Anda di halaman 1dari 164

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM

PENGUASA

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun Oleh:
Benidiktus Fatubun
141314002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM

PENGUASA

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun Oleh:
Benidiktus Fatubun
141314002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Kedua orang tua saya “ Bapak Yustus Fatubun dan Ibu Rosa Kasihiuw” dan

kakak-kakak saya “ Hermina Fatubun, Fransiskus Fatubun” serta adik saya “Tania

Fatubun” yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

Selama kamu benar, jangan takut.

( Yustus Fatubun)

Hormati siapa saja, walaupun dia anak kecil.

(Rosa Kasihiuw)

Kewajiban manusia adalah menjadi manusia.

( Multatuli)

Bukan di mana anda sekolah, tapi bagaimana anda belajar.

(Soesilo Toer)

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM


PENGUASA

Oleh:
Benidiktus Fatubun
Universitas Sanata Dharma
2019

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tiga masalah


utama, yaitu: (1) latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966, (2) proses
gerakan mahasiswa 1966, (3) dampak dari gerakan mahasiswa 1966 dalam bidang
ekonomi dan politik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis
dengan tahapan; (1) Pemilihan topik, (2) Heuristik, (3) Verifikasi, (4) Interpretasi,
(5) Historiografi. Ekonomi dan politik adalah pendekatan yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) latar belakang lahirnya gerakan
mahasiswa dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi Indonesia yang carut-
marut. (2) gerakan mahasiswa dimulai dengan membentuk konsolidasi antara
sesama kelompok yang tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh Sukarno. Kelompok-kelompok yang anti terhadap PKI, juga turut bergabung
dalam gerakan mahasiswa tersebut. KAMI adalah organisasi mahasiswa anti-kiri
yang dibentuk guna menjadi wadah pergerakan dalam melakukan berbagai aksi.
Tritura adalah nama tuntutan yang disuarakan oleh KAMI. Terang KAMI tak
lepas dari intervensi Angkatan Darat, terkhusus Suharto. (3) Dampak dari gerakan
mahasiswa tahun 1966 dalam bidang politik adalah, keluarnya Surat Perintah 11
Maret 1966 sebagai awal jatuhnya Sukarno dari kursi kepresidenan. Selain itu,
pembubaran Partai Komunis Indonesia, penghancuran simpatisan (maupun yang
“dianggap”) komunis dan Sukarno, dan penghancuran gerakan perempuan adalah
dampak dari berbagai aksi-aksi mahasiswa. Dalam bidang Ekonomi, Suharto
menerapkan kebijakan pintu terbuka guna mengatasi masalah ekonomi dalam
negeri. Undang-undang penanaman modal asing dikeluarkan pada tahun 1967
dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968, adalah
buah dari kebijakan pintu terbuka. Kedua undang-undang itu memberi peluang
sekaligus keringanan yang cukup besar bagi penanaman modal asing.

Kata Kunci: Gerakan mahasiswa, Tritura, Ekonomi, Politik, Sukarno, KAMI,


Suharto

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

THE 1966 JAKARTA’S STUDENT MOVEMENT: AGAINST THE RULER


REGIME

Oleh:
Benidiktus Fatubun
Sanata Dharma University
2019

This research aimed to describe and analyze three research problems,


namely: (1) the background of how the 1966 student movement began, (2) the
1966 student movement processes, and (3) the impact of the 1966 student
movement in politics and economy.
The method employed in this research was the historical method with its
five stages: (1) Theme selection, (2) Heuristics, (3) Verification, (4)
Interpretation, and (5) Historiography. The approaches used in this research
were the political and economic approaches.
The research results showed that: (1) the background of how the student
movement began was affected by the messiness of the political and economic
situations in Indonesia. (2) The student movement was started with forming the
consolidations among groups which did not agree with the policies made by
President Sukarno. Groups which were opposed to Indonesian Communist Party
(Partai Komunis Indonesia or PKI) also joined into the student movement. The
Unity of Indonesian Student Action (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia or
KAMI) was an anti-left wing student organization which was formed to be an
umbrella organization in doing actions. The three demands of the people (tiga
tuntutan rakyat or tritura) is a demand name conveyed by KAMI. It was obviously
seen that KAMI could not be separated from the army’s intervention especially
Suharto. (3) The impact of the 1966 student movement in politics was the issuance
of Surat perintah 11 maret 1966 (the Supersemar Decree) which was the
beginning of the fall of Soekarno as a President. Beside that thing, the disbanding
of Indonesian Communist Party, demolition of the sympathizers (or those who
were “considered as”) of communist and Sukarno, and the demolition of woman
movement were also the impacts of the student actions. In economic sector,
Suharto applied the open door policy in order to solve the domestic economic
problem. The law of foreign investment was established in 1967 and the law of
domestic investment was established in 1968. Those two laws not only gave
opportunities but also quite big dispensations for foreign investment.

Key Words: Student movement, Tritura, Economy, Politics, Sukarno, KAMI,


Suharto

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966:

Melawan Rezim Penguasa” ini dapat terselesaikan dengan baik. Bagi penulis,

penyusunan skripsi ini telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang

sangat berguna dalam penyusunan karya ilmiah.

Penulis menyadari bahwa terselesaikanya skripsi ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma

3. Bapak Drs. A.K. Wiharyanto, M.M selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis selama masa studi.

4. Bapak Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dan memberi dukungan kepada penulis.

5. Kedua orang tua, kakak dan adik serta keluarga besar yang telah memberi

dukungan, semangat dan doa kepada penulis selama pengerjaan skripsi.

6. Kepada kawan-kawan UKPM natas Universitas Sanata Dharma yang

membantu penulis untuk semakin kritis melihat sebuah persoalan.

7. Kepada semua orang yang memberi pengaruh kepada penulis, baik secara

langsung maupun tidak langsung, penulis ucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan

skripsi ini, Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………….. ii

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. iv

MOTTO …………………………………………………………………….... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………………. vii

ABSTRAK…………………………………………………………………… viii

ABSTRACT…………………………………………………………………………….. ix

KATA PENGANTAR………………………………………………………... x

DAFTAR ISI………………………………………………………………….. xii

DAFTAR SINGKATAN………………………...……………………………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xix

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………. 6

C. Tujuan Penulisan…………………………………………………... 6

D. Manfaat Penulisan…………………………………………………. 6

E. Tinjauan Pustaka………………………………………………….... 7

F. Landasan Teori…………………………………………………….. 11

G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan……………………………. 17

H. Sistematika Penulisan……………………………………………… 22

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN

MAHASISWA 1966………………………………………………… 24

A. Bidang Ekonomi................................................................................ 24

1. Pembangunan Yang Merugikan Masyarakat............................... 24

2. Ambivalen Kebijakan Ekonomi..................................................... 29

3. Gelorat Ekonomi.......................................................................... 31

B. Bidang Politik................ .................................................................. 36

1. Pemerintahan Otoriter……………………………………….... . 36

2. Peristiwa 1965…………………………………………………… 39

3. Menteri-menteri PKI……………………………………….… .. 41

4. Konfrontasi Mahasiswa………………………………………….. 43

BAB III DINAMIKA GERAKAN MAHASISWA 1966................................ 48

A. Konsolidasi Massa........................................................................... 48

1. Kelompok Penekan………………………………………….. .... 48

2. Partner Militer dan Mahasiswa……………………………… .... 49

3. KAP-Gestapu hingga Front Pancasila………………………. .... 52

4. Lahirnya KAMI……………………………………………... .... 55

B. Massa Bergerak....................................................................... ........ 62

1. KAP-Gestapu hingga KAMI................................................... .... 62

2. Kebangkitan Mahasiswa 1966: Sebuah Paradoks................... .... 64

3. Kelompok Vandalis…………………………………………. .... 69

4. Aksi Kolaboratif…………………………………………….. .... 72

5. Aksi Pemboikotan…………………………………………... .... 74

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Mahasiswa VS Mahasiswa............................................ .................. 76

1. Mahasiswa (tak) Ada Idealisme……………………………... ... 76

2. Fanatisme Membabi-buta ............................................................ 78

3. Kelompok Terkontrol……………….…………………………... 80

D. Akhir KAMI dan Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim.............. 82

1. Kesakralan (KAMI) Yang Tak Sakral………………………….. 82

2. Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim…….…………………... 84

3. Penegasan Partnersip…………………………….……………… 86

BAB IV DAMPAK GERAKAN MAHASISWA 1966................................... 89

A. Supersemar: Konsolidasi Pemerintahan Baru................................ . 89

1. Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret.......................... ............. 89

2. Kabinet Ampera........................................................................... 91

3. Dualisme Kepemimpinan..................................................... ....... 93

4. Suharto Menjadi Presiden............................................................ 95

B. Penghancuran Kelompok Oposisi.................................................. . 99

1. Pembantaian Simpatisan PKI........................................ .............. 99

2. Penghancuran Gerakan Mahasiswa.............................................. 101

3. Penghancuran Gerakan Perempuan............................................. 103

4. Pengembangan Ideologi Anti-Komunis…………………….…. 105

C. Era Baru Kebijakan Ekonomi…………………………………….. 108

1. Kebijakan Pintu Terbuka………………………………….......... 108

2. Forum Inter-Governmental Group on Indonesia.……………….. 110

3. Upaya Stabilisasi Perekonomian Dalam Negeri…………………. 112

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V KESIMPULAN...................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 116

DAFTAR SINGKATAN

LAMPIRAN

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia


AD : Angkatan Darat
AD/ART : Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga
Ampera : Amanat Penderitaan Rakyat
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
AS : Amerika Serikat
ASU-Germindo : Ali Suratman - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
AURI : Angkatan Udara Republik Indonesia
Berdikari : Berdiri di Atas Kaki Sendiri
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CCF : Congress for Cultural Freedom
CGI : Consultative Group for Indonesia
CGMI : Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia
CIA : Centra Intelligence Agency
Conefo : Conference of the new emerging forces
CSB : Corpus Studiosorum Bandungense
Dekon : Deklarasi Ekonomi
Deparlu : Departemen Luar Negeri
DPP PB HMI :Dewan Pertimbangan dan Penasehat Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPR-GR : Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
FKUI : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ganefo : Games of The New Emerging Forces
GEMSOS : Gerakan Mahasiswa Sosialis
Germindo : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
GMNI : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
GMNI-ASU : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia - Ali Surachman
GMS : Gerakan Mahasiswa Surabaya

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gerwani : Gerakan Wanita Indonesia


GMRI : Gerakan Mahasiswa Republik Indonesia
Golkar : Golongan Karya
G 30 S : Gerakan 30 September
HMI : Himpunan Mahasiswa Islam
IGGI : Inter-Governmental Group on Indonesia
IMABA : Ikatan Mahasiswa Bandung
IMADA : Ikatan Mahasiswa Jakarta
IPKI : Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
ITB : Institut Teknologi Bandung
KAP-Gestapu : Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan
30 September
KAPI : Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
KAPPI : Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia
KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
KASI : Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia
KAWI : Kesatuan Aksi Wanita Indonesia
KODAM : Komando Daerah Militer
Kogam : Komando Ganyang Malaysia
KOKAM :Komando Kesiap-siagaan Angkatan Muda
Muhammadiyah
Manipol : Manifesto Politik
Masyumi : Majelis Syuro Muslimin Indonesia
Mapancas : Mahasiswa Pancasila
MMI : Majelis Mahasiswa Indonesia
MMB : Masyarakat Mahasiswa Bogor
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPRS : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Nasakom : Nasionalis, Agama, dan Komunis
Nekolim : Neo-Kolonialisme
NU : Nahdatul Ulama

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Parkindo : Partai Kristen Indonesia


Perhimi : Perhimpunan Mahasiswa Indonesia
PII : Pelajar Islam Indonesia
PKI : Partai Komunis Indonesia
PMII : Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia
PMKRI : Persatuan Mahasiswa Katolik Seluruh Indonesia
PMB : Perhimpunan Mahasiswa Bogor
PPMI : Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia
PNI : Partai Nasional Indonesia
PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia
PSI : Partai Sosialis Indonesia
PTIP : Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan
PWI : Persatuan Wartawan Indonesia
RPKAD : Resimen Para Komando Angkatan Darat
RRC : Republik Rakyat Cina
RRI : Radio Republik Indonesia
Sekneg : Sekretariat Negara
SOMAL : Sekretariat Organisasi Mahasiswa Lokal
TNI : Tentara Nasional Indonesia
Tritura : Tiga Tuntutan Rakyat
UBK : Universitas Bung Karno
UI : Universitas Indonesia
Usdek : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
dan Kepribadian Indonesia
UUD 1945 : Undang-undang Dasar 1945
UUDS : Undang-undang Dasar Sementara

xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kumpulan Foto aksi mahasiswa 1966………............................122


Lampiran 2 : Kumpulan Foto Surat Perintah Sebelas Maret 1966.................. 127
Lampiran 3 : Silabus........................................................................................ 131
Lampiran 4 : RPP............................................................................................. 134

xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadirnya Angkatan 66 tidak dapat dipisahkan dari kebijakan Sukarno

mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959. Kebijakan tersebut mendapat dukungan

dari kalangan militer untuk kembali pada konstitusi UUD 1945.1 Melalui dekrit

tersebut, kita mengenal istilah demokrasi terpimpin, yakni sistem demokrasi yang

menurut Sukarno sesuai dengan kehidupan dan budaya Bangsa Indonesia.

Dampak dari diterapkannya dekrit presiden tersebut mengantarkan Sukarno

menjadi sosok yang semakin kuat dalam perpolitikan Indonesia. Selanjutnya,

melalui pidato kenegaraan presiden tertanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul

penemuan kembali revolusi kita, Sukarno kembali mengeluarkan Manipol

USDEK; U (UUD 45), S (Sosialisme Indonesia), D (Demokrasi Terpimpin), dan

K (Kepribadian Indonesia). Tak berhenti di situ, Sukarno kembali merumuskan

penggabungan ideologi-ideologi besar ke dalam satu konsepsi yang dinamakan

Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis).2

Berawal dari diculiknya para jenderal pada pagi satu Oktober 1965, maka

lahirlah persatuan antara kekuatan mahasiswa dan militer anti Sukarno. Peristiwa

tersebut dijadikan alasan oleh kelompok-kelompok yang anti Sukarno dan PKI

1
Taufik Abdullah, dkk (editor), Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional: Bagian I
Rekonstruksi Dalam Perdebatan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2012, hal 48-51; John
D. Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, Sinar Harapan, Jakarta, 1985, hal 349.
2
Salim Haji Said, Gestapu 65; PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto, Mizan, Bandung, 2015, hal 15;
lihat juga kumpulan pidato Presiden Sukarno (cet. II ), Di Bawah Bendera Revolusi; Jilid
II, Jakarta, 1965, hal 351

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

untuk menghancurkan dua kekuatan politik tersebut. Alasan-alasan kemiskinan

dan instabilitas politik serta pertentangan paham yang tiada henti hanyalah sedikit

dari banyaknya permasalah pada saat itu. Anderson dan Mcvey melihat peristiwa

G30S sebagai sebuah peristiwa yang mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan

kebencian yang sangat mendalam di antara kelompok-kelompok dan ideologi-

ideologi yang sangat jauh, kanan dan kiri, Islam dan Komunisme, tuan tanah dan

rakyat, santri dan abangan, priyayi dan petani.3

Selain pertentangan antara PKI dan Militer, terjadi pula konfrontasi di

kalangan organisasi-organisasi mahasiswa antara HMI (Himpunan Mahasiswa

Islam) dan CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) yang merupakan

“anak” dari PKI. Sulastomo selaku ketua umum pengurus besar HMI periode

1963-1966, melalui bukunya menulis, penggayangan terhadap HMI oleh CGMI

sudah dilakukan sejak diadakannya Kongres PPMI (Perserikatan Perhimpunan

Mahasiswa Indonesia) pada tanggal 5-10 Juni 1961 di Jakarta. Hasil dari

penggayangan tersebut ialah, berhasilnya CGMI mengeluarkan HMI dari susunan

Pengurus Presidium PPMI pusat.4 Terkait konfrontasi tersebut, Dahlan

Ranuwihardjo selaku ketua dewan pertimbangan dan penasehat pengurus besar

Himpunan Mahasiswa Islam (DPP PB HMI) yang menjabat pada waktu itu,

melalui bukunya menulis tentang upaya CGMI untuk membubarkan HMI ketika

diadakannya resepsi penutupan kongres CGMI pada tanggal 29 September 1965

3
Miftahuddin, Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani, Desantara, Depok, 2014, hal 41.
4
Sulastomo, Hari-Hari Yang Panjang 1963-1966, Haji Masagung, Jakarta, 1990, hal 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

di Istora Senayan, Jakarta. Ia menulis, massa PKI yang mendukung kongres

CGMI terus-menerus meneriakan yel-yel “Bubarkan HMI.... Bubarkan HMI...”5

Angkatan 66 lahir dari pemasalahan yang telah dipaparkan di muka.

Angkatan 66 dikategorikan ke dalam kelompok mahasiswa-mahasiswi yang

melakukan berbagai aksi demonstrasi dalam rangka menentang kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintahan Sukarno pada masa Demokrasi Terpimpin.6

Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) adalah organisasi yang digunakan

mahasiswa angkatan 66 untuk memobilisasi massa sekaligus sebagai kelompok

anti-kiri. KAMI hadir pada tanggal 25 Oktober 1965 berkat usulan dari Mayor

Jenderal Sjarif Thayeb dan disetujui oleh para tokoh dari berbagai organisasi

mahasiswa non-komunis.7 Demonstrasi mahasiswa dimulai pada tanggal 10

Januari 1966 dengan mendatangi Departemen PTIP (Perguruan Tinggi Ilmu

Pengetahuan), kemudian dilanjutkan ke Sekretariat Negara (Sekneg) di jalan

Veteran. Maksud dan tujuan kedatangan tersebut adalah untuk memprotes naiknya

harga kebutuhan pokok dan menghimbau kepada pemerintah untuk meninjau

kembali peraturan-peraturan8 yang ditetapkan. Selain itu mahasiswa juga

membawa tuntutan mereka yang kelak dikenal dengan sebutan tiga tuntutan

5
A. Dahlan Ranuwihardjo, Bung Karno dan HMI Dalam Pergulatan Sejarah; Mengapa Bung
Karno Tidak Membubarkan HMI?, Intrans, Jakarta, 2002, hal 84.
6
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta, 2015, hal 123-162; Soe
Hok Gie adalah seorang mahasiswa Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia. Dalam aksi angkatan
66, namanya tak begitu asing. Dia memang tak terlibat dalam KAMI, namun dia memiliki
kedekatan personal dengan pentolan-pentolan KAMI.
7
Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1989, hal 12-15;
Mayor Jenderal Sjarif Thayeb pada saat mengusulkan hal itu, ia menjabat sebagai Menteri
Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP); Lebih jelasnya lihat, Koesalah
Soebagyo Toer, Kronik Abad Demokrasi Terpimpin, JAKER, Jakarta, 2016, hal 323; atau
Kuncoro Hadi, dkk, Kronik 65:Catatan Hari per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga
Setelahnya, Media Pressindo, Yogyakarta, 2017, hal 455.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

rakyat (Tritura).9 Tritura inilah yang mereka suarakan secara terus-menerus ketika

menjalankan aksi-aksinya. Dalam Tritura nampak kesusahan-kesusahan

masyarakat serta gambaran tentang panasnya perpolitikan Indonesia kala itu.

Tritura adalah fokus utama dari semua aksi-aksi demonstrasi kala itu.

Tuntutan tersebut hadir dari berbagai permasalahan yang dipandang oleh

mahasiswa sebagai akar dari segala kekacauan yang terjadi. Selain itu harus

diakui bahwa gerakan mahasiswa yang sangat masif tersebut bukan sepenuhnya

dijalankan oleh mahasiswa sendiri, melainkan ada Angkatan Darat di belakang

aksi-aksi tersebut. Di sinilah letak kecerdasan Soeharto. Soeharto melihat

mahasiswa sebagai kelompok yang dapat ditunggangi untuk memaksa Soekarno

turun dari tampuk kekuasaannya.10 Aksi-aksi ketidakpuasan terhadap kebijakan

pemerintah diwujudkan dalam bentuk demonstrasi mahasiswa di Jakarta.

Demonstrasi tersebut dimulai pada tanggal 10 Januari 1966 sampai dengan

dilarangnya KAMI tanggal 25 Februari 1966.11

Sudah menjadi sebuah keharusan di mana kaum terpelajar (Mahasiswa)

harus bergerak ketika peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak lagi

berpihak ke masyarakat. Apa yang dilakukan oleh mahasiswa angkatan 66,

8
Peraturan yang di maksud ialah, kebijakan yang oleh pemerintah diberi nama tindakan-tindakan
pemerintah di bidang moneter. (Gie,2005:4)
9
Francois Raillon, op. cit., hal 15-16; Soe Hok Gie, Zaman Peralihan, GagasMedia, Tangerang,
2005, hal 5-7; Yozar Anwar, Angkatan 66,4 Sinar Harapan, Jakarta, 1980, hal 6-8; Gie, hal 127-
128.
10
ibid, hal 12-16; lihat juga Koesalah, 2016:322; Kuncoro Hadi, dkk, Kronik 65:Catatan Hari per
Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya, Media Pressindo, Yogyakarta, 2017, hal
575.
11
Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hal 205; Pada
tanggal 25 Februari Sukarno mengadakan sidang pertama Komando Gayang Malaysia (Kogam)
menghasilkan keputusan bahwa KAMI harus dibubarkan. (Kuncoro Hadi, dkk, Kronik
65:Catatan Hari per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya, Media Pressindo,
Yogyakarta, 2017, hal 598.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bukanlah suatu hal yang baru dalam dinamika pemerintahan negara ini.

Pergerakan pemuda (mahasiswa) dalam sejarah Indonesia dapat ditelusuri dari

tahun 1908 (awal kebangkitan nasional),12 lalu disusul oleh angkatan 1928

sebagai generasi Sumpah Pemuda, dan dilanjutkan oleh generasi kemerdekaan

tahun 1945.13 Sejarah perubahan adalah sejarah kaum terpelajar; maksudnya,

melalui merekalah gerakan-gerakan massa dapat bangkit dan melawan kebijakan

pemerintah yang merugikan masyarakat.

Penulis ingin menegaskan bahwa, dalam penulisan ini, diksi “orde lama”

dan “orde baru”14 tak akan penulis gunakan dalam konteks menunjuk pada sebuah

masa pemerintahan antara Sukarno dan Suharto. Sebagai gantinya, penulis akan

menggunakan diksi pemerintahan Sukarno dan Suharto. Penulis berusaha sebisa

mungkin untuk tetap objektif dalam penulisan ini, sehingga diksi-diksi yang telah

dipaparkan di muka, akan penulis hilangkan. Penelitian ini mencoba menguraikan

dinamika demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta. Demonstrasi yang

12
Terbentuknya Budi Utomo diartikan sebagai tanda lahirnya kebangkitan nasional di Hindia
Belanda. Namun, akhir-akhir ini, banyak narasi sejarah (ditulis oleh sejarawan) yang
mengulas tentang tepat apa tidaknya tanggal 20 Mei 1908 diperingati sebagai hari kebangkitan
nasional. Pernyataan tersebut hadir atas pembacaan terkait kelompok mana yang terlibat dalam
organisasi Budi Utomo. Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan bahwa, lingkup
organisasi Budi Utomo hanya dikhususkan untuk kalangan Priyayi. Jika demikian, apa layak
tanggal 20 Mei 1908 dapat ditetapkan sebagai hari kebangkitan nasional? (Asvi Warman
Adam, Seabad Kontroversi Sejarah, Ombak, Yogyakarta, 2007, hal 21-27; untuk mempertajam
analisis, silakan lihat Hanz Van Miert, Dengan Semangat Berkobar; Nasionalisme dan
Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-1930, Hasta Mitra, KITLV dan Pustaka Utan Kayu,
Jakarta, 2003)
13
Francois Raillon, op. cit., hal 3; Untuk pergerakan pemuda tahun 1908, silakan lihat Hanz Van
Miert, Dengan Semangat Berkobar;Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-
1930, Hasta Mitra, KITLV dan Pustaka Utan Kayu, Jakarta, 2003, hal 1-73; John Ingleson,
Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan, Grafiti, Jakarta, 1993; untuk angkatan
1928, silakan lihat Sagimun MD, Peranan Pemuda: Dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi,
Bina Aksara, Jakarta, 1989, hal 160-193; untuk angkatan 45, silakan lihat M.C. Ricklefs, Sejarah
Indonesia Modern 1200-2008, Serambi, Jakarta, 2008, hal 443-444.
14
Penjelasan terkait akronim Orla dan Orba silakan baca https://Historia.id dengan judul Asal-Usul
Istilah Orde Baru, diakses tanggal 4 April 2019.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dilakukan para mahasiswa tersebut dipengaruhi oleh situasi ekonomi dan politik

yang sedang kacau kala itu. Aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh

mahasiswa tersebut, pada akhirnya melahirkan pemerintahan Soeharto yang

berkuasa selama 32 tahun (lebih) di Indonesia. Adapun judul skripsi ini adalah

“Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966: Melawan Rezim Penguasa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966?

2. Bagaimana proses jalannya gerakan mahasiswa 1966?

3. Bagaimana dampak dari gerakan mahasiswa 1966 dalam bidang ekonomi

dan politik?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dari penulisan ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966.

2. Mendeskripsikan proses jalannya gerakan mahasiswa 1966.

3. Menjelaskan dampak dari gerakan mahasiswa 1966 dalam bidang ekonomi

dan politik.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi bermanfaat sebagai pelaksanaan salah satu dari Tri

Dharma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian ilmiah. Penulisan skripsi ini

dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selain itu juga penulisan skripsi ini dapat menambah pengalaman melakukan

penulisan karya ilmiah serta menambah pengetahuan penulis mengenai

demonstrasi mahasiswa angkatan 66 di Jakarta. Penulisan skripsi ini bermanfaat

bagi masyarakat luas dan tidak terbatas pada kalangan akademisi, serta mampu

menambah pemahaman baru tentang masa-masa sebelum era peralihan kekuasaan

dari masa pemerintahan Soekarno ke masa pemerintahan Soeharto. Penulisan

skripsi ini juga membantu mengetahui gerakan mahasiswa angkatan 66 di Jakarta.

Penulis berharap karya tulis ini mampu menarik minat pembaca untuk

mempelajari dan mendalami sejarah kontemporer, terlebih terkait pergerakan

mahasiswa angkatan 66 di Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang membahas tentang; Gerakan Mahasiswa Jakarta

1966: Melawan Rezim Penguasa, penulis menggunakan berbagai buku terbitan

ilmiah yang membahas tentang demonstrasi mahasiswa di Jakarta tahun 1966.

Penulis sangat menyadari akan pentingnya membaca buku, jurnal, skripsi, dan

tesis yang terkait dengan penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk memperoleh

gambaran yang komprehensif dan juga sebagai media untuk menguji kebaharuan

karya terkait gerakan mahasiswa tahun 1966.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan beberapa sumber

primer berupa buku catatan harian dari beberapa tokoh yang terlibat langsung

dalam peristiwa 1966 di Jakarta. Selain itu penulis juga menggunakan sumber-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sumber sekunder berupa skripsi, tesis, dan buku-buku terkait

pergerakan/demonstrasi mahasiswa 1966 di Jakarta.

Skripsi pertama milik Akbar Tanjung Abyoso, mahasiswa program studi

Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung yang berjudul “Bentuk-

Bentuk Gerakan Mahasiswa pada Tahun 1966 sampai dengan 1998”.15

Skripsi ini merupakan gerbang yang baik untuk melihat pola-pola pergerakan

mahasiswa pada tahun 1966 guna menuntut pemerintah agar memenuhi tuntutan

mereka. Namun disayangkan, skripsi ini hanya membahas hal-hal yang bersifat

permukaan saja. Selain itu, penulis skripsi tersebut terkesan mengesampingkan

fakta penting terkait pembentukan organisasi mahasiswa KAMI. Ia mengatakan

bahwa KAMI terbentuk berkat inisiatif mahasiswa. Sepertinya penulis skripsi

tidak mengenal Mayor Jenderal Sjarif Thayeb, sosok yang mengusulkan

dibentuknya organisasi mahasiswa KAMI.

Terang bahwa penelitian ini berbeda dengan skripsi karya Akbar Tanjung

Abyoso. Penelitian ini memiliki cakupan lebih sempit (1965-1966) dan terperinci

(gerakan/demonstrasi mahasiswa) dibandingkan skripsi yang disebutkan

sebelumnya. Penelitian ini membahas tentang hal-hal yang melatar belakangi

lahirnya demonstrasi tahun 1966 hingga dampak-dampak yang dihasilkan dari

demonstrasi tersebut.

Skripsi kedua milik Andri Bastian, mahasiswa program studi pendidikan

Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 dengan Gerakan

Mahasiswa Tahun 1998 dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa”.16 Skripsi ini

merupakan pengantar yang baik dalam melihat strategi pergerakan mahasiswa

tahun 1966. Sesuai judulnya, skripsi ini berusaha membandingkan gerakan

mahasiswa tahun 1966 dengan gerakan mahasiswa tahun 1998, sehingga tak

mengherankan jika ulasan terkait latar belakang lahirnya angkatan 66 tidak terlalu

mendalam. Selain itu skripsi karya Andri Bastian hanya membahas pola

pergerakan mahasiswa yang berada di permukaan saja. Dampak-dampak dari

demonstrasi mahasiswa 1966 tak dibahas sama sekali.

Penelitian saya ini juga jelas berbeda dengan skripsi karya Andri Bastian.

Dalam skripsinya, Andri Bastian berupaya mengkomparasikan pergerakan

mahasiswa tahun 1966 dan mahasiswa tahun 1998. Sedangkan dalam skripsi yang

akan saya bahas memiliki ruang lingkup yang lebih sempit. Fokus yang diteliti

lebih detail, mulai dari latar belakang yang memicu lahirnya angkatan 66 hingga

dampak-dampak dalam bidang politik dan ekonomi yang hadir dari berbagai aksi

demonstrasi mahasiswa.

Selain terdapat beberapa skripsi yang lingkup pembahasannya hampir

sama, terdapat juga beberapa buku yang membahas tentang pergerakan

mahasiswa tahun 1966. Buku-buku ini bukanlah sumber primer, melainkan

konten buku tersebutlah yang merupakan sumber primer. Hal tersebut

15
Akbar Tanjung Abyoso, Bentuk-Bentuk Gerakan Mahasiswa Pada Tahun 1966 Sampai Dengan
1998, Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung, 2010.
16
Andri Bastian, Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa
Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa, Program Studi Pendidikan Sarjana, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

dikarenakan konten dari buku-buku itu tidak lain merupakan catatan harian17 dari

para pelaku sejarah sendiri.

Buku pertama berjudul “Angkatan 66” karya Yozar Anwar diterbitkan

oleh penerbit Sinar Harapan pada tahun 1980. Buku ini awalnya adalah sebuah

catatan harian yang memuat berbagai aktivitas mahasiswa (Jakarta dan Bandung

khususnya) seputar pergolakan politik Indonesia tahun 1966. Mengingat buku ini

adalah sebuah catatan harian, maka konten dari buku ini menggunakan tata bahasa

sehari-hari; bahasa yang digunakan tidaklah terlalu formal.

Buku ini sekilas terlihat seperti kronik sejarah karena penulisnya berusaha

sebisa mungkin mencatat berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Cerita

buku ini dimulai dari Sabtu 8 Januari 1966 hingga Sabtu 12 Maret 1966.

Mengingat buku tersebut merupakan sebuah catatan harian, analisis terkait

masalah politik-ekonomi sebelum dan sesudah gerakan mahasiswa angkatan 66

luput dari perhatian penulis. Selain itu dampak-dampak yang terjadi dalam bidang

politik dan ekonomi pasca demonstrasi mahasiswa angkatan 66 tidak juga

dibahas. Pernyataan-pernyataan di atas membedakan penelitian ini dengan buku

Yozar Anwar.

