Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Computed Radiography (CR)

Computed Radiography (CR) atau Digital Radiography berbasis

kaset adalah modalitas akuisisi digital yang menggunakan plat fosfor

penyimpan untuk menghasilkan gambar proyeksi. Computed Radiography

dapat digunakan pada ruangan radiografi standar seperti halnya

film/screen. Pemanfaatan Computed Radiography memerlukan kaset CR

dan plat fosfor, CR reader dan teknolog quality control workstation yang

dimaksudkan untuk menampilkan gambar salah satunya dengan printer

atau viewing station (Carter dan Veale, 2010).

Computed Radiography (CR) menggunakan photostimulable

storage phosphor (PSP) yang menyimpan citra laten dengan pemrosesan

selanjutnya menggunakan sinar laser yang menstimulasi dan dapat dengan

mudah disesuaikan dengan sistem berbasis kaset analog yang digunakan

dalam radiografi film-screen (Williams dkk., 2007). Plat fosfor penyimpan

sangat serupa dengan intensifying screen. Perbedaan paling besar terdapat

pada penyimpanan fosfor yang dapat menyimpan bagian dari peristiwa

energi sinar-X dan memasukkannya pada material penjebak yang nantinya

akan dilakukan pembacaan (Carter dan Veale, 2010).

10
11

2. Sistem Operasional Computed Radiography (CR)

Computed Radiography mempunyai tiga sistem komponen

operasional utama yaitu sistem akuisisi gambar (image acquisition

system), sistem tampilan (display system) dan sistem penyimpanan

(storage system) (Ballinger dan Frank, 2003). Komponen operasional

dijelaskan sebagai berikut:

a. Sistem Akuisisi Citra (Image Acquisition System)

Sistem akuisisi citra pada CR dimulai dari photostimulable

phosphor (PSP) imaging plate yang menerima sejumlah sinar-X yang

melewati tubuh pasien. Image plate reader merupakan bagian penting

lain dari akuisisi citra pada CR. Proses akuisisi citra dibagi menjadi

lima langkah, yaitu:

Gambar 2.1 Proses Akuisisi Citra (AAPM, 2006).

Keterangan Gambar:
1. Eksposi Sinar-X (X-ray exposure)
2. Pembacaan dan Penghapusan PSP
3. Pre-Processing Citra
4. Image Contrast dan Frequency Enhancement
5. Image Display
12

Langkah 1 yaitu detektor PSP yang belum tereksposi umumnya

disebut dengan imaging plate (IP) ditempatkan pada kaset. Selama

eksposi, sinar-X ditransmisikan melewati pasien dan diserap oleh IP.

IP yang telah dieksposi harus dibaca untuk menghasilkan citra sinar-X.

IP dimasukkan ke reader pada langkah 2 dan dilakukan scanning

dengan sinar laser berenergi rendah menimbulkan peristiwa

photostimulable luminescene (PSL). PSL dilakukan filter, ditangkap

oleh light guide dan diperkuat dengan photomultiplier tube (PMT).

Proses selanjutnya digitalisasi dengan analog to digital converter

(ADC). Informasi gambaran laten dihapus dengan cahaya yang kuat

dan IP dimasukkan kembali ke dalam kaset sehingga dapat digunakan

kembali. Langkah 3 dilakukan koreksi variasi sensitifitas light guide

static dan pola noise tetap sehingga citra objek dihasilkan dan

dilakukan skala asli disebut “raw” data citra. Citra dimanipulasi untuk

menghasilkan karakteristik yang optimal pada langkah 4. Citra digital

ditampilkan di monitor pada langkah ke 5 (AAPM, 2006).

Komponen yang digunakan dalam akuisisi gambar antara lain:

1) Imaging Plate (IP)

CR menggunakan Imaging Plate (IP) sebagai media

penyimpanan citra yang terbuat dari bahan photostimulable storage

phosphor (PSP) yang sekaligus berfungsi sebagai sistem deteksi.

IP merupakan komponen utama dalam sebuah sistem CR (Annisa,

2012). Imaging plate terlihat seperti intensifying screen dan


13

ditempatkan pada sebuah kaset dengan tampilan luar mirip kaset

pada film x-ray konvensional (Ballinger dan Frank, 2003). Imaging

plate terdiri dari beberapa lapisan antara lain (Carter dan Veale,

2010):

a) Protective layer (lapisan pelindung) merupakan lapisan yang

sangat tipis, keras dan berupa plastik bening yang melindungi

lapisan fosfor.

b) Phosphor layer (lapisan fosfor) merupakan lembar

photostimulable phosphor yang menangkap elektron saat

eksposi. Biasanya terbuat dari fosfor yang sejenis barium

fluorohalide (contohnya saja barium fluorohalide,

chlorohalide, atau kristal bromohalide. Lapisan ini juga

mengandung sebuah pewarna yang menyerap secara berbeda

stimulating light untuk mencegah penyebaran sebanyak

mungkin dan berfungsi hampir sama dengan pewarna yang

ditambahkan dalam screen radiografi konvensional.

c) Reflective layer (lapisan pemantul) merupakan sebuah lapisan

yang mengirimkan cahaya pada suatu arahan saat keluar dari

cassette reader. Lapisan ini mungkin berwarna hitam untuk

mengurangi sebaran dari stimulating light dan terbebasnya

cahaya emisi.

d) Conductive layer (lapisan konduktif) merupakan lapisan yang

menyerap dan mengurangi efek listrik statis.


14

e) Color layer (lapisan warna) ini terdapat pada plat terbaru yang

mungkin terdiri dari lapisan warna terletak antara active layer

dan support layer. Berfungsi dalam penyerapan stimulating

light tetapi tetap memantulkan cahaya emisi.

f) Support layer (lapisan pendukung) merupakan sebuah material

semi rigid yang memberikan kekuatan pada lembar imaging.

g) Backing layer (lapisan penyokong) merupakan lapisan polimer

yang halus berfungsi melindungi kaset pada bagian belakang.

h) Bar code label (label bar code) Kaset CR juga terdapat sebuah

bagian dengan label barcode atau stiker barcode yang

memungkinkan radiografer untuk memadukan informasi pada

gambar dengan kode identifikasi pasien pada permintaan

pemeriksaan.

Gambar 2.2 Susunan Imaging Plate (Ballinger dan Frank, 2003).

Keterangan Gambar:
1. Protective Layer 5. Conductive Layer
2. Phosphor Layer 6. Support Layer
3. Kristal BaFx: 7. Backing Layer
Eu2+ 8. Bar code Label
4. Reflective Layer
15

2) Kaset (Cassette)

Kaset CR terlihat seperti kaset pada radiografi

konvensional. Kaset CR terbuat dari material plastik yang awet dan

ringan. Kaset ini dilapisi dengan selembar tipis alumunium yang

menyerap sinar-X. Terdapat material anti statis yang melindungi

dari penumpukan listrik statis dan debu serta bahaya mekanis

terhadap plat fosfor sebagai pengganti intensifying screen di dalam

kaset (Carter dan Veale, 2010).

(a) (b)

Gambar 2.3 Penampang dari Kaset Computed Radiography (a) Tube Side (b)
Back Side (Ballinger dan Frank, 2003).

3) Imaging Plate Reader

Image reader mengonversi informasi analog yang kontinyu

(citra laten) pada IP menjadi format digital (Ballinger dan Frank,

2003). Kaset CR dimasukkan pada reader yang memindahkan IP

dan melakukan scanning dengan laser untuk mengeluarkan

elektron yang tersimpan. Scanning dilanjutkan dengan melakukan

digitalisasi sinyal dan menghapus plat dengan memberikan cahaya


16

untuk menghilangkan elektron yang masih terperangkap setelah

pembacaan plat (Carter dan Veale, 2010).

Fungsi image reader antara lain fungsi dalam proses

pembacaan (read-out), penghapusan (erasure) dan pengolahan

(processing) citra dalam satu unit digitizer. Selain itu juga

berfungsi sebagai media pengolah data yang terdiri dari sistem

komputer khusus untuk medical imaging yang biasa disebut

dengan image console. Image console dilengkapi berbagai macam

menu yang menunjang proses editing dan pengolahan citra sesuai

dengan anatomi tubuh dan menu untuk proyeksi radiografi yang

dapat mempertinggi atau mengurangi densitas, ketajaman, kontras

dan detail dari citra radiografi yang diperoleh (Annisa, 2012).

4) Printer

Printer sebagai media pencetak citra. Proses pengolahan

citra dengan dry printer tidak menggunakan cairan kimia

sebagaimana dalam radiografi konvensional. Proses pembangkitan

citra adalah dengan menggunakan sinar laser sehingga lebih

memudahkan dalam hal perawatan dan tidak menghasilkan limbah

kimia. Selain itu, tidak diperlukan kamar gelap untuk proses

pengembangan citra (Annisa, 2012).

b. Sistem Tampilan (Display System)

Tampilan data pada CR umumnya merupakan hasil dari respon

resolusi spasial dan gradation processing. Spatial resolution


17

mengontrol sharpness dan gradation processing mengontrol pada

rentang densitas yang digunakan untuk menampilkan struktur citra.

Citra yang ditampilkan merupakan format digital sehingga bisa

dimanipulasi untuk menampakkan atau menekan beberapa bagian dari

citra. Citra akhir ditampilkan dalam monitor atau dihasilkan sebagai

citra hard-copy pada film (Ballinger dan Frank, 2003).

c. Sistem Penyimpanan (Storage System)

CR menurunkan ruang penyimpanan citra dengan mengurangi

ukuran film yang akan disimpan atau mengonversi penyimpanan film

yang besar menjadi penyimpanan elektronik. Kapasitas penyimpanan

dari sebuah arsip citra elektronik bergantung pada beberapa faktor

seperti ukuran dari unit penyimpanan seperti magnetic tape, digital

video disc (DVD) atau optical disk, jumlah unit dan rasio kompresi

data yang digunakan (Ballinger dan Frank, 2003).

3. Prinsip Kerja Computed Radiography (Papp, 2011)

Saat kristal-kristal yang ada pada PSP dieksposi dengan sinar-X,

kristal-kristal tersebut menyerap energi sampai mereka dieksposi oleh

cahaya laser. Cahaya itu dikenal sebagai photostimulable luminescence

(PSL). Kristal elektron (setelah dieksposi dengan sinar-X) terperangkap

pada kisi-kisi yang kosong disebut dengan “F-centers”. Saat cahaya laser

menubruk F-centers, elektron yang terperangkap keluar menyebabkan

emisi cahaya tampak (dalam warna biru), lalu dideteksi oleh photocensors

dan dikirim melewati analog-to-digital converter (ADCs) serta ke


18

komputer untuk dilakukan processing. Sebuah IP sekali dieksposi oleh

sinar-X, gambar laten dapat ditampilkan dan tetap berada pada IP sampai

24 jam tetapi akan mengalami perlemahan bertahap melalui proses yang

disebut fading. Proses fading ini terjadi secara eksponensial sepanjang

waktu. Secara khusus IP akan kehilangan kira-kira 25% dari energi yang

tersimpan dalam 8 jam dari eksposi.

IP yang telah dieksposi ditempatkan di depan sebuah slot image

reader device (IRD) yang memindahkan IP. IP lalu distimulasi dengan

laser scanning helium-neon (emisi dari sebuah cahaya merah dengan

panjang gelombang sekitar 633 nanometer) atau solid state laser (670 nm),

yang menyebabkan kristal keluar dengan cahaya biru-violet (panjang

gelombang 390-400 nm). F-center pada IP merespon secara baik menjadi

cahaya merah dengan panjang gelombang sekitar 600 nm. Poligon atau

cermin berotasi dan berisolasi membelokkan sinar laser kembali dan maju

melintasi IP yang juga berpindah. Proses ini disebut mode “fast scan”.

Cahaya diemisikan oleh PSP lalu dideteksi oleh photocensors yang

mengubah sejumlah cahaya terdeteksi ke sejumlah sinyal elektronik dan ke

komputer untuk diproses. IP harus berpindah secara konstan, slow speed

(dikenal dengan slow scan) sepanjang sumbu panjang dari IP. Fluktuasi

kecepatan dapat menyebabkan artefak banding.

Setelah citra dihasilkan dari IP, IP ditransfer menuju bagian lain

dari IRD di mana sodium discharge lamp menghapus segala sinyal sisa

sehingga IP bisa digunakan kembali. IP disimpan di sebuah kotak


19

penyimpanan sampai dibutuhkan. Kebanyakan sistem saat ini dapat

memproses sekitar 200 IP setiap satu jam dan membutuhkan kira-kira 30-

60 detik untuk pemrosesan.

Keterangan Gambar:
1. Kaset IP
2. Sinar Laser: Arah Scanning
3. Sumber Sinar Laser
4. Reference Detector
5. Cermin
6. Lensa f-θ
7. Cermin Cylindrical
8. Translasi Plat: Arah Sub-Scan
9. Light Channeling Guide
10. PMT
11. Sinyal Output
12. ADC
13. Menuju Image Processor
14. Erasure Stage Transport
15. Light Erasure

Gambar 2.4 Ilustrasi Prinsip Kerja Computed Radiography (AAPM, 2006).

4. Pengaruh Jeda Waktu Penghapusan Imaging Plate

Image receptor pada sistem CR lebih sensitif terhadap radiasi

hambur dikarenakan memiliki nilai K-edge yang lebih rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa efek dari radiasi hambur (atau radiasi latar) dapat

menyebabkan penurunan kontras citra yang mungkin tidak dapat diatasi

dengan menggunakan software post processing. IP harus dihapus setiap

hari untuk mengurangi noise citra dikarenakan sensitif khususnya terhadap

paparan fluorescent lighting sehingga IP harus disimpan pada IRD atau

dilakukan penghapusan sebelum digunakan (Papp, 2011). PSP pada IP

yang cukup sensitif akan terjadi fog karena radiasi latar (background)

(Bushong, 2013).
20

Jeda waktu antara penghapusan IP dan eksposi selanjutnya dapat

berkisar beberapa menit pada hari-hari sibuk sampai beberapa hari selama

akhir pekan. Selama jeda waktu inilah, paparan IP terhadap segala

kebocoran cahaya melalui kaset CR atau kotak penyimpan IP pada sistem

CR yaitu radiasi background seperti sinar cosmic dan radon pada tembok

bangunan dapat menurunkan citra selanjutnya. Penurunan ini mungkin

dengan munculnya peningkatan dark noise yang serupa dengan base-fog

level pada sistem film-screen dan berakibat pada berkurangnya kontras

dan signal to ratio (SNR) (Khalifah dan Brindhaban, 2011).

Dark noise dapat didefinisikan segala paparan dari IP tanpa adanya

paparan radiasi pada akuisisi citra dan diperkirakan dengan mengukur nilai

rata-rata piksel pada citra IP tanpa adanya eksposi radiasi (Khalifah dan

Brindhaban, 2011). Uji penghapusan (erasure) digunakan untuk

memastikan CR reader secara sempurna menghapus gambar sebelumnya

(Papp, 2011). Jika sisa citra laten muncul, ghosting dapat timbul pada

pemakaian IP selanjutnya (Bushong, 2013). Meskipun IP memiliki respon

linier terhadap dosis radiasi tinggi, dalam praktiknya IP terpapar radiasi

sangat tinggi dari dosis neutron atau sinar-X menghasilkan citra radiografi

yang jenuh. Dalam keadaan seperti ini, plat tidak terhapus sepenuhnya

walaupun dengan paparan cahaya tampak (Shaikh, 2013).


21

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Citra Digital Computed

Radiography (Bontrager dan Lampignano, 2014)

a. Brightness

Brightness (kecerahan) didefinisikan sebagai kemampuan

intensitas cahaya untuk menampilkan pixel secara individual pada citra

dilihat dari monitor. Istilah brightness dalam pencitraan digital

menggantikan istilah densitas dalam radiografi berbasis film. Sistem

pencitraan digital didesain untuk menampilkan kecerahan citra yang

optimal secara elektronik dengan lebarnya jarak faktor eksposi.

b. Contrast Resolution

Contrast (kontras) pada pencitraan digital didefinisikan sebagai

perbedaan kecerahan antara daerah yang cerah dan gelap pada citra.

Contrast resolution adalah kemampuan untuk membedakan beberapa

skala keabuan dari hitam sampai putih (Bushong, 2013). Setiap piksel

dalam matriks gambar pada monitor adalah satu buah skala abu yang

merepresentasikan kelengkapan fisik dari struktur anatomi. Semakin

besar kedalaman piksel maka semakin besar contrast resolution. IP

sangat sensitif terhadap radiasi berenergi rendah sehingga mengontrol

radiasi hambur merupakan faktor penting untuk menghasilkan citra

dengan kontras secara tepat.

c. Spatial Resolution

Spatial resolution pada pencitraan digital adalah ketajaman

yang tercatat atau detail dari struktur pada citra. Semakin kecil ukuran
22

piksel akuisisi maka semakin besar spatial resolution. Spatial

resolution diukur dengan jumlah pasang garis per millimeter. Sistem

pencitraan digital sekarang ini memakai untuk radiografi general

mempunyai kemampuan resolusi spasial dengan rentang sekitar 2,5

lp/mm sampai 5,0 lp/mm.

d. Distortion

Distortion atau distorsi adalah kesalahan dalam representasi

ukuran objek atau bentuk seperti yang diproyeksikan pada media

perekaman citra radiografi. Faktor yang mempengaruhi adalah source

to image distance (SID), object to image distance (OID) dan CR

alignment.

e. Exposure Indicator

Exposure indicator atau indikator eksposi merupakan nilai

numerik yang merepresentasikan eksposi yang diterima oleh image

receptor. Indikator eksposi disebut juga sensitivity (S) bergantung pada

masing-masing pabrikan. Indikator eksposi bergantung pada dosis

radiasi yang mencapai receptor. Nilainya dikalkulasikan dari efek

mAs, kV dan total area yang terpapar serta objek yang dieksposi.

Indikator eksposi ditampilkan setiap kali melakukan ekspos

bergantung pada pabrikan dan teknik yang digunakan pula.

Pemeriksaan terhadap indikator eksposi merupakan kunci untuk

verifikasi kualitas citra digital yang dapat diterima sehingga

menghasilkan dosis paling tidak sekecil mungkin untuk pasien.


23

f. Noise

Noise didefinisikan sebagai gangguan acak yang mengaburkan

dan mengurangi kejelasan citra. Noise pada citra radiografi diartikan

sebagai grainy atau mottle yang muncul pada citra. Satu cara untuk

menggambarkan noise pada akuisisi citra digital adalah signal to noise

ratio (SNR). Tidak cukupnya mAs yang digunakan dalam proyeksi

sehingga tidak menerima jumlah foton sinar-X yang cukup

menghasilkan SNR yang rendah dan citra noisy.

Scatter radiation (radiasi hambur) menyebabkan degradasi

kontras citra yang dapat dikendalikan dengan memakai grid atau

kolimasi yang benar. Faktor kedua yang berhubungan dengan noise

pada citra radiografi adalah electronic noise. Electronic noise biasanya

terjadi karena noise yang melekat pada sistem elektronik, ketidak

seragaman image receptor dan fluktuasi energi.

Gambar 2.5 Dark Noise pada Citra Digital (Desai dan Valentino, 2011).
24

6. Indikator Eksposi pada Sistem CR Carestream

Exposure Index (EI) number yang disediakan oleh berbagai

produsen pada setiap citra yang dihasilkan sangat penting untuk dipahami.

Sistem pemrosesan radiografi digital menggunakan exposure indicator

untuk menyediakan infomasi mengenai eksposi pada image receptor.

Faktor eksposi yang tepat akan menghasilkan indikator eksposi yang

sesuai range penerimaan dan akan memberikan kualitas citra yang baik.

Tidak ada sistem yang universal saat ini dan tiap perusahaan menerapkan

sistem yang berbeda untuk informasi faktor eksposi. Exposure indicator

menggambarkan jumlah eksposi sinar-X pada IP yang dilihat dari

kuantitas photon menumbuk detektor (Carlton dan Adler, 2012).

Sistem PSP Carestream menggunakan exposure index (EI) yaitu

sebuah nilai yang secara langsung proporsional terhadap rata-rata dari log

incident exposure atau logaritma kejadian eksposi pada plat dan

dirumuskan sebagai berikut:

EI = 1.000 × log(eksposi dalam mR) + 2.000

Setiap eksposi sejumlah 1 mR (80 kVp, 0, 5 mm Cu, 1 mm filtrasi

Al) menghasilkan EI sebanyak 2000. Setiap eksposi sejumlah 10 mR

menghasilkan EI sebanyak 3000 dan setiap eksposi 0,1 mR akan

menghasilkan nilai EI sebanyak 1000 pada sistem kalibrasi. Eksposi ganda

pada screen menghasilkan naiknya 300 dari nilai EI (AAPM, 2006).


25

7. Quality Control pada Computed Radiography

Quality Control (QC) dapat didefinisikan sebagai serangkaian

kegiatan komprehensif yang dirancang untuk memantau dan memelihara

sistem yang menghasilkan suatu produk. Langkah-langkah QC diambil

untuk memastikan bahwa prosedur radiologis dilakukan dengan aman dan

efisien, sesuai untuk pasien dan menghasilkan citra berkualitas tinggi.

Sebagian besar kegiatan QC adalah bagian dari program QA dan data

digunakan untukk meningkatkan kualitas proses dalam departemen. Ada

tiga kategori utama tes QC yang digunakan dengan berbagai variasi waktu

(Carter dan Veale, 2010).

a. Uji penerimaan (Acceptance Testing)

Pengujian jenis ini dilakukan sebelum peralatan baru dipasang

atau diperbaiki sehingga dapat diterima oleh departemen radiologi.

Pengujian dapat dilakukan oleh teknolog yang ditunjuk, ahli fisika

radiasi atau petugas layanan yang diperkerjakan oleh rumah sakit. Uji

penerimaan digunakan untuk menentukan apakah peralatan berkinerja

dalam spesifikasi vendor dan sesuai dengan apa yang dijanjikan.

Panduan saat ini dikembangkan berdasarkan rencana evaluasi

penerimaan yang terperinci dalam Laporan AAPM Nomor 93 pada

bagian 8.3 antara lain pengujian dark noise, keseragaman (uniformity),

fungsi sinar laser, spatial resolution, low-contrast resolution, akurasi

spasial (spatial accuracy), pemeriksaan artefak, kontras atau noise,


26

laser jitter, akurasi faktor eksposi dan uji penerimaan yang lainnya

(Desai dan Valentino, 2011).

b. Pemeliharaan Rutin (Routine Maintenance)

Pemeliharaan rutin dilakukan untuk memastikan bahwa

peralatan seperti yang diharapkan. Jenis pengujian ini dapat

menemukan masalah sebelum terlihat secara radiografi. Pengujian ini

dapat dilakukan oleh teknolog yang ditunjuk, ahli fisika radiasi atau

oleh petugas servis yang dipekerjakan oleh vendor.

c. Pemeliharaan Kesalahan (Error Maintenance)

Tindakan korektif harus dilakukan apabila kesalahan terjadi

pada kinerja peralatan. Kesalahan akan dideteksi oleh kinerja peralatan

yang buruk atau hasil kualitas yang buruk. Koreksi ini umumnya

dilakukan oleh petugas servis yang dipekerjakan oleh vendor.

Uji QC secara periodik sangat dibutuhkan untuk memeriksa kinerja

sistem dan pemeliharaan kualitas citra optimum. Prosedur harian, bulanan,

triwulanan dan tahunan direkomendasikan sebagai bagian dari program

QC yang sedang dilakukan. Menurut Jeffrey Papp (2011), tes QC untuk

CR antara lain:

a. Uji Penerimaan (Acceptance Testing)

Uji penerimaan terdiri dari erasure thoroughness (uji ketelitian

penghapusan) untuk mengevaluasi kemampuan lampu sodium

discharge pada IRD secara lengkap menghapus data sebelumnya dan

uji phantom image.


