Anda di halaman 1dari 49

1

A. Judul

“Dampak Reward dan Punisment dalam Membentuk Disiplin Anak Usia 5-6

Tahun di TK Putra 1 Mataram ”

B. Latar Belakang Masalah

Dalam Pasal 28 Ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional disebutka bahwa “Anak Usia Dini adalah anak yang

berada pada usia 0-6 tahun.”1 Kisaran usia ini juga disebut dengan istilah

Golden Age yaitu usia emas, karena merupakan usia yang sangat penting

dalam proses tumbuh kembang anak, hal ini dikarenakan pada usia tersebut

proses pertumbuhan dan perkembangan anak sangat pesat pada semua aspek

perkembangannya.

Anak usia dini berbeda dengan anak-anak di atas usianya, sehingga

anak usia dini memerlukan pembinaan secara lebih khusus untuk menunjang

keberhasilan pembentukan karakter pada anak. Oleh karena itu pendidikan

merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk karakter anak. Salah

satu bentuk pengembangan nilai pendidikan karakter pada anak yang dapat

membentuk prilaku positif adalah dengan penanaman nilai karakter disiplin.

Hurlock menyatakan bahwa “disiplin berasal dari kata yang sama

dengan “disciple”, yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela

mengikuti seorang pemimpin.”2 Disiplin itu sendiri bertujuan untuk

1
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 28, Ayat (1)
2
Elizabeth B. Hurlock, perkembangan anak, terj. Meitasari Tjandrasa, (Jakarta: Erlangga,
1978, cet. Ke -6, hlm. 82
2

membentuk prilaku sedemikian rupa hingga sesuai dengan peran-peran yang

ditetapkan oleh kelompok budaya tempat individu tersebut diidentifikasikan.3

Menurut Hurlock, disiplin sangatlah perlu untuk perkembangan anak,

karena ia memenuhi beberapa kebutuhan anak sebagai berikut:

 Disiplin memberikan anak rasa aman dengan memberitahukan apa


yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
 Dengan membantu anak menghindari rasa perasaan bersalah dan
rasa malu akibat prilaku yang salah – perasaan yang pasti
mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk –
disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui
kelompok sosial dan dengan demikian memperoleh persetujuan
sosial.
 Dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan
mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda
kasih sayang dan penerimaan. Hal ini esensial bagi penyesuaian
yang berhasil dan kebahagiaan.
 Disiplin yang sesuai dengan perkembngan berfungsi sebagai
motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang
diharapkan darinya.
 Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani – “suara
dari dalam” pembimbing dalam pengambilan keputusan dan
pengendalian prilaku.4

Dengan demikian menurut paparan di atas artinya disiplin dapat

memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian pribadi serta sosial anak dalam

suatu kelompok yang ditempati. Maka perlunya penanaman disiplin pada anak

sangatlah penting bagi kehidupan anak kedepannya.

Mansur mengatakan bahwa “Anak dapat di pandang sebagai individu

unik dan berbeda dengan siapa pun, termasuk dengan orang tuanya.”5 Dalam

3
Ibid, hlm. 82
4
Ibid, hlm. 83
5
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 4
3

hal ini anak belum mengenal tata krama, adab, norma, aturan, serta etika

dengan baik, anak masih cenderung mengikuti kemauan serta ego mereka.

Penerapan disiplin pada anak diharapkan agar anak dapat belajar memahami

bahwa disiplin sangat diperlukan untuk dapat hidup serasi dengan lingkungan

sekitar.

Oleh karena itu, orang tua ataupun pendidik memiliki kewajiban

khusus dalam memberikan pendidikan yang baik agar anak tumbuh menjadi

pribadi yang disiplin dalam semua bidang sebagai bekal anak dalam

menghadapi kehidupan di lingkungannya.6

Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat

mengembangkan potensi dirinya melalui pembelajaran. Sebagaimana telah di

jelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni sebagai berikut.

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.”7

Dalam ajaran Islam banyak ayat Al-Qur’an telah dijelaskan tentang

perintah disiplin, antara lain surat An-Nisa’ ayat 59:

6
Ibid., hlm. 5
7
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, Ayat (1)
4

       


           
         

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman ! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara
kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah ( Al-Qur’an ) dan Rasul ( Sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”8

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin sangat penting

diajarkan kepada anak usia dini, dimana Allah sudah memerintahkan kita

untuk taat kepada-Nya dan Rasul serta kepada Ulul Amri di mana Ulul Amri

atau pemimpin dalam pendidikan itu adalah guru. Sebagaimana Hurlock

mengatakan bahwa “orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak

merupakan murid yang belajar dari mereka.”9

Menurut Widyaning Hapsari dan Itsna Iftayani mengemukakan bahwa:

“Kedisiplinan sebagai alat pendidikan diterapkan dalam rangka


pembentukan, pembinaan dan pengembangan sikap serta tingkah laku
yang baik. Sikap dan tingkah laku yang baik tersebut dapat berupa
kerajinan, berbudi pekerti luhur, patuh, hormat, tenggang rasa dan
berdisiplin.kedisiplinan dapat mengarahkan siswa untuk menyesuaikan
diri dengan cara menaati tata tertib sekolah.”10
Berkaitan dengan masalah kedisiplinan siswa, hasil tinjauan di

lapangan menunjukkan bahwa hal tersebut masih menjadi permasalahan di

TK Putra 1 Mataram. Menurut keterangan dari guru, banyak siswa yang masih

menunjukkan sikap kurang disiplin. Beberapa kegiatan yang tidak diikuti


8
QS An-Nisa’ [3]: 59.
9
Elizabeth B. Hurlock, perkembangan anak..., hlm.82
10
Widyaning Hapsari, Itsna Iftayani, “Model Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini
Melalui Program Islmic Habituation”Jurnal Indegenous, Vol. 1, Nomor 2, 2016, hlm. 9
5

siswa dengan disiplin adalah pada saat berbaris, berdo’a bersama, dan saat

guru memberikan materi atau penjelasan kegiatan. Ketidak disiplinan siswa

ditunjukkan dengan bercanda, mengobrol atau melakukan aktivitas lain.

Sehingga pendidik harus mampu mengatasi hal tersebut dengan baik

dan benar, dalam hal ini tentu guru perlu menggunakan metode tertentu yang

dapat mencegah anak untuk mengulangi prilaku tidak disiplin dan mendorong

anak untuk melakukan hal-hal yang baik dan mencerminkan sikap disiplin.

Oleh sebab itu guru dapat menggunakan metode reward (hadiah) dan

punishment (hukuman) Untuk mencegah anak dalam mengulangi prilaku

tidak disiplin dan mendorong anak agar melakukan hal-hal baik yang

mencerminkan sikap disiplin dalam proses belajar. Kedua metode ini

bersumber dari teori behaviorisme yang dalam proses belajar menggunakan

stimulus-respon yaitu rangsangan dan tindakan dari lingkungan. Sehingga

metode reward dan punishment merupakan stimulus atau sesuatu yang dapat

memberikan ransangan kepada individu.11

Adapun bentuk metode pendisiplinan anak lainnya yaitu dengan

mengggunakan metode Time out. Metode Time out itu sendiri merupakan

metode mendisiplinkan anak dengan memberi kesempatan kepada anak untuk

merenungi kesalahan mereka. Time-out merupakan bentuk disiplin ringan

tanpa melibatkan hukuman fisik. 12


11
Muh. Rodhi Zamzami, “Penerapan Reward dan Punishment dalam Teori Belajar
Behaviorisme”, Ta’limuna, Vol. 4, Nomor. 1, Maret 2015, hlm. 4
12
Giasinta Angguni, “Hukuman Time Out untuk Anak”, http://id.theasianparent.
com/hukuman-time-out-untuk-anak, diakses tangal 20 Februari 2020, pukul 09.31,.
6

Akan tetapi dalam metode ini terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan tentang bagaimana metode time out bisa berbahaya bagi otak

anak yang sedang berkembang. Pertama, metode time out bisa membuat anak

merasa terisolasi, karena ketika anak diminta untuk masuk ke kamar, hal itu

bisa membuat anak berpikir bahwa orangtuanya marah padanya dan bukan

pada perilakunya. Kedua, metode time out dapat membuat anak merasa

dipermalukan, karena ketika menjalani hukuman time out yang memisahkan

orang tua dengan anak, anak bisa merasa dipermalukan.

