Anda di halaman 1dari 16

Problematika Guru dan Siswa dalam Proses Pembelajaran di

Sekolah Dasar Negeri 1 Bajulmati


Apriline Denistra P. Q
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Jember
Email : denistraapriline@gmail.com

Abstrak
Penulisan artikel penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan problematika yang
dihadapi oleh guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran dan
mendeskripsikan bagaimana solusi dari problematika yang dihadapi guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif yaitu dengan melakukan survey, pengumpulan data, dan wawancara
kepada salah satu guru di Sekolah Dasar Negeri 1 Bajulmati. Berdasarkan hasil
analisis dari data yang telah dikumpulkan, maka didapatkan : (1) adanya masalah
pribadi yang dialami siswa seperti kurangnya perhatian dari orang tua, orang tua
yang sibuk bekerja dan hanya memberikan uang untuk les, sekolah, juga bermain
saja, (2) kurangnya minat baca para siswa yang menyebabkan siswa kurang
memahami materi sehingga menyebabkan mereka mengalami ketertinggalan
materi, (3) pemalu, siswa malu untuk bertanya tentang materi yang kurang mereka
pahami sehingga menyebabkan mereka tidak memahami materi yang sedang
diajarkan. Selanjutnya, Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah (1) guru harus
membangun komunikasi yang baik dengan orang tua siswa, (2) guru hendaknya
menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran, bisa juga dengan membuat taman
baca dan memperbarui buku menjadi lebih menarik, (3) guru harusnya
membiasakan bertanya kepada siswa sehingga mereka dapat menyampaikan apa
pendapat mereka di depan kelas.
Kata Kunci : Problematika pembelajaran, guru, siswa, masalah
Abstract
The writing of this research article aims to describe the problems faced by teachers
and students in carrying out the learning process and describe how to solve the
problems faced by teachers and students in the learning process. The method used
is a qualitative research method, namely by conducting surveys, data collection,
and interviews with one of the teachers at Sekolah SD Negeri 1 Bajulmati. . Based
on the results of the analysis of the data that has been collected, it was obtained:
(1) there are personal problems experienced by students such as lack of attention
from parents, parents who are busy working and only provide money for tutoring,
school, and play, (2) lack of interest in reading students who cause students to lack
understanding of the material causing them to experience material lag, (3) shy,
students are embarrassed to ask questions about material they don't understand so
they don't understand. Furthermore, efforts to overcome this are (1) teachers should
build good communication with parents, (2) teachers should make students the

1
center of learning, can also make reading gardens and updating books more
interesting, (3) teachers should make it a habit to ask students so that they can
convey what their opinions are in front of the class.
Keywords : Learning problems, teachers, students, problems

Pendahuluan

Pendidikan merupakan langkah yang strategis untuk mempersiapkan sumber daya


manusia (SDM) masa depan yang berkualitas. Menurut Nurcholis (2003) pendidikan sebagai
usaha yang disadari dan diencanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar para siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai
kemampuan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta mempunyai keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Ardhana (1992) menyatakan bahwa pendidikan merupakan Upaya yang disengaja, sistematik,
dilakukan terus menerus untuk mentransfer ilmu dan mengembangkan pengetahuan, sikap,
nilai, dan keterampilan.

Pada kondisi lapangan banyak ditemukan siswa sekolah dasar memiliki bermacam-
macam masalah. Hasil wawancara dengan salah satu guru sekolah dasar negeri 1 Bajulmati
diperoleh gambaran tentang banyaknya masalah yang dialami para siswa, sehingga
menyebabkan banyak diantara mereka mengalami ketidak tuntasan dalam pembelajaran.
Bahkan guru kelas kurang dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah yang mereka
hadapi.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti berkenaan masalah-masalah yang
dihadapi oleh para siswa di Sekolah Dasar Negeri 1 Bajulmati sebagai dasar untuk berusaha
mencari cara atau solusi untuk membantu para siswa yang memiliki masalah, dan bagaimana
strategi dalam konteks pencegahan agar jangan sampai para siswa mengalami masalah dan
selanjutnya mencari cara untuk mengembangkan potensi serta minat baca para siswa agar
berkembang secara optimal.

Apabila seorang guru dapat memahami permasalahan para siswanya, maka guru akan
dapat memberikan pelayanan secara tepat kepada para siswa. Pelayanan yang diberikan secara
tepat oleh guru tentunya akan memudahkan dalam membantu perkembangan siswa secara
efektif dan optimal. Setelah guru banyak memahami permasalahan yang dialami oleh siswa

2
akan memberikan kemudahan serta kelancaran dalam melaksanakan tugas sebagai seorang
tenaga pendidik.

Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan
untuk mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang suatu masalah yang ada di SDN 1
Bajulmati, berbagai komponen berdasarkan kumpulan informasi yang diperoleh dari berbagai
sumber seperti wawancara, artikel, dan jurnal yang berkaitan dengan problematika guru dan
siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Bajulmati,
subjek dari penelitian adalah guru dan siswa yang ada di SDN 1 Bajulmati sedangkan
objeknya adalah problematika guru dan siswa dalam pelaksaan proses pembelajaran. Teknik
dalam pengumpulan data adalah dengan wawancara untuk memperoleh data yang diperlukan.

Pembahasan

Setelah mengumpulkan data yaitu dengan cara melakukan wawancara kepada salah satu
guru yang mengajar di Kelas 6, didapatkan hasil bahwa kesulitan yang dihadapi oleh guru
adalah (1) adanya masalah pribadi yang dialami siswa seperti kurangnya perhatian dari orang
tua, orang tua yang sibuk bekerja dan hanya memberikan uang untuk les, sekolah, juga
bermain saja, (2) kurangnya minat baca para siswa yang menyebabkan siswa kurang
memahami materi sehingga menyebabkan mereka mengalami ketertinggalan materi, (3)
pemalu, siswa malu untuk bertanya tentang materi yang kurang mereka pahami sehingga
menyebabkan mereka tidak memahami materi yang sedang diajarkan. Bagi diri siswa tentunya
mereka tidak merasakan dampak dari permasalahan yang mereka hadapi. Akan tetapi, secara
tidak langsung permasalahan tersebut akan berdampak pada perkembangan belajar mereka.

Mengenai peran orang tua dalam penanaman moral anak usia dini/prasekolah (studi
pada keluarga peran ganda), bahwa ibu cenderung bersifat permissive dan ayah bersifat
authoritative. Hal ini disebabkan adanya kesadaran ibu akan terbatasnya waktu bersama anak-
anaknya dikarenakan bekerja, sehingga tanpa disadari ibu menerapkan gaya pengasuhan yang
longgar. Pola asuh atau keterampilan parenting pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja, hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara ibu bekerja dan
ibu tidak bekerja dalam kegiatan parenting. Hasil ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Nomaguchi dan Milkie mengenai sejumlah studi yang menunjukkan tidak adanya perbedaan

3
yang signifikan antara parenting ibu bekerja dan ibu tidak bekerja. Penelitian yang dilakukan
oleh Udaranti (2011: 29) mengenai perbedaan keterampilan Parenting pada ayah dan ibu
diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan signifikan pada keterampilan parenting ayah dan
ibu, khususnya yang berhubungan dengan pembelajaran tentang peraturan pada anak dan
menjaga kesehatan serta keamanan anak. Menurut para ahli psikologi, perhatian diartikan
sebagai pemusatan energi psikis terhdap suatu obyek, jika diartikan sebagai sedikit banyaknya
kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang sedang dilakukan. Perhatian diartikan
konsentrasi, yaitu pemusatan tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu objek Seiring
dengan pendapat kedua ahli tersebut ahli lain mengatakan bahwa “perhatian adalah keaktifan
jiwa yang diarahkan kepada suatu objek tertentu dan unsur pikiranlah yang paling kuat
pengaruhnya (Sumanto, 2014:160). Perhatian berbeda dari simpati, empati dan komunikasi
walaupun ketiganya berhubungan erat dalam pemusatan tenaga seseorang. Menurut (Abu
Ahmadi, 2009:142) “perhatian yaitu keaktifan jiwa yang diarahkan pada sesuatu objek, baik
di dalam maupun di luar dirinya”, sedangkan pendapat senada dikemukakan oleh (Slameto,
2003:105) “perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dalam
pemilihan rangsangan yang datang dari luar”. Sedangkan menurut pendapat Thamrin Nasution
“Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas
rumah tangga yang dalam kehidupan sehari – hari tersebut sebagai bapak dan ibu” (Nasution,
2008:1). Seorang bapak dan ibu dari anak – anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang
penuh terhadap keberangsungan hidup bagi anak – anaknya. Karena anak memiliki hak untuk
diurus dan dibina oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa. Anak – anak memerlukan
perhatian dan pengertian supaya tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa (Depdikbud,
2004:12). Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diutarakan di atas dapat diperoleh
pengertian bahwa orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina anak
– anaknya dari segi psikologis maupun fisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat
mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi – generasi yang sesuai
dengan tujuan hidup manusia. Secara keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
perhatian orang tua adalah pemusatan energi psikis yang tertuju pada suatu objek yang
dilakukan oleh ayah dan ibu atau wali terhadap anaknya dalam suatu aktifitas. Orang tua yang
tidak mempedulikan anak – anaknya, orang tua yang tidak memenuhi tugas –tugasnya sebagai
ayah dan ibu, akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup anak – anaknya.

4
Terutama peran seorang ayah dan ibu memberikan pendidikan dan perhatian terhadap anak –
anaknya.

Orang tua berperan sebagai pendidik dan sebagai pembimbing bertanggung jawab
untuk memperhatikan kegiatan belajar anak ketika di rumah. Orang tua pastinya
menginginkan anaknya tumbuh, pintar dan cerdas. Untuk mencapai hal tersebut, peran
orang tua merupakan faktor yang sangat penting. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan Slameto (2010: 61) bahwa orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan
pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak
memperhatikan samasekali.Kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar,
Seperti tidak mengatur waktunya belajar, tidak menyediakan atau melengkapi alat
belajarnya, tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, tidak mau tau
bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan yang dialami dalam belajar dan
lain-lain, hal itu dapat menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajarnya.
Perhatian merupakan suatu hal yang sangat penting diperlukan oleh anak karena perhatian
orang tua memiliki pengaruh pada perkembangan anak. Perhatian orang tua sangat
diperlukan sebagai penguatan dalam proses pembelajaran anak, perhatian ini bisa
dilakukan dengan cara mendampingi anak dalam kegiatan belajar di rumah,
memberlakukan jam belajar anak di rumah dan menanyakan anak tentang kegiatan belajar
di sekolah. Perhatian orang tua tersebut akan sangat berkesan pada anaksehingga
semangat belajar anak lebih tinggi. Perhatian yang terlalu disiplin juga bukan hal baik
yang harus diterapkan dalam keluarga karena akan menimbulkan sikap berontak pada
anak karena anak merasa tertekan dan tidak bisa mengungkapkan pendapatnya. Tugas
utama anak-anak di sekolah adalah belajar, dan dukungan paling mendasar yang
dibutuhkan sekolah dari orangtua adalah mendukung pembelajaran anak-anak, belajar
untuk melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan (Lickona, 2013:533).
Tugas siswa yang utama adalah belajar dan memahami materi pelajaran yang
ada di sekolahan. Salah satu tugas utama siswa yaitu perlu adanya upaya dalam
mencapai hasil belajar setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar tidak hanya
dipengaruhi oleh kegiatan pembelajarandi sekolah saja namun, juga dapat dipengaruhi
dari lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi hasil belajar
menurut Slameto (2010: 60) yaitu faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
dan lingkungan masyarakat. Ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh kuat

5
terhadap hasil belajar siswa akan tetapi pengaruh yang paling besar yaitu dari keluarga. .
Menurut mc. Donald dalam Sardiman (2012: 73) bahwa motivasi merupakan perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai muncunya feelingdan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Menurut Kompri (2017: 109), motivasi adalah
suatu dorongan dari dalam individu untuk melakukan suatu tindakan dengan cara
tertentu sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Berdasarkan pengertian-pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam
diri seseorang berupa suatu tindakan yang dilakukan.
Perhatian orang tua merupakan hal yang sangat di butuhkan untuk seorang anak dalam
membantu perkembangannya. Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya tumbuh
dengan pintar, cerdas, berguna bagi nusa bangsa dan agama. Hal tersebut dapat tercapai
apabila anak berhasil dalam proses belajaranya. Salah satu yang menetukan dan
dapat membantu keberhasilan belajar anak adalah perhatian orang tua. Oleh karena itu
orang tua harus menyadari betapa pentingnya memperhatikan anaknya apalagi disaat anak
sedang mengalami pertumbuhan.

Orang tua sebagai pengasuh anak memainkan peranan yang sangat menentukan dalam
perkembangan anak. Apabila orangtua berhasil mendidik dan membimbing anaknya
dirumah, tentu saja pendidikan disekolahan akan berhasil dengan baik tentu hasil belajar anak
di sekolah juga rendah. Namun sebaliknya apabila orang tua gagal mendidik anaknya
dengan baik. Djamarah (2014:50-51) Mengemukakan bahwa pola asuh orangtua dalam
keluarga adalah frase yang menghimpun empat unsur penting, yaitu pola asuh, orangtua,
anak, dan keluarga. Pola adalah pola asuh yang terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh.

Kolaborasi antara Guru dan Orang Tua memiliki peran krusial dalam memastikan
pendidikan yang holistik bagi siswa. Dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman, guru
dapat membantu orang tua memahami strategi pola asuh yang mendukung pertumbuhan anak
secara optimal. Dengan memberikan panduan praktis dan saran yang sesuai, guru dapat
membantu orang tua dalam menerapkan metode pengasuhan yang efektif di lingkungan
rumah. Kolaborasi yang erat ini memastikan bahwa dukungan bagi siswa tidak hanya terjadi
di lingkungan sekolah, tetapi juga meluas ke rumah, menciptakan lingkungan belajar yang
konsisten dan positif. Dalam akhirnya, kolaborasi antara guru dan orang tua membawa
manfaat nyata bagi perkembangan siswa, memastikan bahwa potensi mereka dapat tumbuh
secara optimal di berbagai aspek kehidupan. Guru memiliki peran penting dalam menghadapi

6
tantangan siswa yang mengalami tekanan di lingkungan rumah. Dalam mengembangkan
pendekatan pengajaran yang efektif, guru dapat memainkan peran aktif dalam membantu
siswa mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dengan mengoptimalkan penggunaan
berbagai metode dan strategi pengajaran, guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa yang unik. Selain itu, guru juga dapat
membangun hubungan empatik dengan siswa yang mengalami tekanan di rumah. Dengan
mendengarkan secara aktif, memahami, dan memberikan dukungan emosional, guru dapat
memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi siswa yang membutuhkannya. Hal ini tidak
hanya membantu siswa dalam mengatasi tekanan dan stres, tetapi juga menciptakan
lingkungan belajar yang positif dan inklusif. Keterlibatan orang tua juga merupakan faktor
kunci dalam mengatasi tantangan ini. Guru dapat melibatkan orang tua dalam mendukung
perkembangan siswa dengan berkomunikasi secara terbuka, menginformasikan tentang
perkembangan akademik dan sosial siswa, serta bekerja sama dalam merancang strategi
pendukung yang sesuai. Kolaborasi antara guru dan orang tua membantu menciptakan sinergi
yang mendukung perkembangan siswa secara menyeluruh. Dengan menggabungkan semua
elemen ini, guru mampu menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung bagi
siswa yang mengalami tekanan di rumah. Pendekatan pengajaran yang efektif, hubungan
empatik, dan kolaborasi dengan orang tua semuanya berkontribusi dalam menciptakan
lingkungan di mana setiap siswa merasa dihargai.

Pentingnya membangun hubungan empatik dan saling percaya antara guru dan siswa
tidak dapat diabaikan. Di tengah berbagai tantangan dan tekanan yang mungkin dihadapi oleh
siswa, adanya hubungan yang erat dan positif antara guru dan siswa memiliki dampak yang
signifikan terhadap perkembangan mereka. Guru memiliki peran sentral dalam menjadi
pendengar yang baik, mampu menerima dan memahami perasaan serta emosi yang mungkin
dialami oleh siswa yang mengalami tekanan di lingkungan rumah. Dalam konteks ini, guru
dapat mengadopsi pendekatan komunikasi yang terbuka dan penuh perhatian. Memberikan
perhatian secara pribadi kepada setiap siswa, menunjukkan empati yang tulus, dan
menciptakan ruang aman untuk berbicara tentang pengalaman dan perasaan mereka adalah
langkah-langkah penting dalam membangun hubungan yang mendalam dan bermakna. Saat
siswa merasa didengar dan diperhatikan dengan penuh empati, mereka cenderung lebih
terbuka untuk berbagi, mengungkapkan diri, dan mencari bimbingan. Dengan membangun
hubungan yang positif dan mendukung ini, guru tidak hanya berperan dalam mengajar materi

7
akademis, tetapi juga menjadi sumber dukungan emosional bagi siswa. Lingkungan belajar
yang dihasilkan dari hubungan seperti ini membantu menciptakan tempat di mana siswa
merasa nyaman dan percaya diri untuk mengungkapkan berbagai perasaan, termasuk perasaan
stres atau tekanan yang mungkin mereka alami di rumah. Dalam rangka menciptakan
lingkungan belajar yang inklusif dan peduli terhadap kebutuhan siswa, penting bagi guru
untuk terus mengembangkan keterampilan empati dan komunikasi yang efektif. Dengan
merangkul nilai-nilai seperti kepedulian, pengertian, dan saling percaya, guru dapat menjadi
sosok yang inspiratif dan berpengaruh dalam perjalanan perkembangan siswa. Karena
akhirnya, hubungan empatik dan saling percaya ini bukan hanya menghasilkan pengalaman
belajar yang lebih positif, tetapi juga membantu siswa mengatasi tantangan dan
mengembangkan kualitas diri mereka secara holistik. Kemudian ditambah dengan
pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan yang baik, menciptakan iklim yang aman dan
nyaman, serta memfasilitasi partisipasi aktif siswa, manajemen pendidikan dapat mendukung
perkembangan siswa secara menyeluruh.

Guru juga harus dapat berperan yang maksimal dalam memberikan motivasi siswa,
sehingga dalam hal ini tujuan pembelajaran akan tercapai dengan efektif. Cara guru dalam
memberikan motivasi siswa agar hasil belajar tidak menurun yaitu dengan selalu memberikan
dorongan kepada siswa dan menyampaikan tentang pentingnya belajar bagi kehidupan
siswa. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan motivasi siswa, karena
pola asuh orang tua yang baik akan menghasilkan dan menciptakan motivasi yang baik
pula bagi siswa. dalam meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu dengan memberikan
reward yang berupa pujian kepada siswa. Selain kegiatan akademik juga terdapat
kegiatan non-akademik yang sudah terdapat fasilitas dalam setiap kegiatan dengan
menjadwal kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat guru khusus. Faktor yang
mempengaruhi rendahnya motivasi siswa dalam proses pembelajaran yaitu minimal
dorongan dari orang tua dan pemberian semangat untuk siswa yang masih sangat rendah
terutama ketika dirumah. Sehingga selain orang tua, guru juga sangat berperan penting
dalam hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan Muhjiono (2009:80) motivasi adalah
pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Kekuatan
penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber, pada peristiwa pertama, motivasi siswa
yang rendah menjadi lebih baik setelah siswa memperoleh informasi yang benar. Pada
peristiwa kedua, motivasi belajar dapat menjadi rendah dan dapat diperbaiki kembali.

8
Pada peristiwa kedua tersebut peranan guru untuk mempertinggi motivasi belajar siswa
sangat berarti. Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental
itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita.

Sebagai seorang guru tentunya harus dapat menjadi pendidik yang baik yaitu dapat
mengerti serta dapat membantu para peserta didik jika menghadapi suatu kesulitan. Untuk
masalah yang pertama yaitu siswa memiliki masalah pribadi seperti kurangnya perhatian dari
orang tua dikarenakan orang tua yang sibuk bekerja dan hanya memberikan uang saku kepada
siswa. Dalam hal ini tentunya guru harus berkomunikasi dan memberikan pengertian kepada
orang tua agar mereka mengerti bahwa pembelajaran tidak hanya dilakukan di sekolah saja,
siswa akan lebih banyak waktu belajar di rumah masing-masing. Guru juga bisa melakukan
pendekatan terhadap orang tua siswa seperti memberitahukan perkembangan anak mereka
sehingga orang tua bisa mengetahui dan memberikan saran yang harus dilakukan orang tua
agar dapat memberikan perhatian yang dibutuhkan seorang anak selama ini.

Masalah yang dihadapi guru selanjutnya yaitu kurangnya minat baca para siswa yang
menyebabkan para siswa kurang memahami materi yang diajarkan oleh guru. Minat membaca
adalah suatu keinginan atau kecenderungan (passion) yang kuat untuk membaca (Siregar,
2004). Definisi tersebut sesuai dengan pendapat Darmono bahwa minat membaca adalah
kecenderungan tertarik membaca, yang mendorong seseorang melakukan sesuatu demi
kepentingan membaca (Darmono, 2001; 182). Semua Siswa Akan Menjadi Lebih Minat
Membaca. Meningkatnya minat membaca memerlukan kesadaran dari setiap individu.
Membaca mengungkapkan keinginan dan dorongan untuk bergerak menuju kemajuan dan
kesuksesan. Minat membaca ini dicapai siswa yang duduk di bangku sekolah dasar melalui
kebiasaan membaca sejak masuk sekolah dasar. Jika siswa banyak membaca buku maka siswa
dapat memperoleh pengetahuan baru dan melatih kemampuan membaca, daya pikir dan minat
membaca yang diperoleh siswa akan meningkat, dan kebiasaan membaca akan semakin
menambah pengetahuannya yang luas, guru akan mampu melakukannya karena dengan
adanya kegiatan ini akan meningkatkan aktivitas membaca siswa SD , maka diharapkan
tingginya minat membaca tidak hanya pada siswa itu sendiri tetapi juga pada gurunya dan
orang lain. Namun meskipun saat ini minat membaca di kalangan siswa khususnya siswa
sekolah dasar semakin meningkat, namun yang belum banyak dilakukan adalah kurangnya
motivasi, dorongan, dan semangat dari siswa itu sendiri. Dapat menambah pengetahuan dan
makna yang terkandung dalam kata-kata yang dibaca dan ditulis. Rendahnya minat baca dapat

9
berdampak buruk baik dari diri siswa sendiri maupun orang lain penyebab utama rendahnya
minat baca siswa bisa jadi dari lingkungan keluarga dan dan lingkungan sekolah yang kurang
mendukung aktivitas membaca. Rendahnya dukungan dari orang tua, guru ataupun teman-
teman sebaya mengakibatkan siswa kurang minat membaca dan dampak negatif
perkembangan dari siswa, dalam kegiatan pembelajaran belum mengharuskan siswa
membaca. Seperti yang diungkapkan oleh Hardjoprakosa (2005:145) menyatakan bahwa yang
menyebapkan rendahnya minat baca yaitu, para orang tua tidak memberi dorongan kepada
anak untuk mengutamakan membeli buku dari pada mainan. Peran sebagai seorang guru
sangat mempengaruhi minat baca siswa (Haris dan Sipay, 1980). Hal tersebut tugas dari guru
masih sangat kurang mendorong siswa untuk membaca. Menurut Winarno (2012:37)
mengenai permasalahan membaca tidak adanya teman yang memberikan semangat kepada
temannya untuk membaca. Bahwa teman sebaya disekolah mempengaruhi minat baca siswa
di sekolah dasar. Siswa bisa bosan karena dalam pembelajaran siswa hanya duduk dan diam
tanpa adanya membaca terlebih dahulu sebelum pembelajaran berlangsung.

Minat membaca merupakan suatu keinginan, kemauan, serta dorongan dari diri
seseorang yang bersangkutan. Selain itu, minat membaca merupakan minat yang mendorong
kita agar dapat merasakan ketertarikan dan suka terhadap aktivitas membaca sehingga
mendapatkan pengetahuan yang luas. Apabila siswa memiliki minat baca yang rendah
tentunya akan berdampak buruk bagi siswa sendiri. Faktor yang menjadi penyebab rendahnya
minat baca siswa bisa jadi dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah yang kurang
mendukung aktivitas membaca. Rendahnya dukungan dari orang tua, guru, maupun teman
akan dapat menyebabkan siswa kurang minat untuk membaca. Peran guru merupakan faktor
yang mempengaruhi minat baca siswa. Guru merupakan orang tua kedua bagi siswa. Guru
dapat membantu siswanya mengembangkan ilmu pengetahuan untuk masa depannya. Salah
satu peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai motivator. Peran guru tersebut
yaitu pemberian motivasi agar mau membaca. Peranan guru sebagai motivator ini penting
artinya dalam meningkatkan pengembangan kegiatan membaca siswa. Faktor guru yang
berupa kemampuan mengelola kegiatan dan interaksi belajar mengajar, khususnya dalam
program pengajaran membaca. Guru yang baik harus mengetahui karakteristik dan minat
anak. Guru bias menyajikan bahan bacaan yang menarik teori Dawson dan Bamman (dalam
Santoso, 2005). Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan untuk
memunculkan potensi siswa dalam hal membaca. Salah satu cara untuk memotivasi siswa

10
dalam belajar adalah membangkitkan minat siswa. Karena itu upaya peningkatan minat dan
kebiasaan membaca juga diadakan di sekolah melalui keberadaan perpustakaan. Aspek
perpustakaan merupakan factor yang mempengaruhi minat baca siswa. Perpustakaan sebagai
sumber belajar yang diharapkan dapat menumbuhkan minat baca bagi siswa, maka hendaklah
dikelola secara baik, misalnya sistem komputerisasi yang dapat memudahkan siswa dalam
mencari judul buku yang diinginkan. Perpustakaan yang baik harus bisa memberikan suasana
yang nyaman dengan selalu menjaga kebersihan, menjaga kerapian buku, serta penataan
tempat baca yang bisa membuat siswa nyaman untuk berlama-lama di perpustakaan. Suasana
yang nyaman tersebut dapat menarik minat siswa untuk membaca ke perpustakaan.

Upaya dalam meningkatkan minat baca pada siswa perlu dibiasakan sejak awal
pembelajaran agar siswa dapat memahami maksud dari isi teks yang telah dibaca. Beberapa
hal yang dapat dilakukan orang tua dalam Upaya meningkatkan minat baca diantaranya : (a)
orang tua menjadi contoh membaca pada anak, (b) memilih bacaan yang sesuai dengan anak,
(c) menemani serta memperhatikan mereka saat membaca. Lalu ada beberapa hal yang dapat
dilakukan guru untuk meningkatkan minat baca siswa diantaranya : (a) mempromosikan
Gerakan gemar membaca di lingkungan sekolah, (b) memberikan penghargaan pada siswa
yang gemar membaca, (c) pengemasan buku yang menarik perhatian mereka, (d) membuat
taman baca di lingkungan sekolah, (e) membiasakan membaca sebelum pembelajaran
berlangsung, (f) memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

Adapun masalah yang ketiga ini adalah siswa malu untuk bertanya tntang materi yang
tidak mereka pahami. Mengajukan pertanyaan adalah salah satu cara untuk mengungkapkan
rasa ingin tahu tentang jawaban yang belum diketahui atau belum diketahui. Rasa ingin tahu
ini menjadi pendorong atau stimulan yang efektif untuk belajar dan mencari jawaban (Suhito,
1987; dalam Ribowo, 2006). Sayangnya, masih banyak siswa bidang ini yang tidak
memberikan respon meskipun guru mengajukan pertanyaan atau memberikan kesempatan
bertanya di kelas. Jika seseorang mengikuti pelajaran dengan memperhatikan guru pada saat
pembelajaran, berkonsentrasi dan mencatat hasil proses belajar , maka logikanya orang
tersebut siap memberikan jawaban melalui soal yang diselesaikan. Kenyataannya adalah
masih terdapat kesenjangan yang panjang antara data dan kemauan untuk bertanya. Winasih
juga mengatakan siswa jarang bertanya karena rasa takut atau tekanan pribadi, guru
memberikan sedikit kesempatan kepada siswa untuk bertanya, atau siswa lebih suka bertanya
kepada temannya. Perasaan malu dan takut bertanya yang terjadi saat siswa masih

11
bersekolah kemungkinan besar akan bertahan hingga dewasa. Kebiasaan yang ditanamkan
pada masa muda kita membawa pola pikir yang sama hingga dewasa. Hal ini sesuai dengan
teori operant conditioning dari Skinner, dimana penguatan (positif atau negatif) mengarah
pada pembentukan perilaku berikutnya (baik yang diharapkan atau tidak diharapkan), yang
dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama (Santrock, 2008). Sungguh miris bila pola pikir
yang terbentuk adalah rasa malu, dimana kita ragu atau takut bertanya karena diberi
penguatan negatif. Namun, aktivitas bertanya penting untuk memperluas wawasan dan
menemukan informasi yang ingin diketahui.

Isadore Rabi, pemenang hadiah Nobel Fisika mengaku bahwa ibunya selalu bertanya
setiap ia pulang sekolah. Pertanyaannya bukan Apa yang kamu pelajari hari ini?, melainkan
bertanya, Apa pertanyaan bagus yang kamu tanyakan hari ini?. Ibunya tahu akan kekuatan
bertanya dan tahu akan pentingnya menghubungkan konsep dengan bahan yang cukup untuk
dapat merumuskan pertanyaan dalam rangka mempelajari materi lebih lanjut (Walsh, 2011).
Ternyata dari induksi ibunya yang terus mendorong anaknya memberikan pertanyaan
terbaiknya, membangun karakter Rabi untuk memperluas wawasan dari konsep yang
dipelajari dan membuka ujung misteri pengetahuan dengan mencetuskan pertanyaan terlebih
dahulu. Bukankah Isaac Newton memulai penjelajahan ilmu pengetahuannnya dengan
mempertanyakan apa yang di lihatnya: Mengapa buah apel selalu jatuh ke tanah?, Mengapa
planet bergerak mengitari matahari?, Mengapa satelit tidak jatuh ke permukaan bumi?
Partikel-partikel apakah yang membentuk cahaya?. Penjelajahan ilmu pengetahuannya di
dahului dengan bertanya tentang asal muasal dari segala yang dilihatnya. Filosof-filosof lain
juga memulai debutnya dengan bertanya sebagai starting point. Awal dari filsafat adalah
bertanya, bertanya dan bertanya tentang apa saja, tentang kehidupan, realitas sehari-hari atau
makna dari suatu peristiwa. Para penemu juga memulai dari pertanyaan setelah terjadi
pertentangan antara harapan dan kenyataan yang dialaminya.

