Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Digital

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari

yang terjadi dalam proses interaksi dengan keterlibatan dua individu atau lebih.

Komunikasi dapat terjadi jika pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memiliki

pemahaman yang sama mengenai bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, (West

& Turner, 2007) menyatakan bahwa tujuan utama dari komunikasi adalah

pemahaman. Kegagalan dari komunikasi terjadi karena adanya kendala untuk

dapat memahami makna yang disampaikan.

Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis”

yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mewujudkan kebersamaan antar pihak.

Dalam Bahasa Inggris, kata komunikasi disebut “communicate” yang artinya

“pertukaran pikiran”; “pemberitahuan”; atau “diskusi bersama” (Ruler, 2018).

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lainnya

melalui saluran komunikasi tertentu. Pihak penyampai pesan disebut dengan

komunikator, sedangkan pihak yang menjadi penerima pesan disebut komunikan.

Contoh sederhana komunikasi adalah sebuah percakapan yang terjadi antara dua

pihak. Pihak pertama menjadi komunikator, sedangkan pihak kedua adalah

komunikan, audience, sasaran, atau pendengar. Hal yang disampaikan dalam

7
8

komunikasi disebut dengan pesan, adapun media yang digunakan untuk

menyampaikan pesan disebut dengan saluran (Suprapto, 2009).

Komunikasi yang terjadi antar manusia melibatkan pertukaran tanda atau

simbol yang diutarakan secara lisan atau nonlisan, yang dipahami baik oleh pihak

yang menjadi pengirim/penyampai maupun penerima tanda/simbol. Komunikasi

dapat terwujud jika terdapat keseragaman pemahaman mengenai makna dari tanda

atau simbol yang disampaikan dalam interaksi yang terjadi. Tanpa adanya

keseragaman pemahaman tersebut, maka tanda atau simbol yang disampaikan

tidak dapat mencapai tujuan mendasar dari komunikasi (Suherman, 2020).

2.1.2 Komunikasi Digital

Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa komunikasi digital adalah

proses penyampaian pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan

menggunakan media digital. Komunikasi digital memiliki karakteristik yang jauh

berbeda dengan komunikasi tradisional. Perbedaan pertama terletak pada proses

dalam membentuk, mengemas, dan menyajikan pesan, dimana komunikasi digital

memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan kemudahan. Selanjutnya dalam hal

daya tarik pesan yang juga jauh lebih unggul pada komunikasi digital karena

adanya beragam fitur teknologi yang memungkinkan pesan dikemas dan

disampaikan dengan cara-cara yang unik dan menarik (R. K. Anwar & Rusmana,

2017).

Daya tarik tinggi dari komunikasi digital menjadi dasar terbentuknya

respon yang sangat besar dari penerima pesan. Besarnya respon tersebut juga

dipengaruhi oleh jangkauan dari komunikasi digital yang jauh lebih luas, yang
9

bahkan dapat mengabaikan faktor tempat dan waktu, dimana komunikator dan

komunikan dapat saling berkomunikasi atau berkirim pesan meskipun berada

pada tempat yang berjauhan. Pesan dalam komunikasi digital dapat diakses oleh

komunikan secara cepat atau dalam waktu yang berbeda dengan waktu

penyampaian pesan oleh komunikator. Dengan kata lain, fleksibilitas

penyampaian pesan dan akses menjadi karakteristik lain yang membedakan antara

komunikasi digital dan komunikasi tradisional (R. K. Anwar & Rusmana, 2017).

2.2 Tinjauan tentang Dakwah

2.2.1 Pengertian Dakwah

Secara harfiah, pengertian dakwah adalah upaya untuk menyiarkan agama

(Islam) untuk meningkatkan pemahaman dan jumlah pemeluknya di kalangan

masyarakat. Dakwah juga dapat dimaknai sebagai sebuah seruan atau ajakan

untuk memeluk, mendalami, dan menerapkan nilai-nilai ajaran (Islam) dalam

kehidupan sehari-hari (Kbbi.web.id, 2021). Menurut asal katanya, dakwah berasal

dari Bahasa Arab, yaitu ‫يدعو‬, ‫دعوة‬, ‫ دعا‬yang artinya undangan, panggilan, do’a atau

seruan.

Pengertian dari istilah dakwah secara lebih rinci dikemukakan oleh (Lumbu

et al., 2020), bahwa dakwah adalah merupakan suatu upaya untuk mewujudkan jati

diri bagi pemeluk agama Islam (muslim) untuk menyampaikan berbagai nilai-nilai

Islam kepada masyarakat dengan tujuan untuk mendorong peningkatan

pemahaman mengenai Islam agar masyarakat tertarik untuk memeluk dan

mendalami ajaran agama tersebut. Menurut sudut pandang agama Islam, dakwah
10

adalah sebuah bentuk ibadah yang memiliki nilai sangat tinggi karena bertujuan

untuk menyadarkan manusia mengenai kebenaran dari Islam, menerim seluruh

bagian dari ajarannya, serta mengamalkannya sebagai cara untuk hidup (way of

life).