Oleh karena itu, Peneliti memutuskan untuk menggunakan metode

reward dan punishment karena dirasa cukup efektif untuk medisiplinkan anak

usia dini. Karena dengan memberikan stimulus berupa reward dan

punishment kepada anak, maka kedisiplinan anak akan semakin meningkat.

Saat anak merasa bahagia setelah mendapatkan reward, maka anak akan

semakin berusaha untuk terus melakukan kebaikan. Sebaliknya karena anak

merasa jera untuk mendapatkan punishment, maka anak akan beerusaha untuk

menghindari melakukan kesalahan sehingga anak akan berusaha untuk

berlaku disiplin dalam setiap aktifitasnya.

Dalam pendidikan Islam reward (hadiah) disebut dengan istilah

“tsawab” dan punishment (hukuman) diistilahkan “iqob”. Reward diberikan

bagi orang beriman dan beramal sholeh dengan mendapatkan ganjaran pahala

dan jaminan surga. Sedangkan punishment atau Iqob ditujukan bagi orang

yang berbuat maksiat dan tidak mematuhi perintah dan tidak menjauhi
7

larangan Allah SWT sehingga ganjaran yang didapatkan adalah akan

mendapat dosa. Dalam al-Qur’an telah dijelaskan terkait tsawab (reward) dan

iqob (punishment) pada QS. An-Nisa’: 173.

     


       
       
     
Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh,
maka Allh akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah
untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang
enggan dan menyombongkan diri , maka Allah akan menyiksa mereka
dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi
diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah”.13
Dalam penelitian ini, peneliti memilih fokus kepada anak usis 5-6

tahun, karena anak pada usia tersebut sangat penting untuk dilatih disiplin.

Yang dimana anak pada usia 5-6 tahun dilatih untuk disiplin agar anak

mampu berinteraksi dengan baik pada lingkungan belajar yang akan di

tempuh selanjutnya.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian pada TK Putra 1 Mataram, dengan judul

“Dampak Reward dan Punisment dalam Membentuk Disiplin Anak Usia 5-6

Tahun di TK Putra 1 Mataram”

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat beberapa rumusan

masalah sebagai berikut:


13
QS. An-Nisa’[3]: 173
8

1. Bagaimana dampak reward dalam membentuk disiplin anak usia 5-6

tahun di TK P utra 1 Mataram?

2. Bagaimana dampak Punishment dalam membentuk disiplin anak usia 5-6

tahun di TK Putra 1 Mataram?

D. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Dari paparan di atas dapat kita ketahui tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetaui dampak reward dalam membentuk disiplin anak usia

5-6 tahun di TK Putra 1 Mataram.

b. Untuk mengetahui dampak punishment dalam membentuk disiplin

anak usia 5-6 tahun di TK Putra 1 Mataram.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini setelah selesai, hasil yang

diperoles nantinya diharapkan bermanfaat baik secara akademis, teoritis,

maupun praktis bagi peneliti. Penelitian ini diharapkan memberikan

beberapa manfaat seperti berikut:

a. Manfaat Teoritis

1) Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

peneliti, guru dan para pembaca dalam rangka mengembangkan

pemikiran dan ilmu pengetauan.


9

2) Diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam upaya membentuk

disiplin peserta didik.

3) Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi

bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian secara lebih

mendalam.

b. Manfaat Praktis

1) Diharapkan dapat memberi solusi kepada para pendidik yang

kesulitan dalam mengatasi siswa yang kurang disiplin selama

proses belajar mengajar.

2) Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan renungan

untuk ditindak lanjuti dalam rangka memperbaiki metode dalam

mendisiplinkan peserta didik.

E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup

Dalam ruang lingkup penelitian peneliti menguraikan batasan dan

cakupan fokus penelitian.14 Mengingat luasnya pembahasan dalam

penelitian ini, peneliti memberikan ruang lingkup pembahasan agar

penelitian ini lebih spesifik dan terarah secara terperinci agar sesuai

dengan tujuan yang hendak di capai. Adapun yang menjadi batasan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Dampak dari reward dalam membentuk disiplin anak usia 5-6 tahun.
14
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi UIN Mataram Tahun 2019, hlm. 22
10

2) Dampak dari punisment dalam membentuk disiplin anak usia 5-6

tahun.

2. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap taun ajaran

2019/2020 di TK Putra 1 Mataram. Dengan subyek penelitiannya yaitu

siswa dan guru. Kemudian yang menjadi obyeknya adalah dampak reward

dan punishment dalam membentuk disiplin anak usia 5-6 tahun di TK

Putra 1 Mataram.

F. Telaah Pustaka

Dalam penelitian ini, selain peneliti menggali informasi dari beberapa

buku dan jurnal yang terkait dengan pemberian reward dan punishment

terhadap pendisiplinan anak. Peneliti juga akan melakukan telaah pustaka

terhadap penelitian-penelitian terdahulu dengan tujuan sebagai bahan

pertimbangan untuk menghidari terjadinya pengulangan terhadap hasil temuan

yang membahas permasalahan yang sama. Dalam hal ini peneliti akan

melakukan telaah pustaka terhadap beberapa hasil penelitian terahulu sebagai

berikut:

1. Sutini (151111026) Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram Tahun 2016, dalam

skripsi “Pengaruh pemberian motivasi oleh orang tua terhadap prestasi

belajar siswa kelas VIII MTs. Hiayatul Muhsinin Desa Labulia Kecamatan
11

Jonggat Tahun Pelajaran 2015/2016”15. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian tersebut adalah metode penelitian kuatitatif. Hasil dari

penelitiaan tersebut menyimpulkan bahwa pemberian motivasi oleh

oraang tua (X) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap prestasi belajar

siswa (Y), hal ii dibuktikkan dengan hasil analisis yang dilakukan peneliti

dengan menggunakan teknik analisis korelasi product moment. Adapun

kesamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliiti tentang

pengaru terhadap pemberian motiasi terhadap siswa yang dimana motivasi

itu sendiri merupakan bentuk daripada reward. Sedangkan perbedaannya

adalah pada penelitian Sutini ini berfokus kepada peningkatan prestasi

belajar siswa sedangkan penelitian ini fokus kepada membentuk disiplin

pada siswa.

2. Rofiah CH (1601908030) Fakulta Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang tahun 2013 dalam judul skripsi “Metode Reward Dan

Punishment dalam Mengembangkan Kemampuan Emosional Anak Usia

Dini (Studi Kasus Di TK Nurul Hidayah Brebes dan TK Kemala

Bhayangkari 27 Brebes Tahun 2012)”16. Dalam penelitian tersebut peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif deskiptif. Dari hasil penelitian

tersebut dapat diketahui bahwa reward dan punishment mampu


15
Sutini, Pengaruh pemberian motivasi oleh orang tua terhadap prestasi belajar siswa kelas
VIII MTs. Hiayatul Muhsinin Desa Labulia Kecamatan Jonggat Tahun Pelajaran 2015/2016, (Skripsi:
Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram, 2016).
16
Rofi’ah CH, “Metode Reward dan Punishment dalam Mengembangkan Kemampuan
Emosional Anak Usia Dini (Studi Kasus di TK Nurul Hidayah Brebes dan TK Kemala Bhayangkari 27
Brebes Tahun 2012)”, (Skripsi, FIP Universitas Negeri Semarang, 2013)
12

mengembangkan kemampuan emosional anak seperti belajar untuk sabar,

bergantian, bergotong-royong, menahan marah dan emosi serta belajar

kasih sayang terhadap semua orang, baik orang dewasa maupun anak

seusianya. Kesamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama membahas

mengenai metode reward dan punishment. Sedangkan perbedaannya

adalah penelitian Rofiah ini menjurus kepada kemampuan emosional anak

sedangkan penelitian ini fokus kepada pembentukan disiplin pada anak

usia 5-6 tahun.


