Anda di halaman 1dari 8

TENDANGAN UNTUK MIMPIKU

Bunyi peluit di sore itu memulai kembali latihan rutin yang saat ini sedang aku
lakukan bersama dengan teman-teman seklub lainnya. Hampir 2 jam lamanya aku
berlatih hari ini untuk mempersiapkan pertandingan final pada sebuah ajang yang
sangat bergengsi tahun ini yaitu Asian Games 2018. Pertandingan final akan
diadakan 2 hari lagi di hari Kamis di stadion Patriot, Bekasi.
“Tendang bola itu ke gawang jar,” teriak temanku yang sudah siap di gawangnya
sebagai seorang kipper.
“Oke siap ya do,” balasku dengan teriak juga kepada Nando.
Kemudian aku pun mengambil ancang-ancang untuk menendang bola itu agar
masuk ke dalam gawang yang sedang dijaga oleh Nando. Mundur beberapa langkah
aku pun melesatkan kaki kiriku pada bola dan pandangan ku melihat ke arah bola
yang tadi ku tendang sekitar 8 meter dari gawang.
“ Woohooo keren jar. Kaki kiri mu akurat banget ya nendangnya susah dipercaya
liatnya jar,” kata Dovi salah satu teman satu klub ku juga.
“ Wah gila jar susah banget nangkep bola mu tadi, dipojok atas banget bro,” kata
Nando sambil menghampiriku membawa bola yang tadi ku tendang.
“Ya berkat latihan juga ini kan kawan,” kata ku sambil menepuk pundak Nando
“Priittt.. waktu latihan selesai dulu, kalian semua boleh istirahat,” kata pelatih ku
Pak Amar

Lalu aku pun langsung melesat ke dalam ruang ganti. Setelah berganti pakaian aku
pun pergi ke kamar ku di asrama para pemain. Ketika aku sampai di asrama ternyata
aku melihat kedua orang tua ku datang. Orang tuaku menanyakan keadaan kakiku
yang saat pertandingan semifinal kemarin mengalami sedikit masalah karena aku
sering sekali terjatuh.
“Kau sudah minum obat pengurang rasa nyeri nya jar?” tanya ayah
“Sudah kok yah , aku masih menyimpan obat yang disarankan oleh dokter Ronal.
Tapi mungkin aku akan menjadi pemain cadangan saat final nanti, keputusan dokter
tidak boleh memaksaku untuk bermain” jawabku dengan tenang
“Tidak apa-apa Jar, selangkah lagi Indonesia akan menjadi juara nak. Buat bangga
negara kau ini.” seru ayah sambil menepuk pundakku

1
“Dengarkan kata dokter ya Jar, istirahat yang cukup nak,” kata ibuku menasihati
sambil mengusap rambutku.
“Aku kembali ke kamar dulu ya yah, bu.” Kataku sambil beranjak dari tempat
dudukku.
“Baiklah, ayah dan ibu akan pergi juga untuk bertemu teman lama ayah dan ibu,”
kata ayahku
“Baiklah, hati-hati yah,bu” kataku sambil pergi ke kamarku

Aku merupakan anak kedua dan hanya punya satu orang kakak. Kakakku
perempuan berusia 26 tahun saat ini dan dia juga sudah bekerja di salah satu
perusahaan di daerah Sudirman. Aku berjarak 4 tahun dari kakakku dan saat ini aku
sedang menekuni hobi favoritku yaitu sepakbola. Sejak umurku 4 tahun aku sudah
dilatih bermain sepak bola oleh ayahku dan beliau selalu meluangkan waktunya
pada hari Sabtu ataupun Minggu. Aku terbilang murid yang biasa saja di kelas
namun disetiap pelajaran olahraga bisa dibilang aku hampir dapat melakukan
apapun itu terlebih sepak bola. Aku juga sudah mendapatkan cukup banyak prestasi
dari sepak bola terhitung sejak sd aku mengikuti berbagai perlombaan, turnamen,
pertandingan dari tingkat sekolah sampai nasional dan semuanya berbuah hasil
yang baik. Namun dalam setiap pertandingan tidak selalu berakhir mulus dan aku
pun pernah mengalami hal itu. Saat usiaku 7 tahun aku mengalami cedera yang
terbilang cukup parah pada bagian kaki kananku, dokter hampir saja berkeputusan
untuk mengamputasi kaki ku tetapi ternyata adanya keajaiban kaki ku masih dapat
diselamatkan dengan utuh. Selama kurang lebih 6 bulan kaki kananku dibalut
dengan menggunakan gips dan dari hal tersebut ayahku mulai melatih ku untuk
menendang dengan menggunakan kaki kiri sehingga karena hal itu aku pun terbiasa
menggunakan kaki kiriku.

Timnas Indonesia sudah dipastikan akan melawan Korea Selatan saat pertandingan
final nanti. Kami memiliki waktu 3 hari untuk mengembalikan tenaga yang cukup
terkuras saat semifinal kemarin. Kaki kanan ku juga masih dalam tahap pemulihan
karena kemarin terbentur cukup keras dengan lutut pemain Vietnam. Dokter
menyarankan disaat final nanti sebaiknya aku tidak bermain fulltime 90 menit. Pak
Amar pun mengerti dengan apa yang disampaikan oleh dokter.

2
Esok paginya, kami semua sarapan bersama di meja makan yang sangat panjang,
hampir semuanya berkumpul dan pelatihku juga termasuk diantaranya. Setelah
sarapan biasanya Pak Amar akan berbicara kepada kita.
“Baik semuanya, kalian sudah baik tadi malam dan mampu masuk ke babak final
merupakan suatu kebanggaan untuk saya sebagai pelatih kalian. Kali ini untuk
memenangkan final kalian akan berhadapan dengan tim Korea Selatan yang
memang adalah juara Asian Games sebelumnya. Saya akan sedikit menyampaikan
sebuah keputusan untuk kalian untuk final nanti.” Jelas pak Amar yang kemudian
ia meneguk air di gelasnya sebelum melanjutkan.
“Maksud bapak? Biasanya sesudah kita latihan lagi pak baru bapak memutuskan,
tetapi sekarang apa tidak terlalu dini?” tanya Dovi yang terlihat bingung
“Bapak berkeputusan bahwa di final nanti akan menjadikan Fajar sebagai pemain
cadangan terlebih dahulu dan Farhan akan menggantikannya. Untuk yang lain
susunan pemain seperti saat di semifinal. Tetap latihan dan berusaha semua, terima
kasih” jelas pak Amar lalu meninggalkan meja makan.
Tidak ada yang berani bertanya lebih lanjut karena terlihat dari raut wajah pak Amar
juga ini sudah keputusannya. Aku pun mengerti apa yang telah Pak Amar putuskan
pasti terkait oleh perkataan dokter mengenai kondisi kakiku dan Pak Amar tidak
mau mengambil resiko.

Hari ini tidak banyak yang aku lakukan hanya berlatih ringan saja tidak seperti
teman-temanku yang lainnya. Kedua orang tuaku juga datang untuk mengetahui
keadaanku dan akupun menceritakan semuanya. Mereka semua mengerti dan
mengkhawatirkan keadaanku namun mereka terus mendukung apapun yang terjadi.

Hari berikutnya pun aku tetap berlatih ringan. Aku sudah tidak merasakan nyeri di
pahaku ini namun aku tetap tidak boleh berlari terlalu kuat atau nanti akan
menegang otot pahaku. Teman-temanku juga mengerti akan kondisiku saat ini
mereka semua tetap selalu mengajakku latihan dan menghibur. Walaupun dalam
kondisi kaki yang masih belum pulih bukan alasan untuk tidak bermain bersama
kawanku dan bersuka ria.

Malam ini aku termenung memikirkan esok malam. Dalam pikiran ku terbayang
bahwa aku dan teman-teman ku akan mempersembahkan medali emas dan piala

3
untuk Indonesia. Kedua orang tuaku juga ikut bangga kepadaku atas keberhasilan
yang kami dapatkan. Malam ini angin cukup membuat bulu kuduku berdiri
sempurna, antara ingin turun hujan tetapi masih ada bintang-bintang di langit. Aku
tersenyum dengan segala yang ada di dalam pikiranku dan percaya bahwa itu
merupakan suatu hal yang akan terwujud sebentar lagi. Waktu sudah menunjukkan
pukul 11 malam jadi aku pun memutuskan untuk segera membaringkan tubuhku
dan terlelap untuk melewati malam ini.

Waktu kembali mengantarkanku dan semua temanku tiba pada hari ini, hari dimana
kami percaya Indonesia akan meraih juara. Di ruang ganti kami sekali lagi
berkumpul, dan Pak Amar pun mulai menyampaikan pidatonya.
“Korea Selatan tidaklah mudah dan pertahanan mereka sungguh baik terlebih lagi
mereka juga memiliki dua penyerang yang dapat diandalkan, namun saya percaya
kalian pasti dapat memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Tekad kita semua
disini adalah baik, dan dengan tekad yang kita miliki saat ini dapat dipastikan juga
bahwa kemampuan dan energi kita akan tiada batas dan mampu melawan segala
yang akan muncul dihadapan kita.” Jelas Pak Amar yang diikuti dengan tepukan
semangat dari para pemain.
“Sekarang, sebelum kalian bertanding marilah kita berdoa bersama untuk kebaikan
hari ini. Kami pun berdoa bersama untuk kemenangan Indonesia. Setelah selesai
kami pun masih berkumpul untuk melakukan yel-yel.
“Timnas Garuda Indonesia” seru Dovi dengan lantang ketika menyatukan tangan
sebelum turun ke lapangan.
“PASTI BISA”, teriak kami bersama kemudian kami bertepuk tangan lalu berdoa
bersama.

Akhirnya kami pun mulai memasuki lapangan bersama dengan pemain Korea
Selatan dan para wasit. Seperti biasa pertama adalah menyanyikan lagu kebangsaan
dari negara masing-masing. Setelah selesai menyanyikan lagu kebangsaan babak
pertama pun akan segera dimulai melalui tiupan peluit wasit. Aku yang saat ini
duduk di kursi cadangan pun hanya bisa mengamati pertandingan dan fokus sambil
berdoa.

4
Goolll!! “teriak aku dengan yang lainnya ketika Raka mencetak gol yang pertama
untuk Indonesia. Kedudukan saat ini 1-0 untuk keunggulan Indonesia dimenit 36.

Pertandingan babak pertama berlangsung cukup sengit, Korea Selatan beberapa kali
menyerang namun beruntungnya belum ada gol yang bersarang di gawang
Indonesia. Sampai babak pertama berakhir Indonesia masih mengungguli Korea
Selatan dengan score 1-0.
“Kalian sudah bermain baik, lanjutkan dan maksimalkan di finishingnya,” ungkap
Pak Amar pada saat waktu istirahat.

Babak kedua pun sudah dimulai, ku lihat kali ini tim Korea sangat agresif untuk
menyerang, seperti terlihat kali ini penyerang andalan Korea sudah berada di kotak
penalti Indonesia untuk membuat gol. Usaha tersebut berhasil membuat kedudukan
saat ini menjadi 1-1, wajah Pak Amar terlihat sedikit cemas setelah kejadian
tersebut dimenit 50 awal babak kedua. Pak Amar pun terus mengarahkan pemain
dari pinggir lapangan. Kali ini terlihat Farhan menyerang pertahanan Korea namun
masih gagal untuk mencetak gol karena tendangannya membentur tiang gawang.

Saat ini sudah menit ke 60 dan permainan tim Indonesia terlihat tidak berkutik sejak
Korea mencetak gol, kali ini Korea pun menyerang kembali ke pertahanan
Indonesia dan kali ini tendangan keras di lesatkan dari luar kotak penalti ke arah
gawang, Nando pun tidak dapat menahan tendangan tersebut sehingga kedudukan
pun menjadi 1-2 untuk keunggulan Korea. Pak Amar terlihat semakin cemas,
wajahnya sangat tegang, aku pun juga merasa khawatir Indonesia akan kalah,
rasanya aku ingin ikut bermain.

Waktu terus berjalan dan saat ini sudah 78 menit pertandingan berlangsung.
Indonesia masih belum bisa mengejar ketertinggalan. Aku pun memutuskan untuk
berbicara kepada Pak Amar bahwa aku ingin bermain.

“Pak, tolong izinkan saya untuk bermain ini tidak akan lama juga pak. Kaki saya
masih kuat untuk berlari,” pinta ku kepada Pak Amar
Pak Amar mengecek jam tangannya lalu menatap ku. “Baik kau masuk gantikan
Farhan, lakukan yang terbaik Jar,” kata Pak Amar sambil menepuk pundakku.

5
Aku pun masuk ke dalam lapangan dan menggantikan Farhan, aku juga
menyemangati teman-temanku dan berkata ini belum berakhir. Permainan tim
Indonesia kembali bangkit, aku berhasil merebut bola dari pemain Korea dan segera
ku bawa lari ke arah kotak penalti Korea. Aku melihat Dovi berlari mendekati
gawang dan aku pun langsung memberikan umpan melambung kepadanya dan
disundul olehnya sehingga mengubah kedudukan menjadi 2-2. Seluruh stadion pun
kembali bersorak dan bergemuruh. Aku pun berlari memeluk Dovi dan bersuka ria.

Saat ini kedudukan skor seimbang, aku dan teman-teman lainnya pun tidak pernah
patah semangat dan berusaha terus menguasai bola. Saat ini kembali di sisa waktu
yang ada di menit 88 Raka sedang menggiring bola dan diberikan kepada Dovi
kemudian Dovi pun mengoper kepadaku yang berlari memasuki kotak penalti
Korea. Aku pun berusaha mengontrol bola dari Dovi dengan paha kananku namun
pemain Korea juga mengarahkan kakinya untuk merebut bola dan kembali aku
harus jatuh ke lapangan. Wasit membunyikan peluitnya tanda sebuah pelanggaran
yang akan membuahkan tendangan bebas untuk Indonesia dari luar kotak penalti.
Aku menahan rasa sakit yang lebih parah pada paha kananku tapi aku harus tetap
berjuang. Aku ingin mengambil tendangan bebas itu meskipun kaki kanan ku sakit
tapi aku yakin kaki kiriku masih berfungsi dnegan baik.
“Dov, izinin aku yang nendang ya,” kata ku sambil jalan terpincang sambil
menahan sakit
“ Kau yakin Jar? Tapi kaki mu itu” tanya Dovi tidak percaya
“Aku masih punya kaki yang lain Dov,” kata ku sambil tersenyum miris
“Baiklah kalo itu mau mu, kami percaya padamu Jar,” ungkap Dovi menyemangati
Aku pun memberikan senyuman kepada Dovi tanda terima kasih. Aku bersiap
menendang dengan kaki kiriku sambil menunggu arahan wasit.
“Prittt” tanda dari wasit pun sudah berbunyi.
Aku pun menendang dengan percaya diri dan kulihat bola tersebut melambung ke
arah gawang dan semua bersorak kembali “Gooll!!” semua pemain memelukku di
tengah lapangan, aku pun bahagia telah membuat Indonesia unggul saat ini dengan
skor 3-2. Namun aku sudah tidak bisa berdiri lagi dengan kaki kananku sehingga
aku pun jatuh terduduk di lapangan. Teman-teman ku membantu ku berdiri dan
menuntunku untuk kepinggir lapangan karena aku tidak ingin ditandu lagi. Aku

6
yang berada di luar lapangan hanya bisa memanjatkan doa agar Indonesia menjadi
juara dan doaku ternyata cepat dikabulkan oleh Tuhan. Peluit panjang sudah
dibunyikan oleh wasit dan semua pemain pun melakukan sujud syukur dan
menangis terharu atas kemenangan Indonesia. Pak Amar pun memelukku sambil
berkata “Kau hebat Jar, saya bangga kepadamu dan kenekatan dirimu.” Pak Amar
menatapku berkaca-kaca sambil memegang erat bahuku.
“Terima kasih pak, ini semua saya lakukan untuk Indonesia. Cedera tidak akan
menghentikan saya pak sebelum Indonesia menjadi juara.” Jelasku pada Pak Fajar
“ Kau memang kebanggaan Indonesia Jar, setelah ini dokter harus melihat keadaan
kakimu.” Ungkap Pak Amar
Setelah kami merayakan kemenanga kami, aku pun diperiksa oleh dokter di ruang
perawatan.
“Sepertinya keadaan kaki mu memburuk Jar dan kemungkinan kau tidak akan bisa
bermain bola lagi dalam waktu yang cukup lama bisa 2 atau 3 tahun lagi,”jelas
dokter kepada ku yang sudah ditemani oleh Pak Amar dan kedua orang tuaku.
Mendengar hal tersebut pun aku cukup shock namun itu memang konsekuensi yang
harus aku dapatkan. Aku pun menarik napas dalam sambil tersenyum.
“Untung kakiku tidak harus diamputasi ya,” kataku sedikit tersenyum miris
“Fajar apa kau sedang bercanda ini serius nak,” kata ibuku yang tampak sangat
sedih di sampingku
“Sudah ibu, ini adalah kemauan Fajar untuk bermain tadi dan sudah sewajarnya
Fajar mendapatkannya. Fajar sudah bisa membawa Indonesia meraih kemenangan
sudah membuat Fajar bangga dan senang bu. Setelah ini Fajar pasti akan lebih
banyak waktu bersama ibu dan ayahkan jadi tidak perlu khawatir ya bu, yah.” Jelas
ku kepada kedua orangtuaku.
“Ayah dan ibu bangga kepadamu Jar,” kata ayahku sambil menatapku
“Ya benar kami semua bangga kepadamu Jar, dan kau memang pantas
mendapatkan predikat pemain terbaik musim ini.” Kata Pak Amar
“Terima kasih pak, penghargaan itu akan selalu menjadi motivasi saya untuk lebih
mengharumkan nama bangsa pak.” Kata ku kepada Pak Amar

-Selesai-

7
BIODATA PENULIS

Nama : Yulinnar Trisnawati


Usia : 21 Tahun
Tempat. Tgl lahir : Jakarta, 1 Juli 1997
Alamat : Jl. Teguh V No. 20 RT 007/01 Komplek TNI AL
Kodamar Kelapa Gading, Jakarta Utara, 14240
Email : trisnawatiyulinnar@gmail.com
Telepon : 087878363777 / 0895330285847

Anda mungkin juga menyukai