Buku kedua berjudul “Catatan Seorang Demonstran” karya Soe Hok

Gie yang diterbitkan oleh LP3ES pada bulan Agustus 2015. Sama seperti buku

sebelumnya, buku ini awalnya merupakan sebuah catatan harian dari pelaku

sejarah sendiri. Jika pada buku yang disebutkan sebelumnya Yozar Anwar hanya

mencatat pergerakan mahasiswa dari Sabtu 8 Januari 1966 hingga Sabtu 12 Maret

17
Diksi “catatan harian” tersebut selanjutnya akan diganti dengan “buku”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

1966, lain halnya dengan Gie. Gie lebih giat dalam mencatat berbagai kejadian

yang dilihat, didengar, dan dialaminya sendiri.

Dalam buku tersebut Gie mencatat berbagai macam peristiwa, mulai dari

peristiwa politik, budaya, sosial, dan ekonomi, hingga kehidupan pribadinya

terkait masalah percintaan dengan beberapa wanita. Buku ini dapat dikategorikan

sebagai kronik sejarah, karena penulisnya berusaha sebisa mungkin mencatat

berbagai peristiwa dari hari ke hari yang terjadi di sekitarnya secara spesifik.

Untuk sebuah catatan harian yang dijadikan buku, pembahasan di dalamnya

cukup lengkap (walaupun ada beberapa catatan harian Gie yang pada dasarnya

penting, namun tak dimasukkan ke dalam buku ini/tak dapat ditemukan

keberadaannya). Gie mulai membahas latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa

angkatan 66 hingga dampak-dampak yang dihasilkan dari gerakan tersebut.

Namun demikian, pembahasannya hanya dipermukaan saja.

Hal yang membedakan pembahasan di dalam buku karangan Gie dengan

penelitian ini terletak pada sudut pandang dan kedalaman analisis. Kondisi

ekonomi dan politik pada tahun 1966 yang berhasil memunculkan demonstrasi

mahasiswa, serta dampak-dampak (politik-ekonomi) yang dihasilkan dari

demonstrasi merupakan sudut pandang yang penulis teliti. Gerakan Mahasiswa

Jakarta 1966: Melawan Rezim Penguasa adalah judul yang penulis teliti.

F. Landasan Teori

Skripsi ini berjudul, “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966: Melawan

Rezim Penguasa”. Untuk menjelaskan permasalahan dan ruang lingkup dari

skripsi ini dibutuhkan beberapa teori sebagai berikut:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

1. Mahasiswa

Pengertian mahasiswa menurut buku saku yang diterbitkan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus ialah setiap orang yang secara resmi

terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di Perguruan Tinggi.18 Sedangkan

pengertian mahasiswa menurut Soempono adalah siswa, orang yang sedang

mencari ilmu, akan tetapi dia adalah siswa yang istimewa, siswa yang maha

besar.19

Selanjutnya, mahasiswa dapat pula diklasifikasikan ke dalam kelompok

yang paling cepat membaca perubahan dalam sebuah negara. Hal ini tidak

mengherankan karena mereka adalah bagian kecil dari masyarakat luas yang

berkesempatan mengecap bangku perguruan tinggi. Terkait masalah kebebasan

dan keadilan, mahasiswa seringkali bersikap kurang sabar dalam memandang

sebuah masalah. Hal tersebut dipengaruhi oleh idealisme mahasiswa dan

pandangan bahwa mereka adalah kelompok perubahan. Pendidikan dan ilmu

pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi membentuk pola pikir mahasiswa

untuk selalu terlibat aktif dalam mengawasi berbagai kebijakan yang dikeluarkan

oleh pemerintah.

Gelar mahasiswa yang disandang oleh pemuda-pemudi tersebut serasa

menuntut mereka untuk terlibat aktif dalam menentukan masa depan bangsa dan

dirinya sendiri. Atas alasan tersebut mahasiswa selalu terjun ke dalam masyarakat

18
Buku Saku Hubungan Dosen Mahasiswa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus, 1979.
19
Soempono Djojowadono, Mahasiswa Indonesia dengan Kepribadian Indonesia, Jajasan Badan
Penerbit Gadjah Mada, Jogakarta, 1960.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

dan berbaur dengan mereka yang termarginalkan. Dinamika-dinamika perubahan

yang terjadi dalam masyarakat dan negara tidak terlepas dari peran serta

mahasiswa. Mahasiswa akan selalu menjadi salah satu kelompok yang mengontrol

dan mendobrak berbagai kebijakan yang muncul. Hal demikian dilakukan sebagai

salah satu bentuk dari pertanggungjawaban moral terhadap ilmu pengetahuan

yang mereka peroleh. Mereka akan tetap bergerak, baik di dalam maupun di luar

kampus mereka.20

2. Gerakan Mahasiswa

Menurut Arbi Sanit (dalam Sulistyo), gerakan mahasiswa hadir

dikarenakan situasi sosial-ekonomi yang memprihatinkan kehidupan umum serta

mahasiswa itu sendiri, ketidakadilan sosial, kebijaksanaan luar negeri pemerintah

yang dianggap tidak adil, ketidakpuasan terhadap penguasa dan pemerintah, serta

politik yang telah menjadi tidak demokratis.21

Menurut Arief Budiman, gerakan mahasiswa merupakan gerakan korektif

yang mendasari dirinya pada kekuatan moral, yakni kebenaran dari apa yang

mereka perjuangkan.22 Menurut Fachry Ali, gerakan-gerakan mahasiswa muncul

karena adanya dorongan untuk memperjuangkan nasib rakyat banyak. Selanjutnya

(dalam Fachry Ali) menurut Burhan D. Magenda, yang membuat gerakan

20
Supriyatna, Peranan Soe Hok Gie Dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1960-1968,
Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas
Maret, 2007; Lihat juga Francois Raillon, op.cit., hal 4; Achmad Suhawi, Gymnastik Politik
Nasionalis Radikal: Fluktuasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,
2009, hal 357.
21
Herman Sulistyo (penerjemah), Politik dan Mahasiswa; Perspektif dan Kecenderungan Masa
Kini, Yayasan API dan PT Gramedia, Jakarta, 1988.
22
Arief Budiman, Kebebasan, Negara, Pembangunan; Kumpulan Tulisan 1965-2005, Freedom
Institute dan Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

mahasiswa hadir adalah etika noblesse oblige; suatu prevalensi yang disandang

mahasiswa untuk memperjuangkan perbaikan nasib rakyat.23

Membahas tentang gerakan mahasiswa, tidak bisa meninggalkan teori

gerakan sosial. Sejatinya, mahasiswa dalam melakukan gerakan-gerakan

protesnya, jelasnya menggunakan konsep dan teori gerakan sosial. Bertolak dari

pandangan tersebut, penulis merasa perlu untuk memasukan teori gerakan sosial

sebagai pemandu yang dapat memudahkan pembaca.

3. Gerakan Sosial

Menurut Spencer (dalam Oman), gerakan sosial adalah upaya yang

dilakukan oleh kelompok tertentu dengan maksud dan tujuan untuk mencapai

sebuah perubahan dalam tatanan kehidupan. Sementara, Locher (dalam Oman)

berpendapat bahwa, gerakan sosial terjadi ketika sekelompok orang dapat

mengorganisir diri dalam upaya untuk mendorong atau menolak beberapa jenis

perubahan sosial. Lanjutnya lagi, orang-orang dengan sedikit atau banyak

kekuatan politik yang dimilikinya, kemudian mereka bergabung secara bersama-

sama untuk mendapatkan atau memperjuangkan beberapa hal, yakni suatu

perubahan sosial, maka mereka sedang melakukan gerakan sosial.24

Menurut Aberle, Cameron, dan Blumer (dalam Oman), para sosiolog

berpendapat bahwa gerakan sosial dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipe.

Adanya pengelompokan tipe gerakan sosial dipengaruhi oleh berbagai aspek,

yakni berdasarkan aspek tujuan gerakan dan metode yang ditempuh guna

23
Fachry Ali, Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara, Inti Sarana Aksara, 1985.
24
Oman Sukmana, Konsep dan Teori Gerakan Sosial, Intrans Publishing, Malang, 2016. Hal 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

mencapai tujuan. Berikut ini ada dua tipe pengelompokan gerakan sosial menurut

Blumer.

a. Gerakan Sosial Umum (General Social Movements)

Merupakan gerakan dalam perubahan nilai-nilai di masyarakat,

seperti: usaha perempuan yang melakukan gerakan perubahan

tentang status dan pandangan terhadap kaum perempuan.

b. Gerakan Sosial Khusus (Specific Social Movements)

Merupakan gerakan yang fokusnya lebih spesifik (jelas), seperti:

Gerakan anti-aborsi (anti-abortion movement).

Bertolak dari dimensi sasaran perubahan dan dimensi jumlah besarnya

perubahan, maka gerakan sosial dapat dibagi menjadi empat bentuk.

a. Gerakan Sosial Alternatif

Suatu bentuk gerakan sosial yang tingkat ancamanya terhadap status

quo sangat kecil karena sasaran dari gerakan sosial ini adalah suatu

perubahan yang terbatas hanya untuk sebagian dari populasi.

b. Gerakan Sosial Pembebasan

Suatu bentuk gerakan sosial yang memiliki fokus selektif, tetapi

ditujukan guna perubahan yang lebih mengakar pada individu.

c. Gerakan Sosial Reformasi

Suatu bentuk gerakan sosial yang ditujukan hanya untuk suatu

perubahan sosial yang terbatas untuk setiap orang.

d. Gerakan Sosial Revolusi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Suatu bentuk gerakan sosial yang paling ekstrim dibandingkan tipe

gerakan sosial yang lainnya. Gerakan ini berjuang untuk sebuah

transformasi dasar dari seluruh masyarakat.25

4. Kekuasaan

Menurut Benedict Anderson, konsep kekuasaan dapat dibagi menjadi dua.

Pertama, konsep barat kontemporer tentang kekuasaan adalah suatu abstraksi

yang dideduksikan dari pola-pola interaksi sosial yang teramati; kekuasaan dapat

dipercaya sebagai sesuatu yang diturunkan dari berbagai sumber; kekuasaan sama

sekali bukanlah sesuatu yang membatasi dirinya; dan secara moral dia ambigu.

Kedua, orang Jawa memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang nyata, homogen,

jumlah keseluruhannya tetap, dan tanpa implikasi moral yang inheren.26

Menurut Michel Foucault, kekuasaan adalah sesuatu yang membuat ia

terlihat baik, apa yang membuatnya diterima adalah fakta sederhana bahwa ia

tidak hanya hadir di depan kita sebagai kekuatan yang berkata tidak, namun ia

juga melintasi dan memproduksi benda-benda, menginduksi kesenangan,

membentuk pengetahuan dan memproduksi wacana. Ia perlu disadari sebagai

sebuah jaringan produktif yang bekerja di seluruh lembaga sosial, lebih daripada

sekadar sebuah instansi negatif yang berfungsi represif.27

Sedangkan menurut Bertens (dalam Nanang Martono), ada empat tesis

utama Foucault mengenai kekuasaan, yaitu: Pertama, kekuasaan bukanlah unsur

kepemilikan melainkan ia adalah sebuah strategi yang dimanfaatkan sekelompok

25
Ibid, hal 15-17
26
Benedict Anderson, Kuasa – Kata; Jelajah Budaya – budaya Politik di Indonesia, Mata Bangsa,
Yogyakarta, 1990, hal 44-49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

orang; Kedua, kekuasaan tidak dapat dilokalisasi di wilayah tertentu, akan tetapi

mampu menyebar di setiap tempat; ketiga, tidak selamanya kekuasaan bekerja

melalui penindasan dan represif, akan tetapi dapat melalui normalisasi dan

regulasi; dan keempat, kekuasaan bukan bersifat destruktif melainkan reproduktif,

ia mampu menghasilkan sistem-sistem pengetahuan baru.28

G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan

1. Metode Penelitian

a. Pemilihan Topik

Topik dari penelitian ini adalah “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966:

Melawan Rezim Penguasa”. Topik ini perlu untuk dibahas, karena melalui

gerakan mahasiswa inilah lahir pemerintahan Soeharto yang berkuasa selama

kurang lebih tiga puluh dua tahun.

b. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan hal yang harus dilakukan

setelah terpilihnya topik penelitian. Sumber-sumber sejarah yang dimaksud sebisa

mungkin mengandung bukti sejarah baik lisan maupun tertulis.29 Dalam proses

heuristik, penulis mengumpulkan berbagai sumber pustaka yang relevan dengan

judul dan pembahasan.

Pertama, mencari judul-judul skripsi dan tesis yang berkaitan dengan

topik pembahasan. Pencarian dilakukan dengan menggunakan akses internet di

kampus Universitas Sanata Dharma. Kedua, penelusuran buku-buku terkait

27
Michel Foucault, Power and Knowledge, Narasi dan Pustaka Promethea, Yogyakarta, 2017, hal
155.
28
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial; Prespektif Klasik, Modern, Potmodern dan
Poskolonial, Rajawali Pres, 2016, hal 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

penelitian yang diperoleh dari daftar pustaka yang termuat dalam skripsi dan tesis

yang membahas terkait gerakan mahasiswa 66. Ketiga, melakukan pencarian

sumber-sumber pustaka (buku-buku, artikel, majalah, koran, skripsi, dan tesis) di

beberapa toko buku dan perpustakaan di Yogyakarta, toko buku Toga Mas

Gejayan, social agency Jalan Solo, Shopping Center yang berada di belakang

Taman Pintar Yogyakarta, toko buku daring, kantor harian Kompas yang berada

di Jl. Suroto Kotabaru, Perpustakaan Umum Universitas Gajah Mada, dan

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma. Keempat, setelah menemukan sumber-

sumber terkait penulis melaksanakan kegiatan literasi. Setelah melakukan

pembacaan terkait sumber-sumber (terutama skripsi, tesis, dan buku-buku) yang

telah diperoleh, terbukti bahwa hampir semua tulisan memiliki perbedaan dalam

hal sudut pandang dan kedalaman pembahasan dengan penelitian yang akan

dikerjakan.

c. Verifikasi (Kritik Sumber)

Kritik sumber dimaksudkan untuk mengetahui tingkat autentisitas dan

kredibilitas dari sumber sejarah.30 Ada dua aspek yang harus dikritik, yaitu

autentisitas (keaslian sumber) dan kredibilitas (tingkat kebenaran informasi)

sumber sejarah.31 Bertolak dari pernyataan di atas, tidak bisa tidak penulis

haruslah tetap berpegang teguh pada sikap skeptis guna mendapatkan sumber-

sumber yang selayaknya digunakan sebagai acuan.

29
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal 30.
30
ABD Rahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, ombak,
Yogyakarta, 2011, hal 47
31
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

Ketika melakukan penelitian, penulis menemukan berbagai sumber yang

relevan dengan topik dan pembahasan yang hendak diulas. Penulis juga

menemukan juga beberapa sumber yang ambigu terkait penjelasan tentang

berdirinya organisasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) serta tokoh

yang mencetuskan usulan tersebut. Sebagai contoh, dalam buku “Menyibak Tabir

Orde Baru; Memoar Politik Indonesia 1965-1998” Jusuf Wanandi menuliskan

bahwa KAMI hadir berkat inisiatif mereka sendiri. Dalam buku tersebut juga

tidak dijelaskan tanggal didirikannya KAMI.32 Selain itu, dalam buku “Sejarah

Indonesia Modern 1200-2008” M.C Ricklefs menulis bahwa KAMI didirikan

pada akhir bulan Oktober 1965.33 Penunjukan waktu tanpa adanya penegasan bisa

saja disalahtafsirkan oleh pembaca. Dalam bukunya tersebut, Ricklefs memang

menyebut adanya perlindungan dan dukungan dari militer terhadap gerakan

mahasiswa. Namun dalam kasus seperti ini, penegasan terkait tokoh yang

menginisiasi berdirinya organisasi KAMI perlu dijelaskan.

Setelah menelusuri berbagai literatur, penulis akhirnya menemukan

tanggal pasti berdirinya KAMI. KAMI didirikan pada tanggal 25 Oktober 1965 di

rumah Mayor Jenderal Sjarif Thayeb, Jalan Imam Bonjol, Jakarta.34 Beliau adalah

orang yang menyarankan kepada mahasiswa pada saat itu untuk membentuk

organisasi KAMI.

32
Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru; Memoar Politik Indonesia 1965-1998, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta, 2014, hal 51
33
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia modern 1200-2008, Serambi, Jakarta, 2008, hal 594.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

d. Interpretasi

Pada tahap ini dituntut kecermatan dan sikap objektif dari sejarawan,

terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap fakta sejarah.35 Penulis sangat

menyadari tentang adanya subjektifitas dalam menginterpretasi berbagai sumber.

Namun, penulis sebisa mungkin meneliti menggunakan kaidah-kaidah metode dan

metodologi sejarah. Untuk itu, penulis meninggalkan berbagai alamat referensi

yang digunakan dalam penelitian ini sekiranya referensi tersebut dapat ditelusuri

lebih lanjut sebagai bahan evaluasi terkait konten dari penulisan ini.

Dalam penulisan skripsi ini, upaya mencari kebenaran (objektifitas) adalah

hal utama dan wajib. Sebelum menarik kesimpulan ataupun membuat sebuah

penafsiran, penulis membaca dan memahami berbagai literatur yang terkait guna

mendapatkan gambaran yang utuh (objektifitas) tentang peristiwa sejarah yang

telah terjadi.

e. Historiografi

Historiografi merupakan puncak dari segala-galanya dalam metode

penelitian sejarah. Sejarawan pada fase ini mencoba menangkap dan memahami

histoire ralite atau sejarah sebagaimana terjadinya.36 Dalam konteks tersebut,

penulisan sejarah tidak hanya sebatas menjawab pertanyaan-pertanyaan elementer

atau deskriptif mengenai; “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “bagaimana” suatu

34
Francois Raillon., op. cit., hal 13; Ridwan Saidi, Mahasiswa dan Lingkaran Politik, PT.
Mapindo Mulathama, Jakarta Selatan, 1989, hal 75.
35
ABD Rahmman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid., op.cit., hal 50.
36
Ibid, hal 52-53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

peristiwa terjadi, melainkan suatu eksplanasi secara kritis dan mendalam tentang

“bagaimana” dan “mengapa” atau sebab musabab terjadinya suatu peristiwa.37

Walaupun tulisan ini nantinya akan menjadi karya ilmiah, penulis sebisa

mungkin berusaha menggunakan kata dan kalimat yang sederhana dan mudah

dipahami oleh khalayak umum. Sejatinya penulis tak mau penelitian ini menjadi

sebuah karya yang berada di atas menara gading. Sebuah karya yang justru asing

bagi masyarakat yang tak sempat merasakan pendidikan.

2. Pendekatan

a. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi digunakan karena menurut hemat penulis, melalui

berbagai kebijakan ekonomi pada masa pemerintahan Soekarno, muncul gejala-

gejala ketidakpuasan. Gejala-gejala ketidakpuasan tersebut akhirnya melahirkan

gerakan-gerakan mahasiswa tahun 1966.

b. Pendekatan Politik

Menurut hemat penulis, implikasi dari adanya kontestasi politik yang

berupa segitiga kekuasaan antara militer (khususnya AD), PKI, dan Sukarno,

secara tidak langsung memantik lahirnya berbagai gerakan mahasiswa kala itu.

Selain itu kebijakan Sukarno mencanangkan Manipol USDEK, semakin

memanaskan situasi kala itu.

37
idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini berjudul “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966: Melawan Rezim

Penguasa”. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dapat dijabarkan sebagai

berikut:

Bab I Berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori,

metodologi penelitian, pendekatan, serta sistematika penulisan.

Bab II Pada bab ini diuraikan latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa

1966 di Jakarta. Pembahasan akan dimulai dengan melihat

kondisi ekonomi dan politik selama masa Demokrasi Terpimpin.

Selanjutnya bab ini akan ditutup dengan pembahasan terkait

konfrontasi antar mahasiswa kala itu.

Bab III Bab ini dibuka dengan pembahasan terkait konsolidasi massa, guna

menanggapi penculikan dan pembunuhan para jenderal.

Pembahasan lebih lanjut terkait terbentuknya KAMI, jalannya

demonstrasi mahasiswa 1966 di Jakarta, hingga terbentuknya

Resimen Arif Rahman Hakim. Bab ini ditutup dengan penegasan

terkait relasi antara mahasiswa dan militer selama menjalankan

aksi demonstrasi tersebut.

Bab IV Bab ini membahas tentang dampak-dampak yang dihasilkan dari

berbagai gerakan mahasiswa 1966. Dampak tersebut meliputi

bidang politik dan ekonomi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Bab V Bab ini berisi penutup, serta kesimpulan dari ke

tiga rumusan di muka.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MAHASISWA 1966

A. Bidang Ekonomi

1. Pembangunan Yang Merugikan Masyarakat

Selain terkenal sebagai “Singa Podium”, Sukarno juga dikenal sebagai

seorang arsitek pencinta seni dan pengagum bangunan-bangunan megah serta hal-

hal yang bersifat simbolis. Sukarno yang lulus sebagai insinyur sipil pada tahun

1926 sangat meyakini bahwasanya arsitektur dan tata kota dapat digunakan untuk

menciptakan masyarakat yang ideal. Menurut Susan, Sukarno menggunakan

arsitektur guna mencapai tujuan revolusi Indonesia. Hal tersebut diyakini Sukarno

sebagai peristiwa terbesar dalam Sejarah Indonesia guna menentang imperialisme.

Seiring berjalannya waktu, Sukarno semakin gencar mengangkat

Indonesia sebagai pemimpin negara-negara dunia ketiga (New Emerging Forces)

dalam menentang imperialisme lama. Selain itu, Sukarno memandang Jakarta

sebagai mercusuar, kota yang akan menjadi personifikasi dari semangat baru.

Pernyataan tersebut diucapkan Sukarno dalam pidatonya pada 1962:

Marilah saudara-saudara, hai saudara-saudara dari Djakarta, kita


bangun kota Djakarta ini dengan cara semegah-megahnya. Megah,
bukan saja materiil; megah, bukan saja karena gedung-gedungnya
pencakar langit; megah, bukan saja ia punya boulevard-boulevard,
lorong-lorongnya indah; megah, bukan saja dia punya monumen-
monumen indah; megah di dalam segala arti, sampai di dalam
rumah-rumah kecil daripada marhaen di kota Djakarta harus ada rasa
kemegahan ...
... Berikan Djakarta satu tempat yang hebat di dalam kalbu rakyat
Indonesia sendiri, sebab di Djakarta adalah milik daripada orang-
orang Djakarta. Djakarta adalah milik daripada seluruh Bangsa

24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Indonesia. Bahkan Djakarta jadi mercusuar daripada perjuangan


seluruh umat manusia. Ya, the new Emerging Forces.38

Bertolak dari pernyataan di muka, maka tidak mengherankan jika pada

masa pemerintahan Sukarno, banyak sekali bangunan-bangunan megah didirikan.

Selain pernyataan di muka, faktor lain yang mendorong didirikannya bangunan-

bangunan megah ialah persiapan Asian Games yang akan diadakan di Indonesia

(Jakarta) pada tahun 1962. Selain itu program-program seperti Conference of The

New Emerging Forces (Conefo) dan Games of The New Emerging Forces

(Ganefo) adalah penyulut semangat yang lebih guna mendorong didirikannya

bangunan-bangunan tersebut.39 Semua upaya yang dilakukan, tidak terlepas dari

ambisi Sukarno untuk menjadikan Indonesia sebagai pentolan dari negara-negara

dunia ketiga, guna melawan negara-negara imperialis.

Terkait semangat di atas, akhirnya pemerintah membangun Gelora Istora

Senayan guna dijadikan tempat pelaksanaan Asian Games pada tanggal 24

Agustus - 4 September 1962 di Jakarta. Bersamaan dalam rangka persiapan Asian

Games, dibangun pula Jembatan Semanggi. Tak ketinggalan juga Pembangunan

Patung Dirgantara yang kini dikenal dengan Tugu AURI. Masih terkait event di

atas, dibangun Hotel Indonesia (bangunan tertinggi pertama di Indonesia kala itu).

Hotel tersebut dibangun guna menampung para tamu dan kontingen-kontingen

peserta Asian Games. Tak berhenti sampai di situ, dana pampasan perang dari

Jepang digunakan untuk pembangunan Toserba Sarinah, Hotel Pelabuhan Ratu di

Selatan Sukabumi, Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Jembatan Ampera di

38
Susan Blackburn, Jakarta; Sejarah 400 Tahun, Masup, Jakarta, 2011, hal 228-229.
39
Lihat (Pdf) Laporan Bank Indonesia, 1959-1966, hal 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Palembang dan Bali Beach Hotel di Pantai Sanur, Denpasar, Bali. Pemerintahan

Sukarno juga membangun Gedung DPR/MPR dan Masjid Istiqlal.

Selain pembangunan gedung-gedung megah, pemerintahan Sukarno juga

mendirikan beberapa monumen dan patung yang hingga sekarang menjadi ciri

khas Kota Jakarta. Pembangunan Monas, Patung pembebasan Irian Barat, Patung

Pahlawan di Taman Menteng Prapatan, Tugu Pancoran/Monumen Dirgantara,

Monumen Selamat Datang berfungsi sebagai penyambut atas kedatangan

kontingen-kontingen yang akan mengikuti Asian Games 1962 serta Patung Ibu

Kartini, adalah monumen dan patung hasil buah tangan pemerintahan Sukarno.40

Proyek-proyek mercusuar di atas sejatinya adalah sebuah sikap ego yang

ditunjukkan Sukarno. Ambisi-ambisi pribadi yang dibungkus dalam kemasan

revolusioner dan anti imperialis, justru menyulitkan perekonomian Indonesia kala

itu. Proyek-proyek yang dicanangkan pada kenyataannya justru menggusur

masyarakat yang telah berdomisili di daerah tersebut. Susan mencatat, jika dilihat

visi-visi Sukarno dengan kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta

pada periode 60-an, minim sekali relevansinya. Hal tersebut dapat dilihat dari

semakin bertambahnya penduduk Jakarta dari tahun 1948-1965. Angka resmi

menunjukkan membengkaknya populasi masyarakat Jakarta dari awalnya hanya

823. 000 jiwa pada 1948, menjadi 1.782. 000 Jiwa pada 1952. Kemudian agak

stabil pada pertengahan 1950-an, dan melonjak secara cepat menjadi 3.813.000

pada tahun 1965.41 Melihat situasi di atas, Sukarno seharusnya mencari jalan

40
Firman Lubis, Jakarta 1960-an; Kenangan Semasa Mahasiswa, Masup, Jakarta, 2008, hal 78-
91; Analisis lebih lengkap terkait pembagunan mercusuar lihat Susan Blackburn, Jakarta;
Sejarah 400 Tahun, Masup, Jakarta, 2011, hal 227-223.
41
Susan Blackburn, op.cit., hal 233.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

keluar dari masalah yang dihadapi. Bukan justru mendirikan bangunan-bangunan

mercusuar yang jauh dari masalah yang dihadapi.

Banyaknya masyarakat Indonesia yang bermigrasi ke Jakarta

mengakibatkan melonjaknya kepadatan penduduk di Jakarta. Pada 1961, diadakan

sensus pertama kali (setelah 1930) dan menunjukkan bahwa, lebih banyak

masyarakat migran dari pada penduduk asli daerah tersebut. Pada tahun 1953

survei menunjukkan, masalah ekonomilah yang mengantar mayoritas orang

bermigrasi ke Jakarta. Alasan masyarakat kebanyakan memilih Jakarta sebagai

tempat mencari kesejahteraan ekonomi karena Jakarta merupakan pusat ibu kota

negara, sehingga mereka yakin bahwa dengan datang ke Jakarta,

perekonomiannya menjadi lebih baik.

Banyaknya kaum imigran yang datang ke Jakarta menyebabkan

munculnya masalah perumahan. Imigran-imigran yang datang harus rela mencari

tempat tinggal karena rumah-rumah sudah habis dibeli. Selain itu mulai banyak

bermunculan permukiman-permukiman liar sebagai konsekuensi dari

membengkaknya penduduk. Pada 1957, diperkirakan sedikitnya 275.000 orang

tinggal di pemukiman tidak sehat, dan 80.000 orang tinggal dalam kondisi yang

sangat padat. Tak berhenti sampai di situ, kekacauan dalam bidang transportasi

dan komunikasi juga sama beratnya.42

Pada tahun 1958-1965, Emil Salim membandingkan tingkat migrasi

penduduk yang ke Jakarta dengan pendapatan nasional. Menurutnya, jika terjadi

migrasi yang cukup signifikan ke Jakarta, otomatis akan berdampak pada

42
Ibid, hal 233-241.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

penghasil penduduk di daerah tersebut. Bertolak dari pernyataan di muka, maka

dia melihat bahwa hal tersebut tidak seimbang. Dalam artian, migrasi besar-

besaran tidak diimbangi (justru merosot) dengan pendapatan penduduk Jakarta

waktu itu. Terkait pernyataan di muka, Emil bertutur:

Setiap tahunnja harus disediakan lapangan pekerjaan untuk 1,3 djuta


penduduk. Lumpuhnya pembangunan ekonomi menjebabkan banjak
tenaga kerdja tidak bisa ditampung, sehingga ditaksir bahwa di tahun
1966 djumlah pengangguran adalah 2,5 djuta di kota-kota,
sedangkan di pedesaan sekitar 12-15 djuta orang.43

Permasalah yang telah dipaparkan di muka, dipandang oleh dewan kota

sebagai sebuah tugas berat. Hal tersebut disebabkan karena anggaran kota Jakarta

sangat bergantung pada subsidi pusat. Semua kekacauan ini justru dianggap wajar

karena banyaknya proyek skala besar yang diadakan di Jakarta. Dalil yang

dikeluarkan oleh Sukarno guna merealisasikan proyek-proyek tersebut adalah

untuk tujuan nasional dan internasional, sekaligus sebagai upaya membangun

ibukota nasional yang lebih baik. Guna merealisasikan semua program tersebut,

terang Sukarno perlu mencari pinjaman luar negeri.

Pemaparan di atas barulah ditinjau dari sisi kondisi sosial dan ekonomi

masyarakat dalam hal tempat dan lingkungan mereka tinggal. Masalah krisis yang

hebat dengan naiknya harga kebutuhan pokok belum ditinjau. Semua itu adalah

masalah yang sangat kompleks. Ketika semua masalah tersebut saling tumpang-

tindih, Sukarno justru membangun berbagai gedung, patung dan monumen yang

jauh dari pokok masalah yang dihadapi. Justru semua pembangunan yang di

muka, hanya menambah utang luar negeri.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Krisis ekonomi pada tahun 1957 berjalan beriringan dengan ambisi

Sukarno membangun proyek-proyek megah. Selama periode 1953-1955 harga

beras melonjak naik, dan terus menanjak mengikuti inflasi tinggi pada tahun

1960-an. Dari Januari 1958 - Juli 1965, indeks biaya hidup meningkat sepuluh

kali lipat. Meningkatnya kemiskinan pada tahun-tahun terakhir pemerintahan

Sukarno semakin menunjukkan bahwa, program-program yang dijalankan jauh

panggang dari api. Hal yang didapat hanyalah menambah utang luar negeri dan

kemiskinanan yang tak tertangguhkan.44 Terang bahwa, kebijakan pembangunan

yang dilakukan oleh pemerintah Sukarno, tak berpihak pada kesejahteraan

masyarakat (Jakarta) saat itu.

2. Ambivalen Kebijakan Ekonomi

Tahun 1957 adalah era keterpurukan Indonesia dalam bidang ekonomi.

Hal tersebut disebabkan (salah satunya) karena maraknya pemberontakan-

pemberontakan yang terjadi di berbagai daerah. Pemberontakan tersebut hadir

karena ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah saat itu. Melihat

perekonomian yang makin kacau, Sukarno mengeluarkan sebuah kebijakan yang

disebut Ekonomi Terpimpin.