13

G. Kerangka Teori

1. Reward

a. Pegertian Reward

Reward berasal dari bahasa Inggris yang artinya hadiah,

ganjaran, penghargaan, atau imbalan17. Reward sebagai alat

pendidikan diberikan ketika anak melakukan suatu yang baik 18.

Reward diberikan kepada anak supaya anak merasa senang karena

perbuatan baik yang dilakukan sehingga akan membuat anak

melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang ulang.

Menurut Maslow dalam Ari Ginanjar “reward atau

penghargaan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mendorong

seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya”.19 Sedangkan menurut

Hurlock istilah reward atau penghargaan berarti “tiap bentuk

penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak perlu

berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman dan

tepukan di punggung ”20

Reward atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu

tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulang


17
Jhon M. Echol & Hasan Shadly, Kamus Bahasa Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia,
1996). Hlm.485
18
Mila Sabartiningsih, dkk, “Implementasi Pemberian Reward Dan Punishment Dalam
Membentuk Karakter Disiplin Anak Usia Dini”, Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 4, Nomor 1, Maret
2018, hlm. 64
19
Anjar Ginanjar, “Metode Pembelajaran-Reward”, http://aginista.blogspot.com/2013/02/
metode pembelajaran-reward.com, diakses tanggal 17 Desember 2019, pukul 09.15.
20
Elizabeth B. Hurlok, perkembangan..., hlm.90
14

kembalinya tingkah laku tersebut. Sehingga ketika anak melakukan

perbuatan baik respon positif dari guru dan orangtua sangatlah penting

karena jika ketika anak berusaha melakukan hal baik namun guru

bersikap acuh terhadap anak maka anak tentu anak akan merasa patah

semangat dan merasa tidak dihargai. Fatkhur mengatakan bahwa:

banyak orang tua dan guru merasa bahwa penghargaan tidak


diperlukan karena anak harus berprilaku dengan cara yang
disetujui secara sosial tanpa harus “dibayar” untuk itu, orang
lain merasa bahwa penghargaan akan melemahkan motivasi
anak untuk melakukan apa yang harus dilakukannya.
Akibatnya mereka lebih jarang mengggunakan penghargaan
daripada hukuman.21
Muh. Rodhi Zamzami mengatakan bahwa berdasarkan teori

behaviorisme, reward dan punishment dipandang sebagai reinforement

atau penguat dalam membentuk prilaku individu.22 Ia juga mengatakan

bahwa

“Behaviorisme memandang individu sebagai makhluk relatif,


yaitu makhluk yang memberikan respon terhadap lingkungan.
Pada teori belajar ini sering menggunakan istilah S-R
(stimulus-respon) psikologis, artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh reinforement atau penguat dari
lingkungan. S-R dalam teori behaviorisme adalah rangsangan
dan tindakan, biasanya pada titik penguatan dalam teori ini
menggunakan metode reward dan punishment, dua hal tersebut
dianggap sebagai stimulus atau sesuatu yang dapat
memberikan sebuah rangsangan pada individu. Sehingga
dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan
stimulusnya.”23

21
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan...,hlm. 90
22
Muh. Rodhi Zamzami, “Penerapan Reward dan Punishment ...”, hlm. 9
23
Ibid., hlm 3-4
15

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa reward

adalah sebuah penghargaan, ganjaran, hadiah karena sudah melakukan

sesuatu yang baik dan berhasil mencapai tujuan yang menjadi

kesepakatan bersama sebelumnya. Namun pemberian reward atau

penghargaan harus tetap berprinsip bahwa penghargaan itu diberikan

untuk memberi motivasi kepada anak untuk memperkuat anak

menghindari tindakan-tindakan yang tidak diinginkan oleh orang lain.

b. Fungsi dan Tujuan Reward

Menurut Hurlock, penghargaan memiliki tiga peranan penting

dalam mengajar anak berprilaku sesuai dengan cara yang direstui

masyarakat yaitu sebagai berikut:

- Pertama, penghargaan mempunyai nilai mendidik. Bila


suau tindakan disetujui, anak merasa bahwa hal itu baik.
Sebagaimana hukuman mengisaratkan pada anak bahwa
prilaku mereka itu buruk, demikian pula penghargaan
mengisaratkan pada mereka bahwa prilaku itu baik.
- Kedua, penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk
mengulangi prilaku yang disetujui secara sosial. Karena
anak bereaksi dengan positif terhadap persetujuan yang
dinyatakan dengan penghargaan, dimasa mendatang
mereka berusaha untuk berprilaku dengan cara yang akan
lebih banyak memberinya penghargaan.
- Ketiga, penghargaan berfungsi untuk memperkuat prilaku
yang disetujui secara sosial, dan tiada penghargaan
melemahkan keinginan untuk mengulang prilaku ini.24

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bila anak

berprilaku dengan cara yang disetujui secara sosial, ia harus merasa

24
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan...,hlm.90
16

bahwa berbuat baik cukup menguntungkan baginya. Oleh karena itu,

penghargaan harus digunakan untuk membentuk asosiasi yang

menyenangkan dengan prilaku yang diinginkan.

Sedangkan tujuan dari reward yaitu meningkatkan perhatian

anak terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan disiplin

pada anak. Pendapat lain juga mengungkapkan hal yang sama

mengenai tujuan reward yaitu sebagai berikut:

1) Membangkitkan dan merangsang belajar anak terlebih bagi


anak yang malas dan lemah.
2) Mendorong anak agar selalu melakukan perbuatan yang
lebih baik lagi.
3) Menambah kegiatannya atau semangatnya dalam belajar.25

Selain memberikan manfaat kepada yang mendapatkannya,

reward sendiri juga bertujuan untuk memberikan motivasi pada siswa

lain yang tidak mendapatkan reward agar berusaha untuk mencapai

tujuan yang telah disepakati.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa reward bertujuan

untuk mendorong anak agar selalu melakukan hal yang baik secara

terus menerus. Selain itu reward bertujuan untuk memotivasi anak

yang tidak mendapatkan reward agar mau berusaha untuk

meningkatkan prestasi dan mencapai tujuan yang telah disepakati

bersama. Maka dari pemberian reward tersebut diharapkan dapat

25
Rusdiana Hamid, “Reward dan Punishment dalam perspektif pendidikan islam”, Ittihad
Jurnal Kopertis Wilayah XI KalimantanII, Vol. 4, Nomor. 5, April 2006, hlm. 69
17

membangun suatu hubungan yang positif antara pendidik dengan

peserta didik. Sehingga lebih memudahkan pendidik dalam

mengarahkan peserta didik untuk bersikap disiplin.

c. Macam-macam Reward

Hurlock mengungkapkan bahwa “apapun bentuk penghargaan

yang digunakan, penghargaan itu harus sesuai dengan perkembangan

anak karena bila tidak ia akan kehilangan efetivitasnya.” 26 Reward

(hadiah) adalah penilaian yang bersifat positif terhadap motivasi dalam

merubah prilaku anak. Adapun macam-macam reward sebagi berikut:

1) Pujian

Pujian merupakan suatu bentuk reward yang paling lazim

digunakan. Pujian dapat berupa kata-kata yang baik seperti: baik,

bagus, bagus sekali, hebat, dan sebagainya. Disampping itu pujian

juga dapat berupa isyarat atau pertanda, misalnya dengan

mengaungkan ibu jari atau jempol, dengan tepuk tangan dan

sebagainya.

2) Penghormatan

Reward yang berupa penghormatan ini dapat berupa

penghormatan seperti diumumkan dan ditampilkan di depan

teman-temannya, baik teman sekolah, teman kelas, maupun di

depan wali murid. Dan adapun jenis penghormatan lainnya adalah


26
Elizabeth B. Hurlock, perkembangan..., hlm. 90
18

memberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu, seperti ketika

anak berhasil menjawab atau menyelesaikan tugas yang sekiranya

agak sulit, anak disuruh untuk maju kedepan dan mengerjakan atau

menjawabnya supaya menjadi contoh sekaligus motivasi untuk

temannya yang lain.

3) Hadiah

Hadiah yang dimaksud disini yaitu reward yang berupa

barang, reward yang termasuk ke jenis hadiah ini juga disebut

dengan reward materil, yaitu barang yang berupa peralatan sekolah

dan sebagainya.

4) Tanda penghargaan

Jika hadiah adalah reward yang berupa barang, maka tanda

penghargaan adalah kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai

dari segi harga dan kegunaan barang. Tanda penghargaan dilihat

dari kesan serta nilai sebuah pencapaian. Oleh karena itu reward

tanda penghargaan ini disebut juga sebagai reward dalam bentuk

simbolik seperti piagam, sertifikat, surat-surat tanda jasa dan lain

sebagainya.

Maka dari keempat jenis reward di atas para pendidik dapat

memilih macam-macam reward yang akan diberikan kepada para

peserta didik dengan mempertimbangkan reward apa yang akan

diberikan kepada anak yang berprestasi. Dengan begitu anak yang


19

mendapatkan reward akan lebih semangat dan disiplin dalam proses

pembelajaran.

d. Kelebihan dan Kelemahan Reward

Reward memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah

sebagai berikut:

1) Memberi perngaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak untuk

melakukan suatu tindakan yang positif.

2) Dapat menjadi motivasi bagi anak lainnya agar mau berusah untuk

menjadi anak yang berprestasi agar mendapatkan reward seperti

anak yang mendapatkan reward sebelumnya.

Disamping memiliki kelebihan akan tetapi reward juga

memiliki kelemahan diantaranya sebagai berikut:

1) Pemberian reward atau hadiah secara berlebihan akan berdampak

negatif terhadap anak. Seperti yang di kemukakan oleh Sarah

Ockwell dalam bukunya yang berjudul Gentle Discipline

mengatakan bahwa “anak hanya bekerja sama karena mereka

menginginkan apa yang ditawarkan”27. Jadi pemberian reward

secara berlebihan akan berdampak negatif kepada anak.

2) Umumnya reward membutuhkan alat-alat tertentu serta

membutuhkan biaya.

27
Sarah Ockwell-Smith, Gentle Discipline, terj. Ade Kumalasari, (Yogyakarta: Bentang
Pustaka, 2019), cet ke-1, hlm. 76.
20

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa reward memiliki

kelebihan dan kelemahan tertentu. Kelebihan reward yaitu dapat

memberikan motivasi untuk melakukan perbuatan yang lebih baik lagi.

Sedangkan kelemahannya yaitu jika reward diberikan secara

berlebihan maka akan berdampak negatif kepada anak, sehingga anak

akan merasa ketergantungan dengan reward yang akan di berikan.

e. Prinsip Pemberian Reward

Dalam memberikan reward terhadap anak pendidik harus

memperhaikan beberapa hal penting agar pemberian reward dapat

efektif dalam mendisiplinkan anak yaitu sebagi berikut:

1) Obyeknya spesifik

Dalam pemberian reward pendidik harus membuat perjanjian

spesifik dengan anak mengenai pencapaian yang harus ditempuh

oleh anak supaya ia bisa mendapatkan reward, sehingga anak mau

berusaha mencapai perjanjian yang telah disepakati agar ia bisa

mendapatkan reward.

2) Reward yang edukatif

Pendidik perlu berhati-hati dalam memilih reward untuk

mendisiplinkan anak agar tidak menimbulkan ketagihan. Seperti

memberikan reward berupa uang, selain benda tersebut sangat

menggiurkan, pendidik juga perlu bekerja dua kali dalam

membimbing anak agar membelanjakan uangnya dengan baik.


21

Oleh karena itu, Pendidik harus mampu memilih reward yang

bersifat edukatif seperti buku cerita, alat-alat sekolah, dan lain-lain.

3) Diberikan untuk menghargai usaha

Pendidik harus menanamkan pengertian bahwa reward yang

diberikan kepada anak bukan semata-mata untuk menghargai

pestasi akhir, namun lebih di tekankan kepada usaha mereka dalam

mencapai prestasinya.28

2. Punishment

a. Pengertian Punishment

Punishment berasal dari bahasa Inggris yang artinya law

(hukuman). Sedangkan menurut istilah, punishment sering dimaknai

sebagai usaha edukatif yang digunakan utuk memperbaiki dan

mengarahkan anak ke arah yang benar, bukan praktik hukuman dan

siksaan yang memasung kreativitas.29

Hurlock mengatakan bahwa “hukuman berasal dari kata kerja

Latin, punire dan berarti menjatuhkan hukuman pada seorang karena

suatu kessalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau

pembalasan.”30

Hukuman (punishment) juga diartikan sebagai usaha edukatif

untuk memperbaiki dan mengarahkan siswa ke arah yang benar bukan


28
Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak, (Jakarta, Pustaka Inti, 2005), hlm.26-27
29
Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman Edukatif untuk Anak SD, (Jogjakarta: DIVA Press,2012),
hlm.15
30
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan..., hlm. 86
22

semata-mata praktek hukuman dan memasung kreativitas anak,

melainkan sebagai usaha mengembalikan siswa ke arah yang lebih

baik dan memotivasi anak menjadi pribadi yang disiplin, imajinatif,

kreatif dan produktif. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang

artinya “perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk melaksanakan

sholat diwaktu usia mereka tujuh tahun dan pukullah (kalau ia tidak

mau sholat) diwaktu mereka berumur sepuluh tahun (HR. Abu Daud).

Yanuar A, dalam bukunya yang berjudul Jenis-jenis Hukuman

Edukatif untuk Anak SD dijelaskan bahwa “pada hakikatnya hukuman

(punishment) merupakan alat atau metode pendidikan yang digunakan

seseorang untuk memotivasi anak agar memperbaiki kesalahn yang

telah dilakukannya.” 31

Namun pemberian hukuman kepada anak harus dilakukan

dengan hati-hati dan harus berprilaku edukatif terhadap anak. Orang

tua atau pendidik perlu memberikan prilaku khusus kepada anak,

sebab pendidikan pada masa usia dini sangat berpengaruh di masa

selanjutnya.32

b. Tujuan dan fungsi punishment

31
Yanuar A., Jenis-jenis Hukuman..., hlm.18
32
Mansur, Pendidikan..., (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, , 2005), hlm. 369
23

Dalam konteks pendidikan, tujuan pemberian punishment atau

hukuman sejatinya dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu

tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka

pendek dari pemberian hukuman adalah untuk menghentikan tingkah

laku yang salah, sedangkan tujuan jangka panjangnya tak lain adalah

untuk mengajar dan mendorong anak agar dapat menghentikan sendiri

tinkah lakunya yang salah.33

Menurut Hurlock, hukuman mempunyai tiga peran penting

sebagai berikut:

- Fungsi pertama ialah menghalangi. Hukuman menghalangi


pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh
masyarakat. Bila anak menyadari bahwa tindakan tertentu
akan dihukum, mereka biasanya urung melakukan hal
tersebut karena teringat akan hukuman yang dirasakannya
diwaktu lampau akibat tindakan tersebut.
- Fungsi kedua ialah mendidik. Sebelum anak mengerti
peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu
benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman
karena melakukan sesuatu yang salah dan tidak menerima
hukuman bila mereka melakukan tindakan yang
diperbolehkan.
- Fungsi ketiga yaitu memberi motivasi untuk menghindari
perilaku yang tidak diterima masyarakat. Pengetahuan
tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai
motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut.34
M. Ngalim Purwanto menguraikan teori-teori hukuman dalam

berbagai macam teori diantara salah satunya yaitu teori perbaikan,

dalam teori ini hukuman diberikan untuk memperbaiki anak yang

33
Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman...,hlm.59
34
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan..., hlm.87
24

berbuat salah dengan harapan agar selanjutnya ia tidak melakukan

kesalahan lagi atau sadar atas kesalahannya.35

Hukuman yang didasarkan pada teori ini akan sangat baik dan

layak untuk digunakan dalam dunia pendidikan. Oleh karenanya, guru

ataupun orang tua tidak akan semena-mena dalam memberikan

hukuman yang hanya merugikan masa depan anak.

c. Prinsip Pemberian Hukuman

Memberikan hukuman kepada anak yang telah melakukan

kesalahan merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan pendidik

agar anak jera dengan perbuatannya. Akan tetapi dalam memberikan

hukuman, tidaklah dipungkiri jika hukuman fisik seperti memukul,

menjewer, mencubit, sering dilakukan oleh orang tua dalam

mendisiplinkan anak-anaknya ketika mereka dianggap melakukan

kesalahan atau kebandelan. Hukuman fisik seperti itu diberikan

dengan anggapan dan keyakinan bahwa jenis hukuman itulah yang

paling tepat dan efektif dalam mendisiplinkan anak.

Namun kenyataannya, hukuman fisik berupa tamparan,

cubitan, pukulan, maupun jeweran justru akan membuat anak menjadi

seorang yang pemberontak dan agresif dikemudian hari.

Mendisiplinkan anak menggunakan hukuman fisik merupakan sesuatu

yang kontraproduktif. Kekerasan selama masa pertumbuhan anak akan


35
Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman…, hlm. 25
25

membuat anak beresiko lebih tinggi mengalami gangguan mental

seperti depresi.

Oleh karena itu, menghadapi anak sangat membutuhkan

kesabaran dan pengertian yang lebih, namun, senakal apapun anak,

sangat dilarang untuk melakukan hukuman dengan cara-cara kasar,

apalagi dengan kalimat-kalimat yang tidak baik, menghardik, dan

memponis anak dengan sebutan yang tidak baik seperti “anak nakal”

atau “anak bandel”. Sebab metode seperti itu justru akan berdampak

buruk bagi pembentukan karakternya.

Karena itu, pendidik ataupun orang tua perlu memperhatikan

cara yang benar dalam memberikan hukuman. Jangan sampai anak

menilai perlakuan kasar yang diterimanya membuatnya berpikir bahwa

hal tersebut merupakan hal yang benar dan boleh ditiru. Pendidik

harus menggunakan cara-cara yang edukatif dalam memberikan

hukuman kepada anak agar tidak berdampak negatif.

Yanuar A. dalam bukunya Jenis-jenis Hukuman Edukatif untuk

Anak SD menjabarkan prinsip-prinsip dalam pemberian punishment

atau hukuman sebagai berikut:

1) Prinsip Hukuman Menurut M.J Langeveld

Dalam prinsip ini pemberian hukuman kepada anak

diperlukan sebagai koreksi untuk tingkah laku anak yang benar-

benar menyulitkan. Dalam memberikan hukuman para guru atau


26

orang tua hendaknya berpedoman pada prinsip Punitur, Quia

Peccatum Est Quia Pecatum Est yang artinya dihukum karena

telah bersalah, dan Punitur, ne Peccatum yang artinya dihukum

agar tidak berbuat kesalahan.36

2) Prinsip Hukuman Menurut M. Ngalim Purwanto

Menurut M. Ngalim Purwanto, agar hukuman dapat

menjadi alat atau metode pendidikan yang efektif, maka sebelum

menjatuhkan hukuman terhadap anak, para orang tua maupun guru

sebaiknya juga memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Setiap hukuman hendaknya dapat dipertanggungjawab-


kan.
b) Hukuman harus bersifat memperbaiki, bukan malah
merusak mental dan karakter anak.
c) Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan
dendam, karena hukuman semacam ini akan merusak
masa depan anak.
d) Jangan menghukum anak saat tengah marah.
e) Setiap hukuman harus diberikan secara sadar dan sudah
diperhitungkan terlebih dahulu.
f) Bagi si terhukum, hukuman hendaknya dapat dirasakan
sebgai pelajaran berharga baginya.
g) Jangan melakukan hukuman fisik.
h) Hukuman yang diberikan hendaknya tidak boleh
mencederai hubungan antara si penghukum dan si
terhukum.
i) Adanya kesanggupan memberikan maaf.37

Oleh karena itu, dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa

dalam memberikan punishment atau hukuman terhadap anak guru

36
Yanuar A., Jenis-jenis Hukuman...,hlm.20
37
Ibid., hlm.25-28
27

maupun orang tua harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam

memberikan hukuman agar tidak berdampak negatif bagi anak.

d. Macam-macam Punishment

Punishment sebagai alat pendidikan dikasifiksikan menjadi

beberapa bentuk sebagai berikut:

1) Berdasarkan alasan diterapkannya hukuman

a) Hukuman Preventif

Hukuman preventif merupakan hukuman yang bersifat

mencegah. Dengan demikian alasan utama diterapkannya

huuman preventif adalah untuk mencegah anak agar tidak

melakukan suatu kesalahan. Yang termasuk dalam hukuman

preventif ini adalah: 1) tata tertib, 2) anjuran dan perintah, 3)

larangan, 4) paksaan, 5) disiplin. 38

b) Hukuman Represif

Hukuman represif ialah hukuman yang dilakukan

karena adanya pelanggarrann atau kesalahan. Yang termasuk

dalam jenis hukuman ini adalah: 1) pemberitahuan, 2)

teguraan, 3) peringatan, 4) hukuman. 39

2) Berdasarkan tingkat perkembangan anak

a) Hukuman Asosiatif

38
Ibid, hlm 32-33
39
Ibid, hlm. 34-35
28

Pada uumnya, anak mengasosiasikan antara hukuman

dengan kesalahan atau pelanggaran antara penderitaan yang

diakibatkan oleh hukuman engan perbuatan pelanggaran yang

dilakukan.

b) Hukuman logis

Dengan hukuman ini, anak akan mengerti bahwa

hukuman adalah akibat yang logis dari perbuatan mereka yang

tidak baik.

c) Hukuman normatif

Hukuman ini adalah hukuman yang bermaksud

memperbaiki moral anak. Hukuman ini di lakukan terhadap

pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta,

menuri, dan lain sebagainya.40

e. Kelebihan dan Kelemahan Punishment

Kelebihan yang dimiliki oleh punishment adalah sebagai berikut:

1) Punishment akan menjadi perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan

siswa

2) Anak akan merasa jera untuk melakukan kesalahan yang sama

3) Anak akan berusaha melakukan yang lebih baik lagi.

40
Ibid, hlm. 36-37
29

Selain itu, punishment juga memiliki kelemahan sebagaimana

yang disebutkan oleh Sarah dalam bukunya Gentle Discipline

diantaranya sebagai berikut:

1) Anak akan merasa sempit hati, bersifat pemalas, dan


berdusta karena takut diberi hukuman.
2) Akan mengakibatkan rasa takut dan kurang percaya diri
pada anak.41
3. Disiplin

a. Pengertian disiplin

Disiplin merupakan kebutuhan dasar anak dalam rangka

pembentukan karakter dan pengembangan wataknya secara sehat.

Disiplin berasal dari bahasa Inggris discipline. Disiplin adalah

tindakan yang menunjukkan prilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

Menurut Maria J. Wanthan mengartikan bahwa disiplin

merupakan turunan dari kata latin disiplina yang berkaitan dengan dua

istilah lain yaitu discere (belajar) dan discivulus (murid)42. Disiplin

diartikan sebagai penataan prilaku, yaitu kepatuhan terhadap sistem

yang sedang berlaku. Displin diharapkan mampu mendidik anak untuk

berbuat sesuai dengan peraturan yang ditetapkan kelompok sosial.

41
Sarah Ockwell-Smith, Gentle Discipline...,hllm. 69
42
http://www.sekolahpendidikan.com, diakses pada tanggal 18 Desember 2019, pukul 11.19
30

b. Macam-macam disiplin

Adapun macam-macam disiplin menurut Hurlock sebagai

berikut:

1) Disiplin otoriter

Pada disiplin otoriter ini orang tua dan pendidik menetapkan

peraturan dan anak mematuhinya.

2) Disiplin yang lemah

Dari disiplin ini anak akan belajar bagaimana berprilaku sosial

melalui akibat dari perbuatannya sendiri.

3) Disiplin demokratis

Pada prinsipnya disiplin demokrasi ini menekankan hak anak

untuk mengetahui mengapa peraturan dibuat dan memperoleh

kesempatan mengemukakan pendapat bila peraturan dianggap

tidak adil.

Sedangkan macam-macam disiplin sebagaimana dijelaskan

oleh Oteng Sutisna dalam Fatkhur Rohman dibagi menjadi dua yaitu

disiplin negatif dan disiplin positif.

1) Disiplin negatif

Disiplin ini diartikan sebagai penggunaan hukuman atau

ancaman hukuman untuk membuat orang-orang mematuhi perintah

dan mengikuti peraturan dan hukum. Jenis disiplin ini sering


31

disebut sebagai disiplin otoriter, disiplin menghukum atau

menguasai melalui rasa takut.43

Pada disiplin negatif ini, hukuman diberikan kepada

pelanggar peraturan untuk menjerakannya dan untuk menakutkan

orang-orang lain sehingga tidak akan berbuat kesalahan yang sama

lagi. Disiplin negatif ini menggunakan kekuasaan dan kekuatan.

Kekeliruan pokok pada disiplin negatif ini adalah bahwa ia hanya

mencapai pencapaian minimum yang perlu untuk menghindari

hukuman.44

Disiplin negatif menurut Hurlock berarti “pengendalian

dengan kekuasaan luar, yang biasanya diterapkan secara

sembarangan. Hal ini merupakan bentuk pengekangan melalui cara

yang tidak disukai dan menyakitkan.”45

2) Disiplin positif

Konsep positif dari disiplin menurut Hurlock ialah “sama

dengan pendidikan dan bimbingan karena menekankan

pertumbuhan di dalam, disiplin diri dan pengendalian diri. Ini

kemudian akan melahirkan motivasi dari dalam.”46

43
Fatkhur Rohman, “Peran Pendidik dalam Pembinaan Disiplin Siswa di Sekolah/Madrasah”,
UIN-SU Medan, 2018, hlm. 80
44
Ibid, hlm 81
45
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan..., hlm.82
46
Ibid, hlm.82
32

Joan E. Durrant dalam bukunya yang berjudul “positive

discipline” mengutip bahwa “positive-discipline” is non-violent

and respectful of the child as a learner. It is an approach to

teaching that helps children succed, gives them information, and

support their growth”47. Dari kutipan tersebut dapat dipahami

bahwa disiplin positif adalah mendisiplinkan anak tanpa

menggunakan kekerasan dan memberi pengajaran serta informasi

kepada anak dalam mendukung pertumbuhan mereka.

Joan E. Durrant juga mengatakan bahwa “positive

discipline is about increasing your child’s competence and

confidence to handle challenging situation, positive discipline is

about teaching courtesy, non-violence, empathy, self-respect,

human rights and respect to others.”48 Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa disiplin positif merupakan solusi untuk

meningkatkan kompetensi anak dan kepercayaan dirinya dalam

menangani situasi menantang, serta disiplin positif juga

mengajarkan sopan santun, tanpa kekerasan, empati, harga diri,

hak asasi manusia serta menghormati orang lain.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa disiplin negatif

memperbesar ketidakmatangan individu, sedangkan disiplin positif

47
Joan E. Durrant, Positive Discipline, (Thailand: Keen Media, 2011), hlm. 2
48
Ibid, hlm. 6
33

menumbuhkan kematangan. Fungsi pokok disiplin adalah

mengajar anak menerima pengekangan yang diperlukan dan

membantu mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang berguna

dan diterima secara sosial. Maka, disiplin positif akan membawa

hasil yang lebih baik daripada disiplin negatif.49

Berdasarkan macam-macam disiplin diatas dapat dipahami

bahwa disiplin yang baik adalah disiplin demokrasi dan disiplin

positif, karena disiplin demokrasi dan disiplin positif lebih

menekankan aspek edukatif daripada hukuman.

c. Tujuan disiplin

Tujuan dari disiplin adalah mengerahkan anak agar belajar

mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa

dewasanya, dimana anak sangat bergantung pada disiplin diri dan

pembentukan prilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan

peran-peran yang ditetapkan kelompok tertentu. 50 Tujuan disiplin

menurut Hurlock yaitu memberitahukan kepada anak tentang prilaku

baik dan buruk, serta mendorongnya untuk berprilaku sesuai dengan

standar.51

Berdasarkan pada paparan diatas maka tujuan disiplin adalah

untuk membantu anak membangun pengendalian diri mereka. Melalui

49
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan..., hlm.82-83
50
Mila Sabartiningsih, dkk, “Implementasi Peberian Reward...”, hlm. 62
51
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan..., hlm.83
34

disiplin anak dapat belajar mengenal prilaku baik dan buruk serta

berprilaku baik dan menghargai orang lain.

d. Disiplin dalam Teori Perkembangan Moral

Perkembangan moral merupakan perkembangan yang

berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya

dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain,52

termasuk dalam perkembangan moral ini adalah prilaku disiplin.

1) Teori psikoanalisis tentang perkembangan moral

Dalam teori psikoanalisis pembagian struktur manusia dibagi

menjadi tiga yaitu Id, ego, dan superego. Id adalah struktur

kepribadian yang terdiri atas biologis yang irasional dan tidak

disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek

psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional disadari, namun

tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian

yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan sistem nilai dan moral

yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau “salahnya”

sesuatu.53

2) Teori belajar sosial tentang perkembangan moral

Teori belajar sosial memandang tingkah laku sebagai respon

atau stimulus. Teori ini digunakan untuk menjelaskan prilaku

52
Yurdik Jahja, Psikologi Perkembangan, Cet ke-3, (Jakarta, Kencana, 2013), hlm. 197
53
Ibid, hlm.198
35

moral anak-anak. Bila anak diberi hadiah atas prilaku yang sesuai

dengan aturan yang disetujui, mereka akan mengulangi prilaku

tersebut. sebaliknya, bila mereka dihukum atas prilaku yang tidak

bermoral, maka prilaku tersebut akan berkurang.54

3) Teori kognitif tentang perkembangan moral

Piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak dibagi menjadi

dua tahap yaitu tahap heteronomous morality dan autonomous

morality. Pada tahap heteronomous morality perkembangan moral

terjadi pada anak usia 6-9 tahun, anak-anak pada masa ini yakin

akan keadilan immanent¸ yaitu konsep bahwa bila suatu aturan

dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan. Sedangkan pada tahap

atonoum morality terjadi pada usia 9-12 tahun. Pada masa ini anak

mulai sadar bahwa aturan dan hukum merupakan ciptaan manusia

dalam menerapkan suatu hukuman.55

4) Teori Kholberg tentang perkembangan moral

Kholberg mengatakan bahwa tahap-tahap perkembangan moral

terjadi dari aktivitas spontan dari anak-anak. Dalam teori ini

kholberg membagi tahap perkembangan moral menjadi 3

tingkatan. Pertama, tingkat prakonvensional moralitas, pada

tingkatan ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak yang

54
Ibid. hlm. 199
55
Ibid.
36

ditimbulkan oleh suatu perbuatan. Kedua, tingkat konvensional

pada tingkatan ini anak menilai baik suatu perbuatan apabila

memenuhi harapan otoritas atau kelompok. Ketiga, tingkat pasca-

kovensional pada tingkatan ini anak menaati aturan untuk

menghindari hukuman.56

e. Prilaku Disiplin Anak Usia 5-6 Tahun

Menurut Erikson tahap-tahap perkembangan pada anak dibagi

menjadi beberapa bagian, ia membagi seluruh masa perkembangan

atas: tahap bayi usia 0-1 tahun yang ditandai oleh kepercayaaan-

ketidakpercayaan terutamakepada orang tuanya (trust – mistrust);

