Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

PERAN WALI KELAS DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR SISWA


DI SMA NEGERI 1 PINRANG

A. Musfirah Nurul Kusuma wardhani1, Andi Agustang2


1,2
Pendidikan Sosiologi FIS-UNM

ABSTRAK

Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa
dalam kelas di SMA Negeri 1 Pinrang dan peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa antar kelas di
SMA Negeri 1 Pinrang. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif,
memperoleh gambaran tentang peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa. Informan dalam
penelitian ini terdiri dari 16 orang. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan
kriteria wali kelas yang siswanya berkonflik, siswa berkonflik, dan guru BK. Dengan menggunakan teknik
pengumpulan data malalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik pengabsahan data menggunakan
teknik member check. Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa dalam kelas di
SMA Negeri 1 Pinrang yaitu: 1) Sebagai pendengar dan pemberi nasehat, 2). Sebagai agen penerima dan
perujuk siswa, 3) Sebagai fasilitator hubungan siswa dan 4) Sebagai pendukung program bimbingan dan
konseling. Sedangkan peran wali kelas dalam penyelesaian siswa antar kelas di SMA Negeri 1 Pinrang
yaitu: 1) Sebagai pendengar dan pemberi nasehat, 2) Sebagai agen penerima dan perujuk siswa, 3). Sebagai
fasilitator hubungan siswa dan 4). Sebagai pendukung program bimbingan dan konseling. Perbedaan peran
wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa dalam kelas dengan peran wali kelas dalam penyelesaian
konflik siswa antar kelas adalah bentuk kerjasama yang dilakukan wali kelas. Dalam penyelesaian konflik
siswa dalam kelas yaitu wali kelas bekerjasama dengan guru BK. Sedangkan penyelesaian konflik siswa
antar kelas yaitu wali kelas bekerja sama antara wali kelas yang berkonflik dan guru BK.

. Kata kunci: Konflik, Wali Kelas, Siswa.

ABSTRACT
This study aims to determine, the role of homeroom teacher in solving conflicts of students in the
classroom in SMA Negeri 1 Pinrang and the role of homeroom teacher in solving conflicts between students
in SMA Negeri 1 Pinrang. This type of research is a descriptive qualitative research type. The number of
informants in this study as many as 16 people determined by Purposive sampling technique with the criteria
of homeroom teacher with conflicting student, conflicting student, and teacher of BK.. Technique of
collecting data which is done by observation, interview, and documentation. Qualitative data analysis
technique of descriptive type through three stages: data reduction, data presentation and conclusion.
Techniques of data validation using member check technique. The results of this study indicate that the the
role of homeroom teachers in solving conflicts of students in the classroom in SMA Negeri 1 Pinrang are: 1)
As a listener and advisor, 2). As the recipient and the successor of the students, 3) As the facilitator of
student affairs and 4) As a supporter of guidance and counseling program. While the role of homeroom
teacher in the completion of students between classes in SMA Negeri 1 Pinrang are: 1) As a listener and
advisor, 2) As a recipient and students, 3). As a facilitator of student relationships and 4). As a supporter of
guidance and counseling programs. Differentiation of the role of classroom teachers in solving class
conflicts with the role of homeroom teachers in resolving class conflict is a form of cooperation undertaken
by homeroom teachers. In the conflict resolution students in the classroom teachers in collaboration with
teachers BK. Meanwhile, the conflict between class students is a homeroom teacher who works together
between homeroom class guard class and BK teacher.

Keywords: conflict, homeroom teacher, students

A. Musfirah Nurul Kusuma Wardhani, Andi Agustang | 12


Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

PENDAHULUAN

Pendidik sebagai tenaga profesional mengisyaratkan bahwa pekerjaan pendidikan


diselenggarakan melalui suatu upaya atau kegiatan dengan cara-cara profesional, dalam
suasana professional untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara profesional.
Keprofesionalan pendidik tidak datang dan terlaksana dengan sendirinya, melainkan
melalui upaya profesionalisasi. Dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang
profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki
pengalaman yang kaya di bidangnya. Wali kelas sebagai salah satu pendidik diwajibkan
memenuhi persyararatan untuk melaksanakan fungsi dan tugas profesional dalam wilayah
pendidikan. Menjadi seorang wali kelas bukanlah suatu hal yang mudah. Wali kelas
dituntut untuk memiliki kompetensi dan kemampuan dalam menumbuhkan suasana
harmonis bagi siswanya. Wali kelas harus dapat memahami tentang sikap dan perilaku
anak didiknya dan bagaimana memberikan solusi yang terbaik agar siswanya tidak
terhanyut dalam masalahnya
Berdasarkan fakta yang terungkap melalui pengamatan awal di SMA Negeri 1
Pinrang pada tanggal 16 Desember 2016. Dari data yang diambil dari guru BK dan diolah
oleh peneliti, peneliti menemukan beberapa fenomena yaitu berbagai macam konflik
diantara 128 siswa yang bermasalah masih terjadi konflik antar siswa yaitu bertengkar 2%,
mengganggu teman 2%, dan berkelahi 15%. Permasalahan konflik yang terjadi antar siswa
tidak mudah untuk mendamaikan kembali dan apabila tidak didamaikan permasalahan itu
akan meluas. Untuk menghindari memperluasnya konflik antar siswa dalam lingkungan
sekolah dan mendamaikan kembali siswa berkonflik maka pentingnya peran wali kelas
dalam menyelesaikannya. Upaya yang dapat dilakukan wali kelas dalam menyelesaikan
konflik yang terjadi antar siswa yaitu kerja sama kepada pihak-pihak yang berkaitan baik
itu siswa yang berkonflik maupun staf dan guru di sekolah. Dengan menyelesaikan konflik
yang terjadi antar siswa, wali kelas akan dapat membantu sekolah untuk mencapai tujuan
pendidikan dan dapat menjadikan siswa berkembang secara optimal baik kepribadian,
sosial dan emosional.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Dengan


menggunakan penelitian kualitatif kualitatif bersifat deskriptif diharapkan temuan-temuan
di lapangan dapat memperoleh gambaran lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang
peran wali kelas dalam penyelesaian konflik antar siswa di SMA Negeri 1 Pinrang.
Adapun lokasi penelitian ini diadakan di SMA Negeri 1 Pinrang. Data primer yang
diperoleh dalam penelitian ini berasal dari hasil wawancara berupa pertanyaan terhadap
informan tentang peran wali kelas dalam penyelesaian konflik antar siswa. Adapun
informan dalam penelitian ini menggunakan teknik penentuan informan purposive
sampling. Dalam penentuan informan menggunakan ketentuan sebagai berikut: Wali kelas
yang siswanya berkonflik di SMA Negeri 1 Pinrang, Siswa berkonflik di SMA Negeri 1
Pinrang, Guru BK di SMA Negeri 1 Pinrang. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian
ini adlah observasi, wawancara dan dokumentasi.
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Teknik
pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah member check (pengecekan

A. Musfirah Nurul Kusuma Wardhani, Andi Agustang | 13


Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

dengan anggota). Analisis data dilakukan dengan tiga langkah yaitureduksi data, display
data dan penarikan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gibson dan Mitchell mengemukakan peran dan tanggung jawab wali kelas di
sekolah sebagai pendengar dan pemberi nasehat, sebagai agen penerima dan perujuk siswa,
sebagai penemu potensi siswa, sebagai pendidik karir, sebagai fasilitator hubungan siswa,
dan sebagai pendukung program bimbingan dan konseling. Dari hasil wawancara dari
keenam indikator pendengar dan pemberi nasehat, agen penerima dan perujuk siswa,
penemu potensi siswa, pendidik karir, fasilitator hubungan siswa, dan pendukung program
bimbingan dan konseling. Peran wali kelas yang paling dominan dalam penyelesaian
konflik siswa dalam kelas yaitu pendengar dan pemberi nasehat, agen penerima dan
perujuk siswa, fasilitator hubungan siswa, dan pendukung program bimbingan dan
konseling. Konflik dalam kelas terdiri dari berkelahi dan mengganggu teman. Sebagai
pendengar dan pemberi nasehat wali kelas mendengarkan permasalahan siswa yaitu
penyebab perkelahian adalah masalah utang. Adapun penyebab menganggu temannya
adalah balas dendam.Wali kelas menasehati ssiswa yang berkelahi yaitu tidak boleh
berkelahi karena dapat melukai dirinya dan temannya dan apabila meminjam
mengembalikan secepatnya. Lain halnya dengan siswa yang menganggu temannya, wali
kelas memberikan nasehat merupakan perbuatan yang tidak baik.
Selain pendengar dan pemberi nasehat, wali kelas juga sebagai agen penerima dan
perujuk siswa. Wali kelas merekomendasikan siswa yang berkonflik ke guru BK. Setelah
diberi keputusan guru BK, siswa yang berkonflik kemudian dirujuk kembali ke wali kelas
berkenaaan dengan perkembangan tingkah laku selanjutnya. Sebagai fasilitator siswa, wali
kelas menumbuhkan hubungan yang positif terhadap siswa yang terlibat berkelahi dan
menganggu temannya dengan mendorong siswa saling memaafkan dan berjabat tangan.
Sebagai pendukung bimbingan dan konseling, wali kelas ikut serta dalam konferensi kasus
dengan mendampingi siswa yang berkonflik dan melakukan bimbingan dan penyuluhan
melalui acara kelas dan kunjungan kelas. Hal tersebut sesuai dengan teori struktural
fungsional yang digagas oleh Talcott Parsons mengatakan fungsi untuk semua sistem
tindakan yaitu integrasi dimana sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-
bagian yang menjadi komponennya. Siswa yang merupakan bagian dari sekolah sehingga
apabila ada permasalahan di sekolah, sekolah menjadi faktor pendorong untuk
menyelesaikan permasalahan siswanya. Adapun perbedaan dalam penelitian ini
dengan Penelitian terdahulu oleh Nurul Kurniyati tentang bimbingan dan konseling dalam
menangani konflik interpersonall siswa Mts N Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
Hasil penelitiannya adalah faktor penyebab konflik interpersonal siswa ada tiga yaitu
pribadi, komunikasi, dan struktur sedangkan metode yang digunakan dalam menangani
konflik interpersonal adalah metode bimbingan kelompok dan metode bimbingan
individual.
Selanjutnya penelitian terdahulu oleh Ta’ riful Aziz tentang peran guru PAI dan
guru bimbingan konseling dalam mengatasi konflik antar siswa di SMA N 4 Purwerojo.
Hasil penelitiannya adalah dalam mengatasi konflik guru PAI menggunakan tiga metode
yaitu metode direktif, metode nondirektif, dan metode efektif. Usaha yang dilakukan guru
PAI merupakan bentuk nasehat, dan mengajarkan akhlak kepada siswa serta contoh
melalui tindakan nyata sehingga siswa segan untuk menirunya. Sedangkan guru BK
menggunakan pola bimbingan terhadap masing-masing jenjang kelas, mempunyai rencana
praktis dan sistematis karena hal tersebut adalah tugas utama guru BK dan