Sukarno yang anti imperialis melihat Malaysia sebagai negara boneka

buatan Inggris. Bertolak dari pandangan tersebut, Sukarno akhirnya membentuk

Komando Ganyang Malaysia (Kogam) guna melancarkan konfrotasi dengan

Malaysia. Terkait situasi di muka, jelasnya pemerintah membutuhkan anggaran

43
Emil Salim, Masalah Stabilitas Ekonomi, dalam Majalah Basis vol. XVI, Th.1966-1967, hal
179.
44
Susan Blackburn, op.cit., hal 243-254.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

yang tidak sedikit untuk mendanai program tersebut. Di lain pihak, kampanye

“pembebasan” Irian Barat dari Belanda membutuhkan anggaran yang tidak kalah

besarnya.45 Tabel 1.1 menunjukkan contoh pos-pos pengeluaran yang tidak bisa

diganggu gugat, karena merupakan prioritas politik dan jumlahnya membengkak.

Pada tahun 1965, pos-pos tersebut hampir memakan 40% dari seluruh anggaran.

Hal ini mengakibatkan defisit APBN makin besar dan kondisi fiskal lepas

kendali.46

Tabel 1.1
Pos-pos Pengeluaran Pemerintah yang Merupakan
Prioritas Politik, 1958-1965 (Rp. Milliar)

Irian Barat Subsidi


Operasi
Tahun & BUMN & Lain-lain Total
Keamanan
Malaysia Swasta
1958 5,0 -- 0,9 -- 5,9
1959 8,2 -- 3,1 -- 11,4
1960 11,3 -- 5,2 -- 16,5
1961 11,2 10,4 7,4 14,6 33,2
1962 12,3 23,6 9,3 2,6 47,8
1963 11,4 21,0 13,9 7,5 53,8
1964 4,2 90,5 15,6 6,1 116,4
1965 5,6 567,1 15,8 388,0 985,5
Sumber: Tim Penulis LP3ES (1995), h. 138 (dalam Boediono)

Tabel di atas jelas menunjukkan bahwa, mulai tahun 1960-1965, pos

anggaran semakin meningkat untuk keperluan konfrontasi dengan Malaysia dan

“pembebasan” Irian Barat. Tahun tersebut sama dengan proyek-proyek mercusuar

yang dikerjakan oleh pemerintahan Sukarno dalam rangka menyambut Asean

45
Hadi Soesastro, dkk (penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam
Setengah Abad Terakhir II (1959-1966): Ekonomi Terpimpin, ISEI dan Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 2005, hal 15-16.
46
Boediono, Ekonomi Indonesia Dalam Lintas Sejarah, Mizan, Bandung, 2016, hal 96-97.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

Games 1963. Jika demikian, maka dapat dibayangkan berapa besar anggaran yang

dikeluarkan pemerintah untuk semua program tersebut?

Bertolak dari berbagai permasalahan di muka, rupanya Sukarno lebih

mengikuti ambisi pribadinya dibandingkan mempertimbangkan kondisi ekonomi

masyarakat pada saat itu. Berbagai anggaran dialokasikan untuk keperluan perang

dan pemulihan keamanan di berbagai daerah. Selanjutnya, Sukarno rela

melakukan pinjaman kepada negara-negara asing hanya untuk merealisasikan

program-program mercusuar yang diinginkannya.

3. Gelorat Ekonomi

Perekonomian Indonesia pasca Agresi Belanda I dan II mengalami

kekacauan. Berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah nyatanya tak

memenuhi hasil yang maksimal. Pada tahun 1957,47 krisis ekonomi yang dihadapi

oleh Indonesia semakin parah. Hal tersebut disebabkan karena maraknya

pemberontakan yang muncul akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat.

Melihat situasi demikian, Sukarno akhirnya memutuskan untuk kembali ke UUD

1945 dan semangat revolusioner. Selanjunya, melalui pidato kenegaraan pada

tanggal 17 Agustus 1959, Presiden Sukarno kembali memperkenalkan Manifesto

Politik dan USDEK (UUD 194548, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,

Kepribadian Indonesia) sebagai bahan indoktrinasi.

47
Pertemuan Kishi-Sukarno pada tanggal 27 November 1957 menghasilkan kesepakatan tentang
akan ditadatanganinya Perjanjian Pampasan Perang pada tanggal 27 Januari 1958 dengan
sebuah perjajian damai. Agaknya kesepakatan di atas memiliki relevansi dengan meningkatnya
krisis ekonomi di Indonesia. Lebih lanjut baca Aiko Kurasawa, Peristiwa 1965: Persepsi dan
Sikap Jepang, Kompas, Jakarta, 2015, hal 21-35.
48
Agaknya kebijakan kembali ke UUD 1945 yang didukung oleh kalangan militer juga digunakan
untuk semakin memperkokoh pengaruh mereka (militer) dalam perpolitikan Indonesia. Lebih
lanjut baca Harold Crouch, op.cit., hal 31-34.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

Pasca dikeluarkannya kebijakan di muka, maka sistem perekonomian

Indonesia disebut Ekonomi Terpimpin. Kebijakan tersebut bukannya sebagai

solusi, justru semakin memperkeruh keadaan. Deklarasi yang bagi Sukarno

sebagai suatu bentuk ekonomi Sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan

manusia oleh manusia, tanpa exploitation de I’homme par I’homme49 hanya

menjadi retorik kosong tanpa bukti. Konsep yang dikeluarkan oleh Sukarno

nyatanya tak berjalan lurus dengan pernyataan yang dikemukakannya. Sukarno

sendiri mengatakan bahwasannya dia tak paham tentang ekonomi. Jika melihat

pernyataan tersebut, pertanyaan lanjutan yang dapat dikemukakan adalah,

bagaimana mungkin seseorang yang tak paham ekonomi dapat merancang konsep

perekonomiaan untuk suatu negara?

Hal tersebut jelas terbukti ketika program yang digulirkan justru semakin

menimbulkan krisis yang melambung tinggi. Kondisi-kondisi di muka tidak dapat

dilepaskan dari berbagai konstelasi politik saat itu. Berdasarkan Laporan Bank

Indonesia tahun 1960-1965, defisit anggaran dipengaruhi oleh rehabilitasi

kerusakan-kerusakan yang diakibatkan karena pemberontakan-pemberontakan di

berbagai daerah, serta pengeluaran pemerintah untuk menasionalisasikan

perusahaan-perusahaan asing.50

Setelah masalah Irian Barat berhasil diselesaikan, pemerintah

mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon).51 Program tersebut dikeluarkan guna

49
Hadi Soesastro, op.cit., hal 23.
50
Surajadi, Sistem Ekonomi Terpimpin di Bidang Moneter; Untuk Pelaksanaan Dekon,
Pembaruan, Djakarta, 1964, hlm 32-46.
51
Lebih lanjut tentang Dekon baca Deklarasi Ekonomi: Peraturan-peraturan Pelaksanaan Beserta
Pendjelasan-pendjelasannja, Madjelis perniagaan dan perusahaan serta C.V. Dua, Bandung,
1963, hal 9-19; lihat juga Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Djilid II, Djakarta, Tjetakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

mengurus pengalihan biaya dari keperluan keamanan ke anggaran produksi. Di

lain pihak, barang-barang yang biasanya diimpor guna keperluan pendukung

dalam operasi perjuangan merebut Irian Barat, dialihkan untuk keperluan impor

masyarakat. Selain itu, digunakan juga untuk mendukung perkembangan industri

dalam negeri. Harus diakui bahwa, ketidaksuksesan program pangan disebabkan

karena (salah satu) perhatiaan pemerintah tertuju pada masalah “pembebasan”

Irian Barat dari Belanda. Masalah lain yang muncul ialah, pemerintah terlalu

fokus mengeluarkan anggaran untuk proyek-proyek pembangunan dan keamanan.

Alhasil, bidang produksi terbengkalai.

Perlu diketahui, program utama Dekon ialah melakukan kedaulatan

pangan, terkhusus pada ketersediaan beras di dalam negeri. Untuk itu, semua

kebijakan pemerintah yang dikeluarkan haruslah berorientasi pada

penyempurnaan alat produksi guna mempertahankan dan meningkatkan produksi.

Bertolak dari keputusan tersebut, pemerintah melalui Djuanda mengeluarkan PP

tertanggal 26 Mei 1963 dengan tujuan penghematan. Tujuan umumnya adalah

mengurangi subsidi umum, menaikkan gaji pegawai negeri sipil, mengurangi

anggaran pertahanan, dan devaluasi de facto terhadap rupiah dengan

menyesuaikan kurs dolar terhadap pembayaran ekspor dan impor Indonesia.52

Setelah berbagai program kerja yang telah dikeluarkan tidak menemui

hasil yang memuaskan, Sukarno kembali mencetuskan Program Berdikari (berdiri

di atas kaki sendiri). Program ini menempatkan presiden sebagai pemegang

Kedua, 1965, hlm 542-544; Bradley R. Simpson, Economists With Guns: Amerika Serikat, CIA
dan Munculnya Pembangunan Otoriter Rezim Orde Baru, Gramedia, Jakarta, 2010, hal 125-
126.
52
Amiruddin Al-Rahab, Ekonomi Berdikari Sukarno, Komunitas Bambu, Depok, 2014, hal 58-61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

Anggaran Belanja Pembangunan secara langsung. Kebijakan yang dikeluarkan

oleh Sukarno justru semakin memperparah perekonomian dalam negeri. Hal

tersebut karena diputusnya hubungan modal dengan dunia internasional. Dengan

demikian, sektor produksi Indonesia pada 1964 dan 1965 mengalami kemunduran

yang sangat berarti, karena hilangnya (kecuali sektor perdagangan dan impor)

modal operasional di berbagai sektor perekonomian.53

Sebelum program Berdikari diterapkan, pemerintah pada tanggal 25

Agustus 1959 telah melakukan kebijakan “penyehatan”. Isinya sebagai berikut:1.

Menurunkan nilai uang kertas Rp 500 menjadi Rp 50 dan Rp 1.000 menjadi Rp

100 dan 2. Membekukan 90% giro dan deposito bank di atas Rp 25. 000 serta

menukarnya dengan semacam surat utang pemerintahan. Bersamaan dengan itu

rupiah didevaluasi dari Rp 11,4 menjadi Rp 45 per USD. Keputusan tersebut

merupakan langkah yang sangat tanggung, mengingat di pasar bebas kurs sudah

mencapai kisaran Rp 150 per USD.

Tabel 1.2 di bawah ini akan memperlihatkan bahwa, langkah moneter di

muka tidak berkembang secara signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh dua

sumber utama kenaikannya (defisit APBN dan defisit BUMN) terus menciptakan

uang baru dalam jumlah yang jauh lebih besar.54

53
Ibid, hal 66-68; Pembahasan lebih rinci terkait Program Berdikari dan krisis-krisis yang
mengikutinya dapat dibaca di Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme
Indonesia, Komunitas Bambu, Depok, 2012, hal 60-63.
54
Boediono, op.cit., hal 100.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Tabel 1.2
APBN dan Uang Beredar: 1959-1966 (Rp. Miliar)

Tahun Penerimaan Pengeluaran Defisit Uang Beredar


1959 30,6 44,4 -13,8 34,9
1960 53,6 60,5 -6,9 47,8
1961 62,2 88,5 -26,3 67,7
1962 74,0 122,1 -48,1 135,9
1963 162,1 329,8 -167,7 263,4
1964 283,4 681,3 -397,9 725,0
1965 960,8 2.526,3 -1.565,6 2.572,0
1966 13,1 29,4 -16,3 22,2
Sumber: Van zanden & Marks (2012), h. 145. (dalam Boediono)

Setelah langkah pertama tidak membuahkan hasil yang signifikan,

pemerintah melakukan langkah kedua pada tanggal 13 Desember 1965. Sebuah

keputusan yang diambil dalam situasi ekonomi (dan politik) Indonesia yang

sangat buruk, yaitu menurunkan nilai mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1 (uang

baru). Bukannya semakin baik, kondisi perekonomian justru semakin kacau.55

Program Berdikari yang diterapkan oleh Sukarno terbukti semakin

memperkeruh perekonomian pada saat itu. Soe Hok Gie dalam catatan hariannya

menjelaskan:

Hari ini Jumat 7 Januari 1966... Beberapa kelompok mahasiswa


sedang asik berbicara serius tentang kenaikan harga Bus Rp 200
menjadi Rp 1.000...56
...harga bensin dinaikan dari harga Rp 4 menjadi Rp 250 dan ini
mengakibatkan kenaikan harga-harga barang... Uang Rp 10.000 dan
Rp 5.000 ditarik dari peredaran dan nilainya dipotong 10 persen...57

55
ibid, hal 101.
56
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demosntran, LP3ES, Jakarta, 2005, hal 123.
57
ibid, hal 129; kebijakan tersebut dikeluarkan berdasarkan Penetapan Presiden (PenPres) no. 27
tahun 1965. Lebih lanjut lihat (Pdf) Laporan Bank Indonesia, 1959-1966.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

B. Bidang Politik

1. Pemerintahan Otoriter

Pada bulan Februari 1957, Presiden Sukarno memperkenalkan gagasan

yang dikenal sebagai “Konsepsi Presiden”. Dalam konsepsi tersebut termuat

gagasan baru tentang perpolitikan Indonesia yang disebut Demokrasi Terpimpin.

Ide yang dilontarkan oleh Sukarno itu mendapat penolakan dari wakil-wakil partai

politik pada umumnya. Wakil-wakil partai politik tersebut berpendapat,

bahwasannya jika ingin mengubah susunan ketatanegaraan secara radikal, maka

harus diserahkan kepada Konstituante. Mendengar masukan tersebut, Sukarno

akhirnya memerintahkan tim Konstituante untuk segera merumuskan UUD yang

baru.

Dalam pidato yang berjudul „Res Publica, Sekali Res Publica’ pada

tanggal 22 April 1959 di depan sidang Dewan Konstituante, Sukarno sekali lagi

atas nama pemerintah menegaskan supaya Konstituante menetapkan UUD 1945

menjadi UUD Negara Republik Indonesia. Pernyataan Sukarno tersebut tidak

terlepas dari saran Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal A. H. Nasution

dan Partai Nasional Indonesia, sebagai solusi atas krisis multiaspek yang terjadi

selama masa demokrasi liberal.

Konstituante segera mengadakan pemilihan suara terkait usul Sukarno.

Hal tersebut dilakukan mengingat berdasarkan pasal 137 ayat (2) UUDS 1950,

UUD baru hanya dapat berlaku jika rancangannya diterima sekurang-kurangnya

2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Pemungutan suara yang telah diadakan

selama tiga kali berturut-turut (30 Mei - 2 Juni 1959) tak kunjung selesai. Melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

ketidakjelasan dalam tubuh Konstituante, akhirnya pada tanggal 5 Juni 1959

Sukarno mengeluarkan dekret presiden. Berikut bunyi dekret tersebut:

1. Menetapkan pembubaran Konstituante.

2. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi dan tidak berlakunya lagi UUD

Sementara 1950.

3. Pembentukan MPR Sementara yang terdiri atas anggota-anggota

DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta pembentukan DPA

Sementara.

Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Sukarno pasca didekretkannya

UUD 1945 pengganti UUD Sementara 1950, justru semakin memperlihatkan

sistem pemerintahan tirani. Hal tersebut nampak ketika Sukarno mengajukan

Rencana Anggaran Belanja Negara pada Juni 1960 dan ditolak oleh DPR.

Penolakan tersebut direspon Sukarno dengan membubarkan DPR pada tanggal 24

Juni 1960 dan membentuk DPR baru dengan sistem pengangkatan. Dewan yang

baru dibentuk lalu dinamai DPR Gotong-Royong.58 Rencananya, dewan tersebut

akan bertugas sampai pemilihan umum. Namun, rencana pemilihan umum

tersebut pada kenyataannya tidak terealisasikan hingga berakhirnya masa

pemerintahan Sukarno. Selanjutnya, komposisi keanggotaan DPR-GR dan MPR

(S) yang ditunjuk oleh Sukarno semakin mencerminkan kekuasaanya yang

diktator. Alhasil, cara-cara penunjukan tersebut ditentang oleh beberapa partai

politik saat itu.

58
Selanjutnya akan ditulis DPR-GR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Nahdatul Ulama (NU) dan sebagian Partai Nasional Indonesia (PNI)

menentang59 cara-cara kerja Sukarno. Selain itu, beberapa pemimpin NU

keberatan dengan dibubarkannya DPR hasil pemilihan 1955. Sutomo (Bung

Tomo) dari Partai Rakyat Indonesia juga mengajukan protes kepada Mahkamah

Agung, melalui suratnya tertanggal 22 Juni 1960 atas keputusan Sukarno

membubarkan DPR hasil pemilihan rakyat. Selanjutnya rasa ketidakpuasan terkait

keputusan Sukarno dalam membubarkan DPR hasil pemilihan 1955,

dimanifestasikan oleh beberapa partai seperti NU, Parkindo, Partai Katolik, Liga

Muslim, PSII, dan IPKI dengan membentuk Liga Demokrasi. Kediktatoran

Sukarno kembali terlihat ketika melarang Liga Demokrasi yang dibentuk sebagai

wadah dari beberapa partai yang tidak setuju terhadap sistem yang

diterapkannya.60 Sebagian PNI, sebagian NU, PKI dan Militer mendukung

keputusan Sukarno.61

Selain itu, kebijakan Sukarno membentuk DPR-GR melalui cara-cara

penunjukan terhadap orang-orang yang akan menduduki posisi tersebut,

merupakan penyimpangan dari prosedur sistem demokrasi. Sejatinya anggota

DPR-GR dipilih oleh rakyat melalui cara-cara yang demokratis dan bukannya

ditunjuk langsung oleh presiden. Pada saat yang bersamaan, fungsi partai politik

dan parlemen jadi kehilangan sebagian besar haknya. Partai politik dan parlemen

59
Adalah Mr. Sartono (Ketua DPR) dan Iskaq Tjokrohadisuryo yang merupakan dua tokoh dari
PNI yang menyatakan ketidak puasaan terkait keputusan Sukarno membubarkan DPR hasil
pemilu 1955. Sedangkan Iskaq Tjokrohadisuryo mengatakan bahwa mereka yang duduk dalam
DPR-GR bukanlah wakil PNI. Lihat Taufik Abdullah,dkk (editor), hal 54-55.
60
Lebih lanjut baca Rosihan Anwar, Sukarno, Tentara, PKI; Segitiga Kekuasaan Sebelum
Prahara Politik 1961-1965, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, hal 7.
61
Taufik Abdullah, dkk (editor), op.cit., hal 48-56; lihat juga Hendra Kurniawan (modul), Sejarah
Ketatanegaraan Indonsia: Kajian Tiga Undang-Undang Dasar, Program Studi Pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

tidak lagi memiliki hak angket dan interpelasi.62 Selain itu, pada masa Demokrasi

Terpimpin, kebebasan pers terancam oleh bahaya pembredelan yang dilakukan

presiden.63

2. Peristiwa 1965

Telah diketahui bersama, situasi politik pada tahun 60-an begitu memanas.

Segitiga kekuasaan antara Sukarno, PKI dan AD semakin memanas di kala

terdengar kabar burung tentang sakitnya Bung Karno64. Informasi tersebut

mengundang berbagai tanya di benak partai politik saat itu. Siapakah yang akan

menggantikan posisi Bung Karno? Apakah kelompok dari kalangan nasionalis,

agama, komunis atau justru dari pihak militer?65

Malam 30 September hingga dinihari 1 Oktober 1965 akan selalu

dikenang dalam ingatan kolektif bangsa. Satu batalyon Cakrabirawa (sekarang

disebut Paspampres) dan beberapa unsur angkatan lainnya di bawah komando

Letkol Inf. Untung menculik dan membunuh enam perwira tinggi dan seorang

perwira pertama. Jenazah para korban ditemukan di sebuah subur tua di Lubang

Buaya yang berdekatan dengan pangkalan Halim Perdanakusuma. Peristiwa di

Sejarah, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2013, hal 79-81.
62
Hendra Kurniawan (modul), Sejarah Ketatanegaraan Indonsia: kajian Tiga Undang-Undang
Dasar, Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2013, hal 84-
85.
63
Terkait pembredelan pers baca Rosihan Anwar, op.cit., hal 3-5.
64
Pembahasan lebih lengkap tentang sakitnya Sukarno baca Victor M. Fic, Kudeta 1 Oktober
1965: Sebuah Studi Tentang konspirasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 74-75.
65
A. Pambudi, Fakta dan Rekayasa G30S:Menurut Kesaksian Para Pelaku, Media Pressindo,
Yogyakarta, 2011, hal 1; Analisis terkait peristiwa 1965 silakan baca Benedict RO‟G Anderson
dan Ruth T Mcvey, Kudeta 1 Oktober 1966; Sebuah Analisa Awal, Gading, Yogyakarta, 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

muka pada kemudian hari dicatat dalam sejarah sebagai awal hancurnya Partai

Komunis Indonesia (PKI) beserta simpatisannya.66

Pagi hari (pukul 07:20) Tanggal 1 Oktober 1965, penduduk Jakarta

dikagetkan oleh sebuah informasi yang disebarkan melalui Radio Republik

Indonesia (RRI). Isi dari informasi tersebut perihal adanya “Gerakan 30

September”, atau Gestapu yang dipimpin Letnan Kolonel Untung dari pasukan

Cakrabirawa, telah berhasil melumpuhkan kelompok yang menamakan dirinya

Dewan Jenderal. Dewan Jenderal adalah kelompok yang diduga berusaha

mengkudeta pemerintahan Sukarno.67

Operasi militer yang digalangkan oleh sejumlah perwira Angkatan Darat

yang menamakan dirinya “Gerakan TigaPuluh September” dengan Untung

sebagai pemimpinnya, berhasil menjemput paksa sejumlah perwira militer

(diduga kelompok dewan jenderal) Angkatan Darat di Jakarta. Penjemputan paksa

tersebut tidak hanya membunuh para perwira militer, melainkan mengambil

nyawa anaknya Jenderal Nasution.68

Pasca penculikan dan pembunuhan tersebut, AD mengambil alih RRI dan

memberitakan kepada seluruh masyarakat bahwa “Gerakan 30 September”, tidak

lain dan tidak bukan adalah upaya kudeta yang dilakukan oleh PKI terhadap

pemerintahan Sukarno. Berbagai surat kabar dilarang terbit kecuali milik AD.69

66
Ibid, hal 1-4; Kuncoro Hadi, dkk, Kronik ’65: Catatan Hari Per Hari Peristiwa G30S Sebelum
Hingga Setelahnya (1963-1967), Media Pressindo, yogyakarta, 2017, hal 124.
67
Victor M. Fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang Konspirasi, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2005, hal 1. Analisa yang lebih silakan baca Harold Crouch, Militer dan
Politik di Indonesia, sinar harapan, Jakarta, 1999, hal 108-109.
68
Baskara T. Wardaya, Bung Karno Menggugat!:Dari Marhaen, CIA, Pembantaian Massal ’65
Hingga G30S, Galang Press, Yogyakarta, 2006, hal 146.
69
Terkait konteks ini, selain surat kabar milik AD (Harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha)
terbit juga surat kabar milik PKI (Harian Rakjat). Terbitnya Harian Rakjat pada tanggal 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

RRI yang telah dikuasai oleh Angkatan Darat hampir setiap hari memberitakan

berbagai perkembangan terkait kejadian tersebut. hal senada juga dilakukan oleh

surat kabar milik AD.

Propaganda terkait upaya kudeta yang (AD mengklaim) dilakukan oleh

PKI yang berujung pada terbunuhnya para jenderal dan anak Nasution, berhasil

membakar amarah massa. Massa yang marah akhirnya menuntut kepada Sukarno

agar PKI dibubarkan dan menteri-menteri yang berafisiliasi dan dekat dengan PKI

dihukum.

3. Menteri-menteri PKI

Demokrasi Terpimpin dan konsep Nasakom yang digagas Sukarno justru

memberi keterlibatan PKI dalam pemerintahan. PKI yang sebelumnya tidak

dilibatkan dalam pemerintahan lantaran pemberontakan di Madiun pada 1948,70

justru mendapat tempat berkat konsep tersebut. Tidak berhenti sampai di situ.

Sukarno mengangkat Ketua PKI Dipa Nusantara Aidit sebagai Menteri/Wakil

Ketua MPRS, Tokoh PKI Njoto sebagai Menteri Negara, dan Wakil Ketua PKI

M. H Lukman sebagai Menteri/Wakil Ketua DPR-GR pada tahun 1962.

Dibubarkannya Masyumi dan PSI oleh Sukarno pada tahun 1960, justru semakin

memperkuat kedudukan PKI dalam pemerintahan.71

Oktober 1965 menjadi sebuah pertanyaan yang serius di kalangan sejarawan. Lebih jelasnya
baca, James Luhulima, Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965: Melihat Peristiwa G30S
dari Perspektif Lain, Penerbit buku Kompas, Jakarta, 2007, hal x, 5 dan 29-33.
70
Selengkapnya tentang Pemberontakan PKI di Madiun baca, Harry Poeze, Madiun 1948: PKI
Bergerak, KITLV dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2011.
71
Hendra Kurniawan, op.cit., hal 91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Herbert Feith melalui tabel dalam bukunya 72 menjelaskan (dan

mengkomparasikan) dampak dari ide Sukarno di muka terhadap partai-partai

politik pada saat itu sangat signifikan.

DPR Sebelum DPR Hasil DPR-GR


Partai, Perserikatan,
No Pemilu 1955 Pemilu 1955 (Juli
Golongan Fungsional.
(Maret 1951) (Agustus 1956) 1960)
1 Masyumi 49 57 -
2 PNI 36 57 44
3 PSI 17 5 -
4 PIR 17 2 -
5 PKI 13 32 30
6 Fraksi Demokrat 13 - -
7 PRN 10 2 -
8 Partai Katolik 9 7 5
9 Parindra 8 - -
10 Partai Buruh 7 2 -
11 PSII 5 8 5
12 Parkindo 5 8 6
13 Partai Murba 4 2 1
14 NU - 45 36
15 Perti - 4 2
16 IPKI - 4 -
Golongan Fungsional
17 Angkatan Darat - - 15
18 Angkatan Laut - - 7
19 Angkatan Udara - - 7
20 Polisi - - 5
21 Buruh - - 26
22 Tani - - 25
23 Kerohanian - - 24
24 Pemuda - - 8
25 Wanita - - 9
26 Cendekiawan - - 5
27 Tidak punya golongan 26
28 Lain-lain 13 25 23
72
Herbert Feith, Sukarno-Militer Dalam Demokrasi Terpimpin, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1995, hal 57.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

Jumlah 232 260 283


(Sumber: Herbert Feith, 1995:57)

Pada tabel di atas, nampak jelas pada masa Demokrasi Terpimpin hanya

ada tiga kekuatan politik yang sangat menonjol dalam DPR-GR. Ketiga partai

tersebut adalah PNI, PKI, dan NU. Kerjasama militer dan Sukarno dalam

memperkecil peran partai-partai politik dengan memperkenalkan konsep

Golongan Karya (Golkar), serta memberlakukan kembali UUD 1945 berdampak

pada atmosfer perpolitikan dalam kurun waktu 1961-1965.

Kekuatan militer dalam bidang politik rupanya semakin besar. Menyadari

kondisi tersebut, Sukarno segera memperkenalkan konsep Nasakom sebagai

upaya penyeimbangan kekuatan politik. Namun, penggabungan tiga konsep

ideologi (Nasionalis, agama, dan komunis) yang termanifestasikan dalam tiga

partai yang menonjol pada saat itu (PNI, NU, dan PKI) nyatanya tidak mampu

berbuat lebih. Tiga kekuatan yang dipersiapkan oleh Sukarno untuk menghadapi

militer, nyatanya menemui hasil yang nihil. Akhirnya, PKI sendiri yang berdiri

dan siap untuk melawan militer. Kekuatan PNI pecah dan NU memperlihatkan

sikap nonkooperatif terhadap PKI. Peristiwa Madiun 1948 menempatkan PKI

sebagai musuh TNI. Menyadari hal tersebut, PKI akhirnya merapat ke Sukarno

untuk mendapat perlindungan. Sebaliknya, Sukarno pun membutuhkan dukungan

massa PKI untuk menghadapi tentara.73

4. Konfrontasi Mahasiswa

Gerakan mahasiswa tahun 1966 bukan hanya sebuah aksi yang hadir dari

krisis ekonomi dan politik. Melainkan, gerakan tersebut hadir dari berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

konfrontasi antar mahasiswa itu sendiri. Konfrontasi tersebut adalah akumulasi

logis dari pertentangan yang telah muncul sejak 1950-an. Pada tahun 1950-an,

situasi politik mulai memanas menjelang pemilu pertama tahun 1955. Bertolak

dari situasi tersebut, berbagai partai politik besar berusaha menggait mahasiswa-

mahasiswa guna dijadikan onderbouw partainya. Organisasi mahasiswa yang

telah terafiliasi dengan partai tertentu kemudian mendapat doktrin-doktrin untuk

membenci partai-partai oposisi.

Organisasi mahasiswa yang berkonfrontasi secara terang-terangan ialah

HMI dan CGMI yang merupakan “anak” dari PKI. Sulastomo selaku ketua umum

pengurus besar HMI periode 1963-1966, melalui bukunya menulis; penggayangan

terhadap HMI oleh CGMI sudah dilakukan sejak diadakannya Kongres PPMI

(Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) pada tanggal 5-10 Juni 1961 di

Jakarta. Hasil dari penggayangan tersebut ialah, CGMI berhasil mengeluarkan

HMI dari susunan Pengurus Presidium PPMI pusat.74 Terkait konfrontasi di muka,

Dahlan Ranuwihardjo selaku ketua Dewan Pertimbangan dan Penasehat Pengurus

Besar Himpunan Mahasiswa Islam (DPP PB HMI) yang menjabat pada waktu itu,

melalui bukunya menulis tentang upaya CGMI untuk membubarkan HMI ketika

diadakannya resepsi penutupan kongres CGMI pada tanggal 29 September 1965

di Istora Senayan, Jakarta. Ia menulis, massa PKI yang mendukung kongres

CGMI terus-menerus meneriakan yel-yel “Bubarkan HMI.... Bubarkan HMI...”75

73
Rosihan Anwar, op.cit, hal xi.
74
Sulastomo, op.cit.,hal 1.
75
A. Dahlan Ranuwihardjo, op.cit.,hal 3-84.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Pertentangan di antara kedua organisasi jelasnya sangat dipengaruhi oleh

ideologi organisasi mereka. Kedekatan HMI dengan Masyumi76 walaupun tidak

resmi, membuat HMI harus mendapat serangan bertubi-tubi dari partai politik

maupun organisasi yang berdiri sebagai oposisinya. Tidak hanya ketegangan

antara HMI dan CGMI. GMNI rupanya sering membantu CGMI ketika terjadi

masalah dengan HMI. Hal tersebut nampak ketika diadakannya pelaksanaan

sidang Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI)77 di Malino pada 1964. Sebelum

sidang berlangsung, Taufiq Ismail78 bertemu dengan Menteri Thoyib Hadiwijaya

(Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan) guna menyarankan agar

keterlibatan CGMI dalam lingkup universitas harus dilawan secara serentak dan

bersama-sama.

Hal tersebut disebabkan karena CGMI hendak masuk ke ranah universitas

guna membubarkan HMI dan memecat dosen-dosen alumni HMI. Hal tersebut

dilakukan oleh CGMI dengan alasan HMI kontra revolusioner. Pasca pertemuan

tersebut, ruang kongres dibuat rame oleh penolakan atas intervensi CGMI ke

ranah kampus. Sedangkan di sisi lain, CGMI mendapat dukungan dari GMNI dan

Germindo agar masuk ke lingkungan kampus. Pada akhirnya, CGMI beserta

pendukungnya kalah dalam forum tersebut.79

76
HMI sering kali dihubungkan dengan Masyumi karena adanya pengaruh historis antar
keduanya. Lebih lengkap baca, Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam; Catatan Harian
Wahib, LP3ES dan Freedom institute, Jakarta, 2003, hal 144.
77
Adalah Wadah organisasi mahasiswa intra-universitas.
78
Adalah aktivis HMI yang saat itu aktif mewakili Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor dan juga menjadi salah satu peserta di dalam Kongres MMI.
79
M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, Buku Kompas,
Jakarta, 2013, hal 170.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Rupanya jauh sebelum gerakan di muka, telah muncul sikap ketidaksukaan

pemimpin-pemimpin dari partai nasarani terhadap PKI ketika diajak makan

semeja oleh Sukarno bersama partai-partai yang terlibat dalam kabinet. Untuk

pernyataan di atas Ahmaddani dkk menulis:

Semua pemimpin supaya diajak makan di sekitaran satu meja.


