Anda di halaman 1dari 7

Piala Untuk Mamah!

Pada pagi hari yang cerah, aku terbangun pada pukul 05.00 WIB. Aku langsung
menatap sinar matahari pagi dengan memegang secangkir kopi, dengan
mengenang suatu peristiwa dan suatu kisah yang mungkin terdengar mustahil
bagi orang lain tapi itu benar-benar terjadi padaku.

(Flashback 5 tahun yang lalu)


Pada saat itu, aku adalah pemain sepakbola untuk sebuah klub lokal profesional
bernama Humbel Lions FC. Aku sudah lama berada di klub ini. Bisa dibilang klub
inilah yang telah membimbing dan membesarkanku menjadi pemain sepakbola
profesional.

Usiaku sekarang sudah menginjak 28 tahun, dan aku sudah berada di tim senior
selama 8 tahun. Pada tahun ini aku ditunjuk sebagai salah satu anggota tim
pemandu bakat pada seleksi yang dilaksanakan di stadion Manggala Putra,
stadion kebanggaan Humbel Lions FC.

Karena ini adalah kAli pertamaku sebagai tim pemandu bakat, maka tugasku
hanya mengamati setiap pemain di pinggir lapangan. Aku mengamati setiap
pemain dengan cermat.

Semua pemain terlihat bermain dengan bagus tetapi ada satu pemain yang
mencuri perhatianku. Pemain tersebut bermain dengan sangat bagus dan
memiliki skill yang indah. Aku langsung kagum dengan permainannya.
Melihat hal tersebut, aku langsung berbicara dengan rekanku yang menjadi
kepala tim pemandu bakat bernama Ipul. Ipul mengatakan kalau pemain
tersebut bernama Ali.
Mendengar hal tersebut, Aku langsung memintanya untuk mengamati skill dan
permainan yang bagus dari pemain tersebut. Awalnya Ipul tidak percaya, tetapi
setelah diamatinya selama hampir 2 jam ia pun setuju denganku.

“Jadi bagaimana skillnya? Oke kan?” Ujarku pada Ipul.


“Ya lumayanlah untuk seorang pemain seleksi.” Ujar Ipul.
“Heleh, ngaku aja kamu juga kagum dengan permainannya hahaha. Jadi apa
kita bisa memberinya nilai lebih?” Ujar diriku lagi dengan tertawa.
“Tunggu dulu, jangan tergesa-gesa. Kita perlu memastikan apakah dia benar-
benar konsisten dengan skillnya apa ngga.” Timpal Ipul dengan tegas.

Hari penentuan seleksi akhirnya tiba. Sebanyak 75 pemain seleksi mengikuti


bagian seleksinya masing masing. Untuk seleksi ini aku tidak diikutkan sebagai
selektor pemain. Tapi aku yakin skill dan konsistensi dari Ali, bisa meloloskannya
pada seleksi tahun ini.
Dan itu benar, penilaian seleksi yang diadakan 5 hari diselesaikan dengan
sangat baik oleh Ali, Bahkan dia menjadi peringkat 1 pada tahap seleksi tahun
ini dengan nilai yang hampir sempurna.

2 minggu setelah seleksi, Ali menjalani pertandingan pertamanya sebagai


pemain akademi Humbel Lions FC. Aku bersama rekan-rekan ku Ilham, Ipul,
Budi bersemangat untuk menonton pertandingan tersebut.

“Coba tebak, di pertandingan ini Ali dapat cetak berapa gol?” Tanyaku dengan
mantap.
“Mungkin 1 gol cukup, karena ini adalah pertandingan pertamanya.” Jawab Ipul
sambil meremehkan.
“2 gol, mungkin. Mungkin lho ya… mungkin.” Jawab Ilham.
“Lihat kawan, dia berposisi jadi gelandang serang bukan striker. Mungkin sebuah
assist sudah cukup bagiku.” Jawab Budi dengan ekspresi datar.

“Kalau kau sendiri, menurutmu berapa, Mat?” Tanya bAlik Ipul.


“Menurutku, dia bisa saja cetak 3 gol di pertandingan ini.” Jawabku dengan
ekspresi serius.
“Hahaha, oke gini aja. Yang tebakannya salah harus mentraktir makan siang
buat yang tebakannya bener, gimana?” Tantang Ipul.
“Okee siap.. deal.” Jawabku bersamaan dengan Budi dan Ilham.

Dengan sangat mengejutkan, Ali berhasil mencetak 3 gol pada pertandingan


pertamanya. Dan membuat Humbel Lions FC memenangkan pertandingan
dengan skor 4-2.

“Nah nah nah….. apa aku bilang, hahaha. Ali bisa cetak 3 gol kan. Aseekk makan
siang gratis nih.” Ujarku dengan senang.
“Batal batal… perjanjiannya batal.” Jawab Ipul dengan suara kesal.
“heii, perjanjian tetaplah perjanjian. Jangan iri jangan dengki hahaha.” Timpal
bAlik dariku dengan tertawa.

2 tahun berselang, aku mendapat kabar mendadak dari pelatih bahwa Humbel
Lions FC diikutsertakan dalam turnamen nasional SGC (Super Gold Cup). Aku
berpikir bahwa Ali tidak akan ikut turnamen, dikarenakan dia masih menjadi
pemain akademi junior.
Tetapi betapa terkejutnya aku ketika Ali menjadi bagian dalam pemain yang
mengikuti turnamen. Aku pun langsung menelepon pelatih terkait hal tersebut.

“Pak, ini Ali beneran ikut turnamen? Bukannya itu tindakan ilegal dengan
mengikutkan pemain akademi junior.” Ujarku dengan penasaran
“Peraturan baru turnamen mengizinkan untuk membawa maksimal 2 pemain
akademi junior.” Jawab pak pelatih

Hari turnamen pun tiba. Pada hari itu juga tim Humbel Lions FC langsung
menjalani pertandingan pertama pada babak penyisihan grup. 3 pertandingan
awal pada penyisihan grup berhasil dijalani dengan mudah dengan masing-
masing skor kemenangan 1-0, 2-1, 2-0.
3 minggu berlalu, fase babak 16 besar, perempat final berhasil dimenangkan
dengan mudah oleh Humbel Lions FC. Setelah itu, Humbel Lions FC kembAli
tampil sangat mengejutkan dengan berhasil lolos ke partai final setelah
mengalahkan salah satu klub raksasa di turnamen, yaitu Galaktika FC dengan
gol semata wayang yang dicetak oleh Ali.

“Ini adalah hasil yang sangat mengejutkan untuk tim ini. Tapi jangan lengah.
Masih ada satu pertandingan final yang akan kita jalani minggu depan, dan
sudah dipastikan lawan kita di final adalah tim yang kuat.” Ujar Pak pelatih di
ruang ganti.

Dan benar saja. Sehari kemudian, diumumkanlah bahwa lawan Humbel Lions FC
di partai final adalah tim kuat dan tangguh, yaitu Sriwijaya Star.
“Kalau lawannya aja tim yang kayak gini, aku ngga yakin Humbel Lions FC bisa
juara dengan mudah. Bukannya pesimis sih, tapi memang kenyataannya gini.”
Ujar Ipul
“Yang penting dicoba dulu, usaha keras dulu. Hasil akhir itu belakangan.” Ujarku
dengan semangat

Hari-hari sebelum final berjalan baik-baik saja. Tetapi 2 hari sebelum


pertandingan final, tiba-tiba aku mendapat kabar yang sangat mengejutkan dari
pak pelatih.
“Ada apa pak? Kok bapak terlihat sangat cemas dan memanggil saya kesini?”
Ujarku
“Ini sangat sulit, tapi ini harus kukatakan padamu. Eee.. ibunya Ali meninggal
dunia kemarin malam.” Ujar pak pelatih
“Heh heh… jangan ngomong aneh-aneh pak, ini mau final lho.” Ujarku dengan
nada keras
“Ini beneran, ngga main-main. Jam setengah 4 pagi tadi dia sudah ijin ke aku
dan Ipul. Katanya dia mau pulang pakai kereta yang langsung ke Pekalongan.”
Ujar pak pelatih sembari menunjukan bukti perizinan dari Ali.
Dan setelah berita itu diumumkan, seluruh pemain dan staff mendadak heboh
dan ruangan klub pun menjadi tidak kondusif

Aku kemudian berinisiatif untuk mendatangi rumah Ali dan berbincang


dengannya bersama Pak Pelatih. Setelah 5 jam perjalanan kami tempuh,
akhirnya kami pun sampai di rumah Ali dan langsung menemui ayah Ali. Setelah
berbincang cukup lama dengan ayah Ali, kami diperbolehkan untuk menemui Ali.

“Ali, sebelumnya kami ikut berbela sungkawa atas kematian ibumu. Tapi kami
kemari membutuhkan konfirmasi darimu apakah kamu ikut bertanding di final
besok atau tidak.” Ucapku pada Ali.
“Hal ini untuk konfirmasi ke pantia penyelenggara. Tapi kamu bebas memilih
untuk ikut atau tidak. Tidak ada paksaan disini.” Sambung Pak pelatih.
“KAlian bercanda?? Sebenarnya aku akan memesan tiket untuk kembAli ke
Jakarta 2 jam lagi. Tapi kAlian malah datang kesini malam ini, Jadinya aku akan
tetap akan ikut dengan kAlian di pertandingan final.” Ujar Ali dengan tegas.
“Kau yakin? Ya tapi jika itu memang pilihanmu kita harus meminta izin ke
ayahmu dulu, apakah kau diizinkan atau tidak.” Ujar pak pelatih.
Kami berbincang kembAli dengan ayah Ali. Dan setelah melalui diskusi yang
panjang dan alot, akhirnya ayah Ali mengizinkan Ali untuk mengikuti
pertandingan final.

Singkat cerita pada esok hari, Pertandingan final dimulai. Tubuhku setengah
lelah karena bolak-bAlik Pekalongan-Jakarta untuk mendapatkan konfirmasi
penting dari Ali. Tapi tetap kupaksakan untuk bermain dari menit awal karena ini
adalah pertandingan final.

5 menit sebelum pertandingan, aku sempat berkata kepada Ali di ruang ganti.
“Kamu ngga dimainkan dari menit awal. Ini bukan perintah Pak pelatih atau
dariku tapi dari perintah langsung ayahmu sendiri.” Ujarku.

1 hari sebelum pertandingan final.


“Mas, tolong nanti Ali jangan dipaksa buat main terlalu keras ya. Saya khawatir
mentalnya masih belum kuat disaat seperti ini.”
Ujar ayah Ali dengan nada pelan.
“Iya Pak siap. Saya tahu Ali masih terguncang pada situasi seperti ini. Tetapi
saya akan berusaha untuk tetap untuk menenangkan dan menguatkan Ali di
lapangan nanti.” Ujarku dengan tegas.

Ali pun hanya termenung diam di ruang ganti tanpa sepatah kata apapun.

45 menit pertandingan berjalan, semua permainan terasa amburadul dan tidak


beraturan. Alhasil 3 gol berhasil dijebloskan ke gawang Humbel Lions FC di
menit ke 24, 35, dan 43

Saat peluit tanda berakhirnya babak pertama dibunyikan, aku hanya tertunduk
lesu setelah mengetahui pertandingan akan berjalan sekeras ini.

Saat berjalan menuju ruang ganti, aku melihat beberapa rekan setimku malah
asyik bercanda di situasi sulit seperti ini. Amarahku menjadi tidak terkendAli dan
langsung memukul pintu dengan sangat keras
Gedubraaaaakkkk…. “KALIAN INI GIMANA… UDAH MAIN NGGA BECUS, ASAL-
ASALAN LAGI. LIHAT APA JADINYA… KITA KEBOBOLAN 3 GOL DAN KALIAN
MALAH SEMPET-SEMPETNYA CENGAR-CENGIR DISINI. APA KALIAN NGGA MIKIR
KALAU INI PERTANDINGAN FINAL?? APA KALIAN JUGA NGGA MIKIR
PERASAANNYA ALI??? DIA UDAH RELA DATANG JAUH-JAUH KESINI SEBAGAI
BENTUK KEKOMPAKAN MESKIPUN MASIH DISELIMUTI KEADAAN DUKA YANG
AMAT MENDALAM. APA KALIAN MAU DIA PULANG DENGAN MEMBAWA
KESEDIHAN YANG BERTUBI-TUBI?? APA KALIAN MAU ALI JADI DEPRESI, STRES,
DAN PADA AKHIRNYA BUNUH DIRI GARA-GARA INI?? APA ITU YANG KALIAN
MAU??? JIKA ITU YANG KALIAN MAU SILAHKAN KELUAR DARI SINI, KARENA
AKU TIDAK MAU ADA IBLIS DI DALAM TIM INI.” Ucapku dengan sangat marah.

Seisi ruangan ganti mendadak terdiam seperti di dalam gua dan aku langsung
keluar tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Tiba-tiba Ali keluar dari toliet
sambil menepuk pundakku.

“Aku ingin main sekarang.” Ucap Ali dengan nada tegas.


“Hei stop. Berpikir jernihlah… Jangan paksakan dirimu, ingat perintah ayahmu.
Mentalmu belum siap untuk pertandingan sekeras dan sebesar ini.” Ucapku
dengan keras.

Tiba-tiba Ali mengucapkan sebuah kAlimat yang sangat menggetarkan jiwaku.


“Kita sudah tertinggal 3 gol. Dan sudah tanggung jawabku sebagai pemain
untuk menyelamatkan tim ini dari keterpurukan. Berhasil atau tidak itu tidak
masalah bagiku. Tapi setidaknya aku atau lebih tepatnya kita sudah berusaha
semaksimal mungkin.” Ucap Ali dengan mantap.

Aku mulai berpikir jernih dan segera menyuruh Ali bersiap diri di ruang ganti
untuk masuk sebagai pemain pengganti di babak kedua.

Peluit dibunyikan wasit, babak kedua dimulai. KAli ini sejak adanya Ali,
permainan tim menjadi lebih solid dan teratur di setiap lini posisi dan
strateginya. Para pemain mulai bermain dengan semangat membara seperti
pertandingan ini adalah pertandingan akhir mereka. Di setiap menitnya aku
mulai merasa jika permainan tim ini seperti dibantu oleh para Malaikat yang
dikirim langsung dari Tuhan.

Tak kusangka, hanya dalam waktu 25 menit, Humbel Lions FC berhasil


mencetak 3 gol penyeimbang di babak kedua. Dan yang sangat mengejutkannya
lagi, 3 gol itu semuanya dicetak oleh Ali.
Ya, itu memang Ali. Anak yang baru lulus 2 tahun dari SMA, yang dulu sempat
diremehkan oleh beberapa rekan setimku, sekarang berubah layaknya seorang
Messi yang sedang menyelamatkan timnya dari keterpurukan.

Disaat menit terakhir pertandingan, Rudi dilanggar keras oleh pemain lawan
tidak jauh dari kotak penalti. Voting cepat segera dilakukan. Lantas 1 tim
sepakat menunjuk Ali menjadi penendang.

“Lah kok aku sih, yang bener aja woii?? aku beneran grogi ini lho. Apa ngga ada
pemain lain yang lebih cocok dan hebat daripada aku??” Teriak Ali gemeteran.
“Kaulah yang pAling cocok Ali. Tidak pernah ada pemain yang memiliki nilai 9.5
pada seluruh bidang ujian akademi.”
Ali tampak masih gemeteran hebat. Mungkin kAli ini rasa groginya sudah
memuncak.

“Kalau kau grogi, Ingat ibumu, ingat semua perjuangan yang telah ibumu
lakukan demi dirimu. Bayangkan kalo ibumu sekarang berada di tribun penonton
demi memberi support kepadamu meskipun harus berdesakan dengan penonton
lain.” Ucapku dengan penuh semangat.
“Ya, ingat apa sebenarnya tujuan kamu disini. Jangan ingat kabar pacar,
gebetan, mantan atau apapun itu.” Sambung semangat dari Ilham.

Ali mulai mengambil ancang-ancang.


“Ali bersiap mengambil arah tendangan, kita belum tahu apakah tendangan ini
akan berbuah gol atau tidak, owhh Ali berlari, tendangan keras dari Ali daannn
goooooooooollllllll.” Teriak komentator dengan keras sekAli.
Tendangan Ali langsung melesat cepat ke pojok kanan atas gawang yang nyaris
tidak bisa dijangkau oleh kiper lawan. Dan terjadi tepat pada menit 94:45, yang
merupakan detik-detik terakhir sebuah pertandingan.

Aku, Ipul dan hampir seluruh rekan setimku ternganga, tidak percaya atas
kejadian menakjubkan ini. Di babak pertama, kami hanyalah tim kecil yang
diobok-obok oleh tim raksasa. Sekarang, kami adalah tim solid yang baru saja
membuat perubahan besar.

Seluruh pemain spontan berlari menuju Ali, memeluk bersama erat-erat dengan
sangat gembira. Karena Ali adalah ujung tombak dibAlik semua kekuatan dari
Humbel Lions FC.

Permainan kembAli dimulai tapi hanya beberapa detik. Dan sesaat kemudian
peluit berakhirnya pertandingan berbunyi dengan keras. Seluruh pemain,
pelatih, dan staf kepelatihan berlari ke arah sembarangan dengan sangat
gembira. Bahwa hari ini, tepat pukul 08.00 WIB, Humbel Lions FC berhasil
menjuarai turnamen tahunan sepakbola pAling bergengsi di Indonesia.

Seluruh pemain dan seluruh staf manajer Humbel Lions FC bersorak ria atas
kemenangan dramatis di pertandingan final ini. 20 menit berselang, saatnya
untuk penyerahan medAli dan perayaan angkat piala. Semua pemain dan
seluruh staf kepelatihan tampak bersiap untuk ini. Sesaat, aku melihat hal yang
janggal. Ternyata Ali sudah tidak ada di lapangan.

“Ton, Ali dimana? Daritadi ngga kelihatan disini.”


“Lah kau kan kapten, masa sih seorang kapten ngga tahu dimana para
pemainnya.” Ledek Ipul dengan tertawa.

Aku mendengus kesal. Lantas langsung berlari menuju ruang ganti. Aku
berteriak, mencari di setiap sudut. Ali tetap tidak ditemukan. Sekilas, aku
melihat loker Ali yang terbuka dan kutemukan sebuah tulisan kertas. Lantas
kubaca isi kertas tersebut.

“Aku minta maaf sebelumnya karena telah pergi lebih awal. Ada kabar mama
akan dimakamkan pukul 12 siang ini. Aku harus bergegas pulang untuk
menghadiri pemakaman tersebut. Tapi sebelumnya, aku ingin berterimakasih
kepada seluruh staf manajer dan seluruh rekan satu tim ini, terutama kepada
Mas Dimas yang telah memberiku ilusi terbaik yang pernah kurasakan di menit
94. Dimana aku bisa melihat Mama yang berada di tribun penonton sedang
meneriaki kata-kata semangat kepadaku. Meskipun itu hanya beberapa detik,
tapi itu sangat berharga bagiku. Yaa… meskipun mama sudah tidak ada lagi
disini, tapi aku yakin sekAli mama pasti melihat dan bangga terhadap
perjuanganku selama ini. Terakhir, aku harap mama bisa tenang di sisi-Nya
untuk selama-lamanya Aamiiin…”

Tak terasa, air mataku sudah mengAlir membasahi pipiku. Lantas ikut
mengamini doa Ali yang ada di kertas.

“Selalulah menjadi ksatria, Ali. Seorang ksatria bermental baja yang tangguh
dan tidak takut terhadap rintangan apapun.” Ucapku dengan penuh bangga.

Anda mungkin juga menyukai