tahap kanak-kanak pada usia 1-3 tahunyang ditandai oleh adanya

otonomi di satu pihak dan rasa malu dilain pihak (autonomy –

shamey); selanjutnya yaitu tahap prasekolah pada usia 3-6 tahun yan

ditandai oleh inisiatif dan rasa bersalah (initiative – guilt); tahap anak

sekolah usia 6-12 tahun yang ditandai oleh kemampuan untuk

menciptakan sesuatu dan rasa rendah (industry – inferiority); dan

terakhir tahap remaja pada usia 12-18 tahun yang ditandai oleh

integritas diri dan kebingungan (identity-identity confusion).57

56
Ibid, hlm. 200
57
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya 2004), hlm.118
37

Oleh karena itu berdasarkan pendapat Erikson di atas anak usia

5-6 tahun termasuk ke dalam tahap usia prasekolah yang ditandai oleh

inisiatif dan rasa bersalah atau initiative – guilt.

Salah satu konsep penting yang harus ditanamkan pada masa

kanak-kanak adalah harus menyesuaikan melalui proses

perkembangan sesuai usia dirinya. Disiplin tidak tertanam begitu saja,

akan tetapi perkembangan disiplin sesuai usia karakteristik

perkembangan anak dari usia 0-8 tahun.58

Berdasarkan standar isi tingkat pencapaian perkembangan anak

usia dini dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan

(Permendikbud) Republik Indonesi nomor 137 tahun 2014 dalam

lingkup perkembangan sosial emosional pada perkembangan anak usia

5-6 tahun. Anak tahu akan haknya, mentaati aturan kelas (kegiatan,

aturan), mengatur diri sendiri, bertanggung jawab atas prilakunya

untuk kebaikan diri sendiri, mengenal tata krama dan sopan santun

sesuai dengan nilai budaya setempat.59

Anak usia 5-6 tahun masih memerlukan aturan yang jelas dan

konsisten dari orang tua maupun guru. Apabila upaya pembentukan

disiplin dilakukan sistematis dan profesional, orang tua ataupun guru

harus belajar menyusun dengan jelas aturan yang berlaku di sekolah

58
Mila Sabartiningsih, dkk, “Implementasi...”, hlm. 63
59
Permendikbud no. 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini,
hlm.28
38

atau di rumah. Aturan menjadi acuan penting bagi pendidik dalam

mendisiplinkan anak.

Berdasarkan paparan di atas, anak usia 5-6 tahun harus mampu

mengetahui prilaku baik-buruk dan memahami aturan sebagai bentuk

disiplin. Orang tua dan guru memegang peran penting daam

mendisiplinkan anak, terutama dalam membuat aturan harus jelas dan

konsisten, serta memberikan teladan pada anak.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang

diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang

mempunyai kriteria tertentu yaitu valid.60

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan

kualitatif deskriptif, karena data-data yang akan dikumpulkan adalah data-

data yang bersifat deskriptif. Berdasarkan pada penomena kasus yang

akan diteliti yaitu dampak reward dan punishment dalam membentuk

disiplin anak. Dalam penelitian ini, peneliti secara langsung akan

mengumpulkan data melalui observasi, dokumentasi, wawancara dengan

informan di lapangan. Agar data yang diperoleh benar keabsahannya,

60
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfa Beta, 2016),
hlm. 2.
39

peneliti dalam penelitian ini perlu menggunakan metode penelitian yang

tersusun secara sistematis sehingga penelitian ini layak untuk diuji

keabsahannya.

Mohammad Ali mengemukakan bahwa “penelitian adalah suatu

cara untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau usaha mencari

bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan

seara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya.”61

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mohammad Ali tersebut apabila

dikaitkan dengan judul penelitian “Dampak Reward dan Punishment

dalam Membentuk Disiplin Anak Usia 5-6 Tahun “, maka dalam

penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan metode penelitian

kualitatif deskriptif yang diharapkan mampu menggambarkan secara

mendetail tentang dampak reward dan punishment dalam membentuk

disiplin pada anak usia 5-6 tahhun di TK Putra 1 Mataram.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam sebuah penelitian adalah merupakan hal

yang mutlak ada karena peneliti merupakan instrumen utama dalam

sebuah penelitian serta sebagai pengumpul data dalam proses penelitian.

Oleh karena itu, keberadaan peneliti sangatlah urgen dalam mencari

informasi-informasi serta data-data yang terkait dengan permasalahan

61
Amirul Hadi, Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998),
hlm.10
40

yang menjadi bahan yang diteliti. Serta kehadiran peneliti juga berperan

penting terhadap keabsahan dan kevalidan data dalam penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti terjun secara langsung untuk

mengamati setiap aktifitas yang dilakukan anak semata-mata untuk

mendapatkan informasi terkait permasalahan yang akan diteliti. Tidak

hanya itu, peneliti juga menemui pihak-pihak yang berada di lingkungan

tempat meneliti yang dapat memberikan informasi atau data-data yang

akan mendukung keberhasilan penelitian yang peneliti lakukan.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di TK Putra 1 Mataram Jln.

Pejanggik Mataram, pada semester genap tahun pelajaran 2019/2020

dengan subyek penelitian yaitu anak usia 5-6 tahun atau TK B. Kemudian

yang menjadi obyeknya adalah dampak reward dan punishment dalam

membentuk disiplin anak di TK Putra 1 Mataram.

4. Suber Data

Sumber data adalah persoalan tentang dari mana data dapat

diperoleh.62 Adpun sumber data dalam penelitian ini antara lain:

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah

dan disajikan leh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa kata-

kata atau tindakan. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data
62
Ibid., hlm.122
41

utama adalah kepala sekolah TK Putra 1 Mataram, pendidik dan

peserta didik.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data pelengkap yang

melengkapi data-data yang dibutuhkan oleh data primer. Sumber data

sekunder meliputi perwakilan orang tua, dokumen, arsip dan lain-lain.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk menunjang keberhasilan dalam melakukan sebuah

penelitian maka perlu menggunakan sebuah teknik dalam mengumpulkan

data seperti berikut:

a. Metode observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian

manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu

utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut,

dan kulit.63

Teknik observasi ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti

baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek

penelitian.64 Informasi yang diperoleh dari hasil observasi ini adalah

antara lain: ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan,

kejadian atau peristiwa, serta waktu dan perasaan.

63
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 118
64
Juliansah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 140
42

Oleh karena itu, dalam penelitan disini teknik observasi yang

akan digunakan adalah observasi partisipasi. Dalam proses ini peneliti

akan terlibat dalam keseharian obyek yang akan diteliti atau yang akan

akan digunakan sebagai sumber data. Dengan observasi partisipan ini,

data yang akan diperoleh oleh peneliti akan lebih lengkap, tajam, dan

sampai mengetahui pada tingkat mana prilaku yang tampak. Sehingga

dengan metode observasi ini peneliti akan mencari data mengenai

dampak pemberian reward dan punishment dalam membentuk disiplin

anak.

b. Metode Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses tanya jawab atau dialog

secara lisan antara pewawancara (interviewer) dengan responden atau

orang yang diinterview (interviewee) dengan tujuan untuk memperoleh

informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. 65 Wawancara merupakan alat

yang sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan,

perasaan, dan motivasi.