Hanya dua partai yang menolak Konsepsi Presiden itu. Masyumi dan
Partai Katolik menolak ajakan “makan bersama sekitar satu meja
makan” bersama PKI...80

Selain itu, muncul juga konfrontasi antara organisasi mahasiswa HMI,

PMKRI dan beberapa organisasi anti komunis yang bernaung pada lembaga

pergerakan baru yang disebut KAMI, dengan mahasiswa yang pro Sukarno seperti

GMNI. Untuk pernyataan di muka, Yozar Anwar menulis dalam catatan

hariannya tertanggal 21 Januari 1966:

Suasana hiruk pikuk bergema! Sementara itu pihak buruh kurang


senang dengan ucapan KAMI “ganyang plintat-plintut”. Mereka
segera memotong barisan KAMI di depan gedung Pemuda,
sedangkan GMNI-ASU81 menyerbu dari belakang. Perkelahian tidak
dapat dielakkan.82

Untuk pertentangan yang terakhir disebut, diakibatkan karena demonstrasi

mahasiswa tahun 1966 dianggap oleh simpatisan Sukarno (terkhusus anderbouw)

dan partai pendukungnya sebagai sebuah demonstrasi yang dibentuk guna

menjatuhkan Sukarno.

80
Ahmaddani G-Martha, dkk, Pemuda Indonesia Dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa,
Kurnia Esa, Jakarta, 1985, hal 292.
81
Ali-Surachman. Maksudnya partai PNI di bawah pimpinan Ketua Ali Sastromidjojo dan Sekjen
Surachman. Memasuki tahun 60-an, terjadi perpecahan dalam tubuh PNI. Kelompok Ali-
Surachman lebih condong ke “kiri” dan kelompok Osa Maliki-Usep Ranawidjaya yang
konservatif dan lebih condong ke “kanan”. Sukarno mengeluarkan kelompok Osa-Usep dari
PNI karena dianggap konservatif dan kontra-revolusioner. Lebih lanjut baca, Ichwan Ar,
Sketsa Pergolakan GMNI, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, hal 26-27.
82
Yozar Anwar, op.cit., hal 50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Telah diketahui bersama, pasca peristiwa penculikan para jenderal,

kelompok-kelompok yang tak menyukai Sukarno dan PKI berusaha sebisa

mungkin untuk saling menjatuhkan mereka. Momen tersebut jelasnya digunakan

juga oleh gerakan-gerakan mahasiswa untuk saling menjatuhkan. Pertentangan

yang lebih lanjut antara pendukung Sukarno dan KAMI akan dibahas lebih

mendalam pada bab berikut bersamaan dengan proses jalannya demonstrasi

mahasiswa 66.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

DINAMIKA GERAKAN MAHASISWA 1966

A. Konsolidasi Massa

1. Kelompok Penekan

Pasca terjadinya penculikan yang berujung terbunuhnya para perwira

tinggi militer, berbagai kelompok yang memiliki keresahan akhirnya membentuk

organisasi-organisasi perlawanan. Organisasi tersebut digunakan untuk menekan

pemerintah agar menindak tegas para kelompok yang disinyalir sebagai kelompok

yang hendak melakukan kudeta. Kelompok penekan ini tak hanya berasal dari

mahasiswa,83 melainkan juga dari berbagai organisasi masyarakat tertentu.

Lahirnya gerakan pemuda (mahasiswa) selalu dipengaruhi oleh berbagai

situasi ekonomi, politik dan sosial di sekitarnya. Ben Anderson mengatakan,

gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemuda tidak dapat dilepaskan dari

pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pengaruh-pengaruh tersebut akhirnya

memunculkan kesadaraan dalam diri mereka.84 Soe Hok Gie juga mengatakan,

pemuda akan selalu bangkit melawan tanpa memperhitungkan besar kecilnya

kekuatan musuh. Hal tersebut dilakukan karena pemuda bergerak dengan

pertimbangan salah-benar.85

Pasca peristiwa tanggal 1 Oktober 1965, kelompok yang mengambil sikap

melawan “gerakan 30 September” muncul dari pemuda-pemuda Muhammadiyah.

Peristiwa di muka secara tidak sengaja terjadi bersamaan dengan kursus

83
Mahasiswa yang disebut di sini adalah mereka yang kontra dengan kelompok kiri dan juga tak
sepakat dengan garis politik Sukarno.
84
Ben Anderson, Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946,
Sinar Harapan, Jakarta, 1988.

48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

pengkaderan pemuda Muhammadiyah. Kelompok ini lantas membentuk

“Komando Kesiap-siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM)” sebagai

wadah untuk mengganyang PKI di seluruh Indonesia nantinya. Pada hari yang

sama, diadakan pula pertemuan dengan HMI, Pemuda Muhammadiyah, PII dan

PMKRI. Organisasi-organisasi tersebut bersepakat untuk bekerja sama dalam

rangka melawan “Gerakan 30 September”.86

Pada pertengahan bulan Oktober 1965, kelompok pemimpin mahasiswa

Jakarta yang anti Komunis (terkhusus aktivis-aktivis mahasiswa Katolik) dan

sejumlah kecil mahasiswa yang memegang posisi penting dalam organisasi

organisasi mahasiswa lokal yang bernaung di bawah SOMAL, mengadakan rapat

guna menekan PPMI.87 Hal tersebut dilakukan karena PPMI selaku organisasi

ekstra universitas terbesar, tidak juga mengambil sikap atas peristiwa dini hari

tersebut. Ketidakmampuan PPMI bersikap agaknya dipengaruhi oleh besarnya

dominasi GMNI di dalamnya. Seperti diketahui, GMNI adalah “anak” dari PNI.

Adalah sebuah kekonyolan jika PPMI (baca:GMNI) mengambil sikap tanpa

persetujuan atau rekomendasi dari Sukarno.

2. Partner Militer dan Mahasiswa

Relasi antara mahasiswa (anti komunis) dan militer pasca terjadinya

gerakan 30 September menjadi sangat erat. Hal tersebut terjadi karena kedua

kelompok tidak sejalan dengan garis politik Sukarno dan juga membenci

Komunis. Persamaan tersebut yang akhirnya memunculkan semangat kerja sama

85
Seri Buku Tempo, Gie dan Surat-Surat Yang Tersembunyi, Kompas, Jakarta, 2016, hal 30.
86
Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 344.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

guna melawan kebijakan Sukarno dan sekaligus menghancurkan Komunis.

Menjadi sebuah kenaifan jika sejarawan (yang meneliti tentang berbagai peristiwa

pada tahun 65-66) mengelak kerjasama antar mahasiswa dan militer selama

gerakan mahasiswa tahun 1966. Hal tersebut terbukti secara jelas mulai dari

perumusan sebuah organisasi baru pengganti PPMI hingga pada jalannya

demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dengan perlindungan

dari militer. Selain itu, kedekatan pemimpin-pemimpin KAMI dengan pentolan-

pentolan militer semakin mempertegas partnership di antara ke duanya.

Terbangunnya relasi tersebut tidak dapat dilepaskan dari keperluan militer,

khususnya Suharto untuk berkuasa. Suharto menyadari, jika dia melawan Sukarno

secara langsung, maka dia akan mendapat perlawanan sengit dari simpatisan

Sukarno. Maka dari itu, dia memanfaatkan kelompok mahasiswa yang

berseberangan dengan garis politik Sukarno untuk melawannya. Selanjutnya,

terbentuknya KAMI sebagai wadah pergerakan mahasiswa tahun 1966, tak lepas

dari intervensi militer. Pada tanggal 25 Oktober 1965, bertempat di rumah Mayor

Jenderal Sjarif Thayeb, lahirlah KAMI. Sebuah organisasi yang hadir berkat usul

dari militer pula.88

Hal serupa terjadi pada saat KAMI merumuskan tuntutan yang nantinya

dikenal sebagai Tritura. Pada saat itu, tuntutan mahasiswa hanya pada bidang

ekonomi; yakni tuntutan penurunan harga kebutuhan pokok dan peninjauan

kembali berbagai peraturan yang semakin menyulitkan masyarakat. Namun, atas

87
Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015, hal 127. Lihat juga Ulf
Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta,
1986, hal 396.
88
Francois Raillon, op.cit, hal 12-13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

usul KAS KODAM Kol. Witono, KAMI menambahkan poin “pembubaran PKI”

dan “perombakan kabinet”.89 Selain itu, adanya kedekatan antara para pentolan

KAMI dengan Sarwo Edhie, Ali Moertopo dan pentolan militer yang lain,

menjadi penegas relasi mereka. Hadirnya Kol Sarwo Edhie (Komando RPKAD)

bersama dua deputinya Mayor CI Santoso dan Mayor Gunawan Wibisono dalam

rapat akbar pada tanggal 10 Januari 1966 di kampus UI,90 adalah bukti lain dari

relasi yang tak boleh diabaikan.

Dalam aksi-aksi KAMI, militer semakin mempertegas posisinya sebagai

“kawan” mahasiswa. Hal tersebut terlihat jelas pada tanggal 15 Januari 1966,

Kasdam Jaya Kol Witono dan Kepala Staf Kostrad Kemal Idris menyediakan

truk-truk untuk digunakan mahasiswa guna menghadiri sidang Kabinet di

Bogor.91 Selanjutnya, Ali Moertopo juga melindungi para mahasiswa ketika

mereka dikejar-kejar oleh intel Cakrabirawa. Dia menyembunyikan para

mahasiswa di kantornya, markas Komando Tempur II Kostrad, Jalan Kebon Sirih,

Jakarta. Mahasiswa-mahasiswa yang membawa senjata api pada saat jalannya

demonstrasi, juga memperoleh senjata dari Ali Moertopo.92

Ketika KAMI dibubarkan, Kemal Idris selaku pemegang komando atas

semua pasukan tempur di Jakarta melindungi para pemimpin KAMI dari bahaya

89
Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015, hal 131, footnote nomor
25; Secara implisit, Kasdam Jaya Kol. Witono berkeberatan dengan konsep (hanya tuntutan soal
ekonomi) KAMI dan menyarankan menambahkan poin-poin seperti telah dipaparkan di muka.
Baca Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta, 2005, hal 123-124.
90
Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer, Sarwo Edhie dan Misteri 1965, Kepustakaan popular
Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing, Jakarta, 2017, hal 61-62; baca juga Ibid,
Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015 hal 130-133.
91
Peter Kasenda, op.cit., hal 133.
92
Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer, Rahasia-Rahasia Ali Moertopo, Kepustakaan popular
Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing, Jakarta, 2014, hal 17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

mahasiswa-mahasiswa GMNI.93 Selanjutnya, semakin terang relasi pertemanan

antara mahasiswa dan militer terlihat saat keluarnya Surat Perintah 11 Maret yang

disambut dengan sukacita dan pawai bersama.

3. KAP-Gestapu hingga Front Pancasila

Situasi politik yang kacau mendorong kelompok-kelompok di dalam

masyarakat untuk membentuk sebuah organisasi sebagai wadah diskusi dan

pergerakan. Bertolak dari kegelisahan-kegelisahan tersebut, maka pada tanggal 4

Oktober 1965, dibentuklah “Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi

Gerakan 30 September” (KAP-Gestapu). KAP-Gestapu94 menjadi organisasi

kesatuan aksi pertama dalam mengganyang “gerakan 30 September”. Dalam

bukunya, Jusuf Wanandi menjelaskan bahwa organisasi tersebut dibentuk atas

kerja sama antara PMKRI dengan (HMI) Firdaus Wajdi, Sulastomo, Mar‟ie

Muhammad, Akbar Tandjung, dan Fahmi Idris.95 Ketika berbagai kelompok

menyoroti kasus pembunuhan para jenderal sebagai sebuah peristiwa besar,

Sukarno justru memberikan pernyataan yang mengagetkan masyarakat.

Menurutnya, peristiwa terbunuhnya para jenderal adalah sebuah hal biasa dalam

revolusi.

93
Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES,
Jakarta, 1986, hal 404-405.
94
Terkait gerakan tersebut, Aiko Kurosawa peneliti sosial Sejarah Indonesia asal Jepang,
mengatakan bahwa Kedubes Amerika Serikat memberikan uang sebesar 50 juta dollar AS
kepada Adam Malik. Lalu Adam Malik menyerahkan uang tersebut ke Kesatuan Aksi
Pengganyangan Gerakan 30 September (KAP-Gestapu). Saat itu, KAP Gestapu dipimpin oleh
Subchan Z.E. (NU) dan Harry Tjan Silalahi (Katolik). Pernyataan tersebut ada dalam
www.berdikarionline.com dengan judul tulisan, Maaf, Sarwo Edhie Bukan Pahlawan Bangsa!
diakses pada tanggal 16 Oktober 2018.
95
Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998, Kompas,
Jakarta, 2014, hal 50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Sukarno juga mengatakan bahwa, peristiwa tersebut hanyalah riak kecil di

tengah samudera. Sukarno justru menghimbau kepada para masyarakat untuk

merapatkan barisan guna melawan Neo-Kolonialisme (Nekolim) yang berada di

Malaysia. Terang pernyataan Sukarno disambut dengan ketidakpuasan di

kalangan masyarakat. Bagi masyarakat Indonesia, peristiwa tersebut adalah

sebuah masalah yang dapat mengancam kelangsungan hidup Republik Indonesia

yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Bagi masyarakat Indonesia, ini

adalah kali kedua PKI melakukan penghianatan96 terhadap Bangsa Indonesia.

Akumulasi kekecewaan atas tanggapan Sukarno mengenai masalah

tersebut, diwujudkan melalui cara-cara ekstra parlementer. Sebelum melakukan

aksi-aksi ekstra parlementer, KAP-Gestapu pada tanggal 7 Oktober 1965 (malam)

memutuskan untuk bertemu dengan Mayjen Suharto di Markas Kostrad. Dalam

kesempatan itu juga, dikatakan bahwa KAP-Gestapu dalam aksi-aksinya akan

bekerja sama dengan ABRI umumnya dan Angkatan Darat khususnya. Setelah

melakukan konsultasi, KAP-Gestapu langsung mempersiapkan rapat umum yang

lebih besar. Pada tanggal 8 Oktober 1965, diadakan rapat umum di Taman

Surapati, Jakarta. Rapat tersebut dihadiri oleh 42 organisasi politik, ormas dan

ribuan massa rakyat.

Rapat umum tersebut menghasilkan beberapa pernyataan yang dirincikan

sebagai berikut:

96
Divonisnya PKI sebagai dalang dari gerakan dini hari 1 Oktober 1965, adalah konsekuensi logis
dari berbagai pemberitaan yang dikeluarkan oleh RRI (yang dikuasai AD) dan surat kabar milik
Angkatan Darat. Selanjutnya, demontrasi-demonstrasi mahasiswa adalah faktor lain yang
membentuk paradigma masyarakat terkait peristiwa berdarah pada pagi hari tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

1. Berdiri sepenuhnya di belakang Presiden Sukarno dalam menumpas G-30-S.

2. Menyatakan belasungkawa atas gugurnya pahlawan revolusi.

3. Mendukung keputusan pemerintah yang melarang surat kabar dan majalah

yang membantu G-30-S.

4. Mendesak kepada presiden untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya.

5. Pembersihan Kabinet Dwikora, MPRS, DPRGR, Lembaga-lembaga negara,

Departemen, Front Nasional, LKBN Antara, MMI, PPMI, Front Pemuda,

PWI, Perusahaan negara.

6. Menuntut hukuman mati bagi para pelaku G-30-S.97

Pasca peristiwa berdarah tersebut, muncul berbagai kelompok yang

memposisikan dirinya sebagai kelompok yang pro Bung Karno dan kontra PKI,

serta sebaliknya. Bertolak dari pernyataan di muka, KAP-Gestapu pasca peristiwa

tersebut telah mengambil sikap “Pro Bung Karno dan kontra PKI”. Hal tersebut

semakin diperkuat dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan pada aksi

besar-besaran pada tanggal 9 November 1965 di lapangan Banteng, Jakarta.

Pimpinan KAP-Gestapu Subchan ZE mengatakan bahwa mereka pro Bung Karno

dan kontra PKI.

Usai rapat raksasa di lapangan Banteng, KAP-Gestapu semakin kuat

dengan masuknya PNI Osa-Usep yang diwakili oleh Hardi SH dan Syabilal

Rasyad. Seiring berjalannya waktu, KAP-Gestapu berganti nama menjadi Front

97
Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 344-351.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Pancasila. KAP-Gestapu yang telah berganti nama menjadi Front Pancasila pada

tahun 1966, selanjutnya memfokuskan kegiatannya dalam bidang politik.98

4. Lahirnya KAMI

KAMI lahir atas usaha untuk menekan organisasi ekstra universitas

Perhimpunan Persatuan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang tidak bersikap atas

kondisi ekonomi politik yang terjadi di Indonesia, terkhusus pasca terjadinya

penculikan dan pembunuhan para jenderal. Selain sebagai penekan, KAMI juga

digunakan sebagai wadah pergerakan bagi mahasiswa yang anti komunis guna

menekan kelompok komunis. KAMI terdiri dari organisasi mahasiswa yang

berafisiliasi dengan Partai Islam, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Katolik,

dan IPKI. Jumlah terbesar dalam KAMI berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI). Seperti diketahui, KAMI lahir pada tanggal 25 Oktober 1965 di rumah

Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP). Mayjen Sjarif Thajeb

selaku menteri PTIP, adalah orang yang mengusulkan adanya organisasi

tersebut.99

Peristiwa berdarah pada subuh 1 Oktober 1965 menciptakan perpecahan di

kubu organisasi pemuda dan mahasiswa. Ada mahasiswa atau organisasi pemuda

yang bergerak atas nama sendiri dan ada yang bergabung dengan KAP-

Gestapu.100 Hal tersebut dikarenakan organisasi mahasiswa ekstra seperti PPMI

dan intra universitas seperti Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI), tak mampu

bersikap karena dikuasai oleh GMNI.101 Hal tersebut dapat dipahami mengingat

98
Ibid, hal 352-353.
99
Ulf Sundhaussen, op.cit., hal 396.
100
ibid, hal 354.
101
Ichwan, op.,cit, hal 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

GMNI yang tidak lain onderbouwnya PNI tak kuasa melawan garis politik

Sukarno.

Berbagai desakan telah dilakukan oleh organisasi-organisasi mahasiswa

seperti Persatuan Mahasiswa Katolik Seluruh Indonesia (PMKRI), Sekretariat

Organisai Mahasiswa Lokal (SOMAL), HMI, Persatuan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII) terhadap pimpinan PPMI agar segera mengadakan kongres guna

menyikapi situasi nasional pada saat itu. Rapat presidium PPMI tanggal 10-23

Oktober 1965 yang diikuti oleh berbagai anggota presidium dari Masyarakat

Mahasiswa Bogor (MMB), Perhimpunan Mahasiswa Bogor (PMB) dan PMKRI

guna meminta agar PPMI bersikap, tetap ditolak oleh PPMI. Alasan ditolaknya

desakan di muka oleh PPMI (dibaca:GMNI-ASU) karena mereka berdalil bahwa

masih menunggu “penyelesaian politik” dari Sukarno.

Sikap PPMI tersebut memunculkan tanda tanya besar di antara

anggotanya. Adalah SOMAL; sebuah organisasi mahasiswa lokal sekaligus

bagian dari organisasi PPMI, tidak puas dengan keputusan yang dikeluarkan oleh

PPMI. Bertolak dari ketidakpuasan tersebut, SOMAL (20 Oktober 1965)

mengirim ultimatum kepada presidium PPMI yang berbunyi:

1. Dalam waktu dua minggu, PPMI harus melaksanakan Kongres.

2. Bila tuntutan ini tidak dipenuhi, maka SOMAL akan mengadakan kongres.

Ultimatum di muka ternyata didukung oleh organisasi-organisasi

mahasiswa yang anti Komunis.102 Di antara organisasi mahasiswa, adalah HMI

yang begitu antusias dengan keluarnya ultimatum tersebut. Bagaimana tidak,

102
Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 354-355.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

dalam kongres PPMI tanggal 5-10 Juli di Jakarta, HMI berhasil dikeluarkan dari

susunan pengurus Presidium Pusat PPMI. Jelas, ini adalah peluang yang baik

untuk membalas perlakuan tersebut.

HMI melihat ultimatum tersebut sebagai peluang untuk membentuk

organisasi baru di luar PPMI. Sebuah wadah yang dapat menampung kegelisahan

mahasiswa-mahasiswa terkait situasi politik saat itu. Usulan tersebut tidak hanya

ditolak oleh GMNI-ASU, melainkan juga dari Perhimpunan Mahasiswa Indonesia

(Perhimi), Gerakan Mahasiswa Indonesia (Germindo) dan lain-lain. Ultimatum

yang dikeluarkan oleh SOMAL ditanggapi Presidium PPMI dengan melaporkan

SOMAL ke Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Brigjen dr.

Syarif Thayeb. Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa, SOMAL berencana

mengadakan kongres yang berpotensi memunculkan keributan. Bertolak dari

laporan di muka, pada tanggal 22 Oktober 1965, SOMAL dihimbau oleh Menteri

PTIP agar jangan mengadakan kongres.103

Desakan agar dibentuknya organisasi baru semakin gencar disuarakan oleh

pimpinan organisasi mahasiswa. Mereka berdalil bahwa, diperlukan gerakan

mahasiswa yang lebih efektif dan terstruktur dalam menyampaikan protes ke

pemerintah. Himbauan tersebut tidak hanya beredar di kalangan mahasiswa dan

pemerintah, melainkan dimuat juga dalam surat kabar. Bertolak dari usul di muka,

Menteri PTIP pada tanggal 25 Oktober 1965 mengadakan pertemuan dengan

seluruh organisasi mahasiswa, kecuali Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia

(CGMI), Perhimi dan Germindo. Pertemuan tersebut diadakan di rumah Menteri

103
ibid, hal 355-356.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

PTIP di Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Pertemuan dipimpin langsung oleh Menteri

PTIP Syarif Thayeb.104

Dalam pertemuan tersebut, terjadi perdebatan terkait perlu tidaknya

membentuk wadah baru pengganti PPMI. Organisasi Mahasiwa seperti HMI dan

SOMAL mengusulkan sebuah wadah baru serta menghimbau agar PPMI

dibubarkan. Sedangkan, Organisasi Mahasiswa GMNI dan kawan-kawannya

menghendaki agar PPMI tetap dipertahankan, serta dilakukan pembenahan

seperlunya. Awalnya forum tersebut berakhir dengan kesepakatan PPMI tetap

ada. Namun, karena desakan-desakan dari organisasi mahasiswa dan Menteri

PTIP memandang perlunya sebuah organisasi yang baru dalam mewadahi gerakan

tersebut, maka dia mengusulkan agar organisasi mahasiswa menggunakan nama

“Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia” (KAMI).

Nama tersebut diterima secara aklamasi oleh seluruh peserta sidang.

KAMI yang baru berdiri jelasnya belum mempunyai Anggaran Dasar/Anggaran

Rumah Tangga (AD/ART) sebagai pedoman organisasi. Sebagai gantinya, KAMI

merumuskan tiga landasan utama sebagai pedoman untuk bergerak. Ketiga

landasan tersebut adalah:

1. Mengamankan dan mengamalkan Pancasila.

2. Anti kepada nekolim serta segala bentuk penjajahan.

3. Membantu ABRI mengganyang G-30-S/PKI.

KAMI yang adalah sebuah organisasi baru, jelas belum memiliki

pemimpin. Bertolak dari itu, Menteri PTIP mengusulkan agar yang menjadi

104
Cristianto Wibisono, Aksi-aksi Tritura; Kisah Sebuah Partnership 10 Djanuari-11 Maret 1966,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

pemimpin adalah organisasi yang berafisiliasi dengan partai politik. Alasan yang

melatar belakangi pernyataan tersebut tidak lain dari pertimbangan kekuatan

politik pada waktu itu. Bertolak dari pertimbangan tersebut, maka Menteri PTIP

mengusulkan yang menjadi pemimpin KAMI adalah dari PMKRI, GMNI, PMII,

dan Mahasiswa Pancasila (Mapancas). GMNI yang diusulkan untuk menjadi salah

satu pemimpin KAMI menolak tawaran tersebut. Penolakan tersebut dapat

dipahami sebagai ketidakberdayaan GMNI dalam menentang Sukarno.

Setelah GMNI mengundurkan diri, maka dibentuklah pimpinan Presidium

KAMI Pusat sebagai berikut:

1. Ketua : Zamroni Ba (PMII)

2. Ketua : Cosmas Batubara (PMKRI)

3. Ketua : Elyas (SOMAL)

4. Ketua : David Napitupulu (Mapancas)

5. Sekretaris : Nazar Nasution (HMI)

6. Sekretaris : Djoni Hardjasumantri (IMADA)

Setelah terbentuk struktur kepengurusan organisasi KAMI, masih ada

persoalan yang perlu dihadapi oleh mahasiswa. Adanya dualisme badan organisasi

mahasiswa seperti PPMI dan KAMI, menjadi bom waktu yang dapat

menghancurkan gerakan-gerakan mahasiswa kedepannya. Rupanya, hal tersebut

disadari oleh sekretaris KAMI Djoni Sunarja Hardjasumantri. Ketika

Departemen pertahanan-keamanan, Jakarta, 1970, hal 1-2.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

diwawancarai oleh Harian KAMI, Djoni menyampaikan kekhawatirannya

tersebut. Berikut pernyataan Djoni dalam buku Pemuda Indonesia:105

KAMI lahir dari kepompong PPMI yang belum bisa memecahkan


persoalan abadi dunia mahasiswa, yaitu dualisme intra dan ekstra
universitas. “Musuh bersama” yang dipunyai sebagai objek dari
aksi-aksi KAMI belum menjamin adanya “kepentingan bersama”
dari anggota-anggota KAMI sendiri.

Menanggapi masalah yang di muka, presidium KAMI bersikap cepat

dengan mengadakan musyawarah kerja KAMI. Musyawarah kerja tersebut

dilaksanakan pada tanggal 11-14 Desember 1965 bertempat di Marga Siswa Jalan

Mangga Besar VIII No. 15, Jakarta. Dalam musyawarah tersebut, mereka

merancang AD/ART guna dijadikan pedoman dalam dinamika organisasi ke

depannya. Selain merancang AD/ART, dibentuk juga garis-garis konsolidasi

KAMI dan keputusan mengenai pembentukan “National Union of Students of

Indonesia” atau “Persatuan Nasional Mahasiswa Indonesia”.

Dalam musyawarah tersebut, dibahas juga eksistensi PPMI. Apakah PPMI

masih layak dipertahankan atau dibubarkan, menjadi polemik tersendiri dalam

musyawarah tersebut. Hingga musyawarah tersebut berakhir, belum ada

keputusan resmi terkait eksistensi PPMI. Sebagian anggota KAMI yang juga

termasuk dalam keanggotaan PPMI, mendesak agar segera diadakan sidang

Dewan Pimpinan Pusat PPMI, guna membahas terkait status PPMI. Pada tanggal

23 Desember 1965, bertempat di Gedung Ikatan Dokter Indonesia, diadakan

forum terkait tuntutan di atas. Sidang tersebut dihadiri oleh sepuluh organisasi

mahasiswa ekstra dan menghasilkan keputusan sebagai berikut:

105
Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 357-358.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

1. Kongres PPMI yang diadakan oleh Presidium sementara PPMI tidak disetujui.

2. Seluruh peserta sidang menyetujui dibubarkannya PPMI.

3. Pembubaran tersebut akan disahkan dengan cara tunggal.

4. Kongres selanjutnya akan diadakan di Jakarta pada tanggal 29 Desember

1965, pukul 09:00 WIB.

5. PMII, PMKRI, dan IMADA diberikan tugas sebagai penanggung jawab acara.

Terkait kongres di atas, Ketua Presidium sementara PPMI Bambang

Kusnohadi (GMNI) berusaha keras merehabilitasi kedudukan PPMI. Hal tersebut

dilakukan dengan cara melakukan konsultasi dengan pejabat pemerintahan.

Konsultasi tersebut dilakukan pada tanggal 25 Desember 1965. Delegasi

Presidium sementara PPMI selanjutnya menyampaikan “progress report” terkait

penyelenggaran Kongres ke VI PPMI kepada Menteri PTIP Syarif Thayeb.

Pernyataan tersebut disetujui oleh menteri dan selanjutnya diusulkan agar kongres

diadakan di Jakarta setelah lebaran (1-7 Februari 1966). Masih terkait pernyataan

di atas, menteri mengusulkan agar seluruh pemimpin organisasi mahasiswa pusat

dan daerah diundang dalam kongres tersebut.

Terkait sikap yang ditunjukkan oleh Presidium sementara PPMI, sebagian

besar anggota PPMI mendesak agar diadakan kongres PPMI luar biasa guna

menanggapi sikap tersebut. Kongres PPMI luar biasa akhirnya dilaksanakan pada

tanggal 29 Desember 1965. Kongres tersebut berjalan dengan pembahasan terkait

pembubaran PPMI sebagai wadah organisasi mahasiswa ekstra kampus.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Organisasi yang mendukung pembubaran tersebut adalah PMII, PMKRI, HMI,

IMADA, IMABA, MMB, CSB, PMB, GMS dan GMRI.106

B. Massa Bergerak

1. KAP-Gestapu hingga KAMI

Ketika berbicara tentang angkatan 66, organisasi mahasiswa yang paling

akrab kita kenal adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Namun,

fakta menunjukkan bahwa, tidak hanya KAMI yang bergerak pada bulan-bulan

krisis (ekonomi, politik, dan moral) tersebut. Banyak pula organisasi

mahasiswa/pemuda lain yang memiliki adil dalam demonstrasi tersebut.

Organisasi pemuda/mahasiswa yang dimaksud adalah; KAP-Gestapu (Front

Pancasila), Front Pemuda, KAPPI, KAPI, KASI, KAWI dan Resimen Arif

Rakhman Hakim.

Pada tanggal 3 November 1965, KAMI telah melakukan aksi guna

merespon situasi negara. Selain itu, jauh sebelum KAMI terbentuk, KAP-Gestapu

(pada akhirnya berubah nama menjadi Front Pancasila karena alasan politis) hadir

sebagai wadah mahasiswa dan pemuda berbagi keresahan atas situasi politik dan

ekonomi saat itu. Memasuki tanggal 8 Januari 1966, Front Pemuda juga bergerak

guna merespon kondisi ekonomi dan politik pada saat itu.107 Harus diakui bahwa,

dari bulan Januari – Maret 1966, mahasiswa dan pemuda kembali menjadi

kelompok yang merubah jalannya situasi politik Indonesia.

106
ibid., hal 361-364.
107
Yozar Anwar, op.cit., hal 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Terang bahwa, KAMI adalah organisasi mahasiswa yang dapat dikatakan

cukup berhasil dalam mengorganisir mahasiswa saat itu.108 Kebijakan-kebijakan

pemerintahan Sukarno pada tahun 1966 semakin memperkuat alasan KAMI untuk

bergerak. Pada tanggal 10 Januari 1966, KAMI merumuskan Tiga Tuntutan

Rakyat (Tritura)109 sebagai landasan perjuangan mereka. Aksi-aksi tersebut

ternyata mendapat respon positif dari masyarakat. Berbagai aksi digelar selama 60

hari guna mendesak pemerintah menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Aksi-aksi mahasiswa dan pemuda yang dilakukan secara intens selama

kurang lebih 60 hari, terbukti melahirkan pemerintahan baru. Keluarnya Surat

Perintah 11 Maret 1966 adalah bukti dari adanya pengaruh mahasiswa. Surat

tersebut dikeluarkan karena (salah satu faktor) sering terjadi perkelahian antara

organisasi mahasiswa yang pro Sukarno melawan KAMI. Selain itu, propaganda-

propaganda untuk mengganti para menteri dan pembubaran Partai Komunis

Indonesia (PKI), adalah indikasi lain dari hadirnya keributan di masyarakat. Aksi-

108
Untuk pernyataan ini, baca Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3IS, Jakarta, 2015;
baca juga Yozar Anwar, Angkatan 66, Sinar Harapan, Jakarta, 1980. Tapi tak bisa kita lupakan
juga bahwa, KAMI adalah kelompok pendobrak milik (Suharto) AD. Suharto menyadari
bahwa dia tak mungkin menentang Sukarno secara terbuka. Untuk itu, digunakanlah
mahasiswa sebagai alatnya. Terkait pernyataan di muka, baca Francois Raillon, Politik dan
Ideologi Mahasiswa Indonesia; Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974, LP3IS,
Jakarta, 1985, hal 12-13. Baca juga Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru; Memoar
Politik Indonesia 1965-1998, Kompas, Jakarta, hal 59-65.
109
Belakangan diketahui bahwa konsep Tritura tidak sepenuhnya lahir dari keresahan-keresahan
mahasiswa, melainkan dari saran Kasdam Jaya Kol. Witono. Pernyataan tersebut dapat dilihat
ketika KAMI hendak melakukan demonstrasi, Kasdam Jaya Kol. Witono mengatakan, KAMI
boleh melakukan aksi, asalkan masalah pembubaran PKI dan pergantian kabinet dimasukan
dalam tritura. Lebih lanjut baca Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas,
Jakarta, hal 131, footnote nomor 25; Secara implisit, Kasdam Jaya Kol. Witono berkeberatan
dengan konsep (hanya tuntutan soal ekonomi) KAMI dan menyarankan menambah poin-poin
seperti telah dipaparkan di muka. Baca Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES,
Jakarta, 2005, hal 123-124.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

aksi yang dilakukan oleh mahasiswa selama 60 hari, dibayar mahal dengan

terbunuhnya beberapa mahasiswa.110

2. Kebangkitan Mahasiswa 66: Sebuah Paradoks

Pada tanggal 10 Januari 1966 bertempat di halaman Universitas Indonesia,

mahasiswa (KAMI) memperkenalkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) sebagai

respon atas berbagai pergolakan yang muncul. Bersamaan dengan keluarnya

Tritura tersebut, maka hari itu ditetapkan sebagai “hari kebangkitan mahasiswa”.

Hari di mana mahasiswa kembali melakukan tindakan perlawanan terhadap

kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Namun, dalam gerakan yang

disebut “kebangkitan mahasiswa”, justru mahasiswa menunjukkan sikap yang

sangat kontradiktif dengan gerakan-gerakan mahasiswa pada umumnya. Gerakan

mahasiswa dikenal sebagai gerakan yang hadir karena kegelisahan atas situasi di

sekitarnya. Situasi yang seharusnya ditanggapi dengan sikap rasional dan penuh

analitis layaknya kaum terpelajar, justru tercoreng dengan aksi mahasiswa tahun

1966. Aksi pencoretan, penempelan selebaran, pengempesan ban mobil hingga

aksi memaki-maki para menteri menjadi sebuah gerakan yang tidak sesuai dengan

gelar yang digunakan.

Selanjutnya, aksi-aksi tersebut dijalankan berdasarkan sentimen antar

kelompok. Mengapa disebut demikian? Jika melihat organisasi-organisasi yang

berhimpun dalam KAMI, jelas terlihat bahwa massa terbesar dalam KAMI berasal

dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI). Telah diketahui bersama, HMI

memiliki relasi sejarah yang kurang baik dengan kaum kiri, khususnya

110
Nama-nama yang terbunuh ialah; Hasanuddin Noer, Arief Rachman Hakim, Zubaedah, Aris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). Berikutnya, ada juga PMKRI

yang telah memposisikan diri sebagai musuh kaum komunis. Selain ke dua

organisasi mahasiswa, ada pula simpatisan PSI dan Masyumi yang tergabung

dalam Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi

Sarjana Indonesia (KASI). Kedua organisasi di atas dibentuk pada awal tahun

1966.111 Sangat terang bahwa, simpatisan PSI dan Masyumi memilik dendam

dengan Sukarno karena telah membubarkan partai tersebut. Melihat cara-cara

demonstrasi yang ditunjukkan oleh mahasiswa angkatan 66, mungkin pendapat

Julie Southwood dan Patrick Flanagan ada benarnya:

…tidak ada gerakan mahasiswa sejak 1966… „gerakan mahasiswa‟


kebanyakan ditunggangi Angkatan Bersenjata, bahkan nyaris
mustahil berbicara tentang „gerakan mahasiswa‟ independen.112

Bertolak dari pernyataan di atas, mungkin ada benarnya apa yang

dituliskan Onghokham dalam Prisma pada bulan Desember 1977. Onghokham

mengatakan bahwa idealisme yang dimiliki oleh pemuda adalah salah satu faktor

pemicu mereka bergerak. Dia melanjutkan, idealisme juga menjadi pisau bermata

dua. Mengapa demikian? Karena idealisme, mahasiswa yang mudah terbawa oleh

emosi, akan dengan mudah digunakan oleh kelompok lain sebagai umpan peluru

dalam suatu gerakan. Tak berhenti sampai di situ, Onghokham juga mengatakan

bahwa jika idealisme yang dimiliki mahasiswa tidak diimbangi dengan ilmu

pengetahuan yang luas dan hanya berfokus pada aksi tanpa ada upaya untuk

menjelaskan posisi dan fungsi mereka, serta tak mampu membaca perkembangan

Munandar terbunuh di Jakarta. Aris Munandar dan Margono terbunuh di Yogyakarta sebelum
11 Maret 1966. Sjerif Alkadri di Makasar. Cristianto Wibisono, op.cit., hal 88.
111
M.C. Ricklefs, op.cit., hal 594.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

sejarah negara ini, mereka akan menjadi kelompok yang hanya percaya tanpa

argumentasi fakta dan pada dasarnya adalah psyche totaliter dan fasis113.

Setelah membaca kedua pernyataan di atas dan melakukan komparasi

dengan gerakan-gerakan mahasiswa 66, serta ditinjau dari latar belakang politik

dan pengetahuan mahasiswa pada saat itu, rasanya kedua pernyataan di muka ada

benarnya. Mulai dari cikal-bakal organisasi KAMI, perumusan tritura, hingga

aksi-aksi di lapangan, terang tak lepas dari intervensi militer. Mahasiswa yang

cepat terpengaruh oleh pemberitaan yang dikeluarkan oleh RRI dan surat kabar

milik militer terkait pelaku penculikan dan pembunuhan para jenderal, semakin

menegaskan bagaimana mereka lebih mengedepankan sisi sentimen antar

kelompok dibandingkan melakukan pengecekan melalui cara-cara yang

sepatutnya dilakukan seorang akademisi. Jika kita bertolak dari fenomena-

fenomena di atas, maka pendapat Onghokham tentang pentingnya keseimbangan

antara idealisme dan ilmu pengetahuan, tak tercermin pada sebagian besar

angkatan 66.

Tanggal sepuluh dikenang sebagai hari “kebangkitan mahasiswa”. Mulai

dari tanggal sepuluh Januari 1966, aksi-aksi mahasiswa di bawah payung KAMI

mulai bergerak. Selama aksi-aksi yang diadakan kurang lebih 60 hari (10 Januari-

11 Maret 1966), aksi-aksi tersebut diwarnai dengan berbagai yel-yel dan lagu-lagu

yang mengkritik kebijakan pemerintahan Sukarno. Yel-yel seperti; turunkan harga

beras! turunkan harga bensin! Singkirkan menteri-menteri yang tidak becus!

112
Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan Hukum dan
Propaganda 1965-1981, Komunitas bambu, Jakarta, 2013, hal 236.
113
Seri Prisma, Analisa Kekuatan Politik di Indonesia:Pilihan Artikel Prisma, LP3ES, Jakarta,
1985, hal 125-126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Ganyang menteri goblok! Ganyang Subandrio! Bubarkan PKI! Stop import isteri!

Chaerul Saleh menteri goblok! Ganyang ASU! Usir wartawan RRC!” Hidup Bung

Karno! Hidup Pancasila! Jangan tembak rakyat, tapi tembak Nekolim!

Cakrabirawa anjing! Cakrabirawa menembak dengan peluru yang dibeli rakyat!

Kabinet Gestapu! Bu jangan kawinkan anaknya dengan Cakrabirawa! Gantung

Subandrio!”114 berkumandang bersama gerakan mahasiswa. Yel-yel tersebut

dikumandangkan ketika mahasiswa mendatangi berbagai titik yang dituju guna

menyampaikan aspirasinya. Selain itu, ada juga yel-yel yang ditujukan kepada

Cakrabirawa yang telah menembak mahasiswa. Pendek katanya, yel-yel tersebut

lebih bersifat kondisional.

Selama demonstrasi, mahasiswa cenderung menjadi hakim non yudikatif.

Mengapa dikatakan demikian? Sebagai contoh kasus, dapat diamati bagaimana

mahasiswa menjadi hakim non yudikatif ketika mendatangi kantor Bank

Indonesia untuk bertemu Menteri Jusuf Muda Dalam. Ketika Menteri Jusuf Muda

Dalam keluar, dia disambut dengan teriakan “ganyang menteri gestapu” oleh

mahasiswa.115 Selain itu, hal yang sama dilakukan ketika mahasiswa mendatangi

kediaman Subandrio di Jalan Merdeka Selatan guna memprotes pertanyaan

Subandrio terkait aksi mahasiswa. Berikut pertanyaan yang dimaksud:

Menanggapi aksi-aksi mahasiswa, Subandrio mengajukan pertanyaan; Apakah

demonstrasi mahasiswa ini murni dari mereka sendiri? Atau kah mahasiswa telah

114
Baca Yozar Anwar, Angkatan 66, Sinar Harapan, Jakarta, 1980; Baca juga Soe Hok Gie,
Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta 2005, hal 123-162.
115
Soe Hok Gie, op.cit., hal 144-145.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

ditunggangi oleh musuh-musuh revolusi, baik Nekolim dari luar, maupun kontra

revolusi dari dalam yang menyelewengkan niat baik mahasiswa?116

Ketika Subandrio keluar untuk menjelaskan maksud dari pertanyaannya,

dia justru disambut dengan teriak “ganyang haji peking”, “jangan asal nuduh”,

“jangan plin-plan” dari massa aksi.117 Yel-yel dengan menyebut nama menteri

atau institusi tertentu, sejatinya merupakan salah satu bentuk dari upaya

penghakiman yang dilakukan oleh mahasiswa. Selain upaya mahasiswa untuk

menghakimi para menteri yang dianggap tidak cakap dalam bekerja, mahasiswa

juga melakukan aksi pembohongan terhadap publik. Aksi pembohongan seperti

apa? Ketika Arif Rachman Hakim tertembak dalam aksi demonstrasi pada tanggal

24 Februari 1966, mahasiswa memanfaatkan momen tersebut untuk menggalang

solidaritas yang lebih besar dari masyarakat dan pemuda lainnya. Massa aksi yang

membawa jaket kuning (almamater Univeritas Indonesia) berlumuran darah

sebenarnya bukanlah darah Arif. Berdasarkan pengakuan kawan-kawannya dari

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), darah pada jaket kuning

adalah darah ayam.118 Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menggalang

dukungan yang lebih besar terhadap aksi-aksi mahasiswa.

Akan menjadi sebuah kerancuan jika gerakan mahasiswa justru

menggangu kenyaman masyarakat sekitar. Aksi angkatan 66 adalah sebuah

gerakan yang justru menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat pengguna

jalan. Aki-aksi seperti duduk di jalan justru membuat mobilitas masyarakat

terganggu karena memunculkan kemacetan. Selain itu, aksi pengempesan ban

116
Yozar Anwar, op.cit., hal 39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

mobil dalam rangka membatalkan pelantikan kabinet trikora justru secara tidak

langsung berdampak pada aktivitas masyarakat di sekitarnya.

3. Kelompok Vandalis

Tan Malaka berkata bahwa yang istimewa dari pemuda adalah idealisme.

Namun akan menjadi sebuah kekacauan jika idealisme tersebut tidak diimbangi

oleh apa yang disebut Onghokham sebagai ilmu pengetahuan. Gerakan mahasiswa

66 jika diamati secara lebih cermat, justru melakukan beberapa gerakan yang

justru berdampak pada pengeluaran biaya yang lebih untuk menanggulangi

gerakan-gerakan yang diciptakan. Maksudnya, munculnya gerakan 66

dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang buruk. Bertolak dari itu, jika

gerakan mahasiswa seperti mencoret-coret tembok, bangunan-bangunan,

menghancurkan fasilitas publik dan menempel berbagai selebaran di berbagai

sudut kota yang berdampak pada kotornya kota Jakarta, jelasnya jika diperbaiki

justru memerlukan biaya. Logikanya, jika mahasiswa bergerak karena dorongan

agar perekonomian dapat membaik, mengapa justru melakukan tindakan yang

justru berdampak pada pengeluaran uang negara untuk memperbaiki segala

fasilitas yang rusak akibat gerakan mahasiswa? Tindakan-tindakan vandalisme

tersebut jelasnya tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.

Sebagai contoh kasus pernyataan di atas, pada tanggal 12 Januari 1966,

sebanyak sepuluh ribu mahasiswa mengadakan demonstrasi di sepanjang jalan di

Jakarta Raya. Gedung DPRGR di Senayan adalah tujuan mereka. Selama

berjalannya demonstrasi, mahasiswa melakukan aksi coret-coret terhadap mobil-

117
ibid, hal 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

mobil yang lewat. Isi dari coretan-coretan ialah mengkritisi tindakan pemerintah

yang menaikkan harga kebutuhan pokok. Ketika sampai di gedung DPRGR,

Menko/Ketua DPRGR Arudji Kartawinata dan menteri-menteri/Wakil Ketua

DPRGR Subamia bersama Laksamana Muda Mursalim menerima Cosmas

Batubara, Zamroni, Firdaus Wadjdi, Abdul Gafur dan pemimpin KAMI yang lain

untuk berdialog. Sembari menunggu delegasi bertemu dengan Ketua DPRGR,

mahasiswa masuk ke dalam gedung DPRGR dan mencoret-coret dinding dengan

tulisan seperti; “rakyat melarat”, “menteri-menteri foya-foya di HI”, “bubarkan

PKI”.

Aksi coret-coretan dan penempelan selebaran juga dilakukan pada mobil

yang lewat ketika mahasiswa sedang mengadakan aksi di Departemen Gas dan

Minyak Bumi. Dalam kasus, mahasiswa memang bertanggung jawab

membersihkan aksi-aksi vandalisme yang dilakukannya. Hal tersebut terlihat Pada

tanggal 19 Januari 1966. Ketika itu, delegasi KAMI (dipimpin Cosmas Batubara)

menemui Mayor Jenderal Dr. Sumarno selaku Menteri Dalam Negeri. Dalam

pertemuan tersebut, Sumarno mengatakan agar mahasiswa membersihkan

coretan-coretan, plakat-plakat, dan pamflet yang memenuhi kota Jakarta. Namun

jika diamati, upaya membersihkan kekacauan yang disebabkan oleh mahasiswa

hadir berkat usulan dari seorang menteri. Bukan inisiatif dari mahasiswa itu

sendiri. Selanjutnya, berdasarkan sumber yang didapat, jelas mengatakan bahwa

aksi pembersihan tersebut tidak dijalankan hingga selesai. Hal tersebut terjadi

118
Firman Lubis, op.cit., hal 252.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

karena mahasiswa harus hadir di depan Istana guna mendengar amanat presiden

terkait tritura.

Pada tanggal 23 Februari 1966, setelah mengikuti rapat kesetiaan kepada

Bung Karno yang diadakan di lapangan Banteng, mahasiswa melanjutkan

demonstrasi di Kantor Sekretariat Negara terkait pergantian Kabinet Dwikora.

Sesampainya di kantor Sekneg, Firdaus Wadjid bersama anggota Presidium

KAMI bertemu dengan Kolonel Saelan, Kas Men Cakrabirawa. Setelah

mendengar resolusi mahasiswa, Kolonel Saelan berjanji akan menyampaikan

tuntutan mahasiswa ke presiden. Setelah tiga jam menunggu Kolonel Saelan yang

tak kunjung kembali, massa aksi menjadi marah. Kemarahan tersebut

dilampiaskan dengan merusak barang-barang yang ada di dalam kantor Sekneg.

Pada tanggal 2 Maret 1966, massa aksi yang menggunakan puluhan truk

menuju ke Gedung PLN kembali melakukan aksi dan coret-coret gedung serta

diikuti dengan menurunkan papan merek. Pada tanggal 5 Maret, massa aksi

kembali melakukan aksi coret-coret di sepanjang jalan yang dilalui. Aksi coret-

coret dan penghancuran fasilitas negara kembali dilakukan pada tanggal 8 Maret.

Aksi vandalisme tersebut dilakukan di Gedung Departemen Luar Negeri

(Deparlu) di Jalan Pejambon. Massa aksi (KAMI dan KAPPI) kembali melakukan

demonstrasi di Kantor Berita Hsin Hua di Jalan Tanah Abang pada tanggal 9

Maret. Aksi tersebut berakhir dengan tindakan perusakan sebagian kantor oleh

mahasiswa. Tanggal 10 Maret kembali terjadi aksi perusakan dan pembakaran

mobil oleh aksi massa. Kejadian tersebut terjadi di Gedung Republik Rakyat Cina

(RRC) dan Gedung Perwakilan Dagang RRC di Jalan Cilosari. Tanggal 11 Maret
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

situasi Jakarta makin mencekam. Terjadi aksi pembakaran mobil dan aksi perang

pamflet antar kelompok pendukung Sukarno dengan aksi KAMI dan KAPPI.119

Pada sore harinya, rumah Oei Tjoe Tat120 dihancurkan oleh massa aksi.

4. Aksi Kolaboratif

Aksi demonstrasi tahun 1966 adalah sebuah gerakan kolaboratif antara

mahasiswa, pelajar, dan militer. Hal tersebut tak dapat dipungkiri jika melihat

secara cermat latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa dengan KAMI sebagai

wadah pergerakan. Dalam konteks ini, Suharto sebagai orang yang paling

diuntungkan dari gerakan tersebut, jelas sangat jeli melihat dinamika gejolak

politik di kalangan gerakan mahasiswa. Bertolak dari itu, dia memanfaatkan

organisasi mahasiswa yang masih bersimpati terhadap PSI dan Masyumi yang

telah dibubarkan untuk menyerang Sukarno. Selain itu, Suharto juga

memanfaatkan kalangan Katolik dan Muslim yang sebelumnya telah bersikap

bersebrangan dengan kelompok kiri.

Suharto sangat sadar bahwa dia sendiri tak mampu melawan Sukarno.

Untuk itu dia membutuhkan mahasiswa yang anti komunis dan berbeda

pandangan politik dengan pemerintahan saat itu untuk menyerang Sukarno.121

Aksi kolaboratif tersebut semakin nampak ketika KAMI lahir sebagai wadah baru

dalam pergerakan mahasiswa 1966. Lahirnya KAMI adalah sebuah upaya campur

tanggan oleh militer agar semakin meyakinkan masyarakat bahwa, mahasiswa

119
Yozar Anwar, op.cit.,; Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demosntran, LP3ES, Jakarta 2005,
halaman 123-162.
120
Namanya termasuk dalam daftar menteri-menteri Gestapu dan simpatisannya. Oei Tjoe Tat
adalah salah satu pentolan Baperki. Selengkapnya lihat Soe Hok Gie, Zaman Peralihan,
Gagasmedia, Jakarta, 2005, hal 12.
121
Francois Raillon, op.cit., hal 12-13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

sudah dongkol dengan berbagai kebijakan negara. Menteri PTIP Brigjen dr. Syarif

Thayeb adalah otak dari lahirnya KAMI.

Aksi kolaboratif antara militer dan mahasiswa semakin nyata pada tanggal

15 Januari 1966, Kasdam Jaya Kol Witono dan Kepala Staf Kostrad Kemal Idris

menyediakan truk-truk untuk digunakan mahasiswa menghadiri sidang Kabinet di

Bogor.122 Selanjutnya, Ali Moertopo juga melindungi para mahasiswa ketika

mereka dikejar-kejar oleh intel Cakrabirawa. Para mahasiswa disembunyikan di

kantornya, markas Komando Tempur II Kostrad, Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Para

mahasiswa yang membawa senjata api pada saat demonstrasi, diperoleh dari

usaha Ali Moertopo.123 Selanjutnya, ketika KAMI dibubarkan, Kemal Idris selaku

pemegang komando atas semua pasukan tempur di Jakarta melindungi para

pemimpin KAMI dari bahaya mahasiswa-mahasiswa GMNI.124

Selanjutnya perwira angkatan darat tetap memberi lampu hijau kepada

para demonstran untuk melakukan aksi-aksi walaupun ada larangan dari Amir

Machmud125. Didorong oleh Kemal Idris, Sarwo Edhie dan Ali Murtopo

demonstrasi anti Sukarno pecah lagi. Setelah KAMI dilarang, dua front baru

muncul sebagai upaya melanjutkan aksi-aksi KAMI. Kesatuan Aksi Pemuda

Pelajar Indonesia (KAPPI) dibentuk pada tanggal 9 Februari 1966 guna

mengorganisir para siswa SLA dan para pemuda di balik demonstrasi KAMI.

Ketuanya adalah Husni Thamrin, Sekjen Pelajar Indonesia Islam Indonesia.

122
Peter Kasenda, op.cit., hal 133.
123
Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer, Rahasia-Rahasia Ali Moertopo, Kepustakaan popular
Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing, Jakarta, 2014, hal 17.
124
Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES,
Jakarta, 1986, hal 404-405. Lihat juga, Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar
Harapan, Jakarta, 1999, Hal 204.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Sebuah organisasi yang berorientasi pada Masyumi. Front lainnya adalah Resimen

Arif Rahman Hakim. Aksi koloboratif juga nampak ketika Soe Hok Gie

menyuruh Sindhunata menghubungi Witono selaku KAS KODAM untuk

melakukan tindakan-tindakan preventif dan juga menghubungi Kodim Jakarta

Utara agar mengawasi aksi demonstrasi mahasiswa.126

Setelah terbentuk, massa KAPPI melancarkan aksi demonstrasi ke menteri

P dan K baru. Aksi tersebut dilakukan karena disinyalir Sumardjo selaku menteri

P dan K yang baru pro-PKI dan seorang atheis. Selain itu, Priyono selaku menteri

koordinator P dan K adalah pendukung Partai Murba. Ditambah lagi,

kebijakannya di bidang pendidikan banyak menimbulkan kemarahan bagi pihak

Islam. Pada tanggal 2 Maret, diadakan pula rapat umum di Universitas Indonesia

dan diikuti dengan pawai yang mengarak sebuah boneka mirip Subandrio.127

5. Aksi Pemboikotan

Demonstrasi mahasiswa yang berjalan selama kurang lebih 60 hari,

diwarnai berbagai aksi. Tak ketinggalan aksi boikot yang dilakukan mahasiswa

guna menghambat berbagai kebijakan pemerintah. Aksi-aksi pemboikotan

tersebut sangat beragam. Ada aksi pendudukan pom bensin dengan tujuan

menghimbau masyarakat agar harga bensin tetap dibayar dengan harga normal

(tidak mengikuti kebijakan kenaikan bensin yang diberlakukan pemerintah) dan

mengontrol adanya tindakan pengisian bensin secara mendominasi oleh beberapa

kelompok tertentu. Selain itu, ada juga aksi pengempesan ban mobil dengan

125
Harold Crouch, op.cit., hal 202.
126
Soe Hok Gie, op.cit., hal 143.
127
Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1999, Hal 200-206.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

tujuan menghambat para kabinet yang hendak dilantik presiden di Istana

Merdeka.

Pada tanggal 14 Januari 1966, massa aksi menggunakan puluhan truk

menuju tanjung priok. Tujuannya untuk memprotes kenaikan harga bensin di

kantor Pertamina. Harga bensin yang awalnya RP 250,00 dinaikan menjadi Rp

1.000,00 uang lama. Hal tersebut membuat mahasiswa menuntut agar diturunkan

kembali menjadi Rp 250,00. Setelah mendengar surat pernyataan yang dibacakan

oleh Cosmas Batubara, Sumarno selaku Kepala Bagian Penjualan Jawa Barat dan

Jakarta menyetujui untuk menandatangani instruksi penurunan harga. Setelah

mendengar pernyataan tersebut, massa aksi kemudian bergerak ke semua pompa

bensin dan memerintahkan agar bensin dijual dengan harga Rp 250,00.

Mahasiswa yang berjaga di pom bensin memberi kebijakan setiap mobil hanya

mendapat jatah 10 liter. Mahasiswa menduduki pom-pom bensin di Jakarta hingga

malam hari.128

Pada tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa melakukan aksi pengempesan

ban mobil. Hal ini dilakukan agar para menteri tidak dapat hadir dalam pelantikan

kabinet. Pada pukul 04:15, beberapa anggota KAMI mulai menjalankan aksi

pengempesan ban mobil dan mobil-mobil tersebut diterlentangkan di tengah jalan.

Konsekuensi logis dari tindakan di muka berdampak pada macetnya kendaraan di

sepanjang Jalan Salemba, Jalan Raden Saleh, Jalan Cikini, Jalan Menteng Raya,

depan Hotel Indonesia, Lapangan Banteng, Jalan Nusantara, dan Jalan

128
Yozar Anwar, op.cit., hal 26-28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Harmoni.129 Menanggapi situasi yang ditimbulkan mahasiswa, Sukarno mengutus

helikopter untuk menjemput para menteri. Hal tersebut harus dilakukan. Jika

tidak, besar kemungkinan para menteri akan sulit datang ke Istana Negara karena

terjebak kemacetan parah. Belum lagi aksi massa yang berada di sekitar istana

sangat besar jumlahnya. Hal tersebut dapat menyulitkan pada menteri untuk

masuk ke Istana Negara.

Pada tanggal 11 Maret 1966, mahasiswa kembali turun ke jalan dan

mengempeskan ban-ban mobil di sekitar istana. Tujuannya masih tetap sama,

yaitu agar para menteri tak dapat hadir. Namun, usaha mahasiswa tidak sesuai

harapan, semua menteri berhasil menghadiri sidang kabinet. Hanya Suharto yang

tidak hadir dengan alasan sakit tenggorokan ringan.130

C. Mahasiswa VS Mahasiswa

1. Mahasiswa (tak) Ada Idealisme

Tan Malaka berkata bahwa, idealisme adalah keistimewaan terakhir yang

dimiliki pemuda. Idealisme yang membuat pemuda tergerak atas apa yang

dipandangnya merugikan masyarakat. Sebuah gerakan yang hanya berpatokan

pada salah benar, bukan kuat lemah. Selain itu, idealisme dibutuhkan agar

individu tertentu mempunyai pijakan atau prinsip dalam hidup. Jika melihat

angkatan 66, “idealisme” adalah ungkapan yang jauh panggang dari api. Angkatan

66 adalah kelompok mahasiswa (pemuda) yang bergerak karena dorongan politik

partai dan kelompok tertentu.

129
ibid, hal 134-140.
130
Harold Crouch, op.cit., hal 208.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Pernyataan di muka bukanlah tanpa bukti. Pada bab sebelumnya terlihat

bahwa, organisasi mahasiswa telah terpecah dalam dua kelompok. Organisasi-

organisasi mahasiswa yang berafisiliasi dengan kelompok keagamaan cenderung

tak menyukai organisasi-organisasi mahasiswa “kiri” dan yang cenderung ke

“kiri”. Konfrontasi tersebut semakin nampak ketika Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) diganyang oleh Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dalam

Kongres Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) tanggal 5-10

Juni 1961 di Jakarta.131 Selain itu, GMNI yang adalah “anak” dari PNI juga sering

membantu CGMI ketika diserang oleh HMI dan kawan-kawannya.132 Semua

peristiwa tersebut jelas menjadi dendam yang terpatri dalam ingatan mahasiswa

HMI.

Setelah melihat pemaparan di muka, agak sedikit sulit jika harus

mengatakan gerakan mahasiswa 66 adalah sebuah gerakan yang didasarkan

sepenuhnya pada idealisme mahasiswa. Pada dasarnya, gerakan tersebut hadir dari

latar belakang sentimen antar organisasi mahasiswa (terpengaruh oleh garis

politik partainya) yang telah terpupuk begitu lama. Bersamaan dengan semakin

membesarnya sentimen tersebut, terjadi pula peristiwa berdarah pada oktober dini

hari. Peristiwa tersebut memberi alasan bagi mahasiswa (khususnya yang kontra

PKI dan kebijakan Sukarno) untuk bangkit dan melawan. Pada saat yang

bersamaan, Suharto memanfaatkan sentimen antar kelompok mahasiswa untuk

memuluskan jalannya menjadi penguasa nantinya.

131
Sulastomo, op.cit., hal 1.
132
M. Alfan Alfian, op.cit., hal 170.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

Permusuhan antar kelompok mahasiswa tersebut sangat nyata ketika

terjadi penculikan dan pembunuhan para jenderal. Pasca kejadian tersebut, Jusuf

Wanandi bersama mahasiswa-mahasiswa dari HMI membentuk organisai KAP-

Gestapu yang nantinya berganti nama menjadi Front Pancasila.133 Seperti telah

dikatakan di atas, gerakan ini adalah upaya “jemput bola” yang dilakukan oleh

organisasi mahasiswa yang jauh-jauh hari telah bersitegang dengan CGMI,

GMNI dan kelompok “kiri”. Bagi mereka, peristiwa tersebut dapat digunakan

sebagai momen yang sangat baik untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya.

Jelas, gerakan-gerakan tersebut muncul bukan karena sikap idealis mahasiswa,

melainkan sikap ideologi partai yang telah diyakini sebagai “kebenaran”.

2. Fanatisme Membabi-buta

Gerakan mahasiswa tahun 1966 adalah gerakan yang muncul karena (salah

satunya) begitu tingginya sikap fanatisme antar kelompok. Mengapa dikatakan

demikian? Jika diamati dengan serius, lahirnya demonstrasi mahasiswa (salah

satunya) karena latar belakang organisasi mahasiswa yang saling bermusuhan.

Sikap bermusuhan tersebut terang terpengaruh dari partai-partai politik di atasnya.

Terkait sikap mahasiswa tentang kebijakan pemerintah di sektor ekonomi,

hanyalah sebuah pelengkap untuk melegalkan dan memperkuat alasan mahasiswa

untuk melakukan demonstrasi. Lahirnya KAMI adalah bentuk representatif dari

para kelompok mahasiswa yang memposisikan diri sebagai kelompok anti

komunis. KAMI terdiri dari organisasi mahasiswa yang tergabung dengan Partai

Islam, PSI, Partai Katolik, dan IPKI. HMI memiliki massa yang banyak dalam

133
Yusuf Wanandi, op.cit., hal 223. Lebih lengkap terkait susunan pengurus KAP-Gestapu baca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

KAMI. Sementara organisasi-organisasi yang berada di bawah pengaruhi aktivis

PSI menduduki posisi pimpinan dalam jumlah yang melampaui proporsi.134

Bertolak dari pernyataan di muka, maka tidak mengherankan jika pada

tahun 1966, sering sekali terjadi perkelahian antar sesama mahasiswa. Sering

terjadinya perkelahian antar mahasiswa salah satunya disebabkan karena sikap

fanatisme yang tumbuh di dalam benak mahasiswa. Sehingga akan menjadi logis

jika pernyataan yang dikeluarkan oleh partai tertentu diterima sebagai dogma

kebenaran oleh mahasiswa. Sebagai contoh, ketika terjadi demonstrasi besar-

besaran yang dilakukan oleh KAMI selama kurang lebih 60 hari, mahasiswa dari

ASU-Germindo (Ali Suratman - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia)

menemui Sukarno dan berjanji akan membela Bung Karno sampai mati.

Selanjutnya, Bung Karno menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk

berdiri di belakangnya. Melanjutkan pernyataan Sukarno, Subandrio mengajurkan

didirikannya Barisan Sukarno. Menanggapi pernyataan Subandrio, GMNI ASU,

UBK, dan Germindo bergerak merobek semua poster yang ditempel oleh

KAMI.135 Selanjutnya, kelompok mahasiswa yang menjadi simpatisan Sukarno

merasa tersinggung dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh KAMI Bandung

terhadap Sukarno. Ketidaksukaan tersebut diwujudkan dengan cara menyerang

kampus ITB oleh GMNI.136

juga M. Alfan alfian, HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, Kompas,
Jakarta, 2013, hal 178.
134
Ulf Sundhaussen, op.cit., hal 396.
135
Soe Hok Gie, op.cit., hal 150-151.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

3. Kelompok Terkontrol

Jika mahasiswa identik dengan kelompok yang mengontrol kebijakan

pemerintah, maka hal tersebut tidak berlaku pada gerakan mahasiswa 1966.

Gerakan mahasiswa 66 adalah sebuah kontradiksi dari apa yang disebut

“kelompok pengontrol”. Gerakan mahasiswa 66 adalah gerakan yang dikontrol

oleh kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan.137

Sebelum KAMI terbentuk, ada organisasi mahasiswa ekstra yang bernama

PPMI. Namun setelah peristiwa berdarah pada oktober dini hari, PPMI selaku

organisasi ekstra universitas tak mampu bersikap atas situasi tersebut. Hal itu

dikarenakan PPMI dikuasai oleh mahasiswa GMNI yang adalah “anak” dari PNI.

Sikap GMNI jelas, menunggu keputusan dari Sukarno. Menanggapi hal tersebut,

dengan bantuan militer para mahasiswa yang anti komunis membentuk KAMI

sebagai pengganti PPMI. Tak berhenti sampai disitu, dalam hal perumusan

tuntutan mahasiswa (tritura), mahasiswa pun diintervensi oleh militer. Hal

tersebut sangat nampak ketika KAS KODAM Kol Witono menghimbau agar

dimasukkan juga pembubaran PKI dan pergantian kabinet dalam tuntutan-tuntutan

mahasiswa. Hal tersebut pada kenyataannya tidak ditentang oleh mahasiswa.

Mereka malah mengikuti kemauan KAS KODAM Kol Witono.

Di kubu mahasiswa yang pro Sukarno, nampak jelas mereka diarahkan

untuk menghancurkan lawan-lawan politik Sukarno. Hal tersebut tercermin ketika

Subandrio menghimbau kepada mahasiswa untuk membentuk Barisan Sukarno.

136
Ibid, hal 156-159.
137
Untuk gerakan mahasiswa yang kontra-PKI (KAMI), Angkatan Darat adalah dalang yang
mengontrol dan mengarahkan bagaimana gerakan mahasiswa tersebut bergerak. Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Himbau tersebut langsung diterima sebagai sabda tanpa ada upaya menanyakan

kebijakan tersebut. Jika diamati, himbauan Subandrio untuk membentuk Barisan

Sukarno adalah indikasi adanya sebuah harapan terjadi konfrontasi yang lebih

serius antar sesama mahasiswa. Pernyataan tersebut semakin jelas ketika

Subandrio mengatakan bahwa para mahasiswa hendaknya siap berkelahi secara

fisik. Dia juga menegaskan bahwa, sebuah teror haruslah dibalas dengan kontra

teror.138

Orasi-orasi yang dilakukan oleh Subandrio memiliki dampak yang sangat

nyata pada hari-hari menuju keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966. Hal tersebut

terjadi karena, KAMI sebagai kelompok yang kontra pemerintahan saat itu telah

bersiaga guna menerima serangan dari mahasiswa yang pro Sukarno. Bertolak

dari pernyataan di muka, jelasnya sikap saling memusuhi semakin besar di kedua

kelompok mahasiswa. Hal tersebut nampak ketika KAMI meneriakkan yel-yel

ganyang ASU. Dalam catatan hariannya, Yozar Anwar mencatat:

Begitu selesai upacara di lapangan Banteng, begitu barisan


KAMI maju dan meneriakan ganyang plintat-plintut, ganyang
ASU139

Hari Rabu tanggal 2 Februari 1966, ketika mengadakan upacara dwi-

windu di halaman Fakultas Kedokteran UI, terjadi lagi perkelahian antara anggota

KAMI dengan GMNI-ASU. Pada hari Senin tanggal 7 Februari, kembali terjadi

penusukan yang dilakukan oleh anggota GMNI-ASU terhadap Ketua Senat

Mahasiswa Tingkat III Fakultas Kedokteran UI. Selasa 8 Maret, setelah

kelompok mahasiswa seperti GMNI adalah kelompok yang dikontrol oleh Subandrio dan
Sukarno.
138
Yozar Anwar, op.cit., hal 156-159.
139
ibid, hal 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

menghadiri rapat umum di Istora dalam rangka peringatan “Hari Internasional

Wanita”, massa ASU terlibat perkelahian dengan massa KAPPI dan KAMI.

Kedua kelompok tersebut saling serang menggunakan batu dan juga saling pukul-

pukulan.140 Kejadian di muka semakin menegaskan bagaimana mahasiswa kala

itu menjadi “mainan” para kelompok yang memiliki kepentingan.

D. Akhir KAMI dan Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim

1. Kesakralan (KAMI) Yang Tak Sakral

KAMI tidaklah sakral. Hal tersebut diucapkan Suharto ketika para

pentolan KAMI menemui dia di kediamannya di Jalan Agus Salim. Latar

belakang yang mendorong kedatangan pentolan KAMI tersebut karena KAMI

dilarang oleh Sukarno. Hal yang lebih penting adalah, ketika keputusan

pembubaran KAMI dikeluarkan oleh Sukarno, Suharto yang hadir dalam sidang

tersebut justru menyepakati keputusan tersebut. Para pentolan KAMI menemui

Suharto guna mempertanyakan sikapnya. Hal tersebut dilakukan karena harus

diakui, KAMI adalah kelompok pendobrak militer Suharto. Melalui KAMI inilah

Suharto menjalankan rencananya. Sebuah konfrontasi menggunakan tangan orang

lain dengan harapan lawan tersebut akan kalang kabut dan pada akhirnya dapat

dihancurkan.

Berbagai aksi yang dilakukan mahasiswa nyatanya tidak membuat

Sukarno melunak. Dia justru menjadi muak atas berbagai gerakan kaum

demonstran yang berdampak pada terbunuhnya beberapa mahasiswa akibat

tembakan dari Cakrabirawa. Akumulasi kemarahan tersebut diwujudkan dengan

140
ibid, hal 83, 187-188.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

mengeluarkan suatu perintah untuk membubarkan KAMI. Ketika keputusan

tersebut dikeluarkan, Suharto selaku orang yang menginisiasi agar mahasiswa

menjadi partnership bagi militer dalam menumbangkan Sukarno, justru

menyepakati pembubaran tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden tertanggal 26 Februari 1966 No

41/Kogam/1966, maka KAMI dinyatakan bubar. Berikut isi keputusan tersebut:

Melarang demonstrasi maupun berkumpul lebih dari lima orang.


Pelarangan ini khususnya ditujukan kepada mahasiswa. Mereka
yang membantu dalam memungkinkan adanya pelanggaran
terhadap larangan di atas juga akan diambil tindakan setimpal…141

Berdasarkan catatan Jusuf Wanandi, ketika mereka (Yusuf Wanandi,

Mashuri, Harry Tjan, dan beberapa pentolan KAMI) mendengar adanya perintah

untuk membubarkan KAMI, mereka mengunjungi Soeharto di kediamannya yang

berada di Jalan Agus Salim. Suharto menerima mereka di rumahnya. Tanpa basa-

basi, mereka langsung menanyakan kepada Suharto kenapa dia membiarkan

Sukarno membubarkan KAMI. Suharto merespon pertanyaan mereka dengan

jawaban yang sangat tegas dan menikam. Suharto mengatakan bahwa, jika mereka

ingin dipimpin oleh Suharto, maka mereka harus mengikuti cara “main” Suharto.

Jika mahasiswa tidak berkenan, mereka dipersilakan Suharto untuk “jalan

sendiri”.142

Diskusi terkait kondisi di muka dan antisipasi terkait berbagai

kemungkinan yang akan terjadi, telah dibicarakan lebih duluan. Suharto

mengatakan, jika mereka ingin Suharto memimpin, mereka harus mengikuti

141
Ibid, hal 147.
142
Jusuf Wanandi, op.cit., hal 63.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

caranya dia. Suharto berkata, jika mereka (Sukarno) membubarkan kalian

(KAMI), kalian masih bisa membentuk sebuah organisasi yang baru. Memangnya

KAMI sakral? Demikian pertanyaan yang diajukan kepada mahasiswa.143 Jika

bertolak dari pernyataan Suharto, akan semakin terang korelasi antara lahirnya

Resimen Arif Rahman Hakim sebagai respon atas pembubaran KAMI. Seperti

dikatakan di muka, “jika mereka (Sukarno) membubarkan kalian (KAMI),

bentuklah organisasi baru”. Pernyataan tersebut semakin memperkuat argumen

selama ini bahwa Resimen Arif Rahman Hakim adalah kamuflase dari KAMI

sendiri.

2. Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim

Memandang situasi yang makin keruh, pentolan mahasiswa merasa perlu

membangun sebuah organisasi baru yang berlandaskan disiplin ketat dan

semangat militer. Alasan tersebut yang mendorong penggunaan istilah “resimen”

dalam rangka membentuk wadah pergerakan baru pengganti KAMI. Keputusan

Sukarno untuk mengangkat menteri-menteri yang diindikasikan berafisiliasi

dengan PKI semakin membuat mahasiswa geram. Berbagai aksi dilakukan

mahasiswa guna menghambat jalannya pelantikan para menteri baru. Aksi-aksi

mahasiswa pada titik kulminasi tertentu semakin memanas ketika Arif Rahman

Hakim ditembak oleh Cakrabirawa. Tertembaknya Arif Rahman Hakim dalam

aksi tertanggal 24 Februari 1966, semakin membakar amarah massa aksi. Bertolak

dari berbagai peristiwa tersebut, Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden

tertanggal 26 Februari 1966 No 41/Kogam/1966 yang isinya membubarkan

143
Ibid, hal 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

KAMI. Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim adalah konsekuensi logis dari

dibubarkannya KAMI.

Tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa melakukan aksi guna mencegah

para menteri mengikuti pelantikan kabinet di Istana Negara. Dalam aksi yang

semakin panas, Cakrabirawa mengeluarkan tembakan yang membunuh Arif

Rahman Hakim. Pelarangan KAMI ditanggapi dengan cepat oleh KAMI Jaya.

Tak menunggu waktu lama, Presidium KAMI Jaya melalui biro pengerahan

massa dengan Fahmi Idris sebagai ketuanya, mengambil alih pola perjuangan

yang bersifat operasional. Memandang situasi yang makin keruh, pentolan

mahasiswa merasa perlu membangun sebuah organisasi baru yang berlandaskan

disiplin ketat dan semangat militer.144

Pemikiran tersebut ialah dengan membentuk badan khusus perjuangan

dalam KAMI Jaya. Situasi yang mendesak mendorong para pentolan KAMI untuk

membentuk tim pemikir dalam rangka menjalankan taktik-taktik perjuangan.

Untuk alasan demikian, dibentuklah tim pemikir yang terdiri dari tiga orang;

Ketua Firdaus Wadjid, deputi I Marsillam Simanjuntak bertugas memikirkan dan

menganalisa situasi perjuangan, deputi II Hakim Sorimuda dengan tugas

operasional. Hasil pemikiran tim di atas, maka terbentuklah sebuah organisasi

baru pengganti KAMI. Untuk itu dibentuklah Laskar Ampera dengan sebutan

Resimen Arif Rahman Hakim yang terdiri dari tujuh batalion. Tujuh batalion

tersebut terdiri dari enam jenderal dan satu perwira tinggi yang dibunuh. Resimen

Arif Rahman Hakim berasal dari 24 universitas, perguruan tinggi dan akademi

144
Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 332.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

yang berada di Jakarta. Resimen tersebut diresmikan pada tanggal 4 Maret

1966.145 Sehari setelah peresmian Laskar Ampera, dibentuklah tujuh batalion

dengan nama; Yon Yani, Yon Parman, Yon Sutoyo, Yon Panjaitan, Yon Tendean,

Yon Haryono dan Yon Suprapto. Kegiatan batalyon tersebut di bawah koordinasi

Laskar Ampera/Resimen Arif Rahman Hakim.146

3. Penegasan Partnersip

Memasuki bulan Maret 1966, gelombang demonstrasi makin meningkat.

Hal tersebut berbanding lurus dengan gelombang konfrontasi antara mahasiswa

yang makin besar. Di sisi lain, militer semakin menegaskan keberpihaknya pada

mahasiswa. Berbagai cara dilakukan oleh Kemal Idris, Sarwo Edhie dan Ali

Moertopo agar para mahasiswa tidak berhenti melakukan demonstrasi. Di lain

sisi, penegasan partnership antara militer (Angkatan Darat) dengan mahasiswa

semakin jelas. Hal tersebut sangat nampak ketika para pemimpin KAMI

dilindungi oleh militer ketika dikeluarkannya keputusan Kogam tentang

pelarangan KAMI. Tak berhenti sampai di situ, militer melangkah lebih jauh

dengan tidak mengindahkan perintah Pejabat Menteri P dan K Leimena yang

menginstruksikan agar Universitas Indonesia ditutup. Hal tersebut dilakukan

karena mahasiswa tidak mengindahkan hasil keputusan Kogam.

Pada tanggal 15 Januari 1966, Kasdam Jaya Kol Witono dan Kepala Staf

Kostrad Kemal Idris menyediakan truk-truk untuk digunakan mahasiswa guna

menghadiri sidang Kabinet di Bogor.147 Selanjutnya, Ali Moertopo juga

145
Ibid, hal 333
146
Yozar Anwar, op.cit., hal 182. Lihat juga keterangan tersebut pada catatan kaki no 26 dalam
bukunya Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 333.
147
Peter Kasenda, op.cit., hal 133.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

melindungi para mahasiswa ketika mereka dikejar-kejar oleh intel Cakrabirawa.

Para mahasiswa yang dikejar disembunyikan di kantornya, markas Komando

Tempur II Kostrad, Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Selain itu, Ali Moertopo juga

memberikan senjata api pada massa KAMI ketika melakukan demonstrasi.148

Selanjutnya, ketika KAMI dibubarkan, Kemal Idris selaku pemegang komando

atas semua pasukan tempur di Jakarta melindungi para pemimpin KAMI dari

bahaya mahasiswa-mahasiswa GMNI.149

Keluarnya larangan berkumpul lebih dari lima orang jelas tidak dihiraukan

mahasiswa. Pada tanggal 2 Maret 1966 di Universitas Indonesia, diadakan rapat

umum KAPPI. Setelah itu, massa aksi melakukan pawai di jalan raya sembari

membawa boneka (dinaikkan ke mobil) mirip Subandrio yang digantungkan di

tiang. Melihat aksi tersebut, pemerintah melalui Pejabat Menteri P dan K Leimena

mengeluarkan perintah untuk menutup UI. Namun, perintahnya diabaikan oleh

tentara yang berjaga di kampus tersebut.150

Penegasan partnership yang sangat terang adalah lahirnya sebuah wadah

perjuangan baru yang secara susunan dan penyebutan nama organisasi, tak dapat

dipisahkan dari militer. Penggunaan nama resimen jika merujuk pada Kamus

Besar Bahasa Indonesia adalah pasukan tentara yang terdiri atas beberapa batalion

yang biasanya dikepalai oleh seorang perwira menegah.151 Resimen Arif Rahman

Hakim sebagai wadah perjuangan baru mengganti KAMI, pada dasarnya sama

148
Seri Buku Saku Tempo, op.cit., hal 17.
149
Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES,
Jakarta, 1986, hal 404-405. Lihat juga, Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar
Harapan, Jakarta, 1999, Hal 204.
150
Harold Crouch, op.cit., hal 206.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

dengan definisi di muka. Jika diamati, dalam organisasi tersebut dibentuk juga

batalion-batalion sehari setelah peresmian Laskar Ampera. Batalion-batalion

tersebut ialah; Yon Yani, Yon Parman, Yon Sutoyo, Yon Panjaitan, Yon Tendean,

Yon Haryono dan Yon Suprapto. Kegiatan batalyon tersebut di bawah koordinasi

Laskar Ampera/Resimen Arif Rahman Hakim.152

151
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2008
edisi IV.
152
Yozar Anwar, op.cit., hal 182. Lihat juga keterangan tersebut pada catatan kaki no 26 dalam
bukunya Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 333.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

DAMPAK GERAKAN MAHASISWA 1966

A. Supersemar: Konsolidasi Pemerintahan Baru

1. Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret

Demonstrasi mahasiswa di sekitar istana mewarnai sidang penyempurnaan

Kabinet Dwikora yang berlangsung di Istana Merdeka Jakarta. Ketika Sukarno

sedang memimpin rapat, dia dikagetkan dengan adanya kabar yang disampaikan

oleh Brigadir Jenderal M Sabur (Komandan Resimen Cakrabirawa) terkait adanya

pasukan-pasukan tidak beridentitas153 yang berkeliaran di sekitaran monas.

Mendengar kabar tersebut, Sukarno bersama Subandrio dan Chairul Saleh

langsung berangkat ke Istana Bogor menggunakan helikopter. Sebelum berangkat,

Sukarno memberikan tanggung jawab kepada Dr. J. Leimena untuk memimpin

rapat. Setelah rapat selesai, Dr. J. Leimena menyusul Sukarno ke Istana Bogor.

Pada hari yang sama, tiga perwira peserta rapat juga menyusul Presiden Sukarno

ke Istana Bogor.

Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen M Yusuf, dan Brigjen Amir Macmud

adalah ketiga perwira tinggi yang menyusul Sukarno ke Istana Bogor. Kedatangan

mereka tak dapat dipisahkan dari Suharto sebagai pengutus. Hal itu dapat dilihat

ketika ketiga perwira tersebut sebelum menyusul Sukarno ke Istana Bogor,

mereka menyempatkan waktu untuk mampir ke rumah Suharto di Jalan Agus

153
Terkait pasukan yang tidak beridentitas, Julie dan Patrick menulis bahwa; pasukan-pasukan
tersebut adalah satuan RPKAD di bawah pimpinan Sarwo Edhie. Lebih lanjut baca Julie
Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru:Penyelewengan Hukum & Propaganda
1965-1981, Komunitas Bambu, Jakarta, 2013, hal 163

89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Salim no 98 Jakarta. Setelah dari rumah Suharto, barulah ketiga perwira tinggi

tersebut menyusul Sukarno.154

Kedatangan ketiga perwira tersebut pada awalnya ditanggapi dengan

emosional oleh Sukarno. Namun melalui dialog yang panjang, akhirnya emosi

Sukarno berangsur-angsur reda. Dalam pertemuan itu, ketiga perwira mampu

meyakinkan Presiden Sukarno untuk membuat sebuah surat perintah yang dapat

diberikan kepada Suharto guna memulihkan situasi politik. Surat Perintah yang

dibuat oleh Sukarno pada akhirnya digunakan oleh Suharto untuk

menjatuhkannya.

Surat Perintah yang dibuat oleh Sukarno dicurigai hadir karena berbagai

tekanan yang dilakukan oleh ketiga perwira utusan Suharto.155 Apa pun argumen

yang dikemukakan, faktanya Surat Perintah itu telah menjadikan Suharto berkuasa

secara de facto. Setelah mendapat Surat Perintah, ketiga utusan Suharto langsung

kembali ke Jakarta guna menyerakkannya kepada Suharto. Ketika Surat Perintah

tersebut sampai pada Suharto, ia langsung bekerja keras untuk melahirkan sebuah

Surat Keputusan Presiden No. 1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 yang ia

tandatangani. Keesokan harinya, ia langsung mengumumkan pembubaran PKI

berdasarkan surat yang dibuatnya.156

Bertolak dari Surat Perintah yang dikeluarkan Sukarno, Suharto

melangkah lebih jauh dengan membuat Surat Keputusan Presiden yang

154
Baskara T. Wardaya, SJ, Membongkar Supersemar!: Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak
Melawan Bung Karno, Galang Press, Yogyakarta, 2009, hal 119-120.
155
Asvi Warman Adam, Pelurusan Sejarah Indonesia, Tride, Yogyakarta, 2004, hal 230-231.
156
Baskara T. Wardaya, SJ, op.cit., hal 120-121.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

ditandantanganinya sendiri. Isi Surat Keputusan berkaitan dengan pembubaran

PKI tersebut disiarkan melalui RRI, antara lain sebagai berikut:

…Letnan Jenderal Suharto berdasarkan Surat Perintah 11 Maret,


dengan Keputusan No. 1/3/1966 membubarkan PKI dan segala
ormasnya.157

Mendengar kabar dari RRI, mahasiswa sebagai salah satu kelompok yang

secara intens menuntut agar PKI dibubarkan, sangat senang. Masyarakat yang

telah terpengaruh oleh aksi-aksi mahasiswa dan pemberitaan yang dikeluarkan

oleh RRI dan Surat Kabar Angkatan Darat, turut larut dalam kegembiraan.

Mereka menganggap bahwa, KAMI, KAPPI, RPKAD, Kostrad dan (terkhusus)

Suharto sebagai pahlawan atas keluarnya keputusan tersebut.158

Pada hari yang sama, diadakan pawai kemenangan keliling Kota Jakarta.

Nampak massa KAMI dan KAPPI tertawa ria bersama para pasukan RPKAD dan

Kostrad. Pawai ini dilakukan sebagai salah satu bentuk kepuasan terhadap

berbagai tuntutan yang telah dilakukan oleh mahasiswa selama kurang lebih enam

puluh hari.159 Namun, pawai itu semakin memperkuat relasi perkoncoan antara

Angkatan Darat dan mahasiswa.

2. Kabinet Ampera

Setelah menerima Surat Perintah 11 Maret 1966, Suharto bergerak cepat

dengan membubarkan PKI dan Kabinet 100 menteri bentukan Sukarno. Menteri-

menteri yang diindikasikan terlibat dengan PKI dicopot. Bersama kroni-kroninya,

Suharto membentuk sebuah kabinet baru dengan nama “Kabinet Ampera (Amanat

Penderitaan Rakyat)”. Kabinet ini secara jelas menggambarkan relasi kekuasaan

157
Ahmaddani G-Martha dkk, op,cit., hal 397.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

antara para pemimpin KAMI dan Suharto. Pemimpin-pemimpin KAMI

dimasukkan ke jajaran kabinet 100 menteri guna mengisi kekosongan jabatan

akibat dikeluarkannya menteri-menteri yang diindikasikan terlibat dengan PKI.

Kabinet 100 menteri yang ditolak oleh Angkatan Darat pada tanggal 16

Maret, akhirnya dapat terwujud pada tanggal 18 Maret 1966. Upaya penangkapan

para menteri yang tidak disukai oleh Angkatan Darat, disokong oleh barisan

pendobraknya. Setelah berkonsultasi dengan Kemal Idris dan Sarwo Edhie,

anggota-anggota KAPPI dan anggota laskar mulai menculik beberapa menteri

antara lain Menteri Kehakiman Astrawinata, Menteri Negara Sudibjo, Menteri

Koordinator Pendidikan dan Kebudayaan Prijono. Dalam aksi tanggal 16 Maret,

mereka juga menculik Ketua DPRGR I Gusti Gede Subamia. Sementara Oei Tjoe

Tat dan Jusuf Muda Dalam berhasil meloloskan diri. Para menteri yang ditangkap

selanjutnya dibawa ke markas besar Kostrad.

Pada tanggal 18, upaya untuk menangkap para menteri semakin serius.

Pasukan-pasukan serta beberapa tank dijajarkan di jalan guna menangkap para

menteri yang masuk dalam daftar penangkapan. Beberapa menteri yang berhasil

meloloskan diri, berlindung di istana. Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang

diutus untuk menangkap para menteri, telah mengepung istana dengan perintah

tak boleh seorang pun meloloskan diri. Sementara itu, Amir Mahmud diberi tugas

meminta kepada Sukarno untuk merelakan Subandrio ditangkap. Ketika

Subandrio dibawa pergi, Sukarno memohon agar Amir tidak membunuhnya.

Menteri-menteri yang lain sebagian ditangkap di istana dan ada yang ditangkap di

158
Yozar Anwar, op.cit., hal 198-201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

tempat lain kecuali Achadi dan Surachman yang berhasil meloloskan diri. Semua

menteri yang ditangkap adalah orang-orang yang membantu presiden untuk

mengembalikan tentara di bawah kontrol presiden.160

Setelah para menteri ditangkap, terjadi kekosongan pada beberapa posisi

dalam DPRGR. Kekosongan tersebut diisi oleh beberapa pentolan (KAMI)

mahasiswa pada saat itu. Soe Hok Gie sebagai salah satu aktivis 66 menentang

keras masuknya pentolan-pentolan mahasiswa yang duduk dalam kursi-kursi

DPRGR. Sebagai bentuk protes terhadap keputusan teman-temannya, Soe Hok

Gie membeli berbagai perlengkapan perempuan (gincu, bedak, kutang dan lipstik)

untuk diberikan kepada mereka. Marsillam selaku temannya Gie juga sangat

kecewa dengan keputusan kawan-kawan mereka. Ada 13 mahasiswa yang

menjadi anggota dewan setelah Sukarno lengser pada 1967. Beberapa di

antaranya adalah Fahmi Idris, Firdaus Wadjdi, Yosar Anwar, Sofjan Wanandi dan

Cosmas Batubara.161

3. Dualisme Kepemimpinan

Keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966162 serta diikuti dengan

pelembagaan Supersemar melalui TAP MPRS nomor IX/MPRS/1996 dan juga

pembentukan presidium yang diketuai oleh Suharto, menjadi momen awal

lahirnya pandangan adanya dualisme kepemimpinan dalam satu negara. Surat

Perintah 11 Maret yang diberikan oleh Sukarno kepada Suharto, (sengaja) disalah

tafsirkan oleh Suharto. Suharto dengan berpegang pada Surat Perintah tersebut,

159
Ahmaddani G-Martha dkk, op.cit., hal 397.
160
Harold crouch, op.cit., hal 215-216.
161
Seri Buku Tempo, op.cit., hal 89-91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

bertindak jauh melewati batas kewenangannya. Surat Perintah 11 Maret dijadikan

alat legitimasi atas semua tindakannya. Tindakan-tindakan yang diambil oleh

Suharto terang membuat senang hati mahasiswa dan masyarakat yang aspirasinya

termuat dalam Tritura. Tindakan-tindakan Suharto pada akhirnya menggiring

opini publik seakan-akan Surat Perintah 11 Maret adalah surat pengalihan

kekuasaan.

Sukarno sangat marah ketika terjadi apel besar Supersemar pada tanggal

12 Maret 1966. Hal itu dikarenakan terjadi salah penafsiran terkait intruksi

tentang eksistensi PKI. Sukarno dalam Surat Keputusan tersebut tidak pernah

menyuruh untuk membubarkan PKI. Menanggapi masalah di atas, Sukarno pada

tanggal 14 Maret 1966, mengumpulkan semua panglima di Istana untuk dimarahi.

Suharto sebagai orang yang paling paham tentang latar belakang kemarahan

Sukarno, tetap tenang dan berpura-pura tidak tahu.163 Bergerak lebih jauh,

kekuatan anti PKI mendorong Suharto untuk mengundang Sidang MPRS guna

mendapatkan dukungan konstitusional terhadap Surat Perintah 11 Maret. Bertolak

dari itu, pada tanggal 21 Juni - 5 Juli 1966 diadakan sidang istimewa MPRS guna

mengukuhkan kekuatan Supersemar. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan

jika sewaktu-waktu Sukarno menarik kembali surat perintah tersebut.164

Penegasan terkait dualisme kepemimpinan semakin nyata ketika dibentuk

presidium kabinet yang terdiri dari enam orang. Leimena, Ruslan Abdulgani, dan

pemimpin Nahdatul Ulama Idham Chalid adalah orang-orang yang dekat dengan

162
Terkait isi Surat Perintah 11 Maret 1966 silakan baca bukunya Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan
Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015, hal 142.
163
Yusuf Wanandi, op.cit., hal 69.
164
Harold Crouch, op.cit., hal 225.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Sukarno. Walaupun terdiri dari enam orang, hanya tiga orang yang memainkan

peran penting dalam presidium kabinet tersebut. Mereka adalah Suharto, Adam

Malik dan Sultan Hamengkubuwono IX.165 Setelah sidang MPRS, Suharto

memimpin presidium yang terdiri dari tiga anggota,166 yakni Suharto sebagai

ketua dan anggota merangkap Menteri Pertahanan dan Keamanan, Sri Sultan

Hamengku Buwono IX sebagai anggota dan Menteri Perekonomian, serta Adam

Malik sebagai anggota dan Menteri Luar Negeri. Pada titik ini, Sukarno tetap

presiden yang sah, tetapi yang menjalankan pemerintahan sehari-hari adalah

presidium.167

Berakhirnya dualisme kepemimpinan ditandai dengan adanya Sidang

Istimewa yang diadakan pada tanggal 7-12 Maret 1967. Sidang tersebut berhasil

mencabut kekuasaan eksekutif Presiden Sukarno dan mengukuhkan Jenderal

Suharto sebagai pejabat presiden. Terkait dualisme kepemimpinan, John D. Legge

mengatakan, MPRS telah menarik fungsi kepresidenan dari Sukarno, tetapi bukan

titelnya.168 Maksudnya, pada posisi seperti ini, Sukarno hanya menjadi sebuah

simbol dari pemimpin negara. Tugas-tugas pemimpin negara justru dijalankan

oleh Suharto yang menjabat sebagai Pejabat Presiden.

4. Suharto Menjadi Presiden

Secara de facto, Suharto menjadi presiden pasca lahirnya Surat Perintah

yang penuh kontrovesial. Pada tahun 1968, melalui sidang MPRS Suharto secara

de jure diangkat menjadi Presiden Indonesia yang ke dua. Surat Perintah 11 Maret

165
Ibid, hal 224.
166
Tiga kabinet lainnya hanya sebagai simbol. Upaya-upaya tersebut dapat dipandang sebagai
sikap kehati-hatian Suharto dalam menghadapi Sukarno.
167
Yusuf Wanandi, op.cit., hal 71.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

1966 menjadi awal lahirnya penguasa baru di Indonesia. Surat Perintah itu

dikeluarkan oleh Sukarno di bawah tekanan akan ancaman perang saudara di

dalam negeri. Ancaman tersebut tidak dapat dilepaskan dari ulah “orang-orang”

Suharto seperti Subchan Zainul Echsan, Sarwo Edhie dan Wanandi Bersaudara.

Mereka adalah otak dari munculnya berbagai demonstrasi pasca pembunuhan para

jenderal.169 Suharto yang diberi amanat oleh Sukarno melalui Surat Perintah 11

Maret, justru mengambil kesempatan untuk menggusur Sukarno dari jabatannya.

Supersemar selanjutnya menjadi alat legitimasi bagi Suharto untuk melegalkan

berbagai tindakan atas pembantaian kaum komunis maupun simpatisan dan yang

diindikasikan terlibat PKI.

Setelah Surat Perintah 11 Maret keluar, serta dilanjutkan dengan

pembubaran PKI dan penangkapan para menteri yang diindikasikan dekat dengan

kelompok PKI, mahasiswa masih merasa khawatir jika sewaktu-waktu Sukarno

menjadi murka dan menarik kembali surat perintah yang telah dikeluarkan.

Kemungkinan yang lebih parah yang ditakutkan mahasiswa adalah, Sukarno

menjadi murka dan mengadakan konfrontasi dengan Suharto serta kembali

mengambil kekuasaan dari Suharto.170 Bertolak dari rasa takut tersebut,

mahasiswa mengusulkan sidang Istimewa MPRS guna meminta

pertanggungjawaban Sukarno selama masa kepemimpinannya terutama terkait

168
John D. Legge, Sukarno: Sebuah Biografi Politik, Sinar Harapan, Jakarta, 1985, hal 466.
169
Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru:Penyelewengan Hukum &
Propaganda 1965-1981, Komunitas Bambu, Jakarta, 2013, hal 162-163.
170
Rasa ketakutan tersebut kenyataannya tidak terjadi. Sukarno sangat menyadari berbagai
konsekuensi yang akan terjadi jika dia mengerakan simpatisannya untuk mendukungnya
melawan Suharto. Sukarno tak mau negara yang telah dia persatukan dari sabang hingga
Merauke menjadi pecah-bela dan memberikan kesempatan kepada negara-negara kapitalis
untuk memanfaatkan kekacauan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

masalah ekonomi politik pada tahun 60-an. Mahasiswa tetap bersikeras agar

Sukarno diganti. Mereka melakukan berbagai aksi guna tercapai tujuan yang

diinginkan.

Perwakilan mahasiswa Mashuri (Ketua Persahi) bersama Harry Tjan

mempersiapkan rencana sebuah nota kepada DPR untuk memakzulkan Sukarno.

DPR setuju dan menuntut diadakannya Sidang Istimewa MPRS untuk

menentukan apakah pemakzulan bisa dilakukan atau tidak. Dalam sidang tersebut

Sukarno diminta untuk memberikan pidato pertanggungjawaban. Pidato

pertanggungjawabannya yang berjudul “Nawaksara” ditolak oleh MPRS karena

dinilai tidak memadai. Selanjutnya Sukarno membuat tambahan pidato dengan

judul “Pelengkap Nawaksara” yang pada akhirnya ditolak juga. 171 Pidato Sukarno

yang berjudul “Pelengkap Nawaksara” berisi tentang laporan pertanggungjawaban

kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, khususnya terkait sebab-

sebab peristiwa Gerakan 30 September dan epilognya. Selain itu Sukarno juga

diminta pertanggungjawaban terkait kondisi ekonomi bangsa pada saat itu.172

Ditolaknya laporan pertanggungjawaban Sukarno oleh MPRS semakin

memuluskan jalan Suharto untuk menjadi presiden. Setelah itu, Suharto bersama

kroni-kroninya memikirkan cara yang lebih halus untuk melakukan pemecatan

secara permanen terhadap presiden. Setelah memikirkan secara serius, akhirnya

mereka memutuskan menggunakan dalil “ketidakmampuan” untuk mengakhiri

masa jabatan Presiden Sukarno. Pada tanggal 12 Maret, MPRS mencapai

171
Yusuf Wanandi, op.cit., hal 79-80. Penjelasan lebih lengkap terkait alasan ditolaknya
pertanggungjawaban Sukarno oleh MPRS silakan baca; Ulf Sundhaussen, Politik Militer
Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta, 1986, hal 435.
172
Harold Crouch, op.cit., hal 225-226.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

kesimpulan bahwa Sukarno “tidak mampu menunaikan tugas-tugasnya

berdasarkan UUD maupun instruksi-instruksi dan ketetapan-ketetapan MPRS”.

Oleh sebab itu MPRS mencabut kembali mandatnya sebagai presiden dan

melarangnya melakukan kegiatan politik sampai dilangsungkannya pemilihan

umum. MPRS menunjuk Suharto sebagai Pejabat Presiden dengan masa jabatan

sampai MPR hasil pemilihan umum dapat mengangkat presiden baru secara

formal dan menyerahkan kepada Pejabat Presiden soal “penyelesaian masalah

hukum” yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno.173

Setelah keputusan MPRS di muka, Sukarno tetap tinggal di istananya.

Namun lama kelamaan semakin terang bahwa ia menjadi tahanan rumah. Ia tidak

lagi diperbolehkan menggunakan sebutan presiden, Panglima Tertinggi Angkatan

Bersenjata dan Mandataris MPRS pada Mei 1967 dan tidak diperbolehkan

menggunakan bendera kepresidenan. Walaupun Sukarno telah kehilangan segala

sebutan kepresidenan, Suharto tetap memegang jabatan sebagai pejabat presiden

sampai Maret 1968 ketika Sidang Umum V MPRS mengangkatnya menjadi

Presiden Indonesia yang ke-2.174 Sukarno tetap berstatus tahanan rumah sampai

wafatnya pada tanggal 21 Juni 1970.175

Strategi pengambilan kekuasaan negara di balik bungkus prosedur hukum

oleh Suharto sangat berhasil. Ia menyembunyikan kudeta merangkaknya sebagai

tindakan murni konstitusional dengan restu Sukarno untuk menggagalkan kup

PKI. Di atas kertas Suharto tetap mempertahankan Sukarno sebagai presiden

173
Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES,
Jakarta, 1986, hal 439.
174
Tertuang dalam TAP MPRS No. XLIV 1968, selebihnya baca, Kuncoro Hadi, Dkk, op.cit., hal
779.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

sampai Maret 1967. Satu setengah tahun setelah Sukarno kehilangan kekuasaan

efektifnya.176

B. Penghancuran Kelompok Oposisi

1. Pembantaian Simpatisan PKI

Pembantaian kelompok komunis sejatinya telah terjadi sebelum Sukarno

mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966. Ketika terjadi peristiwa pada tanggal

1 Oktober 1965, kelompok-kelompok anti komunis, terkhusus kelompok

agamawan menjadikan peristiwa tersebut sebagai ajang balas dendam terhadap

PKI. Sejarah perjalanan kedua kelompok tersebut memang cukup kelam. Kaum

agamawan sangat membenci kelompok komunis karena berbagai peristiwa yang

mendahuluinya. Namun, terlepas dari konteks di atas, mahasiswa (KAMI) yang

melakukan berbagai aksi selama tahun 1965 akhir hingga tahun 1966 memiliki

implikasi yang kuat atas tertanamnya bibit kebencian terhadap kelompok komunis

di masyarakat.

Demonstrasi mahasiswa selama kurang lebih 60 hari dengan mengusung

salah satu tuntutan bubarkan PKI, adalah implikasi atas keterlibatan mereka dalam

menghasut masyarakat untuk membenci PKI. Tuntutan-tuntutan yang diteriakkan

secara terus-menerus adalah sebuah hasutan yang secara perlahan tapi pasti

merasuk ke pikiran masyarakat. Sebagai contoh kasus, Soe Hok Gie bersama

mahasiswa lain pernah mengejar kereta yang menuju Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Tujuan mereka mengejar kereta tersebut adalah untuk melakukan aksi

penempelan selebaran yang berisi tiga tuntutan rakyat pada gerbong-gerbong

175
Harold Crouch, op.cit., hal 243-244.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

kereta. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya agar masyarakat dapat mengetahui

apa yang diperjuangkan mahasiswa.177

Seperti telah dikatakan, sejarah relasi antara PKI dan kelompok agamawan

cukup suram. Jika mahasiswa melakukan aksi protes dengan tuntutan pembubaran

PKI, maka masyarakat awam yang berada di kampung-kampung yang membaca

selebaran tersebut, akan semakin percaya bahwa penculikan dan pembunuhan

para jenderal murni dilakukan oleh PKI. Hal tersebut justru semakin

mengkristalkan dendam yang terpatri dalam diri sebagian masyarakat Jawa

kepada kaum komunis. Akumulasi dari dendam-dendam tersebut bermuara pada

pembantaian kelompok kiri.

Max Lane dalam bukunya yang berjudul Unifinished Nation semakin

memperkuat argumen di muka. Ia mengatakan bahwa gerakan mahasiswa pada

tahun 1966 adalah kelompok mahasiswa yang anti terhadap kiri. KAMI adalah

representasi dari kelompok mahasiswa yang anti kiri tersebut. Berikut kutipannya:

“Gerakan mahasiswa” sekarang didefinisi ulang sebagai gerakan


yang hanya terdiri dari kelompok mahasiswa anti-kiri yang dipimpin
oleh KAMI…178

Gerakan yang muncul karena setimen antar kelompok jelas tidak terlalu

memikirkan dampak-dampak yang dihasilkan dari tindakan-tindakan setiap

kelompok. Walaupun demikian, terang bahwa beberapa dari barisan angkatan 66

juga mengutuk tindakan-tindakan pembunuhan dan penangkapan terhadap

176
John Rossa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, Hasta
Mitra, Jakarta, 2008, hal 40.
177
Seri Buku Tempo, op.cit., hal 15-16.
178
Max Lane, Unifinished Nation, Djaman baroe, Yogyakarta, 2014, hal 105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

kelompok komunis.179 Namun, harus diakui bahwa angkatan 66 memiliki

kontribusi pada hancurnya kelompok komunis. Mahasiswa sebagai bagian

masyarakat sipil yang dipandang oleh masyarakat cukup netral dalam perpolitikan

saat itu, dimanfaatkan oleh Suharto guna semakin meyakinkan masyarakat bahwa

protes yang muncul adalah sebuah keresahan bersama. Hadirnya mahasiswa

dalam mendukung militer adalah upaya pengadaan wajah sipil dalam perjuang

tersebut.180

2. Penghancuran Gerakan Mahasiswa

Konfrontasi antar kelompok yang pro PKI dan kontra PKI secara jelas

selesai pada saat Suharto menerima Surat Perintah 11 Maret 1966. Kelompok

yang dimaksud di sini adalah KAMI melawan GMNI dan CGMI. Sebagai

penegas, penghancuran gerakan mahasiswa diarahkan pada kelompok-kelompok

yang tidak saja dekat dengan PKI, melainkan juga yang loyal terhadap Sukarno.

Setelah Surat Perintah 11 Maret 1966 dikeluarkan, dengan cepat dilakukan

penghancuran terhadap kelompok-kelompok tersebut. Keadaan ini, jelas

membawa angin segar tersendiri untuk KAMI. Mengapa bisa demikian, karena

KAMI yang anti kiri (PKI) merasa puas akan hancurnya gerakan oposisi.

Suharto menyadari bahwa pendukung Sukarno masih banyak di kalangan

pemerintahan, angkatan bersenjata, partai politik dan organisasi masyarakat (baca:

gerakan mahasiswa), maupun di kalangan masyarakat secara luas. Kenyataan ini

menjadi hambatan tersendiri bagi Suharto untuk memegang kekuasaan. Bertolak

179
Soe Hok Gie adalah salah satu individu yang mengkritis pembunuhan dan penangkapan
kelompok dan simpatisan komunis secara keras. Selengkapnya baca Soe Hok Gie, Zaman
Peralihan, GagasMedia, Tangerang, 2005.
180
Max Lane, op.cit., hal 104-105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

dari itu, langkah awal yang dilakukan Suharto adalah “pembersihan” terhadap

pendukung-pendukung Sukarno. Sejalan dengan pembubaran kaum kiri dan

nasionalis radikal, GMNI sebagai ormas PNI mengalami nasib yang sama dengan

partai afiliasinya. Tekanan-tekanan tersebut hadir dari dalam organisasi. Memecah

belah organisasi dari dalam adalah salah satu upaya Suharto. Hal tersebut terlihat

dari adanya GMNI Osap-Usep dan GMNI Ali-Surachman.181

Pertentangan internal semakin nyata ketika GMNI Ali-Surachman berhasil

dihancurkan oleh Suharto. Sebagai gantinya, GMNI Osap-Usep diangkat oleh

Suharto guna mengganti Ali-Surachman. Hal senada terjadi pula pada PKI dan

ormasnya. Ketika PKI diburu dan dihancurkan, otomatis ormas pendukungnya

pun ikut dihancurkan. CGMI sebagai anderbouwn PKI tak mampu berbuat

banyak ketika terjadi penghancuran secara sistematik oleh Suharto setelah

menerima Surat Perintah. Dapat dikatakan bahwa demonstrasi KAMI selama

kurang lebih 60 hari berdampak juga pada pembubaran gerakan mahasiswa yang

ditempatkan sebagai oposisinya. Sejarah terbentuknya KAMI merepresentatifkan

bagaimana organisasi tersebut terbentuk dari berbagai kekecewaan.

PPMI tidak bersikap atas kacaunya situasi politik saat itu. Sebagai jalan

keluar, mahasiswa yang anti kiri dibantu oleh militer menciptakan KAMI. KAMI

seperti telah dipaparkan di muka, memiliki anggota terbanyak dari HMI. Jika

dirunut dari sejarahnya, HMI dan kelompok kiri khususnya CGMI memiliki

sejarah pertentangan yang serius. Ketika KAMI terbentuk, tercetuslah beberapa

tuntuntan yang keluar berkat hasil pemikiran dari mahasiswa (anti-kiri) dan

181
Ichwan Ar, op.cit., hal 34.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

militer. Salah satu tuntutannya jelas; bubarkan PKI. Mengapa harus PKI yang

dibubarkan? Pertama, tuntutan tersebut dikeluarkan (salah satunya) berdasarkan

peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober 1965. Kedua, PKI harus dibubarkan agar

ada alasan yang lebih besar untuk menghancurkan setiap orang, kelompok, dan

organisasi tertentu yang berpaham “kiri”. Lebih parahnya, individu-individu yang

hanya tergabung sebagai anggota (atau simpatisan) dengan tingkat pemahaman

yang rendah tentang apa itu sosialisme/komunisme, ditangkap pula.

3. Penghancuran Gerakan Perempuan

Penghancuran gerakan perempuan adalah konsekuensi logis dari aksi-aksi

yang dilakukan oleh angkatan 66. Mengapa demikian? Pembenaran atas

pemberitaan yang dikeluarkan surat kabar militer yang dilakukan mahasiswa pada

akhirnya memiliki dampak yang serius pada proses penghancuran gerakan

perempuan. Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) diberitakan oleh surat kabar

militer sebagai kelompok yang melakukan kegiatan tari-tarian bertelanjang dada

sebelum akhirnya menyileti dan memotong kemaluan para jenderal.182

Selanjutnya, pembenaran yang dilakukan oleh angkatan 66 terkait pemberitaan

tersebut dicerminkan melalui tuntutan agar PKI dan semua simpatisannya

dibubarkan.

Lahirnya KAMI sebagai kelompok mahasiswa yang anti-kiri, jelas

menuntut pembubaran terhadap setiap kelompok yang berideologi kiri. Gerwani

yang merupakan gerakan perempuan terbesar pada saat itu, jelas menjadi (salah

182
Walaupun kita ketahui bahwa setelah melalui tahap otopsi mayat, diketahui bahwa semua luka
yang ditemukan dalam tubuh para jenderal dan seorang letnan berupa luka tembak. Ditemukan
juga bahwa alat kelamin mereka dalam keadaan utuh. Selengkapnya baca Saskia E. Wieringan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

satu) objek untuk dihancurkan karena berafisiliasi dengan PKI pada tahun

1965.183 Selain itu, alasan lain yang menjadi dasar penghancuran Gerwani adalah

berita (surat kabar militer) terkait keterlibatannya dalam pembunuhan para

jenderal di Lubang Buaya. Saskia mengatakan bahwa, sejak surat kabar milik

militer menulis tentang Gerwani, slogan mahasiswa (para demonstran) menjadi

“Gerwani Cabo”, “Gantung Gerwani”, dan “Ganyang Gerwani”. Hal tersebut

semakin diperkuat jika kita melihat ormas yang mendominasi dalam KAMI, yakni

HMI dan PMKRI. Pada titik ini, Cosmas Batubara salah satu Ketua KAMI yang

telah mendapat pendidikan anti-komunis184 pasti terpengaruh secara ideologi

untuk menghancurkan simpatisan PKI. Pada titik tersebut menjadi jelas bahwa,

angkatan 66 mempunyai andil dalam penghancuran gerakan perempuan.

Gerwani sejatinya muncul sebagai salah satu bentuk protes atas

pembatasan peran terhadap perempuan. Bagi mereka, peran perempuan tidak

hanya di tataran sosial, melainkan mampu naik ke tataran politik. Pasca peristiwa

di Lubang Buaya, PKI lalu dikaitkan dengan kekacauan yang dilambangkan

dengan perilaku seksual buruk perempuan komunis. Bertolak dari kekacauan

tersebut, pemerintah (Baca: Suharto) berdalil bahwa, masyarakat hanya dapat

diselamatkan dengan cara melakukan pembersihan terhadap komunis dan

menempatkan kembali perempuan pada posisi yang lebih rendah.185 Artinya

Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI,


Galangpress, Yogyakarta, 2010, hal 443-444.
183
Dari 1954 sampai 1965, Gerwani menyatakan diri sebagai organisasi yang tidak berpihak pada
partai tertentu. Baru pada tanggal 1965 mereka bergabung secara paksa dengan PKI dalam
kerangka Nasakom. Lebih lanjut baca, Saskia E. Wieringan, Penghancuran Gerakan
Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI, Galangpress, Yogyakarta, 2010,
hal 2281-282.
184
Ibid, hal 442.
185
Ibid, hal 409.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

bahwa, peran perempuan direduksi dari peran dalam bidang politik menjadi hanya

pada bidang sosial.

Hal tersebut semakin nyata ketika pemerintahan Suharto mengeluarkan

berbagai kebijakan yang semakin membatasi peran perempuan dalam bidang

politik. Jenderal Suharto di depan 30.000 perempuan mengatakan bahwa kaum

wanita tidak boleh meniru perbuatan orang-orang Gerwani. Berikut ucapanya:

Mereka telah meninggalkan kepribadian kita, karena mereka telah


merusak kepribadian kaum wanita Indonesia… dan karena wanita
sebagai ibu memiliki peran khusus dalam mendidik anak-anak,
generasi muda kita harus diselamatkan agar tidak terjerumus ke
dalam kerusakan moral kaum kontra-revolusioner; mereka harus
dididik untuk menjadi patriot bangsa yang tunduk pada Tuhan.186

Suharto dengan sangat jelas menunjukkan bahwa para anggota Gerwani

mengacaukan fondasi negara dengan tidak bersikap seperti perempuan

seharusnya. Ia menghimbau agar perempuan menjadi “ibu yang baik”. Pada titik

ini, menjadi jelas bahwa Suharto berusaha dengan tegas agar peran perempuan

dalam bidang politik dihilangkan. Perempuan hanya berfokus pada kegiatan-

kegiatan sosial seperti (salah satunya) menjadi ibu yang baik buat anak-anak

mereka.

4. Pengembangan Ideologi Anti-Komunis

Fobia komunisme yang melanda (sebagian) masyarakat negeri ini adalah

dampak dari konstruksi ideologi anti-Komunis yang dilakukan pemerintahan

Suharto dengan bantuan Amerika Serikat. Selama 32 tahun berkuasa, Suharto

memanfaatkan berbagai media untuk menanamkan doktrin tentang kejahatan yang

dilakukan oleh PKI. Berbagai historiografi, novel, monumen, dan film digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

sebagai media untuk menebar ideologi anti komunis. Semua upaya yang

dilakukan oleh Suharto terbukti berhasil mengkonstruksi ideologi anti-

Komunisme di masyarakat kita hingga saat ini.

Pembentukan ideologi anti-Komunis di arena kebudayaan adalah hasil dari

proses panjang pertarungan politik dan ideologi dalam rangka mencari indentitas

kebudayaan nasional Indonesia. Proses pencarian identitas ini mengambil bentuk

pertarungan politik pada aktivitas kebudayaan dalam konteks Perang Dingin. Pada

masa puncak ketegangan Perang Dingin 1950an-1960an, kekuatan-kekuatan

politik dan kebudayaan pro-barat, dengan dukungan pemerintah AS, berupaya

menciptakan medan pertempuran ideologis untuk menantang laju Komunisme di

Indonesia. Selain menyediakan bantuan militer dan ekonomi untuk Indonesia,

pemerintah AS juga memperluas pengaruhnya dengan membantu aktivitas

pendidikan dan kebudayaan melalui institusi-institusi filantropi187 dan

kebudayaannya untuk membangun aliansi anti-komunis di kalangan intelektual

Indonesia. Kebudayaan digunakan sebagai alat propaganda dan merupakan salah

satu bagian dari kebijakan politik luar negeri AS untuk melawan komunisme di

seluruh dunia. Strategi kebudayaan di atas, awalnya difokuskan di negara-negara

Eropa dan AS. Namun kemudian diperluas ke negara-negara Afrika, Amerika

Latin, dan Asia termasuk Indonesia.188

Terkait upaya AS membendung laju Komunisme, terdapat beberapa aspek

dari ideologi kebudayaan AS, khususnya ide tentang “kebebasan intelektual” dan

186
Ibid, hal 451.
187
Cinta kasih (kedermawanan dsb) kepada sesama, lihat Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2008 edisi IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

“kebebasan berekspresi” yang digulirkan di kalangan komunitas intelektual di

seluruh dunia. Melalui gagasan “kebebasan berekspresi” inilah maka agenda CCF

(congress for cultural freedom) dimanfaatkan oleh CIA untuk memanipulasi

kaum intelektual, tidak saja di Eropa dan AS, tapi juga di Asia termasuk

Indonesia. Pendek kata, CCF berusaha menciptakan dasar filosofis bagi para

intelektual untuk mempromosikan kapitalisme dan anti-komunis. Terkait hal itu,

direktur program internasional Ford Foundation, Shepard Stone mengatakan

bahwa CCF ditujukan sebagai upaya “memerangi komunisme” di kalangan kaum

intelektual Eropa dan Asia.189

Dalam gerakan mahasiswa 66, kelompok mahasiswa yang bergaris politik

Masyumi, PSI (dengan GEMSOS sebagai anderbouwnya) dan mahasiswa yang

anti-kiri terlibat dalam berbagai aksi. Secara logika, kelompok-kelompok tertentu

jelas memiliki dendam dengan Sukarno dan terlebih terhadap komunis. Bertolak

dari itu, akan menjadi logis jika kampanye-kampanye pembubaran hingga

menjurus pada upaya pendoktrinan melalui aksi-aksi guna meyakinkan

masyarakat bahwa komunisme sangat berbahaya terang dilakukan. Hal ini jelas

ada hubungannya dengan upaya AS membentuk pengaruh guna melawan

komunisme di Indonesia melalui sayap kanan, terutama faksi sayap kanan militer,

PSI, Partai Masyumi dan yang paling penting; para seniman dan intelektual anti-

komunisme.

Seperti upaya AS memberikan doktrin anti komunisme melalui (salah

satunya) buku-buku. Hal senada juga dilakukan oleh Suharto guna menanamkan

188
Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya Pasca 1965; Bagaimana Orde Baru Melegitimasi
Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film, Marjin Kiri, Tangerang, 2013, hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

ideologi anti komunisme di masyarakat. Melalui buku-buku, film dan monumen-

monumen bersejarah Suharto membangun ideologi tersebut. Upaya pelegitimasian

atas kejahatan PKI dicatat secara “lengkap” oleh sejarawan militer Nugroho

Notosusanto. Buku putih G 30 S/PKI adalah bentuk riil dari awal mula

pembentukan stigma terhadap kelompok komunis. Bertolak dari buku tersebut,

dilakukan transformasi yang lebih luas ke dalam berbagai produk budaya seperti

film, novel, diorama yang dipamerkan di museum, monumen, relief, dan buku

pegangan siswa.190

Pelegitimasian atas kejahatan yang dilakukan oleh PKI dan upaya

membangun ideologi anti komunis di masyarakat Indonesia, pada titik ini berhasil

menuai kesuksesan. Ditransformasikannya historiografi peristiwa 65 oleh

Nugroho Notosusanto ke dalam bentuk bahan pembelajaran, terkhusus buku-buku

paket pegangan siswa, menjadi sasaran yang tepat untuk membangun ideologi

tersebut. Kalau dalam bahasa Pramoedya, “sejak dalam pikiran” anak-anak telah

dikonstruk untuk anti terhadap PKI.

C. Era Baru Kebijakan Ekonomi

1. Kebijakan Pintu Terbuka

Pada tahun 1960-an Sukarno telah memutus hubungan kerjasama dengan

dunia Eropa. Ketika Suharto memegang kekuasaan, dia menerapkan kebijakan

pintu terbuka. Hal tersebut dilakukan dalam upaya menstabilkan perekonomiaan

dalam negeri. Kebijakan pintu terbuka harus dilakukan sebagai salah satu solusi

guna membenahi perekonomian Indonesia yang kacau.

189
Ibid, hal 58-101.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

Langkah pertama yang diambil Suharto adalah melakukan serangkaian

perundingan mengenai penundaan pembayaran hutang sampai jangka waktu 20

tahun bagi utang-utang yang dibuat sebelum tahun 1966. Selain itu, pada tahun

yang sama mulai timbul berbagai tawaran bantuan baru dari beberapa negara

kreditor. Selanjutnya, kekuasaan pengendalian pengeluaran pemerintah

dikembalikan ke tangan Menteri Keuangan. Guna melakukan stabilisasi ekonomi,

diambilah beberapa kebijakan dasar sebagai berikut: Pertama, anggaran belanja

negara akan diseimbangkan. Pengeluaran pemerintah hanya akan dilaksanakan

apabila diperoleh dana dari penerimaan rutin dan bantuan luar negeri, sedangkan

sumber biaya yang berasal dari pinjaman bank sentral tidak dilakukan lagi.

Kedua, kurs devisa akan diambangkan dengan tujuan akhir untuk menghapuskan

sistem kurs devisa ganda. Ketiga, Pemerintah mengumumkan politik pintu

terbuka bagi modal swasta asing untuk membuka usahanya di Indonesia.191

Kebijakan-kebijakan Suharto pada akhirnya melahirkan Undang-undang

Penanaman Modal Asing yang baru dikeluarkan pada tahun 1967 dan Undang-

undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968. Kedua undang-undang

itu memberi peluang sekaligus keringanan yang cukup besar bagi penanaman

modal asing. Kebijakan yang dikeluarkan terbukti berhasil dengan adanya

peningkatan pada penerimaan pemerintah pada tahun 1966/1967. Bantuan

program pada tahun 1967 mencakup 29 persen penerimaan anggaran total dan

dalam tahun 1968 mencakup 90 persen. Pos tersebut terdiri dari dana rupiah

imbangan yang berasal dari hasil penjualan bantuan pangan dan barang-barang

190
Ibid, hal 138.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

pokok lain. Selain itu, ada juga hasil penjualan devisa luar negeri kepada para

importer.

Dana imbangan yang berasal dari sumber pertama tidak besar karena

barang-barang tersebut dijual pemerintah dengan harga subsidi sebagai

konsekuensi politik menuju stabilitas harga beras. Dengan dihilangkannya defisit

anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang, laju pertumbuhan uang

beredar menurun dari 763 persen dalam tahun 1966 menjadi hanya 61 persen

dalam tahun 1969, dan merupakan penyebab utama menurunnya laju inflasi

sehingga menjadi kurang dari 20 persen dalam tahun 1969. Bantuan luar negeri

juga merupakan sarana penting di dalam program penyederhanaan sistem

devisa.192

2. Forum Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI)

Forum Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) adalah pertemuan

yang diadakan oleh para kreditur di Amsterdam, lalu di Den Haag dan selanjutnya

di Scheveningen. Pertemuan tersebut menghasilkan tiga bentuk pinjaman.

Pinjaman ini digunakan untuk menolong neraca pembayaran tahun 1967 serta

sejumlah pinjaman untuk membiayai pembangunan proyek dan bantuan dalam

bentuk barang.

Guna menyelamatkan situasi pada 1966 diperlukan langkah-langkah yang

bisa meringankan ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan devisa. Maka

dari itu, jalur yang ditempuh adalah melakukan diplomasi intensif guna

memperoleh penjadwalan kembali utang. Selain itu, upaya tersebut dilakukan

191
Anne Booth dan Peter McCawley (penyunting), Ekonomi Orde Baru, LP3ES, Jakarta, 1985. hal
217.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

guna mendapatkan pinjaman darurat/baru agar impor untuk memenuhi kebutuhan

produksi dan komsumsi dalam negeri dapat segera terpenuhi. Langkah ini

sebenarnya sudah dimulai sejak Mei 1966. Walaupun beberapa kali telah

diadakan pertemuan dengan para kreditor, kemajuan yang berarti baru berhasil

setelah Indonesia merumuskan strategi stabilitas ekonomi yang komprehensif

dengan bantuan teknis dari IMF. Bantuan tersebut adalah Paket Stabilisasi

Oktober 1966. Setelah beberapa kali pertemuan awal, akhirnya usulan Indonesia

dibawa ke Paris Club193 pada bulan Desember 1966 yang menyetujui penundaan

pembayaran pokok dan bunga sampai 1971 dan jumlah yang ditunda ini akan

dibayar dalam delapan kali cicilan tahunan.

Dengan tercapainya kesepakatan Paris Club itu, pintu terbuka bagi

Indonesia untuk memperoleh pinjaman baru dengan bunga yang lebih lunak.

Dalam pertemuan dengan para kreditur di Amsterdam (Februari 1967), kemudian

di Den Haag (April 1967), dan selanjutnya di Scheveningen (Juni 1967), para

kreditor sepakat untuk memberikan tiga bentuk pinjaman: pinjaman tunai baru

(pinjaman program) sebesar $187,5 Juta untuk menolong neraca pembayaran

tahun 1967 serta sejumlah pinjaman untuk membiayai pembangunan proyek

(pinjaman proyek) dan bantuan dalam bentuk barang, seperti pangan, kapas, dan

sejumlah komoditi lain (pinjaman komoditas).194

Pertemuan ini adalah awal dari lahirnya forum yang disebut Inter-

Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang berlangsung setiap tahunnya

192
Ibid, hal 217-219.
193
Adalah forum yang memfasilitasi penjadwalan kembali utang-utang pemerintah dengan
pemerintah-pemerintah lain.
194
Boediono, op.cit., hal 117-118.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

untuk dasarwarsa kemudian. Sebagai catatan, pada tahun 1990 IGGI dihentikan

dan dilanjutkan dengan forum serupa yang disebut Consultative Group for

Indonesia (CGI) dengan tugas yang kurang lebih sama. Pendek kata, diplomasi

ekonomi Indonesia berhasil dilaksanakan di dua forum utama; melalui Paris Club,

beban pembayaran utang dapat diringankan; dan melalui IGGI, pinjaman lunak

baru dapat diperoleh. Keberhasilan diplomasi tersebut akhirnya dapat mengatasi

masalah pembiayaan program stabilitas dan selanjutnya digunakan juga untuk

program pembangunan ekonominya.195

3. Upaya Stabilisasi Perekonomian Dalam Negeri

Setelah menjabat presiden, Suharto berusaha menstabilkan ekonomi dalam

negeri dengan mengeluarkan berbagai peraturan. Hal tersebut harus dilakukan

karena selama masa pemerintahan Sukarno, politik ditempatkan sebagai panglima

sehingga timbul berbagai masalah dalam bidang ekonomi. Semboyan politik

sebagai panglima (pada masa Sukarno) digantikan dengan semboyan Ekonomi

sebagai panglima pada masa pemerintahan Suharto.

Upaya stabilisasi ekonomi dalam negeri dilakukan dengan mengeluarkan

berbagai kebijakan/peraturan. Kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembalikan

disiplin anggaran dan menyeimbangkan APBN sehingga ia (APBN) tidak lagi

menjadi sumber utama kenaikan uang beredar yang merupakan penyebab utama

inflasi. Disiplin anggaran dikukuhkan dengan menetapkan “anggaran belanja

berimbang”196 sebagai prinsip dasar pengelolaan APBN mulai 1967. Langkah-

195
Ibid, hal 118.
196
Maksudnya adalah APBN disebut berimbang apabila seluruh pemasukan yang biasa diterima
pemerintah dapa menutup seluruh pengeluaran pemerintah pada tahun itu. Baca Boediono,
Ekonomi Indonesia: Dalam Lintas Sejarah, Mizan, Bandung, 2016, hal 113.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

langkah operasionalnya mencakup intensifikasi pajak, penghematan pengeluaran

oleh departemen-departemen, pengurangan subsidi yang sangat besar untuk

BUMN dan berbagai subsidi untuk masyarakat. Setelah hal itu dilakukan, barulah

prinsip anggaran belanja berimbang dilaksanakan secara konsisten setiap

tahunnya selama masa pemerintahan Suharto.197

Kebijakan lain guna menstabilkan perekonomiaan dalam negeri adalah;

kebijakan moneter. Kebijakan ini berfungsi untuk mengendalikan kredit

perbankan dan uang beredar. Dengan diterapkannya prinsip anggaran belanja

berimbang, kebijakan moneter tidak lagi sekadar sebagai pendukung kebijakan

fiskal. Dalam paket stabilisasi ekonomi pada tahun bulan Oktober 1966, kebijakan

ekonomi diberi peran yang sangat penting dalam pengendalian hiperinflasi dengan

ditetapkannya kebijakan meningkatkan suku bunga kredit bank-bank pemerintah

menjadi 6-9% per bulan dan suku bunga simpanan sampai 5% per bulan. Yang

perlu dicatat adalah, instrumen suku bunga mempunyai peranan penting untuk

menghancurkan psikologi hiperinflasi, dengan membatasi kredit yang dipakai

untuk kegiatan spekulasi dan memberi insentif yang menarik bagi masyarakat

untuk memegang rupiah. Dampak dari perubahan psikologi masyarakat adalah

dengan adanya penurunan kecepatan uang beredar, yang menjadi penyebab utama

harga-harga meningkat secara liar dalam hiperinflasi.198

197
Ibid, hal 111-112.
198
Ibid, hal 112.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN

Setelah membahas panjang lebar terkait gerakan mahasiswa di Jakarta

tahun 1966 melawan penguasa, akhirnya pembahasan sampai pada kesimpulan

sebagai berikut:

Pertama, Gerakan mahasiswa tahun 1966 lahir dari berbagai pergolakan

dalam bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang

berkepanjangan sebagai dampak dari kebijakan-kebijakan politik Sukarno. Selain

itu, gerakan mahasiswa tahun 1966 bukan hanya sebuah aksi yang hadir dari krisis

ekonomi dan politik. Melainkan, gerakan tersebut hadir dari berbagai konfrontasi

antar mahasiswa itu sendiri. Konfrontasi tersebut adalah akumulasi logis dari

pertentangan yang telah muncul sejak 1950-an.

Kedua, dinamika gerakan mahasiswa melawan Sukarno dan PKI tidak

sepenuhnya independen. Mulai dari KAP-Gestapu hingga Rezim Arif Rahman

Hakim dapat dilihat relasi antara militer dan mahasiswa. Relasi perkoncoan

tersebut nampak juga ketika para pemimpin KAMI dilindungi oleh militer ketika

dikeluarkannya keputusan Kogam tentang pelarangan KAMI. Selanjutnya, militer

punya andil dalam berbagai aksi yang berujung pada bentrok antar sesama

mahasiswa. Bentrok antar sesama mahasiswa mampu memaksa Sukarno

mengeluarkan Supersemar. Jika Sukarno tidak cepat mengambil keputusan,

kemungkinan jatuhnya korban yang lebih besar tidak dapat dihindarkan. Selain

itu, demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa semakin memperburuk

114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

perekonomian dalam negeri. Belum lagi, perkelahian antara para demonstrasi jika

dibiarkan berlarut-larut, dapat membahayakan stabilitas dalam negeri.

Ketiga, aksi mahasiswa berdampak pada dikeluarkannya Surat Perintah 11

Maret 1966 yang sekaligus menjadi awal (de facto) Suharto berkuasa. Selanjutnya

Perekonomian Indonesia pasca keluarnya Supersemar berangsur-angsur membaik.

Untuk memperbaiki perekonomian tersebut, diterbitkanlah undang-undang

penanaman modal asing dan dilakukan pula pinjaman luar negeri. Aksi-aksi

mahasiswa pada tahun 1966 dengan KAMI sebagai payungnya, turut bertanggung

jawab atas terbunuhnya para simpatisan PKI maupun mereka yang dekat dengan

Sukarno. Aksi mahasiswa dengan yel-yel yang sangat subjektif menunjuk PKI

sebagai pelaku (tunggal) penculikan dan pembunuhan para jenderal, sangat

mempengaruhi pandangan masyarakat saat itu. Respon yang ditunjukkan

mahasiswa terkait berbagai polemik bangsa ini dapat kita simpulkan sebagai

tindakan yang minim pengetahuan. Tindakan-tindakan mahasiswa pada tahun

1966 sangat jelas mengedepankan sisi sentimen antar kelompok, dibandingkan

kejadiaan yang sebenarnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Daftar Pustaka

Sumber Buku

Abdullah, Taufik. dkk (ed). 2012. Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis
Nasional: Bagian I Rekonstruksi Dalam Perdebatan. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Adam, Asvi Warman. 2007. Seabad Kontroversi Sejarah.Yogyakarta: Ombak.

Adam, Asvi Warman. 2004. Pelurusan Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Tride.

Ahmaddani G-Martha, dkk. 1985. Pemuda Indonesia Dalam Dimensi Sejarah


Perjuangan Bangsa. Jakarta: Kurnia Esa.

Alfian, M. Alfan. 2013. HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah


Prahara. Jakarta: Buku Kompas.

Ali, Fachry. 1985. Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara. Jakarta:
Inti Sarana Aksara.

Al-Rahab, Amiruddin. 2014. Ekonomi Berdikari Sukarno. Depok: Komunitas


Bambu.

Anwar, Yozar. 1980. Angkatan 66. Jakarta: Sinar Harapan.

Anderson, Benedict. 1990. Kuasa – Kata; Jelajah Budaya – budaya Politik di


Indonesia. Yogyakarta: Mata Bangsa.

Anderson, Ben. 1988. Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan


di Jawa 1944-1946. Jakarta: Sinar Harapan.

Anderson RO‟G, Benedict dan Ruth T Mcvey. 2017. Kudeta 1 Oktober 1966;
Sebuah Analisa Awal. Yogyakarta: Gading.

Anwar, Rosihan. 2006. Sukarno, Tentara, PKI; Segitiga Kekuasaan Sebelum


Prahara Politik 1961-1965. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Blackburn, Susan. 2011. Jakarta; Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Masup.

Booth Anne, dan Peter McCawley (ed). 1985. Ekonomi Orde Baru. Jakarta:
LP3ES.

Boediono. 2016. Ekonomi Indonesia: Dalam Lintas Sejarah. Bandung: Mizan.

116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

Budiman, Arief. 2006. Kebebasan, Negara, Pembangunan; Kumpulan Tulisan


1965-2005. Jakarta: Freedom Institute dan Pustaka Alvabet.

Buku Saku Hubungan Dosen Mahasiswa. 1979. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Normalisasi
Kehidupan Kampus.

Crouch, Harold. 1999. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Deklarasi Ekonomi: Peraturan-peraturan Pelaksanaan Beserta Pendjelasan-


pendjelasannja. 1963. Bandung: Madjelis perniagaan dan perusahaan serta
C.V. Dua.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008 edisi IV. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia.

Djojowadono, Soempono. 1960. Mahasiswa Indonesia dengan Kepribadian


Indonesia. Jogjakarta: Jajasan Badan Penerbit Gadjah Mada.

Feith, Herbert. 1995. Sukarno-Militer Dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Fic M, Victor. 2005. Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang konspirasi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Foucault, Michel. 2017. Power and Knowledge. Yogyakarta: Narasi dan Pustaka
Promethea.

Gie, Soe Hok. 2005. Zaman Peralihan. Jakarta: Gagasmedia.

Gie, Soe Hok. 2015. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES.

Gie, Soe Hok. 2005. Catatan Seorang Demosntran. Jakarta: LP3ES.

Hadi, Kuncoro, dkk. 2017. Kronik 65:Catatan Hari per Hari Peristiwa G30S
Sebelum Hingga Setelahnya. Yogyakarta: Media Pressindo.

Hamid Rahman, ABD dan Muhammad Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta: ombak.

Herlambang, Wijaya. 2013. Kekerasan Budaya Pasca 1965; Bagaimana Orde


Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film. Tangerang:
Marjin Kiri.

Ichwan Ar. 2006. Sketsa Pergolakan GMNI. Semarang: Universitas Diponegoro.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Ingleson, John. 1993. Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan.


Jakarta: Grafiti.

Kasenda, Peter. 2015. Sarwo Edhie dan Tragedi 1965. Jakarta: Kompas.

Kurasawa, Aiko. 2015. Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang. Jakarta:
Kompas.

Hendra Kurniawan, (modul). 2013. Sejarah Ketatanegaraan Indonsia: Kajian


Tiga Undang-Undang Dasar. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan
Sejarah, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Lane, Max. 2014. Unifinished Nation. Yogyakarta: Djaman baroe.

Legge D, John. 1985. Sukarno: Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Sinar Harapan.

Luhulima, James. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965: Melihat
Peristiwa G30S dari Perspektif Lain. Jakarta: Penerbit buku Kompas.

Lubis, Firman. 2008. Jakarta 1960-an; Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta:


Masup.

Martono, Nanang. 2016. Sosiologi Perubahan Sosial; Prespektif Klasik, Modern,


Potsmodern dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Press.

Miftahuddin. 2014. Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani. Depok:


Desantara.

Miert Van, Hanz. 2003. Dengan Semangat Berkobar; Nasionalisme dan Gerakan
Pemuda di Indonesia, 1918-1930. Jakarta: Hasta Mitra, KITLV dan
Pustaka Utan Kayu.

Pambudi, A. 2011. Fakta dan Rekayasa G30S:Menurut Kesaksian Para Pelaku.


Yogyakarta: Media Pressindo.

Poeze, Harry. 2011. Madiun 1948: PKI Bergerak. Jakarta: KITLV dan Yayasan
Obor Indonesia.

Pranoto W, Suhartono. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Ranuwihardjo, A. Dahlan. 2002. Bung Karno dan HMI Dalam Pergulatan


Sejarah; Mengapa Bung Karno Tidak Membubarkan HMI?. Jakarta:
Intrans.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

Raillon, Francois. 1989. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta:


LP3ES.

Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi.

Robison, Richard. 2012. Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia. Depok:


Komunitas Bambu.

Rossa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan


Kudeta Suharto. Jakarta: Hasta Mitra.

Sagimun MD. 1989. Peranan Pemuda: Dari Sumpah Pemuda Sampai


Proklamasi. Jakarta: Bina Aksara.

Said Haji, Salim. 2015. Gestapu 65; PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto. Bandung:
Mizan.

Saidi, Ridwan. 1989. Mahasiswa dan Lingkaran Politik. Jakarta Selatan: PT.
Mapindo Mulathama.

Seri Prisma. 1985. Analisa Kekuatan Politik di Indonesia:Pilihan Artikel Prisma.


Jakarta: LP3ES.

Seri Buku Tempo. 2016. Gie dan Surat-Surat Yang Tersembunyi. Jakarta:
Kompas.

Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer. 2017. Sarwo Edhie dan Misteri 1965.
Jakarta: Kepustakaan popular Gramedia bekerja sama dengan Tempo
Publishing.

Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer. 2014. Rahasia-Rahasia Ali Moertopo.
Jakarta: Kepustakaan popular Gramedia bekerja sama dengan Tempo
Publishing.

Simpson R, Bradley. 2010. Economists With Guns: Amerika Serikat, CIA dan
Munculnya Pembangunan Otoriter Rezim Orde Baru. Jakarta: Gramedia.

Soekarno. 1965. Di Bawah Bendera Revolusi Djilid II. Djakarta: Tjetakan Kedua.

Southwood, Julie dan Patrick Flanagan. 2013. Teror Orde Baru: Penyelewengan
Hukum dan Propaganda 1965-1981. Jakarta: Komunitas bambu.

Soesastro, Hadi dkk (ed). 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di


Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir II (1959-1966): Ekonomi
Terpimpin. Yogyakarta: ISEI dan Penerbit Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Sulastomo. 1990. Hari-Hari Yang Panjang 1963-1966. Jakarta: Haji Masagung.

Suhawi, Achmad. 2009. Gymnastik Politik Nasionalis Radikal: Fluktuasi


Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Sulistyo, Herman (ed). 1988. Politik dan Mahasiswa; Perspektif dan


Kecenderungan Masa Kini. Jakarta: Yayasan API dan PT Gramedia.

Sukmana, Oman. 2016. Konsep dan Gerakan Sosial. Malang: Intrans Publishing.

Surajadi. 1964. Sistem Ekonomi Terpimpin di Bidang Moneter; Untuk


Pelaksanaan Dekon. Djakarta: Pembaruan.

Sundhaussen, Ulf. 1986. Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi


Fungsi ABRI. Jakarta: LP3ES.

Toer, Koesalah Soebagyo. 2016. Kronik Abad Demokrasi Terpimpin. Jakarta:


JAKER.

Wanandi, Jusuf. 2014. Menyibak Tabir Orde Baru; Memoar Politik Indonesia
1965-1998. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Wardaya T, Baskara. 2006. Bung Karno Menggugat!:Dari Marhaen, CIA,


Pembantaian Massal ’65 Hingga G30S. Yogyakarta: Galang Press.

Wardaya T.SJ, Baskara. 2009. Membongkar Supersemar!: Dari CIA Hingga


Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno. Yogyakarta: Galang Press.

Wahib, Ahmad. 2003. Pergolakan Pemikiran Islam; Catatan Harian Wahib.


Jakarta: LP3ES dan Freedom institute.

Wibisono, Cristianto. 1970. Aksi-aksi Tritura; Kisah Sebuah Partnership 10


Djanuari-11 Maret 1966. Jakarta: Departemen pertahanan-keamanan.

Wieringan E, Saskia. 2010. Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual


di Indonesia Pascakejatuhan PKI. Yogyakarta: Galangpress.

Sumber Majalah dan Koran


Emil Salim. 1966-1967. Masalah Stabilitas Ekonomi. Majalah Basis. vol. XVI.
hal 179.

Sumber Internet
www.berdikarionline.com “Maaf, Sarwo Edhie Bukan Pahlawan Bangsa!”
https://Historia.id “Asal-Usul Istilah Orde Baru”
Laporan Bank Indonesia, 1959-1966. Pdf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

Sumber Skripsi

Abyoso, Akbar Tanjung. 2010 Bentuk-Bentuk Gerakan Mahasiswa Pada Tahun


1966 Sampai Dengan 1998. Universitas Lampung: Program Studi
Pendidikan Sejarah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Bastian, Andri. 2008. Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan


Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa.
Universitas Sumatera Utara (Medan): Program Studi Pendidikan Sarjana,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Supriyatna. 2007. Peranan Soe Hok Gie Dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia
Tahun 1960-1968. Universitas Sebelas Maret: Program Studi Pendidikan
Sejarah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN I: Kumpulan Foto Aksi Mahasiswa 1966

Liem Bian Khoen, kini bernama Sofyam Wanandi, Ketua Presidium KAMI Jaya
(Sumber:Yozar Anwar; Angkatan 66)

Cosmas Batubara dan Mar‟ie Muhammad, keduanya Ketua Presidium KAMI


Pusat tatkala selesai memberikan pidato di depan massa KAMI di halaman FK-
UI. (Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

Husni Thamrin, Ketua Presidium KAPPI


(Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

Kolonel Sarwo Edhie berpidato di depan massa KAMI tanggal 10 Januari 1966
bertempata di halaman FK-UI. (Sumber: Yozar Anwar)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

Mahasiswa mencegah mobil Menteri yang hendak masuk ke Istana Merdeka pada
tanggal 15 Januari 15 Januari 1966. Mereka menempelkan pamflet
bertuliskan”menteri tukang ngobyek”, “rakyat lapar, mana beras?”, Stop impor
bini muda”
(Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

Suasana pada saat demonstrasi yang dilakukan pada awal Bulan Oktober 1966.
Nampak salah satu mahasiswa berangkulan dengan salah satu pasukan ABRI.
(Sumber: Yozar Anwar, Angkatan 66)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

Aksi yang dilakukan oleh Laskar Ampera guna menuntut Sukarno diadili dan
diperiksa. Aksi ini dilakukan setelah dikeluarkannya Supersemar. (Sumber: Yozar
Anwar; Angkatan 66)

Pawai kemenangan Orde Baru tanggal 12 Maret 1966. KAPI, KAPPI, KAMI,
Laskar Ampera bersama ABRI menunjukkan pawai kekuatan atas kemenangan
dibubarkannya PKI. (Yozar Anwar; Angkatan 66)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

Jenazah Arif Rachman Hakim dibaringkan di aula FK-UI sebelum ditanam di


semayamkan Blok P, Kebayoran Baru. Kini kuburannya dipindahkan ke
pemakaman Tanah Kusir.
(Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

Wakil-wakil KAMI setelah selesai pelantikan sebagai anggota DPRGR tanggal 1


Februari 1967. Dari kanan ke kiri, Slamet Sukirnanto, Cosmas Batubara, Yozar
Anwar, Nono Anwar Makarim, Liem Bian Khoen, Mar‟ie Muhammad, David
Johnny Simandjutntak, Fahmi Idris.
Sumber: (Yozar Anwar; Angkatan 66)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN II: Kumpulan Foto Surat Perintah Sebelas Maret 1966

Naskah Supersemar versi A


(Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga
Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)

127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

Naskah Supersemar Versi B


(Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga
Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

Salinan naskah asli Supersemar versi M. Jusuf halaman pertama


(Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga
Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

Salinan naskah asli Supersemar versi M. Jusuf halaman kedua


(Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga
Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

LAMPIRAN III: SILABUS


Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (Wajib)
Kelas : XII
Kompetensi Inti :
3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber Belajar


Dasar Waktu
3.3 Mengevaluasi Indonesia pada Mengamati: Tugas: 6 mg x 2 jp  Buku Paket Sejarah
perkembangan masa Demokrasi  Dengan menyimak penjelasan guru, menilai tugas Indonesia kelas XII
kehidupan Terpimpin membaca buku, melihat foto-foto, individu  Soe Hok Gie,
politik, sosial  latar belakang film dokumenter, browsing di internet (mengamati, Catatan Seorang
dan ekonomi lahirnya gerakan (jika tersedia) tentang latar belakang menanya, Demonstran,
bangsa mahasiswa 1966 hadirnya gerakan mahasiswa 1966 pengumpulan
Indonesia data, asosiasi, LP3ES, Jakarta,
di Jakarta. hingga dampak-dampak yang
pada masa  Proses jalannya dihasilkan dari gerakan tersebut. komunikasi). 2015.
Demokrasi gerakan
Terpimpin. Menanya: Observasi,  Boediono, Ekonomi
mahasiswa 1966
Indonesia Dalam
di Jakarta.  berdiskusi untuk mendapatkan mengamati
4.3 Melakukan kegiatan peserta Lintas Sejarah,
Dampak dari klarifikasi tentang perubahan dan
penelitian didik dalam Mizan, Bandung,
gerakan perkembangan politik, sosial dan
sederhana proses 2016, hal 96-97.
mahasiswa 1966 ekonomi masa Demokrasi
tentang dalam bidang Terpimpin. Selanjutnya pelajaran mengumpulkan  M.C. Ricklefs,
kehidupan ekonomi dan dilanjutkan dengan latar belakang data, analisis Sejarah Indonesia
politik dan politik di hadirnya gerakan mahasiswa 1966 data dan modern 1200-2008,
ekonomi Indonesia. hingga dampak-dampak yang pembuatan Serambi, Jakarta,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

bangsa dihasilkan dari gerakan tersebut. laporan 2008.


Indonesia mengenai latar  Buku-buku lainnya.
pada masa Mengeksplorasikan: belakang
Demokrasi  mengumpulkan informasi yang terkait hadirnya  https://www.youtub
Terpimpin dengan materi tentang perubahan dan gerakan e.com/watch?v=eU
dan perkembangan politik, sosial dan mahasiswa nP4WEPTdk
menyajikanny ekonomi masa Demokrasi Terpimpin 1966 hingga  Internet (jika
a dalam melalui bacaan, pengamatan terhadap dampak- tersedia).
bentuk sumber sejarah, buku, foto-foto, film dampak yang  Gambar-gambar
laporan dokumenter, dan internet (jika dihasilkan dari tentang demo
tertulis. tersedia). Selanjutnya pelajaran gerakan mahasiswa 1966 di
dilanjutkan dengan latar belakang tersebut. Jakarta.
hadirnya gerakan mahasiswa 1966
hingga dampak-dampak yang Portofolio:
dihasilkan dari gerakan tersebut. menilai laporan
yang dibuat
Mengasosiasikan: peserta didik
 mengevaluasi data-data hasil terkait latar
wawancara, membaca buku, melihat belakang
foto-foto, menonton film dokumenter hadirnya
dan browsing di internet tentang gerakan
perubahan dan perkembangan politik, mahasiswa
sosial dan ekonomi masa Demokrasi 1966 hingga
Terpimpin. Selanjutnya pelajaran dampak-
dilanjutkan dengan latar belakang dampak yang
hadirnya gerakan mahasiswa 1966 dihasilkan dari
hingga dampak-dampak yang gerakan
dihasilkan dari gerakan tersebut. tersebut.
Mengkomunikasikan:
 Menyajikan hasil penelitiaan Tes tertulis:
sederhana dalam bentuk laporan dan Guru menilai
dipersentasikan di depan kelas. kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

Penelitian tersebut berisi tentang peserta didik


perubahan dan perkembangan politik dalam
dan ekonomi masa Demokrasi Penguasaan
Terpimpin. Selanjutnya pelajaran materi terkait
dilanjutkan dengan latar belakang latar belakang
hadirnya gerakan mahasiswa 1966 hadirnya
hingga dampak-dampak yang gerakan
dihasilkan dari gerakan tersebut. mahasiswa
1966 hingga
dampak-
dampak yang
dihasilkan dari
gerakan
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

Lampiran IV:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMA Negeri 10 Yogyakarta
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (wajib)
Kelas / Semester : XII IPS 2 / 1
Materi Pokok : Indonesia pada Demokrasi Terpimpin
Alokasi Waktu : 2 X 45 (90 Menit)
A. Kompetensi Inti

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.


2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif, dalam
berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga,
sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan
kawasan internasional.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan
kompleks berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara: efektif, kreatif,
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif, dalam ranah konkret dan
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu
menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator


3.1 Mengevaluasi perkembangan kehidupan 3.1.1 Menjelaskan latar belakang
politik, sosial dan ekonomi Bangsa lahirnya gerakan mahasiswa pada
Indonesia pada masa Demokrasi tahun 1966 di Jakarta.
Terpimpin. 3.1.2 Menjelaskan proses jalannya
demonstrasi mahasiswa tahun
1966 di Jakarta.
3.1.3 Menganalisis dampak dari gerakan
mahasiswa 1966 di Jakarta bagi
kehidupan politik, sosial dan
ekonomi Indonesia.

4.4 Melakukan penelitian sederhana tentang 4.4.1 Menyajikan hasil penelitian terkait
kehidupan politik dan ekonomi bangsa gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta
Indonesia pada masa Demokrasi dalam bentuk laporan dan
Terpimpin dan menyajikannya dalam presentasi.
bentuk laporan tertulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

C. Tujuan Pembelajaran

Melalui model pembelajaran Problem Basic Learning (PBL), siswa dapat menjelaskan dan
mengevaluasi perkembangan kehidupan politik, sosial dan ekonomi bangsa Indonesia pada
masa Demokrasi Terpimpin. Selain itu, diharapkan siswa dapat membuat sebuah laporan dan
mempresentasikannya di depan kelas. Siswa juga diharapkan dapat menemukan nila-nilai
dari materi yang diberikan guna jadi bekal dalam kehidupan yang lebih baik.
D. Materi Pembelajaran

 Latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta.

 Dinamika demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta.

 Dampak dari demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta bagi kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial.

E. Metode Pembelajaran

1. Pendekatan Pembelajaran : Scientific Learning

2. Metode Pembelajaran : Ceramah, diskusi kelompok, dan presentasi

3. Model Pembelajaran : Problem Bassic Learning (PBL)

F. Media Pembelajaran

Alat : LCD, Laptop, Speaker, spidol


Bahan : PPT, Video demonstrasi mahasiswa tahun 1966 di Jakarta.

G. Sumber Belajar

 Buku paket sejarah Indonesia kelas XII

 Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta, 2015

 Boediono, Ekonomi Indonesia Dalam Lintas Sejarah, Mizan, Bandung, 2016, hal
96-97.
 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia modern 1200-2008, Serambi, Jakarta, 2008

 https://www.youtube.com/watch?v=eUnP4WEPTdk

H. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Uraian Kegiatan Alokasi Waktu


Pendahuluan  Guru memberikan salam 10 menit
 Menanyakan kabar peserta didik
terkait dengan kenyamanan dan
kesiapan peserta didik dalam
belajar
 Menanyakan kehadiran peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

didik
 Mengadakan Tanya jawab
mengenai materi sebelumnya
 Menyampaikan tujuan
pembelajaran melalui power point.
Inti kegiatan MENGAMATI 70 menit
 Guru menampilkan dan
menjelaskan setiap materi yang
dipaparkan dalam PPT.

 Peserta didik mengamati dan


mendengarkan materi yang
dijelaskan oleh guru, melalui PPT.

MENANYA
 Guru memberikan kesempatan
kepada para peserta didik untuk
menanyakan sesuatu terkait materi
yang dipaparkan.

 Guru memberikan kesempatan


kepada para peserta didik untuk
mengemukakan pendapatnya,
terkait materi yang dijelaskan.

MENGUMPULKAN INFORMASI
 Guru membagi peserta didik
menjadi enam kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 5-6 orang.

 Guru menampilkan video tentang


gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta.

 Peserta didik mampu menemukan


nilai-nilai yang dapat diambil guna
diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat.

MENGASOSIASI
 Setiap kelompok mencoba
menghubungkan dan
mengasosiasikan informasi-
informasi yang ditemukan dan
dipaparkan dalam laporan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

MENGKOMUNIKASIKAN
 Setiap kelompok ditunjuk untuk
mempresentasikan hasil
pekerjaannya di depan kelas.

 Peserta didik yang lain menyimak


dan mencatat informasi dari
kelompok yang sedang
menerangkan.

 Kelompok lain mengajukan


pertanyaan terkait kepada
kelompok yang sedang presentasi.

Penutup  Peserta didik diberikan ulasan 10 menit


singkat tentang kegiatan
pembelajaran dan hasil belajarnya.

 Peserta didik dapat ditanyakan


apakah sudah memahami materi
tersebut.

 Sebagai refleksi, guru memfasilitasi


peserta didik untuk mengambil
nilai-nilai yang di dapat dari
pembahasan kali ini.

I. Instrumen Penilaian Hasil Pembelajaran

Teknik Penilaian
1. Penilaian Sikap : Observasi

2. Penilaian Pengetahuan : Tes tertulis

3. Penilaian Psikomotorik : Penugasan Laporan

Bentuk Penilaian
1. Penilaian Sikap : Lembar Observasi (terlampir)

2. Penilaian Pengetahuan : Soal Essai (terlampir)

3. Penilaian Psikomotorik : Rubrik Penilaian laporan (terlampir)

Yogyakarta, 23 Mei 2019


Guru Mata Pelajaran

Benidiktus Fatubun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

Lampiran-Lampiran

1. Instrumen Penilaian Sikap

No Nama Siswa Aspek Perilaku yang Dinilai Jumlah Skor Nilai

BS JJ TJ DS

1
2
3 Dst

Keterangan:
 BS : Bekerja Sama
 JJ : Jujur
 TJ : Tanggung Jawab
 DS : Disiplin

Skor Aspek perilaku


Baik Sekali : 4
Baik :3
Cukup :2
Kurang :1

Catatan:
1. Skor Maksimal = Jumlah sikap yang dinilai X jumlah kriteria
2. Nilai:
Nilai = x 100

2. Instrumen Penilaian Pengetahuan

No Nama Soal Essai


1 2 3

1
2
3 Dst

1. Pedoman Penilaian:
 Setiap skor memiliki bobot yang sama = 20

 Skor maksimal = 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

2. Kriteria Nilai:

 75,01 – 100,00 = Sangat Baik (A)

 50,01 – 75,00 = Baik (B)

 25,01 – 50,00 = Cukup (C)

 00,00 – 25,00 = Kurang (D)

Nilai = x 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

UJI KOMPETENSI

Mata Pelajaran : Sejarah Peminatan


Kelas : XII
Hari/tanggal : Kamis, 23 Mei 2019
Waktu : 90 Menit

Jawablah Pertanyaan di bawah ini dengan jelas, tepat dan benar!


1. Jelaskan latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta…
2. Jelaskan proses gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta dalam menentang Sukarno dan
PKI …
3. Analisislah dampak dari gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta …
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

KUNCI JAWABAN
1. Lantar belakang lahirnya demonstrasi mahasiswa tahun 1966 di Jakarta dipengaruhi oleh
kondisi ekonomi dan politik negara pada saat itu. Selain itu, demonstrasi mahasiswa
tahun 1966 di Jakarta hadir pula dari akumulasi logis terkait pertentangan antara sesama
organisasi mahasiswa itu sendiri. Pertentangan yang dimaksud adalah antara kelompok
mahasiswa yang anti kiri dan mahasiswa yang dicap kiri.
2. Proses gerakan mahasiswa selama kurang lebih 60 hari, berjalan dengan kerjasama yang
sempurna antara mahasiswa dan militer. Setelah kejadian penculikan dan pembunuhan
para jenderal, militer dan mahasiswa membentuk sebuah kerjasama untuk
menghancurkan kelompok kiri dan juga Sukarno. Gerakan tersebut mulai dengan
membentuk gerakan penekan bagi pemerintah kala itu. Berbagai aksi dijalankan agar
tercipta tuntutan mereka. Pada tanggal 10 Januari 1966, lahirlah Tritura. Bubarkan PKI,
Ganti kabinet dan Turunkan harga adalah isi dari tiga tuntutan tersebut.
3. Berubahnya wajah perpolitikan Indonesia dan ekonomi dalam negeri, adalah dampak
yang ditimbulkan dari gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta. Tak hanya itu,
terbunuhnya simpatisan maupun mereka yang dicap terlibat dengan komunis sedikit
banyak adalah dampak dari gerakan mahasiswa tersebut. Selain itu keluarnya Supersemar
adalah konsekuensi logis dari berbagai gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

4. Instrumen Penilaian Psikomotorik

Tugas
Buatlah makalah secara berkelompok dengan topik pembahasan seperti di bawah ini
dan kemudian dipresentasikan.
 Latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta.
 Tuntutan-tuntutan yang disuarakan oleh gerakan mahasiswa tersebut.
 Pola-pola gerakan yang dilakukan selama melakukan demonstrasi tahun 1966
di Jakarta.
 Dampak yang dihasilkan dari gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta.

Rubrik Penilaian

No Aspek yang dinilai Kriteria Skor


1 Sistematika Materi presentasi disajikan secara runtut dan 4
presentasi sistematis
Materi presentasi disajikan secara runtut tetapi 3
kurang sistematis
Materi presentasi disajikan secara kurang 2
runtut dan tidak sistematis
Materi presentasi disajikan secara tidak runtut 1
dan tidak sistematis

2 Penggunaan bahasa Bahasa yang digunakan sangat mudah 4


dipahami
Bahasa yang digunakan cukup mudah 3
dipahami
Bahasa yang digunakan aga sulit dipahami 2

Bahasa yang digunakan sangat sulit dipahami 1


3 Penyampaian materi Penyampaian materi dilakukan dengan 4
artikulasi kata yang jelas
Penyampaian materi dilakukan dengan 3
artikulasi kata yang agak jelas
Penyampaian materi dilakukan dengan 2
artikulasi kata yang kurang jelas
Penyampaian materi dilakukan dengan 1
artikulasi kata yang tidak jelas
4 Menanggapi Mampu menanggapi pertanyaan dengan logis 4
pertanyaan dan rasional, serta diikuti dengan pemberian
bukti/fakta seperlunya
Mampu menanggapi pertanyaan dengan cukup 3
logis dan rasional, serta diikuti dengan
pemberian bukti/fakta seperlunya
Kurang mampu menanggapi pertanyaan 2
dengan logis dan rasional, serta diikuti dengan
pemberian bukti/fakta seperlunya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Tidak mampu menanggapi pertanyaan dengan 1


logis dan rasional, serta tidak diikuti dengan
pemberian bukti/fakta seperlunya.

Kriteria Nilai

80 – 90 = Baik sekali (A)


70 – 79 = Baik (B)
60 – 69 = Cukup (C)
50 – 59 = Kurang (D)

Nilai= x 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

Anda mungkin juga menyukai