Faktor yang dapat menyebabkan siswa menjadi pemalu antara lain : keadaan fisik,
kegagalan dalam bicara, takut pada orang lain, kurang terampil berhubungan dengan teman,
harapan orang tua yang terlalu tinggi, dan pola asuh yang keliru (Mayangsari, 2011). Selain
itu bisa saja karena apabila mereka berbicara terkadang ditertawakan baik oleh teman maupun
orang tua mereka. Hal tersebut tentunya akan membuat siswa merasa tidak dihargai dan
merasa selalu dibuat bahan lelucon. Menurut Novikasari (2015) Upaya guru dalam mengatasi
siswa pemalu adalah dengan melakukan bimbingan dan membantu siswa tersebut dalam

12
melaksanakan kegiatan, mengajak, dan membiasakan siswa tampil di depan kelas,
memberikan nasehat, menjadi tauladan yang baik, memotivasi siswa pemalu dengan cara
memberikan reward seperti tersenyum, mengacungkan jempol, berkata “hebat, keren, anak
pintar”, dan kalimat toyyibah. Selain itu, guru juga dapat melakukan komunikasi dengan orang
tua dan keluarga siswa pemalu untuk mendapatkan informasi dan mengetahui perkembangan
perilaku mereka di rumah. Perlu ditelusur penyebab siswa malas mengajukan pertanyaan,
karena dengan mengungkap akar masalah ini akan dapat dicarikan solusi yang baik guna
meningkatkan peran siswa dalam proses belajar mengajar. Terdapat banyak alasan mengapa
siswa malas atau takut bertanya, diantaranya takut dianggap bodoh, buang-buang energi,
khawatir tersinggung, berpikir yang ditanya tidak paham jawaban, sulit menemukan kata yang
cocok dalam kalimat tanya, tidak diberi kesempatan bertanya, tidak berpengaruh apapun,
menunggu kesempatan yang pas, takut menimbulkan konflik, khawatir memicu pertengkaran,
tidak ada ide, semua materi sudah dianggap mengerti dengan baik, ada yang lebih penting
daripada bertanya, takut disangka iseng, dan sebagainya.

Menurut Walsh (2011) faktor-faktor penyebab siswa tidak mau bertanya antara lain
karena siswa tidak perduli dengan materi, menganggap materi tidak mutakhir, takut dianggap
bodoh, gurunya tidak suka bertanya, dan anggapan bahwa pembelajaran itu tugasnya guru,
bukan tugasnya siswa sehingga berpikir siswa tidak perlu capek-capek menyusun pertanyaan
dalam pembelajaran. Padahal kemampuan untuk mengajukan pertanyaan yang baik telah
menjadi sangat penting dalam beberapa tahun terakhir karena ledakan informasi dan
kebutuhan bagi individu untuk secara efektif mengelola interaksi mereka dengan suatu
informasi, baik secara pribadi maupun profesional. Orang-orang di semua profesi harus
memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka terus-menerus melalui mengajukan
pertanyaan dan mencari jawaban.

Urip (2012) mengemukakan ada delapan alasan mengapa siswa enggan bertanya. 1).
siswa tidak paham sedikitpun tentang yang mereka pelajari sehingga tidak tahu apa yang
ditanyakan; 2). siswa tidak memahami apa yang menjadi kesulitan dirinya selama belajar atau
selama mengikuti pelajaran di kelas; 3). siswa menerima apa adanya tentang semua yang ia
dengar dari guru sehingga tidak terbiasa berpikir kritis; 4). siswa tidak pernah belajar di
rumah, sehingga tak pernah menemukan masalah dari keterangan yang disampaikan guru; 5).
siswa sudah mengerti tentang apa yang dijelaskan guru, sehingga tidak perlu bertanya; 6).
siswa takut pertanyaan yang akan diajukan malah akan membuatnya malu, karena dianggap

13
bodoh; 7). faktor guru yang menyebabkan siswa enggan bertanya, karena ada beberapa guru
yang sering mengkritik pertanyaan siswa dan tidak membantu memperbaiki pertanyaan siswa;
8). kadang dalam suatu kelas ada saja siswa yang dominan dibanding yang lain, akhirnya
siswa lainnya menjadi minder untuk mengajukan pertanyaan.

Lain halnya dengan Matra Pendidikan (2014) yang mengungkap ada 3 penyebab utama
siswa enggan bertanya di kelas: 1). cara guru bertanya.Tidak jarang guru bertanya sekenanya
ketika sedang mengajar, mengakibatkan siswa bingung mau menjawab apa. Pertanyaan guru
datangnya tiba-tiba, membuat siswa terkejut sejenak dan bingung tak tentu arah.Seringkali
kalimat yang digunakan guru tidak dapat dimengerti oleh siswa.Suara dan intonasi guru tidak
tepat ketika mengajukan pertanyaan. Tatapan mata guru tidak fokus pada siswa; 2). sikap guru
saat mengajar. Sikap guru yang kaku dan otoriter dalam mengajar sering berdampak secara
psikologis terhadap siswa.Siswa akhirnya berpikir lebih baik baik diam daripada cari
perkara.Mereka jadi takut salah menjawab pertanyaan guru; dan 3. budaya mengejek di kelas.
Hal ini adalah budaya jelek siswa yang harus dikikis habis. Jika ada salah seorang siswa
bertanya maka teman lainya sering mentertawakan atau mengejek. Jika ada siswa yang
menjawab pertanyaan guru dan kebetulan salah jawabannya dicemooh oleh teman lain.