Berikut ini pengertian dakwah dari para pakar yang dirangkum oleh

(Suriani, 2017):

Tabel 2.1. Pengertian Dakwah

No Sumber Pengertian Dakwah


1 Toha Yahya Oemar Dakwah Islam adalah aktivitas yang bertujuan
untuk menyeru atau mengajak masyarakat agar
memilih jalan yang benar, yaitu yang sesuai
dengan ajaran Islam untuk memperoleh kebaikan
hidup di dunia maupun di kehidupan setelah
kematian (akhirat). Dakwah dilakukan
menggunakan cara-cara yang baik
2 Ali Makhfudz Dakwah Islam adalah kegiatan untuk mengajak
manusia untuk melakukan kebaikan sesuai dengan
ajaran Islam, serta memperingatkan dari berbagai
hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dakwah
Islam bertujuan untuk menyelamatkan manusia
dari kesulitan dan membantu manusia menuju
jalan yang dapat memberikan kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat
3 Hamzah Yakub Dakwah adalah aktivitas yang menggunakan cara-
cara yang bijak untuk mengajak manusia agar
mengikuti perintah Allah subhana wa ta’ala sesuai
dengan tata cara yang dicontohkan Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬
4 Hamka Dakwah adalah sebuah seruan yang ditujukan
kepada seluruh manusia untuk mengikuti ajaran
Islam dengan melaksanakan hal-hal yang sifatnya
ma’ruf dan memerangi hal yang munkar
5 Abdullah Ba’alawi Dakwah adalah kegiatan menyeru, memberikan
bimbingan, dan memimpin masyarakat agar
terlepas dan atau terhindar dari jalan yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam
6 Muhammad Natsir Dakwah adalah salah satu kegiatan yang wajib
dilakukan oleh umat Islam untuk menyeru umat
agar mengikuti ajaran Islam dan menjauhi hal yang
11

No Sumber Pengertian Dakwah


dilarang menurut Islam
7 Muhammad Abduh Dakwah adalah kewajiban setiap muslim untuk
memperingatkan dan mencegah umat dari berbagai
jenis kemunkaran dan mengajak pada jalan
kebaikan, yaitu yang sesuai dengan ajaran Islam
Sumber: (Suriani, 2017)

Dakwah adalah salah satu bentuk pelaksanaan perintah dalam Agama

Islam yang bertujuan untuk menyeru masyarakat agar menjadi manusia yang lebih

bijaksana dengan cara mematuhi berbagai perintah dan tidak melanggar larangan-

larangan dari Allah subhana wa ta’ala. Seruan tersebut mengguakan cara-cara

yang baik, yang pada dasarnya juga merupakan representasi dari nilai yang

diajarkan dalam agama Islam (Enjang, 2009).

Pada dasarnya, dakwah dilaksanakan dengan dua tujuan utama, yaitu

untuk mengajak manusia kepada hal yang ma’ruf, yaitu untuk menjadikan Allah

subhana wa ta’ala sebagai satu-satunya sesembahan (tauhid); dan menolak atau

melawan hal-hal yang sifatnya munkar, yaitu yang bertentangan dengan perintah-

perintah Allah subhana wa ta’ala. Konsekuensi dari men-tauhid-kan Allah

subhana wa ta’ala adalah melaksanakan seluruh hal yang diperintahkan dan

menjauhi seluruh hal yang dilarang-Nya. Adapun realisasinya salah satunya

berupa tindakan untuk melawan kemunkaran dan berani untuk berhadapa dengan

pihak-pihak pelaku kemunkaran tersebut (Lumbu et al., 2020).

Dakwah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam.

Hal ini didasarkan pada ajaran agama Islam yang menyatakan bahwa nilai-nilai

Islam tidak cukup hanya dipahami dan dilaksanakan demi kepentingan individual

saja, namun juga harus disampaikan kepada pihak lain agar juga ikut memiliki
12

pemahaman yang mendalam mengenai Islam, kemudian ikut mengamalkan dan

juga mendakwahkannya kepada pihak lainnya.

2.2.2 Komunikasi Dakwah

Pada dasarnya, dakwah merupakan upaya untuk menyampaikan berbagai

informasi mengenai agama Islam, sehingga meskipun secara konteks memiliki

perbedaan dengan komunikasi pada umumnya, namun terdapat kesamaan dalam

aspek operasional antara dakwah dan komunikasi. Terdapat dua sudut pandang

umum mengenai hubungan keduanya, pertama, dakwah adalah bagian dari

komunikasi karena dalam dakwah diterapkan metode komunikasi yang spesifik

untuk mencapai tujuan dakwah. Menurut sudut pandang kedua, komunikasi justru

adalah bagian dari dakwah karena dakwah tidak hanya berkaitan dengan proses

komunikasi saja (Pirol & Jajuli, 2018). Namun kedua istilah tersebut juga sering

digunakan secara bersama-sama untuk memberikan penjelasan secara lebih

spesifik mengenai konteks komunikasi dengan latar belakang keagamaan (Islam).

Komunikasi dakwah dapat dipahami sebagai upaya yang dilaksanakan

oleh individu atau kelompok untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan

dengan tujuan untuk mengajak masyarakat luas untuk mengenal, mendalami, dan

mengamalkan nilai-nilai dalam agama Islam. Nilai-nilai tersebut diambil dari dua

sumber utama ajaran Islam, yaitu Al qur’an dan Al hadist, yang disampaikan

melalui bahasa, tanda, dan simbol yang sesuai dengan pemahaman dari pihak

pelaksana dakwah maupun masyarakat yang menjadi sasarannya. Sebagaimana

komunikasi secara umum, komunikasi dakwah juga memiliki tujuan spesifik yang

ingin dicapai, yaitu untuk mendorong terjadinya perubahan pada pemikiran, sikap,
13

hingga perilaku menjadi lebih sesuai dengan ajaran agama Islam (Maghfiroh,

2016).

Pihak yang menjadi penyampai dakwah, atau disebut dengan Dai-Daiyyah

atau ustadz-ustadzah, melakukan komunikasi dengan pihak yang menjadi sasaran

dakwah, atau disebut dengan mad’u, berdasarkan tata cara yang sesuai dengan

nilai Islam. Komunikasi dalam dakwah setidaknya melibatkan interaksi antar dua

pihak tersebut berdasarkan persamaan dalam hal pemaknaan terhadap tanda,

simbol, atau bahasa yang digunakan dalam dakwah (Suriani, 2017).

2.2.3 Unsur-Unsur Dakwah

Dakwah memiliki tiga unsur utama yang menjadi penentu keberhasilan

pencapaian tujuan penyampaian pesannya, yaitu (Maghfiroh, 2016):

1. Subjek dakwah

Subjek dakwah atau pihak yang menjadi penyampai pesan agama dalam

proses dakwah (Dai) adalah unsur pertama dari dakwah yang sangat

menentukan keberhasilan penyampaian sekaligus penerimaan pesan

dakwah oleh mad’u. seorang Dai harus memiliki pemahaman mendalam

mengenai syariat Islam serta para Mad’u yang menjadi sasaran

dakwahnya.

Pemahaman mengenai syariat Islam menjadi modal utama bagi Dai dalam

memberikan penjelasan kepada Mad’u, sekaligus menjadi pondasi dari

sikap dan perilaku dari Dai yang menjadi pertimbangan dari para mad’u

dalam mempercayai pesan dalam dakwah yang disampaikan. Selain itu,

para Dai juga harus dapat membaca keadaan dari para Mad’u agar dapat
14

menyampaikan dakwah secara efektif dan tepat sasaran. Dalam hal ini,

pemilihan terhadap materi dan metode dakwah sangat menentukan

penerimaan dari mad’u, baik terhadap Dai maupun materi yang

disampaikan (Ilaihi, 2010).

Dai yang memiliki kredibilitas cenderung dapat diterima dengan baik oleh

para mad’u dan pesan dalam dakwahnya diyakini kesesuaiannya dengan

ajaran agama Islam. Setidaknya terdapat lima tolak ukur kredibilitas Dai

yang disampaikan oleh (Maghfiroh, 2016), yaitu kompetensi, sikap, intensi,

kepribadian, dan dinamisme. Tolak ukur pertama, yaitu kompetensi,

berkaitan dengan kemampuan Dai dalam menguasai materi dan metode

penyampaian dakwah. Kedua, Dai harus memiliki sikap tegas mengacu

pada syariat Islam namun sopan. Ketiga, intensi Dai dalam berdakwah

harus jelas, yaitu untuk menyampaikan ajaran Islam dengan orientasi

ibadah, bukan untuk keuntungan duniawi. Keempat, Dai perlu memiliki

kepribadian yang menarik, bersahabat dan ramah. Kelima, Dai perlu

menguasai metode penyampaian materi dakwah yang dinamis, yaitu

mampu mengikuti suasana dan kebutuhan para mad’u namun dengan tetap

berpegang teguh pada koridor hal yang diperbolehkan dalam ajaran Islam.

Selain mengacu pada lima tolak ukur kredibilitas di atas, seorang Dai juga

perlu memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut (A. Anwar, 2011):

a. Memahami secara mendalam materi dakwah yang disampaikan kepada

mad’u

b. Melaksanakan seluruh hal yang didakwahkan


15

c. Memiliki niat hanya untuk mendapatkan ridho Allah subhana wa

ta’ala dalam berdakwah

d. Melaksanakan dakwah secara runtut mulai dari bab yang paling

penting terlebih dahulu, yaitu aqidah, syariah, akhlaq,

e. Memiliki tekad yang kuat untuk terus menyampaikan ajaran Islam

meskipun menghadapi kesulitan selama prosesnya.

