ABSTRAK
Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa
dalam kelas di SMA Negeri 1 Pinrang dan peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa antar kelas di
SMA Negeri 1 Pinrang. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif,
memperoleh gambaran tentang peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa. Informan dalam
penelitian ini terdiri dari 16 orang. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan
kriteria wali kelas yang siswanya berkonflik, siswa berkonflik, dan guru BK. Dengan menggunakan teknik
pengumpulan data malalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik pengabsahan data menggunakan
teknik member check. Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa dalam kelas di
SMA Negeri 1 Pinrang yaitu: 1) Sebagai pendengar dan pemberi nasehat, 2). Sebagai agen penerima dan
perujuk siswa, 3) Sebagai fasilitator hubungan siswa dan 4) Sebagai pendukung program bimbingan dan
konseling. Sedangkan peran wali kelas dalam penyelesaian siswa antar kelas di SMA Negeri 1 Pinrang
yaitu: 1) Sebagai pendengar dan pemberi nasehat, 2) Sebagai agen penerima dan perujuk siswa, 3). Sebagai
fasilitator hubungan siswa dan 4). Sebagai pendukung program bimbingan dan konseling. Perbedaan peran
wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa dalam kelas dengan peran wali kelas dalam penyelesaian
konflik siswa antar kelas adalah bentuk kerjasama yang dilakukan wali kelas. Dalam penyelesaian konflik
siswa dalam kelas yaitu wali kelas bekerjasama dengan guru BK. Sedangkan penyelesaian konflik siswa
antar kelas yaitu wali kelas bekerja sama antara wali kelas yang berkonflik dan guru BK.
ABSTRACT
This study aims to determine, the role of homeroom teacher in solving conflicts of students in the
classroom in SMA Negeri 1 Pinrang and the role of homeroom teacher in solving conflicts between students
in SMA Negeri 1 Pinrang. This type of research is a descriptive qualitative research type. The number of
informants in this study as many as 16 people determined by Purposive sampling technique with the criteria
of homeroom teacher with conflicting student, conflicting student, and teacher of BK.. Technique of
collecting data which is done by observation, interview, and documentation. Qualitative data analysis
technique of descriptive type through three stages: data reduction, data presentation and conclusion.
Techniques of data validation using member check technique. The results of this study indicate that the the
role of homeroom teachers in solving conflicts of students in the classroom in SMA Negeri 1 Pinrang are: 1)
As a listener and advisor, 2). As the recipient and the successor of the students, 3) As the facilitator of
student affairs and 4) As a supporter of guidance and counseling program. While the role of homeroom
teacher in the completion of students between classes in SMA Negeri 1 Pinrang are: 1) As a listener and
advisor, 2) As a recipient and students, 3). As a facilitator of student relationships and 4). As a supporter of
guidance and counseling programs. Differentiation of the role of classroom teachers in solving class
conflicts with the role of homeroom teachers in resolving class conflict is a form of cooperation undertaken
by homeroom teachers. In the conflict resolution students in the classroom teachers in collaboration with
teachers BK. Meanwhile, the conflict between class students is a homeroom teacher who works together
between homeroom class guard class and BK teacher.
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
dengan anggota). Analisis data dilakukan dengan tiga langkah yaitureduksi data, display
data dan penarikan kesimpulan.
Gibson dan Mitchell mengemukakan peran dan tanggung jawab wali kelas di
sekolah sebagai pendengar dan pemberi nasehat, sebagai agen penerima dan perujuk siswa,
sebagai penemu potensi siswa, sebagai pendidik karir, sebagai fasilitator hubungan siswa,
dan sebagai pendukung program bimbingan dan konseling. Dari hasil wawancara dari
keenam indikator pendengar dan pemberi nasehat, agen penerima dan perujuk siswa,
penemu potensi siswa, pendidik karir, fasilitator hubungan siswa, dan pendukung program
bimbingan dan konseling. Peran wali kelas yang paling dominan dalam penyelesaian
konflik siswa dalam kelas yaitu pendengar dan pemberi nasehat, agen penerima dan
perujuk siswa, fasilitator hubungan siswa, dan pendukung program bimbingan dan
konseling. Konflik dalam kelas terdiri dari berkelahi dan mengganggu teman. Sebagai
pendengar dan pemberi nasehat wali kelas mendengarkan permasalahan siswa yaitu
penyebab perkelahian adalah masalah utang. Adapun penyebab menganggu temannya
adalah balas dendam.Wali kelas menasehati ssiswa yang berkelahi yaitu tidak boleh
berkelahi karena dapat melukai dirinya dan temannya dan apabila meminjam
mengembalikan secepatnya. Lain halnya dengan siswa yang menganggu temannya, wali
kelas memberikan nasehat merupakan perbuatan yang tidak baik.
