan


landasan dalam melaksanakan semua kegiatan perusahaan termasuk PT SMS
yang memiliki visi dan misi yang digunakan sebagai landasan untuk
mencapai tujuan perusahaan. Visi PT SMS adalah Menghasilkan Produk
Dengan Kapasitas Optimal yang Didukung Oleh Kualitas Prima. Agar dapat
mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan mesin dan
pengandalian proses produksi di PT SMS maka digunakan metode OEE.
Sedangkan seven tools digunakan untuk membantu menganalisa penyebab-
penyebab apakah yang mempengaruhinya. Kerangka pemikiran tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.

PT Sekawan Maju Sejahtera

Visi dan Misi

Pengendalian proses
manufaktur pada produksi
Efektifitas Efisiensi

OEE Penghitungan
Loss and waste

Identifikasi penyebab masalah


dengan seven tools

Analisa akar penyebab masalah


dengan seven tools

Upaya peningkatan efektifitas


dan efisiensi proses manufaktur
pada produksi

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian


22

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT SMS, Jl Raya Yakarta-Bogor Km.


41,2. Kawasan 3M Kampung Pendurenan RT 04 RW 14 Kelurahan Pabuaran
Kecamatan Cibinong. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Febuari
sampai April 2010.

3.3. Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan,
brainstorming dan diskusi untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
terjadinya downtime, serta loss and waste dan mencari alternatif solusi
permasalahan dalam proses manufaktur pada produksi. Wawancara dan
diskusi dilakukan dengan pihak-pihak terkait sebagai narasumber yang
memiliki pengalaman dan kompetensi di bidang produksi, quality dan
engineering. Responden meliputi plant manager, assistant plant manager,
kepala produksi, supervisor quality control dan kepala engineering.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan dan penghitungan
data laporan produksi, jumlah jam kerja, downtime mesin yang terjadi,
kecepatan mesin, hasil produksi dan jumlah produk cacat. Data lain
diperoleh melalui studi literatur dan informasi lain yang dapat dapat
mendukung penelitian ini.

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui


pendekatan studi kasus. Pengukuran nilai efektivitas proses manufaktur pada
produksi dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap data masa lalu
dan data masa kini dengan menggunakan metode OEE, sedangkan
penghitungan efisiensi proses untuk mengetahui jumlah loss and waste
produksi dilakukan melalui penghitungan nilai yield produksi dengan
membandingkan antara jumlah output dengan input produksi, sehingga
kehilangan atau nilai loss and waste produksi dapat diperoleh dengan cara
membandingkan selisih antara input dan output dibagi dengan input.
23

Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan analisis permasalahan


proses manufaktur pada produksi dengan menggunakan alat bantu seven
tools. Penggunaan alat bantu seven tools tidak digunakan semuanya, tetapi
disesuaikan dengan kondisi permasalahan yang ada di PT SMS. Berdasarkan
hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi permasalahan apakah yang menjadi
penyebab utama rendahnya efektivitas dan efisiensi produksi di PT SMS.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan


PT SMS didirikan pada bulan Juli tahun 2007 bertempat di Jl
Raya Jakarta - Bogor Km. 41,2. Kawasan 3M Kampung Pendurenan
RT 04 RW 14 Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong Bogor, Jawa
Barat. Perusahaan ini adalah perusahaan yang bergerak di industri
produk olahan pangan dengan produksi minuman beraroma. Sampai
saat ini PT SMS hanya berfokus pada produksi minuman teh dalam
kemasan cup dengan merek Mountea, yang merupakan produk
makloon dari PT Dharana Inti Boga.
4.1.2 Visi dan Misi
PT SMS memiliki visi Menghasilkan Produk Dengan Kapasitas
Optimal yang Didukung Oleh Kualitas Prima. Visi tersebut kemudian
dijabarkan menjadi misi perusahaan berikut :
a. Mengoptimalkan pelaksanaan pengendalian mutu hasil produksi.
b. Melaksanakan proses produksi sesuai dengan standar dan
ketentuan yang telah ditetapkan.
c. Melaksanakan program preventif maintenance terhadap peralatan
dan mesin pendukung produksi secara konsisten.
d. Melakukan pembinaan dan peningkatan kemampuan teknis terhadap
sumber daya manusia yang tersedia.
4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan
PT SMS dipimpin oleh seorang Plant Manager yang membawahi
beberapa Departemen, yaitu Departemen Engineering dan Umum,
Produksi, serta Quality Assurance and Quality Control (QA and QC).
Dalam menjalankan tugas sehari-harinya plant manager dibantu oleh
seorang Assisant Plant Manager. PT SMS saat ini memiliki 52 orang
karyawan. Hari kerja di PT SMS dilakukan selama 5 (lima) hari kerja
dalam seminggu (Senin-Jumat) dengan waktu kerja berikut:
25

a. Hari Senin – Kamis : Pukul 07.00-16.30 (istirahat 30 menit)


b. Hari Jumat : Pukul 07.00-17.00 (istirahat 60 menit)
Struktur organisasi di PT SMS dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2. Aspek Produksi

4.2.1 Bahan Baku


Bahan baku dan bahan kemas yang diterima oleh PT SMS
semua dibeli oleh pihak purchasing perusahaan pemberi jasa, dalam
hal ini PT Dharana Inti Boga kepada supplier (pemasok) sesuai dengan
pehitungan yang dilakukan oleh pihak PPIC (Production Planning and
Inventory Control). Secara umum bahan baku yang digunakan untuk
memproduksi minuman teh dalam kemasan Mountea di PT SMS, yaitu
air, gula, pengatur keasaman asam sitrat, ekstrak teh, pemanis buatan
natrium siklamat, perisa dan pengawet natrium bonzoat. Sedangkan
bahan kemas yang digunakan yaitu cup plastik, lid, karton, sedotan
dan lakban.
Air digunakan sebagai bahan baku utama karena sekitar 98% bahan
baku yang digunakan adalah air. Gula yang digunakan dalam pembuatan
Mountea adalah gula pasir atau sukrosa. Fungsi gula adalah untuk
memberikan rasa manis. Asam sitrat berfungsi sebagai pengatur keasaman
dan juga memiliki efek pengawet karena dapat menurunkan pH produk.
Teh yang digunakan dalam pembuatan Mountea sudah dalam bentuk
ekstrak. Teh sendiri memiliki kandungan polifenol berupa katekin dan
flavanol. Senyawa ini berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkap
radikal bebas dalam tubuh juga ampuh mencegah berkembangnya sel
kanker dalam tubuh (www.indosiar.com, 2009). Pemanis buatan
digunakan untuk membantu meningkatkan rasa manis. Penggunaan
pemanis buatan dosisnya diatur sesuai keputusan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) No. HK 00.05.5.1.4547.
Tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan.
26

4.2.2 Proses Pengolahan


Pelaksanaan proses produksi dimulai dari penerimaan order dari
perusahaan pemberi jasa yang tertuang dalam PO (Purchase Order)
bulanan yang kemudian dibagi kedalam rencana produksi mingguan.
Secara umum proses pembuatan Mountea terdiri dari tahapan
pengolahan air (water treatment), persiapan bahan baku, pencampuran
(mixing), pasteurisasi, filling and sealing, cooling dan packing. Flow
proses pembuatan Mountea dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan Mountea