2. Objek dakwah

Objek dakwah adalah seluruh pihak yang menjadi sasaran penyampaian

pesan dalam dakwah, yang disebut dengan mad’u. Pihak tersebut dapat

berupa individual atau kelompok, baik yang telah memeluk agama Islam

maupun yang masih menganut agama lainnya. Berdasarkan cara

berpikirnya, mad’u dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu para

cendikiawan, masyarakat awam, dan golongan selain dua tersebut.

Golongan pertama, yaitu cendikiawan, merupakan masyarakat yang

memiliki kemampuan berpikir kritias, sehingga dapat menangkap pesan

dakwah secara mudah dan cepat. Golongan kedua adalah masyarakat

awam, yang pada umumnya tidak mampu berpikir kritis seperti

cendikiawan, sehingga masih kesulitan untuk menangkap materi dakwah

yang rumit. Golongan ketiga merupakan masyarakat yang tidak termasuk

ke dalam cendikiawan namun memiliki sedikit pengetahuan yang

digunakan sebagai dasar untuk berargurmen. Golongan ini memiliki

kecenderungan untuk beradu argumentasi, namun tidak memiliki intensi

serius untuk mendalami ajaran Islam secara menyeluruh.


16

3. Materi dakwah

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa hendaknya para Dai

menyampaikan dakwah secara sistematis dengan mengacu pada tata cara

dakwah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, yaitu dengan

memulai dari bab aqidah, syariah, dan akhlaq. (Ilaihi, 2010) menyatakan

bahwa bab aqidah memuat pembahasan mengenai Rukun Iman, yaitu Iman

kepada Allah subhana wa ta’ala, Iman kepada Malaikat-Nya, iman kepada

kitab-kitab-Nya, iman kepada rosul-rasul-Nya, iman kepada hari akhir,

iman kepada takdir Allah subhana wa ta’ala. Bab syariah meliputi

pembahasan mengenai ibadah toharoh, sholat, zakat, puasa, dan haji

serta muamalah. Bab akhlaq menjelaskan mengenai akhlaq terhadap Allah

SWT dan akhlaq terhadap makhluq-Nya.

2.2.4 Efektivitas Dakwah

Pelaksanaan dakwah selain harus menggunakan cara-cara yang bijak dan

sesuai dengan tata cara yang benar menurut agama Islam, juga perlu untuk

mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mendorong efektivitasnya.

Setidaknya terdapat tujuh faktor yang dapat mendorong peningkatan efektivitas

dakwah jika ditinjau dari sudut pandang pihak penyampai dakwah, yaitu kesiapan,

kesungguhan, ketulusan, kepercayaan, ketenangan, keramahan, dan

kesederhanaan (Suriani, 2017).

1. Kesiapan

Kesiapan dari Dai dalam menyampaikan materi dakwah menjadi salah

satu pokok penilaian dari masyarakat dalam menerima dan mempercayai


17

berbagai hal yang disampaikan Dai tersebut. Jika terdapat kesiapan yang

baik, maka Dai cenderung mampu menyampaikan materi dakwah secara

meyakinkan karena terlihat memiliki penguasaan yang mendalam.

Sebaliknya, jika Dai tidak memiliki persiapan yang baik, maka

penyampaiannya cenderung kurang meyakinkan, sehingga tujuan dakwah

untuk membuat mad’u bersedia menerima materi dakwah menjadi sulit

untuk tercapai.

2. Kesungguhan

Kesungguhan seorang Dai dalam menyampaikan dakwah salah satunya

terlihat pada upaya Dai untuk memenuhi harapan mad’u dalam hal

pembahasan yang mendalam serta kepedulian terhadap kemampuan mad’u

dalam menerima materi yang disampaikan. Pembahasan materi yang

mendalam menunjukkan bahwa Dai bersungguh-sungguh ingin menyeru

mad’u pada jalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu,

selama proses penyampaian materi para Dai juga terkadang melakukan

improvisasi agar pihak yang menjadi mad’u tidak merasa bosan dan tetap

aktif serta antusias dalam menerima dakwah.

3. Ketulusan

Ketulusan berkaitan dengan orientasi dari Dai dalam menyampaikan

dakwah kepada mad’u. Sesuai dengan hakikat dari dakwah sebagai bagian

dari aktivitas yang bernilai ibadah dalam Islam, maka seorang Dai tidak

diperbolehkan menjadikan keuntungan dunia sebagai orientasi dalam

berdakwah. Selain tidak sejalan dengan ajaran Islam, orientasi


18

keduniawian dalam berdakwah cenderung menjadi dasar terbentuknya rasa

tidak percaya dari mad’u kepada Dai, sehingga materi yang

didakwahkannya juga sulit untuk diterima.

4. Percaya Diri

Seorang Dai yang berkedudukan sebagai penyampai pesan dakwah

(komunikator) harus memiliki rasa percaya diri tinggi agar mampu

menguasai proses dakwah dengan baik dan mampu menyampaikan materi

dakwah secara lancar dan meyakinkan. Kepercayaan diri tersebut menjadi

salah satu modal penting yang menentukan penilaian dari mad’u mengenai

kredibilitas Dai.