Selain pendengar dan pemberi nasehat, wali kelas juga sebagai agen penerima dan
perujuk siswa. Wali kelas merekomendasikan siswa yang berkonflik ke guru BK. Setelah
diberi keputusan guru BK, siswa yang berkonflik kemudian dirujuk kembali ke wali kelas
berkenaaan dengan perkembangan tingkah laku selanjutnya. Sebagai fasilitator siswa, wali
kelas menumbuhkan hubungan yang positif terhadap siswa yang terlibat berkelahi dan
menganggu temannya dengan mendorong siswa saling memaafkan dan berjabat tangan.
Sebagai pendukung bimbingan dan konseling, wali kelas ikut serta dalam konferensi kasus
dengan mendampingi siswa yang berkonflik dan melakukan bimbingan dan penyuluhan
melalui acara kelas dan kunjungan kelas. Hal tersebut sesuai dengan teori struktural
fungsional yang digagas oleh Talcott Parsons mengatakan fungsi untuk semua sistem
tindakan yaitu integrasi dimana sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-
bagian yang menjadi komponennya. Siswa yang merupakan bagian dari sekolah sehingga
apabila ada permasalahan di sekolah, sekolah menjadi faktor pendorong untuk
menyelesaikan permasalahan siswanya. Adapun perbedaan dalam penelitian ini
dengan Penelitian terdahulu oleh Nurul Kurniyati tentang bimbingan dan konseling dalam
menangani konflik interpersonall siswa Mts N Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
Hasil penelitiannya adalah faktor penyebab konflik interpersonal siswa ada tiga yaitu
pribadi, komunikasi, dan struktur sedangkan metode yang digunakan dalam menangani
konflik interpersonal adalah metode bimbingan kelompok dan metode bimbingan
individual.
Selanjutnya penelitian terdahulu oleh Ta’ riful Aziz tentang peran guru PAI dan
guru bimbingan konseling dalam mengatasi konflik antar siswa di SMA N 4 Purwerojo.
Hasil penelitiannya adalah dalam mengatasi konflik guru PAI menggunakan tiga metode
yaitu metode direktif, metode nondirektif, dan metode efektif. Usaha yang dilakukan guru
PAI merupakan bentuk nasehat, dan mengajarkan akhlak kepada siswa serta contoh
melalui tindakan nyata sehingga siswa segan untuk menirunya. Sedangkan guru BK
menggunakan pola bimbingan terhadap masing-masing jenjang kelas, mempunyai rencana
praktis dan sistematis karena hal tersebut adalah tugas utama guru BK dan
mempromosikan BK bagi siswa yang menemui kendala apapun agar siswa tidak ragu
menghadap BK. Kemudian, Haerul Qadri tentang tawuran antar kelas (Studi Kasus Di
SMA Negeri 1 Makassar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya tawuran antar kelas di SMA Negeri 1 Makassar disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal: saling mengejek antara kelas senior ke kelas junior,
mempertahankan rasa senioritas, dan rasa emosional. Faktor eksternal: keluarga yaitu
kurangnya perhatian orang tua, dan sekolah yaitu kurangnya kegiatan yang diterapkan di
sekolah. Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi tawuran antar kelas di SMA
Negeri 1 Makassar adalah memberikan hukuman kepada yang melanggar aturan sekolah,
sekolah harus menerapkan aturan tata tertib yang ketat, peran BK diaktifkan dalam rangka
pembinaan mental siswa, mengkondisikan suasana sekolah yang ramah dan penuh kasih
saying, dan penyediaan fasilitas untuk mengembangkan bakat siswa contohnya
menyediakan program ekstrakurikuler. Perbedaan skripsi penulis dengan skripsi yang
dilakukan oleh Nurul, Ta’riful dan Haerul yaitu pada perpustakaan yang diteliti ketiga
penelitian terdahulu menitikberatkan fokus penelitiannya pada guru BK. sedangkan penulis
menitikberatkan fokus penelitiannya pada wali kelas.
