Anda di halaman 1dari 48

PERBAIKAN KUALITAS PROSES PRODUKSI DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN KAIZEN


STUDI KASUS PADA PT. FAJAR UTAMA INTERMEDIA

PROPOSAL

Diajukan
Oleh

NAMA :RIZKI MARSABESSY

NIM : 2014-72-003

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON, 2018
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam dunia industri, maka hal ini

berdampak pada persaingan bisnis yang semakin ketat, dimana para produsen

dituntut untuk berlomba-lomba dalam menghasilkan produk yang berkualitas

tinggi, sehingga mempunyai daya saing dan dapat bertahan di pasar.

Kemajuan dan perkembangan zaman yang modert juga merubah cara

pandang konsumen dalam memilih sebuah produk, dimana Kualitas menjadi

sangat penting dalam memilih produk disamping faktor harga. Kualitas

merupakan suatu jaminan yang harus diberikan oleh perusahaan kepada

pelanggan, terutama kualitas produk, karena kualitas suatu produk adalak kriteria

penting yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih produk.

Perbaikan dan peningkatan kualitas produk ini dilakukan dengan tujuan

tercapainya tingkat cacat produk mendekati 0 (zero defect). Perbaikan kualitas dan

perbaikan proses terhadap sistem produksi secara menyeluruh harus dilakukan

jika perusahaan ingin menghasilkan produk yang berkualitas baik dalam waktu

yang singkat. Suatu perusahaan dikatakan berkualitas bila perusahaan tersebut

mempunyai sistem produksi yang baik dengan proses terkendali. Melalui

pengendalian kualitas (quality control) diharapkan bahwa perusahaan dapat

meningkatkan efektifitas pengendalian dalam mencegah terjadinya produk cacat

(product defect), sehingga dapat menekan terjadinya pemborosan dari segi

material maupun tenaga kerja yang akhirnya dapat meningkatkan produktifitas.

Oleh karena itu diperlukan suatu metode pengendalian kualitas yang tepat agar
3

dapat menekan jumlah produk cacat (product defect) yang terjadi.

PT. Fajar Utama Intermedia cabang Ambon merupakan perusahaan yang

bergerak dalam percetakan surat kabar (Koran) yang terdapat Provinsi Maluku.

Percetakan ini termasuk dalam grup Fajar Makasar dan Jawa Pos. Kantor terletak

di Jalan Monalisa, Pandan Kasturi, Sirimau, Kota Ambon, Maluku. PT. Fajar

Utama Intermedia cabang Ambon bekerjasama dalam Mencetak koran yang

berlebel Ambon Ekspress, Harian Rakyat maluku dan mimbar Rakyat. Dimana

ketiga perusahaan penerbit koran ini masing-masing mencetak sebagai berikut :

Untuk Harian Ambon Ekspess jumlah koran yang dicetak sebesar 1000

eksemplar, untuk Harian Rakyat Maluku jumlah koran yang dicetak sebesar 900

eksemplar, dan untuk Mimbar Rakyat jumlah koran yang dicetak sebesar 878

eksemplar, jadi jumlah total yang dicetak oleh PT. Fajar Utama Intermedia cabang

Ambon untuk satu hari produksi sebesar 2.778 eksemplar. Koran-koran ini sendiri

dipasarkan di Propinsi Maluku.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada PT. Fajar

Utama Intermedia, diketahui terdapat beberapa kecacatan-kecacatan yang ada

dalam proses produksi, jenis kecacatan ini antara lain tulisan yang dicetak buram

(kabur), cacat tidak register dan cacat terpotong melebihi garis tepih. Dari data

yang didapat jumlah kecacatan untuk tahun 2016 untuk cacat kabur sebesar 23039

eksempar, untuk cacat tidak register sebesar 8012 eksemplar dan untuk cacat

terpotong sebesar 6567, jadi jumlah kecacatan untuk tahun 2016 sebesar 37618

eksemplar dari total produksi 851.775 eksemplar. Dari data diatas diketahui

tingkat kecacatan pada PT. Fajar Utama Intermedia cabang Ambon cukup tinggi,

sehingga diperlukannya proses perbaikan-perbaikan untuk mengurangi tingkat


4

kecacatan produk yang ada, sehingga dapat meningkatkan kualitas perusahaan.

Salah satu metode pengendalian kualitas yang cukup populer

penggunaannya adalah metode six sigma dan kaozen. Konsep dasar six sigma

adalah usaha terus menerus untuk mencegah product defect. Metode ini

merupakan peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta

kesempatan untuk setiap transaksi produk barang atau jasa. Pencapaian six sigma

bila hanya terdapat 3,4 cacat per sejuta kesempatan, sehingga Semakin tinggi

target sigma yang dicapai maka kinerja sistem industri semakin membaik.

Metode Kaizen ialah metode yang berfokus pada perbaikan yang dilakukan

dengan menghilangkan pemborosan, menghilangkan beban kerja berlebih, dan

selalu memperbaiki kualitas produk. Sasaran utama dari “kaizen” adalah

menghilangkan pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah produk atau

jasa. Selain itu dengan penerapan “kaizen” akan menurunkan biaya produksi

dengan cara menurunkan jumlah barang yang rusak atau cacat.

Dari penjelasan di atas sehingga memotivasi penulis untuk meneliti proposal

tentang “Perbaikan Kualitas Proses Produksi Dengan Menggunakan Metode

Six Sigma dan Kaizen Studi Kasus Pada PT. Fajar Utama Intermedia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berkenaan dengan deskripsi di atas, masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat kecacatan produksi pada PT. Fajar Utama Intermedia

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya produk cacat pada PT.

Fajar Utama Intermedia

3. Besar jumlah biaya kerugian kecacatan pada proses produksi PT. Fajar Utama

Intermedia
5

4. Bagaimana usulan perbaikan proses produksi guna menurunkan Jumlah Cacat

Produk dengan menggunakan metode Six Sigma dan metode kaizen pada PT.

Fajar Utama Intermedia

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi tingkat kecacatan produksi pada PT. Fajar Utama

Intermedia

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya produk cacat

pada PT. Fajar Utama Intermedia

3. Mengetahui besar jumlah biaya kerugian kecacatan pada proses produksi PT.

Fajar Utama Intermedia

4. Memberikan usulan perbaikan proses produksi guna menurunkan jumlah

cacat produk dengan menggunakan Metode Six Sigma dan Kaizen

1.4 Batasan Masalah

Agar pembahasan topik penelitian ini dapat terfokus dan terarah pada tujuan yang

ingin dicapai, maka dilakukan pembatasan ruang lingkup pada penulisan

penelitian proposal yang akan dilakukan pada perusahaan.

1. Penelitian dan pengumpulan data di lakukan di bagian produksi percetakan

Fajar Utama Intermedia.

2. Penelitian dan pengumpulan data di lakukan pada hasil cetakan Koran Harian

Ambon Ekspress
6

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi perusahaan

Diharapkan penelitian ini akan dapat memberikan masukan bagi perusaan yang

diteliti dalam penerapan kegiatan pengendalian kualitas produk untuk

mengurangi tingkat produk cacat serta bermanfaat bagi pengembangan

pengendalian kualitas selanjutnya bagi perusahaan.

b. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori-teori yang

didapat selama masa perkuliahan khususnya bidang manajemen teknik

industri.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisa Teoritis

2.1.1 Proses Produksi

Proses produksi adalah metode dan teknik untuk menciptakan atau

menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-

sumber antara lain tenaga kerja, bahan-bahan, dana dan sumber daya lain yang

dibutuhkan (Assauri, 2002: 7).