Sukasains (2011) memberikan pandangan yang hampir sama. Menurutnya terdapat


enam alasan yang membuat siswa enggan atau tidak berani bertanya, diantaranya adalah takut
dianggap bodoh atau ditertawakan teman lain, takut malah disuruh maju menyelesaikan soal
yang ditanyakan ke depan kelas oleh guru, takut jika diminta menjelaskan ulang materi yang
baru saja disampaikan oleh guru, takut di dakwa tidak membaca materi pelajaran atau kurang
memperhatikan guru saat pelajaran berlangsung sehingga sama sekali tidak paham materi,
bingung cara menyampaikannya (tidak dapat menyusun kalimat dengan baik), dan kadang ada
guru yang justru marah saat siswa bertanya sesuatu di kelas. Hal ini diperkuat juga oleh
Tamasandi (2014) yang mengungkapkan ada lima hal yang menyebabkan siswa tidak suka
bertanya: 1). merasa sudah mengerti tentang pelajaran yang baru diberikan.Hal ini sangat
sering terjadi pada semua siswa, baik siswa yang pandai sampai yang malas. Siswa yang
sering melakukan hal ini biasanya mudah lupa materi saat ujian, dan hanya paham pada saat
diajarkan saja.; 2). malas bertanya atau dapat dikatakan tidak jujur, karena ketika mereka
sebenarnya tidak bisa namun mereka mengatakan tahu; 3) takut terhadap guru karena mudah
marah menyebabkan murid takut untuk menanyakan sesuatu yang ingin ditanyakan; 4).
bingung terhadap apa yang ingin ditanyakan. Siswa yang seperti ini lebih baik dari pada alasan

14
di atas, karena siswa yang seperti ini masih merasa dirinya belum bisa dan masih
membutuhkan penjelasan gurunya namun ia bingung apa yang ingin ditanyakan; dan 5) malu
karena kurang akrab atau familiar dengan guru.

Pendapat-pendapat di atas dapat ditarik benang merah bahwa kendala siswa untuk
bertanya lebih disebabkan oleh faktor internal (dirinya sendiri) dan faktor eksternal (faktor
guru). Ada tiga opsi terbanyak yang ditemukan dari diagnosa keengganan siswa bertanya,
yakni tidak ada ide bertanya karena tidak paham materi yang dijelaskan, takut dianggap bodoh
atau tidak perduli dengan materi yang sedang dijelaskan. Opsi pertama menyangkut diri siswa,
yakni ketidaksiapan dalam belajar atau ketidakmampuan mencerna materi mengakibatkan
siswa tidak mampu mencetuskan pertanyaan dan tidak paham mau bertanya apa. Seseorang
yang tidak memahami alur cerita, tidak mengerti pemetaan konsep yang dijelaskan, tidak
terang dengan gambaran materi maka tidak mungkin mempertanyakan materi tersebut.
Mereka seolah berjalan di kegelapan jalan dan sulit mendeteksi apa yang diinjaknya. Opsi
kedua yakni takut dianggap bodoh.Mindset ini muncul karena anggapan bahwa bertanya itu
hanya menanyakan materi yang telah jelas diungkap, tetapi tidak pernah berpikir bahwa
bertanya itu banyak tingkatannya, banyak tipenya dan banyak hal yang bisa ditanyakan, yang
daripada belum tentu sesederhana yang diduga kebanyakan orang. Kualitas pertanyaan yang
baik tidak mengulang apa yang telah dijelaskan, tetapi mampu memberikan perspektif lain
dari hal yang ditanyakan dan justru menambah informasi baru dari rentang masalah yang telah
disajikan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan terkait hal yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa kesulitan atau permasalahan yang dihadapi oleh siswa SD
diantaranya : kurangnya perhatian dari orang tua, kurangnya minat baca, pemalu. Upaya
dalam mengatasi permasalahan siswa tersebut menjadi tanggung jawab bersama baik dari
guru, orang tua, sekolah, teman, dan lingkungan sekitar. Siswa perlu diberikan dukungan agar
bakat dan minat muncul dari diri siswa sendiri. Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam
mengatasi permasalahan siswa haruslah bekerja sama agar tujuan bersama tercapai dan dapat
menyelesaikan permasalahan yang telah dipaparkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Candra, S. 2018. Pelaksanaan Parenting bagi Orang Tua Sibuk dan Pengaruhnya bagi
Perkembangan Anak Usia Dini. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul
Athfal. 5(2) : 267-287.

Elendiana, M. 2020. Upaya Meningkatkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Pendidikan dan Konseling. 2(1) : 54-60.

Handayani, H, L, Ghufron, S, Kasiyun, S. 2020. Perilaku Negatif Siswa : Bentuk, Faktor


Penyebab, dan Solusi Guru dalam Mengatasinya. Elementary School: Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran ke-SD-an. 7(2) : 215-223.

Hariyadi, S. 2014. Bertanya, pemicu kreativitas dalam interaksi belajar. BIOSEL (Biology
Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan. 3(2) : 143-158.

Suriati. 2015. Dampak Kurangnya Perhatian Orang Tua Terhadap Perkembangan Karakter
Anak. Jurnal Mimbar : Media Intelektual Muslim dan Bimbingan Rohani. 1(1) : 129-
149.

Widiastuti, R. (2019). Permasalahan Anak Usia Sekolah Dasar pada Sekolah Dasar Negeri di
Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Evaluasi dan Pembelajaran. 1(1) : 28-41.

16

Anda mungkin juga menyukai