5. Ketenangan

Ketenangan seorang Dai, baik dalam menyampaikan dakwah maupun

dalam perilakunya sehari-hari merupakan salah satu cerminan dari

pemahamannya mengenai ajaran Islam. Oleh karena itu, Dai yang tenang

cenderung mampu membuat para mad’u lebih percaya dan yakin

mengenai isi dakwah yang disampaikan.

6. Keramahan

Sikap yang ramah merupakan hasil dari pemahaman yang baik mengenai

ajaran Islam karena dalam Islam diajarkan adab terbaik dalam berinteraksi

dengan sesama manusia. Dai yang ramah dalam proses dakwahnya

cenderung dapat menarik simpati dan rasa hormat dari para mad’u,

sehingga materi dakwah yang disampaikan oleh Dai juga diterima dengan

baik dan diikuti.


19

7. Kesederhanaan

Sikap yang penuh kesederhanaan merupakan hasil dari pemikiran yang

tidak berorientasi pada aspek keduniawian. Kesederhanaan umumnya juga

dimaknai sebagai gambaran dari ketulusan dalam melakukan sesuatu hal.

Dalam konteks dakwah, para Dai yang memiliki kesederhanaan cenderung

dapat lebih mudah diterima dakwahnya oleh para mad’u karena adanya

anggapan bahwa Dai dengan sikap demikian memiliki kesungguhan dan

ketulusan dalam mengajak umat menuju jalan kebaikan sesuai dengan

ajaran agama Islam.

2.2.5 Media Dakwah

Kata media berasal dari Bahasa Latin “medium” yang artinya tengah,

pengantar, atau perantara. Dalam Bahasa Indonesia, pengertian dari media adalah

alat yang dapat digunakan sebagai sarana kegiatan komunikasi, yang letaknya

berada di antara komunikator (penyampai pesan) dan komunikan (penerima

pesan). Oleh karena itu, media umumnya disebut juga dengan istilah perantara

penyampaian pesan antara komunikator dan komunikan (Maghfiroh, 2016;

Www.kbbi.web.id., 2021).

Berdasarkan bentuk pesan yang disampaikan, maka media dapat

digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu (A. Anwar, 2011):

1. Auditive media

Media jenis pertama ini hanya mampu menjadi sarana dalam komunikasi

yang menggunakan suara atau bunyi. Oleh karena itu, pesan yang

disampaikan oleh komunikator hanya dapat diterima oleh indera


20

pendengar (telinga) dari para komunikan. Adapun bentuk auditive media

yang umumnya digunakan berupa telepon, radio, maupun media

tradisional seperti gendang atau kentongan.

2. Visual media

Media jenis pertama ini hanya dapat digunakan sebagai sarana dalam

komunikasi menggunakan pesan yang berupa tanda atau simbol visual.

Jenis visual media yang banyak dikenal dan digunakan dapat berupa buku,

majalah, surat kabar, spanduk, poster, dan lain-lain.

3. Audio visual media

Media jenis ketiga ini mampu memfasilitasi komunikasi yang

menggunakan bunyi sekaligus gambar (visual), sehingga pesan yang

disampaikan komunikator dapat diterima oleh indera penglihatan (mata)

sekaligus pendengaran (telinga) dari komunikan. Bentuk dari audio visual

media merupakan media yang menggunakan teknologi modern, seperti

televisi dan media berbasis internet.

Pada dasarnya, dakwah dapat dilaksanakan menggunakan tiga jenis media

di atas sesuai dengan situasi yang dihadapi maupun kebutuhan dari para mad’u.

Sebagaimana dalam proses komunikasi pada umumnya, kedudukan media dalam

dakwah adalah sebagai sarana penyampaian pesan dakwah dari seorang Dai

kepada para mad’u (A. Anwar, 2011).

2.2.6 Dakwah Digital

Dakwah digital dapat dimaknai sebagai dakwah yang dilaksanakan

menggunakan media digital. (Setyaningsih, 2019) menyatakan bahwa sesuai dengan


21

ketetapan dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian

Agama Republik Indonesia, maka terdapat tujuh standar literasi media Islam

Daring yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan dakwah digital. Prinsip-prinsip

tersebut terdiri dari prinsip produksi berita daring, etika distribusi berita, jaminan

akurasi dan komitmen antihoaks, spirit amar makruf nahi mungkar, asas hikmah

dalam dakwah, prinsip dalam interaksi digital, dan prinsip kemerdekaan press.

Standar pertama, yaitu prinsip produksi berita daring, merupakan pedoman

yang harus dipatuhi dalam proses penciptaan berita melalui media daring. Prinsip

ini memiliki beberapa indikator, yaitu verifikasi, kredibilitas narasumber,

mematuhi kode etik jurnalistik, dan mencantumkan sumber berita. Standar kedua,

yaitu etika distribusi berita, merupakan upaya untuk memastikan bahwa informasi

yang disampaikan membawa manfaat dan tidak menjadi dasar timbulnya fitnah.