A. Musfirah Nurul Kusuma Wardhani, Andi Agustang | 14


Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

mempromosikan BK bagi siswa yang menemui kendala apapun agar siswa tidak ragu
menghadap BK. Kemudian, Haerul Qadri tentang tawuran antar kelas (Studi Kasus Di
SMA Negeri 1 Makassar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya tawuran antar kelas di SMA Negeri 1 Makassar disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal: saling mengejek antara kelas senior ke kelas junior,
mempertahankan rasa senioritas, dan rasa emosional. Faktor eksternal: keluarga yaitu
kurangnya perhatian orang tua, dan sekolah yaitu kurangnya kegiatan yang diterapkan di
sekolah. Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi tawuran antar kelas di SMA
Negeri 1 Makassar adalah memberikan hukuman kepada yang melanggar aturan sekolah,
sekolah harus menerapkan aturan tata tertib yang ketat, peran BK diaktifkan dalam rangka
pembinaan mental siswa, mengkondisikan suasana sekolah yang ramah dan penuh kasih
saying, dan penyediaan fasilitas untuk mengembangkan bakat siswa contohnya
menyediakan program ekstrakurikuler. Perbedaan skripsi penulis dengan skripsi yang
dilakukan oleh Nurul, Ta’riful dan Haerul yaitu pada perpustakaan yang diteliti ketiga
penelitian terdahulu menitikberatkan fokus penelitiannya pada guru BK. sedangkan penulis
menitikberatkan fokus penelitiannya pada wali kelas.
Dari hasil wawancara dari keenam indikator pendengar dan pemberi nasehat, agen
penerima dan perujuk siswa, penemu potensi siswa, pendidik karir, fasilitator hubungan
siswa, dan pendukung program bimbingan dan konseling. Peran wali kelas yang paling
dominan dalam penyelesaian konflik siswa antar kelas yaitu pendengar dan pemberi
nasehat, agen penerima dan perujuk siswa, fasilitator hubungan siswa, dan pendukung
program bimbingan dan konseling. Konflik dalam kelas terdiri dari berkelahi dan
bertengkar. Sebagai pendengar dan pemberi nasehat wali kelas mendengarkan
permasalahan siswa yaitu penyebab perkelahian adalah adanya pemahaman senioritas
antara siswa di sekolah. Pemahaman senioritas yaitu menimbulkan adanya sifat emosional
antara kelas senior ke kelas junior. Lain halnya dengan siswa yang bertengkar yaitu
perbedaan antar individu. Siswa yang terlibat berkelahi dinasehati masing-masing wali
kelas. Pertama, tidak ada istilah senioritas di sekolah semua siswa sama dan jangan mudah
terpengaruh dengan ajakan teman. Kedua, agar siswa tidak balas dendam dan apabila ada
perkelahian melapor ke guru. Siswa yang bertengkjar dinasehati masing-masing wali kelas
agar jangan mudah emosi.
Selain pendengar dan pemberi nasehat, wali kelas juga sebagai agen penerima dan
perujuk siswa. Wali kelas merekomendasikan siswa yang berkelahi dan bertengkar ke guru
BK. Setelah diberi keputusan guru BK, siswa yang berkelahi dan bertengkar kemudian
dirujuk kembali ke wali kelas berkenaaan dengan perkembangan tingkah laku selanjutnya.
Sebagai fasilitator siswa, wali kelas menumbuhkan hubungan yang positif terhadap siswa
yang terlibat berkelahi dan bertengkar dengan mendorong siswa saling memaafkan dan
berjabat tangan. Sebagai pendukung bimbingan dan konseling, wali kelas ikut serta dalam
konferensi kasus dengan mendampingi siswa yang berkelahi dan menganggu teman dan
melakukan bimbingan dan penyuluhan melalui acara kelas dan kunjungan kelas. Parsons
dalam Ritzer pembahasan teori struktural fungsional salah satunya fungsi untuk semua
sistem tindakan yaitu integrasi. Dalam hal ini, wali kelas akan bertindak sesuai dengan
perannya. wali kelas sebagai pendidik bertanggung jawab terhadap siswa di kelasnya. Oleh
karena itu, apabila ada siswa yang berkonflik maka wali kelas akan bertindak menjalankan
fungsinya.

PENUTUP
Peran wali kelas dalam penyelesaian konflik siswa dalam kelas di SMA Negeri 1
Pinrang yaitu pertama, sebagai pendengar dan pemberi nasehat dimana wali kelas
A. Musfirah Nurul Kusuma Wardhani, Andi Agustang | 15
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

mempertemukan siswa yang berkonflik yang memungkinkan diskusi dan pengambilan


keputusan yang adil dengan memberikan pemikiran atau nasehat-nasehatnya dalam
menyelesaikan konflik. Kedua, sebagai agen penerima dan perujuk siswa dimana wali
kelas mendampingi siswa yang berkonflik menunggu keputusan guru BK yang merujuk
pada aturan tata tertib sekolah dan dirujuk kembali kepada wali kelas untuk dilakukan
pengamatan perkembangan perilaku siswa berkonflik. Ketiga, sebagai fasilitator hubungan
siswa yang mengarahkan interaksi hubungan siswa yang positif. Keempat, sebagai
pendukung program bimbingan dan konseling yaitu dengan memberikan arahan dan ikut
serta dalam penyelesaian konflik. Peran wali kelas dalam penyelesaian siswa antar kelas di
SMA Negeri 1 Pinrang yaitu pertama, sebagai pendengar dan pemberi nasehat dimana
wali kelas mempertemukan siswa yang berkonflik yang memungkinkan diskusi dan
pengambilan keputusan yang adil dengan memberikan pemikiran atau nasehat-nasehatnya
dalam menyelesaikan konflik melalui kerjasama antara wali kelas. Kedua, sebagai agen
penerima dan perujuk siswa dimana kerjasama antara wali kelas dan guru BK. Guru BK
memberikan keputusan merujuk pada aturan dan ketentuan yang berlaku di sekolah
berserta sanksinya setelah itu, siswa tersebut dirujuk kembali kepada wali kelas untuk
dilakukan pengamatan berkenaan dengan perkembangan perilaku selanjutnya. Ketiga,
sebagai fasilitator hubungan siswa dimana wali kelas menjadi penghubung untuk
mengarahkan siswa dalam interaksi yang positif. Keempat, sebagai pendukung program
bimbingan dan konseling dengan memberikan arahan dan ikut serta dalam penyelesaian
konflik siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad., dan Muhammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arifin, M. 2005. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: PT


Golden Terayon Press.

Gibson, Robert L., dan Mitchell Mariane H. 2010. Bimbingan dan Konseling. Terjemahan
oleh Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan Konseling Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka Dan Konflik (komunikasi lintas budaya masyarakat
multikultural). Yogyakarta: Lkis.

Narwoko, J Dwi., dan Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi teks pengantar dan terapan.
Jakarta: Kencana.

Poloma, Margaret M. 2013. Sosiologi Kontemporer.Terjemahan oleh Yasogama. Jakarta:


Rajawali Pers.

A. Musfirah Nurul Kusuma Wardhani, Andi Agustang | 16


Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

Skripsi

Aziz, Ta’riful. 2013. Peran Guru PAI Dan Guru Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi
Konflik Antar Siswa Di SMA N 4 Purworejo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.

Kurniyati, Nurul. 2016. Bimbingan Dan Konseling Dalam Menangani Konflik Interpersonal
Siswa Mts N Maguwoharjo Depok, Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Qadri, Haerul. 2016. Tawuran Antar Kelas (Studi Kasus Di SMA Negeri 1 Makassar).
Skripsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar

A. Musfirah Nurul Kusuma Wardhani, Andi Agustang | 17

Anda mungkin juga menyukai