27

1. Proses Pengolahan Air


Bahan yang paling mendasar dalam proses pembuatan Mountea
adalah air. Air yang digunakan dalam pembuatan Mountea adalah
air yang memenuhi syarat, yang telah ditetapkan oleh PT Dharana
Inti Boga. Air sebelumnya akan mengalami proses pengolahan
(water treatment) agar air yang akan digunakan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Proses water treatment secara
umum dimulai dari penerimaan air, penampungan air kedalam
tangki penampung, pemberian khlorin dan carbon filter.
2. Proses Persiapan Bahan Baku
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan Mountea perlu
dilakukan standarisasi atau perhitungan formula supaya
menghasilkan produk dengan komposisi yang diinginkan. Bahan
baku yang tidak sesuai akan menghasilkan produk yang tidak
sesuai pula. Persiapan bahan baku disesuaikan dengan jenis
produk dan formula yang akan diproduksi. Tahap persiapan bahan
baku atau formulasi adalah serangkaian proses penimbangan
bahan baku untuk mencapai komposisi bahan yang sesuai dengan
formulasi produk. Semua bahan yang digunakan dalam pembuatan
Mountea harus melalui pemeriksaan mutu dan memenuhi standar
yang telah ditetapkan.
3. Proses Mixing
Proses mixing adalah suatu proses pencampuran bahan baku yang
sudah ditimbang sesuai dengan formula produk, kedalam larutan
air agar menjadi sebuah sistem yang homogen. Tujuan dari proses
mixing adalah untuk mendapatkan sistem campuran yang
homogen. Larutan produk yang sudah jadi, sebelum dialirkan ke
mesin pasteurizer akan melewati filter yang berfungsi untuk
menyaring kotoran yang mungkin ada pada larutan produk.
4. Proses Pasteurisasi
Larutan produk yang telah tercampur secara homogen kemudian di
alirkan menuju tahapan proses pasteurisasi. Pasteurisasi adalah
28

proses pemanasan produk untuk membunuh dan atau


menginaktifkan mikroorganisme berbahaya seperti bakteri, virus,
protozoa, moulds dan yeast. Pasteurisasi bertujuan untuk
membunuh mikroba patogen. Tahap pasteurisasi pada pembuatan
Mountea di PT SMS dilakukan dengan cara memanaskan produk
pada suhu dalam jangka waktu tertentu. Proses pasteurisasi terjadi
pada unit pasteurisasi yang terdiri dari THE (Tubular Heat
Exchanger) dan storage tank. Setelah melewati rangkaian THE
produk akan menuju ke storage tank. Storage tank berfungsi
sebagai tangki penampung dan pengkondisian suhu akhir sebelum
produk dialirkan ke mesin filler.
5. Proses Filling and Sealing
Proses filling and sealing adalah proses pemasukan produk
kedalam kemasan primer (cup) yang diikuti dengan poroses
penutupan dengan menggunakan lid. Proses filling and sealing
dilakukan dengan menggunakan mesin filler cup. Proses filling
dilakukan dengan suhu produk sekitar 80 ˚C dengan volume per
cup sebanyak 190 ml. PT SMS memiliki dua mesin filler dengan
kapasitas masing-masing mesin mampu melakukan proses filling
and sealing sebanyak 280 cup per menitnya. Setelah produk keluar
dari mesin filling selanjutnya dilakukan pemberian kode produksi
dan kode expired pada kemasan produk secara otomatis dengan
menggunakan mesin inkjet print.
6. Proses Cooling dan Packing
Proses cooling adalah proses penurunan suhu produk jadi yang
sudah dikemas dengan menggunakan air dingin. Proses tersebut
dilakukan dengan cara mencelupkan produk jadi yang sudah
dikemas kedalam bak yang berisi air dingin. Tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya degradasi komponen seperti nutrisi dan
perisa dalam produk.
Proses packing adalah proses pengemasan produk kedalam kemasan
sekunder (karton). Pada proses packing dilakukan juga pemasukan
29

sedotan kedalam karton. Karton yang telah diberi produk dan


sedotan selanjutnya di isolasi dengan menggunakan lakban
menggunakan mesin sealing box.
7. Proses Palleting dan Penyimpanan
Proses palleting adalah proses penyusunan produk jadi yang sudah
dikemas kedalam kemasan karton di atas palet. Hal tersebut
dilakukan agar memudahkan saat proses penyimpanan dan
pengangkutan. Setelah produk disusun di atas palet selanjutnya
produk dibawa menuju gudang jadi untuk mengalami proses
karantina sebelum dijual.
4.2.3 Mesin dan Peralatan Produksi
Proses produksi minuman teh dalam kemasan cup Mountea
membutuhkan mesin dan peralatan yang sesuai untuk setiap langkah
proses. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan
Mountea di PT SMS adalah tangki penampung air, boiler, compressor
machine, mixing tank, storage tank, pasteurizer (THE), filling
machine, inkjet print machine, cooling conveyor, sealing box machine,
hand pallet, forklift car. Berikut ini penjelasan fungsi kerja masing-
masing mesin dan peralatan tersebut.
1. Tangki Penampung Air
Proses pembuatan Mountea di PT SMS dimulai dari tahap
penerimaan dan pengolahan air. Air yang digunakan diperoleh dari
air curah yang dibeli dari supplier. Sebelum digunakan air di olah
melalui tahapan water teratment sebelum ditampung menggunakan
tangki penampung air. PT SMS memiliki 2 buah tangki air dengan
kapasitas masing-masing 10.000 l.
2. Boiler
Boiler digunakan sebagai pasokan uap atau steam. Uap digunakan
untuk memanaskan air baku dan sebagai media pemanas pada
proses pasteurisasi.
30

3. Mesin Compressor Udara


Mesin compressor udara digunakan sebagai pasokan angin untuk
mesin filling dan juga peralatan lainnya yang membutuhkan
pasokan angin.
4. Mixing Tank
Mixing tank adalah tangki yang digunakan untuk mencampur
bahan baku untuk pembuatan Mountea. Tangki tersebut dilengkapi
dengan agitator, thermometer dan pompa transfer. Agitator
berfungsi sebagai pengaduk horizontal untuk mencampur bahan-
bahan formula. Sedangkan pompa digunakan untuk mentransfer
produk menuju mesin pasteurisasi. PT SMS memiliki 2 buah
preparation tank dengan kapasitas masing-masing 2.000 l dan 2
buah final tank dengan kapasitas masing-masing 6.000 l.
5. Pasteurizer
Pasteurizer atau mesin pasteurisasi digunakan untuk memanaskan
larutan produk dengan tujuan membunuh mikroba patogen. Mesin
pasteurizer yang digunakan oleh PT SMS adalah mesin THE.
6. Storage Tank
Storage tank atau tangki penampung digunakan untuk menampung
produk setelah melewati proses pasteurisasi sebelum menuju
proses filling. Pada tangki storage dilengkapi dengan double jacket
yang mampu memanaskan produk.
7. Filling Cup Machine
Filling cup machine adalah mesin yang digunakan untuk
melakukan proses pengisian produk kedalam kemasan cup (filling)
sekaligus melakukan proses penutupan produk (sealing). PT SMS
saat ini memiliki 2 (dua) mesin filling cup 16 line (Lampiran 2)
dengan kapasitas per mesin mampu melakukan proses filling and
sealing sebanyak 280 pcs cup per menit.
8. Inkjet Print Machine
Mesin ini berguna untuk memberi kode produksi dan expired pada
produk. PT SMS memiliki dua mesin inkjet print. Pemberian kode
31

berlangsung secara otomatis dengan menggunakan conveyor


berjalan.
9. Cooling Conveyor
Cooling conveyor digunakan untuk proses pendinginan produk,
berbentuk sebuah bak yang diberi air pendingin dengan conveyor
berjalan.
10. Sealing Box Machine
Sealing box adalah mesin yang digunakan untuk proses perekatan
kemasan karton yang telah diisi produk dengan menggunkan isolasi.

4.3. Sistem Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu memiliki peranan penting dalam suatu rangkaian


proses produksi, dimana mutu suatu produk sangat ditentukan oleh bahan
baku yang akan diolah menjadi produk jadi. PT SMS memiliki departemen
khusus, yaitu departemen Quality Control (QC) yang bertugas
mengendalikan mutu produk Tugas utama departemen QC adalah melakukan
pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses produksi dan
pengendalian mutu produk akhir.
4.3.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan dalam menghasilkan sebuah produk. Proses penerimaan
bahan baku pertama kali ditangani oleh bagian QC incoming. Bagian
ini bertugas memeriksa bahan baku dan bahan kemas yang datang dari
pemasok. Setiap bahan baku yang datang harus disertai dengan surat
jalan sebagai bukti pengiriman barang sekaligus untuk mencocokan
kesesuaian jumlah dan waktu pemesanan yang tercatat di bagian PPIC.
Pemeriksaan bahan baku dilakukan dengan menggunakan metoda
sampling dan diperiksa sesuai dengan jenis masing-masing bahan
untuk dibandingkan dengan persyaratan mutu bahan tersebut.
Sedangkan untuk bahan baku yang tidak bisa diuji karena keterbatasan
alat akan melihat kepada CoA (Certificate of Analysis) yang diberikan
oleh pihak pemasok.
32

Bahan baku dan bahan kemas yang sudah diperiksa dan


dinyatakan dapat diterima akan diturunkan dari kendaraan pengangkut
dan disimpan didalam gudang bahan baku atau bahan kemas. Semua
barang yang diterima disimpan di atas palet, kemudian diberi status
release atau passed QC, sedangkan untuk barang yang tidak sesuai
maka QC akan memberikan label status tunda atau langsung menolak
barang tersebut dan dikembalikan kepada supplier. Proses
penyimpanan dan pengeluaran bahan baku dan bahan kemas
menggunakan sistem FIFO (First In First Out), yaitu setiap bahan baku
dan bahan kemas yang masuk atau datang terlebih dahulu akan
dikeluarkan terlebih daahulu.
4.3.2 Pengendalian Mutu Proses
Pengendalian mutu proses produksi dilakukan pada setiap
tahapan proses. Kegiatan pengendalian mutu ini dimulai dari proses
pengolahan air hingga proses penyimpanan produk akhir di gudang.
Pengendalian mutu ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan selama proses produksi berlangsung. Pengujian yang
dilakukan meliputi pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi. Hasil
pengujian fisika dan kimia dapat diketahui pada saat itu juga
sedangkan hasil analisis mikrobiologi harus menunggu waktu inkubasi
terlebih dahulu. Inkubasi dilakukan selama 1-2 hari untuk bakteri
angka lempeng total (TPC), E. coli dan coliform. Sedangkan 3 hari
untuk kapang dan khamir. Hal-hal yang harus dikendalian dalam
proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.3.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir
Pemeriksaan mutu produk akhir meliputi pemeriksaan fisik, kimia
dan mikrobiologi. Sample produk hasil produksi diambil tiap batch-nya
untuk dilakukan pengujian fisika dan kimia yang meliputi pemeriksaan
organoleptik, pH dan kadar brix serta uji mikrobiologi yaitu uji TPC, E.
coli, coliform serta kapang dan khamir. Uji E. coli dilakukan apabila hasil
uji coliform dinyatakan positif. Penanganan produk akhir meliputi
inkubasi dan sample retain. Sample retain adalah
33

kegiatan pengambilan dan penyimpanan produk untuk memonitor


perubahan kualitas produk tersebut selama di pasar melalui pengamatan
dan analisa kondisi sample, tujuannya adalah sebagai sarana monitoring
kualitas produk di pasar serta sebagai referensi bila terjadi penyimpangan
atau komplain produk. Pengecekan kondisi retain sample dilakukan setiap
3 bulan sampai waktu kadaluarsa produk berakhir.
Produk jadi atau finish goods kemudian disimpan digudang jadi
dan diberikan status oleh QC. Status release diberikan kepada produk
yang sesuai standar dan telah siap untuk dipasarkan. Status hold
diberikan untuk produk yang belum siap dipasarkan dan masih harus
menunggu analisa. Satus reject diberikan kepada produk yang
mengalami penyimpangan.

4.4. Identifikasi Permasalahan

Hal utama yang menjadi perhatian utama adalah masih rendahnya nilai
utilisasi atau efektivitas mesin serta tingginya nilai loss and waste selama
proses produksi berlangsung. Penghitungan nilai efektivitas mesin
diperlukan untuk mengetahui apakah proses produksi berjalan efisien atau
tidak. Loss and waste merupakan kehilangan bahan selama proses
berlangsung dan dianggap sebagai kerugian bagi perusahaan.
Tahap awal yang akan diidentifikasi pada penelitian ini adalah
melakukan pengukuran nilai OEE untuk mengetahui besarnya nilai
pemanfaatan alat dan mesin di PT SMS, serta mengidentifikasi faktor-fakor
yang menyebabkan terjadinya loss and waste di PT SMS.

4.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.5.1 Penghitungan OEE


Pengumpulan data dilakukan melalui pengambilan data sekunder
perusahaan selama 5 bulan dari bulan Oktober 2009-Febuari 2010 dan
dilanjutkan dengan pengamatan selama 1 minggu di bulan Maret 2010 (5
hari kerja). PT SMS selama ini belum pernah mengukur nilai OEE untuk
mengetahui efektivitas peralatan atau mesin pada lini proses produksinya.
OEE merupakan salah satu tools untuk menilai besarnya
34

efektivitas pemanfaatan peralatan dan mesin. Tahap awal dalam


melakukan penilaian OEE ialah mengumpulkan data produksi. Data
yang diperlukan untuk menghitung OEE antara lain adalah data waktu
kerja perusahaan, data downtime, kecepatan mesin dan data hasil
produksi. Data produksi masa lalu PT SMS pada kurun waktu bulan
Oktober 2009-Febuari 2010 dan berdasarkan hasil pengamatan selama
5 hari dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Data produksi masa lalu
PT SMS
Operating Planned Ideal Run Total Good
Bulan Time Production Rate Output Output
(mnt) Time (mnt) (box/mnt) (box) (box)
Okt 09 15.422,5 17.795 22 242.646,5 241.380
Nov 09 17.890 20.465 22 264.703 263.619
Des 09 10.520 12.315 22 176.400 175.759
Jan 10 8.225 8.967,5 22 121.689 110.231
Feb 10 7.920 8.425 12 73.410,25 73.291
Sumber: Laporan produksi PT SMS, 2010
Tabel 3. Data produksi pengamatan langsung
Planned Ideal Run Total Good
Maret Operating
Production Rate Output Output
2010 Time (mnt) Time (mnt) (box/mnt) (box) (box)
22 350 500 22 6.376,96 6.357
23 365 530 22 6.320,96 6.294
24 470 487,5 22 7.724,71 7.706
25 460 527,5 22 7.745,21 7.725
26 265 530 22 5.130,17 5.107

Tahap pertama sebelum mendapatkan nilai OEE ialah


melakukan perhitungan nilai persentase availability, performance dan
Quality rate. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai OEE dilakukan
dengan cara mengkalikan ketiga nilai tersebut. Nilai OEE selama
bulan Oktober 2009-Febuari 2010 dapat dilihat pada Tabel 4. Cara
penghitungan OEE dapat dilihat pada Lampiran 4.
35

Tabel 4. Nilai OEE berdasarkan data masa lalu


Availability Performance Quality OEE
Bulan (%) (%) (%) (%)
Oktober 2009 86,7 69,4 99,5 59,8
November 2009 87,4 65,3 99,6 56,8
Desember 2009 85,4 73,9 99,6 62,9
Januari 2010 91,7 65,3 90,6 54,2
Febuari 2010 94,0 77,2 99,8 72,5
Rataan 89,0 70,2 97,8 61,2

Sedangkan nilai OEE melalui pengamatan langsung selama 5 hari


kerja dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai OEE pengamatan langsung
Availability Performance Quality OEE
Maret
(%) (%) (%) (%)
22 Maret 2010 70,0 80,4 99,7 56,1
23 Maret 2010 68,9 76,4 99,6 52,4
24 Maret 2010 96,4 72,5 99,8 69,7
25 Maret 2010 87,2 74,3 99,7 64,6
26 Maret 2010 50,0 85,4 99,5 42,5
Rataan 74,5 77,8 99,7 57,1

Salah satu cara untuk melakukan analisa data, yaitu dengan


mengukur nilai OEE dan membandingkan nilai dari setiap komponen
nilai OEE. Analisa difokuskan pada peningkatan nilai komponen yang
rendah tersebut dan dilakukan pemgamatan untuk memberikan usulan
perbaikan. Nilai OEE bisa dikatakan baik apabila nilainya lebih dari
85%, sedangkan nilai availability, performance dan quality dikatakan
baik bila nilainya lebih besar dari 90% (Dal, 2000).
Nilai availability menunjukkan tingkat ketersedian mesin yang siap
untik beroperasi. Pada kurun waktu Oktober 2009-Febuari 2010 secara
umum nilai availability mengalami kenaikan dari 86,7% menjadi 94,0%
dengan rataan 89%. Kenaikan nyata tercatat terjadi pada bulan Febuari
2010 dengan nilai 94%, hal ini terjadi karena pada bulan Febuari 2010
terjadi penurunan target produksi menjadi 1 mesin karena
36

adanya jadwal maintenance mesin filling cup 1 yang diketahui


mengalami kerusakan, sehingga sering mengakibatkan downtime dan
defect produk, oleh karena itu pada bulan Febuari 2010 kehilangan
waktu akibat downtime dapat diminimalisasi. Sedangkan berdasarkan
hasil pengamatan pada kurun waktu 22-26 Maret 2010 nilai
availability mengalami fluktuatif setiap harinya dengan rataan 74,5%,
disebabkan sering terjadi downtime akibat kerusakan mesin. Nilai
tertinggi terjadi pada tanggal 24 Maret 2010 sebesar 94,6%, sedangkan
nilai terendah terjadi pada tanggal 26 Maret sebesar 50%.
Nilai performance menunjukkan kinerja mesin dalam
menghasilkan suatu produk. Nilai performance pada kurun waktu
Oktober 2009-Febuari 2010 memiliki rataan 70,2% sedangkan pada
kurun waktu 22-26 Maret 2010 memiliki rataan 77,8%. Hal ini belum
dikatakan baik karena nilai performance dapat dikatakan memenuhi
standar kelas dunia bila di atas 95% (www.vorne.com, 2010).
Nilai quality pada kurun waktu Oktober 2009-Febuari 2010
memiliki rataan 97,8%. Nilai terkecil terjadi pada bulan Januari 2010
dengan 90,6%. Sedangkan pada kurun waktu 22-26 maret 2010
memiliki rataan 99,7%. Kondisi ini sudah dikatakan ideal, karena
nilainya lebih dari 99%. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa
rataan nilai OEE dari bulan Oktober 2009-Febuari 2010 sebesar
61,2%. Sedangkan berdasarkan data hasil pengamatan diperoleh rataan
nilai OEE sebesar 57,1%. Menurut Dal (2000) pencapaian nilai OEE
yang masih di bawah 85% mengindikasikan bahwa mesin-mesin
belum dalam kondisi ideal atau belum memenuhi standar perusahaan
kelas dunia. Perbandingan nilai availability, performance, quality rate
dan OEE dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Rendahnya nilai OEE pada data di atas, terutama dipengaruhi
oleh nilai availability rate dan performance rate yang rendah, masih
dibawah 90% yaitu rataan 89,0% dan 70,2% pada data masa lalu serta
74,5% dan 77,8% pada data hasil pengamatan.
37

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa


analisa difokuskan pada permasalahan nilai availability rate dan
performance rate.

100
90
80
70
Oct-09
60
Nov-09
50
Dec-09
40
Jan-10
30 Feb-10
20
10

0
Avaliability Performance Quality OEE

Gambar 4. Histogram data masa lalu nilai availability, performance,


quality rate dan OEE

100
90
80
70
22-Mar-10
60
23-Mar-10
50
24-Mar-10
40
25-Mar-10
30 26-Mar-10
20
10
0
Availability Performance Quality OEE

Gambar 5. Histogram data hasil pengamatan langsung nilai


availability, performance, quality rate dan OEE
38

4.5.2 Penghitungan Efisiensi Produksi


Data perbandingan antara jumlah output dan input produksi
(yield) diperlukan untuk mengetahui nilai loss and waste. Data masa
lalu perbandingan output dan input produksi Mountea selama kurun
waktu bulan September 2009-Febuari 2010 seperti tersaji pada Tabel 1
diketahui memiliki rataan 2,86%. Nilai loss and waste tertinggi terjadi
pada bulan Januari 2010 sebesar 3,71% dan nilai terendah terjadi pada
bulan Febuari 2010 sebesar 2,40%. Data perbandingan antara output
dan input produksi melalui pengamatan selama 5 hari kerja dimulai
dari tanggal 22-26 Maret 2010, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data pengamatan perbandingan output dan input produksi
Tgl. (Maret % % Loss
2010) Input (l) Output (l) Selisih (l) Yield and waste
22 30.000 28.987,92 1.012,08 96,63 3,37
23 30.000 28.700,64 1.299,36 95,67 4,33
24 36.000 35.139,36 860,64 97,61 2,39
25 36.000 35.226 774 97,85 2,15
26 24.000 23.287,92 712,08 97,03 2,97
Total 156.000 151.341,8 4.658,16 484,7 15,21
Rataan 30.000 28.987,92 1.012,08 96,63 2,99

%Yield Output ……………………..……………………… (5)


Input
selisih
%Loss and waste ………………………………..…. (6)
input
PT Dharana Inti Boga sebagai pemberi jasa makloon memberikan
toleransi batas maksimal terhadap pencapaian nilai loss and waste bahan
baku sebesar 3%. Apabila PT SMS melebihi batas yang telah ditatapkan
maka PT SMS harus membayar kelebihan loss and waste yang terjadi.
Dari data hasil pengamatan pada Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa
persentase loss and waste memiliki rataan 2,99%. Berdasarkan data di
atas persentase loss and waste selama lima hari kerja masih berfluktuatif.
Nilai loss and waste tertinggi terjadi pada tanggal 23 Maret 2010 sebesar
4,33%, sedangkan nilai terendah terjadi
39

pada tanggal 25 Maret 2010 sebesar 2,15%. Hal ini dinilai cukup
mengkhawatirkan karena walaupun rataan nilai loss and waste masih
di bawah 3%, namun pada beberapa kurun waktu tertentu nilai loss
and waste telah melebihi standar 3%.

4.6. Analisis Data

4.6.1 Analisis Nilai Availability dan Performance


Pada six big losses terdapat dua komponen yang mempengaruhi
nilai availability yaitu, breakdown losses dan setup and adjustment losses
yang tergolong kedalam downtime losses Sedangkan komponen yang
mempengaruhi nilai performance adalah small stops dan reduce speed
yang tergolong kedalam speed losses. Untuk mengetahui penyebab
terjadinya downtime losses dan speed losses, maka digunakan alat bantu
fish bone diagram atau diagram sebab-akibat. Penyusunan dilakukan
melalui teknik brainstorming dengan pihak perusahaan. Pada diagram ini
dirumuskan faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab masalah
(Lampiran 5). Berikut ini disajikan hasil analisisnya:
1. Availability Rate
a) Mesin
Faktor yang mempengaruhi nilai availability rate disebabkan
oleh mesin antara lain diketahui terdapat kondisi, dimana
beberapa hari tidak berproduksi sama sekali akibat terjadi
breakdown dan juga sering mengalami perbaikan saat
produksi sedang berlangsung (setup and adjustment). Hal
tersebut disebabkan mesin mengalami kerusakan dan
komponen spare part yang dibutuhkan tidak tersedia. Spare
part untuk beberapa komponen mesin tertentu tidak sesuai
dengan standar dan toolset untuk setup dan perbaikan mesin
belum tersedia dengan lengkap, sehingga waktu setup dan
perbaikan membutuhkan waktu cukup lama.
b) Manusia
Faktor manusia, antara lain skill operator yang kurang
memahami karakteristik dan kondisi mesin. Hal ini dapat
40

menyebabkan operator tidak bisa melakukan perbaikan untuk


kerusakan sederhana, sehingga berpotensi melakukan
kesalahan dalam penyetelan dan pengoperasian mesin.
Kemampuan dalam kecepatan dan ketepatan teknisi dalam
memperbaiki mesin juga akan mempengaruhi downtime.
c) Material
Bahan baku yang tidak standar yang terpakai akan
menyebabkan terjadinya penurunan mutu. Change over atau
pergantian antara bahan baku tidak standar dengan bahan
baku standar dapat mengakibatkan terjadinya downtime.
d) Metode
Program preventive maintenance belum dilaksanakan secara
optimum, maka terkadang perbaikan darurat (emergency
maintenance) yang seharusnya segera dilakukan dengan baik
dapat berlarut-larut, karena keterbatasan alat dan tidak adanya
spare part, sehingga mengakibatkan bertambah parahnya
kerusakan mesin.
2. Performance Rate
1) Mesin
Faktor yang mempengaruhi nilai performance rate yang
disebabkan oleh mesin adalah terjadinya penurunan kapasitas
atau speed looses akibat beberapa mould mesin keropos
sehingga tidak digunakan. Jumlah mould yang dicopot setiap
harinya dilakukan secara kondisional tergantung hasil mutu
output yang diperiksa oleh bagian quality control. Pencopotan
ini dilakukan untuk menghindari terjadinya stop produksi dan
cacat produk akibat hasil seal yang tidak rapat Akibat
pencopotan beberapa mould akan mengurangi jumlah output
mesin per menit. Selain itu, seringnya terjadi small stop dan
small adjustment dimana mesin berhenti sejenak akibat
volume pengisian kurang ataupun perbaikan-perbaikan kecil
yang mengakibatkan terjadinya speed loss.
41

2) Manusia
Faktor manusia yang mempengaruhi nilai performance rate
disebabkan banyak terjadinya small stop atau berhenti sejenak
saat pergantian batch dan terjadi unbalance line tidak
seimbang antara output mesin filling dengan kemampuan
personil packing dalam melakukan proses packing, sehingga
terjadi penumpukan produk di area packing dan
mengakibatkan mesin berhenti sejenak Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya speed loss.
3) Material
Bahan baku yang tidak standar yang terpakai akan
menyebabkan terjadinya penurunan mutu. Waktu pergantian
antara bahan baku tidak standar dengan bahan baku standar
dapat mengakibatkan terjadinya small stop dan reduce speed,
karena mesin harus mengalami penyesuaian kecepatan lagi
dari awal sebelum berada dalam kondisi stabil.
4) Metode
Faktor metode yang mempengaruhi nilai performance rate,
diantaranya diakibatkan oleh cara pergantian batch yang
berhenti sejenak.
5) Lingkungan
Kondisi suhu ruangan filling di PT SMS mencapai angka 35˚C,
hal ini membuat suhu di dalam ruangan menjadi panas,
sehingga mengakibatkan operator filling merasa kurang
nyaman dan sering keluar masuk ruangan.
Setelah dilakukan identifikasi penyebab permasalahan dengan
menggunakan diagram sebab akibat selanjutnya dicari penyebab utama
downtime dengan melakukan pemetaan penyebab downtime melalui
lembar periksa. Berdasarkan hasil pengamatan pada kurun waktu 22-
26 Maret 2010 diketahui penyebab-penyebab terjadinya downtime
pada mesin filling 1 dan 2, seperti dimuat pada Tabel 7.
42

Tabel 7. Penyebab downtime pada mesin filling


Mesin filling 1 Mesin filling 2
No Penyebab downtime Waktu Penyebab downtime Waktu
(mnt) (mnt)
1. Perbaikan sealing 960 Perbaikan sealing 300
2. Conveyor macet 90 Packing numpuk 115
3. Packing numpuk 85 Conveyor macet 90
Persiapan mixing dan
4. Sealing over heat 30
80 cek brix
Delay tunggu Persiapan pemanasan
5. 60 15
keputusan heater
Persiapan mixing
6. 50 Ganti batch 10
dan cek brix
7. Mesin konslet 15 Mesin inkjet macet 5
8. Ganti batch 10
9. Feeder cup bocor 5
10. Mesin inkjet macet 5
11. Selang filling pecah 5
TOTAL 1.365 TOTAL 565
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan total downtime antara mesin 1 dan 2, dimana downtime
terbesar terjadi pada mesin filling 1 selama 1.365 menit, sedangkan
pada mesin 2 terjadi downtime selama 565 menit. Histogram
perbandingan total downtime antara mesin filling 1 dan 2 disajikan
pada Gambar 6. Untuk mengetahui penyebab utama daripada
downtime di tiap-tiap mesin filling digunakan alat bantu Pareto chart,
seperti dimuat pada Tabel 8 dan 9.

Total Downtime Mesin 1 dan 2 (menit)

1600
1365
1400
1200
1000

800
565
600
400
200

0
Mesin Filling 1 Mesin Filling 2

Gambar 6. Total downtime mesin filling 1 dan 2


43

Tabel 8. Penyebab terjadinya downtime mesin filling 1


Mesin filling 1
No Waktu Jumlah
Penyebab Downtime (mnt) % (%)
1. Perbaikan sealing 960 70,3 70,3
2. Conveyor macet 90 6,6 76,9
3. Packing numpuk 85 6,2 83,2
4. Seal Overheat 80 5,9 89,0
5. Delay tunggu keputusan 60 4,4 93,4
6. Persiapan mixing dan cek brix 50 3,7 97,1
7. Mesin konslet 15 1,1 98,2
8. Feeder cup bocor 10 0,7 98,9
9. Ganti batch 5 0,4 99,3
10. Mesin inkjet error 5 0,4 99,6
11. Selang filling pecah 5 0,4 100
TOTAL 1.365 100
Tabel 9. Penyebab terjadinya downtime mesin filling 2
Mesin filling 2
No Waktu Jumlah
Penyebab Downtime (mnt) % (%)
1. Perbaikan sealing 300 53,1 53,1
2. Packing numpuk 115 20,4 73,5
3. Conveyor macet 90 15,9 89,4
4. Persiapan mixing dan cek brix 30 5,3 94,7
5. Persiapan pemanasan heater 15 2,7 97,3
6. Ganti batch 10 1,8 99,1
7. Mesin inkjet error 5 0,9 100
TOTAL 565 100
Hasil Pareto penyebab terjadinya downtime untuk masing-
masing mesin filling dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Berdasarkan
diagram Pareto, diketahui bahwa jenis downtime terbesar disebabkan
oleh perbaikan seal mesin filling baik di mesin 1 maupun mesin 2,
dengan persentase masing-masing 70,3% dan 53,1%. Berdasarkan
prinsip 80-20, maka jenis downtime yang harus diperhatikan adalah
mengenai permasalahan sealing.
44

Pareto Downtime Mesin Filling 1

1200 97.1% 98.2% 98.9% 99.3% 99.6% 100. 100%


93.4% 90%
89.0%
1000 83.2% 80%
76.9% 70%
70.3%
800 60%

600 50%
40%
400 30%
20%
200 10%

0 0%

Seal . numpuk OH Delay Mixing konslet bocor batch error pecah


Macet .

Sea Gant
Pbaikn Packing l Persiapan Feeder cup i Inkjet fill
Selang

Konvy Mesin

Gambar 7. Pareto downtime mesin filling 1

Pareto Downtime Mesin Filling 2

350 97.3% 99.1% 100.0%100%


94.7%
300 89.4% 90%
80%
250 73.5% 70%
200 60%
53.1% 50%
150 40%
100 30%
20%
50 10%
0 0%
Pbaikn Packing Konvy. Persiapan Persiapan Ganti Inkjet error
Seal numpuk Macet Mixing pmnsn batch
heater

Gambar 8. Pareto downtime mesin filling 2

4.6.2 Analisis Efisiensi Produksi


Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa rataan nilai
persentase loss and waste selama bulan September 2009-Febuari 2010
adalah 2,86%. Sedangkan nilai persentase loss and waste berdasarkan
pengamatan selama 5 hari kerja adalah 2,99%. PT Dharana Inti Boga
45

sebagai pemberi jasa makloon hanya memberikan toleransi angka loss


and waste bahan baku maksimal 3%. Bila lebih dari 3%, maka PT
SMS harus membayar kerugian yang diakibatkan kelebihan jumlah
loss and waste tersebut.
Masalah loss and waste pada proses produksi yang
menyebabkan kerugian di PT SMS terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu
defect dan loss material. Defect didefinisikan sebagai kerusakan suatu
produk yang menyebabkan nilai produk tersebut berkurang, misalnya
cup penyok, lid miring, bocor dan reject karena ada pertumbuhan
mikrobiologi yang tidak standar ataupun akibat rasa yang tidak
standar. Sedangkan loss, yaitu hilangnya material yang digunakan
pada proses produksi, sehingga efektivitas produksi berkurang akibat
biaya yang terlalu besar. Penelusuran pertama terhadap sumber-
sumber loss and waste dilakukan dengan menggunakan alat bantu
berupa diagram sebab akibat (diagram Ishikawa).
Untuk membuat diagram ini perlu dilakukan brainstorming
dengan pihak perusahaan. Pada diagram ini dirumuskan faktor-faktor
yang berpotensi menjadi penyebab masalah (Lampiran 6).
Berdasarkan pengamatan selama bulan Maret 2010 adalah:
1. Mesin
Faktor mesin adalah terdapatnya banyak mould yang keropos,
sehingga menyebabkan banyak produk hasil seal yang bocor.
Pembacaan suhu heater yang tidak aktual pada mesin berpotensi
menyebabkan banyak cup yang tidak tertutup dengan rapat dan
juga terjadi over heat. Kucuran air volume saat proses pengisian
kedalam cup sering luber dapat mengakibatkan terjadi loss produk.
2. Manusia
Faktor manusia yang menjadi fokus pengamatan, terutama para
pekerja di bagian filling. Hal ini dikarenakan pekerja pada areal
tersebut berkontribusi cukup besar terhadap jumlah loss and waste
selama proses produksi. Skill yang dimiliki setiap pekerja belum
merata, karena dipengaruhi oleh pengalaman kerja dan pendidikan
46

yang dimilki oleh setiap pekerja. Semakin lama bekerja, maka


semakin banyak juga pengalaman yang dimilikinya. Tingkat
pendidikan akan mempengaruhi keahlian pekerja dan kemudahan
dalam memahami pekerjaannya. Kondisi ruangan yang panas (35-
38˚C) menyebabkan pekerja menjadi cepat kelelahan, sehingga
menjadi tidak berkonsentrasi.
3. Material
Faktor material yang mempengaruhi jumlah loss and waste adalah
kualitas bahan kemas yang tidak standar, terutama material lid dan
cup. Gulungan lid yang tidak rapat dapat mengakibakan hasil seal
menjadi miring. Kondisi bibir cup yang ovale dapat
mengakibatkan hasil seal menjadi kurang rapat.
4. Metode
Faktor metode, yaitu seringnya dilakukan adjustment volume
untuk volume yang kurang secara manual oleh operator dengan
menggunakan selang yang panjang, sehingga dapat mengakibatkan
produk menjadi terbuang.
Untuk mengetahui penyebab utama tingginya nilai loss and
waste dilakukan pengamatan dan pengumpulan data-data reject
produksi. Data hasil pengumpulan data reject selama 5 hari produksi
dari tanggal 22-26 Maret 2010 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10.
Data reject produksi
Reject (pcs)
Maret
Cutting Total (pcs)
2010 Volume Seal Over
Bocor Penyok Tidak
Kurang Miring heat
Rapih
22 153 70 118 5 119 14 479
23 309 56 106 17 147 12 647
24 148 79 136 15 67 4 449
25 160 95 199 10 0 21 485
26 237 101 97 0 114 7 556
Total 1.007 404 656 47 447 58 2.616
Perhitungan jumlah reject dalam satuan liter diperoleh dengan cara
mengalikan jumlah reject dengan rataan volume per cup 190 ml.
Jumlah reject (pcs) x 0.19 liter = jumlah reject (liter) ………...……. (7)
47

Jumlah loss and waste baik defect ataupun hilang dapat


diketahui dengan cara membandingan antara jumlah output dan input
produksi seperti tersaji pada Tabel 11 dan 12. Selanjutnya untuk
mengetahui penyebab utama loss and waste digunakan alat bantu
diagram Pareto. Tabel 11. Data penyebab loss and waste
Defect (l) Total Selisih
Maret
Cutting loss and Hilang
2010 Volume Seal Over
Bocor Penyok Tidak waste (l) (l)
Kurang Miring heat
Rapih
22 29,07 13,3 22,42 0,95 22,61 2,66 1012,08 921,07
23 58,71 10,64 20,14 3,23 27,93 2,28 1299,36 1176,43
24 28,12 15,01 25,84 2,85 12,73 0,76 860,64 775,33
25 30,4 18,05 37,81 1,9 0 3,99 774 681,85
26 45,03 19,19 18,43 0 21,66 1,33 712,08 606,44
TOTAL 191,33 76,19 124,64 8,93 84,93 11,02 4658,16 4161,12

Tabel 12. Klasifikasi data reject produksi


Jumlah
No. Penyebab loss and waste Jumlah (l) %
(%)
1 Hilang 4161,12 89,3 89,3
2 Bocor 191,33 4,1 93,4
3 Volume kurang 124,64 2,7 96,1
4 Over heat 84,93 1,8 97,9
5 Penyok 76,19 1,6 99,6
6 Cutting tidak rapih 11,02 0,2 99,8
7 Seal miring 8,9 0,2 100
4658,13 100

Pareto

4500 99.6% 99.8% 100.0%100.0%


4000 97.9% 98.0%

3500 96.1% 96.0%


3000 93.4% 94.0%
2500 92.0%
2000 90.0%
89.3%
1500 88.0%
1000 86.0%
500 84.0%
0 82.0%
Hilang Bocor Volume Over heatPenyok Cutting Seal
kurang tidak miring
rapih

Gambar 9. Pareto reject produksi


48

Berdasarkan prinsip 80-20 diketahui yang menjadi penyebab utama


terjadinya loss and waste adalah terjadinya kehilangan poduk selama
proses produksi. Kehilangan produk pada proses produksi dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu kehilangan pasti dan kerugian, yaitu kehilangan
yang masih dapat di minimalisasi atau dihindari.
Berdasarkan hasil pengamatan kehilangan pasti terjadi saat awal
produksi, yaitu larutan yang terbuang saat pengecekan brix dan saat
akhir produksi, yaitu kehilangan produk di pipa. Data kehilangan pasti
pasti dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Data kehilangan pasti selama proses produksi.
No. Loss atau kehilangan Jumlah (l/hari) Keterangan
pasti
1. Pengecekan brix 25 Setiap awal batch
2. Kehilangan pipa 50 Setiap akhir batch
Total 75
Berdasarkan data di atas kehilangan produk pasti setiap hari sekitar 75 l.
Kerugian per hari diperoleh dari pengurangan antara total kehilangan
dengan kehilangan pasti, sehingga diperoleh jumlah kerugian yang terjadi
per hari selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Kerugian akibat kehilangan selama proses produksi per hari.
Total Kehilangan
No. Tanggal Kerugian (l)
Kehilangan (l) pasti (l)
1. 22 Maret 2010 921,07 75 846,07
2. 23 Maret 2010 1176,43 75 1101,43
3. 24 Maret 2010 775,33 75 700,33
4. 25 Maret 2010 681,85 75 606,85
5. 26 Maret 2010 606,44 75 531,44
Total 4161,12 225 3786,12
Rataan 832,22 75 757,22
Kerugian = Total kehilangan – Kehilangan pasti ......................……. (8)
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa total kehilangan atau
kerugian setelah dikurangi dengan kehilangan pasti selama lima hari
adalah 3786,12 atau rataan kehilangan per hari adalah 757,22. Dalam
1 (satu) hari dapat diproduksi 4-6 batch, maka untuk mengetahui
jumlah kehilangan per batch maka total kehilangan per hari harus
dibagi dengan jumlah batch, seperti dimuat pada Tabel 15.
49

Tabel 15. Rataan kehilangan per batch.


Kehilangan
Jumlah Rataan hilang /
No. Tanggal / kerugian
batch batch (l)
(l)
1. 22 Maret 2010 5 846,07 169,21
2. 23 Maret 2010 5 1101,43 220,29
3. 24 Maret 2010 6 700,33 116,72
4. 25 Maret 2010 6 606,85 101,14
5. 26 Maret 2010 4 531,44 132,86
Total 26 3.786,12 740,22
Rataan 148,04
Berdasarkan pengamatan selama 5 hari telah di produksi
Mountea sebanyak 26 batch dengan total kehilangan produk sebanyak
3786,12 l, diperoleh rataan kehilangan untuk setiap batch 148,04 l.

4.7. Upaya Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Produksi

Faktor-faktor penyebab rendahnya nilai efektivitas mesin dan


tingginya jumlah loss and waste telah dibahas sebelumnya. Setelah itu
dilakukan proses brainstorming untuk menentukan langkah-langkah
perbaikan yang perlu dilakukan. Langkah-langkah perbaikan yang dilakukan
harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Langkah-langkah
yang dinilai dapat segera dilakukan menjadi prioritas untuk dilakukan.
Beberapa alternatif langkah perbaikan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan efektivitas produksi dapat dilihat padat Tabel 16. Sedangkan
alternatif langkah perbaikan yang dapat dilakukan untuk menurunkan jumlah
loss and waste dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 16. Alternatif solusi perbaikan untuk meningkatkan efektivitas produksi
No. Faktor
Penyebab Alternatif Solusi
1. Mesin a. Meningkatkan pemeliharaan mesin untuk mencegah
terjadinya kerusakan, terutama kerusakan mesin
yang mengakibatkan hasil seal tidak rapat
b. Melakukan penyediaan spare part atau suku cadang.
c. Pengadaan tools set yang kurang dan dibutuhkan
untuk perbaikan, misal mesin las.
2. Manusia a. Melakukan evaluasi mengenai keseimbangan antara
output produk dan kemampuan packing.
50

Lanjutan Tabel 16.


No. Faktor
Penyebab Alternatif Solusi
b. Meningkatkan skill operator mengenai Cara
pengoperasian mesin yang baik dan benar melalui
pelatihan dan pembentukan tim Small Group
Activity (SGA).
c. Meningkatkan skill teknik dalam memperbaiki
mesin, melalui pelatihan ataupun studi banding.
3. Material a. Meningkatkan inspeksi bahan baku saat kedatangan
agar dilaksanakan sesuai dengan Standard
Operating Procedure (SOP) dan persyaratan.
4. Metode a. Membuat rencana maintenance rutin.
b. Melakukan evaluasi kembali mengenai standar
waktu sistem pergantian batch yang berhenti.
5. Lingkungan a. Mengevaluasi kondisi suhu ruangan dan dengan
menambah jumlah exhaust, serta menyediakan
pakaian kerja yang nyaman bagi operator.

Tabel 17. Alternatif solusi perbaikan untuk mengurangi loss and waste
No. Faktor
Penyebab Alternatif Solusi
1. Mesin a. Meminimalisir kelebihan kucuran air saat proses
pengisian kedalam kemasan cup.
b. Meningkatkan pemeliharaan mesin dan peralatan
untuk mencegah terjadinya defect atau reject produk.
c. Mengganti mould yang sudah keropos.
d. Melakukan validasi terhadap buangan awal,
sehingga ditemukan jumlah paling efisien.
2. Manusia a. Menerapkan sistem rolling yang teratur untuk
menghindari kondisi operator yang kelelahan.
b. Meningkatkan skill operator mengenai Cara
pengoperasian mesin yang baik dan benar melalui
pelatihan dan pembentukan tim SGA.
3. Material a. Meningkatkan inspeksi bahan baku saat kedatangan,
agar dilaksanakan sesuai dengan SOP dan
persyaratan.
4. Metode a. Melakukan evaluasi terhadap kecepatan mesin agar
mendapatkan kondisi mesin yang optimum (antara
volume dan kekuatan seal).
b. Mengurangi melakukan adjustment volume.
Langkah-langkah perbaikan dilakukan berdasarkan skala prioritas.
Sebagai ilustrasi, langkah perbaikan ini baru masuk kedalam perencanaan dan
akan dilakukan berdasarkan skala prioritas yang telah menyebabkan banyak
51

kerugian bagi perusahaan, serta sesuai dengan kemampuan dan kondisi


perusahaan.

4.8. Implikasi Manajerial

Efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi terkait


dengan pengendalian mutu yang merupakan proses untuk membantu
pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan. Tujuan pengendalian
mutu adalah mencapai mutu standar yang baik dan konsisten, produk yang
dihasilkan sesuai desain produk yang akan dipasarkan beserta harga yang
dijual yang diharapkan. Kegiatan pengendalian mutu merupakan usaha
pencegahan selama proses desain dan pabrikasi, agar produk cacat tidak
terproduksi. Jika hal tersebut tercapai, maka dapat membuat proses produksi
menjadi lebih efektif dan efisien.
Implikasi manajerial bagi PT SMS dalam mencapai efektivitas dan
efisiensi proses manufaktur pada produksi minuman Mountea adalah:
1. Membuat SOP mengenai preventive maintenance, persiapan produksi
dan pergantian batch. SOP ini mencakup standar, instruksi kerja, titik
periksa dan form pemeriksaan (misal, checklist parameter pemeriksaan
mesin dan form tindakan koreksi bila ada kerusakan mesin atau alat).
Hal ini diperlukan agar dapat menjadi acuan atau pedoman bagi setiap
orang dalam melaksanakan kegiatan.
2. Melakukan inventory dan pendataan alat-alat atau spare part mesin yang
sering mengalami kerusakan atau pergantian, agar tidak mengakibatkan
terjadinya kerusakan berlarut-larut.
3. Melakukan validasi terhadap buangan larutan produk awal saat pertama
kali produksi. Hal ini diperlukan dalam rangka standarisasi jumlah
buangan minimum, agar tidak terjadi buangan yang berlebihan yang
dapat mengakibatkan tingginya jumlah loss and waste.
4. Meningkatkan program keterampilan (skill and knowledge) pegawai,
mulai dari departemen teknik, produksi dan QC dengan cara mengikuti
pelatihan (internal maupun eksternal) atau melakukan studi banding.
5. Membentuk tim SGA di tiap-tiap departemen yang terdiri dari
sekelompok kecil karyawan (5-8 orang) yang melakukan kegiatan
52

pengendalian dan peningkatan mutu secara teratur, sukarela dan


berkesinambungan, sesuai dengan bidang pekerjaanya dengan
menerapkan prinsip-prinsip pengendalian mutu.
6. Perusahaan perlu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan-
kegiatan perbaikan yang sudah dilakukan setiap jangka waktu tertentu.
Hal ini penting agar perusahaan dapat terus melakukan kegiatan
continuous improvement terhadap sistem yang telah dijalankan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

PT SMS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri


pangan yang memproduksi minuman teh rasa buah dalam kemasan cup
dengan merek Mountea. Saat ini, PT SMS belum memiliki merek produk
sendiri dan hanya memproduksi dengan menerima pesanan dari perusahaan
rekanan melalui kerjasama makloon. PT Dharana Inti Boga sebagai
perusahaan rekanan PT SMS menetapkan persyaratan mutu yang ketat dan
menetapkan standar kehilangan (loss and waste) bahan baku pada proses
produksi maksimal 3%. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh PT SMS,
maka PT SMS harus membayar denda kepada PT Dharana Inti Boga sebagai
perusahan pemberi jasa makloon.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rataan nilai OEE dari
bulan September 2009-Febuari 2010 sebesar 61,2%. Sedangkan berdasarkan
data hasil pengamatan diperoleh rataan nilai OEE 57,1%. Rendahnya nilai
OEE terutama dipengaruhi oleh nilai availability rate dan performance rate
yang rendah, yaitu di bawah 90% (rataan 89,0% dan 70,2% pada data masa
lalu, serta 74,5% dan 77,8% pada data hasil pengamatan). Hal yang
mempengaruhi rendahnya nilai availability rate dan performance rate adalah
banyaknya downtime akibat seringnya mesin filling mengalami kerusakan
pada sealer. Rendahnya nilai OEE tersebut (< 85%) menunjukan bahwa PT
SMS masih harus banyak mengalami peningkatan berkelanjutan agar dapat
memenuhi standar world class manufacturing melalui efektivitas dan
efisiensi proses manufaktur pada produksi.
Penyebab utama terjadinya loss and waste yang terjadi pada proses
produksi oleh kehilangan produk 89,3%. Kehilangan produk selama proses
diakibatkan oleh proses pengisian volume kedalam cup berlebih (luber) akibat
tekanan angina yang tidak stabil sehingga banyak produk terbuang yang tidak
dapat didaur ulang, maka akhirnya menjadi kerugian bagi perusahaan.
54

2. Saran

a. Kegiatan pengendalian mutu dapat berjalan dengan optimal bila


manajemen dapat mendemonstrasikan komitmennya, serta didukung oleh
seluruh bagian di dalam perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya
program pengembangan sumber daya dengan lengkap, salah satunya
pelatihan yang dilaksanakan oleh orang-orang kompeten di bidangnya,
baik dari segi pengalaman dan juga pengetahuan.
b. Menyediakan alokasi sumber daya yang tepat untuk perbaikan,
implementasi dan pengembangan sistem pengendalian mutu, agar dalam
pelaksanaanya dapat berjalan optimal.
c. Melakukan tindakan maintenance ataupun perbaikan terhadap kedua mesin
filling cup secara menyeluruh, terutama pada sistem pengisian dan sealing.
d. Melakukan review dan evaluasi pelaksanaan sistem pengendalian mutu
yang telah dilaksanakan selama ini berdasarkan kriteria QCSDM
(Quality, Cost, Safety, Delivery and Morale).
e. Membuat kotak saran, dimana pekerja dapat memberikan saran dan kritik
yang dapat membantu perusahaan untuk lebih maju dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,


Universitas Indonesia, Jakarta.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi Statistik No. 48/08/Th. XII, 3
Agustus 2009.

Dal, B. 2000. Overall Equipment Effectiveness as a Measure of Operational


Imptovement. Int’l Journal of Operation and Production Management,
vol. 20,p. 1491.

Deviyanti. C. 2008. Penerapan Teknik Perbaikan Mutu dalam Mengatasi Defect


Pada Pengemasan Susu Kental Manis Dan Kremer Kental Manis Kaleng
di PT Indolakto – Jakarta. Skripsi pada Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fadillah, R. 2009. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE)


Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas. Skripsi pada Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Fazriyah, R. P. 2005. Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Permen


Chocfuls di PT Cadbury Indonesia – Jakarta. Skripsi pada Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Gaspersz, V. 1998. Statiscal Process Control, Penerapan Teknik-teknik dalam


Manajemen Bisnis Total. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gaspersz, V. 2007. Organizational Excellence. PT. Gramedia, Jakarta.

Hansen, R. C. 2001. Overall Equipment Effectiveness: A Powerful


Production/Maintenance Tool for In Creased sed Profits, Industrial Press
Inc., New York.

Ishikawa, K. 1989. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu. Mediatama Sarana


Perkasa, Jakarta

Malik, A. 2008. Outsoursing. Bahan Pelatihan. PT Garudafood, Jakarta.

Marimin, 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grassindo,


Jakarta.

Muhandri, T. 2004. Perencanaan Produksi di Industri Pangan. Modul Kuliah.


Institut Pertanian Bogor, Bogor.
56

Muhandri T, D. Kadarisman. 2008. Sistim Jaminan Mutu Industri Pangan.


(Cetakan ke-2), IPB Press, Bogor.

Nasution, N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia, Bogor.

PT SMS (Sekawan Maju Sejahtera). 2010. Laporan Harian Produksi Bulan


September 2009-Febuari 2010, Bogor.

Soekarto, T. S. 1990. Pengawasan Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB,
Bogor.

Suardi, R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000. Penerapannya untuk


mencapai TQM. Penerbit PPM, Jakarta.

Susantun, I. 2000. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas Dalam Pendugaan Efisiensi


Ekonomi Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 5 (2) : hal 149-161.

www.dewey.petra.ac.id. Pengukuran Produktivitas Pekerja Sebagai Dasar


Perhitungan Upah Kerja Pada Anggaran Biaya, [22 Desember 2009].

www.indosiar.com. Teh Minuman Populer di Dunia, [09 Febuari 2010].

www.mushma.wordpress.com. Pengetahuan Mutu, [22 Desember 2009].

www.oee.com. Calculating – OEE, [09 Febuari 2010]

www.swa.co.id. Berebut Peluang di saat Industri Kalis Krisis, [28 Januari 2010].

www.wayworld.com. Statistical Process Control, [26 Desember 2009].

www.wikipedia.org. Copacker, [30 Januari 2010].

www.vorne.com. Overall Equipment Effectiveness Glossary of Terms, Vorne


Industries, [22 januari 2009].
58

Lampiran 1. Struktur organisasi PT SMS


59

Lampiran 2. Gambar mesin filler cup

1
4

3
6
2 5 5 1
4

Keterangan :
1. Feeder cup (tempat pemasukan cup kosong)
2. Tanki hopper (tanki penampung produk sebelum dialirkan kedalam cup)
3. Nozzle filling (selang dan katup pengisian produk kedalam cup)
4. Lid (bahan kemas untuk menutup cup)
5. Heater sealing (untuk merekatkan antara lid dan cup)
6. Cutting (untuk memotong lid agar sesuai dengan bentuk cup)
60

Lampiran 3. Pengendalian mutu selama proses produksi

Tahapan Parameter
Proses Pemeriksaan Frekuensi Pelaksana
Pengolahan air 1. Fisik : warna, aroma, Setiap kedatangan QC
rasa mikrobiologi
1
2. Kimia : pH, TDS ,
kesadahan
2
3. Mikrobiologi : (TPC ,
E.coli, coliform kapang
dan khamir)
Formulasi Kesesuaian jumalah dan Setiap batch Koordinator
jenis formula dispensing
Mixing 1. Suhu dan volume air Setiap batch QC proses
2. Lama pengadukan
3. pH dan brix larutan
4. Organoleptik
Pasteurisasi Suhu dan waktu Setiap batch Operator
pasteurisasi produk mixing dan
QC proses
Filling dan 1. Suhu produk Setiap batch QC proses
sealing 2. Volume filling
3. Hasil sealing
Inkjet print Kesesuaian kode produksi Setiap batch QC proses
dan expired date dan
koordinator
produksi
Cooling 1. Suhu air cooling Setiap batch QC proses
2. Suhu produk
Packing dan 1. Jumlah dan cara Setiap batch QC proses
paleting memasukan cup
kedalam karton
2. Kondisi paleting
Sumber : PT SMS Cibinong, 2010 (Departemen QC)
1) Total Disolve Solid
2) Total Plate Count
61

Lampiran 4. Penghitungan nilai OEE

Planned Good
Operating Ideal Run Rate Total Output
Bulan Production Time Output
Time (mnt) (box/mnt) (box)
(mnt) (box)
Okt 09 15422.5 17795 22 242646.5 241380
Nov 09 17890 20465 22 264703 263619
Des 09 10520 12315 22 176400 175759
Jan 10 8225 8967.5 22 121689 110231
Feb 10 7920 8425 12 73410.25 73291

Operating time
Availability rate x100%
Planned productiontime

Performance rate Total output x100%


Ideal run rate x Operating time

Quality rate
Good output
x100%
Total output

Bulan Oktober 2009:

Availability rate
15422.5
x
100 % 86,7 %
17795

Performance rate
242646.5
x
100% 69,4 % 22 x
15422.5
241380
Quality rate x100% 99,5%

OEE = 86,7 % x 69,4 % x 99,5 % = 59,8 %

Bulan November 2009:

Availability rate
17890
x 100 % 87,4 %
20465
264703
Performance rate x100% 65,3%
22 x 17890
263619
Quality rate x100% 99,6%

OEE = 87,4 % x 65,3 % x 99,6 % = 56,8 %


62

Lanjutan Lampiran 4.

Bulan Desember 2009:

Availability rate
10520
x 100 % 85,4 %
12315
176400
Performance rate x100% 73,9%
22 x 10520
175759
Quality rate x100% 99,6 %

OEE = 85,4 % x 73,9 % x 99,6 % = 62,9 %

Bulan Januari 2010:

Availability rate 8225 x 100 % 91,7 %


8967.5
Performance rate 121689 x100% 65,3%
22 x 8225
110231
Quality rate x100% 90,6 %

OEE = 91,7 % x 65,3 % x 90,6 % = 54,2 %

Bulan Febuari 2010:

Availability rate
7920
x 100 % 94,0 %
8425

Performance rate
73410,25
x100% 77,2 % 22 x
73291
73291
Quality rate x100% 99,8%

OEE = 94,0 % x 77,2 % x 99,8 % = 72,5 %


YANG INI JUGA JANGAN DI PRINT RI. JANGAN
JANGAN
JANGAN
JANGAN

OM YO BOS KAEFCI
OM YO BOS KAEFCI

LU KENAL SABRINA GA?

RUTH?

RUTH SHABRINA?

LU KENAL RUTH SHABRINA GAK?

BABANG RONI

BABANG RONI

BABANG RONI

BABANG RONI

Anda mungkin juga menyukai