Dari hasil wawancara dari keenam indikator pendengar dan pemberi nasehat, agen
penerima dan perujuk siswa, penemu potensi siswa, pendidik karir, fasilitator hubungan
siswa, dan pendukung program bimbingan dan konseling. Peran wali kelas yang paling
dominan dalam penyelesaian konflik siswa antar kelas yaitu pendengar dan pemberi
nasehat, agen penerima dan perujuk siswa, fasilitator hubungan siswa, dan pendukung
program bimbingan dan konseling. Konflik dalam kelas terdiri dari berkelahi dan
bertengkar. Sebagai pendengar dan pemberi nasehat wali kelas mendengarkan
permasalahan siswa yaitu penyebab perkelahian adalah adanya pemahaman senioritas
antara siswa di sekolah. Pemahaman senioritas yaitu menimbulkan adanya sifat emosional
antara kelas senior ke kelas junior. Lain halnya dengan siswa yang bertengkar yaitu
perbedaan antar individu. Siswa yang terlibat berkelahi dinasehati masing-masing wali
kelas. Pertama, tidak ada istilah senioritas di sekolah semua siswa sama dan jangan mudah
terpengaruh dengan ajakan teman. Kedua, agar siswa tidak balas dendam dan apabila ada
perkelahian melapor ke guru. Siswa yang bertengkjar dinasehati masing-masing wali kelas
agar jangan mudah emosi.
Selain pendengar dan pemberi nasehat, wali kelas juga sebagai agen penerima dan
perujuk siswa. Wali kelas merekomendasikan siswa yang berkelahi dan bertengkar ke guru
BK. Setelah diberi keputusan guru BK, siswa yang berkelahi dan bertengkar kemudian
dirujuk kembali ke wali kelas berkenaaan dengan perkembangan tingkah laku selanjutnya.
Sebagai fasilitator siswa, wali kelas menumbuhkan hubungan yang positif terhadap siswa
yang terlibat berkelahi dan bertengkar dengan mendorong siswa saling memaafkan dan
berjabat tangan. Sebagai pendukung bimbingan dan konseling, wali kelas ikut serta dalam
konferensi kasus dengan mendampingi siswa yang berkelahi dan menganggu teman dan
melakukan bimbingan dan penyuluhan melalui acara kelas dan kunjungan kelas. Parsons
dalam Ritzer pembahasan teori struktural fungsional salah satunya fungsi untuk semua
sistem tindakan yaitu integrasi. Dalam hal ini, wali kelas akan bertindak sesuai dengan
perannya. wali kelas sebagai pendidik bertanggung jawab terhadap siswa di kelasnya. Oleh
karena itu, apabila ada siswa yang berkonflik maka wali kelas akan bertindak menjalankan
fungsinya.
PENUTUP
Peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa dalam kelas di SMA Negeri 1
Pinrang yaitu pertama, sebagai pendengar dan pemberi nasehat dimana wali kelas
A. Musfirah Nurul Kusuma Wardhani, Andi Agustang | 15
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad., dan Muhammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Gibson, Robert L., dan Mitchell Mariane H. 2010. Bimbingan dan Konseling. Terjemahan
oleh Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan Konseling Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka Dan Konflik (komunikasi lintas budaya masyarakat
multikultural). Yogyakarta: Lkis.
Narwoko, J Dwi., dan Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi teks pengantar dan terapan.
Jakarta: Kencana.
Skripsi
Aziz, Ta’riful. 2013. Peran Guru PAI Dan Guru Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi
Konflik Antar Siswa Di SMA N 4 Purworejo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.
Kurniyati, Nurul. 2016. Bimbingan Dan Konseling Dalam Menangani Konflik Interpersonal
Siswa Mts N Maguwoharjo Depok, Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Qadri, Haerul. 2016. Tawuran Antar Kelas (Studi Kasus Di SMA Negeri 1 Makassar).
Skripsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar