Definisi:
Persembahan yang diberikan kepada imam karena dedikasi mereka kepada urusan keagamaan dan juga
pelayanan kasih mereka. Dan ini juga menunjuk kepada persembahan kepada Tuhan, sebagai penguasa
atas manusia, yang biasanya persembahan ini diberikan kepada para pelayan Tuhan.
Kita sering mendengar mengenai persepuluhan yang dipraktekkan oleh beberapa Gereja. Sementara
Gereja Katolik sendiri tidak mewajibkan persepuluhan kepada umatnya. Sebenarnya apakah yang
dimaksud dengan persembahan persepuluhan dan bagaimana itu dilaksanakan umat Perjanjian Lama.
Mengapa orang Kristen tidak wajib lagi melakukannya? Lalu darimanakah Gereja bisa mendapatkan
dana untuk kelangsungan karya pelayanannya?
Dari pengertian di atas, maka perpuluhan dalam pengertian yang luas dapat masuk dalam ketiga
kategori di atas. Perpuluhan dapat menjadi bagian dari judicial law kalau setiap orang harus
memberikan kontribusi kepada penyembahan secara publik sesuai dengan cara yang dipilihnya. Namun
di dalam hukum Musa, perpuluhan di atur dengan cara yang begitu khusus sebagai manifestasi dari
penghormatan dan persembahan kepada Tuhan. Dalam pengertian yang luas, perpuluhan dapat menjadi
moral law, karena mengatur persembahan kepada Tuhan. Namun, pengaturan tentang hari
persembahan, dengan cara bagaimana persembahan tersebut diberikan, masuk dalam kategori
ceremonial law. Dan pengaturan bagi pelanggaran perpuluhan masuk dalam kategori judicial law.
Rasul Paulus tidak mengatakan sepuluh persen, namun menekankan kerelaan hati dan sukacita.
Yesus mengatakan “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting
dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus
dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23)
Yesus menekankan akan hakekat dari pemberian, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Yesus
tidak menekankan akan persepuluhan, namun apa yang menjadi dasar perpuluhan.
Kitab Hukum Gereja: Kan. 222 – § 1. Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk membantu
memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan dan
amal-kasih serta sustentasi yang wajar para pelayan. § 2. Mereka juga terikat kewajiban untuk
memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan, membantu orang-orang miskin dengan
penghasilannya sendiri.
Kan. 1262 – Umat beriman hendaknya mendukung Gereja dengan bantuan-bantuan yang diminta dan
menurut norma-norma yang dikeluarkan oleh Konferensi para Uskup. Kan. 1263 – Adalah hak Uskup
diosesan, sesudah mendengarkan dewan keuangan dan dewan imam, mewajibkan untuk membayar
pajak yang tak berlebihan bagi kepentingan-kepentingan keuskupan, badan-badan hukum publik yang
dibawahkan olehnya, sepadan dengan penghasilan mereka; bagi orang-perorangan dan badan-badan
hukum lain ia dapat mewajibkan pungutan luar biasa dan tak berlebihan hanya dalam kebutuhan. Jadi,
tidak ada yang mengatakan spesifik sepersepuluh bagian.
Makna Persepuluhan
Praktek persepuluhan sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh orang Israel. Bangsa-bangsa
Mesopotamia kuno juga mempraktekkan hukum persepuluhan untuk dipersembahkan kepada raja atau
dewa-dewi mereka. Agaknya Abraham yang berasal dari tanah Ur-Kasdim cukup familiar dengan
kebiasaan ini sehingga saat menang perang dia mempersembahkan 10% dari hasil jarahannya kepada
Melkisedek, imam-raja Salem, yang menjadi sekutunya (Kej 14:20). Angka 10 di sini adalah lambang
dari totalitas atau kepenuhan dalam sistem numerik mereka. Maka bila mempersembahkan 10%, hal ini
bermakna mempersembahkan keseluruhannya.
Sementara persembahan persepuluhan dalam Perjanjian Lama bermakna untuk mengingatkan bangsa
Israel bahwa segala harta yang mereka peroleh itu berasal dari Tuhan sendiri (bdk. Ul 12:10-11).
Dengan mempersembahkannya, mereka hendak mengucap syukur atas semua anugerah itu.
Mari sekarang kita melihat praktek dalam Gereja Perdana, apakah mereka juga mempraktekkan
persepuluhan?
Yesus dan para rasul adalah kaum awam, bukan dari suku Lewi ataupun imam, maka mereka tidak
akan pernah menerima persepuluhan menurut hukum Yahudi (bdk. Ibr 7:13-14). Jadi, seandainya
dipungut persepuluhan, berarti hal itu akan ‘disetorkan’ kepada para imam dan kaum Lewi Yahudi!
Dalam Konsili Pertama di Yerusalem diputuskan oleh para rasul bahwa orang-orang non Yahudi yang
hendak menjadi Kristen tidak diwajibkan mematuhi hukum Taurat. Dalam daftar yang harus mereka
lakukan, persepuluhan pun sama sekali tidak disebutkan (lih. Kis 15:28-29).
Paulus yang mewartakan Injil di antara orang non Yahudi diminta tetap mengingat orang-orang miskin
(Gal 2:9). Maka dia berusaha menghimpun persembahan sukarela di antara jemaat yang didirikannya
(lih. 2 Kor 8-9) untuk keperluan umat Allah yang miskin di Yerusalem (Rom 15:26).
Panduan Persembahan dalam Gereja
Maka jelaslah bahwa sejak awal Gereja memang tidak mempraktekkan persepuluhan, tetapi tetap
menghimpun persembahan sukarela yang dimaksudkan untuk:
- Kepentingan orang miskin (Rom 15:26),
- Karya Gereja (3 Yoh 1:8; Kis 2:45)
- Kehidupan para pelayan Firman (bdk. Mat 10:10; Luk 10:7; 1 Kor 9:14; 2 Kor 11:8-9).
Menarik untuk dicatat bahwa beberapa wanita yang mengikuti Yesus membiayai rombongan Yesus
dengan kekayaan mereka (Luk 8:3). Mereka menghayati Sabda Bahagia Yesus, bahwa yang bermurah
hati akan mendapatkan kemurahan (Mat 5:7). Alkitab sendiri mencatat beberapa orang yang bermurah
hati sungguh mendapatkan kemurahan dari Tuhan sendiri.
Janda Sarfat yang telah memberikan tumpangan kepada Elia, anaknya pun dihidupkan kembali oleh
Nabi Elia (1 Raj 17:20). Tabita alias Dorkas yang telah berbuat baik kepada para janda juga
dibangkitkan oleh Petrus (Kis 9:36.39). Perwira Romawi di Kapernaum yang telah menanggung biaya
pembangunan Sinagoga direkomendasikan oleh tua-tua kota agar Tuhan Yesus berkenan pula
menolong menyembuhkan hambanya (Luk 7:4).
Namun, kiranya patut diingat pula bahwa Tuhan akan tetap melimpahkan berkat kepada kita semua,
entah memberi persembahan sedikit ataupun banyak, sama seperti matahari diterbitkan bagi orang jahat
maupun orang baik (Mat 5:45).
Kesimpulan
Gereja tidak perlu mendefinisikan seberapa besar sumbangan yang harus diberikan, namun lebih
kepada pemberian sesuai dengan kemampuan dan juga dengan kerelaan hati dan sukacita. Namun itu
tidak berarti bahwa bagi yang mampu untuk memberikan lebih dari sepuluh persen kemudian hanya
memberikan bagian yang sedikit. Bagi yang mampu, seharusnya bukan hanya sepuluh persen, namun
malah lebih pada itu, jika diperlukan. Bagi kaum miskin yang memang tidak mampu untuk
memberikan sepuluh persen, mereka dapat memberikan sesuai dengan kemampuan mereka.
Persembahan juga tidak hanya berupa uang, namun juga bakat dan waktu. Yang terpenting, semua
persembahan harus dilakukan berdasarkan kasih kita kepada Tuhan sehingga kita dapat mengasihi
sesama dengan lebih baik.