Menurut Eko wawancara dapat dibedakan menjadi dua yaitu

wawancara terstruktur dan wawanara tidak terstruktur.

1) Wawancara terstruktur (structured Interview) adalah


wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara yang telah disusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan data.

65
Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), hlm. 40
43

2) Wawancara tidak terstruktur (Unstructured Interview)


adalah wawancara bebas, di mana pewawancara tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk engumpulan datanya.66

Dalam hal ini peneliti akan menggunakan metode wawancara

terstruktur yang di mana peneliti akan membuat daftar pertanyaan

yang akan diajukan kepada narasumber (terlampir), dengan demikian

peneliti akan lebih mudah dalam melakukan wawancara agar tidak

melenceng dari fokus masalah yang akan diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan cara menganalisis data penelitian,

termasuk alat-alat statistik yang relevan untuk digunakan dalam

penelitian.67 Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model

Milles dan Huberman yaitu (1) reduksi data, (2) penyajan data, dan (3)

verifikasi data.68

a. Reduksi data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti memilih, merangkum hal-hal yang

okok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang

lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan

data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

66
Ibid, hlm. 42-44
67
Juliansyah Noor, Metodologi..., hlm. 163
68
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, R & D, (Bandung: Alfabeta, 2016),
hlm. 246
44

Data yang akan direduksi dalam penelitian ini berupa data hasil

observasi dan pengamatan sejauh mana tingkat kedisiplinan anak.

Pada tahap ini peneliti akan memfokuskan pada langkah-langkah

pemecahan masalah dalam pendisiplinan anak menggunakan metode

reward dan punishment. Dalam hal ini peneliti akan mengambil data-

data yang penting dan relevan dan akan membuang data-data yang

tidak relevan dengan fokus penelitian.

b. Penyajian Data (Data Display)

Dalam penyajian data ini hasil reduksi data akan disajikan

dalam bentuk deskripsi data temuan. Data-data tersebut antara lain

strategi-strategi guru dalam mengatasi anak yang kurang disiplin

berdasarkan hasil observasi, dan stregi guru dalam mendisiplinkan

anak berdasarkan hasil wawancara.

c. Penarikan Kesimpulan (verifikasi)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Data-data hasil temuan yang telah

direduksi dan disajikan dalam bentuk deskripsi data akan diroses

kembali dengan memperhatikan tingkat kebenarannya melalui

engeekan kembali data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian.

Kesimpulan akhir yang diperoleh dari hasil analisis adalah

deskripsi strategi pemecahan masalah mengenai dampak reward dan

punnishment dalam meningkatkan disiplin anak.


45

7. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini peneliti

menggunakan triangulasi data. Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi digunakan sebagai

teknik pemeriksaaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,

penyidik, dan teori.

I. Sistematika Pembahasan

Dalam metode penelitian kualitatif ada empat bab pembahasan, dalam

masing-masing bab tersebut membahas hal yang berbeda namun saling

berkaitan satu sama lain. Adapun pembahasan dari masing-masing bab

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bab I

Bab satu ini merupakan bab pendahuluan yang akan mengulas

tuntas dasar-dasar dalam mengambil suatu penelitian. Terdapat delapan

bagian yaitu (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan

dan manfaat, (4) ruang lingkup dan setting penelitian, (5) telaah pustaka,

(6) kerangka teori, (7) metode penelitian, dan (8) sistematika pembahasan.

2. Bab II

Bab dua ini merupakan penjelasan terkait paparan data dan temuan

selama penelitian, sehingga dalam bab ini peneliti akan memaparkan hasil

temuan selama meneliti dengan sebenar-benarnya dan tanpa mengada-

ngada.
46

3. Bab III

Bab ini merupakan bagian pembahasan yang dimana peneliti akan

mengungkapkan proses analisis terhadap temuan penelitian yang sudah

dilakukan.

4. Bab IV

Bab ini merupakan bagian penutup yang berisi tentang kesimpulan

dan saran. Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dari hasil

penelitiannya dengan singkat dan jelas serta memberikan saran kepada

berbagai pihak agar menjadi bahan perbaikan dari hasil penelitian yang

sudah dilakukan.
47

J. Daftar Pustaka

Amirul Hadi, Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka


Setia, 1998

Anjar Ginanjar, “Metode Pembelajaran-Reward”, http://aginista.blogspot.com


/2013/02/metode pembelajaran-reward.com, diakses tanggal 17
Desember 2019

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan, dan


Ilmu Sosial Lainnya. Cet.6. Jakarta: Kencana

Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrument Penelitian. Cet.III.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014

Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak. Edisi Keenam. Terj. Meitasari


Jakarta: Tjandrasa. Erlangga

Fatkhur Rohman, “Peran Pendidik dalam Pembinaan Disiplin Siswa di


Sekolah/Madrasah”, UIN-SU Medan, 2018

http://www.sekolahpendidikan.com, diakses pada tanggal 18 Desember 2019,


pukul 11.19

Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak, Jakarta: Pustaka Inti, 2005

Juliansah Noor, Metodologi Penelitian, Jakarta: Kencana, 2012

Jhon M. Echol & Hasan Shadly, Kamus Bahasa Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia, 1996

Joan E. Durrant, Positive Discipline, Thailand: Keen Media, 2011.

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Cet.IV. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2011

Mila Sabartiningsih, dkk, “Implementasi Pemberian Reward dan Punishment


dalam membentuk karakter disiplin anak usia dini”. Jurnal Pendidikan
Anak, Vol. 4, Nomor 1, 2018.

Muh. Rodhi Zamzami, “Penerapan Reward dan Punishment dalam Teori


Belajar Behaviorisme”, Ta’limuna, Vol. 4, Nomor. 1, Maret 2015.
48

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet. 2.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004

Permendikbud no. 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan


Anak Usia Dini

Rofi’ah CH, “Metode Reward dan Punishment dalam mengembangkan


kemampuan Emosional Anak Usia Dini (Studi Kasus di TK Nurul
Hidayah Brebesdan TK Kemala Bhayangkari 27 Brebes Tahun 2012),
Skripsi, FPI Universitas Negeri Semarang, 2013

Rusdiana Hamid, “Reward dan Punishment dalam perspektif pendidikan


Islam”, Ittihad Jurnal Kopertis wilayah XI Kalimantan, Vol. 4, Nomor
5, 2016

Sarah Ockwell-Smith, Gentle Disipline, terj. Ade Kumalasari. Cet.1.


Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2019

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Cet.26. Bandung:


Alfabeta, 2017

Sutini, “Pengaruh Pemberian Motivasi oleh orang tua terhadap prestasi belajar
siswa kelas VIII MTs. Hiayatul Muhsinin Desa Labulia Kecamatan
Jonggat Tahun pelajaran 2015/2016”, Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN
Mataram, 2016.

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi UIN Mataram Tahun 2019,


Mataram: UIN Mataram, 2019

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,


Pasal 28, Ayat (1)

Permendikbud No. 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan


Anak Usia Dini.

Widyaning Hapsari, Itsna Iftayani, “Model Pendidikan Karakter pada Anak


Usia Dini Melalui Program Islamic Habituation” Jurnal Indegenous,
Vol. 1, Nomor. 2, 2016.

Yanuar A., Jenis-jenis Hukuman Edukatif untun Anak SD. Cet.I. Jogjakarta:
DIVA Press, 2012
49

Yurdik Jahja, Psikologi Perkembangan, Edisi Pertama, Cet. I. Jakarta:


Kencana, 2011

Anda mungkin juga menyukai