ANGGOTA KELOMPOK :
1. FALIENSIA
2. KAREN NATASYA EVANGELINE
3. JHONNATHAN CHANDRA
4. RIO FANLIEANTO
5. YOVELA IFIETO EFENDI
PEMERAN :
Pada suatu waktu tersebutlah seorang pemuda bernama dampu awang, sehari-hari dampu awang
bekerja membersihkan ikan yang baru ditangkap oleh para nelayan, dampu awang tinggal berdua
bersama ibunya, ayahnya telah lama meninggal semenjak dampu awang masih kecil.
Narrator 5 :
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ibu dampu Awang bercocok tanam di sebuah ladang kecil di
belakang rumah mereka, dampu Awang berjalan pulang ke rumahnya sambil membawa beberapa ekor
ikan kecil, begitulah setiap hari dampu awang bekerja dan mendapatkan upah beberapa ekor ikan kecil.
Narator 1 :
Malam harinya, seperti malam-malam sebelumnya dampu awang makan dengan ibunya, dampuawang
setiap hari bekerja untuk mendapatkan lauk-pauk, sedangkan ibunya bekerja untuk mendapatkan beras.
Narator 2 :
Ketika malam telah larut dampu awang pun berbaring di ranjang yang beralaskan tikar, namun
sepertinya malam itu ada yang mengganggu pikirannya, Dia sedang memikirkan sesuatu yang sangat
berat. Pagi harinya ketika berangkat bekerja, dampu awang menyempatkan diri berbicara dengan
seorang nahkoda kapal.
Nahkoda : ya Selamat pagi juga, Bukankah kamu yang bekerja di tempat pembersihan ikan itu
nahkodah : Bukankah Seharusnya kamu sudah bekerja, kenapa kamu malah kemari ?
dampu awang : begini Tuan, Saya ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, jika Tuan Sudi memberi
saya pekerjaan Tentu saya sangat senang sekali
nahkodah : hmm yayaya setiap hari kamu bekerja hanya dibayar dengan beberapa ekor ikan kecil….
kapal ini milik seorang saudagar di Bandar Malaka, Besok pagi-pagi aku akan membawa kapal ini kembali
ke Malaka, bagaimana?
Dampu awang : Wah terima kasih Tuan, tentu saja saya akan ikut
Nahkodah : nah pagi-pagi sekali besok Datanglah ke sini jangan sampai terlambat
Ibu : Lalu siapa yang akan menjaga ibu nak, ibu sudah tua
Dampu awang : Ibu aku pergi tidak akan lama dan akan segera kembali, lagi pula kepergianku ini kan
juga demi membahagiakan ibu
Narator 3 : Ibu dampu awang pun melepas kepergian anaknya dengan berat hati.
Selama berada di kapal dampu awang bekerja membersihkan geladak kapal dengan pekerjaan tersebut
dampu awang mendapatkan upah makan dan minum Selama perjalanan.
Narator 4 :
Setelah beberapa hari berlayar akhirnya kapal yang membawa dampu Awang sudah mendekati Bandar
Malaka yang terkenal itu. Seperti janjinya nahkoda itu membawa dempu Awang menemui saudagar,
Pemilik kapal Melihat kesungguhan dempu Awang, saudagar itu pun memberinya pekerjaan di salah
satu gudang miliknya meski hanya diberi pekerjaan sebagai buruh kasar namun Dampu awang tetap
bahagia karena penghasilannya lebih baik daripada membersihkan ikan di kampung halamannya.
Narator 5 :
Seiring berjalannya waktu saudagar itu mengangkat dampu awang sebagai kepala gudang, dampu
Awang yang bekerja dengan giat dan dapat dipercaya membuat saudagar memberinya posisi tersebut.
Narator 1 :
Beberapa tahun kemudian ketika uang tabungannya sudah cukup, dempu Awang pun membeli sebuah
kapal, sekarang Dampu awang sudah berhasil menjadi seorang saudagar. setelah mampu membeli
beberapa kapal lagi, dampu awang yang sudah menjadi saudagar kaya raya itu menikahi seorang putri
bangsawan, setelah menikah, istri dempu Awang terus bertanya tentang keluarga suaminya dia ingin
bertemu dengan ibu mertuanya
Istri dampu awang : sudah berkali-kali kakanda berjanji untuk mengajak Adinda ke kampung halaman,
tapi hingga hari ini Kakanda tidak kunjung menepati janji
Dampu awang : Baiklah akhir pekan ini kita berlayar menuju kampung halaman Kakanda
Narator 2 : setelah beberapa hari berlayar dampu awang dan istrinya tiba di Pantai kampung
halamannya, betapa bahagianya istri dampu awang Akhirnya bisa berkunjung ke kampung halaman
suaminya, ketika turun di pantai dampu awang tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah suara
Dampu awang : Hehehe iya benar sekali dia adalah Putri seorang bangsawan Malaka
Tetangga : Sungguh lengkap hidupmu seorang saudagar yang beristrikan puteri bangsawan
Dampu awang : Oh ya tentu kau masih ingat rumahku kan, panggilkan Ibuku kemari dan ini trimalah
sebuah koin emas untukmu
Tetangga : wahh koin emas, seumur-umur bru kali ini aku melihat koin emas, baiklah akan kupanggilkan
ibumu
Istri dampu awang : kakanda Bukankah seharusnya kita yang datang? tidak pantas rasanya memanggil
Ibu ke sini
Dampu awang : Sudahlah tidak usah kau pikirkan, Ayo kita tunggu di atas kapal!
Istri dempu awang: Kakanda benarkah dia ibumu? Kalau benar Ayo kita segera turun menjemputnya
Narator 4 : Tapi dempu Awang tidak segera menjawabnya, tatapannya masih tertuju pada perempuan
yang memang ibunya itu
Daampu awang : dia bukan Ibuku! Ayo kita kembali saja ke Malaka
Istri dampu awang : tetapi Bukankah dia datang bersama dengan tetanggamu itu?
Dampu awang : ah tetanggaku itu seorang pembohong! Hei perempuan tua kau bukan Ibuku, Ibuku
sudah lama meninggal
Narator 4 : Betapa terkejutnya hati ibu dampu Awang mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh
anaknya
Ibu : dia malu mengakui ibunya yang miskin dan tua ini, Dia sudah menjadi saudagar sekarang. ya Tuhan
berilah pelajaran bagi anak yang durhaka kepada ibunya
Narator 3 : tidak lama kemudian ketika cuaca kembali cerah tiba-tiba saja muncul sebuah batu besar
yang menyerupai sebuah kapal, oleh masyarakat setempat batu besar itu kemudian disebut dengan
nama batu Balai Karena tempatnya berdekatan dengan sebuah Balai pertemuan
PROPERTI :
1.