Anda di halaman 1dari 2

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis epilepsi adalah:

1. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrobrospinalis pada penderita epilepsi umumnya normal. Pungsi

Lumbal dilakukan pada penderita yang dicurigai meningitis.

2. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua penderita epilepsi, EEG dapat mengkonfirmasi
aktivitas epilepsi bahkan dapat menunjang diagnosis klinis dengan baik, tetapi tidak dapat
menegakkan diagnosis secara pasti. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukan kemungkinan
adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetika atau metabolik.

Perlu diingat bahwa tidak selalu gangguan fungsi otak dapat tercermin dalam rekaman EEG. EEG
normal dapat dijumpai pada anak yang nyata-nyata menderita kelainan otak, Kira-kira 10% pasien
epilepsi mempunyai EEG yang normal.

Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila:

Asimetris irama dan voltage gelombang pada daerah yang sama

Dikedua hemisfer otak

Irama gelombang tidak teratur

■Irama gelombang lebih lambat dibandingkan seharusnya

⚫ Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak yang normal, seperti gelombang
tajam paku (spike), paku-ombak, paku majemuk.
Pemeriksaan EEG berfungsi dalam mengklisifikasikan tipe kejang dan menentukan terapi yang tepat.
EEG harus diulangi apabila kejang sering dan berat walaupun sedang dalam pengobatan, apabila
terjadi perubahan pola kejang yang berarti atau apabila timbul defisit neurologi yang progresif.

3. Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan antara lain foto polos kepala, angiografi serebral, CT-scan,
MRI. Pada foto polos kepala dilihat adanya tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, asimetris
tengkorak, perkapuran abnormal tetapi pemeriksaan ini sudah banyak ditinggalkan. Anglogarafi
dilakukan pada pasien yang akan dioperasi karena adanya fokus epilepsi berupa tumor.

CT-scan dan MRI digunakan untuk mendeteksi adanya malformasi otak kongenital. Indikasi CT-scan
dan MRI antara lain kesulitan dalam mengontrol kejang, ditemukannya kelainan neurologis yang
progresif dalam pemeriksaan fisik, perburukan dalam hasil EEG, curiga terhadap peningkatan
tekanan intrakranial dan pada kasus-kasus dimana dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan.

1. Sinkope

sinkope ialah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran darah ke dalam otak
dan anoksia. Sebabnya lalah tensi darah yang menurun mendadak, biasanya ketika penderita sedang
berdiri. Pada 75% kasus-kasus terjadi akibat gangguan emosi. Pada fase permulaan, penderita
menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan mengelam. Kesadaran
menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan dara rendah. Dengan diaringkan horizontal
penderita segera membaik.

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia didahulul rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut kering. Kesadaran dapat
menurun perlahan-lahan.

3. Histeria

Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita terutama antara 7-15 tahun. Serangan
blasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena Ingin menarik perhatian. Jarang terjadi
luka-luka akibat jatuh, mengompol atau perubahan pasca serangan seperti terdapat pada epilepsi.
Gerakan-gerakan yang terjadi tidak menyerupai kejang tonik-klonik, tetapi bisa menyerupal
sindroma hiperventilasi. Timbulnya serangan sering berhubungan dengan stress."

Anda mungkin juga menyukai