Standar ketiga, yaitu jaminan akurasi dan komitmen antihoaks, bahwa dakwah

secara digital harus mampu menjadi panutan dalam penerapan prinsip kejujuran

dan kebenaran informasi. Standar keempat, yaitu spirit amar makruf nahi

mungkar, bahwa dakwah digital harus tetap mengacu pada tujuan utama dakwah

pada umumnya, yaitu menyampaikan kebenaran dan mengingatkan apabila

terdapat kemungkaran. Standar kelima, yaitu asas hikmah dalam dakwah, bahwa

dakwah digital harus dilaksanakan berdasarkan itikad baik untuk memahamkan

masyarakat mengenai hakikat dari Islam sebagai agama yang damai. Standar

keenam, yaitu prinsip dalam interaksi digital, bahwa dakwah digital harus

dilaksanakan dengan prinsip saling menolong dan saling menghormati. Standar

ketujuh, yaitu prinsip kemerdekaan press, bahwa materi dalam dakwah digital
22

dapat disampaikan secara bebas namun dapat dipertanggung-jawabkan

(Setyaningsih, 2019).

2.3 Teori Konvergensi Media

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi, maka

muncul beragam jenis media yang belum pernah ada sebelumnya. Media-media

tersebut memiliki fitur-fitur yang menawarkan beragam keunggulan dibandingkan

media tradisional yang telah lama digunakan sebagai sarana komunikasi oleh

masyarakat, sehingga disebut dengan istilah new media.

Secara spesifik, new media hadir untuk menjawab ekspektasi masyarakat

atas keberadaan media yang mampu mendorong peningkatan produktivitas dan

mampu membuka banyak kesempatan pengembangan. New media adalah istilah

yang luas, sehingga tidak terbatas pada satu bentuk media tertentu. Istilah tersebut

dapat mewakili persepsi masyarakat atas beragam bentuk media berbasis

teknologoi baru yang ada, baik seperti Televisi Digital, media berbasis internet,

lingkungan virtual, hingga permainan komputer (Lister et al., 2009).

Kata new dalam istilah new media merujuk pada tiga hal sebagai berikut

(Lister et al., 2009):

1. New textual experience (pengalaman tekstual yang baru)

Masyarakat dapat merasakan pengalaman dalam bentuk yang benar-benar

berbeda dan belum pernah dialami sebelumnya dengan menggunakan new

media. Pengalaman baru tersebut dapat berbentuk hiburan, kesenangan,

maupun pola konsumsi media yang berbeda dibandingkan sebelumnya.


23

2. New ways of representing the world (cara baru dalam menggambarkan

dunia)

Penggunaan new media menghadirkan beragam cara baru untuk

menggambarkan dunia secara lebih realistis dan dapat dinikmati

masyarakat tanpa memperhitungkan batasan waktu, tempat, serta dengan

biaya yang jauh lebih rendah.

3. New relationships between subjects and media technologies (hubungan

baru antar subjek dan antar teknologi media)

New media memungkinkan dilakukannya pengembangan yang melibatkan

fungsi beragam media, serta mendorong sinergitas yang lebih baik antar

pengguna media.

Menurut (Efendi et al., 2017), new media adalah sebuah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan konvergensi dari teknologi komunikasi yang

berbasis digital dan terkomputerasi, serta saling terkait dalam suatu jaringan.

Sebagaimana media pada umumnya, new media memiliki peran sebagai sarana

dalam proses komunikasi antara penyampai dan penerima pesan. Senada dengan

penjelasan tersebut, (McQuail, 2010) menyatakan bahwa new media pada dasarnya

adalah media yang terbentuk atas dua aspek utama, yaitu konvergensi dan

digitalisasi.

Konvergensi dapat dimaknai sebagai penggabungan berbagai jenis media

yang ada untuk membentuk new media yang memiliki keunggulan-keunggulan

dari media-media yang tergabung tersebut. Adapun unsur digitalisasi dari new

media merujuk pada basis penggabungan atau konvergensi yang mengkepedankan


24

fitur-fitur dan kecanggihan dari teknologi digital yang memungkinkan

diperolehnya sisi positif dan dihilangkannya atau diminimalisirnya sisi negatif

dari media-media yang digabungkan (McQuail, 2010).

Adanya unsur konvergensi dan digitalisasi memungkinan new media

memiliki aspek interaktivitas dan konektivitas yang jauh lebih tinggi daripada

media tradisional (Gushevinalti et al., 2020; McQuail, 2010). Aspek tersebut menjadi

dasar adanya manfaat-manfaat baru dari new media yang tidak dimiliki oleh

media tradisional. Manfaat-manfaat tersebut antara lain (Efendi et al., 2017):

1. Mempercepat arus pertukaran dan penyebaran informasi

2. Memudahkan akses terhadap beragam informasi, baik informasi lama

maupun yang terbaru

3. Memfasilitasi transaksi dalam lingkungan digital

4. Memungkinkan dilakukannya pengembangan terhadap hiburan berbasis

teknologi digital

5. Menurunkan biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat berkomunikasi

6. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi

7. Memungkinkan pengembangan model pendidikan baru dengan

memanfaatkan teknologi digital

Selain memiliki manfaat yang tidak dimiliki oleh media tradisional, new

media juga memiliki ciri-ciri yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk

membedakan new media dengan media tradisional. Ciri-ciri tersebut antara lain

(McQuail, 2010):

1. Interactivity
25

New media memungkinkan terjadinya interaksi secara langsung dalam

frekuensi tinggi antara penyampai dan penerima pesan.