27

b. Uji Harian (Daily Test)

1) Uji inspeksi secara general yaitu inspeksi kebersihan kaset CR

(permukaan harus bebas dari debu dan kepingan untuk mencegah

artefak citra atau masalah pada proses IRD), label barcode

(pastikan bahwa dalam keadaan bersih dan bebas dari debu pada

permukaannya), dan engsel serta pengait kaset CR dalam keadaan

baik. Pastikan juga IRD menjalankan IP dengan lancar dan mudah

sehingga IP dibaca dan dimasukkan pada kaset secara benar.

2) Cek printer laser untuk memastikan berfungsi dengan benar untuk

menghasilkan citra hard-copy. Jika menggunakan paper printer

pastikan bahwa alat tersebut bekerja dengan baik.

3) Lakukan penghapusan seluruh IP sebelum digunakan.

4) Verifikasi bahwa unit reader dan workstation berkomunikasi

dengan benar dari satu ke lainnya. Pastikan bahwa barcode reader

bekerja dengan benar pula.

5) Lakukan QC processor apabila kamera laser digunakan untuk

menghasilkan citra hard-copy.

c. Uji Mingguan

1) Citra phantom image dengan melakukan analisis phatom image

sesuai yang direkomendasikan oleh pabrikan dan dibandingkan

dengan citra sebelumnya serta cari perbedannya.

2) Bersihkan dan inspeksi seluruh kaset CR.

3) Bersihkan air intake port pada sistem IRD CR.


28

4) Bersihkan keyboard dan mouse sesuai dengan pedoman pabrikan.

5) Bersihkan layar monitor CRT sesuai dengan pedoman pabrikan.

d. Uji Bulanan

1) Pemeliharaan processor film apabila diperlukan jika kamera laser

digunakan sebagai ganti dari dry laser printer untuk mencetak

hard-copies.

2) Lakukan inspeksi dan bersihkan semua IP sesuai spesifikasi

pabrikan. Kain bebas serat umumnya digunakan untuk

membersihkan dengan lembut semua debu pada IP.

3) Lakukan analisis repeat dan tinjau kembali data untuk mengoreksi

masalah yang sedang terjadi.

4) Log service dari peralatan digital harus ditinjau kembali untuk

melihat masalah spesifik yang terjadi kembali.

e. Uji Semi Tahunan atau Uji Tahunan

1) Uji generator sinar-X melibatkan uji generator, tabung dan

perlengkapan yang ada pada prosedur. Uji ini dilakukan untuk

memastikan kesalahan terlihat dari komponen pencitraan digital

bukan karena generator sinar-X.

2) Evaluasi kualitas gambar dengan meninjau kembali citra aktual

dari pasien sebaik citra phantom image.

3) Evaluasi pemrosesan gambar dilakukan untuk memastikan bahwa

semua fungsi preprocessing dan postprocessing beroperasi dengan

layak.
29

4) Ulangi uji penerimaan untuk menentukan kembali nilai base line.

5) Tinjau ulang tren pasien eksposi, data repeat analysis, rekaman QC

dan riwayat pelayanan.

6) Evaluasi akurasi indeks eksposi dengan dosimeter untuk merekam

eksposi pada penerima gambar.

7) Tentukan kebutuhan untuk pengaturan sistem oleh personel

pelayanan pabrikan.

Evaluasi dark noise pada CR berdasarkan AAPM Report Nomor

93 disebutkan termasuk prosedur uji yang direkomendasikan dan uji

bulanan terutama pada IP yang jarang digunakan. Penghapusan atau

erasure IP disebutkan merupakan uji harian apabila IP akan digunakan

untuk pemeriksaan dan jika penghapusan kaset sebelumnya tidak

meyakinkan. Menurut Carter dan Veale (2010) penghapusan IP harus

dilakukan sebagai uji harian jika tidak diekspos lebih dari 24 jam.

Dark noise adalah noise yang dihasilkan dari sebuah detektor

cahaya saat katoda foto diselubungi oleh radiasi optik eksternal dan

tegangan pengoperasian yang berlangsung (Desai dan Valentino, 2011).

Evaluasi dark noise pada AAPM Report Nomor 93 menggunakan teknik

manual tetap dan menggerakkan sistem kepada sinyal amplikasi tinggi.

Hasil citra soft atau hard-copy pada setiap IP harus menampilkan keadaan

bersih, seragam, bebas dari gambaran artefak saat dilihat dengan

pengaturan window width dan window level sesuai klinis. Indikator eksposi

(untuk automatic processing) harus bernilai 0 (nol) pada nilai eksposi.


30

Jika lebih dari dua IP yang diuji terdapat masalah maka seluruh IP pada

inventaris harus diuji. Artefak yang dihasilkan ulang pada sejumlah

gambar atau film seperti respon bayangan yang seragam, menunjukkan

sub sistem laser, penunjuk pengumpulan cahaya, papan memori, unit

penghapusan atau film yang berkabut merupakan masalah yang potensial.

Uji dark noise melibatkan analisis intensitas sinyal rata-rata pada

80% gambar yang dihasilkan dari detektor tanpa eksposi. Uji ini mengukur

efisiensi dari IP dan sistem CR. Tes ini dilakukan dengan memilih IP dari

inventaris dan dihapus dahulu untuk digunakan eksposi sinar-X. User

melakukan scanning pada IP yang dihapus sebelumnya untuk

menghasilkan gambaran citra. Uji ini dilakukan pada semua IP dalam

inventaris dan IP yang gagal dalam uji ini perlu diamankan dahulu dari

penggunaan. Kriteria uji dan penerimaan dari evaluasi dark noise untuk

merek Carestream tertera dalam tabel di bawah ini:


31

Tabel 2.1 Kriteria Uji dan Penerimaan Dark Noise Evaluation (AAPM,
2006).
Merek CARESTREAM (dahulu KODAK)
Tidak ada eksposi pada IP. IP yang digunakan
Eksposi
adalah IP yang baru saja dihapus.
Pemrosesan Pattern
Raw data, tidak mengatur edge enhancement,
Post-Processing Citra
window = 512, level = Exposure Index
Exposure Index (EI), Pixel Value (PV) dan Pixel
Pengukuran
Value Standard Deviation (PVSD)
Keseragaman citra, tidak ada artefak ghost image,
kecuali profil bands pada direksi IP.

Kriteria Kualitatif

Gambar 2.6 Ghost Image yang Muncul pada


Citra IP Objek Chest pada Computed
Radiography (Walz-Flannigan, 2013).

Kriteria Kuantitatif
EIGP < 80
ROI pada 80% Area
PVGP < 80
Citra
PVSD < 4
(General Purpose)
32

B. Kerangka Teori

Hand PA (phantom)

Cranium AP (phantom)
Pemeriksaan
Chest PA (phantom)

Abdomen AP (phantom)

Processing IP
Menggunakan Jeda Waktu Penghapusan IP
Computed Radiography

Citra IP tanpa Eksposi

Noise

Dark Noise Evaluation

Kriteria Kriteria
Kualitatif: Kuantitatif:

Ghost image, EI, PV dan


Uniformity PVSD*

*EI (Exposure Index), PV (Pixel Value), PVSD (Pixel Value Standard Deviation)

Gambar 2.7 Kerangka Teori Penelitian (AAPM, 2006; Prastanti dan Kurniawati,
2017).
33

C. Hipotesis Penelitian

1. Pengujian Jeda Waktu terhadap Dark Noise Evaluation Sistem CR

Carestram

H0 = Tidak ada dark noise yang muncul setelah dilakukan pengujian

jeda waktu dari penghapusan terakhir.

Ha = Ada dark noise yang muncul setelah dilakukan pengujian jeda

waktu dari penghapusan terakhir.

2. Waktu Munculnya Dark Noise setelah diberlakukan Jeda Waktu dari

Penghapusan Terakhir

H0 = Tidak ada dark noise yang muncul mulai dari penerapan jeda

waktu 0 jam dari penghapusan gambaran laten terakhir.

Ha = Ada dark noise yang muncul mulai dari penerapan jeda waktu

0 jam dari penghapusan gambaran laten terakhir.

Anda mungkin juga menyukai