Menurut Ahyari (2002: 72) Produksi merupakan suatu sistem dan di

dalamnya terkandung tiga unsur, yaitu input, proses, dan output. Input dalam

proses produksi terdiri atas bahan baku atau bahan mentah, energi yang

digunakan dan informasi yang diperlukan. Proses merupakan kegiatan yang

mengolah bahan, energi dan informasi perubahan sehingga menjadi barang

jadi. Output merupakan barang jadi sebagai hasil yang dikehendaki.

2.1.2 Pengendalian Kualitas

A. Kualitas

Kualitas merupakan suatu nilai tambah dari sebuah produk atau jasa.

Pengertian dan definisi kualitas sangat beragam dan bersifat relatif sehingga

definisi dari kualitas memiliki banyak kriteria dan bergantung pada konteksnya.

Assauri (1998) mengemukakan kualitas diartikan sebagai faktor-faktor yang

terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil

tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil tersebut dibutuhkan.

Menurut Prawirosentono (2007) mengatakan kualitas suatu produk adalah


8

keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi

selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang

yang telah dikeluarkan.

Walaupun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, tetapi dari

beberapa definisi terdapat beberapa persamaan, yaitu Mutu mencakup usaha

memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, Mutu mencakup produk, jasa

manusia, proses dan lingkungan dan Mutu merupakan kondisi yang selalu

berubah.

Sifat khas mutu / kualitas suatu produk yang andal harus multidimensi

karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen,

melalui berbagai cara. Oleh karena itu, sebaiknya setiap produk harus mempunyai

ukuran yang mudah dihitung (misalnya, berat, isi, luas) agar mudah dicari

konsumen sesuai dengan kebutuhannya. Secara umum, dimensi kualitas menurut

Garvin (dalam Gazperz, 2005:37) mengidentifikasikan delapan dimensi kualitas

yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu

Performa ( performance ) atau aspek fungsional dari produk, Keistimewaan

(features) Merupakan aspek yang berkaitan dengan pengembangannya, Keandalan

(reliability) yang Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan

fungsinya secara berhasil, Konformasi (conformance) yang Berkaitan dengan

tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi, Daya tahan (durability) yang

berkaitan dengan ukuran masa pakai suatu produk, Kemampuan Pelayanan

(serviceability) yang berkaitan dengan kecepatan, kesopanan, kompetensi,

kemudahan serta akurasi dalam perbaikan, Estetika (esthetics) bersifat subjektif

sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau
9

pilihan individual.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)

Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam

mengonsumsi produk tersebut.

Kualitas produk secara langsung dipengaruhi oleh 9 bidang dasar atau 9M.

Pada masa sekarang ini industri disetiap bidang bergantung pada sejumlah besar

kondisi yang membebani produksi melalui suatu cara yang tidak pernah dialami

dalam periode sebelumnya. (Feigenbaum,2002; 54-56) :

1. Market (Pasar)

Jumlah produk baru dan baik yang ditawarkan di pasar terus bertumbuh pada

laju yang eksplosif. Konsumen diarahkan untuk mempercayai bahwa ada

sebuah produk yang dapat memenuhi hampir setiap kebutuhan. Pada masa

sekarang konsumen meminta dan memperoleh produk yang lebih baik

memenuhi ini. Pasar menjadi lebih besar ruang lingkupnya dan secara

fungsional lebih terspesialisasi di dalam barang yang ditawarkan. Dengan

bertambahnya perusahaan, pasar menjadi bersifat internasional dan

mendunia.. Akhirnya bisnis harus lebih fleksibel dan mampu berubah arah

dengan cepat.

2. Money (Uang)

Meningkatnya persaingan dalam banyak bidang bersamaan dengan fluktuasi

ekonomi dunia, telah menurunkan batas (marjin) laba. Pada waktu yang

bersamaan, kebutuhan akan otomasi dan pemekanisan mendorong

pengeluaran biaya yang besar untuk proses dan perlengkapan yang baru.

Penambahan investasi pabrik, harus dibayar melalui naiknya produktivitas


10

menimbulkan kerugian yang besar dalam berproduksi disebabkan oleh barang

cacat dan pengulangkerjaan yang sangat serius. Kenyataan ini memfokuskan

perhatian pada manajer pada bidang biaya kualitas sebagai salah satu

dari“titik lunak” tempat biaya operasi dan kerugian dapat diturunkan untuk

memperbaiki laba.

3. Management (manajemen)

Tanggung jawab kualitas telah didistribusikan antara beberapa kelompok

khusus. Sekarang bagian pemasaran melalui fungsi perencanaan produknya,

harus membuat persyaratan produk. Bagian perancangan bertanggung jawab

merancang produk yang akan memenuhi persyaratan itu. Bagian produksi

mengembangkan dan memperbaiki kembali proses untuk memberikan

kemampuan yang cukup dalam membuat produk sesuai dengan spesifikasi

rancangan. Bagian pengendalian kualitas merencanakan pengukuran kualitas

pada seluruh aliran proses yang menjamin bahwa hasil akhir memenuhi

persyaratan kualitas dan kualitas pelayanan, setelah produk sampai pada

konsumen menjadi bagian yang penting dari paket produk total. Hal ini telah

menambah beban manajemen puncak, khususnya bertambahnya kesulitan

dalam mengalokasikan tanggung jawab yang tepat untuk mengoreksi

penyimpangan dari standar kualitas.

4. Men (Manusia)

Pertumbuhan yang cepat dalam pengetahuan teknis dan penciptaan seluruh

bidang baru seperti elektronika komputer menciptakan suatu permintaan yang

besar akan pekerja dengan pengetahuan khusus. Pada waktu yang sama

situasi ini menciptakan permintaan akan ahli teknik sistem yang akan
11

mengajak semua bidang spesialisasi untuk bersama merencanakan,

menciptakan dan mengoperasikan berbagai sistem yang akan menjamin suatu

hasil yang diinginkan.

5. Motivation ( Motivasi )

Penelitian tentang motivasi manusia menunjukkan bahwa sebagai hadiah

tambahan uang, para pekerja masa kini memerlukan sesuatu yang

memperkuat rasa keberhasilan di dalam pekerjaan mereka dan pengakuan

bahwa mereka secara pribadi memerlukan sumbangan atas tercapainya tujuan

perusahaan. Hal ini membimbing ke arah kebutuhan yang tidak ada

sebelumnya yaitu pendidikan kualitas dan komunikasi yang lebih baik

tentang kesadaran kualitas.

6. Material ( Bahan )

Disebabkan oleh biaya produksi dan persyaratan kualitas, para ahli teknik

memilih bahan dengan batasan yang lebih ketat daripada sebelumnya.

Akibatnya spesifikasi bahan menjadi lebih ketat dan keanekaragaman bahan

menjadi lebih besar.

7. Machine and Mechanization (Mesin dan Mekanisasi)

Permintaan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan volume

produksi untuk memuaskan pelanggan telah mendorong penggunaan

perlengkapan pabrik yang menjadi lebih rumit dan tergantung pada kualitas

bahan yang dimasukkan ke dalam mesin tersebut. Kualitas yang baik menjadi

faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar fasilitasnya

dapat digunakan sepenuhnya.

8. Modern Information Metode (Metode Informasi Modern)


12

Evolusi teknologi komputer membuka kemungkinan untuk mengumpulkan,

menyimpan, mengambil kembali, memanipulasi informasi pada skala yang

tidak terbayangkan sebelumnya. Teknologi informasi yang baru ini

menyediakan cara untuk mengendalikan mesin dan proses selama proses

produksi dan mengendalikan produk bahkan setelah produk sampai ke

konsumen. Metode pemrosesan data yang baru dan konstan memberikan

kemampuan untuk memanajemeni informasi yang bermanfaat, akurat, tepat

waktu dan bersifat ramalan mendasari keputusan yang membimbing masa

depan bisnis.

9. Mounting Product Requirement (Persyaratan Proses Produksi)

Kemajuan yang pesat dalam perancangan produk, memerlukan pengendalian

yang lebih ketat pada seluruh proses pembuatan produk. Meningkatnya

persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk menekankan pentingnya

keamanan dan keterandalan produk.

B. Pengendalian Kualitas

1) Pengertian Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki

kualitas produk. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk

berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan

direncanakan.

Pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (1998:210) pengendalian

mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu/kualitas dari barang yang

dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan


13

berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.

Menurut Reksohadiprojo (2000 :245) Pengendalian kualitas merupakan alat

penting bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila diperlukan,

mempertahankan kualitas, yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah barang yang

rusak.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/ tindakan yang terencana

yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan dan meingkatkan kualitas suatu

produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat

memenuhi kepuasan konsumen.

2) Tujuan Pengendalian Kualitas

Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan

bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas

yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah

mungkin.

Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (1998:210)

adalah Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah

ditetapkan, Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin,

Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan

kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin dan Mengusahakan agar

biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

3) Pendekatan Pengendalian Kualitas

Untuk melaksanakan pengendalian di dalam suatu perusahaan, maka


14

manajemen perusahaan perlu menerapkan melalui apa pengendalian kualitas

tersebut akan dilakukan. Hal ini disebabkan, faktor yang menentukan atau

berpengaruh terhadap baik dan tidaknya kualitas produk perusahaan terdiri dari

beberapa macam misal bahan bakunya, tenaga kerja, mesin dan peralatan produksi

yang digunakan, di mana faktor tersebut akan mempunyai pengaruh yang berbeda,

baik dalam jenis pengaruh yang ditimbulkan maupun besarnya pengaruh yang

ditimbulkan. Dengan demikian agar pengendalian kualitas yang dilaksanakan

dalam perusahaan tepat mengenai sasarannya serta meminimalkan biaya

pengendalian kualitas, perlu dipilih pendekatan yang tepat bagi perusahaan.

(Ahyari, 1990:225-325) :

a) Pendekatan Bahan Baku

Di dalam perusahaan, umumnya baik dan buruknya kualitas bahan baku

mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kualitas produk akhir, bahkan

beberapa jenis perusahaan pengaruh kualitas bahan baku yang digunakan untuk

pelaksanakan proses produksi sedemikian besar sehingga kualitas produk akhir

hampir seluruhnya ditentukan oleh bahan baku yang digunakan. Bagi beberapa

perusahaan yang memproduksi suatu produk dimana karakteristik bahan baku

akan menjadi sangat penting di dalam perusahaan tersebut.

b) Pendekatan Proses Produksi

Pada beberapa perusahaaan proses produksi akan lebih banyak menentukan

kualitas produk akhir. Artinya di dalam perusahaan ini meskipun bahan baku yang

digunakan untuk keperluan proses produksi bukan bahan baku dengan kualitas

prima, namun apabila proses produksi diselenggarakan dengan sebaik-baiknya

maka dapat diperoleh produk dengan kualitas yang baik pula. Pengendalian
15

kualitas produk yang dihasilkan perusahaan tersebut lebih baik bila dilaksanakan

dengan menggunakan pendekatan proses produksi yang disesuaikan dengan

pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan.

c) Pendekatan Produk Akhir

Pendekatan produk akhir merupakan upaya perusahaan untuk

mempertahankankualitas produk yang dihasilkannya dengan melihat produk akhir

yang menjadi hasil dari perusahaan tersebut. Dalam pendekatan ini perlu

dibicarakan langkah yang diambil untuk dapat mempertahankan produk sesuai

dengan standar kualitas yang berlaku. Pelaksanaan pengendalian kualitas dengan

pendekatan produk akhir dapat dilakukan dengan cara memeriksa seluruh produk

akhir yang akan dikirimkan kepada para distributor atau toko pengecer. Dengan

demikian apabila ada produk yang cacat atau mempunyai kualitas di bawah

standar yang ditetapkan, maka perusahaan dapat memisahkan produk ini dan tidak

ikut dikirimkan kepada para konsumen.

2.1.3 Percetakan

A. Pengertian Percetakan

Percetakan (printing) merupakan teknologi atau seni yang memproduksi

salinan dengan sangat cepat, seperti kata-kata atau gambar-gambar (image) di atas

kertas, kain, dan permukaan-permukaan lainnya. Setiap harinya, milyaran bahan

cetak diproduksi, hasil percetakan berupa buku, kalender, buletin, majalah, surat

kabar, poster, undangan pernikahan, perangko, kertas dinding, dan bahan kain. Ini

karena hasil percetakan dapat dengan cepat mengomunikasikan pemikiran dan

informasi ke jutaan orang.


16

Percetakan dianggap sebagai salah satu penemuan yang paling penting dan

berpengaruh di dalam sejarah peradaban manusia. Percetakan merupakan satu-

satunya bentuk komunikasi massa, hasil percetakan tetap menjadi sumber

informasi utama bagi dunia. Pada masa sekarang ini, percetakan merupakan

industri penting di setiap negara maju di dunia.

B. Proses/kegiatan pencetakan:

1) Design & Approval

Proses desain merupakan proses awal dalam suatu produksi percetakan.

Proses ini sangatlah penting guna mengimplikasikan tujuan dan fungsi

produk yang diinginkan pelanggan ke dalam suatu gambar. Approval

yaitu hasil cetak sementara sesuai pesanan yang berguna untuk

memastikan bentuk, warna, tulisan, atas desain yang telah dibuat untuk

dapat disetujui oleh pelanggan.

2) Proses Pembuatan Film dan CTP

Proses ini dikenal dengan istilah pre-press, suatu proses pencetakan film

atau plat yang nantinya akan menjadi acuan tinta ke atas kertas. CTP

adalah kepanjangan dari Computer to Plate, yaitu suatu proses

pembuatan/expose plat tanpa menggunakan film melainkan langsung di-

expose diatas plate dengan mesin CTP.

3) Proses Cetak

Pada proses ini, baik komputer maupun operator akan mengatur kembali

banyaknya kebutuhan kertas untuk dicetak dan ketepatan warna sesuai

dengan design dan approval yang telah disetujui.

4) Proses Finishing
17

Setelah dicetak, kertas akan dikirim ke bagian finishing. Pekerjaan pada

bagian ini antara lain: potong, laminatingdoff/glossy, uv vernish, spot

uv, lipat, jahit benang, lem panas (perfect binding), jilid ring/spiral, pon,

rel, emboss, poly, dan beberapa proses lainnya.

5) Proses Quality Control & Packing

Merupakan pemeriksaan hasil cetak, setelah seluruh pesanan selesai.

Pemeriksaan tersebut akan dilakukan satu per satu. Proses packing atau

pengepakan dilakukan setelah dinyatakan lolos pemeriksaan/quality

control.

2.1.4 Produk Cacat

Produk cacat berarti barang atau jasa yang dibuat dalam proses produksi

namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang

baik atau kurang sempurna. Kholmi dan Yuningsih (2009: 136), produk cacat

merupakan yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan

tetapi masih bisa diperbaiki.

Menurut Bustamin dan Nurlela (2007: 136) produk cacat adalah produk

yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan

tersebut tidak sesuia dengan standart mutu yang diterapkan, tetapi masih bisa di

perbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu.

Menurut Hansen dan Mowen (2005: 7) produk cacat adalah produk yang

tidak memenuhi spesifikasinya. Hal itu berarti juga tidak sesuai dengan standar

kualitas yang telah ditetapkan.


18

Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa produk

cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar spresifikasi sehingga nilai

dan mutu dari produk tersebut tidak baik atau tidak sempurna.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Cacat dan Produk Rusak

Menurut Endah (2001: 123) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

terjadinya produk rusak dalam proses produksi suatu perusahaan, yaitu:

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan seperti ketidak

telitian, kecerobohan, kurangnya konsentrasi, kelelahan, dan kurangnya

disiplin serta rasa tanggung jawab yang mengakibatkan terjadinya produk

yang tidak sesuai standar perusahaan.

b. Bahan Baku

Bahan baku sangat mempengaruhi kualitas produk yang akan dihasilkan.

c. Mesin.

Mesin adalah salah satu alat yang mempengaruhi terjadinya produk rusak.

Karena untuk menghasilkan produk dengan kualitas baik diperlukan mesin-

mesin yang baik dan terawat dengan baik.

2.1.5 Six Sigma

A. Pengertian Six Sigma

Six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki

proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances)

sekaligus mengurangi cacat (produk atau jasa yang diluar spesifikasi) dengan

menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif (Cendrawati,


19

2007).

Menurut Gaspersz (2005:310) six sigma adalah suatu visi peningkatan

kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap transaksi

produk barang dan jasa. Jadi six sigma merupakan suatu metode atau teknik

pengendalian dan peningkatan kualitas dramatic yang merupakan terobosan baru

dalam bidang manajemen kualitas.

Six sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap

fakta, data dan analisis statistik, serta perhatian yang cermat untuk mengelola,

memperbaiki dan menanamkan proses bisnis. Pada dasarnya pelanggan akan

merasa puas apabila mereka menerima nilai yang diharapkan mereka. Apabila

produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, maka perusahaan boleh

mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa

99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu.

Berikut nilai level sigma dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Konversi level sigma yang disederhanakan.

Yield DPMO(defect per million Level

(probabilitas tanpa cacat) opportunity) sigma

30,9% 690.000 1

69,2% 308.000 2

93,3% 66.800 3

99,4% 6.210 4

99,98% 320 5
20

99,9997% 3,40 6

Sumber: Syukron dan Kholil (2013)

Six sigma mempunyai aspek yang berbeda dengan teknik pengendalian

kualitas yang lain, contohnya dengan Total Quality Management (TQM).

Menurut Syukron dan Kholil (2013), perbedaan itu telihat dari aspek sebagai

berikut:

1. TQM lebih banyak mengandalkan pendayagunaan karyawan dan tim,

sedangkan six sigma adalah proyek andalan pimpinan.

2. Aktivitas TQM biasanya berlangsung di sebuah departemen, proses

atau tempat kerja. Sedangkan proyek six sigma berlangsung lintasan

fungsi sehingga bersifat lebih strategis.

3. Pelatihan TQM terbatas pada alat dan konsep perbaikan. Sedangakan

six sigma tersusun pada sebuah sistem metode statistik yang terdepan

serta metodologi pemecahan masalah yang terstruktur.

4. TQM merupakan pendekatan peningkatan yang kurang memiliki

pertanggungjawaban finansial, sedangkan six sigma mengharuskan

ROI terverifikasi dan fokus pada lini bawah.

Manajemen kualitas modern didasari oleh tiga prinsip berikut:

1. Fokus pada pelanggan

2. Partisipasi dan kerja sama individu di dalam perusahaan

3. Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran

terus-menerus.

Prinsip-prinsip ini merupakan filosofi six sigma, meskipun terlihat sederhana,

namun amat berbeda dengan praktik manajemen tradisi lama. Dahulu perusahaan
21

jarang memahami tuntutan pelanggan. Manajemen perusahaan yangmengontrol

proses produksi dan para pekerja yang terkait langsung dengan alat produksi yang

digunakan tanpa pernah dimintai masukan. Tidak ada kordinasi antara kerja tim

dan partisipasi karyawan. Sejumlah kesalahan dan cacat produksi ditoleransi dan

dikendalikan oleh inspeksi pasca produksi. Peningkatan kualitas terjadi karena

ditunjang dengan kemajuan teknologi, bukan hasil dari upaya berkelanjutan.

Menurut Gaspersz (2005:310) terdapat enam aspek kunci yang perlu

diperhatikan dalam aplikasi konsep Six Sigma, yaitu:

1. Identifikasi pelanggan

2. Identifikasi produk

3. Identifikasi kebutuhan dalam memeroduksi produk untuk pelanggan

4. Definisi proses

5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan semua

pemborosan yang ada

6. Tingkatkan proses secara terus menerus menuju target Six Sigma

B. Tahap-Tahap Implementasi Pengendalian Kualitas dengan Six Sigma

Menurut Pete dan Holpp (2002:45-58), tahap-tahap implementasi

peningkatan kualitas dengan Six sigma terdiri dari lima langkah yaitu

menggunakan metode DMAIC atau Define, Measure, Analyse, Improve, and

Control. DMAIC merupakan suatu metode terstruktur untuk menyelesaikan

masalah dan meningkatkan proses melalui tahapan-tahapan yang ada.

1) Define

Define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six


22

Sigma. Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang harus

dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci

(Gaspersz, 2005: 322). Tanggung jawab dari definisi proses bisnis kunci berada

pada manajemen.

Langkah awal dalam six sigma adalah tahap define yaitu pendefinisian tujuan

dan latar belakang serta indentifikasi permasalahan yang harus diberi perhatian

untuk dapat mencapai kinerja mutu yang lebih baik. Aktivitas yang dilakukan

dalam merumuskan masalah adalah menentukan ruang lingkup dan

mendefinisikan proses bisnis yang akan diteliti dengan mengenali antara variabel

input dan responnya.

2) Measure

Measure merupakan tindak lanjut logis terhadap langkah define dan

merupakansebuah jembatan untuk langkah berikutnya. Menurut Pete dan Holpp

(2002: 48) langkah measure mempunyai dua sasaran utama yaitu:

a) Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkualifikasikan masalah dan

peluang. Biasanya ini merupakan informasi kritis untuk memperbaiki dan

melengkapi anggaran dasar proyek yang pertama.

b) Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk

tentang akar masalah.

Measure merupakan langkah oprasional yang kedua dalam program

peningkatankualitas Six Sigma. Tahap ini berfokus pada pemahaman kerja proses

yang dipilih untuk diperbaiki pada saat ini, serta pengumpulan semua data yang

dibutuhkan untuk analisis. Pengumpulan data di mulai dengan mendefinisikan

critical to quality (CTQ), standar kerja yang ditetapkan, sistem pengukuran dan
23

perangkat yang berkaitan disetujui dan semua orang berkomitmen terhadap

rencana yang telah dicanangkan.

Pada tingkatan six sigma, indikator kualitas produk biasanya berfokus pada

output dari proses manufaktur. Salah satu indikator kualitas manufaktur yangbiasa

digunakan adalah Defect per Unit (DPU). Berdasarkan nilai dari DPU, dapat

ditentukan nilai dari Defect per Million Opportunities (DPMO) untuk menentukan

tingkatan sigma dari proses yang ada saat ini. Penentuan nilai sigma dapat

dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Syukron dan Kholil,2013):

Jumlah Cacat yang Ditemukan


DPU = ........................................ (2.1)
Jumlah Unit yang DiProduksi

Jumlah Cacat yang Ditemukan


DPMO = 𝑥 1.000.000 ................(2.2)
Jumlah Unit yang DiProduksi

Tools yang digunakan dalam tahap measure adalah lembar periksa (check

sheet). Lembar periksa mengintegrasikan analisis data dengan upayapengumpulan

data. Lembar periksa adalah sejenis formulir pengumpulan data khusus yang

hasilnya dapat diinterpretasikan pada formulir tersebut secara langsung tanpa

membutuhkan pemrosesan lebih lanjut.

3) Analyze

Langkah ketiga dalam DMAIC adalah analisis (analyze). Analisis adalah

pemeriksaan terhadap proses, fakta dan data untuk mendapatkan pemahaman

mengenai permasalahan dapat terjadi dan dimana terdapat kesempatan untuk

melakukan perbaikan.

Tools yang digunakan adalah (Syukron dan Kholil, 2013):


24

a) Diagram Pareto

Diagram pareto adalah alat yang digunakan untuk mencari sumber atau

penyebab masalah-masalah atau kerusakan produk untuk membantu

memfokuskan diri pada pemecahannya. Diagram pareto adalah diagram

batang yang disusun secara menurun dari besar ke kecil. Biasa digunakan

untuk melihat atau mengindentifikasi masalah, tipe cacat atau penyebab

paling dominan sehingga dapat memprioritaskan penyelesaian masalah.

b) Cause and Effect Diagram

Diagram sebab-akibat atau biasa disebut diagram ishikawa karena

diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo

pada tahun 1953, adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara

sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian statistik, diagram sebab

akibat sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram)

karena bentuknya seperti kerangka ikan. Tujuan cause and effect diagram

adalah untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah,

membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan membantu dalam

penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Gambar 2.1 Diagram Sebab Akibat (Gaspersz, 2005:243)

Sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan berdasarkan prinsip 7 M


25

(Gasperz, 2005:241-243), yaitu :

1. Manpower (tenaga kerja), berkaitan dengan kekurangan dalam

pengetahuan, kekurangan dalam ketrampilan dasar akibat yang berkaitan

dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.

2. Machiness (mesin) dan peralatan, berkaitan dengan tidak ada sistem

perawatan preventif terhadap mesim produksi, termasuk fasilitas dan

peralatan lain tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak

dikalibrasi,terlalu complicated, terlau panas, dll.

3. Methods (metode kerja), berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan

metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak

terstandarisasi, tidak cocok, dll.

4. Materials (bahan baku dan bahan penolong), berkaitan dengan

ketiadaanspesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang

ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan

bahan penolong itu, dll.

5. Media, berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak

memerhatikanaspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja,

dan lingkungan kerja yang konduktif, kekurangan dalam lampu

penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dll.

6. Motivation (motivasi), berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang

benardan professional, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas

jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.

7. Money (keuangan), berkaitan dengan ketiadaan dukungan

financial(keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek


26

peningkatan kualitasSix sigma yang akan ditetapkan.

4) Improve

Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk melaksanakan

peningkatan kualitas Six sigma. Rencana tersebut mendeskripsikan tentangalokasi

sumber daya serta prioritas atau alternatif yang dilakukan. Tim peningkatan

kualitas Six sigma harus memutuskan target yang harus dicapai, mengapa rencana

tindakan tersebut dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan dilakukan,

bilamana rencana itu akan dilakukan, siapa penanggungjawab rencana tindakan

itu, bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu dan berapa besar biaya

pelaksanaannya serta manfaat positif dari implementasi rencana tindakan itu. Tim

proyeksi Sigma telah mengidentifikasikan sumber-sumber dan akar penyebab

masalah kualitas sekaligus memonitor efektifitas dari rencana tindakan yang akan

dilakukan di sepanjang waktu. Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan

akan tampak dari penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ)

terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya kapabilitas Sigma.

Seharusnya setiap rencana tindakan yang diimplementasikan harus dievaluasi

tingkat efektivitasnya melalui pencapaian target kinerja dalam program

peningkatan kualitas Six sigma yaitu menurunkan DPMO menuju target

kegagalan nol (zero defect oriented) atau mencapai kapabilitas proses pada tingkat

lebih besar atau sama dengan 6-Sigma, serta mengkonversikan manfaat hasil-hasil

ke dalam penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ).

5) Control

Menurut Susetyo (2011:61-53), Control merupakan tahap operasional


27

terakhir dalam upaya peningkatan kualitas berdasarkan Six Sigma. Pada tahap ini

hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik-praktik

terbaik yang sukses dalam peningkatan proses distandarisasi dan disebarluaskan,

prosedur didokumentasikan dan dijadikan sebagai pedoman standar, serta

kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim kepada pemilik atau

penanggung jawab proses.

Terdapat dua alasan dalam melakukan standarisasi, yaitu:

a) Apabila tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak

distandarisasikan, terdapat kemungkinan bahwa setelah periode waktu

tertentu, manajemen dan karyawan akan menggunakan kembali cara kerja

yang lama sehingga memunculkan kembali masalah yang telah terselesaikan.

b) Apabila tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak

distandarisasikan dan didokumentasikan, maka terdapat kemungkinan setelah

periode waktu tertentu apabila terjadi pergantian manajemen dan karyawan,

orang baru akan menggunakan cara kerja yang akan memunculkan kembali

masalah yang sudah pernah terselesaikan oleh manajemen dan karyawan

terdahulu.

2.1.6 Kaizen

A. Pengertian Kaizen (Continuous Improvement)

Kaizen dalam bahasa jepang diartikan sebagai perbaikan berkelanjutan

(Continuous Improvement). Kai berarti perubahan dan Zen berarti baik. Kaizen

berarti penyempurnaan yang berkesinambungan yang melibatkan setiap orang.

Pendekatan ini hanya dapat berhasil dengan baik apabila dengan disertai dengan

sumber daya manusia yang tepat. Faktor manusia merupakan dimensi yang
28

terpenting dalam perbaiakan kualitas dan produktivitas. Filosofi Kaizen

mengasusmsikan bahwa jalan hidup kita harus memfokuskan pada upaya

perbaikan konstan. Kaizen mendasari perbaikan yang melibatkan setiap orang

termasuk pekerja dan manajer.

B. Sasaran dan Tujuan Kaizen

Tujuan dan sasaran utama Kaizen adalah tercapainya peningkatan kualitas,

biaya dan distribusi atau yang dekenal dengan Quality – Cost – Delivery (QCD).

Quality yang dimaksud bukan hanya kualitas dari produk yang dihasilkan, tapi

juga kualitas dari proses yang menghasilkan produk atau jasa. Cost berbicara

mengenai biaya secara keseluruhan, mulai dari desain, produk, produksi,

penjualan dan pelayanannya. Delivery berarti memenuhi permintaan sesuai

dengan waktu dan jumlah yang diinginkan.

C. Manfaat Kaizen

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penerapan teori Kaizen yaitu

Setiap orang akan mampu menemukan masalah dengan cepat, Setiap orang akam

memberikan perhatian dan penekanan pada tahap perencanaan, Mendukung cara

berpikir yang berorientasi proses, Setiap orang berkonsentrasi pada masalah-

masalah yang lebih penting dan mendesak untuk diselesaikan dan Setiap orang

akan berpartisipasi dalam membangun sistem yang baru.

D. Prinsip Kaizen

Kaizen mengandung sepuluh prinsip menurut Barnes (1998), yaitu:

1) Berfokus kepada pelanggan, fokus utama Kaizen adalah kualitas produk,

tetapi tujuan terpenting Kaizen adalah kepuasana pelanggan. Segala


29

sesuatu/aktifitas yang tidak menambah nilai produk atau meningkatkan

kepuasan pelanggan merupakan pengeluaran biaya yang tidak perlu.

2) Mengadakan peningkatan terus menerus dalam Kaizen, suatu keberhasilan

bukanlah hasil akhir tetapi merupakan awal untuk melangkah ke tahap

berikutnya karena suatu keberhasilan merupakan faktor dalam meningkatkan

semangat untuk mencapai keberhasilan yang lain.

3) Mengakui masalah secara terbuka membangun budaya yang tidak saling

menyalahkan, sehingga para karyawan dalam perusahaan Kaizen dapat

mengakui kesalahan secara terbuka, dengan sadar menunjukan kelemahan

dari prosesnya dan meminta bantuan jika tidak mampu mengatasinya.

Keterbukaan tersebut merupakan suatu kekuatan yang bisa mengendalikan

dan mengatasi berbagai masalah dengan cepat serta meningkatkan

kesempatan-kesempatan perbaikan.

4) Mempromosikan keterbukaan ilmu pengetahuan bagi Kaizen adalah untuk

saling dibagikan dan hubungan-hubungan komunikasi yang mendukungnya

merupakan sumber efisiensi.

5) Menciptakan tim kerja dalam Kaizen, Tim adalah fondasi yang membentuk

struktur organisasi. Melalui keikutsertaan para karyawan dalam tim,

perusahaan mendapatkan keuntungan dari karyawannya. Kerjasama tim ini

dapat menanamkan rasa saling memiliki, tanggungjawab kolektif, dan

berorientasi pada perusahaan serta dapat memperkuat keterbukaan, saling

berbagi dan komunikasi.

6) Memanajemen proyek melalui tim fungsional-silang proyek perusahaan

Kaizen direncanakan dan dilaksanakan dengan menggunakan sumberdaya


30

antar-departemen atau fungsional-silang serta sumber daya yang berasal dari

luar perusahaan. Hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya, mengontrol

pemborosan sampai tingkat tertentu serta memuaskan pelanggan.

7) Memelihara proses hubungan yang benar perusahaan Jepang melakukan

segala sesuatu yang mampu mereka lakukan supaya terpelihara keharmonisan

dalam hubungan antar-manusia terutama para staff, manajer dan para

pemimpin tim. Hubungan tersebut dapat menumbuhkan loyalitas dan

komitmen dari karyawan.

8) Mengembangkan disiplin pribadi di tempat kerja merupakan sifat alamiah

orang Jepang.

9) Memberikan informasi pada semua karyawan berbagi informasi merupakan

hal yang sangat penting dalam perusahaan Kaizen. Dengan memberikan

informasi yang penting pada setiap orang maka tantangan perusahaan berubah

menjadi tantangan pribadi. Informasi ini juga merupakan langkah penting

untuk menciptakan budaya berdasarkan pengetahuan.

10) Memberikan wewenang kepada setiap karyawan dalam pelaksanaan Kaizen,

setiap karyawan diberikan wewenang untuk melakukan perubahan kearah

yang lebih baik dengan kata lain melibatkan peran karyawan dalam

melakukan peningkatan.

E. Keuntungan Kaizen

Keuntungan lain yang didapatkan jika menerapakan Kaizen adalah

1) Identifikasi, implementasi, monitor, dan mengatur perubahan dapat

mencegah terjadinya masalah baru.

2) Memfokuskan organisasi kepada kepuasan konsumen dan berdasarkan fakta


31

dalam menggambil keputusan

3) Membantu organisasi untuk menjadi lebih efisien pada proses peningkatan

dan pemecahan masalah dilakukan pada tingkat optimal dan biaya yang

rendah.

F. Prinsip Dasar Housekeeping (5 S)

Salah satu prinsip dasar dalam penerapan “Kaizen“ adalah housekeeping

yang berarti penataan workplace dengan menjaga kebersihan dan kerapihan.

Gerakan 5-S memperoleh namanya dari inisial kata jepang yang dimulai dari

huruf S : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke.

Petunjuk mengulangi langkah-langkah itu seringkali dipasang detempat

kerja guna melatih karyawan untuk dapat mematuhi peraturan yang diterapkan

perusahaan ( Masaaki Imai, 1997 ).

1. Seiri ( Pemilahan )

Seiri berarti memilih dan mengelompokkan barang-barang sesuai dengan

jenis dan fungsinya, sehingga jelas mana yang tidak diperlukan. Situasinya

yaitu semua barang dan bahan berantakan disuatu area bercampur baur tidak

menentu sehngga tidak jelas mana yang penting, diperlukan dan tidak

diperlukan

2. Seiton (Penataan)

Seiton berarti menyusun dan meletakkan bahan dan barang sesuai dengan

tempatnya agar mudah ditemukan kembali atau dijangkau bila diperlukan

3. Seiso (Kebersihan)

Seiso berarti membersihkan semua fasilitas dan lingkungan kerja dari kotoran

serta membuang sampah pada tempatnya.


32

4. Seiketsu (Pemeliharaan)

Seiketsu berarti memelihara semua barang atau peralatan, pakaian, tempat

kerja dan material lainnya tetap dalam kondisi bersih dan tertata rapih.

5. Shitsuke ( Pembiasaan )

Shitsuke berarti membentuk sikap untuk memenuhi aturan–aturan dan

disiplin mengenai kebersihan dan kerapihan peralatan dan tempat kerja

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Metode

Peneliti Tahun Judul Produk Yang

Digunakan

Analisa

Pengendalian

Kualitas Produk

Dengan Benang Non Six Sigma

Ama Lusiana 2007 Menggunakan Cotton Jenis Dengan

Metode Sig Sigma Rayon 30/1. DMAIC

Pada PT. Sandang

Nusantara Unit

Patal Secang

Analisa
Acmad
2012 Pengendalian Koran Six Sigma
Muhaemin
Kualitas Produk
33

Dengan Metode

Six Sigma Pada

Harian Tribun

Timur

Analisa

Pengendalian

Kualitas Produk Single

Poniran, Air Gallon 19 Produk Analisa Six


2016
Yudha Liter Dengan (Galon 19 Sigma

Metode Six Sigma Liter)

Pada CV. Lestari

Multi Usaha

Analisa

Pengendalian

Kualitas Produk
Analisa
Koran Dengan
Yordan. F Swot Dan
2017 Metode Swot Dan Koran
Hatumena Analisa Six
Six Sigma Pada
Sigma
PT. Fajar Utama

Intermedia Cabang

Ambon

Perencanaan
Erwin Irianto Metode
2012 Perbaikan Dan Semen
Siahaan Kaizen
Peningkatan
34

Kualitas Dengan

Menerapkan

Pendekatan

Metode Kaizen

Pada Proses RAW

MILL Produk

Ordinary Porland

Cement Di PT.

Indocemen

Tunggal Prakasa,

Tbk

Aplikasi Six

Sigma Dmaic Dan


Bramasta SIX
Kaizen Sebagai
Raga Siwi *, SIGMA
Metode Emergency
Susatyo 2016 DMAIC
Pengendalian Dan Trolley
Nugroho W. DAN
Perbaikan Kualitas
P ST, MM KAIZEN
Produk Pt. Sarandi

Karya Nugraha

Analisis Kualitas

Edwyn Dwi Produk Gelas Kaca Metode Six


Gelas Kaca
Defrianto, & 2014 Crown Dengan Sigma Dan
Crown
Farida Metode Six Sigma Kaizen

Dan Kaizen Di
35

Pt.Semesta Raya

Abadi Jaya,Gresik

Perbaikan Kualitas

Proses Produksi

Dengan
Rizki
Menggunakan Metode
Marasabessy
2018 Metode Koran Six Sigma
(Penelitian
Six Sigma dan dan kaizen
Saat ini)
Kaizen Studi Kasus

Pada PT. Fajar

Utama Intermedia

2.3 Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui alur atau tahap penelitian sebagai berikut :

1. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah awal yang dilakukan dalam

melakukan penelitian ini, untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin

saja dihadapi perusahaan menyangkut sistem pengendalian kualitas

2. Observasi awal

Observasi awal merupakan studi awal untuk mempelajari situasi yang

dihadapi perusahaan, agar dapat ditindaklanjuti dalam konteks yang lebih

teoritis, sehingga dirumuskan sebagai latar belakang, permasalahan, tujuan

serta batasan maslah dalam penelitian ini


36

3. Pengumpulan data

Proses prngumpulan data terkait dengan data-data yang diperlukan untuk

menyelesaikan permasalahan yang ada berdasarkan teori yang relevan

sehingga menjamin keakuratan hasil penelitian.

4. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan mengunakan pendekatan Six Sigma

DMAIC dan Kaizen yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi kualitas produksi pada perusahaan.

5. Melakukan analisa terhadap proses hasil pengendalian kualitas yang

dilakukan untuk mengetahui permasalahan sistem pengendalian kualitas

produk koran pada PT. Fajar Utama Intermedia Cabang Ambon.

6. Memberiukan kesimpulan dan saran yang menjawab tujuan dari penelitian

sehingga dapat memberikan solusi bagi perusahaan dalam menghadapi

masalah terkait kualitas Produk.

2.4 Flowchart Peneitian


37

Star

Observasi awal

Study pustaka Study lapangan

Identifikasi dan
perumusan masalah

Penetapan Tujuan

Pengambilan Data

Pengolahan Data
- Define
- Measuru
- Analyse
- Improve
* Analisa Kaizen
- Control

Kesimpulan

Selesai

Gambar 2.1 Flowchart Peneitian

BAB III
38

METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncenakanan akan dilaksanakan setelah dilakukannya

Proposan ini, dimana akan dilaksanakan pada PT. Percetakan Fajar Utama

Intermedia Cabang Ambon yang berlokasi di Batu Merah, Jln Jendral Sudirman

No. 9, Kampung tomia Kelurahan Pandan Kasturi, Sirimau, Ambon.

1.2 Variabel Peneliitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat yang mempunyai

variansi tertentu yang ditepakan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulanya. Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu :

1. Faktor penyebab kecacatan, yaitu yang faktor-faktor penyebab kecatan

hasil produksi koran.

2. Biaya kecacatan, yaitu biaya yang hilang / jumlah kerugian yang

diakibatkan oleh kecacatan produk.

3. Kapasitas Produksi, yaitu Jumlah Produk yang yang diproduksi pada PT.

Fajar Utama Intermedia

1.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Hasil Produksi Koran PT. Fajar

Utama Intermedia Cabang Ambon.

Sampel dalam penelitian ini yaitu koran hasil percetakan pada PT. Fajar

Utama Intermedia Cabang Ambon yang diproduksi pada tahun 2017.

1.4 Teknik pengumpulan data dan Instrumen


39

Teknik pengumpula data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Observasi

Merupakan pengamatan atau peninjauan secara langsung ditempat penelitan

yaitu pada PT. Fajar utama Intermedia cabang ambon dengan mengamati

proses produksi, cara kerja karyawan dan kegiatan pengendalian kualitas.

2. Wawancara

Merupakan cara mendapatkan data dan informasi dengan tanya jawab secara

langsung dengan kepada dan seluruh karyawan yang ada pada PT. Fajar

Utama Intermedia Cabang Ambon.

3. Studi Pustaka

Merupakan Metode pengumpulan data dengan cara memperlajari literatur-

literatur yang relevan yang berkaitan dengan pengendalian kualitas, guna

memperoleh gambaran teoritis mengenai konsep Peningkatan kualitas.

3.5 Metode Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan dalam dalam penelitian ini yaitu Metode

Six Sigma dan Kaizen.

Metode Six Sigma digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan atau

defect dengan menggunakan langkah-langkah terukur dan terstruktur. Dengan

berdasar pada data yang ada, maka Continuous improvement dapat dilakukan

berdasar metodologi Six sigma yang meliputi DMAIC (Pete& Holpp, 2002: 45).

A. Define
40

Pada tahapan ini ditentukan proporsi defect yang menjadi penyebab paling

signifikan terhadap adanya kerusakan yang merupakan sumber kegagalan

produksi. Cara yang ditempuh adalah:

1. Mendefinisikan masalah standar kualitas dalam menghasilkan produk yang

telah ditentukan perusahaan.

2. Mendefinisikan rencana tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil

observasi dan analisis penelitian.

3. Menetapkan sasaran dan tujuan peningkatan kualitas Six sigma berdasarkan

hasil observasi.

B. Measure

Tahap pengukuran dilakukan melalui 2 tahap dengan pengambilan sampel

pada perusahaan perusahaan selama Desmeber 2011 sebagai berikut :

1. Analisis diagram kontrol ( P-Chart)

Diagram kontrol P digunakan untuk atribut yaitu pada sifat-sifat barang yang

didasarkan atas proporsi jumlah suatu kejadian seperti diterima atau ditolak

akibat proses produksi. Diagram ini dapat disusun dengan langkah sebagai

berikut:

a) menghitung persentase kerusakan produk

Rumus yang digunakan yaitu :

np
p= … … … … … … … … … . . (3.1)
n

dimana :
41

n : jumlah sampel

np : jumlah kecacatan

p : persentase kerusakan produk cacat

b) Pemeriksaan karakteristik dengan menghitung nilai mean.

Rumus mencari nilai mean (CL) atau rata- rata-rata proporsi kecacatan

yaitu :

∑np
𝐶𝐿 = … … … … … … … … . . (3.2)
∑n

Dimana :

n : jumlah sampel

np : jumlah kecacatan

CL : rata-rata proporsi kecacatan

c) Menghitung batas kendali atas atau menetapkan nilai UCL (Upper

Control Limit / batas spesifikasi atas) terhadap pengawasan yang

dilakukan.

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai batas kendali atas atau

UCL yaitu:

3 𝐶𝐿 (1 − 𝐶𝐿)
𝑈𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 + √ … … … … … … … . (3.3)
𝑛

Dimana :
42

UCL : Upper Control Limit

CL : rata-rata proporsi kecacatan

n : jumlah sampel

d) Menghitung batas kendali bawah atau menetapkan nilai LCL (Lower

Control Limit / batas spesifikasi bawah).

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai batas kendali bawah

atau LCL yaitu:

3 𝐶𝐿 (1 − 𝐶𝐿)
𝐿𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 − √ … … … … … … (3.4)
𝑛

Dimana :

LCL : Lower Control Limit

CL : rata-rata proporsi kecacatan

n : jumlah sampel

2. Menganalisis tingkat sigma dan Defect For Milion Opportunitas (DPMO)

perusahaan :

a) Analisis Defect per Unit (DPU)

DPU adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur proporsi variasi

produk (defect) atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛
DPU = … … … … … … … (3.5)
Total Produksi

b) Analisis Defect per Million opportunity (DPMO)


43

Ukuran-ukuran yang digunakan dalam menerjemahkan defect yaitu dengan

format DPMO, yang menunjukkan berapa banyak defect yang akan terjadi

dalam satu juta peluang/proses.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖


DPMO = 𝑥1.000.000 … … … … … (3.6)
Jumlah Produksi

c) mengkonversikan hasil perhitungan DPMO dengsn Tabel Six Sigma

C. Analyze

Mengidentifikasikan penyebab masalah kualitas dengan menggunakan :

1. Diagram Pareto

Setelah melakukan measure dengan diagram P-Chart, maka akan

diketahui apakah ada produk yang berada di luar batas kontrol atau tidak.

Jika ternyata diketahui ada produk rusak yang berada di luar batas

kontrol, maka produk tersebut akan dianalisis dengan menggunakan

diagram pareto untuk diurutkan berdasarkan tingkat proporsi kerusakan

terbesar sampai dengan terkecil. Diagram pareto ini akan membantu

untuk memfokuskan pada masalah kerusakan produk yang lebih sering

terjadi, yang mengisyaratkan masalah-masalah mana yang bila ditangani

akan memberikan manfaat yang besar.

2. Diagram sebab – akibat :

Diagram sebab akibat digunakan sebagai pedoman teknis dari fungsi-

fungsi oprasional proses produksi untuk memaksimalkan nilai-nilai

kesuksesan tingkat kualitas produk sebuah perusahaan pada waktu

bersamaan dengan memperkecil risiko-risiko kegagalan .


44

D. Improve

Merupakan tahap peningkatan kualitas Six sigma dengan melakukan

pengukuran (lihat dari peluang, kerusakan, proses kapabilitas saat ini),

rekomendasi ulasan perbaikan, menganalisa kemudian tindakan perbaikan

dilakukan.

Pada tahap ini dilakukan perbaikan kualitas menggunakan pendekatan kaizen.

Pendekatan Kaizen

Dilakukan penerapan (5W+1H) agar rencana perbaikan lebih efektif. Pada

tahapan ini juga diberikan usulan perbaikan kepada perusahaan tentang masalah

yang terjadi pada perusahaan, berdasarkan tahapan analisis perbaikan usulan 5-S

sebagai bahan pertimbangan perusahaan untuk diterapkan pada perusahaan itu

sendiri, hal ini dilakukan agar meminimasi tingkat kecacatan produk sesuai

dengan tujuan dan manfaat dari penelitian yang akan dicapai.

Adapun 5-S yang akan diterapkan pada penelitian ini adalah program kaizen

(peningkatan terus-menerus) yang memiliki akronim sebagai berikut :

1. Seiri

Secara tegas memisahkan item-item yang dibutuhkan dari item-item yang

tidak dibutuhkan, yang kemudian menghilangkan atau membuang item-item

yang tidak diperlukan dari tempat kerja, sasaran akhir dari kegiatan ini adalah

zero waste.

2. Seiton
45

Menyimpan item-item yang diperlukan di tempat yang tepat agar mudah

diambil jika akan dipergunakan sasaran akhir dari kegiatan ini adalah zero

dealy.

3. Seiso

Mempertahankan area kerja agar tetap bersih dan rapih sasaran akhir dari

kegiatan ini adalah zero breakdown.

4. Seiketsu

Melakukan standarisasi terhadap paraktek 3-S (seiri, seiton, dan seiso) yang

disebutkan diatas sasaran akhir dari kegiatan ini adalah zero defect.

5. Shitketsu

Membuat agar kedisiplinan menjadi suatu kebiasaan melalui mengikuti

prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.

E. Control

Merupakan tahap peningkatan kualitas dengan memastikan level baru kinerja

dalam kondisi standar dan terjaga nilai-nilai peningkatannya yang kemudian

didokumentasikan dan disebarluaskan yang berguna sebagai langkah perbaikan

untuk kinerja proses berikutnya.


48
49

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, A. 1990. Manajemen Produksi. Yogjakarta : Edisi keempat. Jilid kedua.

BPFE.

. 2002. Manajemen produksi. Yogyakarta: BPFE

Assauri, S. 1998. Manajemen Operasi Dan Produksi. Jakarta : LP FE UI.

. 2002. Manajemen operasi dan produksi. Jakarta : LPFE-UI.

Barnes, Tony, 1998. Kaizen Strategies for Successful Leadership. Batam:

Interaksara.

Bustamin, B., dan Nurlela. (2006). Akuntansi biaya teori & aplikasi. (Yogyakarta:

Graha Ilmu).

Cendrawati NI. 2007. Rancangan Pengendalian Mutu dengan Metode Six Sigma

Pada divisi Spinning PT. Unitex, Tbk Bogor [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Endah, S. (2001). Akuntansi biaya. edisi Indonesia. penerbit: salemba empat.

Jakarta.

Feigenbaum, Armand V, 2002. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta : Edisi ketiga.

Erlangga.

Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama.

. 2007. Lean Six Sigma. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hansen., dan Mowen. (2005). Manajemen biaya. Jakarta: salemba empat


50

Imai, Masaaki (1986). Kaizen: The Key to Japan's Competitive Success, New

York. Mc Graw-Hill.

Juran JM. 1999. Juran’s Quality Handbook 5th edition. New York (USA). The

McGraw-Hill companies, Inc.

Kholmi, M., dan Yuningsih,. (2009). Akuntansi biaya. malang :UMM

Kotler, P., And Gary A. (2001). Dasar-dasar pemasaran. Principles of Marketing

7e. jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Latief, Y. & R. P. Utami. 2009. Penerapan Pendekatan Metode Six Sigma Dalam

Penjagaan Kualitas Pada Proyek Konstruksi. Makara Teknologi. Volume

13 No.2 67-72. Universitas Indonesia, Depok

Pande. 2002. The Six Sigma Way. Yogyakarta. Andi Offset.

Pete & Holpp. 2002. What Is Six Sigma. Yogjakarta : ANDI.

Reksohadiprojo, Soekanto & Indriyo GitoSudarmo. 2000. Manajemen Produksi.

Yogjakarta : Edisi keempat. BPFE.

Susetyo, Joko 2011. Aplikasi Six Sigma DMAIC Dan Kaizen Sebagai Metode

Pengendalian Dan Perbaikan Kualitas Produk. Jurnal Teknologi. Volume

4 No.1 61-53. Institut sains & Teknologi AKPRIND, Yogyakarta

Syukron A dan Kholil. 2013. Six Sigma Quality for Business Improvement.

Yogyakarta (ID). Graha Ilmu.

Tjiptono, F., dan Diana, A. (2001). Total quality manajemen edisi revisi. Penerbit

ANDI.Yogyakarta.s

Anda mungkin juga menyukai