2. Social presence

New media memfasilitasi interaksi sosial pada tingkatan yang jauh berbeda

dengan media tradisional. Dengan menggunakan new media, maka para

pengguna dapat berhubungan dengan pengguna lain dengan lebih mudah,

lebih murah, dan lebih cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa new media

memfasilitasi interaksi sosial yang lebih tinggi daripada media tradisional.

3. Autonomy

Pengguna dari new media dapat berpartisipasi secara aktif dalam interaksi

sosial yang terjadi di dalamnya. Hal ini tidak dapat dilakukan pada media

tradisional yang hanya menempatkan pengguna sebagai konsumen pasif.

4. Playfulness

New media menawarkan fitur permainan yang beragam dan canggih,

dimana hal ini tidak dimiliki oleh media tradisional.

5. Privacy

Pengguna dapat mengatur opsi keamanan secara lebih leluasa pada new

media karena adanya fitur pengaturan privasi yang dapat dikelola secara

mandiri oleh pengguna.

6. Personalization

New media memiliki fitur yang memungkinkan penggunanya untuk

mengatur akunnya dengan karakteristik yang spesifik sesuai dengan

keinginan pengguna. Selain menggambarkan jati diri atau pemikiran


26

pengguna, personalisasi akun tersebut menjadi ciri unik dari new media

yang tidak dimiliki oleh media tradisional.

Mengenai konvergensi media, (Khadziq, 2016) menyatakan bahwa

kemunculan internet dan digitalisasi informasi merupakan tonggak dari

kemunculan gerakan konvergensi media yang mengkombinasikan tiga komponen

yang terdiri dari konten (materi atau isi), komunikasi, dan komputer. Lebih lanjut,

(Jenkins, 2004) bahwa konvergensi media merupakan proses yang terjadi sesuai

dengan perkembangan budaya masyarakat. Konvergensi media membutuhkan

perubahan hubungan antara semua pemangku kepentingan dalam sektor media:

industri, teknologi, audiens, dan pasar. Dengan kata lain, konvergensi media

mengubah dua aspek utama media: 1) bagaimana media beroperasi (secara

rasional), dan 2) bagaimana konsumen media mengakses konten. Dapat dipahami

bahwa satu prasyarat yang harus ada agar konvergensi berjalan adalah digitalisasi

terutama digitalisasi konten. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa

digitalisasi merupakan langkah awal menuju konvergensi.

Esensi dari konvergensi dalam hal ini adalah penyatuan antara teknologi

informasi dan komunikasi (Khadziq, 2016). Konvergensi terjadi dalam lima tahapan

yang terangkai dalam sebuah kontinum, yaitu (Dailey et al., 2004):

1. Cross promotion

Tahapan pertama ini berkaitan dengan kerja sama di antara dua media

untuk saling memberikan ruang untuk memperkenalkan konten media satu

sama lain.

2. Cloning
27

Pada tahapan kedua, konten media diperbanyak untuk dimuat di media

lainnya.Artinya, satu media menampilkan konten berita dari ruang berita

media lain apa adanya tanpa perubahan.

3. Coopetition

Tahapan ini merupakan tahap ketika entitas media yang terkonvergensi

saling bekerja sama dan berkompetisi di saat yang bersamaan.

4. Content sharing

Tahapan ini merupakan tahapan yang memungkinkan kedua media yang

berlainan saling berbagi konten dalam bentuk pengemasan ulang

(repackaged) atau bahkan termasuk berbagi budgeting. Konvergensi media

dalam tahap ini sebagian besar dilakukan oleh media yang berada di

bawah satu kepemilikan.

5. Full convergence

Tahapan ini adalah tahapan ketika media yang berbeda bekerja sama

secarapenuh, baik dalam hal pengumpulan, produksi, dan distribusi

konten, dan bertujuan untuk memaksimalkan keunikan karakteristik

masing-masing media untuk menyampaikan konten. Dalam tahap full

convergence, media yang bekerja sama menghasilkan konten dan

topiksecara kolaboratif dengan memanfaatkan kekuatan platform media

masing-masing.
28

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada beberapa penelitian

terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Relevansi tersebut dapat

berupa kemiripan dalam hal teori yang digunakan, fokus penelitian, objek

penelitian, dan lain-lain. Berikut ini ringkasan beberapa penelitian terdahulu

tersebut:

1. (Hajar, 2018) dengan judul “Youtube sebagai sarana komunikasi dakwah di

Kota Makassar (Analisis sosial media)”. Jenis penelitian kualitatif

menggunakan data yang diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan, dan

dokumentasi. Analisis data dilakukan menggunakan tiga tahapan analisis

kualitatif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan. Hasil penelitian menyatakan bahwa aktivitas dakwah yang

dilakukan oleh para Dai yang menjadi narasumber penelitian sangat

terbantu melalui penggunaan youtube. Para Dai menganggap bahwa

youtube adalah media dakwah yang cukup efektif karena menawarkan

lebih banyak manfaat daripada mudharatnya.

