Anda di halaman 1dari 13

1.

Amel : Yang dibully


2. Reya : Teman seangkatan Amel, yang bully Amel
3. Anya : Kakaknya Reya, bully Amel juga
4. Bu Susi : Pengawas Sementara
5. Bu Pengawas : pengawas tetap
6. Cellin : teman seangkatan Amel dan Reya (Figuran)
7. Fanny : Teman Anya (figuran)
8. 2 orang penyiar berita (figuran)

Dan ada beberapa tokoh figuran lainnya

Di sebuah kamar asrama sekolah atlet, tinggal seorang siswi atlet basket bernama Amel. Amel hendak
mengakhiri hidupnya, kisah masa lalunya masih membekas di kepala Amel.

Flashback Amel

Saat aku duduk di kelas 1 SMP, aku mencoba berbagai macam bidang olahraga yang menurutku seru,
mulai dari Judo, Voli, dan lain-lainnya. Kak Anya, senior diatasku 1 tahun dari sekolah sebelah, beliau
adalah alasanku memilih basket sebagai bidang olahraga utamaku. Kak Anya si Super Player yang
menaklukan basket tingkat SMP dengan kemampuannya yang tidak tertandingi, membuat aku sangat
termotivasi untuk berlatih basket lebih giat lagi.

Di aula sekolah basket putri, Amel memperkenalkan diri di depan senior.

Amel : “Aku anak baru, namaku Amelia Larasati. Tinggi 175 dan aku tak masalah ditempatkan diposisi
mana saja.”

Setelah bekerja keras selama 2 tahun, aku berhasil masuk sekolah ternama basket putri yang sama
dengan Kak Anya. Kehidupan di sekolahku tidak berjalan dengan mudah, di awal semester ada proses
yang dikenal dengan sebutan “mos”. Di masa-masa itu, diteriaki oleh para senior hanya karena alasan
sepele sudah jadi rutinitas bagi para murid baru.

Saat hukuman para anak baru berlangsung,

Anya : “Reya! Makan mie pedas di kantin yok!”

Reya : “Eh? Iya kak!” Reya beranjak berdiri dan bebas dari hukuman yang didapatnya, lalu mengiringi
kakaknya berjalan menjauh dari temannya yang sedang dihukum.

Anya : “Kemarin Ibu menelepon, katanya Ayah… Ah nggak tau deh..”

Melihat Reya yang sama-sama anak baru tapi terbebas dari teriakan para senior hanya karena kakaknya
seorang bintang membuatku sangat iri padanya.

Di kamar Amel,

Reya : “Cellin! Kamu nggak mau makan eskrim? Beneran nggak mau makan eskrim? Serius nggak
mau, niiiihhh?”
Ditempatkan sekamar dengan Reya adalah bencana, karena dia bertindak sesuka hatinya. Beberapa kali
kami bertukar kasur karena kemauan Reya sendiri.

Reya : “Beliin 2 eskrim di warung seberang, dong. Sekalian beliin pembalut juga yah.”

Ditambah lagi, dia sama sekali tidak membersihkan kamar maupun merapikan pakaianya dan justru
dengan seenaknya menyuruh-nyuruhku.

Amel : “Ah, nggak mau! Kamu saja yang pergi sendiri!”

Awalnya aku menuruti perintahnya beberapa kali. Tapi sekarang aku menolak semua perintahnya,
sehingga membuat amarahnya meluap. Kalau aku terus menurut padanya, mungkinkah dia nggak
sejahat ini?

Reya : “Eh, Amel! Aku kan menyuruhmu yang pergi! Memangnya susah?” teriak Reya sambil
menodongkan gunting ke dekat leher Amel, lalu Amel menangkas tangan Reya dengan cepat.

Olahraga yang banyak aku lakukan selain basket adalah Judo.

Amel: “Aku bilang kamu saja yang pergi! Memangnya susah?” balas Amel sambil menekan bahu Reya
dengan tangan kirinya dan tangan kanannya menarik tangan kanan Reya.

Keesokannya, di toilet wanita.

Fanny : “Kamu lihat ini nggak! Masa membersihkan kamar mandi begini saja nggak becus, sih? Anak baru
zaman sekarang memang kayak gini semua, ya?” teriak Fanny sambil menunjukkan bungkus
plastik yang tergeletak di lantai, lalu menarik kerah baju Amel.

Amel : “Bukan, kak! Bukan aku yang bertugas membersihkan kamar mandi pekan ini, tapi si Reya!” balas
Amel dengan berusaha melepaskan tangan Fanny dari kerah baju Amel, lalu Fanny melepaskan
tangannya.

Anya : “Tapi kata Reya, kamu yang bertugas kok. Maksudmu adikku bohong gitu?” ucap Anya dengan
sinis sambil memutar kedua bola matanya.

Harga yang harus kubayar akibat berurusan dengan adik seorang ace basket sangat diluar bayanganku.
Sejak hari itu, saat latihan basket, tidak ada satu pun orang yang melakukan passing ke arahku. Semua
hukuman menjadi tanggunganku dan aku dikucilkan dari anggota tim.

Peranku di dalam klub semata-mata hanya menjadi tukang pijat Reya dan Anya bersaudara. Penyiksaan
ini tidak berakhir walaupun aku sudah jadi siswi kelas 2. Sampai sekarang aku tidak diberi kesempatan
untuk memegang bola sekalipun dan terus mendapat bentakan dari para senior. Seseorang pasti akan
berkata dengan mudah "Kenapa kamu tidak berhenti bermain basket saja?" Tapi bagiku yang telah lama
mencintai basket sejak duduk di bangku SMP, keluar dari tim bukanlah hal yang mudah.

Di lapangan basket, Amel duduk meringkuk dengan menelungkupkan kepalanya.

Fanny : "Guys, ada kabar baik! 2 orang dari sekolah kita, Anya dan Reya, kepilih menjadi anggota tim
nasional asian games tahun depan! Tepuk tangan semuanya!" semua orang yang ada dilapangan
bertepuk tangan, Amel hanya melongo dengan apa yang diberitahukan Fanny.
Aku mulai merasa ada yang salah dengan dunia ini. Seseorang hampir membuang mimpinya akibat jadi
korban penindasan. Tapi masa depan yang cemerlang malah menunggu para penindas itu. Hari itu aku
disiksa habis-habisan sampai rasanya aku mau mati.

Flashback off

Di kamar Amel, pada saat Amel ingin mengakhiri hidupnya dengan gantung diri dengan tali yang sudah
digantung di langit-langit kamarnya.

Cellin : "Woi, Amel! Dengar nggak kita disuruh berkumpul 30 menit lebih awal karena pengawas
sementara akan datang hari ini! nggak mau keluar sekarang, hah?"

Amel langsung melepaskan tali yang ingin digunakan untuk menggantungkan dirinya, dan bergegas
keluar dari kamar.

Di lapangan basket sekolah,

Reya : "Kak! Btw kalau pengawas baru itu tipe yang suka memamerkan skill-nya loh, pasti dia akan
terlihat keren."

Anya : "Ah, dia mah bukan apa-apa dibanding kita yang anggota Timnas."

Tidak lama kemudian pengawas sementara masuk ke lapangan basket sekolah dan memperkenalkan
dirinya.

Bu Susi : "Senang bertemu dengan kalian! Aku pengawas sementara kalian. Namaku Susi. Mohon kerja
samanya!" ucap Bu Susi dengan lantang dan tegas.

Anya : "Reya, ternyata nggak ada yang perlu kita khawatirkan, tuh! Yang kayak begini sih, nggak ada apa-
apanya." ucap Anya dengan menyilangkan kedua tangannya dan tersenyum remeh.

Bu Susi : "Saya nggak ada apa-apanya? Kamu ngomong kayak gitu sama seorang pengawas?"

Bu Susi melayangkan tangan kanannya dengan cepat ke pipi Anya, tapi tangannya sengaja mendarat ke
bahu Anya.

Bu Susi : “Baru pertama kali saya lihat seorang siswi meremehkan pengawasnya. Saya akan
membiarkanmu sekali, tidak untuk kedua kalinya.” Tegas Bu Susi, dibalas senyuman remeh Anya.

Latihan basket dimulai dengan latihan gerakan shooting. Tetapi siapa sangka Amel tidak mengikuti
latihan tersebut, dia hanya menonton dan mempraktekan teknik gerakan yang harus dilakukan saat
bermain basket tanpa memakai bola basket.

Bu Susi : “Hei! Kamu yang disana!” teriak Bu Susi sambil menunjuk kearah Amel.

Bu Susi : “Semuanya latihan shooting. Kenapa kamu cuma berlatih gerakannya aja? Udah cukup! Cepat
kembali ke lapangan!”

Mendengar teriakan Bu Susi, Anya menghampiri Bu Susi.

Anya : “Biarin aja dia, Bu. Selama seminggu Amel hanya disuruh untuk latihan step karena karena
staminanya jelek. Sayalah yang mengawasi latihan ini, jadi ibu hanya perlu memantau kami.”
Bu Susi : “Ternyata kamu salah memahami tugas pengawas dan tugas kapten. Dia bisa berlatih gerakan
selama satu jam tanpa henti, tapi kamu bilang staminanya jelek?”

Bu Susi : “Sebaliknya, anak yang dipojokan itu baru beberapa kali main tapi dia udah ngabisin
minumannya sebanyak itu. Kayaknya sekarang dia yang lebih perlu latihan peningkatan stamina.” Ucap
Bu Susi sambil menunjuk Reya yang sedang meneguk minuman botol seperti orang kehausan.

Bu Susi berbalik arah, menghadap ke Amel.

Bu Susi : “ Kenapa diam? Saya menyuruhmu untuk segera kembali ke lapangan, bukan?”

Anya mencengkram bahu Bu Susi.

Anya : “Cukup. Metode latihan di tempat ini menggunakan sistem yang dibuat oleh pengawas dan aku .
Menurutku Tindakan ibu yang ikut campur di tengah-tengah latihan ini hanya akan merusak
suasana di dalam tim.” Ucap Anya dengan sinis, perlahan-lahan mencengkram kuat bahu Bu Susi.

Bu Susi dengan sigap menarik tangan Anya, lalu mencengkram pergelangan tangannya kuat-kuat.

Bu Susi : “Apa kamu bilang kayak gitu karena selama ini hanya memakai ototmu? Kayaknya kamu ga tau,
pengawas sementara punya kedudukan yang sama seperti pengawas tetap, berarti saya sama aja
dengan seorang pengawas! Ikut campur dalam latihan atau mengubah sistem, semua itu
adalah pekerjaan seorang pengawas!” jelas Bu Susi melepaskan tangan Anya dari
cengkramannya.

Bu Susi mengambil bola basket lalu melakukan dribling ke arah Amel.

Bu Susi : “Kamu ke arah sini. Saya akan melakukan passing ke arahmu.” Teriak Bu Susi sambil mengoper
bola basketnya ke arah Amel.

Amel menangkap bola basketnya dan langsung melakukan long shot. Dan YA! Bola basketnya masuk ke
dalam ring. Amel menangis terharu.

Bu Susi : “Wow! Itu tembakan tiga poin kan? Kamu hebat!”

Amel menangis terharu

Bu Susi : “Lho? Kenapa kamu menangis?”

Amel : “Ti-tidak bu..”

Di sisi lain, Anya sangat kesal melihat tingkah laku Bu Susi dan Amel sambil mengelus pergelangan
tangannya yang kesakitan karena dicengkram oleh Bu Susi.’

Di Kelas, Amel dikerumuni oleh teman seangkatannya, termasuk juga Reya dan kakaknya, Anya.

“Plakk” Reya menampar pipi Amel dengan kencang.

Reya : “Dasar cewek busuk! Udah gila, ya? Kak Anya udah nyuruh kamu jangan nyentuh bola, kan? Kamu
mengabaikan perintahnya? Dan kenapa kamu pake nangis segala di lapangan? Apa sekarang kamu
berniat minta bantuan ke pengawas sementara itu?” teriak Reya kemudian meninju perut Amel.

Anya : “Cukup.” Anya menghampiri Amel.


Anya : “Amel kamu menderita banget, ya? Sebagai kapten, aku jadi khawatir. Sekarang aku akan buat
semuanya jadi lebih gampang untukmu. Karena itu keluarlah dari tim” ucap anya dengan sangat sinis dan
mencengkram bahu Amel dengan kuat.

Anya : “Kalau kamu janji ga akan membocorkan semua hal yang pernah terjadi di sini, kupastikan di kelas
pun ga akan ada yang berani mengangggumu.”

Amel berucap dalam hati

“Sebelumnya, aku bukan ingin mengakhiri karier basketku, tapi aku berniat untuk mengkhiri hidupku.
Tapi..”

Amel : “Maafkan aku. Aku ingin terus main basket.”

Mendengar balasan Amel, Anya langsun menarik kerah baju Reya.

Amel : “AKKHH KAPTEN!’

Anya : “Buka pintunya!” teriak Anya.

Cellin : “Baik!”

Cellin, teman Reya, langsung membuka pintu kelas. Lalu Anya mendorong Amel sampai punggung Amel
bertabrakan dengan pintu tersebut, lengan Amel ditarik Cellin ke luar pintu, sehingga lengan Amel
terselip oleh ujung pintu yang masih terbuka sedikit lebar.

Anya : “Mel, aku sudah memberimu sinyal selama setahun terakhir ini, kan? Kenapa kamu mengabaikan
sinyal dariku itu?” sinis Anya dengan memelototkan matanya.

Anya : “Kenapa diam? Tutup pintunya!” teriak Anya kepada Reya.

Reya langsung menutup pintunya dari dalam, membuat lengan Amel terjepit oleh pintu. Tetapi dari luar,
Bu Susi menarik pintunya supaya tidak tertutup.

“Bu pengawas?!” sontak kaget mereka yang di dalam kelas.

Bu Susi : “Kalian semua, lakukan push up sekarang juga!” tegas Bu Susi.

Anya : “Jangan terlalu serius bu. Aku cuma bercanda. Aku cuma nakutin sedikit kok karena dia gamau
dengerin. Karena pembentukan anggota tim adalah kuasaku sebagai seorang kapten. Kalau Bu
pengawas selalu ikut campur...” ucap Anya terpotong karena Bu Susi langsung meninju muka
Anya dengan cepat.

“AAHHH!”

Bu Susi : “Saya udah pernah bilang padamu, kan? Saya ga bakal nahan diri untuk yang kedua kalinya.”

Anya : “Aku sudah pernah bilang pada ibu, kan? Dengan penampilan yang seperti itu, apa ibu yakin bisa
menangani anak-anak di tempat ini?”

Reya : “Kamu pasti ga menyangka kami seperti ini, kan?” sinis Reya yang tiba-tiba berdiri di belakang
Bu Susi dengan penuh dendam.
Reya : “Datang ke sini cuma sebagai pengawas pengganti, seharusnya ibu gaboleh kurang ajar!”

Reya mengayunkan tangannya ke kepala Bu Susi, sayangnya Bu Susi dengan cepat menghindarinya.
Kemudian Bu Susi memutarbalikkannya badannya, lalu menendang Reya dari belakang. “BRUKKK” Reya
jatuh tersungkur. Bu Susi menghadap Anya untuk bersiap-siap menyerangnya.

Anya : “Tu-tunggu sebentar!”

Tidak ada waktu untuk menghindarinya, Bu Susi melayangkan tendangannya, Anya memasang muka
ketakutan sampai tertuduk ke pojok dinding. Dan “WUSHHH” ternyata kaki Bu Susi mendarat ke dinding
samping kepala Anya.

Bu Susi : “Mulai sekarang saya sebagai pengawas baru yang memegang aturan di sini.”

Keesokannya, Tim Anya dan Tim Amel bertanding basket di lapangan sekolah. Anya sedang mendribling
basket dan Amel mengejar berusaha mengambil bolanya, tetapi Anya menyenggol Amel dengan
tangannya supaya Amel tidak mengambil bola. Amel jatuh dan Anya pun ikut terjatuh.

Amel : “Maaf kapten, kapten tidak apa-apa?”

Anya memasang muka sangat marah.

Bu Susi : “Hei! Kenapa segala minta maaf? Barusan adalah Offense Charging. Itu pelanggaran yang
dilakukan kapten.”

Offense Charging = pemain yang sedang menyerang menabrak lawan yang sudah siap dalam posisi
bertahan.

Bu Susi : “Selama latihan tidak perlu memikirkan status Senior-Junior. Tunjukkan kemampuan yang kalian
miliki secara maksimal! Ngomong-ngomong kalian lucu banget ya.. Orang yang bertanding satu
lawan satu dengan Atlet Timnas, kenapa kalian buat dia tidak bisa memegang bola?”

Anya memasang muka penuh dendam dan marah dengan yang terjadi hari ini.

Setelah selesai bertanding, Reya sibuk mengedit foto Anya yang ia ambil saat Anya dan Amel bermain.
Reya mengedit muka Anya yang awalnya mulus, dibuatnya menjadi lecet.

Anya : “Wah hebat banget. Kelihatan seperti asli?”

Reya : “Kakak tau nggak sudah berapa lama aku aktif di dunia Instagram? Kakak bisa punya lima ribu
followers juga karena aku, kan?” ucap Reya dengan sombong.

Reya : “Aku mencoba sabar, tapi cewek busuk itu udah kelewatan! Sekarang mampus ibu cebol si
sok paling ngawasin. Aku akan membongkar semuanya.”

Reya memposting instastory di akun Instagramnya dengan teks “Aku takut akan hari esok. Ke depannya
aku tidak tahu luka apa yang akan aku terima.. Aku tidak tau apakah aku bisa bertahan..”

Dan Reya juga memposting foto Anya yang sudah ia edit ke akun Instagramnya. Dengan cepat muncul
komentar-komentar yang mengasihani Anya.

Di rumahnya, Bu Susi melihat postingan-postingan yang di upload oleh Reya tersebut.


Bu Susi : “Lucu banget..”

Postingan yang di upload Reya trending di Internet, dan banyak berita yang memperbincangkan
postingan tersebut.

Penyiar : “Halo guys! Saya Kimberly.. Berita yang akan kita selidiki hari ini adalah kontroversi kekerasan
yang dilakukan oleh seorang pengawas sekolah terhadap dua bersaudara Anya dan Reya, atlet timnas
dari klub basket SMA. Dikatakan bahwa kapten hanya berbeda pendapat dengan pengawas sementara.
Karena hal itu, pengawas tersebut beberapa kali melakukan penganiayaan terhadap Anya. Adik Anya,
Reya mengunggah hal ini di Instagramnya.”

Di kelas, terlihat Reya yang sedang menonton berita itu di Handphone-nya, dikerumuni oleh teman-
temannya.

Teman Reya : “Gila! Reya! Ini serius?”

Penyiar : “Hal ini tersebar luas dengan cepat banyak netizen yang marah akan hal ini dan mereka mulai
mengorek Informasi pribadi terhadap pengawas sementara tersebut.”

Reya : “Mampus kau! Cewek sinting!” ucap Reya dalam hati.

Pembawa acara : “Tapi ada plot Twist di kasus ini loh! Kemarin malam seorang informan anonym
mengungkap pesan hingga hal ini berubah jadi isu. Isi pesannya penuh dengan hinaan terhadap orang
tua dan bahasa yang tidak senonoh dan bahkan sampai membuat kita mengernyitkan dahi.”

Ditampilkan isi chat Amel dengan Reya, di chat tersebut terlihat Reya mengirim foto Amel yang sedang
menangis karena telah ditindas oleh Reya. Reya juga mengancam Amel kalau Amel menangis di tempat
ramai dan terlihat oleh orang lain.

Penyiar : “Bahkan orang yang ditempuh melalui grafik menemukan bahwa foto Anya yang diunggah di
Instagram Reya adalah foto rekayasa.”

Reya : “Apa-apaan ini..?”

Penyiar : “Situasi kini jadi berbalik dengan drastis. Reya tersudutkan sebagai pelaku penindasan di
sekolah. Sampai disini, masih ada plot twist lagi! Dari hasil penyelidikan kami, identitas pengawas
sementara itu ternyata adalah staf pengawas dari badan perlindungan hak pendidik yang datang untuk
melakukan investigasi kasus kekerasan yang terjadi di sekolah itu.”

Reya : “A-Apa katanya?”

Penyiar : “Pengawas yang bersangkutan adalah pengawas wanita yang sebelumnya berhasil menangani
kasus seorang guru bunuh diri karena terkena tuduhan palsu.”

Reya : “Cewek gila itu dari badan perlindungan hak pendidik..?”

Tiba-tiba datang Bu Susi masuk ke dalam kelas dan menunjukkan handphonenya yang menampilkan
berita yang sedang ditonton Reya.

Bu Susi : “Yap, benar. Kebetulan banget kita menonton acara yang sama, ya? Berarti ibu ga perlu lagi
jelasin tentang tugas ibu. Kamu harus menghadap saya, kan.. Nona pembully di sekolah?”
Reya keringat dingin dan sangat ketakutan.

Bu Susi : “Ikut saya.”

Reya : “ARGGHHHH.”

Reya berlari keluar dan menjauhi kelas.

Bu Susi : “Ampun deh.. tapi sekarang dia tidak boleh pergi dari sini, kan?”

Saat Reya berlari keluar kelas, justru orang-orang di sekitar Reya membicarakan dia.

“Wahh, gilaa.. ternyata dia orangnya brengsek banget, ya?”

“Dasar sampah.”

“Aku sudah mengira suatu saat mengira suatu saat semua ini akan terbongkar hahaha”

Reya berhenti berlari karena terlihat 5 meter didepannya ada Amel yang juga terkejut saat Reya menge-
rem larinya.

Reya : “Amelia.. AMEL!!” teriak Reya berlari ke arah Amel dan berusaha untuk menyerang Amel.

Saat hampir selangkah lagi untuk menyerang Amel, seseorang di sekitar Reya melempar bulatan kertas
ke kepala Reya.

“Bukannya ini gila banget, ya?”

“Dasar cewek sinting! Apa hebatnya dia sampai berteriak-teriak begitu?”

“Wadaw.. Lihat tuh mukanya kayak iblis!”

“Sifat aslinya benar-benar muncul! Hahaha..”

Orang-orang disekitar Reya bersorak-sorak “AYOOO! MINTA MAAF! MINTA MAAF! MIN-TA MA-AF! MIN-
TA MA-AF!”

“Ah, nggak usah minta maaf! Bongkar saja semuanya!”

“Aku sudah mengira Reta orang yang seperti itu sejak dia jadi keterlaluan!”

“Amel, tonjok saja dia sampai mental!”

Di sisi lain, Anya menonton berita televisi di kamarnya.

Penyiar : “Reya, anggota Timnas basket putri, terus-menerus menjadi kontroversi atas kekerasan yang
dilakukannya di sekolah. Fakta baru terungkap bahwa dalang dibalik itu semua adalah kakaknya sendiri,
yaitu Anya. Kemarin malam rekan satu tim Reya di SMP muncul di suatu channel youtube
mengungkapkan bahwa saya hanyalah kaki tangan dan cara pembuatan yang terjadi di sekolah didalangi
oleh sang kakak, yaitu Anya. Video pengeksposan tersebut menembus 1 juta views hanya dalam waktu 1
jam setelah diunggah. Sejak itu kesaksian lebih lanjut muncul dalam kolom komentar, kasus ini pun
memasuki babak baru..”

Reya : “Kakak..”
Reya memasuki kamar Anya dan menangis.

Reya : “Sekarang aku harus bagaimana? Setiap hari orang-orang meninggalkan komentar jahat di
Instagram dan dan akupun menerima pesan ancaman kalau aku akan dibunuh.. Apa aku harus
menjalani hidup untuk selamanya?”

Reya duduk meringkuk, menangis, air matanya mengalir deras. Anya menghampiri Reya dan mengelus-
elus bahu Reya.

Anya : “Gapapa , Reya. Orang-orang kaya gitu karena iri dengan kita yang sukses. Satu atau dua bulan lagi
juga orang-orang lupa dan semuanya akan kembali seperti semula. Jadi, kamu ga perlu khawatir. Jadi,
ayo kita membuat permintaan maaf dengan ekspresimu yang seperti ini.” Ucap Anya dengan senyum
licik.

Anya menyeka air mata Reya dan mengelus pipinya.

Anya : “Dengarkan aku baik-baik. Isi permintaan maafnya harus seperti ini.. Kamu harus mengakui
kebenaran atas yang kamu lakukan di sekolah. Selanjutnya, kamu katakan kalau kamu akan berhenti
bermain basket dan keluar dari Timnas. Tapi, kamu harus mengakatakan bahwa semua tuduhan yang
ditujukan padaku adalah fitnah. Semuanya adalah tanggung jawabmu, jadi aku berharap
kesalahpahaman ini dapat terselesaikan.”

Reya menepis tangan Anya. Dan berteriak.

Reya : “Omong kosong macam apa itu itu?! Kakak menyuruhku untuk menanggung semuanya sendiri?
Selama ini aku menindas Amel.. karena suruhan kakak!”

Dengan penuh amarah, Anya menampar Reya.

Reya : “AHHHH!”

Anya : “Cewek bodoh. Kamu masih juga ga paham sama situasi ini, ya? Kita berdua akan hancur kalau
terus begini! Aku harus tetap bertahan hidup sampai kasus ini terkubur! Aku ga akan melakukan apa-
apa untuk menolongmu!”

Akhirnya, dengan perasaan putus asa, Reya membuat video klarifikasi. Reya duduk di kursi, direkam oleh
Anya.

Reya : “Halo, saya Reya. Tuduhan kekerasan di sekolah yang selama ini ditujukan kepada saya..semuanya
benar. Saya mohon maaf sedalam-dalamnya pada semua korban.”

Reya membungkukkan badannya untuk meminta maaf.

Reya : “Saya akan berhenti dari tim basket sekolah dan keluar dari timnas. Saya akan menjalani
investigasi polisi dan badan perlindungan hak pendidik dengan sungguh-sungguh. Tapi, dari semua
tuduhan yang ditujukan, ada satu hal yang berbeda dengan fakta yang ada.. yaitu tentang kakak
saya, Anya, yang dituduh sebagai dalang dari kekerasan yang saya lakukan di sekolah. Kakak saya
sama sekali tidak tahu kalau saya melakukan kekerasan di sekolah. Sebaliknya, saya menggunakan
latar belakang kakak saya, untuk menindas rekan setim saya.”

Reya menangis dan menutupi kepalanya dengan tangan.


Reya : “Kakak saya orang yang selalu bersungguh-sungguh sejak SMP dalam menjalani hobinya di bidang
olahraga. Saya akan menerima semua tanggung jawab dan amarah semua orang. Jadi, tolong
berhenti menyakiti kakak saya yang malang.”

Setelah video klarifikasi di upload di akun instagramnya, muncul komentar yang membela Anya dan ada
juga yang ingin Anya juga harus keluar dari timnas.

Keesokan harinya, di lapangan sekolah.

Anya : “Ini surat pengunduran diri Reya.” Ucap Anya sambil memberi surat tersebut kepada Bu Susi.

Anya : “Reya juga sekarang tidak masuk sekolah. Dia sedang merenung di rumah. Semua keputusan ada
di tangan bu pengawas, jadi silahkan lakukan semau ibu.”

Bu Susi : “Oo oke, jadi kamu mengirim adikmu ke neraka dan kamu sendiri tetap bertahan hidup, ya?
Bagaimana perasaanmu?”

Anya : “Jangan berpikir yang ngga-ngga deh bu. Tolong segera selesaikan investigasi Reya, dan
pergilah! Aku merasa seorang pengawas yang ga tau apa-apa tentang bola basket, ga membawa
manfaat bagi anak-anak lain. Apalagi sekarang saat pertandingan sudah ada di depan mata.”

Bu Susi : “Terserah aku juga sih, kapan aku mau pergi dari sini..” Ucap Bu Susi sambil memberikan
selembar kertas yang berisi 5 nama siswi basket, termasuk Anya dan Amel.

Bu Susi : “Ini adalah anggota awal yang kupilih untuk turun bertanding.”

Amel dan teman-temannya memasuki lapangan, dan Anya berteriak membuat mereka kaget dan
penasaran dengan apa yang terjadi.

Anya : “Anda sudah gila?!” teriak Anya setelah melihat nama Amel tertera di kertas tersebut.

Anya : “Perempuan sepertimu yang bahkan tidak memahami bola basket, akan mengatur jalannya
pertandingan? Lalu apa-apaan pilihan pemain kali ini? Anda akan memulai pertandingan dengan anak-
anak yang bahkan tidak masuk kandidat pemain utama?”

Bu Susi : “Pernahkah kamu memikirkan lebih dalam lagi, soal kenapa aku hanya membongkar isi pesan
milik Reya? Karena itu adalah hukuman terbaik yang bisa kuberikan pada Reya. Tapi, cara seperti itu
tidak cocok untukmu, Anya. Yang perlu dihancurkan terlebih dahulu dari orang seperti kamu
adalah harga dirimu.” Jelas Bu Susi dengan tersenyum licik, membuat amarah Anya semakin
naik.

Bu Susi : “Alasan mengapa selama ini kamu berada dibalik penindasan Amel, adalah karena Amel lebih
berbakat dibandingkan kamu, kan?”

Anya : “Omong kosong macam apa itu?! Kenapa juga aku harus menindasnya?” teriak Anya.

Amel berdiri agak jauh dengan Bu Susi dan Anya, memperhatikan mereka berdua.

Bu Susi : “Amel. Cepat lakukan pemanasan! Saya sudah mengatur permainannya. Coba buktikan kalau
ucapan saya tadi salah. Kalian berdua bertanding satu lawan satu.”

Setelah bersiap-siap untuk bertanding. Pertandingan Anya melawan Amel akan segera dimulai!
Bu Susi : “Tidak peduli skor akhirnya berapa, pokoknya yang berhasil dapat 5 poin duluan, dialah yang
akan jadi pemenangnya.”

Anya : “Kamu harus menetapi janjimu. Kalau aku menang, ibu akan kembali ke departemen pendidikan,
kan?” tanya Anya, dan dibalas anggukan dan tangan yg mengisyaratkan ‘kita lihat saja nanti’.

Pertandingan dimulai.

Anya mendribling bola.

Anya : “Ini bagus untukku! Mustahil aku kalah dari orang yang gabisa ikut latihan rutin!” ucap Anya
dalam hati.

Amel berusaha merebut bola tetapi Anya melakukan shoot ke ring dan sayangnya tidak masuk.
Kesempatan Amel untuk merebutnya lalu men-dribling ke area ring lawan. Dan shoot, YA! Bolanya
masuk! Teman-temannya terkejut tidak percaya.

“Nggak mungkin..”

“Kemampuan Amel selevel itu?”

Dan setelah berusaha untuk menguasai pertandingan tersebut, Amel berhasil mencetak poin yang sama
dengan Anya.

“4 sama!” “Poin seri?”

Mencetak poin yang sama dengan Amel, membuat Anya sangat kesal.

Flashback Anya, 2 tahun yang lalu.

Pada turnamen basket nasional tingkat SMP, Anya menonton pertandingan Reya. Kebetulan, tim Reya
melawan tim Amel. Amel selalu berhasil merebut bola Reya dan men-shoot nya ke ring. Disamping Anya,
pengawasnya juga datang untuk menonton pertandingan tersebut.

Bu Pengawas : “Wah.. Anak itu jago juga. Di SMP Labschool ada anak yang seperti itu? Maap-maap ya
Anya, menurut ibu sepertinya anak itu sediiikit lebih baik dibandingkan dengan adikmu.” puji Bu
Pengawas kepada Amel, membuat Anya sangat kesal melihat Amel.

Bakat yang mengerikan! Tahun lalu, waktu dia berhadapan denganku, dia hanya sebatas pemain cupu
yang berbadan tinggi. Tapi, hanya dalam waktu 1 tahun, skillnya sangat berkembang pesat. Kalau Amel
sudah SMA, dia mungkin jadi pemain yang bisa mengejar kemampuanku.

Anya : “Bu pengawas.”

Bu Pengawas : “Ya?”

Dibandingkan dia masuk ke sekolah lain dan berkembang menjadi selevel denganku, akan lebih baik
kalau aku memposisikannya di sampingku!

Anya : “Tolong rekrut dia, Bu.”


Saat Amel menshootnya di detik-detik terakhir, dan GOL! Bu pengawas menjadi sangat ingin menjadi
pembimbingnya. Dan berharap Anya, Reya, dan Amel menjadi pemenang lomba olahraga nasional tahun
depan.

Setelah dia satu tim, kecemasanku meningkat. Amel dipastikan nanti akan bisa menjadi pemain pro.
Umurnya yang berdekatan dengan umurku dan berada di SMA yang sama sehingga dia bersanding
denganku.. Selamanya aku akan selalu dibandingkan dengannya!

Di belakang lapangan.

Pengawas : “A-anya, kamu meminta saya untuk melarang Amel ikut latihan? Kan ksmu yang menyuruh
untuk merekrutnya, gimana sih..”

Anya : “Bu Pengawas menerima uang dari orang tua si anak yang terpilih sebagai pemain inti tahun ini,
kan? Bagaimanapun ibu harus membuat mereka bisa berpastisipasi dalam pertandingan kan?
Apa itu kubongkar saja semuanya?” ucap Anya dengan senyum liciknya.

Sebelum semua itu terjadi, aku harus mencegahnya!

Sering sekali Reya dan teman-temannya menindas Amel karena hasutanku. Dan Bu pengawas pun sering
menghukum Amel, dan tidak mengizinkan Amel ikut latihan.

Menyerahlah! Berhentilah bermain basket! Sampai kapan kamu akan bertahan? Ini waktunya bagimu
untuk menyerah, kan? Arghhh kumohon menyerahlah sekarang! Pergilah dari hadapanku sekarang!

Flashback off

Pertandingan basket Anya melawan Amel masih berlangsung. Anya melakukan gerakan tipuan dan Amel
menyadarinya. Dengan cepat Amel merebut bolanya, dan “PRITTT”

Bu Susi : “Ganti posisi.”

Anya : “Gila! Apa ini masuk akal? Masa kamu yang jarang latihan dan selalu dihukum, kemampuannya
bisa seimbang denganku?” ucap Anya dalam hati.

Anya merasa kesal dengan Amel yang ternyata kemampuannya lebih baik darinya.

Flashback Amel

Tiap pagi, saat orang-orang masih tertidur. Alarmku berbunyi menunjukkan pukul 04.30. Aku bergegas ke
lapangan luar sekolah, dan berlatih dengan giat.

Flashback off

Anya berhasil merebut bola, dan men-dribling, membawanya ke ring lawan, Long Shoot dan..

Anya : “AMELIAAA!”

Anya menarik baju Amel dari belakang. Amel gagal memasukkan bolanya ke ring.

Anya : “Dasar brengsek! Kenapa kamu malah bertahan seperti ini hahhh? Kenapaa?”
Amel berusaha menagkap tangan Anya dari belakang, dan mencengkram tangannya, lalu mendorongnya
hingga Anya tersungkur.

Amel : “Apa kamu merasa lega setelah menginjak-injak mimpi orang lain seperti ini? Apa aku harus
melakukan hal yang sama?” sinis Amel sambil mencengkram dan menekan tangan Anya saat
Anya tersungkur dengan posisi terlentang.

Cengkraman Amel semakin kuat.

Anya : “Arghhh Amel..”

Amel : “Kapten.. Apa kapten tahu? Pertandingan ini tidak adil. Karena kapten tidak tau kemampuanku
dalam bermain basket. Tapi, aku tahu kemampuan kapten karena aku selalu mengamatinya!
Mulai dari posturnya saat menembakkan bola, teknik dalam bermain, sampai ke timing kapten
melakukan gerakan tipuan, aku tahu semua! Kamu tahu kenapa aku selalu mengamatimu?”

Semakin kuat mencengkram tangan Anya, Anya menahan dan meringis kesakitan

Anya : “Karena suatu hari kamu ingin balas dendam padaku, kan!” teriak Anya.

Amel : “Bukan! Karena aku sangat suka permainanmu kapten. Karena walau kepribadian kapten buruk,
banyak hal tentang basket yang dapat dipelajari dari kapten! Kapten bersungguh-sungguh dalam
bermain basket, jadi kupikir kapten akan mengakui keberadaanku jika aku juga bersungguh-
sungguh. Tapi, ternyata Kapten pun mengkhianati basket itu sendiri!”

Anya melepas cengkramannya, kemudian berdiri membelakangi Anya.

Amel : “Kak Anya, kamu hanyalah.. sampah!

Anya mencoba bangun. Bu Susi menghampiri Anya.

Bu Susi : “Amel bahkan tidak mengharapkan kamu dihukum. Katanya karena seorang Anya adalah harta
karun di dunia basket putri, kamu tak boleh sirna karena masalah seperti ini.”

Anya langsung melongo mendengar ucapan Bu Susi.

Bu Susi : “Hanya satu hal yang Amel harapkan! Dia ingin bermain basket di tim yang sama denganmu
walau hanya sekali. Walaupun Amel melepaskanmu, aku tetap tidak bisa melepaskanmu. Aku jadi
sadar, kamu ga pantas menjadi anggota timnas. Kamu menggali kuburanmu sendiri!”

Keesokannya, Bu Susi memberi informasi kepada publik di depan para wartawan.

Bu Susi : “Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh badan hak pendidik, kapten Anya berada di balik
kasus kekerasan dalam tim basket putri SMA Cendekia. PERBASI yang menerima hasil penyelidikan ini
memutuskan bahwa Anya dan Reya didiskualifikasi dari tim nasional. Keduanya diadili di pengadilan anak
dengan tuduhan kekerasan yang dilakukan di sekolah. Sekian, atas siaran pers hari ini. Terakhir, saya ingin
menyampaikan sesuatu kepada semua atlet yang bermimpi menjadi pemain profesional. Kewajiban
seorang atlet bukanlah melakukan permainan yang terhebat. Pemain yang melakukan dengan sungguh-
sungguh, akan memberikan kegembiraan dan keharuan penonton. Tapi, permainan dari atlet dengan
kepribadian yang buruk, takkan bisa dinikmati oleh penonton manapun!”

Anda mungkin juga menyukai