2. (Mutrofin, 2018) dengan judul “Dakwah Melalui Youtube: Tantangan Dai

di Era Digital”. Jenis penelitian kualitatif menggunakan data yang

diperoleh dari studi literatur. Hasil penelitian menyatakan bahwa proses

dakwah perlu untuk mengacu pada perkembangan dunia dan tuntuntan

masyarakat yang semakin meningkat. Oleh karena itu, para Dai perlu

untuk mengintegrasikan teknologi digital ke dalam metode dakwah yang

digunakan, sehingga selain dapat memberikan variasi pengalaman dakwah


29

kepada masyarakat, juga dapat menjawab tantangan baru dalam dunia

dakwah. Secara lebih spesifik, penggunaan media sosial sebagai media

dakwah dirasa menjadi salah satu metode dakwah yang sesuai dengan

karakteristik lingkungan di era digital.

3. (Asmar, 2020) dengan judul “Ekspresi keberagaman online: media baru dan

dakwah”. Jenis penelitian deskriptif kualitatif menggunakan data yang

diperoleh dari hasil studi literatur. Hasil penelitian menyatakan bahwa

dakwah di era media baru yang terhubung pada digital, televisi dan

lainlain dapat membangun kekuatan identitas bangsa yang ber-bhinneka.

Pemerintah, dai, dan masyarakat Islam khususnya, harus melihat era

digital sebagai peluang yang baik untuk berkembang, sekalipun umat

Islam sedang hidup dalam ketegangan konvensi (normativitas dan

kejumudan berpikir) dan inovasi (ijtihad dan Islam yang modern).

Akhirnya sebagai sebuah pendekatan, dakwah digital yang merupakan

bagian dari media baru didalam menyongsong keberagaman, memberikan

kekuatan secara struktur maupun kultur. Penguatan secara struktur

dimaksudkan kepada dakwah digital yang melembaga. Lembaga tersebut

bisa bersifat formal ataupun non-formal, baik itu yang diinisiasi oleh

swasta maupun pemerintah. Sehingga, semangat Islam bisa dinikmati

secara kolektif sebagai sebuah upaya dakwah struktural.


30

2.5 Kerangka Berpikir

Perkembangan teknologi digital membawa dampak besar terhadap

kehidupan manusia karena pemanfaatannya yang meluas di seluruh kalangan

masyarakat. Salah satu bentuk pemanfaatan tersebut adalah dalam bidang dakwah,

dimana banyak para Dai yang berupaya memanfaatkan berbagai jenis media

digital yang ada sebagai media dakwah. Salah satu komunitas mengaji yang aktif

menggunakan media digital dalam kegiatan dakwahnya adalah komunitas Malang

Mengaji. Menurut penelusuran penulis, setidaknya terdapat tiga jenis media

digital yang digunakan oleh komunitas tersebut, yaitu Youtube, Instagram, dan

Whatsapp.

Masing-masing media tersebut memiliki jumlah pengikut yang cukup

banyak dengan konten yang diunggah secara rutin. Hal ini menunjukkan antusias

dan keaktifan tinggi dari para Dai sekaligus masyarakat Malang yang menjadi

anggota komunitas tersebut, serta adanya prospek positif pelaksanaan dakwah di

Malang menggunakan media digital. Selain didasarkan pada peningkatan pesat

dalam penggunaan teknologi digital, kebutuhan penggunaan media digital untuk

dakwah juga didasarkan pada situasi pandemi covid-19 yang menjadi dasar

pemberlakuan pembatasan interaksi sosial yang menyebabkan sulitnya

melaksanakan kajian dakwah secara langsung. Oleh karena itu, penulis berupaya

untuk mengkaji pelaksanaan dakwah yang dimiliki oleh komunitas Malang

Menguji menggunakan media digital agar dapat diperoleh pemahaman mengenai

model dakwah yang sukses memanfaatkan media digital, yang dapat ditiru oleh

komunitas mengaji lainnya. Temuan tersebut diharapkan dapat mendorong


31

semakin pesatnya perkembangan dakwah di Kota Malang maupun di wilayah

lainnya.

Berikut ini gambaran kerangka berpikir penelitian ini:

Peningkatan penggunaan teknologi


digital

Masyarakat banyak menghabiskan


waktu di dunia digital

Kebutuhan dakwah menggunakan


media digital

Komunitas Malang Mengaji

- Aktif
- Youtube
- Konsisten
- Instagram
- Memiliki banyak
- Whatsapp
pengikut

Aktivitas pemanfaatan media digital


sebagai media dakwah
Gambar 2. 1. Kerangka Berpikir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai