Anda di halaman 1dari 231

KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN OBYEK WISATA

MINAT KHUSUS KARST KALI SUCI

(Studi tentang Pembangunan Berkelanjutan Kawasan Karst)

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Syarat Wajib

Mendapat Gelar Sarjana Strata 1

Disusun Oleh:

Muhammad Iqbal Willyanto


05/185044/SP/20896

JURUSAN PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
Dedicated To

Kawasan Karst
(yang mulai lenyap satu per satu dari Bumi Pertiwi)

Karya ini kupersembahkan kepada:


Bumi dan seluruh isinya, “Atas keajaiban dan keindahannya”
Dunia bawah tanah, “Atas tempaan fisik dan mental di dalam
kesunyian abadi mu”
Para generasi masa depan, “Aku berjuang agar kalian makin
mengerti arti alam dan para pendahulu”
Bulan, “Atas cahayamu yang selalu menerangi di kala redupnya
bintang”
Serta sebagai tanda baktiku untuk bangsa, almamater, dan keluarga

iv
Lembar Inspirasi

“Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun ia tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang yang tamak” (Mahatma Gandhi)

“Jika Pohon terakhir telah ditebang, jika sungai terakhir telah tercemar, jika
ikan terakhir telah ditangkap, baru manusia akan sadar, bahwa mereka tidak
akan bisa makan uang” (Green Peace)

“Jangan pernah tanyakan apa saja yang telah bumi berikan untuk kita, tapi
coba renungkan, apa saja yang telah kita berikan untuk bumi” (KPALH
SETRAJANA)

"Orang yang tidak memilik cita-cita atau tujuan hidup, bak pemain sepak
bola yang tidak tahu dimana gawangnya" (R.K.T Ko)

"Suatu bangsa tidak akan pernah kekurangan pemimpin apabila generasi


mudanya suka mendaki gunung, menjelajahi hutan, dan mengarungi luasnya
samudera" (Sir Henry Dunant)

“Tingginya gunung dan tebing, derasnya jeram sungai, serta dalamnya gua
telah mempertemukan kita, sebuah tempat yang bermakna dimana para orang
tangguh berkumpul di titik tertinggi, mari dakilah gunung keterbatasan dan
sampailah di puncak kebenaran, serta telusuri dan arungilah samudra
persoalan, hingga kita berlabuh di dermaga kemenangan”

"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah
manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin
tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai
sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air
Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya
dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula
pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung" (Soe Hok
Gie)

v
Kata Pengantar
Memasuki dunia perkuliahan merupakan masa transisi menuju
pendewasaan diri. Ketidakhati-hatian dalam menjatuhkan pilihan akan menggiring
pada kesalahan pola pikir dan pola perilaku di masa mendatang. Demi
mengembangkan dan mengasah kemampuan, penulis tidak ingin masa-masa
kuliah terbuang percuma hanya demi waktu kelulusan yang cepat dan IP tinggi
dan menjadi generasi instan. Inilah saatnya mengenal dunia lain, selain dunia
formal pendidikan di Perguruan Tinggi.
Sekelumit perjalanan atas usaha mencari jawab dimulai saat penulis mulai
mengenal suatu ideologi yang diusung salah satu Organisasi Pecinta Alam dan
Lingkungan Hidup Setrajana Fisipol UGM, yakni Pendidikan Lingkungan Hidup
dan kepecintaalaman. Dari sini penulis mulai merangkak, berjalan dan kadang-
kadang berlari demi untuk belajar tentang lingkungan hidup dan kepecintaalaman.
Relasi demi relasi mulai dijalin, termasuk mengikuti kursus tingkat dasar dan
lanjutan Speleologi dan penelusuran gua yang diadakan oleh Himpunan Kegiatan
Speleologi Indonesia pada tahun 2007. Dari sini penulis mulai mengenal “dunia
bawah tanah” dan kawasan karst. Tahun 2008 penulis memilih Kuliah Kerja
Nyata di daerah Gua Cerme dengan fokus pengembangan pariwisata. Hal ini
semata-mata, agar penulis lebih mengenal kehidupan masyarakat dan lingkungan
kawasan karst. Pada tahun itu pula penulis menjadi instruktur di Himpunan
Kegiatan Speleologi Indonesia. Semenjak menjadi instruktur, relasi penulis
semakin banyak, terutama para ilmuwan-ilmuwan karst, para penggiat penelusur
gua se-Indonesia, LSM, dan lembaga-lembaga pemerintahan. Pada tahun 2008
pula penulis telah menyelesaikan teori di bangku kuliah. Baru pada tahun 2011
penulis mengajukan desain penelitian dengan judul KEMITRAAN DALAM
PENGELOLAAN OBYEK WISATA MINAT KHUSUS KARST KALI
SUCI.
Bermula dari sebuah keprihatinan mengenai kondisi kawasan karst di
Indonesia yang mulai lenyap satu per satu, pengelolaan berbagai obyek wisata gua
dan karst di Indonesia yang sangat memprihatinkan dan cenderung asal-asalan,
sehingga gua dan lingkungannya yang dijadikan obyek wisata cenderung
mengalami penurunan kualitas dan tidak banyak membantu masyarakat sekitarnya
untuk turut menikmati hasil, serta minimnya referensi mengenai kawasan karst
dari sudut pandang ilmu sosial, politik, dan pariwisata di Indonesia. Berdasar latar
belakang tersebut, penulis menggunakan kajian ilmu sosial dan politik khususnya
studi pembangunan sosial dan kesejahteraan, untuk mencermati fenomena yang
terjadi dalam proses pengelolaan obyek wisata gua dan karst dengan mengambil
studi kasus di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.
Ada banyak kemungkinan aspek dalam pengelolaan obyek wisata minat
khusus karst Kali Suci yang bisa dibidik melalui studi pembangunan sosial dan
kesejahteraan. Dengan bimbingan dari Prof. Dr. Phil. Janianton Damanik, M.Si
penulis mulai menemukan pola-pola spesifik yang akhirnya diangkat dalam
penelitian ini. Perubahan demi perubahan mewarnai proses penelitian hingga
mencapai bentuk yang ideal, menyesuaikan kondisi lapangan. Atas kritik dan
saran dari Dra. Tri Winarni Soenarto Putri, SU dan Danang Arif Darmawan,
S.Sos, M.Si sebagai dosen penguji, semoga dapat menambah kesempurnaan

vi
proses dan hasil penelitian. Berbagai masukan dari berbagai pihak juga ikut
mewarnai perjalanan penelitian ini.
Harapan ke depan, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif
terhadap pengelolaan kawasan karst di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci
maupun pengelolaan pariwisata gua dan karst pada umumnya di Indonesia, serta
menambah referensi mengenai pengelolaan kawasan karst.
Terlepas dari itu semua, “tak ada gading yang tak retak” dan
“kesempunaan hanya milik Allah semata”, pasti masih banyak kekurangan yang
penulis miliki. Namun demikian masih ada jeda atas proses yang dijalani, masih
ada kesempatan lain untuk mencapai bentuk yang lebih baik. Entah dari pembaca
sekalian atau dari diri penulis pribadi. ∗ Ketiadaan titik dalam sebuah proses
sebelum tujuan dapat tercapai sangat penulis harapkan.
Terima kasih dan semoga persembahan yang tak seberapa ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Save Our Karst !!!

Jomblang Resort, Februari 2012

(M Iqbal Willyanto)


Masukan, kritik, saran dan usulan dari pembaca dapat dikirimkan ke E-mail
iqbal.willyanto@gmail.com.

vii
Ucapan Terima Kasih

Allah SWT Yang Maha Esa, “Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayahMu karya
ini bisa tercipta”.
Ayahku Bambang Willyanto dan Ibuku Sofinawati Chaniago, “Yang tidak pernah
lelah berjuang untuk membesarkan dan mendidik anakmu ini”.
Adik saya Afini Syifana, “Yang mau mengerti kakaknya yang “pendiam” ini”.
Rembulan Malamku Tiara Debby Carinda, S.Kh, “Terima kasih atas perhatian
yang engkau berikan nduk, mari kita berjuang bersama untuk meraih
mimpi kita, semangat!!!, sebentar lagi mau jadi dokter neh..hehe..”.
Keluarga Besar H. Soenardi dan Hj. Dewi, “Terima kasih eyang dan semuanya,
telah mau menyisakan waktunya saat merawatku sejak kecil dan terus
memberikan nasehat agar saya cepat lulus..hehe..cucu pertama adalah
harapan”.
Keluarga Dr Catur, “Terima kasih Pan dan Nda untuk perhatian dan nasehatnya”.
Keluarga Besar Setrajana Fisipol UGM, “Terima kasih atas tumpangannya, serta
dukungan, bantuan moriil, dan tempaannya sehingga saya menjadi kuat
dan berkarakter, akan saya ingat selalu kenangan dan persaudaraan kita
hingga sampai kapan pun”.
Dosen Pembimbing saya Prof. Dr. Phil Janianton Damanik, M.Si, Atas
bimbingan, waktu dan kesabarannya sehingga saya dapat menyusun karya
idealis ini, walaupun prosesnya lama dan penuh perjuangan. “Maaf pak
sedikit telat, tetapi akhirnya selesai juga, terima kasih banyak pak”.
Dosen penguji saya Dra. Tri Winarni Soenarto Putri, SU dan Danang Arif
Darmawan, S.Sos, M.Si, Atas segala masukan dan kritiknya sehingga
karya ini menjadi lebih baik. “Bu, Mas..saya tidak bisa merubah proses
yang telah dilalui, tapi saya bisa membuat menjadi lebih baik atas proses
yang akan dilalui”.
Pengurus dekanat ,para dosen, beserta segenap karyawan Fisipol UGM, “Terima
kasih atas bantuannya dan bimbingannya selama saya menakhodai kapal
yang bernama KPALH Setrajana”.

viii
Dosen wali saya, Prof. Dr Susetiawan, “Matur nuwun sanget pak, hidup marhaen
pak”.
Almarhum mbah Maridjan, almarhum mbah Pujo Kakung dan Putri, Atas
kenyamanan dan kehangatannya selama berkeliaran di lereng Merapi.
“Walaupun jasad kalian telah tiada, namun kenangan itu selalu ada”.
Angkatan XIV Elang Mongrang, Bagor, Panci, Andri, Umenk, Sate, Sabeth, Citra,
“Terima kasih telah menjadi keluarga selama di KPALH Setrajana, You
will never walk alone”. Dan juga mas2, mba2ku beserta adik2 ku dari
angkatan I hingga angkatan XX. “Tetap semangat dan terus berjuang,
percayalah mimpi itu pasti terwujud”.
Ankatan 2005 Sosiatri Fisipol UGM, Benny, Adi, Ody, Tito, Udin, Panci, Rifki,
Sambas, Ovic, Ririz, Kembang, dll..”Mari berjuang ke tahap
selanjutnya..hehe”.
Komunitas Veteran Fisipol UGM, “Matur nuwun sudah mengajarkan
kebersamaan di Fisipol UGM”.
Keluarga besar HIKESPI, Mas Cahyo, dr Ko, Mas Paimo, Ketex, Bengong,
Lancar, Nafik, Sodom, JT, Mas Yogi, Petrick, Mando, Julbe, Gombez,
Lele, Kawek, Molak, Kibul, Meta, Mas cucuk, Yudha, Pitik, dll. “Terima
kasih telah mengajarkan banyak hal tentang kawasan karst dan caving,
Save Our Karst”. Terima kasih juga buat Prof Eko, Mas Adjie, Mas Pindi,
untuk diskusi dan ilmunya”.
Para penggiat penelusur gua, Mas Bagus (ASC), Mas Aok (LIPI), Pa’I, Teyeng,
Mada, (ACY), Mas Er (ASC), Bamboenk, Agus “Kenyung”, Edy “Guano”
(PPA Gunung Kidul), dll atas diskusi tentang kawasan karst”.
Mas Badak, atas masukan dan sarannya terkait penelitian ini.
Rekan-rekan Pokdarwis Kali Suci, “Tetap semangat dan mandiri bro”.
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Bu Ambar cs, “Atas kesempatan dan
kepercayaan yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan SKKNI
Pemandu wisata Gua”.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Gunung Kidul, Bapak Birowo cs, “Atas
kerjasamanya dan berkegiatan bareng dalam memajukan pariwisata
Gunung Kidul.

ix
Keluarga besar Vetpagama, Atas kehangatan rumahnya, Brewok, Lendir, Kopok,
Soblok, Bang Grandong, Sotil, Banto, Tuneh, Blobok, Irus, Jepat, Idep,
Iler, Banda, Anglo, dll.
Teman-teman Mapala se-Indonesia Raya, yang pernah kusinggahi.
Teman-teman kuliah Sosiatri dari angkatan 2001 hingga 2007, “Terima kasih atas
pinjaman buku, foto copy, catatan kuliahnya”.
Teman-teman FMF, Komatri (Kapstra), KMK, JMF, Sintesa, “Atas kerjasamanya
selama ini”.

Dan seluruh energi dan kekuatan alam yang telah memberiku spirit untuk terus
berjuang demi menghasilkan karya idealis ini.....

x
Daftar Isi

Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Surat Pernyataan iii
Dedicated to iv
Lembar Inspirasi v
Kata Pengantar vi
Ucapan Terima Kasih viii
Abstraksi xi
Daftar Isi xii
Daftar Gambar dan Tabel xv

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Alasan Pemilihan Judul 1
B. Latar Belakang Masalah 7
C. Rumusan Masalah 18
D. Tujuan Penelitian 19
E. Manfaat Penelitian 20
F. Tinjauan Pustaka 20
1. Kemitraan 21
a. Konsep Kemitraan Secara Umum 21
b. Kemitraan dalam Pariwisata 26
2. Pengelolaan Wisata Kawasan Karst 29
a. Kawasan Karst 29
b. Pengelolaan Wisata 31
c. Pengelolaan Wisata Kawasan Karst 35
3. Pembangunan Kawasan Karst 40
a. Permasalahan Pembangunan Kawasan Karst Selama Ini 40
b. Pembangunan Berkelanjutan Kawasan Karst 41

BAB II METODE PENELITIAN 48


A. Pilihan Metode 48
B. Lokasi Penelitian dan Alasan Pemilihan Lokasi 50
C. Penentuan Informan 51
D. Teknik Pengumpulan Data 52
1. Observasi 52
2. Wawancara 53
3. Studi Pustaka 56
4. Dokumentasi 57
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 59
1. Triangulasi 59
2. Diskusi dengan Rekan Sejawat 60
F. Analisis Data 61
G. Pelaporan 63

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 66


A. Deskripsi Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 66

xii
1. Letak dan Kondisi Geografis 66
2. Luas 68
3. Batas 69
4. Keadaan Iklim 70
5. Zonasi Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 72
a. Zona Kali Suci 74
b. Zona Gua Buri Omah 75
c. Zona Luweng Jomblang-Grubug 76
6. Potensi Pariwisata 78
7. Jumlah Wisatawan 79
B. Kondisi Sosial Ekonomi 82
1. Kependudukan 82
2. Mata Pencaharian Penduduk 83
3. Pemanfaatan Lahan 84
4. Sistem Sosial Budaya Masyarakat 85

BAB IV PENGELOLAAN OBYEK WISATA MINAT KHUSUS KARST


KALI SUCI 89
A. Sejarah Pengelolaan 89
B. Profil Stakeholder 94
1. Profil Kelompok Sadar Wisata Kali Suci 95
a. Sejarah Terbentuknya 95
b. Lokasi Sekretariat Pokdarwis Kali Suci 96
c. Visi dan Misi 96
d. Struktur Organisasi 97
e. Komunikasi dan Pengambilan Keputusan dalam Pokdarwis 100
f. Kepentingan Pokdarwis Kali Suci Terkait Pengelolaan
Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 103
2. Profil Investor 105
a. Jaringan Investor 107
b. Kepentingan Investor terkait Pengelolaan
Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 107
3. Profil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Gunung Kidul 108
a. Visi dan Misi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul 109
b. Struktur Organisasi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul 109
c. Kepentingan Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul Terkait
Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 111
4. Stakeholder Pendukung 112
C. Upaya Pengelolaan Obyek WIsata Minat Khusus Karst Kali Suci 113
1. Perencanaan Pengelolaan 114
a. Perencanaan Tujuan Pengelolaan 114
b. Perencanaan Pemanfaatan Area (Zonasi) 116
c. Analisis Pasar 119
2. Pengembangan dan Pengelolaan 122
a. Pendanaan 122
b. Pengadaan Fasilitas Penunjang serta Perbaikan Sarana dan
Prasarana 124

xiii
c. Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia 126
3. Pemeliharaan 129
a. Upaya Stakeholder dalam Pemeliharaan 129
b. Kesepakatan Bersama 133
4. Pemasaran 134
a. Penerapan Teknologi dalam Pemasaran 136
b. Pelibatan Media dan Birowisata 137
D. Kemitraan dalam Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst
Kali Suci 138
1. Bentuk-Bentuk Kemitraan dan Peran yang Terjalin Antar
Berbagai Stakeholder yang Terlibat dalam Pengelolaan
Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 138
2. Jaringan Komunikasi dalam Pengelolaan Obyek Wisata
Minat Khusus Karst Kali Suci 147
E. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat dalam Pengelolaan 149
1. Faktor Pendorong 149
2. Faktor Penghambat 154

BAB V PENGELOLAAN OBYEK WISATA MINAT KHUSUS KARST


KALI SUCI: TANTANGAN BAGI PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN 159
A. Aspek Ekologi (Lingkungan) 159
B. Aspek Sosial 173
C. Aspek Ekonomi 177
D. Antisipasi Pengembangan 182

BAB VI PENUTUP 192


A. Kesimpulan 192
B. Saran 196

Daftar Pustaka 198


Lampiran

xiv
Daftar Gambar dan Tabel
Daftar Gambar
Gb.1.1 Sebaran Kawasan Karst Indonesia 9
Gb.1.2 Aktivitas Penambangan Batu Gamping di Kawasan Karst
Gunung Sewu 14
Gb.1.3 Konsep Kemitraan Secara Umum 26
Gb.1.4 Hasil Analisis Evaluasi Wisata Lingkungan Terhadap
Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Karst Xinwen 45
Gb.1.5 Hasil Evaluasi Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Karst Xinwen 45
Gb.3.1 Lokasi Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 66
Gb.3.2 Unit Fisiografi Daerah Penelitian dan Sekitarnya 67
Gb.3.3 Prosentase Luas Desa di Kecamatan Semanu, Kabupaten
Gunung Kidul (dalam %) 69
Gb.3.4 Sungai Munggi (Hulu Kali Suci) 72
Gb.3.5 Mulut Gua Suci 72
Gb.3.6 Daya Tarik Luweng Jomblang-Grubug 76
Gb.3.7 Wisatawan di Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 81
Gb.3.8 Aktivitas Mata Pencaharian Penduduk 84
Gb.3.9 Telaga Jonge 87
Gb.4.1 Bagan Susunan Pengurus Pokdarwis Kali Suci 97
Gb.4.2 Struktur Organisasi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul 110
Gb.4.3 Alur Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan
Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 148
Gb.5.1 Skema Permasalahan Pada Penduduk Kawasan Karst Kali Suci
Beserta Solusinya 185

Daftar Tabel
Tb.2.1 Karakteristik Informan 55
Tb.3.1 Pembagian Luas Desa di Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunung Kidul 68
Tb.3.2 Data Curah Hujan Kecamatan Semanu Tahun 1998-2007 (mm) 71
Tb.3.3 Data Jumlah Pengunjung Per Pos Obyek Wisata Gua
di Gunung Kidul 80
Tb.3.4 Data Penerimaan Retribusi Wisata Alam Tahun 2004-2007 81
Tb.3.5 Jumlah Penduduk di Setiap Wilayah Desa dalam Kecamatan Semanu 82
Tb.3.6 Luas Desa Dirinci Menurut Penggunaan Lahan di
Kecamatan Semanu (Ha) 85
Tb.4.1 Peran Tiga Aktor dalam Pemberdayaan Masyarakat 141
Tb.4.2 Peran Aktor dalam Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus
Karst Kali Suci 142
Tb.5.1 Identifikasi Dampak Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus
Karst Kali Suci Terhadap Lingkungan Kawasan Karst Kali Suci 160
Tb.5.2 Identifikasi Dampak Aktivitas Wisata Terhadap Lingkungan Gua
di Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 162
Tb.5.3 Analisis Tingkat Potensi Perusakan Pada Lingkungan Gua Akibat
Aktivitas Wisatawan 168
Tb.5.4 Identifikasi Dmpak Sosial yang Terjadi Terkait Pengelolaan Obyek

xv
Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci 176
Tb.5.5 Identifikasi Dampak Ekonomi Pengelolaan Obyek Wisata Minat
Khusus Karst Kali Suci 179

xvi
Abstraksi

Indonesia memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah, di antaranya ialah
sumber daya alam karst. Sumber daya karst di satu sisi memiliki fungsi dan nilai-nilai
strategis yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Akan tetapi di sisi lain sumber
daya karst bersifat fragil, peka, dan mudah rusak. Selama ini pola pemanfaatan sumber
daya karst yang terjadi di Indonesia hanya mementingkan keuntungan ekonomi semata
saja, tanpa memperhatikan keberlanjutan sumber daya karst. Akibatnya, banyak kawasan
karst yang telah lenyap ditambang, gua-gua wisata banyak mengalami penurunan kualitas
dari segi estetika ornamen gua, serta terjadinya degradasi lingkungan kawasan karst akibat
“salah kelola” sehingga menimbulkan permasalahan sosial, ekonomi, dan ekologi. Oleh
karena itu, penelitian yang mengambil studi tentang pembangunan berkelanjutan kawasan
karst di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci ini ditujukan untuk lebih
mengungkapkan fenomena pengelolaan wisata kawasan karst yang dilakukan secara
kemitraan, yakni menyangkut bentuk-bentuk kemitraan yang terjalin dalam pengelolaan,
mengetahui peran masing-masing stakeholder, mengidentifikasi faktor-faktor pendorong
dan penghambat, serta untuk mengetahui apakah pengelolaan yang dijalankan secara
kemitraan selama ini telah memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pendekatan yang digunakan ialah
Postpositivisme Phenomenologik Interpretif dengan model paradigma naturalistik melalui
observasi partisipatoris. Informan kunci ditentukan berdasarkan prinsip purposive,
kemudian dalam perjalanannya mencari data di lapangan juga digunakan teknik snowball
sampling. Informan total berjumlah 14 orang, dalam pemilihan informan didasarkan kepada
kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat dari berbagai pihak,
yaitu para stakeholder pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, meliputi
informan dari pihak Pokdarwis Kali Suci sebanyak 9 orang, pihak investor ada 2 orang, dan
pihak Pemerintah daerah Kabupaten Gunung Kidul (Disbudpar dan Aparat Desa)
berjumlah 3 orang.
Pembahasan dimulai dari sejarah pengelolaan, latar belakang dan kepentingan para
stakeholder dalam pengelolaan, serta upaya-upaya pengelolaan. Selain itu juga dikaji
hubungan antar pihak yang terlibat dalam pengelolaan menggiring pada suatu pola
hubungan kerjasama atau kemitraan, termasuk di dalamnya mengungkapkan fenomena
jaringan komunikasi dalam pengambilan keputusan di antara pihak yang terlibat.
Pengelolaan dilakukan berdasarkan kemitraan non formal, nilai yang menyertai pada
pelaksanaannya ialah norma dan etika bisnis. Bentuk-bentuk kemitraan dan peran masing-
masing stakeholder dalam pengelolaan terlihat dari beberapa tahapan, dari tahap formulasi,
implementasi, hingga monitoring dan evaluasi. Terlihat pula adanya faktor pendorong dan
penghambat dalam pengelolaan. Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci
yang dilakukan secara kemitraan merupakan upaya pembangunan yang sifatnya
berkelanjutan. Walaupun demikian masih terdapat beberapa kendala yang ditemui, untuk
itu perlu dilakukan antisipasi pengembangan ke depannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ke depannya ialah perlunya kemitraan yang
dijalankan selama ini diarahkan kepada kemitraan formal, agar inkosisten komitmen
stakeholder dan kebijakan dapat diantisipasi. Selain itu perlu dilakukan kerjasama dengan
berbagai pihak yang berkompeten terkait penyusunan pedoman monitoring dampak dan
rencana pembangunan pariwisata terpadu. Agar pengelolaan obyek wisata minat khusus
karst Kali Suci dapat berkelanjutan.

Kata kunci: Kemitraan, Pengelolaan, Kawasan Karst, Pembangunan Berkelanjutan

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Kawasan karst dan goa-goa di dalamnya adalah sumber daya alam yang

mengandung nilai keanekaragaman hayati dan non hayati serta memiliki nilai-

nilai ilmiah, ekonomi dan kemanusiaan. Sebelum diputuskan pendayagunaannya,

mutlak perlu diidentifikasi keanekaragaman manfaatnya oleh suatu tim

multidisiplin terpadu dan lintas sektoral. Mengingat bahwa kawasan karst

merupakan kawasan yang perlu dilindungi, karena mempunyai fenomena alam

yang unik dan langka serta mempunyai nilai yang penting bagi keberlangsungan

kehidupan dan ekosistem.

Setiap usaha penambangan suatu kawasan karst akan merusak sebagian

atau seluruh sumber daya alam tersebut. Sebaliknya, pendayagunaan kawasan

karst secara arif dan bijak, seperti menjadikan kawasan karst sebagai lahan hutan

produksi atau mengembangkan beberapa goa-goa indah sebagai obyek wisata

alam, adalah usaha yang sifatnya berkelanjutan. Hal tersebut dapat terwujud,

apabila persyaratan ketat dalam mendayagunakan kawasan karst dipenuhi, yaitu

pengelolaan secara profesional, berwawasan lingkungan, dan berlandaskan

kemasyarakatan.

Semenjak bergulirnya otonomi daerah, ada kecenderungan untuk beramai-

ramai mengembangkan obyek wisata alam. Padahal identifikasi, pengembangan,

pengelolaan, pemeliharaan dan pemasaran suatu obyek wisata alam, wajib

berlandaskan pendekatan secara holistik dan multidisipliner. Kelangkaan sumber

1
daya manusia untuk menangani obyek wisata alam, serta tidak adanya pengertian

akan pentingnya masyarakat setempat dilibatkan sejak dini sebagai mitra, pada

umumnya akan berakibat fatal bagi sumber daya alam yang dikelola. Akibatnya,

terjadi salah kelola, pencemaran lingkungan, perusakan alam, ketidaktersediaan

pemandu wisata atau pengelola yang profesional dan banyak kendala lainnya. Hal

ini diperparah, bila yang dikembangkan untuk tujuan wisata ialah kawasan karst

dan goa-goa yang sensitif terhadap pencemaran, jika sekali rusak tidak akan dapat

diperbaiki atau diperbaharui. Mengingat ekosistem karst adalah ekosistem

dinamis tetapi sangat peka dan rentan terhadap perubahan dari lingkungan luar.

Secara umum yang terjadi di Indonesia, kawasan karst dengan goa-goa

yang indah dan menawan, hanya dilihat dari segi ekonomisnya saja. Goa-goa

yang ada dibuka secara umum dengan harapan cepat mendatangkan keuntungan

bagi pemerintah daerah tanpa melihat aspek yang lain. Itu sebabnya hingga kini,

banyak goa-goa yang dibuka secara umum telah rusak lingkungannya, baik

eksteriornya, maupun interiornya. Goa yang rusak tidak mungkin diperbaiki atau

direhabilitasi lagi. Akhirnya, kualitas goa tersebut menurun dan berakibat semakin

lama jumlah wisatawan yang datang semakin berkurang.

Proses pendayagunaan kawasan karst menjadi obyek wisata alam tidaklah

mudah. Berbeda dengan kawasan bukan karst, manajemen wisata karst

membutuhkan perencanaan yang matang, keterampilan yang tinggi dan

pengetahuan mendalam tentang cara bagaimana mendayagunakan bentukan alam

karst secara optimal tanpa mencemarinya (Ko, 1999;2). Pengelolaan wisata karst

harus melibatkan berbagai pihak yang berkompeten di bidangnya. Selain

pemerintah daerah dan masyarakat setempat, pengelolaan wisata karst sebaiknya

2
juga turut melibatkan lembaga yang kompeten di bidang karst (karstologi, cave

tourism, hidrologi karst, dll). Kemitraan dalam pengelolaan wisata karst dengan

melibatkan beberapa stakeholder, dapat mewujudkan pembangunan pariwisata

karst yang sifatnya berkelanjutan dan tercapainya kesejahteraan sosial.

Melihat hal tersebut maka penulis menjadikan ”Kemitraan dalam

Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci” (Studi tentang

Pembangunan Berkelanjutan Kawasan Karst), sebagai judul dalam penelitian

ini. Pemilihan judul didasarkan pada dua pertimbangan. Pertimbangan pertama

adalah pertimbangan praktis yang berkaitan dengan kesulitan-kesulitan dan

kemudahan-kemudahan yang menghambat atau memperlancar penelitian. Sesuai

analisis KUWAT, peneliti melihat adanya kesempatan, biaya, waktu serta alat-alat

dan tenaga yang dibutuhkan untuk mendukung penyelesaian penelitian. Untuk

pertimbangan yang kedua adalah pertimbangan teoritis. Berdasarkan

pertimbangan teoritis ini, sebuah judul penelitian harus memenuhi syarat-syarat

seperti :

1. Relevansi dengan Ilmu Sosiatri (Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan)

Penelitian ini masih mempunyai hubungan yang relevan dengan Ilmu

Sosiatri, karena secara teoritis berkaitan dengan pembangunan sosial dan

usaha kesejahteraan sosial. Kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci merupakan bagian dari usaha pembangunan

sosial agar tercapai kesejahteraan sosial melalui pengembangan pariwisata

yang sifatnya berkelanjutan. Kemitraan terkait pengelolaan obyek wisata

dalam penelitian ini merupakan bagian dari pembangunan sosial yang

menjadi obyek kajian Ilmu Sosiatri. Ilmu Sosiatri mempelajari hubungan

3
antara manusia yang satu dengan yang lain, atau kelompok manusia yang

satu dengan kelompok manusia yang lain dalam rangka pembangunan

masyarakat. Konsep dasar pembangunan masyarakat menurut pandangan

(perspektif) Ilmu Sosiatri adalah ”suatu usaha atau upaya manusia untuk

menciptakan hubungan yang seimbang antara kebutuhan hidup manusia

(needs) dengan sumber-sumber kebutuhan (resources) yang terdapat di

suatu daerah, sehingga tercapai kesejahteraan penuh (fisik, mental dan

sosial) bagi setiap warga masyarakat, baik secara keseluruhan maupun

sejahtera secara perseorangan” (Winarni, dalam Sunartiningsih 2000;31).

Berdasarkan pembahasan tentang Ilmu Sosiatri tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

berlandaskan kemitraan merupakan usaha dalam pembangunan sosial

melalui pengembangan pariwisata agar tercipta hubungan timbal balik,

saling menguntungkan yang terjalin berdasarkan kepedulian, kesetaraan

dan kebersamaan yang sinergis dan terwujudnya kesejahteraan sosial.

2. Orisinalitas

Sebuah penelitian dapat dikatakan orisinil atau asli jika penelitian tersebut

belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu, namun apabila sebelumnya

pernah diteliti maka dapat ditunjukkan perbedaanya dari penelitian

terdahulu. Penelitian yang mengangkat tema ”pengelolaan wisata”

memang telah banyak dilakukan. Tetapi, penelitian dengan tema

”pengelolaan wisata minat khusus karst” masih sangat jarang. Satu-

satunya referensi yang ada tentang wisata karst yang peneliti jumpai ialah

dari makalah-makalah seminar R.K.T Ko (ahli karst Indonesia dan Cave

4
Tourisme). Untuk penelitian lain yang berkaitan dengan wisata karst lebih

banyak membahas tentang studi perilaku pengunjung obyek wisata karst,

serta analisis strategi dan potensi wisata minat khusus karst. Seperti pada

penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyono (1986), menyangkut studi

perilaku pengunjung obyek wisata Gua Terawang dan Gua Kidang di Jawa

Tengah. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Wulan (2009), yang

memiliki fokus penelitian pada hal analisis potensi obyek wisata alam gua

di Kabupaten Gunung Kidul. Penelitian Wijayasa, dkk (2009),

menyangkut pengembangan pariwisata gua di Bali dengan fokus penelitian

pada potensi gua sebagai obyek wisata alam. Begitu juga telaah mengenai

pembangunan berkelanjutan kawasan karst yang masih didominasi dari

sudut pandang ilmu eksakta (Geografi, Geologi, dan lain sebagainya).

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh You, dkk (2011), dengan

fokus penelitian pada evaluasi wisata lingkungan di kawasan karst Xinwen

Geological Park (Cina). Serta tulisan Nugroho (2011), yang banyak

membahas mengenai ekowisata dan pembangunan berkelanjutan dengan

studi kasus pada taman – taman nasional di Indonesia. Untuk penelitian

yang membahas tentang kemitraan dalam pariwisata, lebih banyak

dilakukan pada obyek wisata alam selain karst dan gua. Seperti pada tesis

yang ditulis oleh Rudana (2009), yang mengkaji kebijakan kemitraan

pariwisata alam di taman nasional Bali Barat. Serta tesis yang ditulis oleh

Wahyudi (2010), yang lebih mengulas kajian kerja sama lintas daerah

dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata dataran tinggi

Dieng. Selain itu, disertasi yang ditulis oleh Kassa (2009), yang memiliki

5
fokus penelitian pada konsep Co-Management untuk melestarikan Taman

Nasional Lore Lindu. Melihat hal tersebut di atas jelas bahwa topik

permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini adalah

menjelaskan mengenai pembangunan berkelanjutan kawasan karst dengan

menelaah dari sudut pandang kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst, hal permasalahan ini masih belum dikaji oleh peneliti

– peneliti sebelumnya.

3. Aktualitas

Faktor aktualitas yang menjadikan judul Kemitraan dalam Pengelolaan

Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci (Studi tentang Pembangunan

Berkelanjutan Kawasan Karst) dipilih, karena masalah pengelolaan obyek

wisata yang dilakukan secara kemitraan guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan di kawasan karst merupakan fenomena yang baru dalam

dunia pembangunan pariwisata di Indonesia. Hal ini sejalan dengan trend

wisatawan yang beralih minat dari obyek wisata umum ke obyek wisata

alam dan minat khusus. Adanya peralihan minat wisatawan tersebut

membuat daerah – daerah yang dulunya tidak dilirik oleh investor

pariwisata, saat ini mulai dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata

baru, termasuk kawasan karst. Diharapkan dengan adanya investor yang

mendanai dan upaya kerja keras pemerintah daerah dalam

mengembangkan potensi daerahnya melalui pembangunan pariwisata

dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Salah satunya

yang sedang dilakukan pemerintah daerah Gunung Kidul. Pada tahun 2010

yang lalu, pengembangan wisata minat khusus karst menjadi salah satu

6
prioritas penggarapan obyek wisata yang dilakukan oleh pemerintah

daerah Gunung Kidul dan menjadikannya wisata andalan pemerintah

daerah setempat.

B. Latar Belakang Masalah

Upaya pembangunan yang terjadi selama ini dengan berbagai model dan

bentuknya, pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Pembangunan dianggap sebagai “pemecah” terhadap berbagai

macam masalah sosial yang muncul dalam masyarakat. Seperti yang kita ketahui,

bahwa pembangunan di Indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan

dalam UUD 1945, di antaranya tujuan negara Indonesia ialah untuk melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia (UUD 1945 Republik Indonesia Pembukaan Alinea IV).

Pembangunan nasional merupakan cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan

bangsa, dapat berupa pembangunan aspek fisik, sosial, budaya, ekonomi,

pertahanan keamanan, dan dapat pula berupa pembangunan ideologi (Adi,

2008;44).

Seperti yang kita ketahui, negara Indonesia memiliki sumber daya alam

yang melimpah dan tersebar di berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke.

Dengan kekayaan SDA yang kita miliki seharusnya dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui pembangunan. Namun ternyata, hal

itu tidak terjadi. Kesejahteraan hanya dirasakan oleh sekelompok masyarakat saja.

Pembangunan yang ada ternyata hampir-hampir tidak bermakna bagi mereka yang

7
berada di bawah garis kemiskinan. Paradigma pembangunan dengan pemanfaatan

sumber daya alam yang ada masih bersifat konvensional 1.

Pemanfaatan sumber daya alam sebagai upaya pembangunan hanya

mengejar nilai ekonomi semata saja, tanpa memperhatikan nilai lainnya seperti

lingkungan dan sosial. Akibatnya tidak mengherankan, jika dalam pelaksanaannya

menimbulkan konflik dan masalah baru. Seperti yang terjadi pada kasus Teluk

Buyat (Newmont), Freeport, maupun lumpur Lapindo 2. Untuk itu dibutuhkan

suatu model pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya mementingkan aspek

ekonomi semata saja, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan. Semenjak

diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat serta peningkatan daya saing daerah (UU No.32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Desa). Sejalan dengan munculnya kebijakan otonomi daerah, sikap

masyarakat dan berbagai kalangan yang menaruh perhatian pada pengelolaan

sumber daya alam di Indonesia turut berubah, termasuk dalam mengelola kawasan

karst dalam konteks pembangunan.

20% luas wilayah Indonesia ialah kawasan karst (HIKESPI, 2004).

Tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Antara lain, kawasan karst Gunung

Sewu, karst Maros, Cibinong, Gresik, Tuban, Nusakambangan, Tonasa, Padang,

Gombong, Papua, Aceh, dlsb. Kawasan karst merupakan kawasan yang terbentuk

1
Konvensional disini dimaksudkan eksploitasi
2
Pemanfaatan SDA pada kasus Newmont, Freeport, maupun Lapindo menimbulkan konflik dan
masalah. Permasalahan yang terjadi tidak hanya pada aspek lingkungan saja, tetapi juga pada
aspek sosial.

8
dari proses pelarutan batuan kapur, dengan demikian karst merupakan sumber

daya alam yang tidak terbarukan dan mudah rusak. Sekali rusak kawasan karst

tidak dapat pulih kembali dan rentan terhadap pencemaran 3.

“Kerusakan salah satu bagian kecil kawasan karst, misalnya akibat


melebarkan lubang masuk ke dalam goa, dapat menyebabkan terusiknya
ekosistem di dalam goa tersebut oleh perubahan derajat kelembaban dan
suhu udara endokarst. Membabat habis vegetasi eksokarst atau
menggali batugamping untuk bahan tambang, bisa berakibat
mengeringnya sumber-sumber air karst” (Ko, 2003).

Gambar 1.1 Sebaran Kawasan Karst di Indonesia

=Karst Area

Sumber: HIKESPI (2006), Known Karst Areas of Indonesian

Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika kawasan karst dinyatakan bersifat

fragil, peka, dan mudah rusak. Di balik kerentanannya tersebut, kawasan karst

memiliki nilai-nilai strategis, antara lain nilai ekonomi, nilai ekologi,

kemanusiaan, estetika, dan nilai ilmiah. Kawasan karst juga banyak memiliki

fungsi, yaitu fungsi ekologi (goa-goanya merupakan habitat hewan terbang yang

memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi, seperti burung

walet, burung sriti, kelelawar), fungsi sosiobudaya (merupakan lokasi pemukiman

dengan penduduk yang memiliki tradisi, legenda, kepercayaan yang melekat pada

lokasi tersebut), dan fungsi pendidikan (dalam bidang arkeologi, paleontologi,

vegetasi endemis, karstologi, speleologi, konservasi, hidrologi, ilmu pariwisata,

3
Kawasan karst mudah tercemar, mengingat kawasan karst merupakan sumber air bawah tanah

9
dll). Kawasan karst juga merupakan pemasok dan tandon air untuk keperluan

domestik dengan sungai-sungai bawah tanahnya. PBB memperkirakan persediaan

air sekitar 25% penduduk dunia merupakan sumber air karst (Ko, 1997). Dengan

melihat fakta ini kawasan karst dengan sungai-sungai bawah tanahnya memiliki

peranan yang sangat penting untuk kehidupan manusia di masa sekarang maupun

di masa yang akan datang.

Salah satu potensi kawasan karst yang bernilai ekonomi ialah sebagai

bahan tambang (semen) dan pariwisata. Bila tidak berlandaskan kesadaran dan

pengertian, bahwa kawasan karst juga memiliki banyak nilai non-tambang, maka

pada umumnya kawasan karst dieksploitasi secara berlebihan dari segi

pertambangan saja. Hal ini sering terjadi di Indonesia, seperti contoh kasus

pendirian pabrik semen di daerah Sukolilo. Pada kasus tersebut kajian AMDAL

(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang notabene dibuat oleh sebuah

perguruan tinggi negeri terkemuka di Jawa Tengah, tidak mempertimbangkan

potensi hidrologi karst sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan AMDAL.

Hasil kajian AMDAL tersebut diragukan oleh masyarakat, akademisi, peneliti,

LSM, dan para penggiat penelusur gua yang lebih memahami karakteristik

kawasan karst dan gua.

“Masyarakat dan LSM menolak rencana dengan investasi Rp. 5 triliyun


tersebut karena dikhawatirkan mengancam mata pencaharian petani
akibat terganggunya pasokan air ke lahan persawahan”(Rahmadi,
2011).

“Ada ketidakwajaran dalam proses penyusunan izin eksploitasi saat


penelitian analisis dampak lingkungan (amdal) dalam pendirian pabrik
PT Semen Gresik di Sukolilo, Pati, Jawa Tengah…” (Pernyataan Sony
Keraf selaku mantan menteri Lingkungan Hidup dalam menanggapi
pendirian pabrik PT Semen Gresik dalam Koran Tempo, 2008).

10
Selain kasus di atas banyak kawasan karst di Indonesia, penduduk lokal

maupun pihak investor yang bermodal mengeksploitasi kawasan karst sebagai

lahan tambang, seperti karst Tuban, Nusakambangan, Gombong Selatan, Gresik,

Cibinong, dll. Hal ini menyebabkan degradasi lingkungan karst yang parah.

Vegetasi karst lenyap ditebang dan dijadikan bahan bakar dalam proses

pembakaran batu kapur. Kawasan karst menjadi gersang dan tandus. Sumber–

sumber air karst berkurang debitnya dan banyak yang tercemar. Sehingga lahan

pertanian di sekitar penambangan kekurangan air. Nilai-nilai tinggi non-tambang

kawasan karst tidak diperhatikan dan dipedulikan. Seakan-akan penambangan

kawasan karst merupakan satu-satunya alternatif untuk meningkatkan pendapatan

daerah. Masyarakat sekitar yang tidak memiliki modal hanya bekerja sebagai

buruh tambang dengan pendapatan yang relatif kecil. Pemanfaatan kawasan karst

melalui penambangan selain merusak lingkungan karst juga berdampak negatif

pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar penambangan 4.

Begitu juga pemanfaatan potensi kawasan karst melalui pariwisata. Selama

ini pemanfaatan kawasan karst sebagai pariwisata hanya mengejar keuntungan

ekonomi semata, tanpa memperhatikan aspek lingkungan kawasan karst. Gua-gua

yang indah dibuka untuk kunjungan umum, dengan harapan dapat meningkatkan

pendapatan daerah. Pada umumnya gua di Indonesia dikembangkan secara

berlebihan, dengan menonjolkan karya manusia sebagai pesaing dari karya Sang

Pencipta. Keindahan alamiah terkesan disaingi struktur buatan manusia. Hal ini

menyebabkan ketidakserasian antara alam asli yang indah dengan alam buatan

4
Sebagian besar masyarakat yang bermukim di kawasan karst bermata pencaharian sebagai petani.
Jika karst rusak maka sumber air yang digunakan masyarakat untuk pertanian dan memenuhi
kebutuhan hidup juga akan turut berkurang. Dengan demikian masyarakat akan kekurangan air
dan terpaksa membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

11
yang membosankan. Interior di dalam gua diberikan penerangan, dan dibangun

jalan setapak untuk memudahkan pengunjung. Akibatnya “kecantikan” ornamen

gua mengalami penurunan kualitas.

Seperti yang terjadi pada Gua Jatijajar (Gombong) dan Gua Gong

(Pacitan). Pada gua gong yang merupakan termasuk gua paling indah (dihiasi

berbagai macam bentuk speleotem gua), ornamen gua tidak berkembang lagi dan

banyak ditumbuhi lumut. Di beberapa tempat banyak dijumpai ornamen patah

karena tangan jahil pengunjung yang tidak diawasi petugas setempat. Hal

semacam itu terjadi juga pada Gua Jatijajar. Akibatnya jumlah wisatawan yang

datang ke gua tersebut terus mengalami penurunan 5. Hal ini disebabkan jika gua

yang indah tersebut rusak, tidak akan dapat diperbaiki kembali. Kualitas gua

menurun, dengan akibat gua tersebut semakin lama semakin kurang dikunjungi

wisatawan. Pemerintah daerah hanya mengejar pendapatan asli daerah (PAD),

tanpa menghiraukan betapa pentingnya mempersiapkan SDM yang memadai

khususnya masyarakat lokal. Akibatnya masyarakat lokal tidak berkembang dan

tersingkir dalam hal ekonomi 6.

Untuk menghindari terulangnya kasus di atas mutlak kiranya perlu

dilaksanakan secara intensif, usaha identifikasi aneka nilai yang dimiliki kawasan

karst, secara holistik, interdisplin dan multidisplin, lintas sektoral terpadu,

sebelum pihak manapun mendayagunakan sumberdaya alam yang tidak dapat

diperbarui dan tidak dapat diperbaiki ini. Termasuk mendayagunakan kawasan

5
Peneliti pernah berkunjung ke Gua Gong (dalam rangka penyusunan rancangan SKKNI
kepemanduan wisata penelusuran gua bersama Kementerian Pariwisata pada tahun 2009), dan Gua
Jatijar maupun Gua Petruk (dalam rangka mengikuti kursus Instruktur HIKESPI 2008).
6
Seperti yang terjadi pada obyek wisata Gua Petruk. Penduduk lokal (dusun Mandayana)
tersingkirkan oleh para pendatang (desa Jatijajar) yang membuka kios-kios di sekitar obyek wisata
Gua Petruk.

12
karst dalam konteks pembangunan. Pada beberapa Negara, pemanfaatan dan

pengelolaan kawasan karst untuk pembangunan berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan sudah terpola dengan baik dan jelas. Perwujudan dari pemikiran itu itu

diimplementasikan ke dalam tata guna dan tata ruang kawasan karst yang

dibangun berdasarkan pendekatan partisipatif. Oleh sebab itu setiap daerah yang

memiliki kawasan karst dan mendayagunakannya untuk pembangunan di daerah

tersebut, perlu kiranya mengidentifikasi nilai dan potensi yang dimiliki kawasan

karst di daerah tersebut, serta melibatkan masyarakat. Agar nantinya pemanfaatan

yang ada tepat sasaran dan tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, sosial,

maupun lingkungan. Salah satu daerah yang memanfaatkan kawasan karst dalam

pembangunan daerahnya adalah Kabupaten Gunung Kidul.

Pemanfaatan kawasan karst di Kabupaten Gunung Kidul masih didominasi

pemanfaatan karst sebagai bahan tambang. Hal ini dapat dijumpai di beberapa

kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, yang banyak terdapat areal penambangan

batu kapur, baik yang memiliki ijin penambangan maupun yang sifatnya

penambangan liar. Hal ini membuat kawasan karst Gunung Kidul terancam

keberadaannya. Padahal jika dilihat berdasarkan hasil Keputusan Menteri Energi

Sumber Daya dan Mineral No.1456K/20/MEM/2000 tentang Pedoman

Pengelolaan Kawasan karst, kawasan karst di Gunung Kidul termasuk kawasan

karst kelas 1 dan 2.

“Karst Kelas 1 merupakan kawasan lindung sumberdaya alam (Pasal


13) yang tidak diperbolehkan ada kegiatan penambangan (Pasal 14,
ayat 1)). Karst kelas 2 berdasarkan Pasal 12 ayat 2 memiliki fungsi
pengimbuh air bawah tanah (Huruf a) dan mempunyai jaringan lorong
gua yang kering dan mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif (Huruf
b). Kawasan ini dapat dilakukan penambangan dan kegiatan lain dengan
studi lingkungan”.

13
Gambar 1.2 Aktivitas Penambangan Batu Gamping di Kawasan Karst
Gunung Sewu

Sumber: Dokumentasi pribadi (2007)

Keputusan Menteri ESDM No. 1456K/20/MEM/2000 (tentang pedoman

pengelolaan kawasan karst) dalam implementasinya tidak sesuai dengan kondisi

di lapangan, namun yang terjadi aktivitas penambangan di Kabupaten Gunung

Kidul semakin tidak terkendali. Menurut Santosa (2006;87-97), dan Dinas

Perekonomian Sub Dinas Pertambangan Kabupaten Gunung Kidul (2005),

terdapat setidaknya 68 penambang rakyat berijin dan 5 perusahaan besar yang

melakukan aktivitas penambangan kawasan karst di Kabupaten Gunung Kidul,

dengan masing-masing luas lahan tambang rata-rata 1.000 m² tiap penambangnya.

Sementara jumlah penambangan yang tidak memiliki surat ijin (liar), tidak

diketahui berapa jumlahnya. Alasan klasik para penambang yakni terkait masalah

ekonomi dan lapangan pekerjaan yang minim di Kabupaten Gunung Kidul. Jika

pola pembangunan dengan memanfaatkan kawasan karst seperti ini terus menerus

dibiarkan tanpa adanya solusi, maka dapat dipastikan kawasan karst di Gunung

Kidul beberapa tahun ke depan akan habis dan tidak dapat dinikmati oleh generasi

yang akan datang.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, kawasan karst merupakan

sumber air. Menurut Adji (dalam Fakultas Geografi UGM-Biro Bina Lingkungan

14
Hidup Propinsi DIY;1997), MacDonald & Partners (1982), dan Suryono (2006),

kawasan karst di Gunung Kidul memiliki sistem sungai bawah tanah besar

(Sistem Baron dengan debit air 6.700-8.200 lt/detik) yang terdiri dari 3 sub sistem

sungai bawah tanah, yakni sub sistem Bribin (1.500 lt/detik), sub sistem Kali Suci

(Gua Suci 160 lt/detik, Buri Omah 390 lt/detik Gua Grubug 680 lt/detik), dan sub

sistem Buh putih (25 liter/detik). Ketiga sub sistem tersebut dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan air di 86 desa dan 452 dusun di Kabupaten Gunung Kidul.

Ketiga Sub sistem sungai bawah tanah tersebut mulai terancam keberadaannya

akibat adanya aktivitas penambangan di sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan

suatu pola pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk memanfaatkan

kawasan karst sebagai bagian dari pembangunan daerah. Salah satunya

mengembangkan pariwisata di kawasan karst Gunung Kidul dengan prinsip

pembangunan berkelanjutan. Agar nantinya pembangunan yang memanfaatkan

kawasan karst di Kabupaten Gunung Kidul dapat digunakan dalam pembangunan

jangka panjang.

Kabupaten Gunung Kidul sebagian besar wilayahnya ialah kawasan karst 7.

Kawasan karst Gunung Kidul merupakan bagian dari kawasan karst Gunung

Sewu yang bentangnya meliputi wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Wonogiri

hingga Pacitan dan telah diusulkan oleh International Union of Speleology masuk

ke dalam salah satu warisan alam dunia 8. Bentang alam kawasan karst Gunung

Kidul sangat unik, hal tersebut dicirikan dengan adanya fenomena eksokarst

(permukaan) dan endokarst (bawah permukaan). Fenomena eksokarst meliputi,

7
Luas wilayah kawasan karst Kabupaten Gunung Kidul mencapai 13.000 km².
8
International Union of Speleology(IUS) ialah lembaga internasional yang bergerak pada bidang
speleologi dan terdaftar menjadi anggota UNESCO pada tahun 1984. Pada tahun 1993 IUS
mengusulkan kawasan karst Gunung Sewu sebagai bagian dari warisan dunia karena keunikannya.

15
perbukitan karst, lembah karst, dan telaga karst. Sedangkan fenomena endokarst

meliputi, goa-goa karst dan sistem sungai bawah tanah.

Keunggulan tersebut menjadi modal yang besar bagi Kabupaten Gunung

Kidul untuk mengembangkan pariwisata melalui pengelolaan potensi daerah

dengan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan. Sehingga pada tanggal 6

Desember 2004 di Kabupaten Gunungkidul Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

mencanangkan wilayah Gunung Sewu dan Gombong Selatan sebagai kawasan

Eko karst yang memiliki keunikan serta nilai ilmiah tinggi 9. Pencanangan Gunung

Sewu sebagai kawasan eko karst, merupakan tantangan sekaligus peluang bagi

pemerintah daerah kabupaten Gunung Kidul untuk mengelola kawasan karstnya

terutama dalam bidang pariwisata karst.

Sistem sungai bawah tanah Kali Suci merupakan salah satu obyek wisata

karst di Kabupaten Gunung Kidul yang telah dikelola. Kali Suci sebagai obyek

wisata memiliki potensi yang cukup unik dibanding daerah wisata lain, khususnya

di Indonesia. Terletak di Dusun Jetis, Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu,

Kabupaten Gunungkidul, Kali Suci merupakan sistem sungai bawah tanah dimana

di dalamnya terdapat banyak ornamen-ornamen goa yang indah dan menarik. Para

wisatawan yang berkunjung disuguhi atraksi wisata berupa Cave Tubing,

penelusuran gua horisontal maupun vertikal, dengan didampingi pemandu lokal

yang sudah terlatih 10. Pada pengelolaannya, obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci melibatkan masyarakat lokal sejak awal. Hal ini menjadi menarik untuk

dikaji dimana pengelolaan yang terjadi berdasarkan prinsip kemitraan adalah hal

yang baru dalam pengelolaan wisata minat khusus karst di Kabupaten Gunung

9
http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/message/20432 (diakses pada tanggal 15 Januari
2011).
10
Cave Tubing ialah penelusuran sungai bawah tanah dengan menggunakan ban dalam.

16
Kidul. Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang dijalankan

secara kemitraan (antara pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan pihak

investor), dapat menjadi model alternatif bagi daerah lainnya yang memiliki

kawasan karst dan memanfaatkannya sebagai pembangunan daerah. Kemitraan

dalam hal ini menjadi penting, mengingat selama ini pembangunan yang

dilakukan di kawasan karst hanya menjadikan masyarakat lokal sebagai obyek

pembangunan saja. Dengan adanya kemitraan dalam pembangunan di kawasan

karst diharapakan masyarakat juga berperan aktif, sehingga hasil pembangunan

dapat dirasakan juga oleh masyarakat lokal kawasan karst suatu daerah. Dengan

begitu potret buram kemiskinan masyarakat kawasan karst selama ini dapat

ditanggulangi.

Guna melihat lebih mendalam dan spesifik tentang fenomena yang terjadi

dalam proses pengelolaan pariwisata sebagai bagian dari pembangunan

berkelanjutan kawasan karst, maka dipilihlah kemitraan dalam pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci sebagai bahan studi. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat menjadi sebuah potret harapan atas reorientasi pembangunan di

kawasan karst, terutama terkait hal pembangunan pariwisata karst dalam rangka

terciptanya pembangunan berkelanjutan di kawasan karst. Harapannya

pemanfaatan kawasan karst sebagai bagian dari pembangunan, ke depannya

memiliki prinsip berkelanjutan dan berdampak positif terhadap aspek lingkungan,

ekonomi, dan sosial. Sehingga kawasan karst dan sejuta pesonanya tidak hanya

dapat dinikmati generasi saat ini saja, tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi

yang akan datang. Mengingat kawasan karst di Indonesia mulai lenyap satu per

satu akibat aktivitas penambangan.

17
C. Rumusan Masalah

“Masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia


untuk memecahkannya. Masalah harus dapat dirasakan sebagai
suatu rintangan yang mesti dilalui dengan jalan mengatasinya
apabila kita akan berjalan terus” (Surachmad, 1987).

Sedangkan menurut Nawawi (1983;41), masalah muncul karena tidak

terdapatnya keseimbangan antara harapan yang didasarkan teori dengan

kenyataan-kenyataan yang ada, sehingga menimbulkan keingintahuan untuk

mengatasinya. Masalah adalah suatu tantangan yang menggerakkan manusia,

khususnya peneliti untuk mencari pemecahannya.

Dari dua definisi masalah tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah

adalah suatu tantangan atau rintangan yang harus dilalui oleh manusia atau

peneliti dengan cara mencari jalan pemecahannya untuk menuntaskan atau

menjawab keingintahuannya tentang apa yang menyebabkan dan bagaimana jalan

keluarnya.

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka untuk

mempermudah penganalisaan lebih lanjut, peneliti merumuskan masalah yang ada

sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk-bentuk kemitraan dan peran yang terjalin antar

berbagai stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci Gunung Kidul?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menghambat dalam

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci Gunung Kidul

selama ini?

18
3. Apakah pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

merupakan upaya pembangunan kawasan karst yang sifatnya

berkelanjutan selama ini?

D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian pada dasarnya dilaksanakan untuk memecahkan masalah.

Penentuan tujuan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan

mempunyai arah yang jelas dan sistematis. Tujuan penelitian merupakan jawaban

atas masalah-masalah yang telah dirumuskan.

Tujuan penelitian ini adalah :

- Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk-bentuk kemitraan dalam

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung Kidul,

- Untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran masing-masing stakeholder

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung

Kidul,

- Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan

penghambat dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci, Gunung Kidul.

- Untuk menganalisis dan mengetahui pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci merupakan upaya pembangunan kawasan karst

yang sifatnya berkelanjutan.

19
E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai referensi bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan

daerahnya melalui pariwisata kawasan karst dengan prinsip pembangunan

berkelanjutan.

2. Sebagai referensi penelitian berikutnya terkait dengan penelitian

pariwisata dan pembangunan berkelanjutan kawasan karst.

3. Untuk melengkapi penelitian yang telah ada dan memperkaya penelitian

mengenai pengelolaan wisata minat khusus karst berlandaskan kemitraan.

4. Untuk ikut serta dalam upaya mencari alternatif pemecahan masalah yang

terjadi selama ini mengenai pemanfaatan kawasan karst melalui pariwisata

sebagai bagian dari pembangunan.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka yang bertujuan untuk

memperoleh data yang diperlukan dan mendukung analisis data. Tinjauan pustaka

diambil dari buku-buku serta sumber lain yang berhubungan dengan topik

penelitian.

Tinjauan pustaka dapat digunakan dalam suatu penelitian karena dalam

situasi-situasi tertentu, tinjauan pustaka dapat menjadi bagian yang sama penting

dalam menemukan data, seperti juga kegiatan lapangan (Glaser dan Strauss,

dalam Poerwandari, 2001:39).

Untuk mempermudah dalam menjawab rumusan masalah pada penelitian

ini, maka dalam paparan tinjauan pustaka dibahas tentang: kemitraan (meliputi

konsep kemitraan secara umum, kemitraan dalam pariwisata), pengelolaan

20
kawasan karst (meliputi kawasan karst, pengelolaan wisata, dan pengelolaan

wisata kawasan karst), dan pembangunan kawasan karst (permasalahan

pembangunan kawasan karst selama ini, dan pembangunan berkelanjutan kawasan

karst). Adapun penjelasan mengenai tinjauan pustaka tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Kemitraan

a. Konsep Kemitraan Secara Umum

Negara dalam rangka menciptakan good governance, hendaknya mampu

mendekatkan antara pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Pemerintah

hendaknya menyerahkan sebagian dari kekuasaannya kepada swasta dan

masyarakat, sehingga keduanya dapat mengambil porsi yang tepat dalam

pembangunan. Model kemitraan merupakan suatu pola dalam pelaksanaan

pembangunan nasional, yakni dengan cara memberikan peran yang setara kepada

tiga pilar pembangunan, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah

dalam hal ini sudah lebih transparan dan mengembangkan kepemimpinan yang

partisipatif. Swasta hendaknya mampu memberikan kontribusi dalam memberikan

sumber dana untuk melaksanakan pembangunan bersama pemerintah dan

masyarakat. Sedangkan masyarakat hendaknya mampu memanfaatkan peluang

untuk memberikan peran aktif melalui partisipasi yang koheren.

Kemitraan dilihat dari perspektif etimologis dari kata partnership, dan

berasal dari akar kata partner. Partner dapat diterjemahkan “pasangan, jodoh,

sekutu atau kompanyon”. Sedangkan partnership diterjemahkan menjadi

persekutuan atau perkongsian. Bertolak dari sini, maka kemitraan dapat dimaknai

sebagai,

21
“Suatu bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu
ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan, dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu, atau tujuan
tertentu, sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik” (Sulistyani, 2004;129).

Definisi lain menyebutkan kemitraan (partnership) merupakan hubungan

kerjasama yang terjadi antara civil society, pemerintah dan atau swasta dalam

rangka mencapai suatu tujuan yang didasarkan pada prinsip kepercayaan,

kesetaraan dan kemandirian (Sumarto, 2004;18).

Bertolak dari pengertian di atas, maka kemitraan dapat terbentuk apabila

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Ada dua pihak atau lebih.

b) Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan.

c) Ada kesepakatan.

d) Saling membutuhkan.

Tujuan terjadinya suatu kemitraan adalah untuk mencapai hasil yang lebih

baik, dengan saling memberikan manfaat antar pihak yang bermitra. Dengan

demikian kemitraan hendaknya memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang

bermitra, dan bukan sebaliknya ada satu pihak yang dirugikan atau merugikan.

Untuk terjadinya sebuah kemitraan yang kuat dan saling menguntungkan serta

memperbesar manfaat, memerlukan komitmen yang seimbang antara yang satu

dengan yang lainnya.

Kemitraan dapat dilakukan secara informal maupun formal. Kemitraan

informal yaitu bentuk kemitraan yang tidak didasarkan pada aturan atau

formalitas. Kesepakatan didasarkan pada proses hubungan informal untuk saling

pengertian, saling memahami dan saling menguntungkan. Biasanya nilai yang

menyertai adalah norma dan etika bisnis. Sedang kemitraan formal yaitu

22
hubungan kemitraan yang didasarkan pada aturan formal yang telah disepakati

oleh pihak yang terlibat. Kesepakatan secara tertulis memuat hak dan kewajiban

masing-masing pihak dan bersifat mengikat.

Strategi kemitraan harus mengandung makna adanya kerjasama,

kesetaraan, kebersamaan, kepedulian dan jaringan kerja yang menumbuh

kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra (Depsos

RI, 2003 dalam Padmiati, 2008). Berdasarkan pengertian tersebut, maka

kemitraan merupakan salah satu bentuk hubungan (relationship) dan kerjasama

(partnership) yang menempatkan yang satu dengan yang lainnya dalam posisi

sejajar atau setara serta saling membutuhkan. Mengacu pada prinsip tersebut,

maka pola kemitraan juga harus mengacu kepada prinsip saling menguntungkan,

bukan sebaliknya, dengan suatu pengertian menjaga agar hubungan tersebut tidak

membebani salah satu atau kedua belah pihak yang sedang bermitra (Jayaputra,

dkk, 2004;5). Kemitraan menurut Sulistiyani (op.cit., h.130) dapat dibedakan

menjadi:

a) Pseudo partnership atau kemitraan semu, merupakan sebuah persekutuan

yang terjadi antara dua pihak atau lebih, namun tidak sesungguhnya

melakukan kerjasama secara seimbang satu dengan yang lainnya. Bahkan

pada satu pihak belum tentu memahami secara benar akan makna sebuah

persekutuan yang dilakukan, dan untuk tujuan apa itu semua dilakukan

serta disepakati. Ada suatu yang unik dalam kemitraan semacam ini,

bahwa kedua belah pihak atau lebih sama-sama merasa penting untuk

melakukan kerjasama, akan tetapi pihak-pihak yang bermitra belum tentu

memahami substansi yang diperjuangkan dan manfaatnya apa. Kemitraan

23
semu semacam ini tampak nyata terjadi pada pola pembangunan yang

dilakukan pada jaman orde baru, yang sering disosialisasikan melalui

slogan “pembangunan dari dan oleh pemerintah untuk rakyat”. Rakyat

yang berposisi sebagai mitra kerja pemerintah sesungguhnya tidak

mengetahui apa makna atas semua itu, walaupun mereka yakin bahwa itu

sangat tidak penting.

b) Mutualism partnership atau kemitraan mutualistik, merupakan

persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek

pentingnya melakukan kemitraan, yaitu untuk saling memberikan manfaat

dan mendapatkan manfaat lebih, sehingga akan dapat mencapai tujuan

secara lebih optimal. Berangkat dari pemahaman akan nilai pentingnya

melakukan kemitraan, dua agen/organisasi atau lebih yang memiliki status

sama atau berbeda, melakukan kerjasama. Manfaat saling silang antara

pihak-pihak yang bekerjasama dapat diperoleh, sehingga memudahkan

masing-masing dalam mewujudkan visi dan misinya, dan sekaligus saling

menunjang satu sama lain.

c) Conjugation partnership atau kemitraan melalui peleburan dan

pengembangan, merupakan sebuah persekutuan antara dua pihak atau

lebih yang sama-sama memiliki kelemahan di dalam melakukan usaha

atau mencapai tujuannya. Dengan melakukan konjugasi, maka dapat

meningkatkan kemampuan masing-masing.

Model kemitraan yang lain dikembangkan berdasar atas azas kehidupan

organisasi pada umumnya, yaitu pada fenomena-fenomena hubungan kerjasama

antar organisasi (Sulistyani, ibid.,h.131) :

24
a) Subordinate Union of partnership, kemitraan yang terjadi antara dua pihak

atau lebih yang memiliki status, kemampuan atau kekuatan yang tidak

seimbang satu sama lain. Dengan demikian hubungan yang tercipta tidak

berada dalam satu garis lurus yang seimbang satu dengan yang lainnya,

melainkan berada pada hubungan atas-bawah, kuat-lemah. Oleh karena

kondisi demikian ini mengakibatkan tidak ada sharing dan peran atau

fungsi yang seimbang.

b) Linear union partnership, kemitraan yang terjadi antara pihak-pihak yang

memiliki persamaan secara relatif. Kesamaan tersebut dapat berupa tujuan

atau misi, besaran/volume usaha atau organisasi, status atau legalitas.

c) Linear collaborative of partnership, kemitraan yang terjadi bukan

berdasarkan kekuatan para pihak yang bermitra, tetapi yang paling utama

ditekankan pada visi-misi yang saling mengisi satu dengan yang lainnya.

Kemitraan menjadi sangat penting, mengingat semakin terbatasnya

kemampuan pemerintah dalam kegiatan pembangunan, adanya pergeseran

paradigma pembangunan yang lebih memberikan peluang bagi tumbuhnya peran

serta masyarakat, LSM/organisasi pada satu sisi, sedangkan pada sisi lain peran

pemerintah semakin dikurangi. Berlakunya otonomi daerah, memiliki

konsekuensi bahwa setiap daerah harus mampu mencari terobosan-terobosan yang

dapat membantu proses pembangunan masyarakat di wilayahnya, sehingga

semakin kecil ketergantungan kepada pemerintah pusat. Misi utama dari

kemitraan adalah membantu memecahkan permasalahan ketimpangan dalam

kesempatan berusaha, ketimpangan pendapatan, dan ketimpangan antar wilayah

yang dibangun atas landasan saling membutuhkan, saling menguntungkan, saling

25
memperkuat dengan fungsi dan tanggung jawab yang sesuai dengan kemampuan

dan proporsi masing-masing pihak yang terlibat. Terjadi pooling of resources atau

penggabungan sumberdaya, sumber dana, sumber informasi untuk mendapatkan

kombinasi terbaik agar memberi nilai tambah (sinergi) dalam kegiatan kemitraan

(Setiawan, 2004;33). Dari penjelasan tersebut, konsep hubungan kemitraan secara

umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.3 : Konsep kemitraan secara umum

Pemerintah

Swasta Masyarakat

Pada gambar konsep hubungan kemitraan di atas, baik pemerintah, swasta,

maupun masyarakat saling terkait satu sama lain. Artinya, masing-masing pihak

saling membutuhkan dan saling mengisi, dengan begitu kekurangan dari satu

pihak diharapkan dapat ditutupi oleh pihak lainnya. Antara pemerintah,

masyarakat, maupun swasta berada pada posisi setara dan saling membutuhkan.

b. Kemitraan dalam Pariwisata

Pola kemitraan sesungguhnya tidak hanya berlaku dalam hubungan-

hubungan ekonomi atau bisnis semata saja, tetapi dapat juga digunakan dalam

pola hubungan dengan bidang lain, seperti pariwisata, lebih khususnya pada

pengelolaan suatu obyek pariwisata. Konsep kemitraan dalam pariwisata

dimaksudkan sebagai bentuk hubungan (relationship) timbal balik, saling

26
menguntungkan yang terjalin berdasarkan kepedulian, kesetaraan dan

kebersamaan yang sinergis antara pemerintah, masyarakat, maupun pihak swasta

dalam pengembangan pariwisata.

Kemitraan dalam pariwisata perlu dikembangkan ke arah pembentukan

kemitraan resmi, antara bebagai pihak yang terlibat dalam sektor publik dan

swasta, guna meningkatkan daya saing suatu obyek wisata. Mengingat Sektor

pariwisata merupakan kegiatan yang sangat kompleks, multi sektor, multi

disiplin, multi produk dan melibatkan banyak pemangku kepentingan

(stakeholders), keberhasilan pembangunannya sangat tergantung kepada

kolaborasi secara sinergis para pemangku kepentingan pariwisata yang ada di

setiap destinasi dalam melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing.

Kemitraan dalam pariwisata tertuang dalam Undang Undang nomor 10

tahun 2009 (tentang Kepariwisataan). Dijelaskan dalam Undang Undang tersebut

sebagai berikut:

“Pariwisata ialah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung


berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah”.

Artinya pariwisata merupakan kegiatan wisata dimana aktivitasnya

melibatkan masyarakat, swasta, dan pemerintah. Konsep kemitraan dalam

pariwisata dapat dilakukan secara kolaborasi antara pemerintah, masyarakat,

maupun pihak swasta dalam berbagai macam hal yang menunjang kegiatan

wisata, termasuk dalam hal pengelolaan obyek wisata. Lingkup kemitraan dapat

berupa perencanaan, penyediaan sarana prasarana obyek wisata, pengembangan

daya tarik obyek wisata, promosi dan pemasaran obyek wisata, pendanaan,

pendidikan dan pelatihan SDM. Setiap stakeholder memiliki potensi, kemampuan

27
dan keunggulan tersendiri, meskipun ukuran, jenis, dan sifatnya berbeda-beda.

Terkait dalam rangka pengelolaan obyek wisata berbasis kemitraan, maka

kebijakan yang dibangun untuk mengolah dan mengelola harus memperhatikan

hak dan kewajiban pada tingkatan individual, komunitas, dan pemerintah atas

dasar prinsip berkelanjutan.

Alasan diadakannya kemitraan dalam pariwisata amat beragam. Salah

satunya yakni bertujuan sebagai bisnis. Birch (2003, dalam Loza, 2004),

memaparkan saat ini kemitraan dalam pariwisata dapat dilihat sebagai cara baru

dalam melakukan bisnis. Komitmen untuk melakukan kerjasama dalam rangka

untuk mengembangkan bisnis bersama-sama dengan mempertahankan

kemampuan, merupakan bisnis yang baik dan dapat mengatasi isu-isu sosial

sekaligus. Pada kasus pariwisata, kemitraan dilakukan dengan tujuan bisnis

dengan harapan ada komitmen yang kuat dari para stakeholder untuk

mengembangkan pariwisata secara bersama-sama. Selain itu diharapkan dengan

adanya kemitraan dalam pariwisata juga dapat mengatasi masalah pengangguran

dan kemiskinan di suatu wilayah.

Selain karena alasan bisnis, terdapat pula beberapa alasan lain yang

mendorong timbulnya kemitraan dalam pariwisata. Pada contoh kasus

pengelolaan kawasan wisata di Kotamadya Surakarta (dalam Kumorotomo,

1999;104), ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Pemda Kodya Surakarta

dalam melakukan kemitraan usaha dengan pihak swasta. Di antaranya ialah

kelangkaan sumber pembiayaan, kelangkaan SDM ahli, peningkatan efisiensi,

alasan politis (upaya pelaksanaan Permendagri No.3 Tahun 1986 tentang

penyertaan modal swasta di dalam urusan-urusan publik). Alasan pendanaan

28
merupakan alasan utama pemerintah daerah melakukan kemitraan dalam

pariwisata. Hal ini disebabkan anggaran pemerintah daerah terkait alokasi

pariwisata terbatas.

Kemitraan yang terjadi dalam pariwisata tidak selamanya berjalan sesuai

harapan. Hambatan-hambatan yang ditemui pada proses berjalannya kemitraan

antara lain, munculnya konflik antar pemangku kepentingan, kemitraan yang

berlangsung tidak berjalan fleksibel, munculnya ego dari para pemangku

kepentingan. Sehingga dapat merusak kualitas hubungan kemitraan yang terjadi.

Untuk menghindari hal tersebut, para stakeholder harus memahami arti

pentingnya bermitra. Karena pada dasarnya pihak-pihak yang bermitra ialah

pihak-pihak yang saling membutuhkan.

2. Pengelolaan Wisata Kawasan Karst

a. Kawasan Karst

Menurut Ko (2004;2), Sukanta (2011), dan IUCN (2008;2), istilah karst

diambil dari nama suatu daerah di sebelah timur kota Trieste (Italia), yang saat ini

terletak di Negara Slovenia. Daerah itu pada akhir abad 19 tampak dari laut

sebagai bukit-bukit gersang, terdiri dari bongkahan-bongkahan batu gamping

tanpa ditumbuhi satu pohon sekalipun. Dalam bahasa daerah Slovenia disebut

“Krs”. Oleh para ilmuwan Jerman disebut “Karst”. Hingga saat ini, secara

internasional, istilah “Karst” digunakan untuk menyebut suatu daerah berbatu

gamping. HIKESPI (2007;26) memaparkan istilah karst ialah, Suatu bentang alam

formasi batuan karbonat (CaCO 3 , MgCO 3 atau campuran keduanya) yang telah

mengalami proses pelarutan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(1995;226), “Karst adalah daerah yang terdiri dari batuan kapur yang berpori,

29
sehingga air di permukaan tanah selalu merembes dan menghilang ke dalam

tanah”. Kawasan karst sendiri berarti suatu bentangalam yang menampakkan

karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat

pelarutan batu-batuannya di dalam air, yang lebih tinggi dari kawasan lain.

Terlepas dari beberapa definisi karst di atas, Cvijik (dalam Fak Geografi

UGM, op.cit., h.35) membedakan tipologi karst berdasarkan kenampakan bentang

lahannya menjadi tiga tipe karst, yaitu:

1) Holokarst, merupakan salah satu tipe karst yang mempunyai tingkat dan

bentukan perkembangan karst yang lengkap. Ciri yang sering dijumpai

pada tipe ini ialah banyak dijumpainya topografi yang berbentuk doline,

uvala, polje, natural bridge dan sistem perguan dengan sedikit atau tanpa

drainase permukaan 11.

2) Merokarst, merupakan tipe karst yang tidak sempurna. Lapisan batuan

gamping pada tipe merokarst sangat tipis, dengan batuan tidak semuanya

batu gamping. Ciri-ciri penampakan pada tipe merokarst ialah batuan

tertutup tanah, vegetasi di atasnya sangat rapat. Pola drainase belum

terbentuk secara komplek, dan sistem perguaan masih sangat jarang.

3) Platform Karst, ditandai dengan kelurusan atau kemiringan yang tegas

secara meluas pada suatu daerah yang luas. Pada tipe ini banyak

dijumpainya patahan-patahan.

11
Doline ialah cekungan-cekungan di daerah karst yang berkelompok maupun tunggal, depresi
dari cone/bukit. Uvala ialah cekungan yang memanjang dan tidak rata, lembah memanjang dan
berkelok-kelok, dasarnya menyerupai cawan di daerah karst. Polje ialah depresi ekstensi daerah
karst tertutup di semua sisi, lantainya tidak permeabel, dengan batasan terjal di beberapa bagian
dan sudut yang nyata. Natural bridge ialah suatu fenomena yang menyerupai jembatan di daerah
batu gamping. Drainase ialah pola atau sistem aliran-aliran.

30
Melihat tipologi karst di atas, kawasan karst yang berada di Gunung Kidul

atau biasa disebut Gunung Sewu, merupakan kawasan karst yang memiliki

karakteristik antara tipe holokarst dan merokarst. Sedangkan kawasan karst dalam

penelitian ini, yakni kawasan karst Kali Suci merupakan bagian dari kawasan

karst Gunung Sewu dengan karst bertipe holokarst, dimana banyak dijumpainya

bentukan-bentukan seperti doline, polje, natural bridge, serta adanya sistem

sungai bawah tanah dan sistem perguaan yang kompleks. Kawasan karst dengan

tipe holokarst dikenal dengan keindahan ornamen gua, kaya akan bentang karst

yang berbagai macam bentuk, sistem sungai bawah tanah dan gua yang komplek,

dan beragamnya keanekaragaman hayati yang ditemui di dalamnya. Kawasan

karst dengan tipe ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pariwisata

kawasan karst serta laboratorium alam ilmiah bagi para ilmuwan.

b. Pengelolaan Wisata

Pengelolaan (manajemen) dalam sistem pariwisata menurut Leiper (1990,

dalam Pitana dan Diarta, 2009;80), merupakan seperangkat peranan yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, dapat juga merujuk kepada

fungsi-fungsi yang melekat pada peran yang dimiliki tersebut. Fungsi-fungsi

manajemen tersebut antara lain: Planning (perencanaan), Directing

(mengarahkan), Organizing (mengorganisasi termasuk di dalamnya

berkoordinasi), dan Controlling (pengawasan). Pada pengelolaan pariwisata

dalam implementasinya pengelolaan pariwisata harus mengacu pada fungsi-

fumgsi manajemen tersebut serta menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan

alam, komunitas, dan sosial dalam prinsip-prinsip pengelolaannya. Agar nantinya

pengelolaan memiliki sifat berkelanjutan. Cox (1985, dalam Dowling dan Fennel,

31
2003;2, dalam Pitana dan Diarta, ibid.,h.81) memaparkan, ada 5 prinsip yang

harus diperhatikan dalam pengelolaan pariwisata, yakni:

1) Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada

kearifan lokal yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan

keunikan lingkungan. Hal ini agar pariwisata di suatu wilayah atau daerah

memiliki ciri yang khas dan unik dibandingkan dengan pariwisata di

daerah lainnya.

2) Preservasi, proteksi, dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi

basis pengembangan kawasan pariwisata. Pemeliharaan, perlindungan, dan

peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi basis bagi pengembangan

kawasan pariwisata mutlak harus dilakukan. Agar nantinya sumber daya

tersebut dapat dinikmati dalam jangka panjang.

3) Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasanah

budaya lokal. Adanya atraksi wisata lain membuat wisatawan memiliki

berbagai alternatif atraksi wisata yang dapat dinikmatinya. Selain itu

pengembangan potensi budaya lokal yang dikembangkan menjadi atraksi

wisata, membuat suatu daerah tersebut kaya akan atraksi wisata dan dapat

mengembangkan masyarakat lokal di daerah tersebut.

4) Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan

lingkungan lokal. Sama halnya dengan apa yang dijelaskan pada prinsip

pengelolaan yang pertama. Dengan begitu pariwisata di suatu daerah

tersebut memiliki ciri yang khas dan berbeda dengan daerah wisata

lainnya.

32
5) Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan

pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi

sebaliknya mengendalikan dan/atau menghentikan aktivitas pariwisata

tersebut jika melampui ambang batas (carrying capacity). Suatu aktivitas

pariwisata hendaknya berdampak positif tidak hanya pada hal ekonomi

saja, tetapi juga berdampak positif terhadap aspek sosial dan lingkungan

sekitarnya. Untuk itu dibutuhkan suatu identifikasi dan perencanaan yang

matang, sebelum mengembangkan pariwisata di suatu daerah.

Selanjutnya Liu (1994;6) dan Western(1993;9) dalam Pitana dan Diarta

(Ibid.,h.84-85), menyatakan bahwa pengelolaan pariwisata dapat berperan

strategis dalam hal:

1) Perlindungan terhadap sumber daya alam lingkungan.

Ibarat dua sisi mata uang koin, pariwisata di satu sisi dapat memberikan

perlindungan dan mampu menyediakan solusi ekonomi untuk proteksi sumber

daya alam dan lingkungan jika dikelola dengan baik. Namun di sisi lain,

pariwisata dapat menyebabkan terjadinya degradasi sumber daya yang

diakibatkan oleh pertumbuhan dan pengembangan pariwisata yang tidak

terkendali dan terencana.

2) Keberlanjutan ekonomi.

Sudah terbukti jika pariwisata merupakan penghasil sumber ekonomi bagi

masyarakat sekitar kawasan pariwisata. Aktivitas pariwisata memiliki efek dan

dampak yang luas. Pengembangan pariwisata diharapkan mampu menciptakan

pendistribusian pendapatan dan sumber daya ekonomi, sehingga masyarakat dari

lapisan bawah pun dapat menikmati keuntungan ekonomi dari pariwisata.

33
3) Peningkatan integritas budaya.

Pariwisata di dalamnya merupakan ajang dari “share” budaya antara

wisatawan dengan komunitas lokal. Dimana terjadi hubungan timbal balik yang

melibatkan penghormatan terhadap eksistensi dan integritas budaya masing-

masing.

4) Nilai pendidikan dan pembelajaran

Keberlanjutan suatu kawasan wisata tergantung kepada pemahaman dan

kepedulian semua pemangku kepentingan terkait perlindungan terhadap sumber

daya pendukung pariwisata. Dimana hal ini hanya bisa dicapai melalui proses

penanaman tat nilai dan norma melalui proses pendidikan dan pembelajaran.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengelolaan pariwisata ialah untuk

menyeimbangkan pertumbuhan dan pendapatan ekonomi yang dihasilkan, dengan

pelayanan kepada wisatawan, serta perlindungan terhadap sumber daya maupun

lingkungan dan pelestarian keberagaman budaya di suatu kawasan wisata. Oleh

karena itu diperlukan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder)

untuk mengintegrasikan kerangka pengelolaan pariwisata. Menurut Bramwell dan

Lane (2004, dalam Cater 2003;44, dalam Pitana dan Diarta, ibid., h.87), ada

beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari adanya pelibatan berbagai pemangku

kepentingan dalam pengelolaan pariwisata, yaitu:

• Pelibatan berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan, akan

memperkuat pertimbangan dari sisi lingkungan, sarana dan prasarana

kawasan wisata, serta sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk

menjamin keberlanjutan demi kesejahteraan di masa depan.

34
• Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, memungkinkan adanya

pendekatan integratif dan holistikdalam proses pengambilan keputusan,

sedangkan asas kemitraan yang dibangun dapat membantu merefleksikan

kesalingtergantungan antara pariwisata dengan aktivitas lainnya.

• Beragamnya pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengambilan

keputusan maupun penentuan kebijakan terkait pariwisata memungkinkan

lebih adilnya pendistribusian keuntungan dan biaya yang telah disepakati

bersama oleh semua pemangku kepentingan. Partisipasi juga memicu

kepeduliaan dan kesadaran akan dampak pariwisata yang mungkin terjadi,

dengan begitu diharapkan dapat melandasi pengambilan keputusan yang

lebih baik di masa depan.

• Partisipasi yang terjadi dapat memperkuat capacity building dan

peningkatan mutu sumber daya manusia.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pengelolaan suatu kawasan

wisata dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di dalamnya, dapat

menciptakan iklim pariwisata yang kondusif di suatu kawasan wisata. Sehingga

kegiatan wisata serta pengelolaan di dalamnya dapat dinikmati dalam jangka

panjang, dan pertumbuhan ekonomi yang tercipta bersinergi dengan kelestarian

lingkungan dan dapat menciptakan kesejahteraan sosial yang dicita-citakan. Pada

akhirnya manfaat yang dirasakan tidak hanya dapat dinikmati generasi saat ini

saja, tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.

c. Pengelolaan Wisata Kawasan Karst

Pendayagunaan kawasan karst dengan gua-gua yang indah di dalamnya

sebagai obyek wisata alam, merupakan usaha yang sifatnya berkelanjutan, apabila

35
persyaratan ketat dipenuhi, yakni pengelolaan yang dilakukan secara profesional,

berwawasan lingkungan dan berlandaskan kemasyarakatan (Ko, 1999;1). Selama

ini pendayagunaan dan pemanfaatan kawasan karst sebagai obyek wisata alam

yang terjadi di Indonesia, pada umumnya setiap usaha mengembangkan obyek

wisata gua hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan daerah, tanpa sedikit

pun memperhatikan perlindungannya. Selain itu tidak adanya usaha untuk

mengurangi dampak negatif akibat kunjungan yang berlebihan, tidak adanya

penghitungan daya dukung dinamis, periodisasi kunjungan, dan penerapan zonasi.

Pemandu wisata gua yang ada selama ini tidak memiliki kapasitas, dan

membiarkan pengunjung gua untuk bebas berkeliaran di dalam gua tanpa diawasi.

Sehingga timbulah aksi vandalisme, perusakan ornament gua, dan lain

sebagainya. Hal tersebut yang membuat kualitas gua-gua obyek wisata menurun

kualitasnya dari tahun ke tahun, sehingga berdampak kepada jumlah kunjungan

dan kepuasan wisatawan.

Oleh sebab itu setiap pengelola obyek wisata gua tidak cukup hanya

menyediakan dana untuk pembangunan secara fisik (sarana dan prasarana) saja,

tetapi juga wajib menyadari betapa pentingnya perencanaan administratif (status

tanah, perizinan, pembagian hasil, dll), perencanaan fisik, perencanaan finansial

(upah, pemasaran), serta pendidikan sumber daya manusia yang memahami segala

faktor yang terkait dengan pencagaran ekosistem endokarst maupun eksokarst.

Kesemuanya ini wajib didasarkan pada pendekatan seimbang antara perhatian

terhadap pengunjung dan sumber daya alam. Amat disayangkan selama ini

pengelolaan yang ada tidak menerapkan prinsip-prinsip konservasi di dalamnya.

36
Pengelolaan kawasan karst seharusnya bertitik tolak kepada tiga prinsip

konservasi yaitu: perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Sesuai

pengertian yang dianut secara internasional, konservasi bukan berati tidak boleh

diapa-apakan, boleh dimanfaatkan, asal sifatnya berkelanjutan. Membuka gua

dengan tujuan komersial sepintas memang menyalahi asas konservasi. Namun

telah disepakati bersama secara internasional, bahwa:

“Gua alam yang mulai dikenal dan dikunjungi banyak orang, wajib
selekasnya dibuka untuk umum, agar tidak tambah rusak oleh kunjungan
yang tidak terkendali dan tidak terawasi, dengan syarat pengembangan
dan pengelolaannya dilakukan secara profesional”(World Association
of Commercial Cave, dalam Ko, 2001;1).

Jadi permasalahan utama dalam pengelolaan wisata kawasan karst dan gua

di Indonesia ialah ada tidaknya pihak yang sanggup mengelola kawasan wisata

karst maupun wisata gua secara profesional. Mengembangkan dan mengelola

kawasan karst termasuk gua-gua di dalamnya sebagai obyek wisata, harus

berlandaskan kesadaran, bahwa gua-gua tersebut merupakan bentukan alam yang

tidak dapat diperbaiki dan diperbaharui. Oleh sebab itu, pengelolaan obyek wisata

gua di kawasan karst wajib memperhatikan seluruh kawasan di atas dan sekeliling

gua, serta wajib menyertakan penduduk setempak dalam pengelolaannya. Perlu

adanya pembinaan kepada penduduk setempat, sehingga lebih terarah dan

memperoleh manfaat sosio-ekonomi dari kegiatan wisata gua secara optimal.

Ko memaparkan pada presentasi internasional yang diadakan oleh IUCN

dan World Bank di Bangkok, bahwa pengelolaan gua untuk tujuan pariwisata

berarti pengelolaan gua secara keseluruhan, tidak terbatas pada lingkungan bawah

saja (Ko, 1999;2). Lebih lanjut dalam presentasi tersbut beliau juga memaparkan

strategi dalam pengelolaan wisata kawasan karst dan gua-gua di dalamnya untuk

memuaskan konsumen dan secara bersamaan juga melindungi lingkungan karst

37
dan gua. Pengelolaan yang demikian hanya dapat berhasil jika pengelolaan wisata

karst dan gua, dalam pengelolaannya menerapkan prinsip-prinsip berikut:

1) Mengidentifikasi tipe kunjungan, baik itu untuk kunjungan umum,

maupun kunjungan minat khusus,

2) Menentukan daya dukung dinamis dari masing-masing gua,

3) Merencanakan dan menerapkan pola sirkulasi untuk pengunjung,

4) Wajib menyertakan periodisasi kunjungan,

5) Pengunjung harus didampingi dan diawasi oleh pemandu wisata yang

profesional (terdidik dan terlatih), pengunjung juga tidak diperbolehkan

membawa makanan, minuman, serta merokok di dalam gua,

6) Pemandu wisata gua secara periodik harus mengecek kesehatan mereka,

selain itu secara berkala harus meningkatkan pengetahuan tentang

speleologi dan prinsip kepemanduan.

7) Evaluasi pengelolaan harus dilakukan setiap saat maupun berkala, dengan

melibatkan evaluasi dari pengunjung. Untuk itu dibutuhkan adanya media

sebagai sarana pengunjung untuk mengevaluasi kegiatan wisata yang telah

dilakukan pengunjung,

8) Penerapan zonasi di dalam gua, meliputi public zone (zona umum), buffer

zone (zona penyangga), transition zone (zona transisi), main visitor zone

(zona inti), zona inti meliputi beberapa sub zone, yakni: cave entrance

(mulut gua), intensive sub zone (sub zona intensif), dan close sub zone

(sub zona tertutup), sehingga akan jelas zona mana saja yang dapat

dimasuki pengunjung maupun zona yang tidak boleh dimasuki

pengunjung. Zona yang tidak boleh dimasuki pengunjung yakni zona yang

38
di dalamnya terdapat hewan-hewan gua, ornament yang mudah rusak,

maupun zona yang berbahaya untuk dikunjungi (bahaya kebanjiran,

bahaya batuan lepas, dan lain sebagainya,

9) Sebaiknya pemasangan instalasi penerangan gua semampunya dihindari,

karena akan mengganggu pertumbuhan ornament gua dan iklim gua yang

berdampak negatif pada ekosistem gua, jika memang harus dilakukan

pemasangan dilakukan menggunakan teknik dan peralatan khusus,

10) Tidak ada sarana fisik yang dibangun di dalam gua,

11) Melibatkan penduduk lokal dalam pengelolaan gua, penduduk lokal harus

mendapatkan keuntungan dari kegiatan wisata yang ada, dimana multiplier

effect dari wisata harus dikembangkan dan didorong.

12) Keamanan pengunjung harus diperhatikan,

13) Menggali atraksi wisata lainnya di sekitar obyek wisata gua,

14) Melibatkan pihak media dalam pemasaran.

Berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan yang dipaparkan di atas, ditarik

garis besar bahwa mengembangkan serta mengelola wisata karst dan gua tidak

dapat dikerjakan secara tergesa-gesa. Perlu dilakukan suatu identifikasi terlebih

dahulu sebelum menjadikan gua dan sekitarnya sebagai obyek wisata.

Pengelolaan wajib berlandaskan kemitraan penduduk setempat. Masukan dari

pengunjung dijadikan bahan acuan untuk perbaikan pengelolaan ke depannya.

Selain itu pendidikan sumber daya manusia dan pemandu wisata gua wajib

diperhatikan dan dikembangkan.

Dari paparan berbagai konsep tentang pengelolaan wisata karst tersebut,

dapat diketahui adanya faktor-faktor pokok atas keberhasilan dalam pengelolaan

39
suatu kawasan karst dan gua-gua di dalamnya sebagai obyek wisata. Faktor-faktor

pokok tersebut yakni perencanaan yang matang, adanya dukungan dana yang

memadai, pembangunan fisik yang sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan

lingkungan (sarana dan prasarana), pengembangan sumber daya manusia

(pendidikan dan pelatihan SDM), pemeliharaan, serta aktivitas pemasaran

termasuk di dalamnya analisa pasar. Implementasi dari berbagai faktor pokok

tersebut dengan catatan wajib didasarkan seimbang, antara perhatian terhadap

pengunjung dan terhadap sumber daya alam (lingkungan gua).

3. Pembangunan Kawasan Karst

a. Permasalahan Pembangunan Kawasan Karst Selama ini

Kawasan karst mulai dikenal di Indonesia memiliki potensi dan nilai

ilmiah tinggi sejak tahun 1980. Walaupun telah dikenal cukup lama, pengelolaan

dan pemanfaatan kawasan karst masih bersifat eksploitasi semata. Belum ada

upaya-upaya yang konsisten dari para stakeholder untuk memanfaatkan kawasan

karst dalam jangka panjang. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan yang masih

bersifat top-down dan regulasi pemerintah yang tidak sesuai dalam

implementasinya. Akibatnya masyarakat kawasan karst hingga sampai saat ini

belum menikmati manfaat pembangunan yang optimal. Terbukti masyarakat

kawasan karst (khususnya Gunung Sewu), sebagian besar masih hidup di bawah

garis kemiskinan. Masalah utama masyarakat kawasan karst Gunung Sewu ialah

tekanan penduduk yang tidak diimbangi dengan luas lahan pertanian. Mengingat

sebagian besar masyarakatnya ialah petani. Hal ini diperparah dengan masalah

kekeringan dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan di daerahnya.

40
Ko (op.,cit, p. 1-2) dalam Workhsop Nasional Pengelolaan Kawasan Karst

yang diadakan di Wonogiri mengidentifikasi tiga fase kerusakan yang terjadi pada

kawasan karst Gunung Sewu dan berimbas kepada masyarakat Gunung Sewu.

Fase-fase tersebut ialah: Fase satu (Tahun 1850 hingga 1950 terjadi pembabatan

habis vegetasi karst, hal ini menyebabkan erosi, berkurangnya kesuburan tanah

dan debit sumber air karst), Fase dua (Mulai 1970 hingga kini terjadi aktivitas

penggalian batu gamping, untuk dibakar menjadi kapur, serta untuk industri

semen, hal ini mengakibatkan menyusutnya secara drastis debit sumber air karst,

hilangnya keunikan dan keindahan landscape karst, berkurangnya lahan pertanian,

dan pencemaran lingkungan oleh debu dan asap), Fase ketiga (jika tidak

dilakukan tindakan, dalam waktu dekat sumber daya batu gamping akan habis

total, tersisa lahan rusak dan gersang sehingga tidak bisa ditanami, akibatnya

terjadi pemiskinan total pada masyarakat lokal). Untuk itu dibutuhkan suatu

strategi pemecahan masalah terkait kondisi yang terjadi. Strategi tersebut dapat

berupa pembangunan yang memihak kepada masyarakat lokal dan memperhatikan

nilai-nilai lingkungan kawasan karst. Kebijakan pembangunan harus berorientasi

kepada peningkatan kesejahteraan penduduk lokal.

b. Pembangunan Berkelanjutan Kawasan Karst

Isu lingkungan hidup dan pembangunan menjadi agenda penting

masyarakat internasional di forum regional dan multilateral sejak tahun 1972

setelah pelaksanaan konferensi internasional mengenai “Human Environtment” di

Stockholm, Swedia. Pengertian pembangunan berkelanjutan pertama kali muncul

dalam dokumen “Our Commont Future” yang dikeluarkan oleh World

Commission on Environtment and Development di tahun 1987, sebagai berikut:

41
“Sustainable development is development that meets the needs of the
present without compromising the ability of future generations to meet
their own needs” 12

Setelah KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992 masyarakat

internasional menilai bahwa perlindungan lingkungan hidup menjadi

tanggungjawab bersama dan tidak terlepas dari pembangunan aspek ekonomi dan

sosial. KTT Bumi 1992, telah menghasilkan Deklarasi Rio, Agenda 21, Forest

Principles dan Konvensi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati. KTT

Bumi juga menghasilkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung

tiga pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang, yakni pembangunan

ekonomi, sosial pembangunan, dan pelestarian lingkungan hidup.

Menindaklanjuti agenda 21 global, Kementerian Negara Lingkungan

Hidup, dengan bantuan UNDP pada Maret 1997 mengeluarkan dokumen agenda

21-Indonesia, yang merupakan strategi nasional menuju pembangunan

berkelanjutan di abad 21 agar kualitas hidup manusia terus meningkat dan

pembangunan tetap berlanjut. Strategi tersebut terdiri dari empat program utama,

yaitu aspek sosial ekonomi (penanggulan kemiskinan, kependudukan, pendidikan,

kesehatan), konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, penguatan kelompok

utama dalam masyarakat (masyarakat adat, pemda, pekerja, kalangan industri),

dan pengembangan sarana untuk pelaksanaan seperti pembiayaan, alih teknologi,

kerjasama nasional-internasional (dalam Siahaan, 2004;145-146). Agenda 21-

Indonesia dijabarkan ke dalam Agenda 21 sektoral (energi, kehutanan, pariwisata,

pemukiman, pertambangan). Semenjak diperkenalkannya Agenda 21-Indonesia,

terjadi perubahan paradigma pembangunan. Pada masa lalu, aktifitas

pembangunan lebih terfokus pada pertumbuhan, dimana hal ini mengakibatkan

12
Dalam http://www.undocuments.net/wced-ocf.htm

42
dampak negatif dan menyebabkan degradasi ekologi dan lingkungan. Oleh karena

itu perlu kiranya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan sesuai amanat

Agenda 21-Indonesia dalam berbagai bidang sektor pembangunan, tidak

terkecuali pada pembangunan pariwisata.

Kegiatan pariwisata memunculkan dua benturan kepentingan, yakni sisi

ekonomi dan pelestarian lingkungan. Kedua benturan kepentingan tersebut

menimbulkan dampak positif maupun negatif. Pada Pengelolaan pariwisata karst

di satu sisi ingin memanfaatkan kawasan karst dan gua-gua di dalamnya untuk

keuntungan ekonomi, namun di sisi lain pariwisata karst juga dapat mengganggu

kelestarian karst jika dikelola tidak sesuai dengan prinsip konservasi. Oleh sebab

itu upaya pengelolaan wisata karst secara berkelanjutan perlu dilakukan.

Damanik dan Weber (2006;26), menjelaskan bahwa konsep pariwisata

berkelanjutan dikembangkan dari ide dasar pembangunan berkelanjutan yaitu

kelestarian sumber daya alam dan budaya. Pembangunan sumber daya (atraksi,

amenitas, aksesibilitas) pariwisata bertujuan untuk memberikan keuntungan

optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholder) dan menciptakan nilai

kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang. Kualitas jasa dan

layanan yang dihasilkan dalam hal ini harus terjamin, agar wisatawan yang

menggunakannya dapat memperoleh kepuasan yang optimal.

Secara substansi, pembanguna berkelanjutan melalui pariwisata terkait

aspek ekologi berarti, pengembangan dan pengelolaan pariwisata tidak memiliki

dampak negatif yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan sumber daya

alam di sekitar kawasan obyek wisata. Terkait aspek sosial-budaya berarti,

kegiatan pariwisata di dalamnya tidak menimbulkan konflik dan

43
ketidakharmonisan hubungan sosial, serta tidak menghilangkan budaya

masyarakat lokal yang diakibatkan pengaruh budaya dari eksternal. Sedangkan

dari aspek ekonomi kegiatan wisata dapat meningkatkan kesejahteraan hidup bagi

para pelakunya, maupun masyarakat sekitar kawasan wisata (multiplier effect

pariwisata).

Pada kasus pariwisata berkelanjutan kawasan karst, kegiatan wisata harus

mengacu pada azas konservasi, yakni:

a) Harus dapat dinikmati secara berkesinambungan,

b) Tetap terjaga kelestariannya, baik dari segi estetika ornamen gua,

keunikan ekologi gua, sistem hidrologi, dan nilai-nilai lain yang bersifat

ilmiah, serta nilai budayanya,

c) Terlindungi dari segala potensi kerusakan, baik yang diakibatkan oleh

pihak yang mengelola, maupun oleh para wisatawan yang berkunjung.

Pada azas konservasi poin pertama, kegiatan wisata harus dapat dinikmati

dalam jangka panjang, yang berarti tidak hanya untuk saat ini saja, tetapi juga

untuk waktu yang akan datang. Ini yang menjadi dasar dari pengelolaan wisata di

kawasan karst dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh sebab itu perlu

kiranya menguraikan apa saja yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan

berkelanjutan di kawasan karst melalui pariwisata. Hasil analisis penelitian yang

dilakukan oleh You, Chen, dan Song di Xinwen Geological Park (2011),

memaparkan bahwa indikator-indikator yang mempengaruhi keberhasilan

pariwisata berkelanjutan di kawasan karst antara lain: kualitas sumber daya

wisata, kualitas sosial-lingkungan wisata, pembangunan fasilitas wisata,

pelaksanaan wisata, pengelolaan wisata, manfaat ekologi terhadap sosial-

44
lingkungan masyarakat sekitar, serta keserasian antara masyarakat lokal dan

lingkungan. Berikut hasil paparan analisis evaluasi wisata lingkungan terhadap

pariwisata berkelanjutan di kawasan karst Xinwen disajikan dalam gambar 1.4:

Gambar 1.4. Hasil Analisis Evaluasi Wisata Lingkungan Terhadap


Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Karst Xinwen

Tujuan Pariwisata Berkelanjutan

Aspek Lingkungan Ekonomi Sosial


Kualitas sumber daya wisata

wisata
Kualitas Sosial-Lingkungan

Pembangunan fasilitas wisata

Pelaksanaan wisata

Pengelolaan wisata

Lingkungan Masyarakat sekitar


Manfaat Ekologi bagi Sosial-

lokal dan lingkungan


Keserasian antara masyarakat
Indikator

Sumber: (Diadaptasi) dari You, Chen, dan Song (2011)

Selanjutnya dari hasi penelitian tersebut, didapat kesimpulan bahwa aspek

lingkungan memiliki peran besar dalam terwujudnya pariwisata berkelanjutan di

kawasan karst, kemudian baru disusul aspek sosial, dan ekonomi.

Gambar 1.5. Hasil Evaluasi Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan karst


Xinwen

Aspek Lingkungan Aspek Sosial Aspek Ekonomi


9%

24%
67%

Sumber: (diolah) dari You, Chen, dan Song (2011)

45
Dari hasil analisis penelitian tersebut, keberhasilan pembangunan

pariwisata berkelanjutan di kawasan karst, wajib memperhatikan aspek

lingkungan. Hal ini menjadi wajar, mengingat sumber daya alam (lingkungan

karst) merupakan daya tarik utama dalam pariwisata karst. Oleh sebab itu,

pengelolaan terhadap wisata karst harus dilandasi prinsip-prinsip konservasi

dalam pengembangan dan pengelolaannya, agar pembangunan pariwisata karst

sifatnya berkelanjutan. Selanjutnya pada kasus pembangunan pariwisata karst

terdapat dua faktor yang menentukan eksistensinya, baik secara langsung maupun

tidak langsung, yakni, faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal

merupakan ancaman atau gangguan yang berasal dari luar kegiatan wisata karst.

Sedangkan faktor internal merupakan gangguan yang berasal dari dalam kegiatan

wisata karst, termasuk dalam pengelolaannya.

Pada kasus di kawasan karst Gunung Sewu yang merupakan lokasi

penelitian ini, permasalahan yang paling mendesak ialah tekanan penduduk,

karena sebagian besar masyarakatnya adalah petani, sedangkan luas areal

pertanian terbatas. Hal ini berdampak juga terhadap eksistensi pariwisata karst.

Pembukaan lahan baru oleh masyarakat di sekitar kawasan wisata karst dapat

menimbulkan konflik dan terganggunya kegiatan wisata karst. Selain itu degradasi

kawasan karst, akibat penambangan akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas

debit air pada sistem sungai bawah tanah. Tentu saja ini berdampak besar bagi

pariwisata karst yang menjadikan sistem sungai bawah tanah menjadi daya tarik

wisatanya. Masih banyak lagi potensi gangguan yang turut mempengaruhi

eksistensi pariwisata berkelanjutan kawasan karst tergantung kondisi masing-

46
masing wilayah kawasan karst. Sedangkan potensi kerusakan yang ditimbulkan

dari pariwisata karst ada empat bentuk potensi, yakni:

1) Potensi kerusakan secara kumulatif, dalam kasus ini ada hubungan antara

derajat kerusakan dengan aktivitas wisata,

2) Potensi kerusakan sinergistik, kasus ini berhubungan dengan tingkat

kunjungan wisatawan terhadap ekosistem karst,

3) Potensi kerusakan transisional, kerusakan bersifat sementara, dan dapat

pulih kembali,

4) Potensi kerusakan permanen, perusakan yang terjadi bersifat tetap

(HIKESPI, 1996).

Oleh sebab itu, dibutuhkan identifikasi berbagai potensi yang

mempengaruhi eksistensi pariwisata karst berkelanjutan. Agar dapat dicarikan

suatu strategi pemecahan, sehingga pembangunan pariwisata di kawasan karst

dapat berkelanjutan. Berdasarkan paparan di atas yang dimaksud dengan

pembangunan pariwisata berkelanjutan kawasan karst pada penelitian ini ialah

kegiatan wisata yang mencakup pengembangan dan pengelolaan obyek wisata

karst, dimana dalam pengelolaannya berdasar atas prinsip berkelanjutan, baik

pada aspek lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Prinsip berkelanjutan yang

dimaksud ialah berkelanjutan untuk sumber daya alamnya (kawasan karst dan

gua-gua di dalamnya), maupun berkelanjutan untuk wisatanya (pengelolaan dan

aktivitas wisata). Dengan demikian, diharapkan pembangunan melalui pariwisata

karst yang memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan, dapat menjawab

tantangan bagi pembangunan berkelanjutan di kawasan karst Gunung Sewu

(wilayah penelitian).

47
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Pilihan Metode

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu

suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,

1999). Hal itu sejalan dengan definisi yang diberikan oleh Berg (1989) yang

menyatakan bahwa penelitian kualitatif berkaitan dengan arti, konsep, definisi,

karakteristik, perumpamaan, simbul dan deskripsi dari suatu hal. Sementara itu

Brannen (1999) memberikan pendapatnya bahwa dengan digunakannya metode

kualitatif maka diharapkan penelitian dapat lebih mendekatkan diri pada objek-

objek yang diteliti serta meningkatkan sensitivitas terhadap konteks-konteks yang

ada dan sifat-sifat tersebut cenderung membuahkan konfidensi yang lebih besar

pada kesahihan data kualitatif dibandingkan kuantitatif.

Untuk model pendekatan atau paradigma yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan pendekatan Postpositivisme Phenomenologik-Interpretif yaitu

pendekatan yang menyajikan data secara kualitatif, membuat telaah holistik,

mencari esensi dan mengimplisitkan nilai moral dalam observasi, analisis dan

pembuatan kesimpulan (Muhadjir, 2002:79). Pendekatan ini mengakui adanya

kebenaran empirik etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan

menjelaskan serta berargumentasi, bahwa manusia tidak dapat lepas dari

pandangan moralnya baik pada taraf mengamati, menghimpun data, menganalisis

maupun membuat kesimpulan (Muhadjir, ibid.,h.116). Pendekatan

48
Phenomenologik bukan hendak berfikir spekulatif, melainkan hendak

mendudukkan tinggi kemampuan manusia dalam menggunakan logika berfikir

reflektif untuk mengangkat makna etik dalam berteori dan berkonsep di balik

fenomena empirik, kriterianya lebih tinggi lagi dari sekedar mencari truth or false

“benar atau salah”.

Salah satu model penelitian yang tergolong dalam pendekatan

Postpositisvisme Phenomenologik-Interpretif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah model paradigma Naturalistik, yaitu model penelitian yang telah

menemukan karakteristik kualitatif sempurna. Artinya bahwa kerangka pemikiran,

filsafat yang mendasarinya maupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif

atau sekedar merespon, melainkan membangun sendiri kerangka pemikirannya,

filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya (Muhadjir, ibid.,h.147). Menurut

Guba dalam Muhadjir (loc.cit), konteks natural menjadi karakteristik pertama

dalam penelitian Naturalistik13. Nasution (1988) menjelaskan bahwa penelitian

Naturalistik dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting), apa adanya,

tidak dibuat-buat atau sumber datanya tidak dikenai suatu tindakan (eksperimen),

oleh karena itu instrumen yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian

cenderung disebut sebagai subyek penelitian bukan obyek penelitian.

Penulis memilih penggunaan model kualitatif Naturalistik karena

penelitian yang dilakukan bertujuan mengungkap dan memahami sesuatu di balik

fenomena dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Penulis

menempatkan subyek yang diteliti dalam kedudukan yang sejajar, karena tujuan

13
Konteks Natural menurut Guba yaitu suatu konteks kebulatan menyeluruh yang tak akan
difahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari konteksnya. Suatu
fenomena hanya dapat ditangkap maknanya dalam keseluruhan dan merupakan suatu bentukan
hasil peran timbal-balik, bukan sekedar hubungan kausal linier saja.

49
utamanya adalah untuk belajar mengenai fenomena yang terjadi dalam kehidupan

masyarakat. Selain itu unsur manusia digunakan sebagai instrumen atau alat

pengumpul data yang utama atas kemampuannya menyesuaikan diri dengan

berbagai ragam realita sehingga mampu menangkap makna yang terkandung di

balik fenomena, terlebih lagi untuk menghadapi nilai-nilai yang terkandung di

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

B. Lokasi Penelitian dan Alasan Pemilihan Lokasi

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di kawasan objek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Terletak di Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu,

Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun

pemilihan lokasi penelitian di kawasan objek wisata minat khusus karst Kali Suci

tersebut dikarenakan:

a) Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci belum lama dikelola.

Pengelolaan yang dijalankan juga berbeda dengan pengelolaan obyek

wisata karst lainnya di Indonesia, terutama dalam pemanfaatan eksokarst

dan endokarst dalam kegiatan wisata (terutama pemanfaatan gua).

Pengelolaan juga dijalankan secara kemitraan, hal ini yang membuatnya

menjadi menarik untuk diteliti;

b) Tokoh masyarakat, anggota pokdarwis, dan beberapa pengelola Kali Suci

sudah banyak dikenal oleh peneliti, hal ini dimaksudkan agar tidak

menimbulkan kecurigaan antara peneliti dengan responden dalam

mengumpulkan data dan semakin mempermudah dalam hal

mengumpulkan data karena sudah adanya acces;

50
c) Dalam hal menghemat biaya penelitian, ada rekan-rekan penulis yang

bersedia membantu dalam pencarian data lapangan, hal ini akan semakin

mempermudah dan meringankan peneliti tentunya.

C. Penentuan Informan

Penelitian ini dimulai dengan asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga

masing-masing konteks ditangani dengan konteksnya sendiri. Oleh sebab itu,

penelitian ini menggunakan metode kualitatif, maka tidak ditentukan besarnya

jumlah informan yang diambil, melainkan ditentukan berdasarkan prinsip

purposiveness, yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan (Soehartono,

2008;63). Pemilihan informan dengan metode purposive sampling lebih

memungkinkan hal-hal yang dicari dapat dipilih pada kasus-kasus ekstrim

sehingga hal-hal yang dicari tampil menonjol dan lebih mudah dicari maknanya

(Muhadjir, op.cit.,h.149). Artinya penentuan informan berdasar pilihan atas aspek

apa, dari peristiwa apa dan siapa dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu.

Pada penelitian ini informan kunci dipilih dengan menggunakan teknik

pertimbangan secara purposif, yakni memilih orang-orang yang memiliki

pengetahuan dan informasi yang lengkap dan akurat karena mempunyai hubungan

yang dekat dengan fokus penelitian. Penentuan informan kunci berdasar purposive

sampling dalam penelitian ini mempermudah peneliti dalam pencarian data awal

terkait fokus penelitian. Kemudian dalam perjalanannya mencari data di lapangan

juga digunakan teknik “snowball sampling” (bola salju), yaitu informan kunci

yang telah dipilih diminta untuk menunjuk subyek atau informan lain yang dapat

memberikan informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian, dan begitu

51
seterusnya hingga data yang terkumpul dan dibutuhkan dirasa sudah cukup

memadai oleh peneliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan operasional yang dijalankan dalam rangka pengumpulan data

penelitian tertuang dalam uraian berikut ini:

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk melihat perilaku subyek penelitian dalam

keadaan (setting) alamiah, melihat dinamika, melihat gambaran perilaku

berdasarkan situasi yang ada tanpa adanya manipulasi (Black dan Champion,

1999;285). Observasi yang dilakukan oleh peneliti ialah mengamati keadaan

objek wisata minat khusus karst Kali Suci yang terletak di Desa Pacarejo dan

kehidupan aktivitas-aktivitas dalam rangka pengembangan dan pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci.

Observasi dilakukan secara langsung dan intensif dimulai sejak pembuatan

rancangan penelitian (proposal) hingga kegiatan pencarian data lapangan berakhir

(Januari 2011-Agustus 2011). Observasi dilakukan dengan teknik observasi

partisipatif, yang dilakukan dengan cara peneliti tinggal di resort yang ada di

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci beberapa waktu dan di rumah Bapak

Suparlam selaku Kepala Dukuh Jetis Kulon. Peneliti juga mengikuti kegiatan

wisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dengan membantu Pokdarwis

Kali Suci saat melakukan aktivitas Cave Tubing (pada bulan Juli 2011), serta

dimintai bantuan oleh HIKESPI untuk menjadi pengajar saat penyelenggaraan

pendidikan kursus Speleologi tingkat dasar hingga instruktur yang diadakan di

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci selama seminggu, termasuk mengajar

52
para pemandu obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang ikut serta dalam

kursus tersebut. Lokasi penelitian yang diobservasi meliputi kawasan objek wisata

minat khusus karst Kali Suci, serta wilayah desa Pacarejo dan Kecamatan

Semanu, termasuk di dalamnya aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Hasil observasi

mendukung penjabaran dan penjelasan dalam mendeskripsikan hasil penelitian

yang diuraikan pada bab-bab pembahasan.

1. Wawancara

Observasi atau mengamati kegiatan dan perilaku subyek penelitian tidak

dapat mengungkapkan apa yang diamati atau dirasakan oleh penulis. Oleh karena

itu observasi perlu dilengkapi dengan wawancara agar lebih dapat menangkap

makna dan memahami dunia pikir dan perasaan subyek penelitian terhadap

fenomena yang terjadi. Wawancara dilakukan terhadap informan yang telah

ditentukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam tentang

berbagai hal yang diperlukan, yang berhubungan dengan masalah penelitian. Saat

melakukan wawancara, peneliti menggunakan waktu-waktu tertentu dan khusus,

wawancara dengan informan dilakukan tidak dalam waktu khusus wawancara,

tetapi dilakukan bersamaan waktu ketika informan menjalankan aktivitas sehari-

hari, sehingga informan dibuat sedapat mungkin tidak menyadari apabila dirinya

sedang diwawancarai. Hal ini sebagai pertimbangan untuk menghindari distorsi

informasi yang sering terjadi dalam wawancara formal. Wawancara yang

dilakukan dengan informan, berlangsung semacam diskusi, obrolan santai,

spontanitas (alamiah), sehingga muncul wacana yang mendetail dan mendalam

yang dibutuhkan oleh peneliti. Wawancara dilakukan dengan berinteraksi

53
langsung dengan informan, kemudian mengolah beberapa pandangan yang

beragam dari beberapa key person dan informan. Wawancara dipandu dengan

daftar pertanyaan (interview guide) yang bersifat setengah terstruktur dan terbuka

yang sudah dirancang sebelumnya. Daftar pertanyaan saat melakukan wawancara

dengan informan berkembang menyesuaikan kebutuhan. Pada mulanya

wawancara ditujukan kepada key person (informan kunci), yakni narasumber atau

informan yang diyakini mempunyai pengetahuan dan informasi yang lengkap dan

akurat karena mempunyai hubungan yang dekat dengan fokus penelitian, antara

lain meliputi:

a) Bapak Dr Cahyo Alkantana M.Sc selaku investor yang mendanai obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci.

b) Bapak Nafikur Rochman selaku manajer pengelola obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci.

c) Bapak Birowo Adhie, ST, MT selaku kepala bidang pengembangan

produk wisata Dinas Pariwisata Gunung Kidul.

d) Bapak Muslam Winarto selaku Ketua 1 Pokdawis Kali Suci.

e) Bapak Warsito selaku ketua 2 Pokdarwis Kali Suci.

Untuk menambah kedalaman informasi dan data maka peneliti juga

melakukan wawancara dengan beberapa informan lainnya (yang telah ditunjuk

oleh informan kunci) yang terlibat langsung dalam aktivitas pengelolaan wisata

minat khusus karst Kali Suci. Informan lainnya yang diwawancarai peneliti,

yakni:

f) Bapak Suyanto selaku Bendahara Pokdarwis Kali Suci

g) Bapak Lilis selaku seksi dokumentasi Pokdarwis Kali Suci

54
h) Bapak Sukasno selaku seksi keamanan Pokdarwis Kali Suci

i) Bapak Sukendro selaki seksi kegiatan Pokdarwis Kali Suci

j) Bapak Wasgiyanto, SE selaku seksi pengembangan jaringan Pokdarwis

Kali Suci

k) Bapak Edi Kuwat Wahyudi selaku sekretaris Pokdarwis Kali Suci

l) Bapak Nunung selaku salah satu pemandu wisata minat khusus Cave

Tubing Kali Suci

m) Bapak Suparlam selaku Kepala Dukuh Jetis Kulon

n) Bapak Aswandi selaku Kepala Dukuh Jetis Wetan

Berikut karakteristik informan dalam penelitian ini, ditunjukkan pada tabel 2.1:

Tabel 2.1. Karakteristik Informan

Usia Tingkat
No. Nama Informan Pekerjaan
Informan Pendidikan
Swasta
Dr Cahyo Alkantana,
1. 47 S3 (Fotografer,Videografer,Instruktur
M.Sc
Selam, dan Presiden HIKESPI)
Mahasiswa (sedang menempuh
2. Naffikur Rochman, Si 29 S1
S2 Magister Manajemen)
Kepala Bidang Pengembangan
3. Birowo Adhie, ST, MT 47 S2 Produk Wisata Dinas Pariwisata
Gunung Kidul
4. Muslam Winarto 42 SLTA Petani
5. Warsito 43 S1 PNS
6. Suyanto 39 SLTA Wiraswasta
7. Lilis 29 SLTA -
8. Sukasno 48 SLTA Polisi
9. Sukendro 36 SLTA Wirasawasta
10. Wasgiyanto, SE 45 S1 PNS
11. Edi Kuwat Wahyudi 33 SLTA Guru Honorer
12. Nunung 28 SLTA -
13. Suparlam 54 SLTP Dukuh Jetis Kulon

55
14. Aswandi 44 SLTA Dukuh Jetis Wetan
Sumber: Hasil Wawancara

Dari tabel 2.1 menunjukkan bahwa umur informan dalam penelitian ini

berada pada kelompok umur produktif (15-65 tahun). Umur mempengaruhi

kemampuan fisik untuk bekerja dan cara berpikir seseorang. Begitu juga dengan

tingkat pendidikan yang dienyam oleh seseorang turut mempengaruhi cara

berpikir dan berkomunikasi. Hal tersebut membawa keuntungan tersendiri bagi

peneliti, dalam hal ini peneliti tidak menemui kesulitan yang berarti dalam

melakukan wawancara dengan para informan, dikarenakan para informan dalam

penelitian ini telah mengenyam pendidikan formal, sehingga pola komunikasi

yang terjalin antara informan dengan peneliti berjalan lancar.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka atau telaah pustaka dapat disusun sejak awal hingga akhir

penelitian yaitu pada tahap analisis dan interpretasi data serta pelaporan. Namun

studi pustaka cenderung tidak dapat menggantikan apa yang terjadi di lapangan

dan fenomena aktual yang diamati. Penggunaan data pustaka bertujuan agar

penelitian ini lebih efisien, dan secara teoritis dipandang lebih tepat. Dalam

penelitian naturalistik, lebih diutamakan data yang bersumber langsung (first

hand) sedangkan data yang diperoleh dari studi pustaka menjadi data pendukung

atau data sekunder. Studi pustaka dilakukan dengan membaca, memahami dan

mengolah data yang diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan dengan

obyek penelitian.

Pada awalnya peneliti melakukan pencarian literatur yang dibutuhkan di

perpustakaan Fisipol UGM dan melalui media online. Dari hasil pencarian di

perpustakaan Fisipol UGM peneliti tidak menemukan literatur yang relevan

56
dengan penelitian ini. Pada pencarian literatur dengan menggunakan media

online, peneliti menemukan beberapa literatur yang relevan di beberapa situs

(termasuk jurnal online), namun literatur yang dicari dirasa masih kurang oleh

peneliti. Kemudian peneliti juga mencari literatur yang dibutuhkan di

perpustakaan Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, serta koleksi literatur yang

dimiliki oleh HIKESPI, Organisasi Pecinta Alam Palawa Atma Jaya Yogyakarta,

dan beberapa rekan dari penggiat penelusur gua Yogyakarta. Pada perpustakaan

Puspar UGM peneliti menjumpai beberapa literatur yang relevan dengan

penelitian ini, begitu juga dengan koleksi literatur yang dimiliki oleh HIKESPI,

Organisasi Pecinta Alam Palawa Atma Jaya Yogyakarta, dan beberapa rekan

penggiat penelusur gua, yang banyak membantu peneliti untuk menemukan

literatur yang relevan dengan penelitian ini. Kesulitan pencarian literatur

disebabkan perkembangan ilmu mengenai Speleologi (termasuk mengenai

kawasan karst) di Indonesia merupakan hal yang baru (diperkenalkan di Indonesia

pada tahun 1980an). Literatur-literatur mengenai kawasan karst baru terdapat pada

instansi tertentu saja (berdasar kelengkapannya). Daftar literatur/pustaka

dilampirkan pada bagian akhir laporan ini.

4. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan alat pengumpul data yang diperoleh dari sumber

non-human, diantaranya dokumen, foto, rekaman, gambar, peta, bahan statistik.

Data dokumentasi dapat dipergunakan sebagai bahan triangulasi atau pengecekan

terhadap kesesuaian data. Pengambilan data dokumentasi, bertujuan untuk

melengkapi penyajian data pada proses pelaporan. Dokumentasi yang diperoleh

peneliti diantaranya berupa:

57
a) Fotokopi dan scan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Di antaranya ialah laporan

absensi pekerja, daftar upah tenaga kerja Kali Suci, laporan pemasukan

kegiatan Kali Suci. Dokumen-dokumen tersebut peneliti peroleh dari

Pokdarwis Kali Suci.

b) Foto-foto dan video kawasan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

dan sekitarnya serta foto-foto aktivitas wisata di objek wisata karst Kali

Suci. Dokumentasi tersebut peneliti peroleh dari Pokdarwis Kali Suci dan

dokumentasi koleksi peneliti sendiri. Dokumentasi berupa foto dan video

juga peneliti jadikan sebagai bahan pelengkap dalam penyajian data,

sekaligus dipergunakan sebagai bahan pengecekan terhadap kesesuaian

data wawancara.

c) Peta Administrasi Kecamatan Semanu, peta gua (sistem Kali Suci), peta

pemanfaatan lahan, peta rencana pengelolaan “Semanu Extreme

Adventure”. Untuk dokumentasi peta, peneliti memperolehnya dari

berbagai sumber yang kemudian peneliti olah kembali. Dokumentasi

berupa peta tercantum dalam lampiran.

d) Brosur wisata Cave Tubing Kali Suci. Brosur wisata peneliti peroleh dari

pihak Pokdarwis Kali Suci dan Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul.

Brosur wisata yang peneliti peroleh merupakan brosur wisata yang dibuat

oleh Biro Wisata Rakata Adventure dengan didukung Disbudpar

Kabupaten Gunung Kidul. Brosur wisata peneliti scan, kemudian peneliti

cantumkan pada lampiran penelitian ini sebagai data pendukung.

58
e) Data monografi Kecamatan Semanu. Dokumentasi data monografi

Kecamatan Semanu peneliti peroleh dari Kantor Kecamatan Semanu, yang

kemudian peneliti sajikan ke dalam laporan penelitian ini (pada bab

Gambaran Umum Daerah Penelitian). Data-data monografi yang peneliti

peroleh di antaranya ialah, data jumlah penduduk Kecamatan Semanu,

data luas desa di Kecamatan Semanu, dan data penggunaan lahan di

Kecamatan Semanu.

E. Teknik Pemeriksaan Data

Teknik pemeriksaan data ini penting dilakukan agar data yang diperoleh

dilapangan pada saat penelitian dilakukan dapat valid dan bisa

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Teknik pemeriksaan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan:

1. Triangulasi

Triangulasi dalam penelitian ini memanfaatkan triangulasi sumber yaitu

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Metode

triangulasi yang dikemukakan oleh Patton (dalam Moleong, op cit.,h.178) yaitu:

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan, peneliti

bandingkan dengan hasil pengamatan di lapangan. Hal ini dilakukan

peneliti untuk membandingkan dan mengecek kembali mengenai

informasi yang didapat, apakah sesuai dengan kenyataan.

b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang lain.

59
Dalam penelitian ini peneliti mencoba memeriksa kevalidan data dengan

membandingkan pendapat para informan dari berbagai perspektif

pandangan dengan para informan lainnya. Hal ini ditempuh sebagai

penguatan atau mencari perbedaan dari data yang diambil melalui

pandangan perspektif berbagai informan agar data bisa valid dan benar

adanya.

c) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

Hasil wawancara dari lapangan peneliti bandingkan dengan data dokumen

yang peneliti peroleh. Langkah ini ditempuh sebagai bahan masukan bagi

peneliti dalam mengungkap validitas data.

2. Diskusi dengan rekan sejawat

Diskusi dilakukan untuk tetap menjaga keobjektifan dan kejujuran peneliti

dalam menjalankan penelitian. Topik diskusi mencakup teori subtantif,

metodologi, etika penelitian dan data-data yang diperoleh dari lapangan. Tujuan

kedua dari diskusi ini adalah untuk dapat membuka pemikiran dan pengetahuan

penulis dalam melakukan penelitian sehingga dapat meminimalisir tingkat

kesalahan analisa. Pada perjalanannya, peneliti melakukan diskusi beberapa kali

dengan rekan yang peneliti angggap lebih paham mengenai penelitian dan tema

yang diangkat dalam penelitian ini. Diskusi dilakukan dengan dua cara, yakni

diskusi pada media online (forum penggiat penelusur gua) dan diskusi dengan

berdialog langsung bersama rekan. Pada dialog langsung peneliti juga banyak

terbantu oleh rekan-rekan KPALH Setrajana Fisipol UGM, dengan diadakannya

acara Diskusi Publik mengenai Pariwisata Karst (bulan Mei 2011) yang

mengundang berbagai nara sumber, di antaranya ialah Disbudpar Propinsi DIY,

60
Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul,

Komunitas Merangkul Bumi (Kelompok masyarakat kawasan karst Wedi Ombo),

para pelaku wisata, dan rekan-rekan penggiat penelusur gua se-Yogyakarta.

F. Analisis Data

Analisis adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan, menyusun

data berarti menggolongkannya dalam pola atau kategori. Sedangkan tafsiran atau

disebut juga dengan istilah interpretasi adalah memberikan makna, menjelaskan

pola atau kategori dan mencari hubungan antara berbagai konsep (Nasution,

op.cit.,h.126). Tugas peneliti ialah mengadakan analisis data yang diperoleh agar

diketahui maknanya. Interpretasi harus melebihi deskripsi belaka, jika peneliti

tidak dapat mengadakan interpretasi dan hanya menyajikan data deskriptif saja,

maka sebenarnya penelitian itu sia-sia dan tidak memenuhi harapan (Nasution,

ibid.,h.126). Proses analisis data pada paradigma Naturalistik dimulai sejak

merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian berakhir.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik induktif

(karakteristik penelitian Naturalistik keenam oleh Guba) yaitu analisis data secara

spesifik dari lapangan menjadi unit-unit dilanjutkan kategorisasi. Teknik analisis

ini bergerak dari unit-unit analisis khusus yang ditemukan di lapangan kemudian

dirangkai dalam kategorisasi umum untuk menghasilkan suatu konsep. Penelitian

ini bergerak dari unit-unit khusus yakni kemitraan (aktor dan bagaimana

perannya) dalam pengelolaan wisata minat khusus kawasan karst Kali Suci,

kemudian dirangkai dalam kategorisasi umum menggunakan konsep

pembangunan berkelanjutan sesuai dengan konteks yang diperoleh dari lapangan.

61
Analisisnya mengikuti temuan-temuan khusus data lapangan yang makin

berkembang dari awal hingga akhir proses penelitian.

Pembuatan desain penelitian yang pada mulanya menggunakan konsep

“kemitraan” dalam pengelolaan wisata minat khusus karst bergeser menjadi

konsep “pembangunan berkelanjutan” kawasan karst, yang kemudian digunakan

penulis untuk menganalisis data sesuai dengan hasil temuan dari lapangan.

Sesuai dengan karakteristik Naturalistik yang ketujuh:

Grounded theory, sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori


yang diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori. Peneliti
bukan diarahkan empty headed melainkan open minded, agar lebih
dapat menerima kecenderungan fenomena yang terjadi di lapangan
(Muhadjir, op.cit.,h.149).

Desain penelitian yang telah dibuat pada awal proses penelitian tidak dapat

diterapkan secara kaku karena ternyata tidak sesuai dengan fakta yang diperoleh

dari lapangan. Hal ini secara otomatis juga dapat mendukung tercapainya validitas

dalam penelitian.

Peneliti harus membuktikan bahwa konsep tertentu menggambarkan


atau merefleksikan pandangan partisipan mengenai dunia kenyataan
dan dengan demikian memenuhi persyaratan validitas (Nasution,
op.cit.,h.106).

Pada perjalanannya, penelitian ini berhasil mengidentifikasi bentuk

kemitraan yang dijalankan dalam pengelolaan wisata minat khusus karst Kali

Suci. Oleh karena itu pada proses analisis datanya juga digunakan metode

Konstruktivist yang masih tergolong dalam pendekatan Phenomenologi-

Interpretif. Metode ini berpendapat bahwa ilmu dan kebenaran itu dibangun

bersifat pluralistik artinya realitas dapat diekspresikan dengan beragam simbol

dan sistem bahasa, serta bersifat plastis artinya realitas tersebar dan terbentuk

sesuai dengan tindakan perilaku manusia yang berkepentingan. Konstruktivist

62
menawarkan fungsi instrumental dan fungsi praktis dalam mengkonstruk

pengetahuan. Konsep dan ide itu bukan sesuatu yang harus di-discouvered

(ditemukan), melainkan sesuatu yang harus di-invented (dicari) (Muhadjir,

op.cit.,h.189). Pemilihan metode ini dimaksudkan untuk mencari serta menjawab

tantangan mengenai pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang

“dibungkus” dengan kemitraan dalam pengelolaannya terhadap konsep

pembangunan berkelanjutan.

G. Pelaporan

Pelaporan dan penyajian data bersifat deskriptif, karena penelitian ini

bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi dalam kegiatan

pengelolaan wisata minat khusus karst Kali Suci. Selain itu melalui

penggambaran fenomena tersebut juga dapat digunakan sebagai media untuk

mengevaluasi secara formatif setelah melalui proses melihat dan meneliti pola

pengelolaan di wisata minat khusus karst Kali Suci, kemudian dijadikan sebagai

umpan balik dalam upaya pemecahan masalah-masalah yang timbul.

Paradigma Naturalis lebih memilih bentuk pelaporan studi kasus

(karakteristik Naturalistik yang kesepuluh) yang merupakan hasil pengungkapan

fakta dan penafsiran, karena dengan laporan studi kasus deskripsi realitas ganda

yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar dari bias

(Muhadjir, ibid.,h.150). Peneliti mempunyai perhatian pada cara berfikir

responden dan memperhatikan nilai-nilai yang dianutnya karena responden lebih

memahami konteks penelitian daripada peneliti. Dengan demikian peneliti dapat

mempelajari, menerangkan atau menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya

secara natural tanpa adanya intervensi dari luar. Tujuan pelaporan studi kasus

63
antara lain: 1) memungkinkan transferabilitas hasil laporan pada kasus lain; 2)

laporan merupakan bentuk jawaban dari berbagai aksioma paradigma Naturalistik;

3) laporan merupakan alat komunikasi dengan pembaca, perlu dijaga agar

tampilannya benar-benar grounded, holistik dan seperti yang terjadi (Muhadjir,

ibid.,h.169).

Sistematika penulisan laporan terdiri dari 6 bab yang masing-masing

memiliki karakteristik dan nilai penjabaran yang berbeda. Bab I Pendahuluan

diawali dengan latar belakang (yang berisikan gambaran umum mengenai

pembangunan dan hubungannya dengan kawasan karst, nilai strategis kawasan

karst dalam konteks pembangunan, gambaran mengenai pengelolaan kawasan

karst di Indonesia), kemudian rumusan masalah disertai dengan tujuan dan

manfaat penelitian, setelah itu dijabarkan tinjauan pustaka (berisikan konsep

kemitraan, pengelolaan kawasan karst, dan pembangunan kawasan karst) Bab II

Metode Penelitian membahas jenis penelitian, langkah-langkah serta alat yang

digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Bab III Gambaran Umum

Kawasan Karst Kali Suci menggambarkan kondisi fisik kawasan karst Kali Suci

dan sosial masyarakat di sekitarnya. Bab IV Pengelolaan Obyek Wisata Minat

Khusus Karst Kali Suci membahas sejarah pengelolaan dan para stakeholder

yang terlibat, upaya pengelolaan, bentuk-bentuk kemitraan yang terjadi dalam

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci termasuk di dalamnya

jaringan komunikasi yang terjadi dalam pengelolaan, faktor-faktor pendorong dan

penghambat dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Bab

V Pengelolaan Obyek Wisata Karst Kali Suci: Tantangan Bagi

Pembangunan Berkelanjutan membahas tentang aspek-aspek pembangunan

64
berkelanjutan (ekologi, sosial, dan ekonomi) dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci, serta antisipasi pengembangannya guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan di kawasan karst Kali Suci, Bab VI

Penutup berisikan kesimpulan dan saran yang menyarikan pembahasan bab-bab

sebelumnya dan saran terkait pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci.

65
BAB III

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Deskripsi Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

1. Letak dan Kondisi Geografis

Secara astronomis obyek wisata minat khusus karst Kali Suci terletak

antara 08°00’20” - 08°02’00” Lintang Selatan dan 110°38’10” - 110°38’30”

Bujur Timur. Sedangkan secara administratif terletak di desa Pacarejo dan desa

Semanu, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul. Kali Suci berjarak

sekitar 7 km dari pusat kota Wonosari 14. Untuk menuju ke lokasi cukup mudah,

dikarenakan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci terletak tidak jauh dari

jalan utama Wonosari-Wonogiri. Akses menuju ke lokasi (sekretariat Pokdarwis

dan parkiran) telah diaspal dan dapat ditempuh dengan berbagai kendaraan

bermotor. Berikut disajikan dalam gambar 3.1 mengenai lokasi obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci.

Gambar 3.1 Lokasi Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

14
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul (2009), dalam BPS Gunung Kidul (2009)

66
Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci merupakan bagian dari

rangkaian jalur pegunungan yang memanjang di selatan Pulau Jawa yang biasa

dikenal dengan sebutan Pegunungan Seribu (kawasan karst Gunung Sewu).

Letaknya berada pada unit selatan kawasan karst Gunung Sewu. Pada daerah ini

banyak dijumpai mata air maupun air tanah pada kedalaman 60 – 100 meter di

bawah permukaan tanah (Fakultas Geografi UGM, op.cit.,h.38).

Gambar 3.2. Unit Fisiografi Daerah Penelitian dan Sekitarnya

Sumber: HIKESPI (1996), dalam Fakultas Geografi UGM (ibid.,h.84) (diadaptasi).

Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci terletak pada ketinggian 150-

191 mdpl 15. Sedangkan wilayah Kecamatan Semanu secara keseluruhan terletak

pada ketinggian antara 150-200 mdpl. Wilayah di sekitar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci banyak dijumpai adanya bukit-bukit karst, sistem sungai

bawah tanah, doline, serta gua-gua karst. Sesuai dengan kondisi geografisnya,

wilayah obyek wisata minat khusus karst Kali Suci memiliki potensi sebagai

daerah wisata perbukitan karst, dan wisata gua. Berdasarkan kondisi geografis

tersebut, obyek wisata Kali Suci dikembangkan sebagai obyek wisata minat

khusus karst.

Kali Suci sendiri merupakan sistem sungai permukaan dan bawah tanah,

yang alirannya berakhir di Pantai Baron, Gunung Kidul (MacDonald and Partners,

15
Berdasar peta Rupa Bumi Digital Indoneisa skala 1:25.000 Tahun 2001 (Lembar 1407-634
Semanu).

67
op.cit) 16. Gua-gua yang dilalui oleh aliran Kali Suci antara lain, Gua Suci, Luweng

Gelung, Luweng Glatikan, Gua Buri Omah, dan Luweng Grubug 17. Luweng dan

gua-gua tersebut juga merupakan bagian dari wilayah obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Aliran Kali Suci dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan,

sering terjadi banjir pada aliran Kali Suci. Hal ini yang harus diperhatikan oleh

para stakeholder pengelola obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dalam

menjaga keamanan para wisatawan.

2. Luas

Seperti yang telah dipaparkan di atas, obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci terletak di Kecamatan Semanu, Gunung Kidul. Luas Kecamatan

Semanu secara keseluruhan 108,39 km² atau sekitar 7,3 persen luas total dari

Kabupaten Gunung Kidul. Kecamatan Semanu terdiri dari 5 desa, yakni Desa

Pacarejo, Desa Candirejo, Desa Dadapayu, Desa Ngeposari, dan Desa Semanu.

Desa Pacarejo merupakan desa terluas di wilayah Kecamatan Semanu dengan luas

mencapai 30,74 km². Untuk lebih jelasnya berikut rincian luas desa di Kecamatan

Semanu:

Tabel 3.1. Pembagian Luas Desa di Kecamatan Semanu,


Kabupaten Gunung Kidul
No. Nama Desa Luas (km²)
1. Pacarejo 30,74
2. Candirejo 22,04
3. Dadapayu 22,40
4. Ngeposari 16,75
5. Semanu 16,46
Luas Keseluruhan 108,39
Sumber: Kantor Kecamatan Semanu (2009).

16
Peta Underground Drainase dalam Gunung Sewu Cave Survey 1982.
17
Luweng ialah penyebutan gua vertikal pada masyarakat Jawa.

68
Gambar 3.3. Prosentase Luas Desa di Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunung Kidul (dalam %)

Semanu, 15.19

Pacarejo; 28,36
Ngeposari;
15,45

Candirejo;
Dadapayu;
20,33
20,67

Sumber: Kantor Kecamatan Semanu (2009)( diolah).

3. Batas

Adapun Kecamatan Semanu memiliki batas wilayah sebagai berikut:

1). Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Karangmojo

2). Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tepus

3). Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wonosari

4). Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ponjong dan Kecamatan

Rongkop.

Untuk lebih jelasnya, uraian batas Kecamatan Semanu dapat dilihat pada

peta administrasi Kecamatan Semanu 18.

18
Dapat dilihat pada lampiran.

69
4. Keadaan Iklim

a. Suhu Udara

Untuk mengetahui keadaan suhu di suatu daerah, dapat digunakan rumus

yang menyatakan bahwa semakin tinggi suatu daerah dari permukaan air laut

maka suhu akan semakin rendah. Jika diformulasikan dalam rumus, maka suhu

rata-rata di daerah penelitian ini yang berada pada ketinggian 150 – 191 m, dapat

diketahui sebagai berikut:

T = (26,3 – 0,61.h)°C

T = temperatur/suhu
H = tinggi tempat dari permukaan air laut dalam ratusan meter
26,3 = suhu di permukaan air laut
0,61 = angka gradient untuk daerah tropis
Diketahui : h min = 150
h max = 191
Dihitung : t min = 26,3 – 0,61 (1,5)° C = 26,3 – 0,915 = 25,38
t max = 26,3 – 0,61 (1,91)° C = 26,3 – 1,1651 = 24,649
Jadi suhu udara rata-rata di daerah penelitian berkisar antara 25,38°C –

24,649°C.

b. Curah Hujan

Iklim dapat diartikan sebagai keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah

dalam waktu yang relatif lama, biasanya lebih dari sepuluh tahun. Iklim tiap-tiap

daerah berbeda-beda satu dengan yang lainnya, tergantung dari unsur-unsur yang

mempengaruhinya antara lain temperatur, curah hujan, penguapan dan radiasi

matahari.

Tipe iklim suatu daerah dapat diketahui dengan menggunakan data curah

hujan. Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari Dinas Pertanian

70
Tanaman Pangan dan Holtikulktura Kabupaten Gunung Kidul, keadaan curah

hujan di daerah penelitian dapat diketahui. Data curah hujan (th 1998 – th 2007)

di Kecamatan Semanu dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.2. Data Curah Hujan Kecamatan Semanu Tahun 1998-2007 (mm)

Rata-
Bulan/Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Rata

Januari 260 360 399 417 462 306 238 313 311 136 320,2
Februari 340 332 514 263 400 513 347 209 260 308 348,6
Maret 555 357 257 459 171 273 283 290 300 289 323,4
April 254 225 296 181 192 50 43 136 220 207 180,4
Mei 119 66 104 83 49 122 109 3 3 94 64 81,3
Juni 280 7 53 113 9 31 39 133 0 51 71,6
Juli 184 2 8 39 4 - 33 220 0 3 49,3
Agustus 47 - 12 11 3 - 2 3 0 1 7,9
September 72 12 19 16 - 30 15 68 0 1 23,3
Oktober 251 233 124 254 20 56 8 187 0 53 118,6
November 255 261 337 262 197 247 184 146 17 134 204
Desember 395 311 119 181 217 457 360 438 217 483 317,8
Jumlah 3012 2166 2242 2279 1724 2085 1661 2146 1419 1730 2046,4
Bulan Basah 10 7 8 8 6 6 6 9 5 6 7,1
Bulan Kering 1 4 4 3 6 6 6 2 6 5 4,3
Bulan
1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0,6
Lembab
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab.Gunung Kidul
(dalam BPS Gunung Kidul, 2009)

Untuk Tahun 2008-2010 tidak ada data mengenai curah hujan di

Kecamatan Semanu, hal ini disebabkan alat di lapangan mengalami kerusakan.

Dari data yang ada pada tabel di atas, curah hujan tinggi (curah hujan>100 mm)

terjadi rata-rata pada bulan Oktober hingga bulan April (Bulan basah). Hal ini

harus diperhatikan oleh para stakeholder obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci dalam menjalankan aktivitas wisata. Karena saat curah hujan tinggi, Kali

Suci sering mendapatkan kiriman banjir yang dapat membahayakan para

wisatawan.

71
5. Zonasi Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci merupakan bagian dari

kawasan Gunung Sewu. Kali Suci dapat dikatakan memiliki bentang karst yang

unik, dikarenakan Kali Suci merupakan hilir dari sungai permukaan yang cukup

panjang, yakni Sungai Munggi atau biasa disebut Sungai Jirak. Sebelum

membentuk sungai bawah tanah (kemudian dinamakan Kali Suci) dan masuk ke

dalam Gua Suci, Sungai Munggi sepanjang alirannya membentuk tebing yang

terjal dan dalam. Gua Suci sendiri merupakan sistem rucutan di mana untuk

pertama kalinya Sungai Munggi berubah sifat menjadi sungai bawah tanah. Mulut

gua yang relatif sempit dan tinggi menunjukkan kuatnya pengikisan sungai ke

arah bawah.

Gambar 3.4. Sungai Munggi (Hulu Kali Suci), yang digunakan dalam aktivitas
Cave Tubing di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci (dokumentasi pribadi 2011).

Gambar 3.5. Mulut Gua Suci yang merupakan hilir dari Sungai Munggi
(dokumentasi pribadi 2011).

72
Sebagai sebuah obyek wisata karst, Kali Suci memiliki lingkungan

endokarst dan eksokarst yang unik. Lingkungan endokarst yang terdapat pada

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci banyak ragamnya, antara lain

terdapatnya berbagai bentuk ornamen gua atau speleothem berupa stalagtit,

stalagmite, canopy, flowstone, goursdym, dll. Selain itu dijumpai pula adanya

natural bridge dan collapse doline. Untuk keanekaragaman hayati yang terdapat

di kawasan karst Kali Suci juga amat unik namun rapuh. Flora dan fauna yang

dapat dijumpai bersifat endemik dan mampu beradaptasi terhadap lingkungan

yang kering, gersang, dan mengandung kadar kalsium karbonat yang tinggi,

seperti jati (tertona gradis), mahoni (swetienia mahagony), dimana keduanya

memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Untuk lingkungan guanya yang gelap, dapat

dijumpai berbagai macam hewan, seperti kalelawar, walet, udang, kepiting, ikan,

ular, dan lain sebagainya. Potensi yang ada tersebut menjadikan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci begitu unik dan dapat dikembangkan sebagai wisata

minat khusus yang berorientasi education karst.

Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci merupakan obyek wisata alam.

Sistem pengelolaannya harus berdasarkan zonasi. Hal ini dalam rangka untuk

menjaga efektifitas pengelolaan dimana tujuan pemanfaatan dan pelestariannya

dapat dilaksanakan dan dikembangkan secara optimal atas dasar pertimbangan

ekologis, ekonomis, dan sosial serta sesuai dengan rencana pembangunan

wilayah. Obyek wisata minat khusus kawasan karst Kali Suci dalam

pengembangannya dibagi menjadi beberapa zona pemanfaatan, yakni:

a. Zona Kali Suci (Kali Suci-Gua Suci-Luweng Gelung-Luweng

Glatikan),

73
b. Zona Gua Buri Omah,

c. Zona Luweng Jomblang-Luweng Grubug. 19

a. Zona Kali Suci

Zona Kali Suci terdiri dari sistem sungai bawah tanah yang melintasi Gua

Suci, Luweng Gelung, dan berakhir di Luweng Glatikan. Letak zona Kali Suci

berada pada Dusun Jetis Wetan (Desa Pacarejo) dan Dusun Tegalsari (Desa

Semanu). Pada zona ini ditemui bentukan-bentukan eksokarst seperti natural

bridge, collapse doline, sungai karst. Keanekaragaman hayati yang ada juga

berbagai macam, antara lain jati, mahoni, ikan, udang, kalelawar, wallet, ular,

kepiting. Pada zona ini diperuntukkan sebagai wisata minat khusus Cave Tubing,

yakni atraksi wisata menelusuri aliran Kali Suci dengan menggunakan ban dalam.

Selain itu diperuntukkan juga oleh wisatawan dalam menikmati landsape bentang

alam karst.

Gua Suci sendiri berada pada lembah dengan kedalaman sekitar 30 meter.

Di dalam Gua Suci dapat ditemui beberapa stalagtit menggantung di atap lorong

gua, sementara flowstone menghiasi beberapa bagian dinding gua. Gua Suci yang

hanya mempunyai panjang lorong sekitar 100 meter merupakan lorong gua

tembus atau biasa disebut trough cave yang dapat ditelusuri dengan kano ataupun

ban dalam. Lapisan batu gamping yang menyusun atap lorong gua mempunyai

ketebalan maksimum 15 meter, di mana di atasnya terdapat jalan besar yang

dilalui oleh kendaraan-kenadaran. Setelah Sungai Munggi masuk ke dalam Gua

Suci, sungai bawah-permukaan itu tersingkap kembali di dasar Luweng Gelung.

Luweng Gelung merupakan runtuhan yang membentuk lembah atau doline dengan

19
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Peta Zonasi Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali
Suci (peta terlampir).

74
diameter mencapai 100 meter. Aliran sungai selanjutnya menghilang, sebelum

muncul kembali di Luweng Glatikan di selatannya. Luweng Glatikan, seperti

halnya Luweng Gelung, merupakan doline yang dibentuk dari proses runtuhan dan

pelarutan. Diameter Luweng Glatikan mencapai 75 meter. Di dasar luweng

sebelah selatan, sungai bawah tanah yang tersingkap masuk kembali ke dalam

tanah melalui lubang gua, dan selanjutnya menjadi sungai bawah tanah yang

muncul di Gua Buri Omah. Karakteristik Luweng Gelung dan Glatikan hampir

sama, di mana keduanya dipenuhi oleh semak belukar dan beberapa pohon

berbatang keras.

b. Zona Gua Buri Omah

Zona Buri Omah merupakan lanjutan dari aliran Kali Suci yang berbentuk

gua horizontal yang di dalamnya terdapat aliran sungai bawah tanah Kali Suci.

Zona ini terletak di Dusun Jetis Wetan (Desa Pacarejo). Pada zona ini banyak

dijumpai adanya kalelawar, udang, kepiting, dan ikan. Di sekitar zona ini

dikelilingi oleh pohon jati, serta dekat dengan telaga yang digunakan oleh

masyarakat untuk kebutuhan pertanian. Zona Buri Omah diperuntukkan sebagai

wisata minat khusus penelusuran gua semi-horisontal. Akses ke zona Buri Omah

cukup sulit, karena terletak di lembah karst (doline). Selain itu medan penelusuran

juga tergolong sulit, dengan dijumpainya beberapa lantai gua yang mencapai

kemiringan 75° dengan tinggi bervariasi dari 3 sampai 6 meter. Wisatawan jarang

yang berkunjung ke zona ini. Biasanya hanya teman-teman dari pecinta alam saja

yang menelusuri gua Buri Omah.

75
c. Zona Luweng Jomblang-Luweng Grubug

Zona Luweng Jomblang-Grubug sama seperti Gua Buri Omah, masih dari

lanjutan aliran Kali Suci. Zona Luweng Jomblang-Grubug terletak di Dusun Jetis

Wetan (Desa Pacarejo). Zona ini berjarak 2,5 km dari pemukiman penduduk.

Luweng Jomblang dan Luweng Grubug terbentuk dari runtuhan yang disebabkan

oleh sungai bawah tanah atau biasa disebut collapse doline 20. Kedua luweng ini

merupakan gua vertikal dengan ketinggian masing-masing 60 meter (Jomblang)

dan 90 meter (Grubug). Diameter Luweng Jomblang mencapai 150 meter. Di

dasar Luweng Jomblang terdapat beberapa lorong gua. Di sebelah barat laut dan

tenggara merupakan lorong sungai aktif pada musim hujan. Lorong gua di bagian

barat laut berhubungan dengan Luweng Grubug yang terletak di sebelah baratnya.

Sedangkan Luweng Grubug sendiri merupakan sebuah sumuran tegak menyerupai

bentuk botol, dengan garis tengah di permukaan antara 20-25 meter. Luweng

Jomblang dan Luweng Grubug sangat terkenal oleh para penggiat penelusuran

gua.

Gambar 3.6. Daya tarik Luweng Jomblang-Grubug.


Hutan purba di dasar Luweng Jomblang (1), “Lukisan Cahaya” di Luweng Grubug (2), Resort di
sekitar Luweng Jomblang (3). (dokumentasi pribadi 2011).

20
Collapse Doline ialah doline runtuhan.

76
Pada Luweng Jomblang di dasarnya terdapat hutan purba yang kaya akan

keanekaragaman hayati karst. Tumbuhan yang hingga kini tumbuh subur di dasar

Luweng Jomblang dianggap hutan primer asli kawasan karst Gunung Sewu

menurut para peneliti. Hal ini disebabkan hutan tersebut terisolasi dan sulit

dicapai oleh masyarakat awam. Vegetasi yang terdapat di dasar luweng tersebut

antara lain: Ficus sp, Quercus ilex, Suite, Genipa Americana, Orophea Hexandra,

Eugina sp, Morus Nigra, Muntingia Exelsa, Phillyrea Angustifolia, Leucaena

Glauca, Beth, Bauhinia Purpurea, Calophyllum Inophylum, Pangium Edule,

Reinw (Ko, 2004). Selain itu di Luweng Jomblang juga terdapat beberapa spesies

langka seperti katak pohon.

Sedangkan Luweng Grubug terkenal dengan keindahan cahaya matahari

yang menembus masuk melalui aven 21. Pada dasar Luweng Grubug terdapat

sungai bawah tanah aktif yang merupakan aliran dari Kali Suci dengan debit yang

besar. Selain itu terdapat ornamen Macro Goursdym di dasarnya. Di antara kedua

luweng terdapat lorong gua bawah tanah dengan jarak kurang lebih 120 meter,

yang menghubungkan kedua luweng tersebut. Pada lorong tersebut terdapat jalan

setapak yang terbuat dari konblok berjejer. Jalan setapak tersebut dibuat oleh

Pemerintah Daerah pada tahun 2000.

Zona Luweng Jomblang-Grubug diperuntukkan sebagai wisata minat

khusus penelusuran gua vertikal yang bermuatan education karst. Untuk

mengeksplorasinya wisatawan memerlukan peralatan khusus yang telah

disediakan di lokasi serta didampingi guide bersertifikat instruktur penelusuran

gua. Ke depannya areal Luweng Jomblang-Grubug akan dijadikan pusat

21
Aven ialah jendela gua.

77
pendidikan Speleologi Indonesia. Di sisi Luweng Jomblang juga terdapat resort

yang digunakan untuk keperluan wisatawan. Selain itu Camping Ground juga

disediakan di sekitar areal resort. Untuk Luweng Jomblang dan Luweng Grubug

tidak ada sistem zonasi dalam pemanfaatannya seperti pada zona Kali Suci. Hanya

ada zona rawan dan zona inti kunjungan. Hal ini dikarenakan akses menuju ke

dasar Luweng harus menggunakan peralatan serta didampingi dan diawasi para

guide. Selama melakukan penelusuran gua, wisatawan diarahkan oleh para guide,

terkait mana jalan yang boleh dilewati oleh wisatawan. Terutama saat melintasi

hutan purba yang masih alami.

6. Potensi Pariwisata

Potensi pariwisata di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

banyak ragamnya. Potensi yang ada dapat di kelompokkan ke dalam kondisi

biofisik alamnya, keutuhan kawasan karst dan keanekaragaman hayatinya, serta

keadaan sosial dan budayanya. Potensi pariwisata di kawasan karst Kali Suci dan

sekitarnya memiliki dua tujuan dasar, yakni: a) Budaya (kegiatan pertanian karst,

kuliner lokal, spiritual, sejarah; b) Basis Alam (studi geologi, studi hidrologi karst,

studi speleologi, studi biospeleologi, penelusuran gua, berkemah, panjat tebing,

jalan kaki menyusuri hutan karst).

a) Pariwisata berbasis budaya

Satu hal yang menarik wisatawan datang ke suatu daerah tujuan wisata

ialah budaya. Di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

terdapat budaya lokal yang telah ada sejak dulu kala. Untuk menunjang

kegiatan wisata yang telah ada, perlu dibentuk suatu konsep wisata

alternatif dengan menggunakan budaya lokal sebagai kegiatan wisatanya.

78
Seperti wisata pertanian karst, wisata kuliner lokal, wisata sejarah dan

wisata spiritual. Dengan adanya wisata alternatif tersebut diharapkan

kegiatan wisata di daerah kawasan karst Kali Suci tetap berjalan walaupun

saat musim hujan. Untuk itu perlu keterlibatan masyarakat dalam aktivitas

pariwisata di kawasan karst Kali Suci.

b) Pariwisata berbasis alam

Kekayaan nilai ilmiah kawasan karst tidak terbantahkan lagi. Kawasan

karst yang begitu spesifik dan unik merupakan laboratorium alam yang

menarik untuk dikaji dan ditelaah secara ilmiah. Nilai ilmiah yang ada

meliputi hidrologi karst, arkeologi, biospeleologi, geologi karst,

pengamatan keaneragaman hayati karst, dll. Kawasan karst Kali Suci

memiliki nilai-nilai ilmiah tersebut. Dengan adanya pengelolaan wisata di

kawasan karst Kali Suci, nilai-nilai ilmiah yang ada tetap terjaga. Bahkan,

menarik bagi wisatawan ataupun para peneliti untuk berkunjung. Kegiatan

wisata penelusuran gua di kawasan karst Kali Suci dalam aktivitasnya juga

harus disisipi tentang edukasi karst, sehingga nilai wisata yang ada lebih

menarik dan berbobot. Masih diperlukannya berbagai macam fasilitas

untuk menunjang kegiatan tersebut, seperti media interpretasi, lokasi

pengamatan, dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama dengan

berbagai lembaga atau instansi yang berkompeten di bidang karst.

7. Jumlah Wisatawan

Sebelum obyek wisata minat khusus kawasan karst Kali Suci dikelola

seperti saat ini, jumlah wisatawan yang berkunjung masih minim. Berikut data

79
jumlah wisatawan Kali Suci dan perbandingan jumlah wisatawan di beberapa

obyek wisata gua lainnya di Gunung Kidul dari tahun 2004 – 2007:

Tabel 3.3. Data Jumlah Pengunjung Per Pos Obyek Wisata Gua di
Gunung Kidul
Jumlah Pengunjung
No. Pos Obyek
2004 2005 2006 2007
1. Gua Kali Suci 125 122 126 149
2. Gua Cerme 1.672 1.684 1.591 1.623
3. Gua Maria Tritis 2.125 2.581 2.627 3.045
4. Gua Bribin 711 672 749 750
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Gunung Kidul Tahun 2007
(dalam BPS Gunung Kidul, 2009).

Berdasarkan data pada tabel di atas, jumlah wisatawan yang datang ke Gua

Kali Suci sangat sedikit dibandingkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke gua

lainnya di Gunung Kidul. Setelah gua Kali Suci dan kawasan sekitarnya dikelola

menjadi obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, jumlah pengunjung

mengalami peningkatan. Kebanyakan pengunjung berasal dari wisatawan

nusantara, kadang-kadang wisatawan ada juga yang berasal dari wisatawan

mancanegara, seperti wisatawan dari Kanada, Inggris, Perancis, dan lain

sebagainya.

Berdasar hasil wawancara dengan beberapa pengelola obyek wisata

kawasan karst Kali Suci dan hasil observasi di lapangan, saat ini setiap

minggunya pengunjung rata-rata mencapai 50 orang (aktivitas cave tubing),

belum lagi ditambah wisatawan yang sekedar menikmati landscape kawasan karst

Kali Suci. Setiap wisatawan yang ingin menikmati aktivitas Cave Tubing dikenai

tarif Rp 65.000,00 per orangnya. Artinya pemasukan yang didapat dari obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci untuk aktivitas Cave Tubing saja mencapai

Rp 3.250.000,00 per minggu (dengan rincian 50 orang dikalikan Rp 65.000,00).

80
Jumlah pemasukan yang didapat dari aktivitas Cave Tubing Kali Suci per

minggunya hampir menyaingi total pendapatan dari obyek wisata Gua Cerme

selama setahun pada tahun 2007, yakni Rp 4.869.000,00. Sedangkan tarif

penelusuran gua di Luweng Jomblang dan Grubug memiliki tarif paling murah Rp

300.000,00 sampai dengan tarif exslusif 25 juta per orang. Untuk tarif resort Rp

450.000,00 per malam. Dikelolanya obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar obyek wisata.

Mengingat pariwisata memiliki dampak yang luas (multiplier effect).

Gambar 3.7. Wisatawan di Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci.
Dari kiri ke kanan: Wisatawan asing menikmati kuliner lokal di rumah penduduk, wisatawan
umum yang sekedar menikmati keindahan bentang alam karst obyek wisata minat khusus karst
Kali Suci, wisatawan asing beserta penduduk lokal di resort Luweng Jomblang. (dokumentasi
pribadi 2011).

Tabel 3.4. Data Penerimaan Retribusi Wisata Alam Tahun 2004-2007

Obyek Realisasi Penerimaan (Rp juta)


No.
Wisata 2004 % 2005 % 2006 % 2007 %
1. Pantai 742,8 98,72 718,7 98,67 600 98,42 707,6 98,28
Bukit dan
2. 0,35 0,05 0,35 0,05 0,35 0,06 0,55 0,07
Pegunungan
3. Gua 4,25 0,56 5,16 0,72 5,25 0,86 6,81 0,95
4. Tirta 5,04 0,67 4,05 0,56 4 0,66 5 0,70
Jumlah 752,48 100 728,3 100 609,69 100 719,98 100
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Gunung Kidul Tahun 2007(dalam BPS
Gunung Kidul, 2010).

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari masing-masing jenis obyek

wisata mengalami peningkatan dan penurunan pendapatan. Obyek wisata pantai

meskipun jumlah pendapatan yang diterima sangat besar tapi dari tahun ke tahun

81
mengalami penurunan pendapatan. Sedangkan dari sektor pariwisata gua terus

mengalami peningkatan yang signifikan. Prospek yang dimiliki obyek wisata gua

cukup menjanjikan untuk dapat terus dikembangkan sebagai salah satu obyek

wisata andalan di Gunung Kidul. Mengingat trend pariwisata di masyarakat turut

berubah, dari yang tadinya lebih cenderung ke wisata massal berubah menjadi

wisata minat khusus.

B. Kondisi Sosial Ekonomi

1. Kependudukan

Penduduk yang bermukim di sekitar obyek wisata kawasan karst Kali Suci

saat ini adalah perpaduan antara penduduk asli dan pendatang. Jumlah penduduk

di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci adalah 58.228 jiwa dengan

14.816 KK. Perincian total populasi tersebut pada masing-masing desa dapat

dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5. Jumlah Penduduk di Setiap Wilayah Desa Dalam Kecamatan


Semanu
No. Desa Jumlah Dusun Jumlah Penduduk (%) Jumlah KK
1. Pacarejo 28 27,43 4.808
2. Candirejo 20 15,18 1.985
3. Dadapayu 20 14,28 1.916
4. Ngeposari 19 16 2.577
5. Semanu 19 27,11 3.530
Jumlah 106 100 14.816
Sumber: Kantor Kecamatan Semanu (2009)(diolah)

Pada tabel 3.5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bermukim di

sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci berjumlah 58.228 jiwa atau

sebanyak 14.816 KK. Tekanan penduduk dikhawatirkan akan mengganggu

kelestarian kawasan karst Kali Suci, mengingat sebagian besar penduduk bermata

82
pencaharian sebagai petani 22. Meningkatnya jumlah populasi berarti semakin

meningkatnya kebutuhan akan sumber daya lahan untuk digarap, yang pada

akhirnya akan mengakibatkan pula meningkatnya tekanan terhadap kawasan karst

Kali Suci.

2. Mata Pencaharian Penduduk 23

Penduduk Kecamatan Semanu memiliki mata pencaharian beraneka

ragam. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Semanu bergerak pada dua

sektor, yakni sektor formal dan sektor informal. Menurut data komposisi mata

pencahariaan penduduk Kecamatan Semanu pada tahun 2000, mata pencahariaan

sebagai petani merupakan mata pencaharian yang dominan (74,7 persen). Pada

data mata pencahariaan penduduk Kabupaten Gunung Kidul tahun 2009,

penduduk Gunung Kidul mayoritas juga bermata pencahariaan sebagai petani

(61,87 persen). Dapat dikatakan untuk saat ini, penduduk Kecamatan Semanu

sebagian besar juga berprofesi sebagai petani. Mengingat karakteristik penduduk

Kecamatan Semanu tidak jauh beda dengan karakteristik penduduk Gunung Kidul

pada umumnya. Kebanyakan penduduk yang bermata pencahariaan sebagai petani

juga memelihara hewan ternak di belakang rumah mereka.

22
Berdasarkan wawancara dan observasi lapangan. Data mengenai mata pencaharian masyarakat
daerah Semanu tidak tersedia, hanya terdapat data mata pencaharian penduduk Gunung Kidul
secara keseluruhan, yakni bidang pertanian yang mencapai 61,87% (sumber:BPS Gunung Kidul
2010).
23
Mengenai data statistik mata pencaharian penduduk Kecamatan Semanu tidak ada. Dalam
menggambarkan mata pencahariaan penduduk Kecamatan Semanu saat ini, data yang ditampilkan
mengacu pada data statistik mata pencaharian penduduk Kecamatan Semanu tahun 2000, data
statistik mata pencahariaan penduduk Kabupaten Gunung Kidul 2009, observasi di lapangan, serta
komparasi dengan data-data yang berhubungan dengan gambaran mata pencaharian penduduk
Kecamatan Semanu.

83
Gambar 3.7 Aktivitas Mata Pencaharian Penduduk.
Dari kiri ke kanan: Aktivitas warga saat bertani, hewan ternak warga, penjual belalang
(dokumentasi pribadi 2011).

Selain bermata pencaharian sebagai petani, penduduk Kecamatan Semanu

ada juga yang bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang. Mata pencahariaan

sebagai pedagang adalah mata pencahariaan terbesar penduduk Kabupaten

Gunung Kidul setelah petani, yakni sebesar 12,3 persen. Banyak dijumpai warung

dan pertokoan di wilayah Semanu. Berdasar data pada tahun 2009, setidaknya di

Kecamatan Semanu terdapat pasar desa (5 buah), pasar negeri (3 buah), toko (19

buah), kios (35 buah), dan warung (468 buah). Mata pencaharian yang lain

penduduk Semanu, yakni PNS, polisi, guru, dll. Namun jumlahnya tidak sebesar

mata pencahariaan sebagai petani dan pedagang. Dapat dikatakan mata

pencaharian yang dominan ialah di sektor informal, yakni sebagai petani dan

pedagang.

3. Pemanfaatan Lahan

Tekanan yang disebabkan oleh pemanfaatan lahan dan pemukiman

penduduk di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci perlu diperhatikan.

Agar nantinya pemanfaatan lahan dan bertambahnya pemukiman penduduk tidak

mengganggu kegiatan wisata yang ada. Mengingat obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci berada pada lokasi hutan rakyat, hutan Negara, dan lahan

penduduk. Perlu adanya batasan yang jelas mengenai zonasi obyek wisata minat

84
khusus karst Kali Suci, sehingga ke depannya tidak menimbulkan konflik dengan

penduduk sekitar obyek wisata dalam hal pemanfaatan lahan. Berikut mengenai

rincian pemanfaatan lahan di sekitar lokasi obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci.

Tabel 3.6 Luas Desa Dirinci Menurut Pemanfaatan Lahan di Kecamatan


Semanu
Tanah Tanah Hutan Hutan
Nama Bangunan Lainnya Jumlah
Sawah Kering Rakyat Negara
Desa (%) (%) (Ha)
(%) (%) (%) (%)
Pacarejo 0,07 52,02 17,78 1,93 13 15,2 3.074,31
Candirejo - 74,59 16,19 4,7 0,17 4,35 2.203,85
Dadapayu - 82,6 9,67 6,33 - 1,4 2.240,21
Ngeposari 0,15 56,41 19,02 - 9,32 15,1 1.674,35
Semanu - 65,94 33,65 0,28 - 0,13 1.646,30
Jumlah 0,04 65,72 18,38 2,86 5,16 7,84 1.0839,03
Sumber: Kantor Kecamatan Semanu (2009)(diolah).

4. Sistem Sosial-Budaya Masyarakat

Seperti gambaran masyarakat desa pada umumnya, masyarakat Kecamatan

Semanu hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain. Mereka mengakui

adanya orang-orang yang berpengaruh dan dijadikan panutan, seperti camat,

kades, kadus, polo, jagabaya. Selain itu.mereka juga mengakui adanya orang-

orang yang dituakan secara adat (Kami Tua). Kami Tua merupakan tokoh

informal yang mempunyai pengaruh kuat dan berperan dalam berbagai kegiatan

desa. Pada masyarakat setiap desa di Kecamatan Semanu, masyarakat menjadikan

Kepala Desa dan Kami Tua sebagai pemimpin. Keduanya memiliki pengaruh

yang sama. Namun yang membedakan hanyalah tugas dan perannya saja. Kepala

desa dan Kami Tua menjadi sumber (tempat) bertanya dan meminta nasihat oleh

85
masyarakat tentang urusan-urusan tertentu, baik yang menyangkut masalah

pemerintahan desa, maupun masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat.

Masyarakat Kecamatan Semanu memiliki sifat pergaulan komunal, yang

berarti hubungan batin antar warga sangat erat, saling menolong dan menghormati

satu sama lain. Sikap tolong menolong diwujudkan pada kegiatan bercocok

tanam, mendirikan rumah, hajat keluarga, dll. Kehidupan masyarakat Kecamatan

Semanu damai dan kondisi lingkungannya sangat aman. Segala masalah dapat

diselesaikan dengan mudah atas peranan orang yang berpengaruh pada

masyarakatnya tersebut dengan sistem musyawarah. Pelanggaran yang dilakukan

cukup diselesaikan dengan lurah atau kepala desa. Apabila cara ini tidak berhasil,

pihak yang melakukan pelanggaran disatru oleh masyarakat 24.

Dalam tradisi di wilayah Kecamatan Semanu, para wanita dalam sebuah

hajatan akan secara sukarela dan tanpa diundang datang ke rumah pemilik hajat

untuk membantu mempersiapkan makanan dan urusan dapur lainnya. Sedangkan

para lelaki secara sigap membantu tuan rumah membangun tayub atau tenda

tradisional untuk melangsungkan acara. Dalam hajatan tersebut, tuan rumah

bisanya mengundang tari-tarian tradisional untuk menghibur warga sekitarnya.

Setiap satu bulan sekali masyarakat juga melakukan gotong royong atau kerja

bakti untuk membersihkan lingkungan tempat mereka tinggal. Kegiatan kerja

bakti biasanya meliputi mencabut rumput liar, membersihkan selokan,

membersihkan kebun tempat endemi nyamuk, dan sebagainya. Kerja bakti

umumnya dilakukan oleh para laki-laki dari segala usia. Kondisi bersosialisasi

semacam ini dapat dikategorikan dalam masyarakat paguyuban.

24
Disatru ialah dikucilkan atau tidak diajak bicara.

86
Kondisi sosial masyarakat Semanu yang demikian tidak lepas dari legenda

yang beredar pada masyarakat Semanu. Masyarakat Semanu percaya bahwa

mereka berasal dari satu nenek moyang. Mereka menyebutnya sebagai “Mbah

Jonge”. Menurut legenda, Mbah Jonge merupakan seorang hulubalang raja

Majapahit yang berhasil melarikan diri dan memulai kehidupan baru sebagai

seorang petani yang tinggal di wilayah Semanu. Lambat laun Mbah Jonge

beranak pinak di wilayah tersebut dan lahirlah sebuah generasi baru yang

menempati wilayah Semanu sekarang.

Masyarakat Kecamatan Semanu juga percaya bahwa Mbah Jonge

dimakamkan di Desa Pacarejo tepatnya di sebuah tempat yang kini menjadi

sebuah telaga bernama Telaga Jonge. Telaga yang terletak di tengah-tengah desa

ini digunakan sebagai tampungan air bagi para warga yang kekurangan air ketika

musim kemarau. Mbah Jonge mewariskan sebuah budaya yang menjadi ciri khas

daerah Semanu. Kebudayaan tersebut berupa sebuah tarian yang kini dikenal

sebagai “ngibing”. Pada awalnya, tarian ini digunakan sebagai hiburan para warga

dari seseorang yang memiliki hajat. Tarian ini dilakukan oleh beberapa orang

wanita muda dengan gaya tarian yang cukup erotis seperti tari Ronggeng di

daerah Jawa Barat.

Gambar 3.8 Telaga Jonge (dokumentasi pribadi 2011).

87
Tidak ada data akurat untuk membuktikan kebenaran-kebenaran mengenai

sejarah terbentuknya komunitas masyarakat Kecamatan Semanu. Namun

berdasarkan pendapat para warga yang tinggal disana, hal-hal tersebut memang

telah menjadi mitos yang dipercaya oleh seluruh warga masyarakat Semanu

sampai saat ini. Di Kecamatan Semanu juga terdapat lembaga formal maupun

informal. Antara lain, perkumpulan kesenian (meliputi tatah wayang kulit,

Kethoprak, Pedalangan, Campur Sari, Reog, Jathilan), Kelompok Tani, Karang

Taruna, Pokdarwis, Organisasi keagamaan, Kelompok Adat, LPMP, dll.

Dalam kesehariannya, masyarakat Kecamatan Semanu juga tidak terlepas

dari dunia teknologi. Banyak di antaranya telah memiliki alat komunikasi modern.

Walaupun mereka telah mengenal alat komunikasi modern, para penduduk tidak

melupakan alat komunikasi tradisional seperti kenthongan. Mereka masih

menggunakannya sebagai isyarat adanya tanda bahaya seperti adanya pencuri,

kebakaran, dan gempa bumi.

Tingkat pengetahuan masyarakat juga dipengaruhi oleh adanya media

massa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Di Kecamatan Semanu terdapat

beberapa media massa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Media massa tersebut

antara lain radio, televisi, internet, koran, dan majalah. Sebagian besar masyarakat

Semanu telah memiliki pesawat televisi di rumahnya. Hal ini tidak dapat

dibuktikan secara statistik, namun hal ini dapat dilihat dari banyaknya antena TV

yang menjulang di atap rumah-rumah warga. Berbeda dengan masyarakat yang

dewasa, kaum muda di Semanu sudah mulai mengenal internet. Para pemuda

mengkonsumsi internet selain sebagai media hiburan dan jejaring sosial, juga

memanfaatkannya sebagai media untuk mendapatkan pengetahuan tambahan.

88
BAB IV

PENGELOLAAN OBYEK WISATA

MINAT KHUSUS KARST KALI SUCI

A. Sejarah Pengelolaan

Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci memiliki sejarah yang panjang

sebelum dikelola menjadi obyek wisata seperti saat ini. Kali Suci merupakan

sistem sungai bawah tanah. Kali Suci sebenarnya sudah mulai dirintis sebagai

tempat wisata pada era pemerintahan Presiden Soeharto sekitar tahun 1997. Saat

itu dilakukan pembangunan tangga untuk mempermudah akses menuju sungai.

Namun, setelah pembangunan selesai, Kali Suci kurang mendapat perhatian dari

pemerintah setempat. Kurangnya perhatian, menjadikan Kali Suci tidak terawat

dengan baik, dan malah digunakan warga sekitar untuk keperluan mandi dan

mencuci. Akibatnya Kali Suci tercemar oleh limbah yang dihasilkan dari aktivitas

warga tersebut.

Sekian lama terabaikan, ide mengenai pengalih fungsian Kali Suci menjadi

obyek wisata karst bergulir kembali. Pencetusan ide ini muncul kembali saat

HIKESPI dengan ketuanya yang baru (Cahyo Alkantana) mengadakan sebuah

sarasehan di Wisma Wanagama, Gunung Kidul pada tanggal 16-18 September

2005. Sarasehan ini dihadiri oleh 60 orang yang berasal dari anggota HIKESPI,

LSM, Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata dan Organisasi Pecinta Alam. Hasil

dari sarasehan ini menghasilkan usulan-usulan strategis dalam pengembangan

Speleologi di Indonesia dan menjadi dasar pembentukan program kerja pengurus

HIKESPI yang baru. Salah satunya yakni mengembangkan kawasan karst Kali

89
Suci menjadi sebuah obyek wisata karst. Ide mengembangkan kawasan karst Kali

Suci menjadi obyek wisata karst di dasari atas keprihatinan mengenai model

pembangunan di kawasan karst dan kondisi Kali Suci saat itu. Atas dasar itulah

HIKESPI bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kabupaten

Gunung Kidul kemudian membentuk sebuah konsep untuk mengembangkan

kawasan karst Kali Suci sebagai obyek wisata karst.

Konsep yang dipilih saat itu ialah menjadikan kawasan karst Kali Suci

sebagai obyek wisata alam dan petualangan, dengan tema “Semanu Extreme

Adventure”. Inti dari konsep tersebut yakni menjadikan sistem sungai bawah

tanah Kali Suci yang terletak di Kecamatan Semanu sebagai lokasi wisata

petualangan extreme (penelusuran gua, panjat tebing, olahraga air). Alasan

dipilihnya kawasan karst Kali Suci sebagai lokasi wisata petualangan,

dikarenakan Kecamatan Semanu dengan kawasan karstnya (sistem Kali Suci)

telah dikenal oleh banyak penelusur gua maupun para peneliti karst di Indonesia

sebagai lokasi yang memiliki gua-gua yang indah, unik, menantang, serta kaya

akan keanekaragaman hayati dan nilai historis-nya (seperti luweng Jomblang-

Grubug dengan kedalaman vertikal mencapai 90 meter serta terdapat hutan purba

di dalamnya, serta Kali Suci yang memiliki bentukan eksokarst maupun endokarst

yang bervariasi). Konsep “Semanu Extreme Adventure” sebenarnya telah disusun

draft pengembangannya dengan mengacu pada RTRW (Rancangan Tata Ruang

dan Tata Wilayah) dan RIPPDA (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata

Daerah) Kabupaten Gunung Kidul. Namun akibat terkendala oleh masalah

pendanaan, akhirnya konsep yang telah disusun tersebut tidak dilanjutkan

pelaksanaannya.

90
Baru pada tahun 2007, Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul mulai

melakukan inisiatif dengan mempromosikan Kali Suci sebagai obyek wisata.

Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul pula yang pertama kali mencetuskan Kali

Suci sebagai obyek wisata minat khusus karst, dengan tujuan sebagai lokasi

wisata alam penelusuran gua. Pada awalnya tujuan penamaan Kali Suci sebagai

obyek wisata minat khusus karst didasari atas keunikan bentang alam yang

terdapat di Kali Suci (berbeda dengan lokasi wisata alam lainnya) dan khusus

untuk ditujukan bagi kalangan para penggiat penelusur gua. Hal yang dilakukan

Disbudpar Kabupten Gunung Kidul saat itu memasang plang-plang penunjuk arah

menuju lokasi obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Ada sekitar 7 plang

berukuran besar yang dipasang di sepanjang jalan Wonosari-Wonogiri dan jalan

menuju lokasi obyek wisata minat khusus kawasan karst Kali Suci. Atraksi yang

ditawarkan masih sebatas menikmati pemandangan landscape kawasan karst Kali

Suci. Masyarakat sekitar obyek wisata belum dilibatkan dalam kegiatan wisata.

Wisatawan yang datang masih terbatas pada para penggiat penelusur gua dari

kalangan pecinta alam saja.

Kemudian baru pada tahun 2009, Cahyo Alkantana selaku ketua HIKESPI

berinvestasi dengan membeli tanah seluas 5 hektar di sekitar Luweng Jomblang,

serta membangun resort dan melakukan inisiasi penghijauan di sekitar Luweng

Jomblang-Grubug dengan dana pribadi. Motivasi Cahyo Alkantana terkait

membeli tanah dan membangun resort di sekitar Luweng Jomblang saat itu ialah

keinginan beliau mengenalkan olahraga penelusuran gua sebagai paket wisata

minat khusus, serta menjaga Luweng Jomblang dan Grubug dari kegiatan

penambangan dan penebangan vegetasi karst. Mengingat saat itu telah terjadi

91
beberapa titik area penambangan dan pengambilan vegetasi karst oleh masyarakat

di sekitar kawasan Luweng Jomblang dan Grubug. Juga ada indikasi investor

ayam potong yang akan memakai lahan di atas Luweng jomblng-grubug untuk

peternakan ayam dengan mengangkat air dari sungai bawah tanah di Luweng

grubug. Selain itu beliau juga bertekad untuk menjadikan areal Luweng Jomblang

dan Grubug sebagai pusat pendidikan Speleologi di Indonesia. Pada awalnya ide

tersebut mendapat tanggapan miring dari beberapa pihak. Hal ini disebabkan

bagaimana mungkin menghijaukan kembali kawasan karst di sekitar Luweng

Jomblang dan Grubug, mengingat tidak tersedianya sumber air di sekitar lokasi

tersebut. Mendapat tantangan seperti itu, Cahyo Alkantana dengan modal “nekat”

merealisasikan impiannya tersebut. Keseluruhan pekerja yang membangun resort

tersebut ialah masyarakat sekitar Kali Suci. Pembangunan resort di areal sekitar

Luweng Jomblang dan Grubug membuat keinginan menjadikan Kali Suci sebagai

tujuan wisata minat khusus kembali menguat. Akhirnya para tokoh masyarakat

dan pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna mengundang Cahyo Alkantana

untuk berdiskusi mengenai kondisi Kali Suci saat itu dan pengembangannya

sebagai obyek wisata minat khusus karst ke depannya. Pada bulan Agustus 2009,

bertepatan dengan kursus pendidikan dasar, lanjutan, dan asisten Instruktur

HIKESPI yang diadakan di areal resort Luweng Jomblang-Grubug, Cahyo

Alkantana menguji coba konsep untuk atraksi wisata di Kali Suci, yakni Cave

Tubing, dan penelusuran gua vertikal. Menurut Cahyo Alkantana, konsep Cave

Tubing di obyek wisata kawasan karst Kali Suci mengadopsi dari Negara New

Zealand dan Meksiko. Uji coba konsep tersebut berjalan lancar dan sukses, dan

dalam pelaksanannya dibantu masyarakat sekitar.

92
Sehabis uji coba tersebut, Cahyo Alkantana bersama Dinas Pariwisata

Kabupaten Gunung Kidul, dan masyarakat setempat terus melakukan pertemuan

dan diskusi guna mewujudkan konsep yang dahulu sempat tertunda, yaitu

menjadikan kawasan karst kali Suci sebagai obyek wisata minat khusus karst.

Lalu pada tanggal 4 Oktober 2009 dibentuklah sebuah organisasi oleh masyarakat

setempat yang bernama Pokdarwis Kali Suci. Akhirnya setelah rutin melakukan

pertemuan antara pihak investor (Cahyo Alkantana), Disbudpar Kabupaten

Gunung Kidul, dan masyarakat (yang diwakili Pokdarwis Kali Suci), disepakati

atraksi wisata yang akan dikembangkan di obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci ialah Cave Tubing, penelusuran gua, dan pemandangan bentang alam karst.

Mengenai pengelolaannya, secara bersama disepakati bahwa, masyarakat

mengelola kegiatan Cave Tubing di areal Kali Suci (Gua Suci, Luweng Gelung,

Luweng Glatikan) dengan didampingi anggota HIKESPI. Sedangkan Luweng

Jomblang-Grubug dikelola oleh pihak investor (Cahyo Alkantana), dan

mempekerjakan masyarakat sekitar dalam perawatan resort.

Pada bulan Desember 2009 diadakan pembukaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci dengan Cave Tubing sebagai atraksinya. Pada pembukaan

tersebut melibatkan masyarakat setempat dan didampingi oleh para anggota

HIKESPI. Pembukaan tersebut mendapat antusiasme yang besar dari masyarakat,

rekan-rekan media dan wisatawan yang diundang secara khusus untuk datang

dalam pembukaan. Selepas pembukaan, wisatawan yang datang ke lokasi obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci semakin banyak. Mengingat atraksi wisata

yang ditawarkan (khususnya Cave Tubing) ialah hal yang baru. Sampai saat ini

pengelolaan yang berlandaskan kemitraan di obyek wisata minat khusus karst Kali

93
Suci masih berlangsung. Pengelolaan saat ini murni dilimpahkan kepada

Pokdarwis Kali Suci, karena Pokdarwis sudah dapat mengelola obyek wisata Kali

Suci secara mandiri. Walaupun sudah mandiri, Pokdarwis Kali Suci tetap sering

meminta saran kepada pihak investor (Cahyo Alkantana).

Paradigma pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci,

mencoba untuk menjawab tantangan pembangunan di kawasan karst, yaitu

kemiskinan masyarakat kawasan karst, degradasi kawasan karst, dan kurangnya

partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Pelibatan berbagai pihak

dalam merumuskan pola pembangunan di kawasan karst, merupakan sinyal positif

yang perlu diapresiasi. Dengan begitu semua pihak yang terlibat dapat

berkontribusi secara aktif terkait pembangunan di kawasan karst.

B. Profil Stakeholder

Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dalam pengelolaannya dari

awal hingga saat ini melibatkan beberapa stakeholder. Dari data yang peneliti

dapatkan di lapangan, peneliti mengidentifikasi stakeholder yang terlibat dalam

pengelolaan menjadi 2 kategori, yakni stakeholder inti dan stakeholder

pendukung. Pembagian stakeholder ke dalam 2 kategori tersebut tidak terlepas

dari kepentingan, pengaruh dan peran masing-masing stakeholder yang terlibat

dalam pengelolaan.

Stakeholder inti merupakan stakeholder yang memiliki peran aktif dan

pengaruh besar dalam hal pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Sedangkan stakeholder pendukung ialah stakeholder yang mendukung stakeholder

inti dalam keberlangsungan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Stakeholder inti dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

94
Suci ialah Pokdarwis Kali Suci, pihak swasta (Cahyo Alkantana dan HIKESPI),

dan Dinas Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul), sedangkan stakeholder

pendukung ialah pihak media, pihak biro wisata, dan pemerintah desa. Berikut

profil para stakeholder dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci beserta kepentingan setiap stakeholder dalam pengelolaan.

1. Profil Kelompok Sadar Wisata Kali Suci

a. Sejarah Terbentuknya

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kali Suci pada awalnya hanyalah

terdiri dari beberapa orang yang sadar akan kebersihan lingkungan. Sekitar tahun

2003 beberapa orang tersebut mengumpulkan orang-orang yang berpikir bahwa

dengan meningkatkan kebersihan lingkungan, Semanu dapat lebih dikenal oleh

daerah di sekitarnya. Pada saat itu muncul sebuah ide untuk membentuk sebuah

organisasi sadar lingkungan dengan kegiatan awal adalah membersihkan daerah-

daerah yang menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit lainnya. Namun hal

tersebut dibantah oleh salah seorang Kami Tua 25. Saat itu yang dibutuhkan

bukanlah sebuah bentuk organisasi, namun lebih kepada niat dan komitmen warga

untuk ikut andil dalam menjaga kebersihan lingkungan. Sekitar empat tahun

berjalan, wacana pembentukan organisasi sebagai wadah kegiatan masyarakat

mengenai lingkungan sekitarnya semakin gencar. Lalu diputuskanlah beberapa

orang yang mengurus pengadaan kegiatan tersebut. Pada tahun 2007 inilah cikal

bakal organisasi mulai muncul.

Setelah mengumpulkan warga dan bermusyawarah mengenai bentuk

organisasi yang akan dibuat, maka pada tanggal 4 Oktober 2009, dibentuklah

25
Kami Tua ialah orang yang dituakan, dihormati, memiliki pengaruh dan menjadi panutan dalam
masyarakat (Jawa),

95
organisasi yang akan secara langsung ikut dalam mengelola obyek wisata minat

khusus kawasan karst Kali Suci. Pada tangggal pengukuhan organisasi ini,

diadakan pula sebuah rapat untuk membentuk pengurus Pokdarwis yang dihadiri

oleh Karang Taruna Jetis Wetan, Jetis Kulon, Tegal Sari, Kepala Dusun Jetis

Wetan dan Jetis Kulon, serta beberapa tokoh masyarakat. Dalam rapat tersebut

dicapailah dua buah kesepakatan yaitu mengenai terbentuknya Pokdarwis yang

akan mengelola Kali Suci yang terletak di dusun Jetis dan Tegalsari, dan

membentuk pengurus Pokdarwis yaitu Muslam Winarto sebagai ketua I, Warsito

sebagai ketua II, Maryadi sebagai sekertaris I, Edi Kuwat Wahyudi sebagai

sekretaris II, Suyanto sebagai bendahara I, Sudirman sebagai bendahara II, dan

seksi-seksi yang lainnya meliputi seksi humas, pengembangan jaringan, usaha,

kegiatan, lingkungan hidup, dokumentasi, dan keamanan.

Sampai pada saat ini, belum ada penggantian pengurus. Hal ini disebabkan

tidak adanya aturan tentang periode kepengurusan. Pegurus akan diganti apabila

pengurus tersebut dinilai tidak mampu lagi bertanggung jawab pada tugasnya atau

mengusulkan untuk mengundurkan diri secara resmi. Penambahan anggota

diperoleh dari kaum muda yang berminat untuk bergabung dalam tiap seksi.

Penggabungan ini bersifat terbuka. Maksudnya, para pemuda bebas masuk ke

dalam seksi apa saja dengan menghubungi tiap koordinator seksinya.

b. Lokasi Sekretariat Pokdarwis Kali Suci


Pokdarwis Kali Suci memiliki sekretariat yang berlokasi di Dusun Jetis,

Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

c. Visi dan Misi

Seperti organisasi lainnya, Pokdarwis Kali Suci juga memiliki visi dan

misi. Berikut visi dan misi pokdarwis Kali Suci:

96
Kelompok Sadar Wisata Kalisuci memiliki visi untuk menciptakan

Semanu sebagai sebuah kawasan tujuan wisata gua dan sungai bawah tanah.

Sedangkan misi yang diemban oleh forum komunikasi ini antara lain:

1.) Menciptakan Semanu yang bersih dan tertata,

2.) Mengenalkan masyarakat mengenai arti penting sebuah warisan

budaya,

3.) Memperkuat kearifan lokal dengan cara mengembangkan potensi-

potensi yang telah ada.

d. Struktur Organisasi

Sebuah organisasi pastilah memiliki struktur organisasi. Hal inilah yang

menjadi dasar pemikiran para pendiri Pokadarwis Kalisuci ketika organiasasi ini

telah dikukuhkan. Berikut bagan susunan pengurus Pokdarwis Kali Suci:

Gambar 4.1. Bagan Susunan Pengurus Pokdarwis Kali Suci

PELINDUNG
1.Bupati Gunung Kidul
2.Kepala Dinas
Pariwisata Gunung

KETUA I PENASEHAT
KETUA II 1. Dr Cahyo Alkantana,
M.Sc
2. Dukuh Jetis Kulon
3. Dukuh Jetis Wetan
4. Wasiman
SEKRETARIS BENDAHARA
5. Ngali

Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi


Humas Pengembangan Usaha Kegiatan Lingkungan Dokumentasi Keamanan
Jaringan Hidup

Sumber: Pokdarwis Kali Suci


Dalam struktur ini, pengurus terbagi atas dua bagian. Pertama adalah

pengurus inti yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara. Kedua disebut sebagai

pengurus harian, yaitu terdiri dari seksi humas, pengembangan jaringan, usaha,

97
kegiatan, ligkungan hidup, dokumentasi, dan keamanan. Dalam menjalankan

fungsinya, pengurus inti berkoordinasi dengan para penasehat kemudian memberi

komando kepada para seksi dalam menjalankan kegiatan yang akan dilakukan.

Secara keseluruhan, struktur organiasasi Pokdarwis Kalisuci terdiri atas 39

orang. Setiap jabatan dalam kepengurusan inti terdiri atas dua orang anggota,

sedangkan untuk tiap seksi dalam pengurus harian dipimpin oleh seorang

koordinator. Penasehat Pokdarwis sendiri terdiri atas lima orang anggota yaitu

Bapak Cahyo Alkantana, dukuh Jetis Wetan dan Kulon, serta dua orang Kami

Tua. Dalam struktur kepengurusan organisasi Pokdarwis Kalisuci diatas dapat

dilihat bahwa Muslam Winarto dan Warsito sebagai ketua I dan II berkoordinasi

dengan para penasehat yaitu Dukuh Jetis Wetan, Dukuh Jetis Kulon, Kardi,

Wasiman, dan Ngali membawahi seluruh posisi dalam struktur organisasi

Pokdarwis. Jabatan sekretaris diduduki oleh Maryadi dan Edi Kuwat Wahyudi,

sedangkan Bendahara diduduki oleh Suyanto dan Sudirman.

Seperti organisasi lainnya, setiap posisi dalam kepengurusan Pokdarwis

mempunyai tugas dan wewenang sendiri-sendiri. Ketua Pokdarwis mempunyai

tugas menjadi penanggung jawab umum dalam pelaksanaan program kerja

organisasi, bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai aktivitas organisasi

dan memegang kebijaksanaan umum organisasi baik ke dalam maupun ke luar

organisasi, mempersatukan seluruh anggota organisasi dan kerjasama dengan

orang-orang yang ada di luar organisasi, serta mengkoordinir para seksi-seksi

berdasar tugas pokok dan fungsi masing-masing. Wakil ketua atau Ketua II hanya

berfungsi sebagai pengganti ketua apabila berhalangan hadir dalam rapat.

98
Sekretaris dalam Pokdarwis mempunyai tiga tugas pokok antara lain:

membantu perencanaan program, mengurus administrasi organisasi, dan

mengkomunikasikan antara pengurus dan anggota Pokdarwis. Sekretaris

Pokdarwis mempunyai wakil yang bertugas untuk membantu sekretaris dalam

menjalankan segala tanggung jawabnya. Di samping sekretaris, terdapat posisi

yang juga memeran penting dalam menjamin kelangsungan aktivitas organisasi

yaitu bendahara. Tugas pokok bendahara adalah mengelola keuangan organisasi

yang berasal dari sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat, donatur, maupun

usaha-usaha lain yang sah. Bendahara selalu membuat laporan keuangan

organisasi terkait dengan pengeluaran dan pemasukan. Bendahara juga dibantu

oleh seorang wakil bendahara dalam pengelolaan keuangan.

Seksi-seksi yang resmi dalam Pokdarwis Kalisuci berjumlah tujuh seksi.

Seksi humas mempunyai tugas untuk membuat berbagai macam informasi untuk

disalurkan kepada orang lain di luar anggota Pokdarwis terkait dengan

pengembangan objek wisata dan kegiatan organisasi. Seksi pengembangan

jaringan bertugas untuk ikut ambil bagian dalam pengembangan objek wisata

dengan mencari sumber daya dari luar organisasi untuk meningkatkan kualitas

kerja para anggota Pokdarwis. Seksi usaha bertugas untuk mencari wisatawan

yang ingin berwisata ke obyek wisata Kalisuci sekaligus melakukan berbagai

macam promosi dengan berbagai media yang dimiliki.

Seksi kegiatan bertugas untuk mengembangkan dan merancang atraksi

wisata yang dapat dilakukan di area Kalisuci. Seksi lingkungan hidup bertugas

untuk melestarikan lingkungan sekitar wilayak Kalisuci dan mengidentifikasi

flora dan fauna yang ada di Kalisuci seperti hewan-hewan yang ada di dalam gua

99
dan vegetasi karst Kali Suci. Seksi dokumentasi bertugas mendokumentasikan

kegiatan yang berlangsung dan bekerja sebagai juru gambar (foto) ketika ada

wisatawan yang berkunjung ke sana. Seksi keamanan bertugas untuk memantau

debit air yang masuk di Kalisuci dan mengamankan wisatawan dari berbagai

ancaman dari luar.

e. Komunikasi dan Pengambilan Keputusan dalam Pokdarwis

Dalam lingkup organisasi, terdapat beberapa bentuk komunikasi yang

terjadi. Bentuk komunikasi yang paling menojol antara lain komunikasi

antarpersonal dan komunikasi massa. Dalam prosesnya, para anggota pokdarwis

kalisuci sering mengadakan rapat baik formal maupun informal.

Komunikasi organisasi yang terjadi dalam Pokdarwis Kalisuci dapat

berupa komunikasi horizontal dan vertikal. Komunikasi horizontal biasanya

terjadi di kalangan seksi-seksi ketika mereka membahas mengenai kegiatan yang

akan berlangsung di kalisuci. Pembahasan mengenai kemasan wisata dalam

menjamu wisatawan yang khusus datang ke Kalisuci guna melakukan studi

banding juga sering dilakukan menjelang kedatangan para tamu tersebut.

Komunikasi vertikal biasanya terjadi ketika terdapat beberapa koordinasi

antara ketua sebagai salah satu contact person obyek wisata Kalisuci kepada para

seksi-seksi yang dibutuhkan dalam sebuah kegiatan yang akan dilangsungkan.

Komunikasi vertikal juga terjadi ketika penasehat berkoordinasi dengan ketua

ketika terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi mengenai kinerja para pengurus.

Selain kedua hal tersebut, komunikasi vertikal lebih banyak ditemukan ketika para

anggora sedang mengadakan rapat guna membahas perkembangan obyek wisata

Kalisuci secara umum.

100
Pada rapat informal, yang sering terjadi adalah komunikasi antarpersonal.

Komunikasi interpersonal yang didefinisikan sebagai proses komunikasi yang

dilakukan oleh dua orang terjadi ketika dua anggota Pokdarwis Kalisuci bertemu

dan melakukan proses komunikasi. Hal ini sering kali terjadi mengingat tempat

tinggal tiap anggota saling berdekatan. Komunikasi antarpersonal biasanya

digunakan para anggota untuk mendekati anggota lain agar mendapatkan masukan

tentang ide yang terpikirkan oleh salah satu anggota sebelum ide tersebut diangkat

ke rapat anggota.

Pada rapat formal seperti rapat anggota, komunikasi yang terjadi adalah

komunikasi kelompok. Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan

komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau

lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,

pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat

karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi

komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi

tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan

kelompok.

Dalam sebuah rapat anggota, seluruh anggota Pokdarwis Kalisuci

melakukan tugasnya masing-masing. Muslam Winarto sebagai ketua Pokdarwis

bertugas sebagai pemimpin rapat sedangkan sekretaris bekerja sebagai notulen.

Sebelum melakukan rapat, sekretaris menyebarkan undangan resmi kepada

seluruh anggota Pokdarwis. Rapat kemudian dimulai dengan pelemparan isu dan

perkembangan obyek wisata Kalisuci, sedangkan anggota lainnya khususnya

seksi-seksi melaporkan perkembangan tiap bidangnya.

101
Terkadang rapat hanya membahas mengenai hal-hal yang mendesak

seperti rapat persiapan penilikan dinas pariwisata Gunungkidul, rapat persiapan

penyambutan tamu-tamu penting, dan rapat mengenai pengembangan salah satu

bidang seperti lingkungan hidup. Berdasarkan isu-isu yang dilontarkan ketua

rapat, anggota lain menyampaikan pendapatnya secara bergantian. Ketua rapat

yang juga bertindak sebagai mediator mengatur jalannya proses komunikasi agar

dapat berjalan lancar.

Komunikasi lain yang terjadi seperti rapat pengumuman tentang adanya

lomba pengembangan obyek pariwisata. Dalam rapat ini, ketua rapat mengundang

seluruh anggota kemudian menginformasikan kegiatan yang akan diikuti.

Berdasarkan rapat tersebut, biasanya beberapa anggota akan ditunjuk sebagai

wakil dari Pokdarwis Kalisuci untuk mempresentasikan obyek wisata Kalisuci.

Komunikasi yang terjadi dalam Pokdarwis biasanya terjalin dalam sebuah

rapat atau pertemuan. Diadakannya pertemuan ini tidak pasti waktu dan

tempatnya. Biasanya rapat atau pertemuan diadakan di salah satu rumah pengurus

Pokdarwis dan bergilir di tingkat desa. Pemberitahuan perihal rapat atau

pertemuan adalah melalui undangan. Undangan akan diantar ke rumah para

pengurus. Undangan dibuat secara resmi oleh sekretaris dengan melampirkan

agenda rapat. Undangan yang diantarkan ke rumah masing-masing membuat

komunikasi tatap muka lebih sering terjadi, dengan begitu menyebabkan rasa

kekeluargaan dengan masyarakat lainnya semakin meningkat. Pemberitahuan

dengan menggunakan undangan bukan menandakan bahwa para pengurus dan

anggota Pokdarwis gagap teknologi. Untuk beberapa kesempatan, mereka juga

102
menggunakan handphone untuk berbagi informasi mengenai organisasi maupun

hanya sekedar berbincang-bincang ringan.

Selain rapat, komunikasi juga terjadi dalam forum-forum kecil di luar

rapat. Pada pukul 20.00 sampai 22.00 biasanya para anggota Pokdarwis

berkumpul di pos ronda dan membahas secara lisan mengenai isu-isu

pengembangan obyek wisata kalisuci. Masing-masing dari mereka telah

memahami fungsi dan jabatan masing-masing namun jenjang jabatan tersebut

terlihat bias bahkan tidak nampak sama sekali.

Rapat inilah yang sering kali dapat mengeluarkan ide mengenai

pengembangan obyek wisata Kalisuci dan pengambilan keputusan terkait

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Berdasarkan forum-

forum kecil ini, ide yang layak untuk dibahas bersama lalu diangkat ke dalam

sebuah rapat anggota. Menurut pengakuan beberapa anggota, forum-forum kecil

seperti ini lebih efektif dibandingkan dengan rapat besar. Hal ini disebabkan oleh

adanya banyak hambatan seperti munculnya tanggapan-tanggapan yang seringkali

menyimpang dari pembahasan, munculnya jalan keluar yang malah

membingungkan, dan sebagainya.

f. Kepentingan Pokdarwis Kali Suci terkait Pengelolaan Obyek Wisata

Minat Khusus Karst Kali Suci

Pengelolaan suatu obyek wisata perlu melibatkan masyarakat sebagai

subyek di dalamnya, agar nantinya masyarakat turut aktif dalam menjaga kegiatan

wisata di daerahnya. Selain itu keterlibatan masyarakat juga dapat menjaga

kelestarian lingkungan wisata di daerahnya, dikarenakan ada rasa memiliki,

sehingga masyarakat turut ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan wisata

103
di daerahnya. Melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam pengelolaan suatu

obyek wisata adalah hal yang sulit. Untuk itu dibutuhkan suatu lembaga atau

organisasi yang mengakomodir ide dan keinginan dari masyarakat. Pada kasus

pariwisata, Pokdarwis disinyalir sebagai organisasi yang tepat untuk

mengakomodir ide dan keinginan masyarakat.

Keterlibatan Pokdarwis Kali Suci dalam pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci tidak terlepas dari kepentingan masyarakat di sekitar obyek

wisata. Hal ini mengingat Pokdarwis Kali Suci dibentuk bersama-sama oleh

masyarakat. Kepentingan Pokdarwis Kali Suci tercermin dalam visi dan misi yang

disepakati bersama saat pembentukan Pokdarwis Kali Suci oleh masyarakat.

Yakni, menciptakan Semanu sebagai sebuah kawasan tujuan wisata gua dan

sungai bawah tanah. Oleh karena itu Pokdarwis sebagai sebuah organisasi yang

mewakili masyarakat, turut serta melibatkan diri dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci, dengan harapan agar nantinya Semanu khususnya

Kali Suci menjadi sebuah kawasan tujuan wisata gua dan sungai bawah tanah.

Kepentingan pihak Pokdarwis Kali Suci terkait pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci ialah menjaga lingkungan obyek wisata Kali Suci

tetap lestari, melindungi keanekaragaman hayati karst yang terdapat di obyek

wisata Kali Suci, serta mengakomodir ide dan harapan masyarakat terkait obyek

wisata Kali Suci. Hal ini dapat dilihat saat Pokdarwis Kali Suci mengkoordinir

warga sekitar untuk turut serta dalam kerja bakti rutin di obyek wisata Kali Suci

maupun sekitarnya. Selain itu Pokdarwis Kali Suci kerap melakukan dialog

bersama warga terkait hal pemanfaatan lahan dan vegetasi di lokasi obyek wisata,

serta mengakomodir dan menyampaikan ide dan harapan masyarakat akan

104
pengelolaan obyek wisata Kali Suci kepada Dinas Pariwisata Gunung Kidul

maupun kepada Cahyo Alkantana selaku pihak investor sekaligus penasehat

Pokdarwis Kali Suci.

Hal lain yang menjadi kepentingan Pokdarwis Kali Suci terkait

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci ialah sebagai sumber

pendapatan kas desa yang berasal dari kegiatan wisata di obyek wisata Kali Suci,

meningkatkan perekonomian masyarakat dengan mata pencaharian yang baru, dan

pemberian intensif terhadap masyarakat yang turut aktif menjaga kelangsungan

kegiatan wisata Kali Suci. Adanya pendapatan dari obyek wisata Kali Suci ke kas

desa, membuat desa memiliki dana untuk melaksanakan program secara swadaya,

mengingat alokasi dana yang diberikan dari pemerintah daerah amat minim.

Menurut Kepala Desa dan Dusun setempat, dana yang bersumber dari kegiatan

wisata di Kali Suci sangat membantu pemerintah desa dalam menjalankan

program, seperti pendanaan kelompok tani, dan lain sebagainya. Terlibatnya

Pokdarwis Kali Suci dalam pengelolaan juga turut menciptakan lapangan

pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar obyek wisata. Seperti, jasa pemandu

wisata, penginapan/homestay, parkiran, transportasi, dan konsumsi wisatawan

yang berkunjung.

2. Profil Investor

Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dapat eksis seperti saat ini,

tidak terlepas dari dukungan pihak investor (Cahyo Alkantana). Cahyo Alkantana

merupakan sosok utama atas keberhasilan terwujudnya pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Hal tesebut juga diamini oleh anggota Pokdarwis

Kali Suci. Beliau merupakan ketua dari organisasi profesi dan keilmuan

105
Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia atau biasa disingkat HIKESPI. Sebagai

“sesepuh” dalam kegiatan penelusuran gua Indonesia, beliau telah lama “bermain”

ke wilayah Gunung Sewu (terutama Kecamatan Semanu) sejak 1984. Pada saat itu

beliau merupakan anggota dari Mahasiswa Pecinta Alam Atma Jaya Yogyakarta

(PALAWA UAJY), sekaligus “murid” dari dr. R.K.T. Ko (Speleologiwan) yang

memperkenalkan speleologi pertama kali di Indonesia 26.

Cahyo Alkantana dari dulu aktif melakukan penelusuran gua, mengajar

kursus-kursus Speleologi, serta menjadi pembicara dalam seminar-seminar

mengenai gua dan kawasan karst. Gua yang berkesan menurut beliau ialah Gua

Jomblang-Grubug yang berada di Kecamatan Semanu, Gunung Kidul (kawasan

karst Kali Suci). Beliau berkomitmen untuk menghijaukan kembali kawasan karst

Kali Suci yang merupakan tempat “bermainnya” sejak dulu. Atas dasar itulah

beliau menggelontorkan dana yang tidak sedikit guna mengembangkan kawasan

karst Kali Suci menjadi obyek wisata minat khusus karst, dengan harapan agar

kawasan karst Kali Suci tetap terjaga kelestariannya, terutama dari penambangan

liar batu gamping yang ada di Kecamatan Semanu. Total dana yang digelontorkan

beliau mencapai 3 milyar rupiah dengan rincian pembelian tanah di sekitar gua

Jomblang-Grubug seluas 5 hektar, pembangunan resort (enam bungalow dan dua

buah pendopo), penghijauan, alat kesekretariatan Pokdarwis, peralatan Cave

Tubing, serta peralatan dan perlengkapan penelusuran gua horizontal maupun

vertikal yang sesuai standar.

26
Speleologiwan ialah sebutan untuk pemerhati lingkungan karst dan gua.

106
a. Jaringan Investor

Keterlibatan para anggota HIKESPI dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci tidak terlepas dari Cahyo Alkantana selaku Ketua

HIKESPI. Cahyo Alkantana mempercayakan salah satu anggota HIKESPI

(Nafikkur Rochman) sebagai manajer pengelolaan resort. Untuk anggota yang lain

lebih fokus kepada pendampingan dan pembinaan Pokdarwis Kali Suci dalam

bidang jasa kepemanduan. Selain itu dalam pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci, Cahyo Alkantana selaku ketua HIKESPI juga turut

menggandeng Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta Bupati Gunung

Kidul secara langsung. Jaringan yang dimiliki oleh Cahyo Alkantana tersebut

semakin mempermudahkan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci, terutama dalam hal birokrasi, perijinan, dan penyediaan sumber daya

manusia.

b. Kepentingan Investor terkait Pengelolaan Obyek Wisata Minat

Khusus Karst Kali Suci

Perubahan “trend” pariwisata dari yang bersifat umum menjadi wisata

minat khusus, turut merubah paradigma pembangunan di kawasan karst.

Karakteristik kawasan karst yang memiliki keunikan dan keanekaragaman hayati,

saat ini mulai dilirik sebagai tempat tujuan wisata. Gua-gua yang indah dan penuh

tantangan, ditambah bentang alam karst yang menakjubkan, merupakan atraksi

kegiatan wisata di kawasan karst. Atas dasar itulah kegiatan wisata di kawasan

karst dinilai memiliki peluang bisnis yang menjanjikan. Begitu juga dalam

pengelolaan kawasan karst Kali Suci sebagai obyek wisata. Pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci tidak luput dari kepentingan bisnis pihak

107
investor (Cahyo Alkantana). Sebagai pihak yang mengetahui potensi wisata di

sistem sungai bawah tanah Kali Suci, Cahyo Alkantana berinisiatif menjadikan

kawasan karst Kali Suci sebagai pusat kegiatan wisata penelusuran gua.

Pembangunan resort di pinggir Luweng Jomblang dirasa memiliki nilai jual dan

dapat memberikan keuntungan jangka panjang. Mengingat model wisata seperti

ini adalah hal yang baru, dan dapat menarik wisatawan kelas menengah ke atas.

Selain sebagai tujuan bisnis, pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci juga ditujukan sebagai pusat pendidikan kegiatan Speleologi. Mengingat

pihak investor merupakan Ketua HIKESPI, dimana organisasi tersebut memiliki

peran dalam menjaga kelestarian kawasan karst. Lingkungan eksokarst maupun

endokarst kawasan karst Kali Suci dinilai cocok sebagai tempat pelatihan dan

pendidikan Speleologi.

3. Profil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci juga melibatkan

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul, dimana dalam hal ini diwakili oleh

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Gunung Kidul. Dalam

menjalankan wewenangnya, Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul memiliki tugas

pokok dan fungsi. Tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh Disbudpar

Kabupaten Gunung Kidul dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata di

Kabupaten Gunung Kidul antara lain:

1) Perumusan kebijakan umum di bidang kebudayaan dan pariwisata,

2) Perumusan kebijakan teknis di bidang kebudayaan dan kepariwisataan,

3) Pembinaan, pengelolaan dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata,

4) Pengelolaan dan pengembangan sarana pendukung wisata,

108
5) Pelaksanaan pembinaan usaha dan pemasaran wisata,

6) Pembinaan, pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya,

7) Perlindungan benda-benda cagar budaya.

Atas dasar itulah Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul secara aktif

berkontribusi dan ikut terlibat dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci. Secara keseluruhan, Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul memiliki

tanggung jawab dalam berlangsungnya kegiatan pariwisata di obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci.

a. Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunung

Kidul

Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul ialah “Mewujudkan pariwisata yang

berbudaya, maju, berkembang mendukung terwujudnya masyarakat sejahtera”.

Adapun misi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul, antara lain:

1) Meningkatkan dan Mengembangkan Obyek Daya Tarik Wisata,

2) Meningkatkan profesionalisme Pelayanan Pariwisata,

3) Meningkatkan Pemasaran Pariwisata,

4) Melestarikan dan Mengembangkan Budaya,

5) Meningkatkan Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat.

b. Struktur Organisasi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul

Dalam menjalankan tugasnya sebagai perwakilan Pemerintah daerah

dalam hal kebudayaan dan pariwisata, Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul

memiliki struktur organisasi. Pimpinan tertinggi pada organisasi Disbudpar

Kabupaten Gunung Kidul dipegang oleh Kepala Dinas. Di bawah Kepala Dinas

terdapat sekretaris, dimana sekretaris memegang koordinasi staf-staf di bawahnya.

109
Yakni, sub bagian perencanaan, keuangan, dan umum. Sejajar dengan jabatan

sekretaris terdapat kelompok jabatan fungsional. Selain itu terdapat juga bidang-

bidang lainnya. Di antaranya bidang kebudayaan, bidang pengembangan produk

wisata, dan bidang usaha dan prasarana wisata. Masing-masing bidang tersebut

dikepalai oleh satu orang Kepala Bidang. Berikut bagan strukur organisasi

Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul:

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul

Kepala

Kelompok Sekretaris
Jabatan
Fungsional

Subbag Subbag Subbag


Perencanaan Keuangan Umum

Bidang Bidang Bidang Usaha


Kebudayaan Pengembangan dan Prasarana
Produk Wisata Wisata

Seksi Seksi Seksi Obyek Seksi Seksi Bina Seksi


Pelestarian dan Perlindungan dan Daya Sarana Usaha Promosi dan
Pengembangan Benda Cagar Tarik Wisata Wisata Pemasaran
Nilai Budaya Budaya Wisata Wisata

UPT

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul

Jumlah Pegawai keseluruhan dalam Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul

sebanyak 83 orang, dengan rincian terdiri dari 64 orang PNS, dan 19 orang tenaga

kontrak. Tingkat pendidikan keseluruhan pegawai Disbudpar bervariasi, yakni

dari tingkat pendidikan SD hingga tingkat pendidikan S2. Pegawai yang memiliki

110
jabatan tinggi berasal dari tingkat pendidikan S1 dan S2. Pada pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst, Birowo Adhie, ST. MT selaku Kepala Bidang

Pengembangan Produk Wisata dipercaya sebagai pejabat eselon yang

bertanggungjawab terhadap pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Sedangkan pejabat lainnya memiliki fokus tanggungjawab terhadap program

unggulan pengembangan potensi kebudayaan dan pariwisata terpadu di jalur

pergerakan wisata utama Kabupaten Gunung Kidul (Gunung Nglanggeran-

Bobung-Rest Area Bunder-Mulo-Pantai Selatan).

c. Kepentingan Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul terkait

Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul sebagai unit di bawah Pemerintah

Daerah Kabupaten Gunung Kidul dalam bidang kebudayaan dan pariwisata,

memiliki otoritas dan wewenang dalam merencanakan, mengembangkan,

mengelola, dan mengawasi aktivitas pariwisata di Kabupaten Gunung Kidul. Agar

kegiatan pariwisata di Kabupaten Gunung Kidul sesuai dengan RTRW dan

RIPPDA Kabupaten Gunung Kidul, dengan harapan kegiatan pariwisata dapat

meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Gunung

Kidul. Untuk itulah Disbudpar turut melakukan perencanaan, pengembangan, dan

pengelolaan terkait obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Sesuai dengan visi dan misi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul,

kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh Disbudpar terkait pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci antara lain, memfasilitasi diskusi antara

masyarakat sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dengan pihak

investor, melakukan pembinaan terhadap masyarakat lokal, membangun sarana

111
dan prasarana pendukung, membantu pemasaran obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci, membuat regulasi kebijakan terkait ijin penyelenggaraan kegiatan

wisata di Kali Suci dan kepastian alokasi ruang untuk kegiatan investasi,

mengadakan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat sekitar terkait kegiatan

pariwisata, serta jaminan keamanan di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Kebijakan terkait pengelolaan telah tersusun ke dalam Rencana Program atau

Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kabupaten Gunung Kidul, yakni masuk ke dalam Program

Pengembangan Destinasi Pariwisata, dengan kegiatan berupa: Pengembangan

obyek Pariwisata Unggulan, Peningkatan Pembangunan Sarana dan Prasarana

Pariwisata, dan Pengembangan Jenis dan Paket Wisata Unggulan.

4. Stakeholder Pendukung

Selain stakeholder yang dipaparkan di atas, dalam pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci juga melibatkan beberapa stakeholder

pendukung. Di antaranya yakni, pihak media, pihak birowisata, dan Pemerintah

Desa. Pihak Media dalam hal ini membantu pemasaran obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci. Pihak media yang terlibat antara lain media cetak maupun

elektronik. Media cetak yang pernah mempromosikan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci antara lain, Majalah National Geographic Traveler, Koran

Kompas, Radar Jogja, Kedaulatan Rakyat. Sedangkan media elektronik melalui

peliputan-peliputan di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, antara lain

Program “Teroka Expedition” Kompas TV, Program “Jejak Petualang” Trans7 (3

kali liputan), Program “Harmoni Alam” Trans TV, Program “Panji Sang

Petualang” Global TV, Program “Metro Expedition” Metro TV, Program “Nuansa

112
1000 Pulau” TV One, Program “Cita-citaku” Trans7, serta Acara Reality Show

“Amazing Race” US.

Selain stakeholder dari pihak media, terdapat juga stakeholder dari biro

wisata. Antara lain biro wisata “Rakata Adventure”. Biro wisata ini membantu

juga dalam mempromosikan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, yaitu

dengan membantu dalam pembuatan brosur obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Kepentingan pihak media maupun biro wisata terkait pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci ialah kepentingan bisnis. Di mana dalam hal

ini pihak media maupun biro wisata membantu dalam hal pemasaran.

Selain itu juga terdapat stakeholder Pemerintah Desa. Pemerintah Desa

melalui Kepala Desa mengeluarkan SK pembentukan Pokdarwis Kali Suci, hal ini

agar Pokdarwis Kali Suci memiliki wewenang yang legal dalam melakukan

pengembangan dan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. selain

itu Pemerintah Desa turut memberi masukan-masukan terkait pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci.

C. Upaya Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

Sebelum dikelola menjadi obyek wisata, kawasan karst Kali Suci hanya

dikenal oleh para penggiat penelusur gua dan masyarakat sekitar saja. Perubahan

drastis mulai dirasakan ketika kawasan karst Kali Suci mulai dikelola sebagai

obyek wisata minat khusus karst. Kawasan karst Kali Suci yang dulunya sepi, kini

setiap hari terutama akhir pekan banyak dikunjungi wisatawan. Sebelum Kali Suci

dikelola, jalan utama menuju Kali Suci yang merupakan jalan desa masih berbatu.

Saat ini jalan tersebut sudah diaspal, sehingga semakin mempermudah masyarakat

sekitar dalam melakukan aktivitas menggunakan kendaraan bermotor. Perubahan

113
yang dirasakan tersebut tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan dalam

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Menurut berbagai

informan upaya-upaya yang dilakukan terkait pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci antara lain, perencanaan, pengembangan dan pengelolaan,

pemeliharaan, dan pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

1. Perencanaan Pengelolaan

a. Perencanaan Tujuan Pengelolaan

Seperti yang telah dipaparkan pada sub bab mengenai sejarah pengelolaan,

sejak tahun 2005 kawasan Kali Suci memang ditujukan sebagai wisata minat

khusus, dalam hal ini penelusuran gua. Kemudian pada tahun 2009, Cahyo

Alkantana beserta masyarakat dengan difasilitasi oleh Disbudpar Kabupaten

Gunung Kidul dan Pemerintah Desa melakukan diskusi terkait rencana

menjadikan kawasan Kali Suci sebagai obyek wisata minat khusus karst.

“…Pada awalnya saya diundang oleh masyarakat untuk berdiskusi


mengenai kondisi Kali Suci saat ini dan rencana ke depannya…” 27

“…Kami sering berdiskusi dengan bapak Cahyo mengenai Kali


Suci…Kami juga melakukan studi banding ke berbagai tempat wisata,
seperti ke pantai Baron, pantai Samas, dan lain sebagainya…” 28

Setelah melakukan beberapa kali diskusi, didapatkan gambaran mengenai

tujuan kawasan karst Kali Suci dikelola sebagai obyek wisata. Adapun gambaran

tujuan yang didapat antara lain:

1) Kawasan karst Kali Suci memiliki potensi sebagai laboratorium ilmiah,

Dalam hal ini kawasan karst Kali Suci kaya akan ekosistem karst, baik

fauna maupun floranya. Hal tersebut menjadikan kawasan karst Kali Suci

27
Penuturan Cahyo Alkantana (wawancara dilakukan pada tanggal 26 Juli 2011)
28
Penuturan Winarto (wawancara dilakukan pada tanggal 19 Juni 2011 bersama tiga orang
anggota Pokdarwis: Sukendro, Wasgiyanto, Suyanto).

114
berpotensi sebagai laboratorium ilmiah sekaligus memiliki nilai education

pada bidang Speleologi.

2) Sistem Kali Suci sebagai sumber air,

Tidak hanya masyarakat sekitar Kali Suci saja yang memanfaatkan air

untuk kebutuhan hidup sehari-harinya saat musim kemarau. Sistem sungai

bawah tanah Kali Suci yang mengalir hingga mencapai pantai Baron juga

dimanfaatkan airnya oleh masyarakat Kecamatan Tanjungsari (Baron).

3) Kawasan Kali Suci sebagai obyek wisata potensial yang mendatangkan

keuntungan,

Kegiatan wisata di kawasan Kali Suci dapat memberikan keuntungan.

Baik keuntungan dalam jangka pendek ataupun jangka panjang.

4) Pengelolaan kawasan Kali Suci sebagai obyek wisata dapat meningkatkan

status sosial-ekonomi masyarakat setempat dan menciptakan lapangan

pekerjaan baru, agar mengurangi penggunaan kayu oleh masyarakat

sebagai bahan bakar, sehingga perusakan lahan dan hutan dapat dicegah,

Dijadikannya kawasan karst Kali Suci sebagai obyek wisata, dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Adanya mata pencaharian

baru, dan multiplier effect dari kegiatan wisata di kawasan Kali Suci, dapat

meningkatkan perekonomian masyarakat secara langsung maupun tidak

langsung.

5) Dikelolanya kawasan karst kali Suci sebagai obyek wisata dapat

memberikan perlindungan terhadap ekosistem karst dari kegiatan

penambangan di kawasan karst Kali Suci.

115
Para stakeholder dan masyarakat akan terus menjaga kelestarian kawasan

karst Kali Suci, dikarenakan Kali Suci merupakan aset yang

mendatangkan keuntungan bagi mereka.

Dari gambaran tujuan yang didapat tersebut, kawasan karst Kali Suci

dinilai layak oleh para stakeholder untuk dikelola. Gambaran tujuan tersebut

kemudian menjadi panduan dalam menyusun site plan pembangunan kawasan di

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci seperti yang dituturkan oleh Birowo:

“…Penyusunan site plan Kali Suci dengan melihat potensi yang ada di
dalamnya…Penyusunan kami yang garap, sesuai dengan gambaran
tujuan yang telah disepakati…Penyusunannya tentu saja memperhatikan
kelestarian lingkungan, dalam hal ini terkait tata ruangnya…”29

Dari penuturan tersebut menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan dan

pengembangan ruangnya terkait penyusunan site plan telah memperhatikan

keseimbangan dan keserasian lingkungan.

b. Perencanaan Pemanfaatan Area (Zonasi)

Dari perencanaan tujuan dijadikannya kawasan karst Kali Suci sebagai

obyek wisata tersebut, selanjutnya disepakati juga mengenai pengelolaan per

wilayah di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci dibagi menjadi 3 zona wilayah. Zona tersebut antara lain:

1) Zona Kali Suci (Gua Suci-Luweng Gelung-Luweng Glatikan),

2) Zona Gua Buri Omah,

3) Zona Luweng Jomblang-Grubug.

29
Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Mei 2011 di sela-sela Diskusi Publik KPALH Setrajana
“Pariwisata Karst: Merusak atau Menyelamatkan Keanekaragaman Hayati Karst”, gedung Seminar
Fisipol UGM.

116
Pada zona Kali Suci, untuk pemanfaatannya dibagi lagi menjadi beberapa

zona, yakni zona umum, zona penyangga, zona peralihan, dan zona inti

kunjungan.

1) Zona Umum

Di zona ini diakomodasi segala kegiatan yang bersifat umum, seperti:

tempat parkir kendaraan, warung, homestay, tempat mandi-cuci-kakus, tempat

administrasi, sekretariat pokdarwis.

2) Zona Penyangga

Zona ini merupakan akses menuju zona peralihan. Di zona ini dibuat

tangga yang terbuat dari beton hingga menuju zona peralihan (sekitar 200 meter).

Sepanjang jalur di zona penyangga terdapat vegetasi karst. Aktivitas masyarakat

juga masih sering ditemui di zona ini, antara lain pengambilan air untuk keperluan

sehari-hari. Sedangkan untuk penebangan vegetasi untuk pakan ternak sudah

dilarang dan telah disepakati bersama oleh masyarakat.

3) Zona Transisi

Zona ini terletak di antara zona penyangga dan zona inti (mulut Gua Suci).

Pada zona ini sudah tidak terdapat lagi aktivitas umum. Akses dari zona peralihan

menuju zona transisi terbuat dari jalan setapak (sepanjang 50 meter) yang disusun

dengan menggunakan material setempat (batu gamping), sehingga tidak begitu

mencolok. Wisatawan umum hanya sebatas sampai di zona transisi saja. Di zona

ini pengunjung dapat menikmati keindahan landscape bentang alam karst dan

sungai permukaan Kali Suci.

4) Zona Inti

117
Zona ini merupakan zona khas obyek wisata gua. Zona ini terdiri dari

mulut Gua Suci, sungai bawah tanah Kali Suci, Luweng Gelung, dan berakhir di

Luweng Glatikan. Pada zona ini hanya diperuntukkan bagi pemandu wisata dan

wisatawan minat khusus yang akan melakukan aktivitas wisata Cave Tubing.

Selain itu pada zona inti terdapat sub zona tertutup untuk wisatawan, yang terletak

pada sump di Luweng Glatikan 30. Zona ini tertutup dengan tujuan untuk mencegah

resiko bahaya tersedot arus. Secara keseluruhan zona Kali Suci pemanfaatannya

dibagi menjadi dua atraksi wisata. Yakni atraksi wisata Cave Tubing yang

dikhususkan sebagai wisata minat khusus, dan wisata landscape karst Kali Suci

yang ditujukan untuk wisatawan umum.

Untuk Zona Luweng Jomblang dan Grubug tidak ada pembagian zona

seperti pada zona Kali Suci, mengingat untuk mencapai ke dasar luweng harus

menggunakan peralatan serta didampingi oleh instuktur dan pemandu lokal.

Walaupun tidak ada pembagian zona seperti di Kali Suci, dalam penerapan di

lapangan terdapat juga zona yang diperuntukkan bagi wisatawan minat khusus

yang masuk ke dalam Luweng Jomblang dan Grubug. Zona-zona tersebut antara

lain:

1) Zona inti kunjungan

Zona inti kunjungan merupakan zona dimana wisatawan minat khusus

boleh beraktivitas dengan didampingi oleh instruktur dan pemandu. Zona

tersebut di antaranya zona pada jalur VIP (sebelah Utara Luweng

Jomblang), jalur bagian barat Luweng Jomblang, serta jalan setapak yang

menghubungkan antara Luweng Jomblang dan Luweng Grubug.

30
Sump merupakan akhir lorong aktif menyerupai kolam, dimana aliran air membentuk pusaran
arus di bawahnya.

118
2) Zona Rawan

Zona rawan yang dimaksud ialah zona dimana wisatawan minat khusus

dilarang untuk memasukinya. Di antaranya hutan di dasar Luweng

Jomblang, serta sungai di Luweng Grubug. Pelarangan ini dimaksudkan

agar hutan purba yang berada di dasar Luweng Jomblang tidak terganggu.

Untuk aktivitas wisata di sungai juga dilarang, disebabkan arus sungai di

dasar Luweng Grubug amat deras dibandingkan arus sungai di zona Kali

Suci, dan dapat membahayakan keselamatan wisatawan.

Zona Luweng Jomblang dan Grubug selain sebagai wisata penelusuran gua

juga dimanfaatkan sebagai penginapan (resort) dan camping ground yang terletak

di sebelah barat dan utara Luweng Jomblang. Telah terdapat fasilitas air bersih di

dekat camping ground. Fasilitas Camping Ground tidak dipungut bayaran. Untuk

zona Gua Buri Omah belum dilakukan pemanfaatannya, dikarenakan akses

menuju ke lokasi dan medan penelusuran cukup sulit. Namun menurut Cahyo

Alkantana (yang diamini oleh pihak Pokdarwis), tidak menutup kemungkinan ke

depannya Gua Buri Omah juga diminati oleh para wisatawan minat khusus.

c. Analisis Pasar

Perubahan trend minat wisatawan dari yang tadinya bersifat massal (mass

tourisme), menjadi minat khusus memberikan “angin segar” bagi pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Dahulu wisata penelusuran gua jarang

diminati oleh para wisatawan. Perkembangan jaman dan kebutuhan wisatawan

untuk “mencicipi” hal yang baru sekaligus menantang dalam berwisata, membuat

wisatawan saat ini mulai mengenal dan tertarik akan jenis wisata petualangan,

terutama penelusuran gua. Atas dasar itulah obyek wisata minat khusus karst Kali

119
Suci dikelola dengan melihat permintaan pasar, agar dapat menarik wisatawan

untuk berkunjung. Menurut Birowo Adhie, pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci merupakan usaha mengembangkan produk baru, dimana

harus memenuhi beberapa syarat dalam mengembangkan dan mengelolanya.

Syarat yang dimaksud antara lain:

1) Something to See

Artinya di daerah yang dijadikan sebagai obyek wisata, harus memiliki

daya tarik khusus dan berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah

lainnya. Daya tarik khusus tersebut yang dijadikan “entertainment” bagi

wisatawan yang berkunjung. Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

memiliki daya tarik dan atraksi wisata yang berbeda dengan obyek wisata

di daerah lainnya. Dalam hal ini obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci memiliki potensi budaya, suasana pedesaan kawasan karst, dan

potensi wisata alam kawasan karst. Pada pengelolaannya, obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci menawarkan keindahan bentang alam

karstnya yang berbeda dengan kawasan lain untuk dapat dilihat serta

dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung.

2) Something to do

Artinya di tempat yang dijadikan sebagai obyek wisata, selain ada yang

dapat dilihat dan disaksikan, harus pula terdapat fasilitas pendukung untuk

melakukan aktivitas wisata di daerah tersebut. Pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci harus memiliki fasilitas pendukung untuk

melakukan aktifitas wisatanya, dengan begitu wisatawan akan semakin

betah untuk tinggal lebih lama. Pada pengelolaannya, obyek wisata minat

120
khusus karst Kali Suci terdapat berbagai macam fasilitas pendukung untuk

wisatawan melakukan aktivitasnya, yakni berupa fasilitas untuk

melakukan aktivitas petualangan dan penikmatan pemandangan bentang

alam karst.

3) Something to Know

Artinya di tempat yang dijadikan sebagai obyek wisata, selain harus ada

yang dapat dilihat dan dilakukan, juga harus terdapat fasilitas informasi

yang menginterpretasikan obyek wisata tersebut dengan jelas kepada

wisatawan yang berkunjung. Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci harus memiliki fasilitas informasi guna menerangkan kepada

wisatawan yang berkunjung. Dalam hal ini kesiapan pemandu wisata harus

mutlak dilakukan. Sehingga pemandu dapat menerangkan dan

memberikan pendidikan kepada wisatawan. Pada pengelolaannya, obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci telah memperhatikan kesiapan

pemandu. Pemandu disiapkan tidak hanya sebagai media informasi bagi

wisatawan saja, tetapi juga sebagai pengawas keselamatan wisatawan.

Mengingat aktivitas wisata yang dilakukan di obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci memiliki resiko tinggi.

4) Something tu Buy

Artinya di tempat yang dijadikan sebagai obyek wisata, harus tersedia

fasilitas untuk berbelanja bagi wisatawan. Selain atraksi wisata yang

ditawarkan di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, juga diperlukan

suatu fasilitas belanja untuk wisatawan. Seperti kerajinan masyarakat

setempat, kuliner lokal, cindera mata, dan lain sebagainya. Pada

121
pengelolaanya, obyek wisata minat khusus karst Kali Suci menyediakan

kuliner lokal untuk dapat dinikmati oleh wisatawan.

Keempat syarat tersebut menjadi dasar dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci terkait analisis pasar. Terpenuhinya syarat tersebut

membuat obyek wisata minat khusus karst Kali Suci mulai dikenal sebagai tempat

wisata yang berbeda dari yang lainnya. Segmentasi pasar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci diperuntukkan untuk kalangan semua umur dan dari

berbagai kalangan. Mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Untuk

kalangan bawah, wisatawan dapat menikmati panorama bentang alam karst tanpa

ditarik bayaran sepeser pun. Sedangkan untuk kalangan menengah ke atas telah

tersedia paket atraksi wisata yang ditawarkan.

2. Pengembangan dan Pengelolaan

a. Pendanaan

Pengelolaan obyek wisata membutuhkan sumber dana yang tidak sedikit.

Tentunya hal ini menjadi beban bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung

Kidul dalam mendanai pengelolaan suatu obyek wisata. Pendapatan daerah yang

terbatas dan sudah dialokasikan ke dalam sub-sub bidang pembangunan, membuat

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul kewalahan dalam mengembangkan

wilayahnya dalam hal pariwisata. Terbukti berulang kali ide pengelolaan Kali

Suci sebagai obyek wisata terlontar, berulang kali pula ide tersebut gagal di

implementasikan. Untuk itulah Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul

melalui Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul, menyertakan pihak swasta untuk

turut serta dalam pengelolaan. Permasalahan selama ini, tidak adanya pihak

investor yang berani berspekulasi untuk menginvestasikan dananya di daerah

122
Gunung Kidul dalam hal pariwisata. Mengingat selama ini Kabupaten Gunung

Kidul terkesan gersang dan tandus, sehingga tidak memiliki potensi dalam hal

pariwisata.

Paradigma tersebut akhirnya terbantahkan juga, ketika seorang aktivis

penelusur gua (Cahyo Alkantana) menginvestasikan dananya untuk menggiatkan

aktivitas wisata karst di Kabupaten Gunung Kidul. Dengan dana pribadinya

tersebut, wisata minat khusus karst di Kabupaten Gunung Kidul mulai

“menggeliat” dan dikenal oleh wisatawan. Menurut penuturan pihak Pokdarwis

dan Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul, Cahyo Alkantana selama ini ialah pihak

yang mendanai keseluruhan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci, di samping ada dana-dana swadaya dari masyarakat. Sebelum mendanai

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, Cahyo Alkantana terlebih

dahulu membeli tanah seluas 5 hektar dan mendirikan resort di areal Luweng

Jomblang-Grubug. Hal itu semata-mata ingin membuktikan bahwa kawasan karst

yang terkenal tandus dan gersang dapat juga dinikmati untuk kegiatan wisata.

Masyarakat setempat pun menjadi yakin, bahwa daerah kawasan karst nya bisa

“dijual” untuk wisata. Menurut pengakuan beberapa informan dari Pokdarwis dan,

mereka pada awalnya juga tidak tahu apa yang akan “dijual” di kawasan karst

Kali Suci.

“…Semua dana pak Cahyo yang ngeluarin…Awalnya kami juga tidak


tahu apa yang dijual dari Kali Suci, kami tahunya ya dari pak Cahyo
itu…” 31

Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul juga mengatakan bahwa ada dana

dari pusat yang akan digunakan untuk mem “back up” pengelolaan obyek wisata

31
Penuturan Winarto (wawancara dilakukan pada tanggal 19 Juni 2011)

123
minat khusus karst Kali Suci selama 2 tahun. masing-masing sebesar 1,5 milyar

untuk tahun 2010 dan 750 juta untuk tahun 2011. Namun menurut pengakuan

beberapa informan, sumber dana yang telah direncanakan tersebut belum ada

realisasinya. Dana tersebut konon akan ditujukan untuk membangun sarana dan

prasarana penunjang, seperti kios-kios, gazebo, gapura masuk, dan lain

sebagainya. Jadi selama ini sumber dana pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci murni berasal dari Cahyo Alkantana dan swadaya masyarakat.

Disbudpar juga turut menyumbang dana dalam hal pemasaran obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci. Peruntukkan sumber dana dalam pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci selama ini ditujukan untuk membiayai

kegiatan-kegiatan wisata di Kali Suci. Di antara kegiatan tersebut adalah

penyediaan peralatan dan perlengkapan penelusuran gua maupun Cave Tubing,

kesekretariatan Pokdarwis, pembangunan tangga naik di Luweng Glatikan untuk

memudahkan wisatawan naik, penghijauan areal Luweng Jomblang-Grubug, dan

lain sebagainya.

b. Pengadaan Fasilitas Penunjang serta Perbaikan Sarana dan

Prasarana

Sebelum dikelola menjadi obyek wisata, kawasan karst Kali Suci sama

seperti daerah-daerah kawasan karst lainnya. Sebelum dikelola, wilayah kawasan

karst Kali Suci sangat sepi, jalan-jalan masih berupa batu dan tanah. Hanya

sesekali pada akhir pekan terdapat kegiatan yang dilakukan oleh para penggiat

penelusur gua. Ketika telah dikelola, wilayah Kali Suci mengalami perubahan.

Saat ini jalan telah diaspal, setiap hari ada saja wisatawan yang berkunjung.

Masyarakat sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci sebagian besar

124
bermata pencaharian sebagai petani. Semenjak dikelolanya kawasan karst Kali

Suci menjadi obyek wisata, telah banyak penduduk yang berprofesi ganda

maupun yang pindah alih profesi. Saat ini rumah-rumah penduduk telah siap

dijadikan sebagai tempat peristirahatan bagi pengunjung. Lahan parkir juga

disediakan oleh masyarakat, untuk pembagian keuntungan dari lahan parkir telah

disepakati pembagiannya antara Pokdarwis Kali Suci dengan pemilik lahan.

Selain itu juga terdapat resort dan berbagai fasilitas di dalamnya di areal Luweng

Jomblang-Grubug yang dapat digunakan oleh wisatawan. Warga juga

menyediakan tempat makan, warung, kamar mandi dan lahan parkir untuk

wisatawan yang berkunjung. Selain itu juga terdapat pasar (pasar Munggi),

terminal (terminal Munggi), dan puskesmas di dekat obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Untuk transportasi juga telah tersedia, di antaranya bus antar kota

antar propinsi yang melayani trayek jauh hingga ke kota-kota di Pulau Sumatera

yang melewati jalur Wonosari-Wonogiri, Bus antar kota dalam propinsi melayani

jurusan Yogya-Wonosari, minibus yang melayani antar kota kecamatan, angkutan

kota yang melayani daerah-daerah kecamatan di sekitar Wonosari, serta ojek yang

melayani hingga pelosok-pelosok desa. Pihak stakeholder (Cahyo Alkantana) juga

menyediakan transportasi khusus, yakni berupa mobil off-road (Land Rover) serta

helikopter yang dapat menjemput wisatawan langsung dari bandara Adi Sucipto

Yogyakarta.

Beberapa akses di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci juga telah

dibangun dan diperbaiki. Di antaranya adalah pembutan tangga di Luweng

Glatikan untuk mempermudah wisatawan naik. Selain sarana dan prasarana, juga

telah tersedia fasilitas penunjang dalam penelusuran gua dan kegiatan Cave

125
Tubing. Di antaranya adalah peralatan dan perlengkapan penelusuran gua (baju

penelusuran gua, alat penerangan, tali, SRT set, helm speleo, dll), peralatan dan

perlengkapan Cave Tubing (ban dalam, pelampung, body protector, helm), alat-

alat rescue, viewer dan screen (untuk memutar film penelusuran gua kepada

wisatawan), buku tamu dan papan evaluasi (untuk menuliskan kesan dan pesan

dari wisatawan), dan lain sebagainya.

Selain sarana dan prasarana di atas, nantinya menurut Disbudpar

Kabupaten Gunung Kidul juga akan dibangun sarana fisik lainnya, seperti

pembuatan gapura masuk, pendopo, kantor, kios-kios, gazebo. Perencanaan tata

ruang obyek wisata minat khusus karst telah ada dan tergambar dalam site plan

yang telah disusun dan diajukan ke pusat. Pada awalnya pembangunan tersebut

mulai dibangun pada tahun 2010 sampai 2011. Namun hingga kini pembangunan

tersebut belum terealisasikan. Dana pembangunan yang rencananya

menghabiskan kurang lebih 2,25 milyar rupiah tersebut juga belum turun dari

pusat sampai saat ini. Perlu adanya upaya tindak lanjut untuk merealisasikan apa

yang sudah direncanakan, sebab masyarakat di sekitar obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci telah berharap banyak. Secara khusus hal itu terkait dengan

pembangunan kios-kios di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci,

yang nantinya dapat digunakan oleh masyarakat setempat dan dapat

meningkatkan perekonomian mereka secara langsung.

c. Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia

Pengelolaan obyek wisata terutama wisata gua selama ini tidak disertai

dengan SDM yang berkompeten. Padahal selama ini sumber daya manusia

merupakan komponen vital dalam pembangunan pariwisata. Faktor sumber daya

126
manusia dinilai sangat menentukan eksistensi pariwisata. Pengelolaan obyek

wisata alam terutama kawasan karst dan gua-guanya, dalam pengelolaannya harus

diisi dengan sumber daya manusia yang tepat guna dan siap pakai. Artinya

sumber daya manusia dalam pengelolaan harus peka terhadap pelestarian

lingkungan dan menghayati bahwa lingkungan alamlah yang memberi peluang

baginya untuk hidup layak. Karenanya ia wajib menjaga kelestarian lingkungan

karst dan gua-gua di dalamnya dengan penuh dedikasi. Pengadaan sumber daya

manusia untuk kebutuhan pengelolaan tidak terlepas dari peran siapa yang

menjadi pemodal dalam pengelolaan obyek wisata alam. Ko (2004;21-22)

memaparkan ada dua macam karakter pemodal dalam pengadaan sumber daya

manusia terkait pengelolaan obyek wisata alam. Pemodal pertama ialah pemodal

mantan penggiat di alam bebas. Pemodal ini ialah individu yang dapat menjiwai

suka-duka kegiatan di alam bebas. Dengan demikian pemodal ini pandai memilih

dan mendidik sumber daya manusia dalam pengembangan, pengelolaan, dan

pemeliharaan obyek wisata alam. Sumber daya manusia yang dididik dan dilatih

oleh pemodal ini lebih menekankan segi konservasi alam secara seimbang.

Pemodal yang kedua ialah pemodal yang bukan mantan penggiat di alam bebas.

Pemodal ini ialah individu yang hampir selalu bersifat dan bersikap profit

oriented jangka pendek. Dalam melakukan pengelolaan kurang memperhatikan

segi konservasi alam secara seimbang.

Hal ini terjadi dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Pokdarwis dididik dan dilatih oleh pihak investor (Cahyo Alkantana) dan

pihak Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul. Ada dua pola pendidikan dan

pelatihan yang diberikan kepada Pokdarwis Kali Suci. Pola pertama ialah

127
pendidikan dan pelatihan Pokdarwis Kali Suci oleh pihak investor (Cahyo

Alkantana), sedangkan pola kedua ialah pendidikan dan pelatihan Pokdarwis Kali

Suci oleh pihak Disbudpar kabupaten Gunung Kidul. Pada pola pertama,

pendidikan dan pelatihan Pokdarwis Kali Suci bertujuan untuk menyiapkan

Pokdarwis Kali Suci sebagai pengelola obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

yang mandiri dengan memperhatikan segi lingkungan alam Kali Suci dalam

pengelolaannya. Pada pola kedua, pendidikan dan pelatihan Pokdarwis Kali Suci

bertujuan untuk meningkatkan Program Sadar Wisata kepada Pokdarwis Kali

Suci.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak investor dalam hal

pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci antara lain, melibatkan anggota Pokdarwis dalam kursus

teknik penelusuran gua dasar dan lanjutan yang diadakan oleh HIKESPI termasuk

di dalamnya kursus mengenai Cave Rescue dan Speleologi, menyertakan anggota

Pokdarwis Kali Suci dalam pelatihan-pelatihan uji coba Standar Kompetensi

Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Pemandu Wisata Gua yang diadakan oleh

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bersama HIKESPI, melakukan

pendampingan Pokdarwis Kali Suci dalam melakukan pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Hasil yang didapat dari pendidikan dan pelatihan

tersebut ialah, saat ini beberapa pemandu obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci telah memiliki sertifikat, mampu memberikan pertolongan saat terjadi

kecelakaan di dalam gua, mampu memberikan pendidikan kepada wisatawan

terkait Speleologi, dan saat ini Pokdarwis Kali Suci sudah dapat mandiri dalam

melakukan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci (zona Kali

128
Suci), pada pengelolaannya anggota Pokdarwis Kali Suci turut aktif dalam

menjaga kelestarian kawasan karst Kali Suci.

“…Saya disuruh ikut kursus HIKESPI ma pak Cahyo, untuk biayanya


saya gak bayar karena dah ditanggung pak Cahyo..”32

Untuk perihal upaya Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul sendiri masih

sebatas sosialisasi mengenai program-program Sadar Wisata dalam pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Diharapkan ke depannya pendidikan

dan pelatihan Pokdarwis Kali Suci yang dilakukan Disbudpar lebih mengarah

kepada program yang real dan bersifat teknis. Seperti pendampingan usaha kecil

di sekitar lokasi obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, dan lain sebagainya.

3. Pemeliharaan

a. Upaya Stakeholder dalam pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan kunci penting dalam melanjutkan pengelolaan

obyek wisata alam. Tidak adanya pemeliharaan terhadap obyek wisata alam, dapat

menciptakan degradasi fisik dan kelestarian lingkungan di obyek wisata alam.

Akibatnya, obyek wisata alam akan mengalami perusakan (baik secara perusakan

kumulatif, sinergestik, transisional, maupun perusakan yang bersifat permanen).

Pada kasus pengelolaan obyek wisata karst dan gua, pemeliharaan perlu

dilakukan. Pemeliharaan tidak hanya dilakukan di permukaan karst saja

(eksokarst), tetapi juga meliputi pemeliharaan di bawah permukaan (endokarst).

Pada pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, pemeliharaan

dilakukan secara menyeluruh di kawasan karst Kali Suci. Mengingat kawasan

karst Kali Suci merupakan satu kesatuan, sungai bawah tanahnya yang menjadi

32
Penuturan Nunung (wawancara dilakukan pada tanggal 26 Juli 2011)

129
aset wisata perlu dikonservasi. Tentu saja dalam pemeliharaan juga harus

melibatkan partisipasi masyarakat sekitar obyek wisata.

Upaya-upaya pemeliharaan yang telah dilakukan oleh stakeholeder di

antaranya adalah:

1). Penghijauan

Penghijauan telah dilakukan pada area Luweng Jomblang dan Grubug.

Penghijauan pada area tersebut dilakukan atas inisiatif dari Cahyo

Alkantana. Penanaman rumput serta pohon-pohon peneduh membuat

kawasan zona Luweng Jomblang dan Grubug lebih asri dan nyaman.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penghijauan antara lain,

pengurukan tanah gambut di atas permukaan karst, sehingga air dapat

tertampung lebih lama pada tanah gambut dibanding tanah karst.

penyiraman rumput dan pohon juga dilakukan setiap tiga kali sehari, agar

rumpu dan pohon tetap subur. Biaya yang dikeluarkan dalam untuk

perawatan ini mencapai 3 juta per bulannya. Biaya tersebut dialokasikan

untuk membayar pekerja dan biaya air. Pada zona Kali Suci, Pokdarwis

Kali Suci juga berinisiatif melakukan penanaman semak dan pohon

berbatang keras. Mengingat daerah zona Kali Suci terletak pada dasar

lembah yang rawan akan longsor.

2). Kerja bakti

Pokdarwis bersama-sama masyarakat turut aktif dalam melakukan kerja

bakti. Kerja bakti bersama dilakukan secara rutin setiap ahad Kliwon.

Tidak hanya kerja bakti pada areal permukaan saja, kerja bakti juga

dilakukan pada areal sungai bawah tanah Kali Suci. Untuk kerja bakti pada

130
areal sungai bawah tanah hanya dilakukan oleh anggota Pokdarwis dengan

menggunakan pelampung. Sehabis kerja bakti menurut beberapa informan

juga diadakan pertemuan rutin antara masyarakat, Pokdarwis Kali Suci,

dan perangkat dusun. Pada pertemuan tersebut biasanya membicarakan

mengenai perkembangan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dan

apa yang perlu dibenahi ke depannya.

3). Penetapan zona, daya dukung dan pengawasan wisatawan

Salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan di obyek wisata alam

ialah perilaku negatif dari wisatawan sendiri. Untuk itu pada pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, diterapkan sistem zonasi untuk

meminimalkan dampak negatif yang diakibatkan oleh kunjungan

wisatawan. Penerapan zona diaplikasikan secara tegas. Kunjungan

wisatawan terutama penelusuran gua dan Cave Tubing juga dibatasi.

Sistem kunjungan wisatawan diterapkan sistem reservasi, dimana

wisatawan yang akan melakukan penelusran maupun Cave Tubing harus

memesan terlebih dahulu. Hal ini untuk menghindari kunjungan

wisatawan yang berlebihan, sehingga mempengaruhi daya dukung gua.

Pada zona Kali Suci, wisatawan yang akan melakukan Cave Tubing harus

terlebih dahulu memesan. Jumlah wisatawan per-trip juga dibatasi

sebanyak 10 sampai 15 orang, serta didampingi dan diawasi oleh 2-3

orang pemandu. Begitu juga pada zona Luweng Jomblang dan Grubug,

wisatawan yang akan melakukan penelusuran gua dibatasi maksimal

sebanyak 25 orang, jalur yang dipakai hanya jalur VIP (jalur Utara) dan

Jalur Barat Luweng Jomblang. Wisatawan didampingi dan diawasi oleh 2-

131
3 orang instruktur dan dibantu oleh 4-5 orang pemandu. Selama

melakukan penelusuran maupun Cave Tubing wisatawan diawasi dan

diberi himbauan-himbauan mengenai apa yang tidak boleh dilakukan

selama berkegiatan. Wisatawan juga dilarang membawa makanan dan

merokok di dalam gua. Namun untuk wisatawan yang datang sekedar

menikmati landscape kawasan karst Kali Suci belum dilakukan

pengawasan secara maksimal.

4). Penebaran benih ikan

Penebaran benih ikan dimaksudkan untuk menjaga kualitas dan

melestarikan mata air Kali Suci. Penebaran benih dilakukan oleh

Pokdarwis Kali Suci bekerja sama dengan Dinas Perikanan Kabupaten

Gunung Kidul. Benih-benih ikan yang telah disebar sebanyak 3 ribu benih.

5). Pemasangan plang-plang himbauan

Para anggota pokdarwis Kali Suci berinisiatif dengan membuat plang-

plang himbauan di beberapa titik obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Pemasangan plang-plang himbauan dimaksudkan agar wisatawan

yang datang turut ikut serta menjaga kebersihan dan kelestarian

lingkungan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Pemasangan plang-

plang dilakukan secara swadaya oleh angota-angota Pokdarwis Kali Suci.

6). Pengadaan tempat sampah

Pengadaan tempat sampah dilakukan secara bersama oleh seluruh

stakeholder. Tempat sampah diletakkan di beberapa titik strategis, di

antaranya di parkiran Kali Suci, sekretariat Pokdarwis Kali Suci, di sekitar

warung, di jalan setapak menuju Gua Suci, serta di dekat sungai dan mulut

132
Gua Suci. Untuk zona Luweng Jomblang dan Grubug telah ada pekerja

yang setiap hari membersihkan areal Luweng Jomblang dan Grubug.

b. Kesepakatan Bersama

Mengingat lahan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci berada pada

lahan hutan Negara, hutan rakyat, dan tanah penduduk, perlu kiranya ada

kesepakatan bersama mengenai pemanfaatan areal di obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Sebelum Kali Suci dikelola menjadi obyek wisata minat khusus

karst, masyarakat masih memanfaatkan sumber daya alam Kali Suci untuk

keperluan sehari-hari. Di antaranya adalah pengambilan vegetasi untuk pakan

ternak, pemanfaatan air Kali Suci untuk mencuci, dan lain sebagainya.

Stakeholder yang terlibat difasilitasi oleh Pemerintah Desa mengadakan

pertemuan dan diskusi dengan masyarakat mengenai pemanfaatan lahan di obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci. Pada pertemuan tersebut disepakati 3 poin

untuk direalisasikan kepada warga yang bermukim di sekitar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci. Kesepakatan tersebut tidak hanya menyangkut

pemanfaatan lahan saja, tetapi juga peran aktif masyarakat dalam menjaga

keberlangsungan kegiatan wisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. 3

poin tersebut antara lain:

1) Penduduk sekitar dihimbau untuk membuat para pengunjung agar tetap

merasa nyaman dan merasakan keramahan warga,

2) Penduduk diharapkan untuk menyediakan fasilitas penunjang bagi

pengunjung, seperti homestay dan kamar mandi,

3) Penduduk dianjurkan untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih,

menjaga agar tidak terjadi erosi, dan tidak mengambil daun-daun hijau

133
(vegetasi karst) sebagaimana biasanya untuk pakan ternak. Bagi yang

mengambil tanaman sebanyak satu buah, diwajibkan mengganti dengan

menanam tanaman yang sejenis sebanyak 3 buah.

Hasil kesepakatan tersebut sampai saat ini masih dipatuhi warga.

Dikarenakan warga takut diberi sanksi (disatru). Untuk keperluan air warga masih

diperbolehkan untuk memanfaatkan Kali Suci, kecuali untuk mandi dan mencuci.

Dalam rangka melaksanakan himbauan untuk tidak mengambil vegetasi karst

untuk pakan ternak, warga mulai menanam atau membeli daun-daun jagung.

4. Pemasaran

Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh para stakeholder mencakup

analisis pasar (target pasar dan produk), menentukan harga produk wisata, serta

promosi. Analisis pasar dilakukan oleh pihak investor dengan menyiapkan produk

yang dijual di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, dan menentukan

segmentasi pasar. Sebenarnya konsep produk yang akan dijual telah dibuat

bersama antara Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dan HIKESPI pada saat

pembuatan konsep “Semanu Extreme Adventure “, namun konsep tersebut hanya

masih sebatas wacana pada saat itu. Terkait dengan penyediaan produk pada

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, pihak investor pertama

kali melakukan uji coba dengan melibatkan para anggota HIKESPI. Produk yang

diuji coba di antaranya adalah, Cave Tubing, penelusuran gua vertikal, serta

jelajah kawasan karst menggunakan kendaraan (off road). Setelah uji coba

dilakukan, pihak Investor juga menentukan harga produk wisata tersebut. Pada

perjalanannya, harga produk wisata yang ditawarkan tersebut tidak bersifat tetap.

134
Hal ini mengikuti permintaan dan keinginan wisatawan terkait produk wisata yang

ditawarkan tersebut.

Sebagai sebuah obyek wisata yang baru, Kali Suci perlu diperkenalkan

kepada wisatawan. Untuk itu dibutuhkan strategi promosi dalam memperkenalkan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci kepada calon wisatawan. Pada

pengelolaannya, para stakeholder yang terlibat ikut serta dalam mempromosikan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dan kegiatan-kegiatan di dalamnya.

Upaya promosi dilakukan dengan berbagai macam strategi. Promosi obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci telah dilakukan oleh Disbudpar Kabupaten Gunung

Kidul sebelum dikelola. Promosi yang dilakukan Disbudpar Kabupaten Gunung

Kidul dengan memasang plang-plang berukuran besar di beberapa titik yang

dirasa strategis. Ada sekitar 7 plang yang dipasang oleh Disbudpar Kabupaten

Gunung Kidul di sepanjang jalan utama kota Wonosari menuju obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Promosi juga dilakukan dengan menyisipkan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci pada diskusi pariwisata karst, seminar

pariwisata, dll. Di antaranya menyisipkan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci pada acara Field Trip Trans Karst pada bulan Januari 2011 dan diskusi

Publik yang diadakan oleh KPALH Setrajana Fisipol UGM pada bulan Mei 2011.

Selain itu masih banyak kegiatan lain yang dilakukan guna mempromosikan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Kegiatan yang pernah dilakukan

bersama-sama oleh para stakeholder dengan tujuan mempromosikan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci antara lain, pembukaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci dengan mengundang berbagai media dan beberapa pihak, kegiatan

“Karstologi Day” untuk anak SMP se-Kabupaten Gunung Kidul, Pengujian

135
SKKNI Pemandu Wisata Gua yang juga dihadiri beberapa elemen dari

stakeholder pariwisata Yogyakarta.

a. Penerapan Teknologi dalam Pemasaran

Arus teknologi yang mulai merambah ke pelosok-pelosok desa, membuat

dunia informasi global semakin mudah diakses. Saat ini media internet telah

merambah ke pelosok-pelosok desa. Para pemuda-pemuda desa sudah tidak asing

lagi dengan penggunaan media internet. Biasanya penggunaan media internet oleh

para pemuda-pemuda desa tersebut digunakan sebagai media hiburan, jejaring

sosial, dan untuk mendapatkan informasi tambahan yang dibutuhkan. Begitu juga

dengan yang terjadi pada masyarakat di sekitar obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci. Para pemuda yang ikut tergabung sebagai anggota Pokdarwis Kali

Suci, memanfaatkan media internet sebagai strategi untuk mempromosikan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci. Beberapa informasi terkait obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci dan contact person yang dapat dihubungi untuk

keperluan reservasi dishare ke publik dengan memanfaatkan media internet.

Sampai saat ini Pokdarwis Kali Suci telah memiliki beberapa situs jejaring sosial

untuk mempromosikan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Di antaranya

ialah jejaring sosial Facebook (berupa group dan person), Twitter, dan Blogspot.

Penggunaan media internet sebagai strategi promosi dinilai efektif oleh para

anggota Pokdarwis Kali Suci, selain promosi dari mulut ke mulut. Menurut para

anggota Pokdarwis Kali Suci, banyak calon wisatawan yang tertarik untuk

bewisata ke obyek wisata minat khusus karst Kali Suci setelah melihat foto-foto

kegiatan yang dishare atau join group melalui jejaring sosial. Selain

menggunakan media internet, para anggota Pokdarwis juga memanfaatkan alat

136
komunikasi handphone dalam berhubungan dengan para calon wisatawan.

Penggunaan alat komunikasi ini ditujukan untuk keperluan reservasi para calon

wisatawan yang akan berkunjung dan melakukan aktivitas penelusuran gua

maupun Cave Tubing.

b. Pelibatan Media dan Birowisata

Selain upaya dengan menggunakan teknologi, strategi pemasaran juga

dilakukan dengan melibatkan pihak media dan birowosata dalam hal promosi.

Pelibatan pihak media dan birowisata tidak terlepas dari peran Cahyo Alkantana

yang memiliki jaringan dan koneksi yang luas. Beberapa media cetak dan stasiun

televisi baik nasional maupun internasional pernah meliput obyek wisata minat

khusus karst kali Suci. Peliputan beberapa stasiun televisi tersebut membuat

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci semakin dikenal dan banyak

dikunjungi oleh wisatawan dalam negeri maupun luar. Terbukti wisatawan yang

berkunjung didominasi oleh wisatawan yang berasal dari luar Gunung Kidul.

Menurut Cahyo Alkantana, pelibatan media dalam usaha mempromosikan

Kali Suci tidak mengeluarkan dana. Justru pihak pengelola yang dibayar oleh

pihak media tersebut. Selama ini pihak media yang meliput obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci membayar antara 1 hingga 5 juta rupiah sekali peliputan,

tergantung lama waktu saat peliputan. Dana yang didapat tersebut dialokasikan

untuk fasilitas para crew media selama melakukan peliputan (konsumsi,

operasional lapangan, dll) serta upah para pendamping yang berasal dari para

instruktur HIKESPI dan masyarakat setempat yang ikut terlibat dalam peliputan.

Dana paling besar yang pernah didapat dari media televisi ialah saat acara

peliputan Amazing Race oleh media televisi internasional. Saat itu pihak Amazing

137
Race memberikan dana sebanyak 150 juta rupiah guna keperluan peliputan

dengan melibatkan sebagian besar masyarakat di sekitar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci.

Selain melibatkan media, pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci juga melibatkan biro wisata. Biro wisata yang terlibat sampai saat ini

ialah biro wisata Rakata Adventure. Biro wisata tersebut membantu dalam hal

pengadaan brosur wisata obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Dapat

dikatakan kerja sama tersebut menguntungkan. Dikarenakan pihak pengelola

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dalam pengadaan brosur tidak

dikenakan biaya. Pembagian hasil dari wisatawan yang berkunjung melalui biro

wisata tersebut juga telah disepakati bersama.

D. Kemitraan dalam Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst

Kali Suci

1. Bentuk-Bentuk Kemitraan dan Peran yang Terjalin Antar Berbagai

Stakeholder yang Terlibat dalam Pengelolaan Obyek Wisata Minat

Khusus Karst Kali Suci

Kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

dapat terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh para stakeholder terkait

pengelolaan. Kemitraan yang terjadi dalam pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci bersifat non formal. Artinya tidak ada aturan formalitas

mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kesepakatan bersama

didasarkan pada proses hubungan informal untuk saling pengertian, saling

memahami dan saling menguntungkan. Adanya visi-misi yang saling menunjang

di antara para stakeholder, membuat kemitraan yang terjadi pada pengelolaan

138
obyek wisata minat khusus karst Kali Suci berjalan fleksibel. Fenomena yang

terjadi dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci pada

kenyataannya melibatkan beberapa stakeholder, yakni pemerintah (Disbudpar dan

Pemerintah Desa), masyarakat (tergabung dalam Pokdarwis Kali Suci), pihak

investor (Cahyo Alkantana sekaligus HIKESPI), dan pihak media serta biro

wisata, menggiring pada terjalinnya pola-pola hubungan sosial antar stakeholder

yang saling mempengaruhi. Adanya sifat ketergantungan masing-masing

stakeholder pada upaya pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

menuntut terjadinya jalinan kerjasama dari masing-masing stakeholder dalam

pengembangan dan pengelolaan kawasan karst Kali Suci menjadi obyek wisata

minat khusus karst. Fenomena tersebut merupakan perubahan dari paradigma

pembangunan kawasan karst yang terjadi selama ini, dari bentuk sentralistik

menjadi lebih bersifat desentralis. Adanya konsep kemitraan dalam pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, yakni berupa kerjasama antar pihak

lebih memungkinkan adanya proses negoisasi dan pencapaian kesepakatan atas

sistem pengelolaan yang dijalankan bersama. Seperti yang tergambar dalam hal

perencanaan (perencanaan tujuan pengelolaan, perencanaan pemanfaatan area,

analisis pasar), pengadaan fasilitas penunjang dan perbaikan sarana prasarana,

pendanaan, pendidikan dan pelatihan SDM, upaya pemeliharaan (penghijauan dan

konservasi, penebaran benih ikan, kesepakatan bersama antara masyarakat dengan

stakeholder terkait pemeliharaan, serta pemasaran obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci.

Saat ini pada pengelolaan pariwisata terutama yang terjadi pada

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, telah terjadi pergeseran

139
peran pemerintah yang tadinya cenderung bersifat provider, kini menjadi lebih

sebagai regulator, fasilitator, mediator dan promotor. Untuk pihak swasta

(investor), lebih memusatkan peranannya pada kegiatan operasional dan

pendanaan. Mengingat kemampuan respon yang dimiliki oleh pihak swasta terkait

pengelolaan lebih cepat dan efisien. Masyarakat tetap menduduki posisi penting

sebagai aktor utama dalam setiap tahap kebijakan pengelolaan yang dilakukan

secara bersama. Masyarakat diposisikan sebagai aktor utama, nantinya demi

terbentuknya sikap kemandirian pada masyarakat, sehingga masyarakat dapat

menentukan pilihan guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kemitraan yang

terjalin sewajarnya dari berbagai elemen terjadi proses saling mengontrol dan

mendukung. Kesediaan saling mengontrol (check and balance) terhadap peran

yang dijalankan memberi kontribusi terwujudnya keseimbangan peran, dengan

demikian masing-masing pihak memiliki perannya masing-masing dan

berkomitmen untuk memberikan sumber daya yang dimiliki guna mencapai visi

bersama maupun visi masing-masing.

Adapun model kemitraan yang dijalankan dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci merupakan kemitraan mutualistik. Hal ini mengingat

masing-masing pemangku kepentingan dalam pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan

kemitraan, yaitu masing-masing pihak saling memberikan manfaat dan

mendapatkan manfaat lebih. Walaupun dalam implementasinya, kemitraan yang

dijalankan belum mengarah kepada kemitraan legal, namun adanya visi dan misi

yang saling mendukung di antara pihak yang bermitra dalam pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci membuat proses kerjasama berjalan fleksibel

140
dan saling menunjang. Pembagian peran dilakukan sesuai porsinya masing-

masing pihak.

Berikut ini contoh pemetaan peran ketiga aktor (pemerintah, swasta dan

masyarakat) dalam pemberdayaan masyarakat:

Tabel 4.1 Peran Tiga Aktor dalam Pemberdayaan Masyarakat

Peran dalam
Aktor Bentuk Output Peran Fasilitas
Masyarakat

Formulasi dan Dana, jaminan,


Kebijakan: politik, umum,
penetapan alat, teknologi,
khusus/departemental/sektoral,
policy, network,
penganggaran, juknis dan juklak,
Pemerintah implementasi, sistem
penetapan indikator keberhasilan,
monitoring dan manajemen,
peraturan hukum, penyelesaian
evaluasi, informasi,
sengketa
mediasi edukasi

Kontribusi pada Konsultasi & rekomendasi Dana, alat,


formulasi, kebijakan, tindakan & teknologi,
Swasta implementasi, langkah/policy action implementasi, tenaga ahli dan
monitoring dan donatur, private investment, sangat
evaluasi pemeliharaan terampil

Tenaga
Saran, input, kritik, rekomendasi,
Partisipasi terdidik,
keberatan, dukungan dalam
dalam formulasi, tenaga terlatih,
formulasi, policy action, dana
Masyarakat implementasi, setengah
swadaya, menjadi obyek, partisipan,
monitoring dan terdidik dan
pelaku utama,/subyek,
evaluasi setengah
menghidupkan fungsi sosial control
terlatih

Sumber: Sulistiyani , 2004, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan

Pemetaan peran tiga aktor tersebut yang menjadi guideline dalam

penyusunan data peran berbagai aktor dalam pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci.

Berdasar pada sejarah pengelolaan, stakeholder yang terlibat, serta upaya

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang telah dipaparkan di

atas, maka secara garis besar dapat dipetakan peran-peran stakeholder dan

141
penjabaran bentuk-bentuk kemitraan dari stakeholder-stakeholder yang terlibat

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci sebagai berikut:

Tabel 4.2 Peran Aktor dalam Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus

Karst Kali Suci

Peran dalam
Pengelolaan Obyek
Bentuk Output
Aktor Wisata Minat Fasilitas
Peran
Khusus Karst Kali
Suci
Formulasi dan  Rencana Program  Penyusunan Site Plan
penetapan kebijakan SKPD (terkait Obyek wisata minat
Pengelolaan Program khusus karst Kali
Pengembangan Suci
Destinasi  Pengajuan proposal
Pariwisata), SK anggaran ke
Kepala Desa pemerintah pusat
 Pembuatan SK
pendirian Pokdarwis
Kali Suci
 Dana dan konsep
 Renstra pengelolaan

Implementasi  Pemasaran  Dana


 Pembuatan Plang
Pemerintah
 Pengadaan Kegiatan
(Disbudpar
pemasaran
Kabupaten
Gunung Kidul,
Pemerintah  Pendidikan dan  Program Sadar
Desa) Pelatihan Wisata
 Pendampingan

 Fasilitas, Sarana  Perbaikan jalan


dan Prasarana  Dana

 Pemeliharaan  Penebaran benih


(Dinas Perikanan)
 Pengadaan tempat
sampah
 Dana

Mediasi/fasilitator
Masyarakat Partisipasi dalam:
(Pokdarwis dan Formulasi dan  Saran, usulan  Partisipan dalam
masyarakat penetapan kebijakan kebijakan usulan pembuatan
sekitar) pengelolaan pengelolaan site plan dan renstra
pengelolaan

 Pengelolaan secara  Dana swadaya


Implementasi mandiri  Tenaga kerja

142
 Dana swadaya
 Pemasaran  Ide
 Pengadaan kegiatan
pemasaran
 Alat
 Tenaga ahli

 Partisipasi aktif
 Pendidikan dan  Waktu
Pelatihan  Tenaga

 Penyediaan warung,
 Fasilitas, Sarana homestay, lahan
dan Prasarana
parkir, konsumsi,
transportasi
 Dana swadaya

 Pemeliharaan  Mobilisasi massa


dalam kegiatan
 Kerja Bakti
 Kesepakatan
 Penanaman
 Pengawasan
 Pembuatan plang
himbauan
 Dana swadaya
 Tenaga kerja
 Penebaran benih
 Pengadaan tempat
sampah

 Penciptaan  Pemandu
lapangan pekerjaan  Pengelola
 Parkir
 Usaha kecil
 Kas desa

Monitoring dan
Evaluasi
Swasta Kontribusi dalam:
(Investor, Formulasi dan  Saran,  Tenaga ahli
HIKESPI) penetapan kebijakan rekomendasi  Dana
kebijakan  Konsep
pengelolaan

Implementasi  Penyedia lapangan  Perawatan resort


kerja bagi  Pemandu
masyarakat  Kas desa
setempat
 Konsumsi

 Pemasaran  Jaringan (koneksi)


 Dana

143
 Pendidikan dan  Dana
Pelatihan  Tenaga ahli
 Sertifikat
 Koneksi

 Fasilitas, Sarana  Dana


dan Prasarana  Peralatan
 Perlengkapan
 Pembuatan tangga
 Kebutuhan
Pokdarwis
 Transportasi
 Resort dan pendopo
 Camping Ground

 Pemeliharaan  Penghijauan
 Pengadaan tempat
sampah
 Tenaga ahli
 Dana
 Tenaga kerja
 Penyediaan air
 Pengawasan

 Pendampingan  Tenaga Ahli


sekaligus  Saran dan konsep
penasehat  Rekomendasi
Monitoring dan
Evaluasi
Media dan Biro Kotribusi dalam:
Wisata Implementasi  Penyebaran/media  Berita, artikel,
informasi obyek peliputan di media
wisata minat cetak dan media
khusus karst Kali elektronik
Suci dan  Pengadaan brosur
pemasaran

Bentuk-bentuk kemitraan dalam kegiatan pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci antara pihak pemerintah (Disbudpar dan Pemerintah Desa),

masyarakat (Pokdarwis dan masyarakat sekitar obyek wisata), dan pihak swasta

(Investor) dijabarkan dalam tahap-tahap sebagai berikut ini:

a. Formulasi dan penetapan kebijakan pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci.

144
Kemitraan terjalin dalam penyusunan mengenai site plan tata ruang obyek

wisata dan penyusunan rencana strategis pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci dengan perencanaan tujuan pengelolaan dan penetapan area secara

bersama. Untuk analisis pasar dilakukan oleh pemerintah (Disbudpar) dan pihak

investor. Kebijakan penyusunan rencana strategis pengelolaan juga melibatkan

tenaga ahli dari HIKESPI untuk mengidentifikasi potensi yang berada di obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci dan memberikan rekomendasi terkait rencana

pengelolaan. Rencana pengelolaan dan penyusunan tata ruang merupakan hasil

yang telah dinegoisasikan bersama dengan masyarakat. Sehingga tercipta suatu

kesepakatan mengenai pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

b. Implementasi pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Kemitraan terjalin pada upaya-upaya yang dilakukan masing-masing

stakeholder dalam mengembangkan dan mengelola obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Upaya-upaya tersebut dilakukan sesuai kemampuan yang dimiliki

oleh masing-masing stakeholder, dimana upaya yang dilakukan saling menunjang

satu sama lain. Upaya-upaya tersebut antara lain, pendanaan, pengadaan fasilitas

serta perbaikan sarana dan prasarana, pengadaan pendidikan da pelatihan,

pemeliharaan, serta pemasaran. Dalam hal kontribusi, antara satu pihak berbeda

dengan pihak yang lainnya. Pada pendanaan lebih dibebankan kepada pihak

investor. Namun tidak serta merta pihak yang lainnya berpangku tangan. Pihak

pemerintah (Disbudpar) dan masyarakat (Pokdarwis) juga berkontribusi dalam

pendanaan. Walaupun jumlahnya tidak sebanding dengan apa yang dikeluarkan

oleh pihak investor. Semua itu telah menjadi kesepakatan bersama. Untuk

pengadaan fasilitas serta perbaikan sarana dan prasarana, masing-masing

145
stakeholder berkontribusi. Pada pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

yang diperuntukkan dalam pengelolaan. Pihak swasta dan pihak pemerintah

bersama-sama mengadakan pendidikan dan pelatihan yang saling menunjang dan

ditujukan kepada para anggota Pokdarwis. Pada pemeliharaan, lebih kepada

inisiatif masing-masing pihak. Pihak masyarakat dan Pokdarwis lebih tertuju pada

pemeliharaan di zona Kali Suci, untuk pihak swasta pemeliharaan lebih tertuju

pada zona Luweng Jomblang dan Grubug. Untuk pemasaran, para stakeholder

memiliki inisiatifnya masing-masing dalam memasarkan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci.

c. Monitoring dan evaluasi pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci.

Implementasi pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci,

terutama pengelolaan yang dilakukan oleh Pokdarwis Kali Suci. walaupun saat ini

Pokdarwis Kali Suci sudah mandiri dalam melakukan pengelolaan, terkadang

menemui hambatan dan kendala. Di antaranya ialah kurangnya fasilitas

penunjang, kurangnya tenaga ahli, dan lain sebagainya. Hambatan dan kendala

tersebut selama ini diselesaikan secara bersama oleh pihak Pokdarwis Kali Suci

dengan pihak investor. Pihak investor dapat dikatakan sebagai konsultan yang

memberikan saran dan rekomendasi kepada Pokdarwis Kali Suci terkait

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Untuk pihak pemerintah

(Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dan Pemerintah Desa) lebih kepada pihak

yang memfasilitasi dan memediasi saat terjadi gesekan-gesekan dalam

pengelolaan.

146
2. Jaringan Komunikasi dalam Pengelolaan Obyek Wisata Minat

Khusus Karst Kali Suci

Seperti yang dijabarkan di atas, pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci dijalankan secara kemitraan, dimana terdapat fenomena-fenomena

terkait jaringan komunikasi yang terjadi. Jaringan Komunikasi yang dimaksud

merupakan alur dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Pada implementasinya tidak hanya stakeholder inti

saja yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, tetapi juga melibatkan

pihak-pihak stakeholder yang lebih luas. Seperti masyarakat sekitar obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci, Kami Tua, maupun Pemerintah Desa. Pengambilan

keputusan dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci terkait

erat dengan unsur kepentingan dan peranan tiap-tiap pihak. Kepentingan para

elemen-elemen tersebut terlebih dahulu dinegoisasikan bersama dengan

Pokdarwis Kali Suci dan menghasilkan berbagai usulan, yang kemudian diajukan

untuk dinegoisasikan kembali bersama stakeholder inti (pihak investor dan

Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul), yang kemudian menjadi keputusan

bersama. Berikut gambaran skema mengenai alur pengembilan keputusan dalam

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci:

147
Gambar 4.3 Alur Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Obyek Wisata

Minat Khusus Karst Kali Suci

Masyarakat sekitar Kami Tua Pemerintah Desa

Usulan Rekomendasi Negoisasi

Pokdarwis Kali Suci

Hasil Keputusan
Pokdarwis

Pihak Investor Disbudpar

Monitoring dan Negoisasi Mediasi


Evaluasi
Keputusan

Implementasi

Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali


Suci

Sumber: Hasil Analisis

Pada gambar 4.3 menerangkan mengenai bagaimana alur yang terjadi

dalam pengambilan keputusan secara bersama (kemitraan), terkait pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Skema alur tersebut menjelaskan

bahwa, pengambilan keputusan tidak hanya melibatkan stakeholder inti saja,

tetapi juga melibatkan masyarakat, Kami Tua, dan Pemerintah Desa. Pemerintah

Desa tidak hanya sebagai pemberi rekomendasi/pertimbangan kepada Pokdarwis

Kali Suci atas usulan-usulan dari masyarakat, tetapi juga sebagai pihak yang

mendampingi Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dalam memediasi. Hal ini

148
disebabkan pihak Pemerintah Desa lebih paham mengenai kondisi yang terjadi di

lapangan. Masyarakat juga turut andil dalam memberikan pengawasan (secara

tidak langsung), terkait pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Pada tahap pengambilan keputusan yang melibatkan Pokdarwis Kali Suci,

masyarakat, Kami Tua, dan Pemerintah Desa, usulan-usulan mengenai

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dimusyawarahkan setiap

Ahad Kliwon. Biasanya keputusan-keputusan yang dihasilkan ialah usulan-usulan

terkait upaya-upaya pengembangan dan pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Kemitraan yang terjalin dalam pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci, tidak hanya berupa upaya-upaya yang dilakukan oleh para

stakeholder saja, tetapi juga meliputi jaringan komunikasi yang terjadi dalam

pengelolaan. Jaringan komunikasi yang dimaksud dalam hal ini mengenai alur

pengambilan keputusan terkait pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci.

E. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pengelolaan

1. Faktor Pendorong

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang dilakukan

berlandaskan kemitraan, di dalamnya terdapat beberapa faktor pendorong. Berikut

faktor-faktor pendorong dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci:

a. Potensi obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

Potensi kawasan karst Kali Suci yang unik dan berbeda, membuat

kawasan wilayahnya patut dikembangkan menjadi obyek wisata. Atas dasar itulah

kawasan karst Kali Suci dikembangkan dan dikelola menjadi obyek wisata minat

149
khusus karst. Karakteristik wilayah kawasan karstnya berbeda dengan kawasan

karst daerah lainnya. Sistem sungai bawah tanah Kali Suci yang menembus

beberapa gua dan luweng, merupakan fenomena bentang alam karst yang jarang

ditemui. Banyak para penggiat penelusur gua yang menghabiskan akhir pekannya

dengan menelusuri gua-gua di kawasan karst Kali Suci yang penuh dengan

tantangan dan keindahan. Dapat dikatakan sistem sungai bawah tanah Kali Suci

dengan gua-guanya merupakan formasi karst yang lengkap dari segi estetika dan

bentukannya. Memang semenjak dahulu gua-gua di kawasan karst Kali Suci

merupakan primadona bagi para penggiat penelusur gua yang berasal dari daerah

Yogyakarta maupun para penggiat penelusur gua luar daerah. Adanya hutan purba

di dasar luweng dan “lukisan cahaya” merupakan fenomena yang sangat langka

untuk gua-gua yang ada di Indonesia. Menurut beberapa penggiat penelusur gua

asing yang pernah menelusuri Luweng Jomblan-Grubug, “Lukisan cahaya” di

Luweng Grubug mampu menyaingi “lukisan cahaya” beberapa gua terkenal di

dunia. Di antaranya adalah “lukisan cahaya” di Gua Stephen (AS) dan Gua

Ellison (Georgia). Hutan purba di dasar luweng merupakan saksi sejarah

mengenai gambaran hutan kawasan karst Gunung Sewu di masa lalu. Kearifan

lokal masyarakat pun menjadi daya tarik tersendiri, dimana suasana pedesaan

kawasan karst masih terasa kental, dengan masyarakatnya yang masih

melestarikan kebudayaan nenek moyang secara turun temurun. Dapat dikatakan

bahwa kawasan karst Kali Suci memiliki potensi dari segi pariwisata. Selain

memiliki potensi pada pariwisata, kawasan karst Kali Suci juga memiliki

beberapa potensi lainnya, yaitu digunakannya sebagai sumber daya air

masyarakat, memiliki bentukan alam dengan geomorfologi karst yang unik,

150
memiliki bentukan alam dengan gua-gua sebagai komponen endokarst, memiliki

bentukan alam dengan vegetasi yang endemis, memiliki bentukan alam yang

dihuni hewan endemis, serta memiliki nilai ilmiah.

b. Kemauan dan kesamaan kepentingan berbagai stakeholder yang terlibat

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci merupakan salah

satu model pembangunan (pariwisata) dengan memanfaatkan kawasan karst. Pada

pengelolaannya berlandaskan kemitraan dengan melibatkan berbagai stakeholder.

Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan memiliki kesamaan kepentingan.

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci meningkatkan keuntungan

secara ekonomis bagi setiap stakeholder. Keuntungan ekonomis berupa,

penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat dan Pokdarwis Kali Suci, dapat

meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat bagi

Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul, serta keuntungan bisnis bagi pihak investor.

Selain keuntungan ekonomis, juga terdapat kesamaan kepentingan lainnya, yakni

para stakeholder yang terlibat berusaha untuk melestarikan dan memanfaatkan

kawasan karst secara jangka panjang dari segi pariwisata. Adanya kemauan dari

masing-masing stakeholder untuk bermitra dan ikut terlibat dalam pengelolaan,

termasuk faktor pendorong dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci. Dengan kemauan tersebut masing-masing pihak memberikan sumber

dayanya masing-masing guna menjalin kerjasama yang saling menguntungkan.

c. Penganggaran yang minim

Adanya keterbatasan pendanaan baik dalam pengembangan pariwisata

maupun penyediaan infrastruktur pariwisata di Kabupaten Gunung Kidul, menjadi

faktor pendorong untuk terjalinnya kerjasama dalam pengembangan dan

151
pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Pendapatan daerah yang

terbatas, investasi pariwisata yang membutuhkan dana tidak sedikit dan tidak bisa

langsung dinikmati hasilnya, merupakan salah satu permasalahan kewenangan

daerah dalam mengembangkan dan mengelola obyek wisata. Untuk itu

dibutuhkan jalinan kerjasama, guna mencari sumber-sumber pembiayaan lain di

luar APBD untuk mengembangkan dan mengelola obyek wisata di Kabupaten

Gunung Kidul. Dalam hal ini obyek wisata minat khusus karst Kali Suci perlu

dikembangkan dan dikelola dengan melibatkan berbagai pihak, agar beban

pendanaan dapat ditanggung bersama.

d. Kedekatan emosional para stakeholder

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci merupakan stakeholder yang telah lama saling mengenal.

Terutama pihak investor dengan masyarakat sekitar obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Cahyo Alkantana selaku pihak investor telah lama “bermain” di

kawasan karst Kali Suci sejak tahun 1984. Sebagaimana seorang pecinta alam dan

penggiat penelusur gua pada umumnya, yang menganggap tempat dia “bermain”

merupakan “rumah kedua” baginya. Dari situlah muncul kedekatan emosional

antara Cahyo Alkantana dengan masyarakat lokal. Kedekatan emosional ditandai

dengan berjalannya pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci secara

informal. Kesepakatan yang terjadi didasarkan pada proses hubungan informal,

dimana nilai yang menyertai adalah norma sosial. Oleh karena itu, kedekatan

emosional para stakeholder dapat dikategorikan sebagai faktor pendorong dalam

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, di dalamnya terdapat rasa

152
saling percaya dan saling membutuhkan, yang didasari hubungan masa lalu di

antara para stakeholder.

e. Sumber daya manusia

Kesiapan sumber daya manusia dalam pengelolaan obyek wisata

merupakan salah satu wujud keberhasilan dari konsep pariwisata berkelanjutan.

Kesiapan sumber daya manusia dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali juga turut menjadi faktor pendorong. Pada pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci, sumber daya manusia yang terlibat merupakan

sumber daya manusia yang telah dididik dan dilatih sebagai subyek atau pelaku

utama dalam pengelolaannya. Faktor budaya dan pendidikan memainkan peran

penting dalam kesiapan sumber daya manusia pada pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Hal ini terbukti dengan adanya inisiatif-inisiatif dari

masing-masing individu yang terlibat dalam pengembangan dan pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Budaya masyarakat lokal yang bersifat

”paguyuban”, juga turut berperan aktif dalam pengelolaan. Masyarakat memberi

dukungan dan turut aktif dalam pengambilan keputusan. Dapat dikatakan kesiapan

sumber daya manusia dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci tercermin dari proses pengambilan keputusan bersama, peran aktif, dan

upaya yang dilakukan oleh individu-individu yang terlibat dalam pengelolaan.

f. Jaringan (Network)

Faktor pendorong lain dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci ialah faktor jaringan. Jaringan yang dimiliki setiap stakeholder berperan

penting dalam hal pemasaran dan birokrasi. Hal ini membuat proses pemasaran

dan birokrasi termasuk di dalamnya perijinan menjadi lebih mudah. Cahyo

153
Alkantana berperan besar dalam memanfaatkan jaringan atau koneksi yang

dimiliki. Hal tersebut bermanfaat dalam proses pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci selama ini.

2. Faktor Penghambat

Selain faktor pendorong, teridentifikasi juga beberapa faktor yang

menghambat dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Berikut faktor-faktor penghambat dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci:

a. Komitmen

Kemitraan yang terjalin pada pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci mengalami pasang surut, khususnya komitmen Disbudpar Kabupaten

Gunung Kidul selaku stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan. Pada tahun

2010 terjadi konflik dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Konflik terjadi disebabkan adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk

mengambil alih pengelolaan. Namun konflik dapat diselesaikan, dengan keluarnya

pernyataan dari Kepala Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul Bapak Suryoaji,

bahwa obyek wisata minat khusus yang ada di Kabupaten Gunung Kidul dikelola

oleh masyarakat setempat, dan masyarakatlah yang menentukan tarif wisata

minat khusus, tugas Pemerintah Daerah hanya memfasilitasi masyarakat.

Terjadinya konflik membuat kepercayaan masing-masing stakeholder berkurang.

Selain timbulnya konflik, berkurangnya kepercayaan kepada salah satu

stakeholder (dalam hal ini kepercayaan terhadap Disbudpar), juga disebabkan

tidak terealisasinya program-program Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul

tentang pembangunan fasilitas penunjang yang telah disepakati. Antara lain,

154
pembangunan kantor sekretariat Pokdarwis Kali Suci, gazebo, pendopo, gapura,

dan lain sebagainya. Menurut Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul, dana

pembangunan fasilitas tersebut berasal dari Pemerintah Pusat dan belum juga

kunjung cair, sehingga pembangunan fasilitas terebut sampai saat ini belum bisa

direalisasikan. Selama ini pihak Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul belum

melakukan tindakan atau upaya untuk menanggapi dana dari pusat yang belum

juga kunjung cair tersebut. Perlu ada tindakan atau sosialisasi kepada para

stakeholder lain yang terlibat dalam pengelolaan mengenai masalah “mandeg”nya

dana dari pusat untuk membangun fasilitas penunjang. Agar para stakeholder

lainnya mengetahui apa yang terjadi, sehingga kemitraan yang terjalin lebih

terbuka dan bersifat transparan ke depannya.

b. Fasilitas

Belum terealisasinya mengenai pembangunan fasilitas penunjang yang

telah direncanakan, turut menjadi faktor penghambat dalam pengelolaan.

Pokdarwis Kali Suci selama ini mengaku kesulitan karena belum tersedianya

kantor kesekretariatan. Pokdarwis Kali Suci selama ini dalam menjalankan

aktivitasnya masih menumpang di rumah warga. Melayani wisatawan juga

dilakukan di rumah warga. Selain itu masyarakat sekitar juga sering menanyakan

mengenai kepastian pembangunan kios-kios di sekitar obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Menurut Pokdarwis Kali Suci, warga sekitar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci masih mengharapkan terealisasinya rencana pembangunan

fasilitas-fasilitas penunjang, disebabkan warga ingin beralih profesi, mengingat

sebagian besar warga merupakan petani dan hasil pertanian warga selama ini

155
belum cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari secara layak 33. Walaupun

saat ini telah banyak dijumpai warung-warung di sekitar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci. Terealisasinya pembangunan fasilitas penunjang

diharapkan dapat meningkatkan peran aktif masyarakat sekitar obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci, serta melibatkan lebih banyak masyarakat dalam

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Dengan begitu

masyarakat dapat meningkatkan pendapatan ekonomi dan meningkatkan

kesejahteraan hidup mereka.

c. Wisatawan umum

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan minat khusus saja,

tetapi juga oleh wisatawan umum. Wisatawan umum selama ini tidak dikenai tarif

untuk menikmati keindahan bentang alam karst kawasan Kali Suci. Berbeda

dengan wisatawan minat khusus yang melakukan kegiatan wisata dengan

didampingi serta diawasi oleh para pemandu dan instruktur. Untuk wisatawan

umum pengawasan masih belum optimal. Akibatnya, masih banyak dijumpainya

wisatawan umum yang membuang sampah sembarangan dan bertindak

vandalisme di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Hal ini tentu saja

mengganggu kenyamanan wisatawan minat khusus yang berkunjung. Padahal

telah disediakan tempat sampah di beberapa titik strategis dan plang-plang

himbauan yang telah dipasang. Perlu adanya ketegasan ataupun strategi untuk

33
Sebagian besar warga berprofesi sebagai petani, selama ini jika cuaca baik, warga dapat
memanen hasil ladang (ketela, jagung, dll) sebanyak 3 kali panen dalam setahun. Hasil panen
sebagian dijual, sebagian lagi untuk disimpan dan dikonsumsi. Sedangkan warga yang bekerja
sebagai buruh tambang batu gamping, hanya diberi upah sebesar Rp 10.000,00 sampai Rp
15.000,00 dalam sehari.

156
mengantisipasi tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh wisatawan umum

yang berkunjung.

d. Sikap apatis beberapa warga

Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang memiliki sifat cemburu.

Hal itu terjadi pada beberapa warga yang akhirnya bersikap apatis terhadap

pengembangan dan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Menurut pengakuan Pokdarwis Kali Suci, sikap apatis beberapa warga

dikarenakan, individu-individu tersebut tidak diikutsertakan secara langsung

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Pokdarwis Kali

Suci sendiri sebenarnya ingin menggandeng seluruh masyarakat di sekitar obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci untuk ikut serta secara langsung dalam

pengelolaan, namun hal tersebut masih sulit, mengingat jumlah lapangan

pekerjaan yang ditawarkan dalam pengelolaan masih sedikit dibandingkan jumlah

masyarakat sekitar obyek wisata. Namun selama ini sikap apatis yang ditunjukkan

masih tergolong wajar dan tidak mengganggu keberlangsungan aktivitas

pariwisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Karena pada dasarnya

warga masih menghormati norma-norma yang berlaku. Individu-individu yang

bersikap apatis juga tidak banyak, hanya beberapa orang saja. Untuk mengatasi

hal tersebut Pokdarwis Kali Suci sedang menyiapkan beberapa program untuk

menggandeng seluruh masyarakat di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Program-program tersebut di antaranya, mengadakan pertunjukan-

pertunjukan budaya dan kesenian, menjadikan daerah kawasan karst Kali Suci

pusat kuliner bahan pangan lokal, pengadaan oleh-oleh dan cinderamata untuk

wisatawan. Program tersebut ada yang sudah berjalan, di antaranya penyediaan

157
lahan seluas 2000 m² untuk bahan pangan lokal guna suguhan wisatawan yang

berkunjung. Sejauh ini masyarakat bersama Pokdarwis Kali Suci masih

mengidentifikasi potensi-potensi yang ada di kawasan karst Kali Suci guna

menjadi pendukung atraksi wisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Pokdarwis Kali Suci berharap bahwa program-program yang telah direncanakan

dan telah berjalan tersebut diharapkan dapat menggandeng seluruh masyarakat

untuk ikut serta dan berkontribusi dalam kegiatan pariwisata di obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci.

158
BAB V

PENGELOLAAN OBYEK WISATA MINAT KHUSUS KARST KALI

SUCI: TANTANGAN BAGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

A. Aspek Ekologi (Lingkungan)

Kualitas lingkungan memiliki hubungan yang kompleks dengan aktivitas

pariwisata. Hubungan tersebut melibatkan beragam aktifitas yang dapat

menghasilkan dampak-dampak positif atau negatif. Terlebih lagi aktivitas

pariwisata pada lingkungan kawasan karst yang dikenal bersifat fragile, rapuh,

dan sulit untuk pulih kembali. Pada pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci, peneliti mencoba untuk mengidentifikasi dampak positif dan dampak

negatif yang ditimbulkan terkait lingkungan kawasan karst Kali Suci. Dampak

positif ialah dampak bersifat positif atau menguntungkan yang ditimbulkan dari

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci terhadap lingkungan

kawasan karst Kali Suci. Sedangkan dampak negatif ialah dampak-dampak

bersifat negatif atau merugikan yang ditimbulkan dari pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci terhadap lingkungan kawasan karst Kali Suci.

Dampak negatif terhadap lingkungan kawasan karst Kali Suci tetap ada, walaupun

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci pada prinsipnya

telah mengutamakan kelestarian lingkungan dalam pengembangannya. Berikut

pengidentifikasian dampak terhadap lingkungan kawasan karst Kali Suci yang

ditimbulkan dari adanya pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci:

159
Tabel 5.1 Identifikasi Dampak Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus

Karst Kali Suci Terhadap Lingkungan Kawasan Karst Kali Suci

Identifikasi Dampak dan Aktivitas Penilaian Temuan Lapangan


pada Pengelolaan Dampak
1. Implementasi Pengelolaan
a. Pembangunan Fasilitas Fisik + Pembangunan fasilitas fisik
memperhatikan estetika lingkungan,
fasilitas fisik hanya ada pada zona
umum dan zona penyangga.
b. Pemanfaatan area (penetapan zonasi) + Telah ada penetapan zonasi dan sudah
sesuai fungsi
c. Upaya pemeliharaan, meliputi:
- Penghijauan + Upaya penghijauan membuat lingkungan
kawasan karst Kali Suci lebih asri dan
alami
- Penebaran benih + Penebaran benih ikan dapat menjaga
kualitas air sungai bawah tanah Kali
Suci. Ikan-ikan kecil dapat dijumpai di
sepanjang sungai bawah tanah Kali Suci
- Pengawasan +/- Pengawasan kepada wisatawan sudah
dilakukan. Namun pengawasan masih
dirasa kurang khususnya pengawasan
terhadap aktivitas pengunjung umum

- Pengadaan tempat sampah + Bertujuan untuk menjaga kebersihan


obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci. Terdapat beberapa tempat sampah
di areal obyek wisata minat khusus karst
Kali Suci
- Pemasangan plang himbauan + Bertujuan untuk menggugah kesadaran
pengunjung akan kebersihan dan
kenyamanan obyek wisata minat khusus
karst Kali Suci. Terdapat beberapa plang
himbauan di areal obyek wisata minat
khusus karst Kali Suci
- Partisipasi masyarakat + Partisipasi masyarakat diwujudkan
dengan melakukan kerja bakti di sekitar
obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci secara gotong royong, serta
mentaati kesepakatan bersama (menjaga
lingkungan tetap bersih di sekitar obyek
wisata, tidak terjadi erosi, dan tidak
mengambil vegetasi karst di obyek
wisata minat khusus karst Kali Suci).
Kerja bakti dilakukan setiap ahad
Kliwon, Pokdarwis Kali Suci juga sering
mengadakan bersih-bersih setiap
minggunya, masyarakat sekitar tidak
mengambil lagi vegetasi karst di areal
obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci.
2. Aktivitas Wisatawan
a. Sampah - Selain adanya sampah buangan dari hulu
(saat musim hujan), masih adanya
pengunjung yang membuang sampah

160
maupun puntung rokok sembarangan.
Hal ini terbukti masih dijumpainya
sampah sisa makanan, minuman, dan
puntung rokok di beberapa tempat.
b. Vandalisme - Adanya coretan-coretan di tangga beton
pada zona penyangga dan di dinding
mulut gua, serta adanya “tangan iseng”
yang merusak vegetasi karst di zona
peralihan
Sumber: Hasil Analisis

Hasil Identifikasi dampak pengelolaan obyek wisata minat khusus

kawasan karst Kali Suci di atas menunjukkan bahwa, pengelolaan yang dijalankan

secara kemitraan selama ini lebih banyak dampak positifnya dibandingkan

dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan kawasan karst Kali Suci.

Pada tabel 5.1 di atas, dampak negatif yang ditimbulkan lebih disebabkan oleh

perilaku pengunjung (umum) dan kurangnya pengawasan yang dilakukan.

Pencegahan perilaku-perilaku negatif pengunjung, dapat dilakukan dengan

meningkatkan pengawasan terhadap wisatawan di obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci.

Selain mengidentifikasi dampak pengelolaan terhadap lingkungan

kawasan karst Kali Suci, peneliti juga mencoba menganalisis dampak pengelolaan

terkait lingkungan gua-gua di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Hal ini

menjadi penting, mengingat lingkungan gua dan sungai bawah tanahnya

merupakan daya tarik utama wisatawan minat khusus karst Kali Suci. Untuk itu

perlu kiranya menelaah beberapa kasus dalam pengelolaan gua di luar negeri

untuk tujuan pariwisata. Untuk di Indonesia sendiri pengelolaan kawasan karst

dan gua-gua yang terdapat di dalamnya masih banyak yang belum dikelola sesuai

dengan prinsip konservasi dan azas pengelolaan gua.

Adapun azas pengelolaan gua yang perlu diperhatikan antara lain,

perhitungan daya dukung dinamis gua (meliputi luasnya interior gua, kepekaan

161
speleothem, kepekaan biota gua), penentuan tapak lintas sirkulasi pengunjung

(berupa sirkulasi eksterior menuju mulut gua dan sirkulasi interior gua),

periodisasi kunjungan, sistem zonasi (baik di lingkungan luar maupun dalam gua).

Pada pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, dalam

pengembangan dan pengelolaannya memang telah memperhatikan azas

pengelolaan gua. Namun, berdasar temuan-temuan di lapangan, masih terdapat

dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan gua-gua di obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Berikut hasil identifikasi dampak aktivitas wisata

terhadap lingkungan gua terkait azas pengelolaan gua:

Tabel 5.2 Identifikasi Dampak Aktivitas Wisata terhadap Lingkungan Gua

di Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

Identifikasi Dampak Aktivitas


Gambaran dan Kondisi
Wisata Terhadap Lingkungan Gua
Aspek Zona
Zona Jomblang-
Zona Kali Suci Jomblang- Zona Kali Suci
Grubug
Grubug
1. Perhitungan Daya
Dukung, meliputi:
- Luas Interior Zona Kali Suci Zona Jomblang- Aktivitas wisata Aktivitas wisata
memiliki luas Grubug minat khusus minat khusus
interior sedang memiliki terbatas pada terbatas pada area
hingga luas interior gua aliran sungai jalur VIP, jalur
dengan daya yang luas dan bawah tanah barat, jalan
tampung dapat sangat luas Kali Suci setapak lorong
mencapai 20 dengan daya penghubung, dan
orang per tampung dapat area Makro
kunjungan, mencapai 100 Goursydam di
memiliki doline orang per Luweng Grubug
dengan luas ± kunjungan,
2500 m² memiliki
chamber dengan
volume ±
60.000-200.000

- Kepekaan Terdapat Pada Luweng Aktivitas wisata Ornamen pada


Speleothem beberapa Jomblang tidak Luweng Jomblang
ornamen gua di dihiasi ornamen mempengaruhi terhindar dari
atap lorong dan gua yang sudah ornamen gua, jamahan
di akhir sump. rapuh dan dikarenakan wisatawan,
Ornamen amat berukuran ornamen gua dkarenakan

162
peka dan rapuh besar. Ornamen menggantung di ornamen terletak
(tua), beberapa menggantung atap gua yang di plafon gua.
lainnya masih pada plafon sulit dijangkau Sedangkan
mengalami gua. Sedangkan oleh wisatawan. ornamen pada
pertumbuhan pada Luweng Wisatawan juga Luweng Grubug
(dialiri Grubug terdapat tidak boleh sangat mudah
perkolasi) makro menelusuri dijangkau oleh
Goursydam lorong sump wisatawan, karena
berukuran besar (berbahaya) letaknya berada di
di permukaan permukaan. Di
dengan warna beberapa bagian
putih dan masih telah kotor akibat
mengalami jejak lumpur para
pertumbuhan wisatawan

- Kepekaan Biota Terdapat Dijumpai Wisatawan Pelarangan


Gua beberapa biota banyak biota menggunakan aktivitas wisata di
gua, paling gua, terutama ban dalam saat hutan purba
banyak biota pada hutan penelusuran, membuat
gua berada pada purba penggunaan ban gangguan
sungai bawah dalam tersebut terhadap biota gua
tanah dapat dapat
meminimalisir diminimalisir.
gangguan Namun masih
(kontak dijumpainya
langsung) vegetasi yang
terhadap biota rusak dan
gua yang berada vandalisme pada
di sungai bawah batang pohon
tanah, akibat ulah
wisatawan juga wisatawan
diarahkan oleh
pemandu

2. Penentuan Tapak Akses menuju Akses mulut Wisatawan Dikarenakan gua


Lintas Sirkulasi mulut gua gua dari berjalan kaki vertikal, maka
Pengunjung, cukup jauh pemukiman menuju mulut tidak ada sirkulasi
meliputi: dengan adanya penduduk gua dengan eksterior menuju
- Sirkulasi jalan setapak sekitar 1 km, didampingi mulut gua.
eksterior berupa tangga dari resort pemandu. Disediakan
yang berkelok- sekitar 50 Sepanjang jalan pondok tempat
kelok meter. cukup teduh istirahat terbuat
karena dari kayu di
rimbunnya pinggir mulut gua
tumbuhan. Jalan
setapak juga
cukup luas.

- Sirkulasi interior Merupakan Jalur masuk dan Tidak ada Walaupun


gua lorong tembus. keluar gua masalah menggunakan
Sehingga merupakan jalur mengenai jalur yang sama,
wisatawan yang sama sirkulasi interior tidak ada masalah
keluar dari gua mengenai
lorong yang sirkulasi interior
berbeda gua, dikarenakan
interior gua sangat

163
luas
3. Periodisasi Sistem reservasi Sistem reservasi Adanya sistem Adanya sistem
Kunjungan bagi wisatawan bagi wisatwan reservasi, reservasi,
minat khusus minat khusus membuat membuat
lingkungan gua lingkungan gua
berkesempatan berkesempatan
untuk untuk melakukan
melakukan pemulihan
pemulihan mikroklimat gua,
mikroklimat batas maksimal
gua, batas pengunjung
maksimal sebanyak 25 orang
pengunjung juga sekali tripnya.
dibatasi per Trip wisata tidak
tripnya Trip dilakukan setiap
wisata hari.
difokuskan pada
hari sabtu dan
minggu
4. Zonasi/pemintakan Ada sistem Ada pembagian Sistem zonasi Adanya zona
zonasi, yakni zona rawan bagi membuat rawan, membuat
zona umum, wisatawan, pemanfaatan hutan purba lebih
peralihan, yakni areal area lebih jelas terlindungi
transisi, dan hutan purba, dan kondusif
inti. Pada zona dan sungai
inti terdapat bawah tanah di
juga zona Luweng Grubug
terlarang bagi
wisatawan

Secara garis besar, dampak negatif aktivitas wisata terhadap lingkungan

gua di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci telah diminimalisir. Walaupun

masih ditemuinya beberapa dampak negatif. Fungsi pemandu dan instruktur

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci amat penting. Perlu

ditingkatkan kembali fungsi pengawasan terhadap wisatawan.

“…Memang pada dasarnya kita masuk gua saja sudah merupakan


bentuk vandalisme, tetapi setidaknya kita bisa meminimalisir potensi
kerusakan. Wisatawan yang menelusuri gua tidak hanya kita dampingi
saja, tetapi juga kita berikan arahan dan kita sisipkan materi
penelusuran gua…” 34

Berdasarkan penuturan tersebut dapat disimpulkan bahwa, peran pemandu

dan instruktur tidak hanya sebagai pengawas wisatawan saja, tetapi sekaligus

34
Penuturan Nafikur Rochman (Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Mei 2011)

164
sebagai pihak yang memberikan edukasi kepada wisatawan. Penerapan kode etik

penelusuran gua perlu diberikan kepada para wisatawan oleh pemandu maupun

instruktur. Agar nantinya dampak negatif terhadap lingkungan gua terkait

aktivitas wisatawan dapat dicegah dan diminimalisir.

Dari tabel 5.2 di atas, dampak negatif yang timbul selanjutnya dianalisis

dari segi potensi kerusakan terhadap lingkungan gua. Agar terlihat tingkat

kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas wisatawan terhadap lingkungan gua.

Sehingga bisa diidentifikasi, apa saja yang perlu diperhatikan dan diperbaiki

mengenai aktivitas wisatawan terhadap lingkungan gua. Hal ini berguna untuk

mewujudkan pengelolaan pariwisata berkelanjutan di obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Analisis tingkat potensi perusakan pada lingkungan gua

digolongkan ke empat bentuk potensi, yakni potensi perusakan kumulatif,

sinergistik, transisional, dan permanen. Obyek yang dijadikan pengamatan antara

lain, biota gua, ornamen gua, air, mikroklimat, dan vegetasi. Berikut temuan

lapangan mengenai potensi kerusakan pada lingkungan gua di obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci:

1. Zona Kali Suci

Pada zona Kali Suci, biota gua yang teramati secara visual terdiri dari

komunitas atap dan air. Biota gua yang paling berpotensi terganggu akibat

aktivitas wisatawan ialah biota gua dari komunitas air. Namun, mengingat daya

dukung gua yang luas, adanya batasan pengunjung dan periodisasi kunjungan

(difokuskan pada hari sabtu dan minggu) dalam melakukan penelusuran gua

(Cave Tubing), bentuk tingkat potensi perusakan lebih mengarah sinergistik.

Dalam artian potensi perusakan terhadap biota gua memiliki hubungan dengan

165
tingkat kunjungan wisatawan. Gangguan terhadap biota gua hanya terjadi pada

saat wisatawan melakukan Cave Tubing, dimana aktivitas tersebut tidak dilakukan

setiap saat.

Untuk ornamen gua, secara visual tidak ditemui tingkat potensi kerusakan

pada zona Kali Suci. Hal ini disebabkan ornamen gua yang berada pada zona Kali

Suci terletak pada plafon gua dan sulit dijangkau oleh wisatawan. Aktivitas

wisatawan pada zona Kali Suci sepenuhnya dilakukan di permukaan air. Hal ini

dapat menyebabkan pencemaran air, namun sifat pencemaran hanya sesaat saja.

Tingkat potensi perusakan terhadap air bersifat transisional (bersifat sementara

dan dapat pulih kembali). Dikarenakan sungai bawah tanah pada zona Kali Suci

terus mengalir. Tingkat pencemaran air justru meningkat drastis saat aktivitas

Cave Tubing berhenti, yakni saat musim penghujan (biasanya terjadi banjir). Pada

musim penghujan terdeteksi ada 2.400 lebih bakteri ecoli (MPN/100 m, mg/l),

sedangkan di luar musim penghujan hanya terdeteksi 1,1-21 (MPN/100 m, mg/l)

bakteri ecoli (Adji, 2010). Pencemaran sistem sungai bawah tanah Kali Suci

selama ini lebih disebabkan oleh sampah domestik limbah rumah tangga hulu

sungai yang hanyut terbawa saat banjir.

Untuk mikroklimat gua pada zona Kali Suci masih dipengaruhi oleh

makroklimat luar gua. Hal ini dikarenakan masih adanya hembusan angin dan

sinar matahari yang masuk ke dalam lorong gua di zona Kali Suci. Aktivitas

wisatawan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap mikroklimat gua di

zona Kali Suci. dapat dikatakan potensi perusakan terhadap mikroklimat gua lebih

bersifat transisional. Terkait vegetasi, pada zona Kali Suci hanya berada pada area

doline Luweng Gelung dan Glatikan. Pada Luweng Gelung tidak ada potensi

166
perusakan akibat aktivitas wisatawan terhadap vegetasi, dikarenakan fokus

aktivitas hanya berada pada sungai saja. Begitu juga pada Luweng Glatikan, fokus

aktivitas wisatawan hanya berada di air dan tangga naik menuju permukaan.

2. Zona Luweng Jomblang-Grubug

Biota gua pada zona Luweng Jomblang-Grubug juga terbagi menjadi 2

komunitas, yakni komunitas biota gua atap dan lantai gua. Biota gua banyak

dijumpai pada areal hutan purba, lorong penghubung antara Jomblang-Grubug,

dan pada permukaan dasar Luweng Grubug. Potensi perusakan lebih bersifat

sinergistik dan hanya terjadi pada jalan setapak yang dilalui oleh wisatawan.

Untuk ornamen gua pada Luweng Jomblang terhindar dari jamahan wisatawan,

hal ini disebabkan ornamen berada pada plafon gua yang tidak bisa dijangkau oleh

wisatawan. Untuk ornamen pada Luweng Grubug sangat mudah dijangkau oleh

wisatawan. Secara visual, di beberapa bagian ornamen terdapat bekas lumpur

akibat jamahan oleh para pengunjung. Bekas lumpur tersebut menyebabkan

ornamen yang berwarna putih menjadi pudar dan tidak bisa diperbaiki seperti

sedia kala. Walaupun demikian, ornamen tersebut masih mengalami

pertumbuhan, dikarenakan masih dialiri oleh air perkolasi yang cukup banyak.

Mengenai potensi kerusakan (pencemaran) terkait air, tidak ada. Hal ini

disebabkan aktivitas wisatawan tidak berada pada sungai bawah tanah Luweng

Grubug.

Seperti pada zona Kali Suci, mikroklimat gua pada zona Luweng

Jomblang dan Grubug masih dipengaruhi oleh makroklimat luar gua. Sehingga

tidak ada pengaruh signifikan adanya aktivitas wisata dengan mikroklimat pada

zona Luweng Jomblang-Grubug. Potensi kerusakan akibat aktivitas wisatawan

167
terhadap mikroklimat pada zona Luweng Jomblang-Grubug lebih bersifat

transisional. Untuk potensi kerusakan terhadap vegetasi, secara visual

dijumpainya beberapa vegetasi yang mengalami kerusakan. Bentuk kerusakan

yang terjadi antara lain, terinjaknya vegetasi di area sekitar jalan setapak yang

dilalui wisatawan, terdapat ukiran pada batang pohon, patahnya beberapa ranting

dan batang vegetasi oleh aktivitas wisatawan. Tingkat potensi kerusakan tersebut

dapat digolongkan menjadi kumulatif, transisional, dan permanen. Menurut para

pemandu, kerusakan vegetasi tersebut disebabkan oleh aktivitas pengunjung yang

melakukan penelusuran gua tanpa didampingi oleh para pemandu maupun

instruktur. Seperti pada batang pohon yang terdapat ukiran bertuliskan nama

pengunjung, telah ada sebelum dikelolanya obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Paparan di atas menunjukkan, bahwa aktivitas wisatawan terhadap

lingkungan gua selama ini tidak memiliki tingkat potensi kerusakan yang

signifikan terhadap lingkungan gua. Potensi kerusakan yang ada selama ini,

diakibatkan oleh para pengunjung ataupun penggiat penelusur gua yang tidak

didampingi oleh para pemandu dan instruktur.

Tabel 5.3 Analisis Tingkat Potensi Kerusakan Pada Lingkungan Gua Akibat

Aktivitas Wisatawan

Tingkat Potensi Kerusakan


Obyek Perusakan Zona Luweng Analisis
Zona Kali Suci
Jomblang-Grubug
Terganggunya biota gua
(baik pada zona Kali Suci
maupun zona Luweng
Jomblang-Grubug)
disebabkan oleh tingkat
Biota Gua sinergistik sinergistik kunjungan wisatawan.
Namun tingkat potensi
kerusakan hanya terjadi pada
jalur yang digunakan oleh
wisatawan pada waktu
tertentu
Ornamen Gua - Kumulatif, Pada zona Kali Suci tidak

168
permanen ada bukti secara visual telah
terjadi kerusakan pada
ornamen gua. Sedangkan
bukti visual kerusakan fisik
terdapat pada ornamen di
Luweng Grubug
Dikarenakan air pada sungai
bawah tanah Kali Suci
mengalir, potensi kerusakan
Air Transisional -
dapat digolongkan bersifat
sementara dan dapat pulih
kembali
Daya dukung gua yang luas,
menyebabkan kunjungan
wisatawan tidak memiliki
Mikroklimat Transisional Transisional pengaruh signifikan terhadap
mikroklimat gua. Potensi
kerusakan hanya bersifat
sementara
Secara visual terdapat
potensi kerusakan secara
Kumulatif,
kumulatif, transisional,
Vegetasi - transisional,
maupun permanen pada
permanen
hutan purba di dasar Luweng
Jomblang

Secara garis besar, pengelolaan yang dilakukan selama ini telah

memperhatikan prinsip-prinsip konservasi (perlindungan, pelestarian, dan

pemanfaatan) dalam implementasinya. Pada pengembangan dan pengelolaannya

tidak memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan

kawasan karst Kali Suci. Untuk menjaga kelestarian kawasan karst Kali Suci, ke

depannya perlu dilakukan sistem pemantauan kualitas lingkungan. Masukan-

masukan terkait lingkungan obyek wisata dari pengunjung juga berguna sebagai

bahan pertimbangan pemantauan kualitas lingkungan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci. Sehingga kelestarian kawasan karst Kali Suci tetap terjaga.

Dengan terjaganya kelestarian kawasan karst Kali Suci, kegiatan pariwisata di

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dapat dinikmati secara

berkesinambungan.

169
Selain itu, kearifan lokal masyarakat setempat juga memiliki peran dalam

menjaga kelestarian lingkungan kawasan karst Kali Suci. Kearifan lokal yang

dimiliki masyarakat sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci merupakan

bentuk partisipasi masyarakat dalam hal konservasi. Sehingga implementasi

pengelolaan dalam hal penerapan prinsip konservasi di obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci menjadi lebih mudah, karena dengan sendirinya terbantukan oleh

kearifan lokal yang dimiliki masyarakat setempat.

Gambaran tentang perilaku kehidupan masyarakat lokal yang berkaitan

dengan keberadaan alam berupa legenda, mitos, upacara adat dan ritual

menandakan adanya fenomena hubungan yang sangat erat antara masyarakat dan

alam di sekitarnya, yang sifatnya saling membutuhkan dan saling melengkapi. Hal

ini tercermin dari adanya kepercayaan masyarakat pada kekuatan di luar dirinya

yang ikut menjaga keberadaan alam ditunjukkan dalam sikap hormat yang

diterapkan pada perilaku kehidupan sehari-hari, serta sudah diterapkan secara

turun temurun dari nenek moyang hingga generasi yang sekarang. Harus diakui

keberadaan masyarakat lokal dan kepercayaan yang selalu mewarnai kehidupan

sehari-harinya ikut berperan dalam menjaga dan memelihara alam di sekitarnya.

Rasa hormat dan takut pada kehendak alam melebihi rasa ingin memiliki bahkan

ingin merusak apa yang ada dan disediakan oleh alam. Kepercayaan dan

kebiasaan hidup yang dianut masyarakat lokal kawasan karst Kali Suci secara

turun-temurun berupa legenda, mitos, upacara adat dan ritual yang dapat

memberikan nilai manfaat bagi alam dan manusia di sekitarnya dapat

dikategorikan sebagai bentuk kearifan lokal. Fenomena tersebut menunjukkan

bahwa sebenarnya bukan masyarakat lokal yang membuat terjadinya degradasi

170
lingkungan kawasan karst, namun keadaaan dan beban hiduplah yang

membuatnya.

Masyarakat lokal dituntut survive dengan keadaan yang sedemikian rupa,

sehingga masyarakat lokal memanfaatkan apa saja yang ada di lingkungan

sekitarnya untuk menyambung hidup. Kurangnya wawasan dan kebijakan

pembangunan yang tidak berpihak kepada masyarakat lokal, membuat masyarakat

lokal ikut terbawa arus dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan oleh

mereka. Akhirnya masyarakat lokal ikut menjarah sumber daya alam di sekitar

mereka, sebelum sumber daya alam tersebut habis oleh pihak lain. Inilah yang

harus diketahui oleh penyusun kebijakan pembangunan selama ini. Walaupun

demikian, masyarakat lokal kawasan karst Kali Suci menyimpan kearifan lokal

sebagai wujud penghormatan terhadap alam sekitar mereka. Secara tidak

langsung, wujud kearifan lokal yang dimiliki merupakan bentuk partisipasi

masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan karstnya.

Gambaran kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat kawasan karst

Kali Suci terekam sangat jelas saat melakukan ritual adat bersih Telaga Jonge.

Telaga Jonge merupakan sumber air bagi masyarakat selain Kali Suci. Upacara

bersih Telaga Jonge menurut Kami Tua dan perangkat desa, merupakan bentuk

pelestarian budaya, sebagai upaya mempercantik dan merawat kawasan karst Kali

Suci. selain itu upacara dilakukan juga sebagai rasa syukur terhadap Tuhan Yang

Maha Esa atas limpahan air yang masih dapat dimanfaatkan warga. Kegiatan yang

dilakukan saat upacara ialah kerja bakti, tirakatan, kenduri, kemudian dilanjutkan

dengan hiburan berupa pertunjukkan kesenian tradisional. Kerja bakti tidak hanya

171
dilakukan pada sumber-sumber air saja, namun juga pada lokasi pemukiman

warga.

Kearifan lokal tersebut merupakan cermin budaya masyarakat lokal

kawasan karst Kali Suci berhubungan dengan alam sekitarnya. Kebudayaan

tersebut turut membentuk sikap masyarakat untuk peduli dan ikut serta terlibat

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Sikap peduli

tercermin dari taatnya masyarakat terhadap kesepakatan bersama terkait menjaga

kelestarian lingkungan kawasan karst Kali Suci. Melibatkan masyarakat lokal

dengan kearifan lokalnya dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci ialah hal yang tepat. Apa yang diutarakan oleh almarhum Guru Besar

Lingkungan Otto Soemarwoto pada tahun 2005 terbukti benar adanya.

“…Sistem sungai bawah tanah Kali Suci tidak hanya berpotensi sebagai
sumber air saja. Namun juga memiliki potensi pariwisata. Kunci dari
pengelolaan pariwisata di kawasan ini ialah pemeliharaannya. Untuk
bisa dipelihara dengan baik, pemeliharaannya harus melibatkan orang
desa di kawasan ini. Adanya pengelolaan pariwisata dengan melibatkan
masyarakat pada daerah ini, selain masyarakat mendapat manfaat
(sumber pendapatan), masyarakat juga akan berusaha menjaga kawasan
ini. Dari situlah konservasi akan terjadi dengan sendirinya…”. 35

Berdasar penuturan tersebut terbukti, bahwa masyarakat lokal dapat

mengemban “amanah” untuk menjaga kelestarian lingkungan kawasan karst Kali

Suci. Kearifan lokal yang mereka miliki, memberikan manfaat terhadap

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Karena pada dasarnya,

masyarakat lokal yang lebih paham dan mengerti mengenai kondisi lingkungan

wilayahnya, serta apa yang harus dilakukan untuk menjaga kelestarian

lingkungannya.

35
Kutipan Almarhum Profesor Otto Soemarwoto saat melakukan penelitian di kawasan karst Kali
Suci bersama tim peneliti HIKESPI pada tahun 2005 (dokumentasi video HIKESPI-GAPURA).

172
B. Aspek Sosial

Kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci,

di dalamnya menciptakan pola-pola hubungan sosial antar stakeholder. Antara

satu pihak dengan pihak yang lainnya saling berkontribusi guna menghasilkan

manfaat yang optimal bagi masing-masing pihak. Upaya pelibatan masyarakat

dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, menjadi kunci

penting bagi keberlanjutan pengelolaan. Usaha menjaga kelestarian kawasan karst

Kali Suci dan turut aktif dalam pengembilan keputusan, merupakan bukti dan

wujud masyarakat dalam menjaga penyelenggaraan pariwisata di obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci. Masyarakat diposisikan sebagai subyek maupun

obyek dalam penyelenggaraan pariwisata di kawasan karst Kali Suci. Kebijakan

yang ada, merupakan hasil kesepakatan bersama. Adanya dialog dan proses

negoisasi dalam formulasi kebijakan, berguna untuk mengantisipasi friksi-friksi

yang kemungkinan muncul. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan

oleh Cernea (dalam Brandon, 1993:160-161) sebagai berikut:

“Partisipasi lokal telah digambarkan sebagai memberi lebih


banyak peluang kepada orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam
kegiatan-kegiatan pembangunan. Hal itu berarti memberi wewenang
atau kekuasaan pada orang untuk memobilisasi kemampuan mereka
sendiri, menjadi pemeran sosial dan bukan subyek pasif, mengelola
sumber daya, membuat keputusan, dan melakukan control terhadap
kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi kehidupannya”.

Antusiasme masyarakat lokal terkait dikelolanya obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci merupakan bentuk apresiasi masyarakat terhadap

perubahan paradigma kebijakan pembangunan yang terjadi selama ini. Hal yang

paling esensial ialah, masyarakat dapat menentukan sendiri langkah mereka untuk

meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Banyak perubahan yang terjadi semenjak

dikelolanya obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Salah satunya ditandai

173
dengan semakin eratnya hubungan silaturahmi antar masyarakat. Faktor eratnya

silaturahmi antar masyarakat, terjadi berkat seringnya intensitas masyarakat dalam

berkumpul dan membahas perkembangan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Jika dahulu, silaturahmi warga hanya terjadi pada saat tertentu saja, saat ini

silaturahmi rutin dilakukan setiap bulannya. Saling tukar informasi mengenai

perkembangan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, tidak

hanya terjadi saat forum-forum resmi saja, tetapi juga terjadi saat waktu luang.

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, juga turut

memperluas wawasan masyarakat lokal terhadap kawasan karst tempat mereka

tinggal. Sebelum dikelola, masyarakat lokal tidak mengetahui potensi apa yang

terdapat di wilayah mereka selain sebagai sumber air dan pertanian. Saat ini,

masyarakat lokal telah mengenal wilayah mereka dan mengetahui potensi apa saja

mengenai lingkungan kawasan karst di daerah mereka. Penambahan wawasan

tersebut turut merubah sikap dan kebiasaan masyarakat lokal. Dahulu masyarakat

lokal menebang dan mengambil vegetasi apa saja yang ada di sekitar mereka

untuk pakan ternak, saat ini masyarakat lokal lebih memilih membeli atau

menanam sendiri di pekarangan rumah mereka. Adanya pembangunan sarana fisik

(seperti jalan diaspal), turut mempermudah masyarakat lokal dalam beraktivitas

dan berkomunikasi dengan dunia luar. Pembangunan sarana fisik guna menunjang

kegiatan wisata, juga diidentifikasi sebagai bentuk distribusi pembangunan (dalam

hal infrastruktur) ke pelosok wilayah. Sebagai sebuah obyek wisata, Kali Suci

memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Adanya pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci, membuat masyarakat sekitar dapat

memanfaatkan fasilitas tersebut.

174
Transformasi struktur mata pencaharian dari sektor pertanian menjadi

sektor pariwisata, memberi kesempatan masyarakat lokal untuk memperbaiki

kondisi hidupnya menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan rendahnya produksi

pertanian yang merupakan mata pencaharian penduduk pada masyarakat lokal

kawasan karst Kali Suci, yang berakibat pada minimnya pendapatan mereka dari

sektor tersebut. Adanya pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

membuat masyarakat berkesempatan untuk mencari peluang pada sektor

pariwisata guna memperbaiki kondisi hidupnya. Transformasi mata pencaharian

atau tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor pariwisata tidak saja dialami oleh

kaum pria saja, tetapi juga turut dialami oleh kaum perempuan kawasan karst Kali

Suci. Tumbuh-kembangnya usaha warung di sekitar obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci, membuat kaum perempuan terlibat dalam transformasi mata

pencahariaan. Warung-warung yang bermunculan di sekitar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci, sebagian besar dikelola oleh kaum perempuan. Jika dahulu

kaum perempuan di kawasan karst Kali Suci lebih identik dengan urusan dapur

rumah tangga dan membantu kaum pria di ladang, saat ini kaum perempuan juga

memiliki kesempatan yang sama dalam meningkatkan perekonomian keluarga.

Sisi positifnya kaum perempuan mendapatkan status baru dalam keluarga petani

tradisional kawasan karst Kali Suci. Hal tersebut juga turut merubah cara pandang

anggota keluarga lain dalam keluarga menjadi berubah, sehingga kaum

perempuan dapat lebih dihargai.

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci juga turut merubah

distribusi produksi pertanian masyarakat kawasan karst Kali Suci. Jika dahulu

distribusi produksi pertanian hanya diperuntukkan sebagai kebutuhan hidup

175
masyarakat sehari-hari dan dijual ke pasar atau tengkulak, saat ini distribusi

produksi pertanian ada juga yang diperuntukkan sebagai pemenuh kebutuhan

wisatawan, terutama produksi bahan pangan lokal dari hasil pertanian setempat.

Produksi pertanian, dahulu dijual dengan harga yang relatif murah, saat ini

produksi pertanian ada yang diolah menjadi kuliner lokal dan dijual kepada

wisatawan dengan harga yang lebih baik, walaupun jumlah produksi yang

didistribusikan kepada wisatawan tidak banyak (terbatas pada lahan pertanian

bahan pangan lokal). Pokdarwis Kali Suci sendiri tengah melakukan

pengembangan potensi dengan menjadikan kawasan karst Kali Suci sebagai pusat

kuliner bahan pangan lokal. Hal ini menunjukkan adanya perhatian terhadap

kebudayaan lokal, tidak terbatas pada kesenian tradisional saja. Pertunjukkan

kesenian tradisional melalui kelompok-kelompok kesenian yang ada juga sering

digelar, sebagai upaya menarik wisatawan dan masyarakat luas. Pada prinsipnya,

pengelolaan yang terjadi turut memperbaiki kondisi masyarakat lokal menjadi

lebih baik.

Tabel 5.4 Identifikasi Dampak Sosial yang Terjadi Terkait Pengelolaan

Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

Bentuk-Bentuk Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci


Dampak/Perubahan Sebelum Sesudah
Masyarakat semakin guyub, Silaturahmi dilakukan saat Silaturahmi sering dilakukan
silaturahmi semakin erat waktu tertentu, seperti hajatan, dan diagendakan sebulan
upacara adat. sekali. Pokdarwis Kali Suci
sering berkumpul saat
menerima tamu atau
melakukan kegiatan
Sikap dan kebiasaan Untuk pemberian pakan Warga lebih memilih membeli
masyarakat ternak, warga lebih memilih atau menanam sendiri pakan
menebang dan mengambil ternaknya. Walaupun masih
vegetasi karst ada yang menebang vegetasi
karst, vegetasi karst yang
ditebang sebatas vegetasi
tertentu saja
Wawasan terhadap wilayahnya Terbatas hanya mengetahui Tidak hanya sebatas sebagai
(kawasan karst) kawasan karst sebagai sumber sumber air, pertanian, dan

176
air, pertanian, dan bahan bahan tambang saja. Tetapi
tambang juga sebagai potensi pariwisata
yang mendatangkan manfaat
perekonomian
Akses aktivitas masyarakat Sulit dan terganggu, karena Jalan yang diperbaiki dan
jalan masih berupa batu diaspal semakin
mempermudah masyarakat
untuk beraktivitas
Perbaikan kondisi hidup Hidup dari hasil pertanian Selain dari hasil pertanian,
saja.ada juga yang dari juga ada peningkatan
pertambangan batu gamping pendapatan dari hasil
pariwisata
Perhatian terhadap kebudayaan Perhatian terhadap budaya Tidak hanya kesenian
lokal lokal masih sebatas pelestarian tradisional saja, tetapi juga
kesenian tradisional terhadap pelestarian panganan
lokal
Transformasi struktur mata Masyarakat, terutama yang Ada alih mata pencaharian dari
pencahariaan masyarakat berada di sekitar obyek wisata sektor pertanian ke sektor
minat khusus karst Kali Suci pariwisata, kaum perempuan
bekerja sebagai petani, kaum juga terlibat dan memiliki
perempuan identik dengan kesempatan yang sama dengan
urusan dapur dan membantu kaum pria dalam
suami di ladang meningkatkan perekonomian
keluarga
Penguatan kapasitas lokal Jaringan dan relasi terbatas, Banyak relasi dan jaringan ke
kapasitas lokal tidak berbagai kelompok,
berkembang optimal berdampak kepada
meningkatnya penguatan
kapasitas lokal

C. Aspek Ekonomi

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci mendatangkan

keuntungan dari segi ekonomi. Keuntungan ekonomi yang didapat antara lain,

penciptaan lapangan pekerjaan baru, pemasukan kas desa, adanya pendapatan

pajak, serta mendorong kegiatan ekonomi lain yang berkaitan dengan kegiatan

pariwisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Keuntungan ekonomi

pada aktivitas pariwisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci sama

dengan aktivitas pariwisata di daerah lainnya, yakni adanya keuntungan

pengganda atau biasa disebut multiplier effect. Efek multiplier sendiri merupakan

efek ekonomi yang ditimbulkan kegiatan ekonomi pariwisata terhadap kegiatan

ekonomi secara keseluruhan pada suatu wilayah tertentu. Efek ini berdampak

177
positif terhadap pembangunan pada umumnya. Efek multiplier juga memberikan

distribusi manfaat atau keuntungan di daerah obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci.

Keuntungan ekonomi pada aktivitas pariwisata di obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci memberikan rangsangan kepada masyarakat lokal untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, serta memberikan kesempatan

kepada masyarakat lokal untuk hidup lebih baik. Berikut penuturan Cahyo

Alkantana terkait keuntungan ekonomi dari adanya pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci:

“…Klo feed back untuk masyarakat sebaiknya tanya langsung aja


ke masyarakat apa manfaatnya yg jelas sejak 2 thn ini kemajuan
ekonomis di desa meningkat, secara visual bisa terlihat banyak
warung-warung di desa tersebut yang tumbuh, pembangunan
rumah permanen, banyaknya sepeda motor yang berseliweran dan
yang sangat utama adalah peningkatan jumlah anak sekolah ....
total uang yg beredar dlm 2 tahun di desa dari hasil kerja di
jomblang mendekati angka 2 milyar lebih…” 36

Penuturan tersebut menunjukkan banyak perubahan ekonomi yang terjadi

semenjak dikelolanya obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. untuk

membuktikan kebenaran penuturan tersebut, peneliti melakukan observasi ke

wilayah desa dan beberapa pihak yang terlibat pengelolaan. Hasil observasi terkait

keuntungan ekonomi, memang secara visual banyak terjadi perubahan. Terlihat

sepanjang jalan menuju obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, yang dulunya

sangat sulit mencari warung, kini banyak dijumpai warung-warung kecil yang

menyediakan berbagai makanan maupun kebutuhan lainnya. Jika dahulu untuk

mencari makanan atau kebutuhan lainnya, para penelusur gua harus mencarinya

36
Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Juli 2011 di sela kegiatan kursus Dasar dan Lanjutan
HIKESPI yang diadakan di Luweng Jomblang

178
terlebih dahulu di pasar Munggi (berjarak sekitar 3 km dari Kali Suci), saat ini

kebutuhan tersebut bisa didapat di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Begitu juga dengan kendaraan bermotor, dahulu wilayah obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci jauh dari kesan ramai, saat ini banyak kendaraan bermotor

yang dijumpai. Namun hal ini belum menunjukkan hubungan adanya obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci dengan meningkatnya jumlah kendaraan pada

masyarakat lokal.

Untuk itu peneliti melakukan cross check ke anggota Pokdarwis. Rata-rata

anggota Pokdarwis telah memiliki kendaraan bermotor, bahkan sebagian

merupakan kendaraan bermotor keluaran tahun terbaru dan ada yang belum

memiliki nomor kendaraan sama sekali. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti

memang belum menunjukkan adanya hubungan antara dikelolanya obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci dengan perubahan ekonomi yang dirasakan oleh

masyarakat lokal. Namun menurut penuturan para anggota Pokdarwis dan

perangkat desa, semenjak dikelolanya obyek wisata minat khusus karst Kali Suci,

memberikan manfaat ekonomi bagi kehidupan mereka dan desa. Adanya

penuturan demikian, menunjukkan bahwa dikelolanya obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci berdampak positif terhadap perbaikan ekonomi masyarakat lokal.

Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan ekonomi yang didapat dari

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, berikut tabel identifikasi

dampak ekonomi pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci:

Tabel 5.5 Identifikasi Dampak Ekonomi Pengelolaan Obyek Wisata Minat

Khusus Karst Kali Suci

Bentuk Dampak Masyarakat lokal Pemerintah (termasuk


Pihak Investor
Ekonomi (termasuk Pokdarwis) pemerintah desa)
Penciptaan lapangan Pemandu, pengelola, - -

179
pekerjaan pekerja resort
Penjualan produk Persenan dari
Dari hasil resort dan
wisata Dari hasil Cave penjualan produk
penelusuran Luweng
Tubing wisata masuk ke kas
Jomblang-Grubug
desa
Pendapatan pajak Dari pengelolaan
- - resort (pemerintah
daerah)
Pendapatan kas desa Persenan dari
- -
akitivitas pariwisata
Mendorong kegiatan
ekonomi lain,
meliputi:
- Usaha parkiran Mayarakat selaku
penyedia lahan parkir
- Usaha Warung Masyarakat yang
memiliki usaha
warung
- Usaha Makanan Masyarakat yang
memiliki usaha
makanan dan
kelompok tani selaku
produsen panganan
lokal
- Homestay Masyarakat yang
menyediakan tempat
tinggal untuk aktivitas
pariwisata
- Transportasi Ojek, pick up,
angkutan umum

Dari tabel di atas menunjukkan, bahwa pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci memiliki dampak positif terhadap pengembangan ekonomi

wilayah kawasan karst Kali Suci. Banyak masyarakat yang telah melakukan alih

profesi dari petani menuju sektor pariwisata. Lapangan pekerjaan baru yang

muncul dari adanya pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci ialah

pemandu, pengelola, pekerja resort, parkiran, warung, dan penyedia jasa

transportasi (terutama pick up untuk mengangkut wisatawan Cave Tubing).

Sebagian besar pemandu obyek wisata minat khusus karst Kali Suci berasal dari

para pemuda lokal. Upah untuk pemandu berkisar dari Rp 50.000,00 sampai

dengan Rp 100.000,00 setiap harinya. Begitu juga dengan masyarakat yang

terlibat dalam pengelolaan, diberi upah Rp 60.000,00 setiap harinya saat ada

180
aktivitas wisata. Untuk pekerja resort upah bervariasi, dari Rp 750.000,00 sampai

dengan Rp 1.000.000,00 setiap bulannya. Penyedia jasa transportasi (pick up) juga

mendapat upah sebesar Rp 50.000,00 sekali jalan. Upah yang diterima oleh para

pekerja, pengelola, maupun pemandu berasal dari penjualan produk wisata.

Pemerintah daerah maupun pemerintah desa juga turut mendapatkan hasil dari

adanya pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Penghasilan yang

diperoleh berupa pajak dan persenan dari kegiatan wisata yang berjalan. Untuk

persenan telah disepakati besarannya antara Pokdarwis Kali Suci dengan

pemerintah desa.

Untuk usaha warung dan makanan dijalankan oleh warga yang tinggal di

sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Modal untuk menjalankan

usaha tersebut juga berasal dari warga sendiri. Kelompok tani juga dilibatkan

dengan penyediaan panganan lokal untuk wisatawan. Sebenarnya masih banyak

kesempatan kerja semenjak dikelolanya obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci, seperti usaha cinderamata yang sedang dikonsep oleh pihak Pokdarwis Kali

Suci. Untuk ke depannya perlu dilakukan program terpadu antara sektor

pariwisata dan sektor pertanian di wilayah obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci. Adanya saling support di antara kedua sektor tersebut dapat membuka

kesempatan kerja yang lebih luas dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Selain itu perlu diperhatikan mengenai ketergantungan masyarakat terhadap

sektor pariwisata. Mengingat kegiatan pariwisata tidak selamanya berlangsung

seperti yang diinginkan. Oleh karena itu saling support antara kedua sektor mutlak

dilakukan, dalam hal ini saling back up ketika salah satu sektor tidak berjalan.

181
D. Antisipasi Pengembangan

Telah banyak upaya-upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan karst. Namun upaya-

upaya tersebut masih terkesan jauh dari impian yang diharapkan. Seperti yang

terjadi pada kondisi masyarakat kawasan karst Gunung Sewu (khususnya

Kabupaten Gunung Kidul). Tingkat pendidikan yang masih rendah dan tertinggal

(64,30 % penduduk Gunung Kidul memiliki tingkat pendidikan SD ke bawah

pada tahun 2009), serta meningkatnya angka pengangguran (pada tahun 2009

terjadi peningkatan angka pengangguran sebesar 19,62% dibanding tahun 2008) 37.

Menunjukkan seakan-akan pembangunan yang dilakukan selama ini belum

berjalan sesuai harapan. Untuk itu perlu kiranya memetakan masalah

pembangunan yang terjadi selama ini di kawasan karst Gunung Sewu dengan

mem-follow up hasil penelitian mengenai kemitraan dalam pengelolaan obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci sebagai salah satu strategi guna mewujudkan

pembangunan berkelanjutan kawasan karst.

Seperti yang telah dipaparkan di muka, permasalahan yang dihadapi pada

penduduk kawasan karst Gunung Sewu (termasuk kawasan karst Kali Suci yang

merupakan wilayah penelitian), sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai

petani, ialah masalah kekurangan lahan pertanian, kekeringan pada musim

kemarau, kurang tersedianya lapangan pekerjaan, kurangnya pendidikan,

kurangnya modal untuk berwiraswasta. Tingkat produktivitas pertanian yang

rendah, ditambah tekanan penduduk yang meningkat, menciptakan eksploitasi

besar-besaran terhadap lingkungan kawasan karst dalam bentuk penggalian batu

37
BPS Kabupaten Gunung Kidul-Badan perencanaan Pembangunan Daerah,2009,”Indeks
Pembangunan Manusia Kabupaten Gunung Kidul (Human Development Index) 2009”,BPS
Kabupaten Gunung Kidul, h.15-17.

182
gamping, penjarahan hutan dan penebangan pohon untuk dijual maupun

kebutuhan sehari-hari (termasuk pakan ternak), sebagai upaya survive serta

mempertinggi produksi pangan di tengah himpitan kebutuhan ekonomi sehari-

hari. Dari aktivitas tersebut menunjukkan bahwa daya dukung kawasan karst

sudah terlampaui, dan ternyata aktivitas tersebut tidak menunjukkan peningkatan

kesejahteraan hidup pelakunya. Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi

kelangsungan sumber daya kawasan karst yang terkenal fragile, mudah rapuh, dan

tidak dapat diperbaharui. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, suatu saat sumber

daya kawasan karst Gunung Sewu (yang merupakan tumpuan hidup

masyarakatnya) akan mengalami kerusakan total. Jika itu terjadi, kawasan karst

Gunung Sewu hanya akan menyisakan lahan yang rusak dan gersang yang tidak

bisa ditanami lagi (di beberapa tempat sudah terjadi). Hal ini tentu saja akan

berdampak buruk bagi kelangsungan hidup masyarakat lokal yang

menggantungkan hidupnya pada sumber daya kawasan karst Gunung Sewu.

Untuk itu perlu adanya perhatian dan strategi pembangunan (yang sifatnya

berkelanjutan) guna mengantisipasi hal tersebut terjadi di masa yang akan datang.

Seperti yang kita ketahui, bahwa potensi sumber daya kawasan karst tidak

hanya sebagai bahan tambang saja. Banyak alternatif kegiatan non-pertambangan

yang tersedia di kawasan karst Gunung Sewu (termasuk wilayah penelitian ini)

yang perlu dirintis. Seperti pertanian yang intergratif, peternakan, perikanan,

budidaya burung walet, serta industri pariwisata yang sangat menjanjikan dan

potensial dikembangkan secara profesional. Kegiatan yang perlu dirintis tersebut

tergantung dari karakter wilayah kawasan karstnya masing-masing. Untuk potensi

pariwisata cukup menjanjikan, sebab kawasan karst Gunung Sewu telah dikenal

183
dan diakui secara internasional memiliki nilai ilmiah dan keindahan, hal ini yang

membuat kawasan karst Gunung Sewu pernah diusulkan untuk dijadikan

bentukan alam warisan dunia, yang berpotensial dikunjungi ribuan turis asing

seperti kawasan karst Mulu (Malaysia) dan kawasan karst Halong Bay (Vietnam).

Terlepas dari itu, kebijakan pembangunan yang dibuat, wajib berorientasi pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Bukan hanya pada keuntungan

investor semata saja yang sifatnya lebih bersifat jangka pendek. Pembangunan

pada kawasan karst (termasuk pendayagunaan sumber daya karst) harus bersifat

berkelanjutan, dan harus melibatkan masyarakat lokal dan berwawasan

lingkungan (konservasi).

Masalah utama paling mendesak yang dialami oleh penduduk kawasan

karst Gunung Sewu (termasuk pada wilayah penelitian ini) ialah tekanan

penduduk, karena sebagian besar penduduknya ialah petani dengan luas lahan

pertanian yang terbatas dan sangat bergantung dengan ketersediaan air. Untuk itu

harus dicarikan strategi pembangunan berkelanjutan yang dapat menciptakan

lapangan pekerjaan, padat modal dan karya, dapat meningkatkan kesejahteraan

penduduk, dapat merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah, serta memihak

kelestarian lingkungan kawasan karst. Salah satu strategi pembangunan

berkelanjutan yang dapat diwujudkan tersebut ialah melalui pariwisata. Seperti

pada kasus dikelolanya obyek wisata minat khusus karst Kali Suci berlandaskan

kemitraan dalam pengelolaannya (yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya

dalam penelitian ini). Berikut skema permasalahan pembangunan pada penduduk

kawasan karst Kali Suci, termasuk solusi dan pemecahannya:

184
Gambar 5.1 Skema Permasalahan Pada Penduduk Kawasan Karst Kali Suci
Beserta Solusinya

Tekanan Kekurangan Eksploitasi Sumber


Penduduk Lahan daya Karst
(penambangan illegal
dan Pembabatan hutan
Penduduk untuk pertanian,
(sebagian Pengangguran kebutuhan hidup, dan
besar petani) pakan ternak)
Upaya Pembangunan +
Faktor: regulasi (pengawasan
- Tidak tersedia lemah)
alternatif
lapangan Degradasi Karst
pekerjaan
- Pendidikan Permasalahan
kurang (wawasan
kurang) Kemiskinan (dapat
- Tidak ada modal mengarah kepada Migrasi
pemiskinan total)

Penciptaan lapangan pekerjaan yang sifatnya


Solusi
berkelanjutan, padat karya, padat modal

Alternatif Pembangunan Berkelanjutan:


Pengelolaan Kawasan Karst Melalui Pariwisata Melibatkan
Masyarakat Lokal, Pemerintah, dan Pihak Swasta

Ekologi atau Sosial Ekonomi


Lingkungan (Tercapainya (Terciptanya
(Kelestarian Kesejahteraan lapangan Tujuan
Kawasan Karst Masyarakat, pekerjaan,
dan dapat peningkatan merangsang
dinikmati kapasitas lokal, pengembangan
generasi yang dll) ekonomi, dll)
akan datang)

Hasil Analisis Kemitraan dalam Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Karst Kali Suci

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci termasuk upaya

pembangunan yang sifatnya berkelanjutan, dalam pengelolaannya dijalankan

secara kemitraan, merupakan pembangunan yang padat modal dan padat karya,

185
telah terbukti dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal,

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, merangsang pertumbuhan ekonomi

wilayah, serta mewujudkan kelestarian kawasan karst (tidak ditemui dampak

negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan memicu gerakan konservasi oleh

masyarakat lokal). Berangkat dari bukti-bukti lapangan dan tergambar dalam

skema di atas, pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang

didasari kemitraan terbukti mampu memecahkan masalah pembangunan yang

terjadi selama ini. Kebijakan pemerintah yang memihak masyarakat, ditambah

peran pihak swasta dalam pengadaan modal dan pendampingan, dapat

menciptakan kesejahteraan masyarakat lokal kawasan karst Kali Suci. Sekali lagi

terbukti, bahwa pembangunanlah yang dibutuhkan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat lokal, tentu saja pembangunan yang memihak

masyarakat lokal serta mendukung kelestarian lingkungan, sehingga sumber daya

alam karst tidak hanya dapat dinikmati oleh generasi saat ini saja, tetapi juga

dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.

Walaupun obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dalam

pengelolaannya telah menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, perlu

kiranya pihak yang terlibat turut melakukan upaya perbaikan sebagai antisipasi

pengembangan ke depannya. Mengingat eksistensi obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci amat bergantung pada kelestarian lingkungannya, terutama sumber

daya sungai bawah tanahnya yang merupakan daya tarik utama (selain bentang

alam karstnya). Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain, aktivitas

penambangan di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, pembangunan

186
fasilitas pendukung, serta upaya monitoring dampak pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci.

Aktivitas penambangan di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci cukup meresahkan dan berpotensi menjadi ancaman terhadap eksistensi

lingkungan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Aktivitas penambangan

tidak saja dapat merusak sumber daya karst saja, tetapi juga menimbulkan polusi

dan membuat berkurangnya debit air karst. Memang yang terjadi di lapangan,

aktivitas penambangan di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali Suci saat

ini tidak separah dengan aktivitas penambangan di areal sistem sungai bawah

tanah Gua Bribin (Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul). Walaupun

demikian adanya aktivitas penambangan menimbulkan polusi, terutama pada jalan

masuk menuju obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Kegiatan di hulu

sungai, baik aktivitas penambangan maupun pembuangan limbah rumah tangga,

dapat menyebabkan sungai bawah tanah Kali Suci berkurang debit airnya dan

menimbulkan pencemaran lingkungan. Tentu saja hal ini dapat berdampak negatif

terhadap aktivitas wisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang

menjadikan sungai bawah tanahnya sebagai daya tarik utama kegiatan wisata.

Sebenarnya telah ada regulasi yang mengatur mengenai pedoman

pengelolaan kawasan karst, yakni Keputusan Menteri ESDM No.

1456K/20/MEM/2000. Jika berkaca pada regulasi tersebut, kawasan karst Kali

Suci merupakan kawasan karst kelas 1 (pada pengelolaanya tidak diperkenankan

adanya aktivitas penambangan) dan kelas 2 (boleh dilakukan penambangan

dengan syarat harus didahului dengan studi lingkungan). Namun yang terjadi di

lapangan, implementasi dari regulasi tersebut tidak sepenuhnya sesuai. Hal ini

187
terbukti masih dijumpai adanya penambangan ilegal di sekitar obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci yang masih berjalan, dan sebagian besar dijalankan oleh

pihak pendatang tanpa didahului studi lingkungan. Menurut data yang ada,

kawasan karst Kali Suci yang terletak di Kecamatan Semanu memiliki potensi

mineral bahan galian golongan C, yaitu jenis kelompok batu gamping terumbu

keras (bedes) dan batu gamping berlapis kasar (kalkarenit) 38. Adanya potensi

tersebut, membuat kawasan karst Kali Suci berpotensial terancam keberadaannya

akibat penambangan. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin aktivitas penambangan

di beberapa titik dapat menyebabkan berkurangnya debit air di sistem sungai

bawah tanah Kali Suci. Jika hal ini terjadi, tentu saja mendatangkan kerugian yang

besar bagi kegiatan wisata di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Belajar dari kasus penambangan di Kecamatan Ponjong, aktivitas

penambangan yang terjadi di sekitar areal sungai bawah tanah Bribin terbukti

secara signifikan mengurangi debit air sistem sungai bawah tanah dan

menciptakan polusi udara yang amat mengganggu pengguna jalan. Untuk itu

dibutuhkan koordinasi lintas sektoral, terutama antara Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul dengan Dinas Perekonomian Sub Dinas

Pertambangan Kabupaten Gunung Kidul dalam pemanfaatan area kawasan karst

Kali Suci. Terutama dalam hal pemberian ijin penambangan dan monitoring

pemanfaatan area kawasan karst Kali Suci sebagai lokasi penambangan.

Kerjasama lintas sektoral dibutuhkan untuk mengantisipasi timbulnya potensi

konflik terkait pemanfaatan area di sekitar obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci.
38
Dinas Perekonomian, Sub Dinas Pertambangan Kabupaten Gunung Kidul, 2005a, “Potensi
Pertambangan Bahan Galian C Kabupaten Gunung Kidul”, dalam Laporan Tahunan Kabupaten
Gunung Kidul.

188
Masalah pembangunan fasilitas pendukung juga perlu diperhatikan lebih

lanjut. Tertutama jika rencana terebut terealisasikan ke depannya. Hal yang perlu

diperhatikan ialah pembangunan gazebo yang menurut rencana akan dibangun di

pinggir doline Kali Suci. Perlu dilakukan studi kelayakan terkait hal tersebut.

Mengingat doline merupakan area yang rawan akan erosi. Hal ini untuk

menghindari kejadian yang tidak diinginkan ke depannya. Penempatan gazebo di

pinggir doline memang strategis, sebab dapat melihat pemandangan bentang alam

karst Kali Suci lebih luas, namun perlu diperhatikan juga mengenai keselamatan

pengunjung saat meikmati bentang alam karst dari gazebo yang dibangun di

pinggir doline. Selain gazebo, juga perlu dipikirkan ulang mengenai

pembangunan kamar diesel sebagai kebutuhan sumber listrik. Terutama dalam hal

perawatan dan biaya operasionalnya. Pokdarwis Kali Suci sendiri tidak begitu

setuju dengan adanya kamar diesel, karena untuk perawatan dan biaya

operasionalnya pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Pengembangan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci juga perlu

memperhatikan schedule monitoring dampak. Hal ini berguna untuk memantau

perkembangan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci terkait dampak yang

ditimbulkan secara teratur dari waktu ke waktu. Pada pelaksanaan pengelolaan

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, memang telah dilakukan monitoring

dampak, namun monitoring berjalan tidak teratur atau dengan kata lain tidak

terjadwal, serta tidak memiliki pedoman dalam melakukan monitoring.

Monitoring yang perlu dilakukan ialah monitoring dampak terkait kondisi

lingkungan karst Kali Suci dari waktu ke waktu dan potensi konflik sosial yang

mungkin timbul akibat adanya kegiatan pariwisata di obyek wisata minat khusus

189
karst Kali Suci. Pedoman atau petunjuk pelaksanaan monitoring bisa mengacu

kepada studi dokumen AMDAL.

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci tidak disertai oleh

studi AMDAL di awal. Padahal jika menilik kriteria usaha dan/atau kegiatannya,

pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci wajib didahului studi

AMDAL. Hal ini berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut maka tata cara atau petunjuk

pelaksanaannya diatur dalaam Permen LH Nomor 8 tahun 2006 tentang Pedoman

Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dan untuk menyaring

rencanan usaha dan/atau kegiatn apa saja yang wajib Amdal menggunakan

Permen LH Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau

Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan. Merujuk pada Permen LH Nomor 11 Tahun 2006 tersebut, jenis

rencana usaha dan/atau kegiatan kepariwisataan tercantum di dalam Lampiran 1

butir J Bidang Pariwisata. Ini berarti bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan

kawasan pariwisata termasuk wajib memiliki kajian Amdal. Dampak yang timbul

akibat kegiatan pariwisata karst (termasuk kegiatan pariwisata di obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci) pada umumnya adalah terhadap gangguan terhadap

ekosistem, hidrologi, bentang alam dan konflik sosial, sampah dan kerusakan

ornamen unik baik fenomena eksokarst maupun endokarst. Skala atau besaran

jenis kegiatan kawasan pariwisata tersebut adalah untuk semua ukuran besaran.

Walaupun pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci telah berjalan

selama 2 tahun, ke depannya perlu dilakukan studi ulang mengenai dampak

sebagai pedoman atau petunjuk untuk melakukan monitoring. Sehingga upaya

190
monitoring dapat dilakukan secara efektif dan berdasar atas pedoman yang

disusun. Dengan begitu dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan pariwisata

di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dapat dipantau secara periodik.

Selain itu pihak pengelola juga diharapkan melakukan identifikasi mengenai data

biota gua dan vegetasi karst di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Identifikasi atau pengumpulan data tersebut dapat dilakukan kerja sama antara

pihak pengelola dengan para ilmuwan (scientist) ataupun pihak-pihak lainnya

yang berkompeten. Hal ini mengingat belum lengkapnya data mengenai biota gua

dan vegetasi karst di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Identifikasi atau

pengumpulan data ini nantinya dapat dijadikan acuan dalam memonitoring

kondisi biota gua dan vegetasi karst di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

secara periodik dan juga berguna bagi perkembangan ilmu Speleologi di

Indonesia.

191
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci merupakan bagian

dari pembangunan di kawasan karst pada sektor pariwisata. Pengelolaan

dilakukan berdasarkan kemitraan non formal antara pemerintah, masyarakat lokal,

dan pihak investor. Pelaksanaannya didasarkan pada proses hubungan informal

untuk saling pengertian, saling memahami dan saling menguntungkan. Nilai yang

menyertai kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst kali Suci

ialah norma dan etika bisnis. Adapun model kemitraan yang dijalankan bersifat

kemitraan mutualistik, yakni masing-masing pihak menyadari aspek pentingnya

melakukan kerjasama, sehingga diperoleh manfaat saling silang antara pihak-

pihak terkait. Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci diarahkan

untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan kawasan karst Kali Suci, dalam

pelaksanannya memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi (lingkungan).

Bentuk kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci terlihat pada saat pengambilan keputusan. Pada pengambilan keputusan

tidak hanya melibatkan stakeholder inti saja, tetapi juga stakeholder yang lebih

luas (di antaranya pemerintah desa, masyarakat lokal, Kami Tua). Adapun bentuk-

bentuk kemitraan terlihat pada tahapan formulasi dan penetapan kebijakan, tahap

implementasi, serta tahap monitoring dan evaluasi.

Pada tahap formulasi dan penetapan kebijakan pengelolaan obyek wisata

minat khusus karst Kali Suci, bentuk kemitraan terjalin dalam perencanaan

192
pengelolaan, meliputi perencanaan tujuan pengelolaan, pemanfaatan area, serta

analisis pasar. Adapun peran pemerintah pada tahap ini ialah dalam bentuk

regulasi, menyusun site plan dan renstra yang sesuai RTRW dan RIPPDA, serta

penyusunan SK Pokdarwis. Untuk pihak investor memiliki peran dengan

berkontribusi dalam memberi saran dan rekomendasi penyusunan kebijakan.

Sedangkan peran masyarakat ialah berpartisipasi memberikan usulan dan saran

dalam penyusunan kebijakan.

Pada tahap implementasi pengelolaan obyek wisata minat khusus karst

Kali Suci, bentuk-bentuk kemitraan terjalin pada upaya-upaya mengembangkan

dan mengelola obyek wisata minat khusus karst Kali Suci. Upaya-upaya tersebut

antara lain, pendanaan, pengadaan fasilitas serta perbaikan sarana dan prasarana,

pengadaan pendidikan dan pelatihan, pemeliharaan, serta pemasaran. Adapun

peran pemerintah pada tahap ini ialah melakukan upaya pemasaran (pembuatan

plang, pengadaan kegiatan pemasaran), melakukan pendidikan dan pelatihan yang

ditujukan kepada Pokdarwis Kali Suci (Program Sadar Wisata), perbaikan sarana

dan prasarana fisik (perbaikan jalan), melakukan usaha pemeliharaan (dengan

melakukan penebaran benih dan pengadaan tempat sampah). Untuk pihak investor

memiliki peran berkontribusi dalam pendanaan, melakukan usaha pemasaran dan

promosi, melakukan pendidikan dan pelatihan yang ditujukan kepada Pokdarwis

Kali Suci, melakukan penghijauan, menyediakan lapangan pekerjaan,

menyediakan fasilitas penunjang, sekaligus sebagai konsultan bagi Pokdarwis

Kali Suci terkait pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Sedangkan pihak masyarakat berperan dalam pendanaan secara swadaya, upaya

pemasaran, berpatisipasi dalam pendidikan dan pelatihan, berpartisipasi dalam

193
penyediaan fasilitas penunjang, penciptaan lapangan pekejaan, serta berpartisipasi

dalam upaya pemeliharaan (mobilisasi massa, kerja bakti, melakukan

pengawasan, partisipasi dalam penebaran bibit, pengadaan tempat sampah,

penanaman).

Pada tahap monitoring dan evaluasi pengelolaan obyek wisata minat

khusus karst Kali Suci, peran pemerintah sebagai mediator, untuk pihak swasta

sebagai konsultan yang memberikan rekomendasi dan saran, terkait pengelolaan

yang dilakukan oleh Pokdarwis Kali Suci. Evaluasi dilakukan sebulan sekali,

untuk monitoring (terutama monitoring dampak) belum dilakukan secara optimal.

Hal ini mengingat tidak adanya pedoman atau petunjuk dalam melakukan

monitoring terhadap dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan pariwisata di

obyek wisata minat khusus karst Kali Suci.

Adapun faktor pendorong dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus

karst Kali Suci adalah potensi obyek wisata minat khusus karst Kali Suci,

kemauan dan kesamaan kepentingan berbagai stakeholder yang terlibat,

penganggaran yang minim (menuntut terjalinnya kemitraan), kedekatan emosional

para stakeholder, sumber daya manusia yang dimiliki, serta jaringan yang

dimiliki. Untuk faktor penghambatnya ialah komitmen stakeholder yang terkesan

pasang surut, obyek wisata minat khusus karst Kali Suci amat bergantung pada

kondisi lingkungan, belum terealisasinya beberapa fasilitas penunjang yang telah

direncanakan, perilaku negatif wisatawan umum, munculnya sikap apatis

beberapa warga.

Obyek wisata minat khusus karst Kali Suci dalam pengembangan dan

pengelolaannya memperhatikan aspek-aspek pembangunan berkelanjutan, yakni

194
aspek ekonomi, sosial, dan ekologi (lingkungan). Terkait aspek ekologi

(lingkungan), tidak ditemui dampak negatif yang signifikan terhadap kelestarian

lingkungan kawasan karst Kali Suci. Artinya pengelolaan yang dilakukan telah

memperhatikan prinsip-prinsip konservasi dan kelestarian lingkungan. Terkait

aspek sosial, pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci membawa

perubahan positif dalam sosial masyarakat. Perubahan tersebut antara lain,

silaturahmi masyarakat semakin erat, perubahan terhadap sikap dan kebiasaan

masyarakat terhadap sumber daya karst, menambah wawasan masyarakat dan

mengubah pola pandang masyarakat terhadap potensi kawasan karst, adanya

pengelolaan yang disertai dengan perbaikan jalan semakin mempermudah

aktivitas masyarakat, memperbaiki kondisi hidup masyarakat melalui pariwisata,

tumbuhnya perhatian terhadap kebudayaan lokal, transformasi struktur mata

pencaharian masyarakat, serta semakin kuatnya kapasitas lokal masyarakat.

Terkait aspek ekonomi, pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci

memiliki dampak positif terhadap pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan

ekonomi lokal tersebut antara lain penciptaan lapangan pekerjaan, mendorong dan

merangsang kegiatan ekonomi lain, meningkatkan pendapatan kas desa dan

pemerintah melalui pajak.

Dari temuan tersebut pengelolaan obyek wisata minat khusus karst kali

Suci yang berlandaskan kemitraan, merupakan upaya pembangunan yang sifatnya

berkelanjutan. Pengelolaan yang dilakukan terbukti berhasil meningkatkan

kesejahteraan hidup masyarakat sekitarnya. Kawasan karst Kali Suci juga tetap

terjaga kelestariannya, sehingga tidak hanya bisa dinikmati oleh generasi saat ini

saja, tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Walaupun

195
demikian perlu dilakukan antisipasi pengembangan ke depannya. Hal-hal yang

perlu diperhatikan ke depannya ialah aktivitas penambangan di sekitar obyek

wisata minat khusus karst Kali Suci, pembangunan fasilitas pendukung, serta

upaya monitoring dampak pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali

Suci.

B. Saran

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang dijalankan

secara kemitraan antara berbagai pihak, merupakan upaya mewujudkan

pembangunan di kawasan karst yang memperhatikan aspek ekologi, sosial,

maupun ekonomi. Walaupun demikian masih terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan ke depannya, agar pengelolaan yang ada tetap berkelanjutan. Hal-hal

yang harus diperhatikan antara lain:

1. Terkait masalah kemitraan dalam pengelolaan yang dijalankan selama ini,

Pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci yang dilakukan

berlandaskan kemitraan berbentuk non formal. Walaupun kemitraan lebih

bersifat fleksibel, perlu kiranya untuk diperjelas lagi mengenai hak dan

kewajiban masing-masing stakeholder. Hal ini untuk mengantisipasi

inkonsisten komitmen stakeholder dan kebijakan. Sebaiknya kemitraan

diarahkan kepada kemitraan formal. Para stakeholder yang terlibat perlu

kiranya untuk lebih saling terbuka guna menghindari gesekan-gesekan

yang berpotensi muncul, sehingga dapat mengganggu jalannya

pengelolaan.

2. Terkait masalah pengelolaan sebagai bagian dalam mewujudkan

pembangunan berkelanjutan,

196
Perlu dilakukan kerja sama dengan beberapa pihak lainnya yang

berkompeten dalam hal penyusunan pedoman monitoring dampak

kegiatan wisata, dan perencanaan pembangunan pariwisata terpadu ke

depannya. Sehingga pengembangan dan pengelolaan ke depannya lebih

terarah. Oleh karena itu, Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul perlu untuk

menggandeng SKPD pelaksana lainnya dalam suatu rencana

pembangunan yang terpadu. Seperti intensifikasi pertanian dikaitkan

dengan pengembangan peternakan untuk mendukung pariwisata di

kawasan karst Kali Suci. Harapannya pengembangan ekonomi masyarakat

tidak hanya berpusat pada sektor pariwisata saja, tetapi juga pada sektor

lainnya. Dengan begitu, tersedia banyak alternatif pekerjaan untuk

masyarakat. Inisiatif masyarakat lokal mengenai rencana pengembangan

pariwisata budaya dan kesenian, serta menjadikan kawasan karst Kali Suci

sebagai pusat kuliner bahan pangan lokal juga perlu diapresiasi lebih

lanjut. Untuk itu perlu diidentifikasi mengenai potensi apa saja yang

terdapat di kawasan karst Kali Suci (kesenian, kebudayaan, bahan pangan

lokal, dll), serta perlu adanya keterlibatan pemerintah daerah untuk

mewujudkan hal tersebut. Keterlibatan tersebut bisa berupa pendampingan

dan pelatihan.

197
Daftar Pustaka

Adi, I.R., 2008, ”Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat Sebagai


Upaya Pemberdayaan Masyarakat”, Rajawali Press, Jakarta.
Adji, T.N., 2010, “Kondisi Daerah Tangkapan Sungai Bawah Tanah Karst
Gunung Sewu dan Kemungkinan Dampak Lingkungannya Terhadap
Sumber Daya Air (Hidrologi) Karena Aktivitas Manusia”, Makalah
Seminar UGK-BP DAS SOP dengan Tema:”Pelestarian Sumber Daya Air
Tanah Kawasan Karst Gunung Kidul, Yogyakarta, tidak diterbitkan.
Anonim, “Sony Keraf Menilai Ada Ketidakwajaran dalam Penyusunan AMDAL
Pabrik”, Koran Tempo, Edisi 22 Desember 2008.
Berg, L.B., 1989, “Qualitative Research Methods for the Social Sciences”, Allyn
& Bacon, Boston.
Black, J.A., dan Champion, D., 1999, “Metode dan Masalah Penelitian Sosial”,
Refika Aditama, Bandung.
BPS Kabupaten Gunung Kidul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
2009, “Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunung Kidul (Human
Development Index) 2009”, BPS Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
BPS, 2010, “Gunung Kidul dalam Angka 2009”, Yogyakarta.
Brandon, K.,1993,”Langkah-Langkah Dasar untuk Mendorong Partisipasi Lokal
dalam Proyek-Proyek Wisata Alam”, dalam Lindberg, K., dan Hawkins,
D.E (ed), “Ekoturisme: Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola”, The
Ecotourism Society North Bennington, Vermont.
Brannen, J., 1999, “Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif”,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Damanik, J., dan Weber, H.F., 2006, “Perencanaan Ekowisata, Dari Teori ke
Aplikasi, Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Andi, Yogyakarta.
Dinas Perekonomian, Sub Dinas Pertambangan Kabupaten Gunung Kidul, 2005,
“Daftar Perusahaan Penampang Berijin (SIPD/Kuasa Pertambangan) dan
Penambang Rakyat Berijin (SIPD PR/SIPR) 2005b”, Laporan Tahunan
Kabupaten Gunung Kidul.
Fakultas Geografi UGM-Biro Bina Lingkungan Hidup Propinsi DIY, 1997,
“Kajian Ekosistem Karst di Kabupaten Gunung Kidul Propinsi DIY,
Laporan Akhir, Yogyakarta, tidak diterbitkan
HIKESPI, 1996, “Pengelolaan Wisata Gua (Speleo Tourisme) untuk
Meningkatkan Kepariwisataan di Indonesia”, Yayasan Buena Vista,
Bogor.
HIKESPI, 2004, “Karst And Cave Register of Indonesia (Survey 1983 till 2004),
tidak diterbitkan.
HIKESPI, 2006, “Known Karst Area of Indonesia, tidak diterbitkan.
HIKESPI, 2007, “Diktat Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Teknik Penelusuran
Gua dan Lingkungannya”, Tasikmalaya, tidak diterbitkan.

198
IUCN, 2008, “World Heritage Caves & Karst (a Global Review of Karst World
Heritage Properties: Present Situation, Future Prospects and Management
Requirements)”, IUCN Protected Areas Programme, Gland Switzerland.
Jayaputra, A., dkk, 2004, “Kajian Model Kemitraan Dunia Usaha dalam
Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat”, Pusat Pengembangan
Ketahanan Sosial Masyarakat, Jakarta.
Kantor Kecamatan Semanu, 2009, “Kecamatan Semanu dalam Angka: Semanu
District In Figures 2009”.
Keputusan Menteri ESDM No. 1456 K/20/MEM/2000, tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Karst.
Ko, R.K.T., 1991, “Industri Pariwisata Alam Sebagai Alternatif Pemanfaatan
Kawasan Karst”, tidak diterbitkan.
Ko, R.K.T., 1997, “Makalah Seminar Hidrologi dan Pengelolaan Kawasan karst”,
Masyarakat Pemerhati Lembaga Karst Indonesia (LKI), Yogyakarta 25-26
Oktober 1997, tidak diterbitkan.
Ko, R.K.T., 1999, “Guidelines To Develop and Manager Caves for Tourism”,
International Presentation on Cave Management at the IUCN-World Bank
Meeting On Limestone Biodiversity 25-27 january 1999, Bangkok, tidak
diterbitkan.
Ko, R.K.T., 2001, “Kawasan Karst Maros-Pangkep Nilai Lebihnya dalam Bidang
Non-Pertambangan”, Seminar Nasional Karst Maros-Pangkep 12
November 2001, Makassar, tidak diterbitkan.
Ko, R.K.T., 2003, “Materi Kuliah pada Kursus Introduksi Pengelolaan Kawasan
Karst”, Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, tidak diterbitkan.
Ko, R.K.T., 2004, “Pengertian Kawasan Karst Sebagai Suatu Sistem Energi”,
Makalah Kunci pada Lokakarya Nasional Karst Banda Aceh Juli 2004,
Aceh.
Ko, R.K.T., 2004, “Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Karst Gunung Sewu:
Suatu Impian atau Tantangan”, Makalah Kunci pada Workhsop Nasional
Pengelolaan Kawasan Karst 4-5 Agustus 2004, Wonogiri, tidak
diterbitkan.
Kumorotomo, W., 1999, “Kemitraan Usaha Sebagai Alternatif dalam Pembiayaan
Sektor Publik di Daerah (Argumentasi Teoritis dan Kasus Kemitraan
Pemerintah-Swasta di Pemda Cirebon dan Pemda Surakarta), JSP Vol.3
Nomor 1 (Juli 2009).
Loza, 2004, “Business-Community Partnerships: The Case for Community
Organization Capacity Building”, Journal of Business Ethics, Vol 53,
Nomor 3 (September 2004), Springer, www.jstor.org/stable/25123303/pdf.
McDonald & Partners, 1982, “Gunung Sewu Cave Survey: Main Report”,
Directorate General of Water Resources Development Project (P2AT),
Yogyakarta.

199
Muhadjir, N., 2002, “Metode Penelitian kualitatif Edisi IV”, Rake Sarasin,
Yogyakarta.
Moleong, L.J., 1999, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Nasution, 1988, “Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Tarsito, Bandung.
Nawawi, H., 1983, “Metode penelitian Bidang Sosial”, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Padmiati, E., 2008, “Model Kemitraan Dunia Usaha dalam Pembangunan
Permasalahan Kesejahteraan Sosial”, Jurnal Penelitian Kesejahteraan
Sosial Vol VII Nomor 26 (Desember 2008), Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), Yogyakarta.
Pitana, I Gde.,dan Diarta, I Ketut Surya., 2009, “Pengantar Ilmu Pariwisata”,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Poerwandari, K., 2001, “Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia”, LPSP3 Universitas Indonesia, Jakarta.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. 1995, “Kamus Besar
Bahasa Indonesia”, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai
Pustaka, Jakarta.
Rahmadi, C., 2011, “Karst, Dilema Pemanfaatan Lahan”,
http://biotagua.org/2011/07/01/dilema-karst/.
Santosa, L.W., 2006, “Identifikasi Kerusakan Kawasan Karst Akibat Aktivitas
Penambangan di kabupaten Gunung Kidul”, Gunung Sewu Cave And
Karst Journal Vol 2 Nomor 1, April 2006, Yogyakarta.
Setiawan, D., 2004, “Tesis: Kemitraan Berbasis Good Governance (Studi kasus
Pembangunan Pasar kosambi Bandung), MAP UGM, Yogyakarta.
Siahaan, N.H.T., 2004, “Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan”, Edisi
Kedua, Erlangga, Jakarta.
Soehartono, I., 2008, “Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya”, Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Sukanta, S., 2011, “Pengembangan Wisata Minat Khusus Kawasan Karst di
Yogyakarta”, Makalah pada Diskusi Publik Pariwisata Karst: Merusak
atau Menyelamatkan Keanekaragaman Hayati Kawasan Karst (KPALH
Setrajana) 24 Mei 2011, tidak diterbitkan.
Sulistyani, A.T., 2004, “Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan”, Gava
Media, Yogyakarta.
Sumarto, H.S.J., 2004, “Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Surachmad, W., 1987, “Pengantar Penelitian Ilmiah”, Tarsito, Bandung.

200
Suryono, T., 2006, “Pengelolaan Sumber Air Bawah Tanah Sungai Bribin”,
Gunung Sewu Indonesian Cave And Karst Journal Vol 2 Nomor 1, April
2006, Yogyakarta.
WCED, 1987, “Report of The World Commission on Environtment and
Development: Our Common Future”, http://www.undocumentsnet/wced-
ocf.htm.
Winarni, Tri., 2000, “Sosiatri Sebagai Suatu Ilmu”, dalam Sunartiningsih, Agnes.,
(ed), “Sosiatri, Ilmu dan Metode”, Yogyakarta: Aditya Media.
Wiryanto, 2005, ”Pengantar Ilmu Komunikasi”, Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia
You, Z., Chen, W., Song, L.,2011, “Evaluating Ecological Tourism Under
Sustainable Development in Karst Area”, Journal of Sustainable
Development Vol 4 Nomor 2 April 2011.
Undang Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Pembukaan Alinea IV.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, tentang
Kepariwisataan.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerial Negara Lingkungan
Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor, 08 Tahun 2006, tentang
Pedoman Penyusunan Analisis Menganai Dampak Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor, 11 Tahun 2006, tentang
Jenis Usaha dan/Atau Kegiatan yang Wajib Delengkapi Dengan Analisis
Menganai Dampak Lingkungan Hidup
http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/message/20432

201
Lampiran
Lampiran 1 (Peta Lokasi Penelitian)
Lampiran 2 (Peta Administrasi Kecamatan Semanu)
Lampiran 3 (Peta Penggunaan Lahan)
Lampiran 4 (Peta Rencana Pengelolaan Semanu Extreme Adventure)
Lampiran 5 (Peta Gua Jomblang-Grubug)
Lampiran 6 (Peta Gua Buri Omah)
Lampiran 7 (Brosur Wisata)
Lampiran 8 (Interview Guide)

INTERVIEW GUIDE 1
KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN OBYEK WISATA MINAT KHUSUS
KARST KALI SUCI

Identitas Responden
Nama: ………………………………………………………………………………...
Jabatan: Saat ini……………………………Sebelumnya.…..……………………...
Instansi: Saat ini……………………………Sebelumnya…………………….…….
Tanggal Wawancara :…………./……………………..…….2011

A. Perencanaan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung
Kidul
1. Bagaimana sejarah awal pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses pengelolaan obyek wisata minat khusus
karst Kali Suci dan apa saja bentuk keterlibatannya?
3. Apa yang menjadi tujuan dikelolanya Kali Suci?
4. Bagaimana tahapan-tahapan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci?
5. Bagaimana tugas dan peran Pokdarwis Kali Suci dalam perencanaan pengelolaan
Kali Suci?
6. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Pokdarwis Kali Suci
dalam hal perencanaan pengelolaan?
B. Pengembangan obyek daya tarik wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung
Kidul
1. Siapa saja yang terlibat dalam pengembangan obyek daya tarik wisata minat
khusus karst Kali Suci dan apa saja bentuk keterlibatannya?
2. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Pokdarwis Kali Suci
dalam hal pengembangan obyek daya tarik wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Bagaimana upaya dan peran Pokdarwis Kali Suci dalam hal pengembangan
obyek daya tarik wisata minat khusus karst Kali Suci?
C. Sarana dan Prasarana
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibangun di obyek wisata minat khusus karst
Kali Suci?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Pokdarwis Kali Suci dalam hal pengadaan
sarana dan prasarana di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Pokdarwis Kali Suci
dalam hal pengadaan sarana dan prasarana di obyek wisata minat khusus karst
Kali Suci?

1
Untuk anggota Pokdarwis Kali Suci
D. Promosi dan pemasaran
1. Bagaimana promosi dan pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali Suci
dilakukan?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Pokdarwis Kali Suci dalam promosi dan
pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Pokdarwis Kali Suci
dalam melakukan promosi dan pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci?
E. Pendanaan
1. Dari mana saja sumber dana pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci berasal?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Pokdarwis Kali Suci dalam hal pendanaan
obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Pokdarwis Kali Suci
dalam pendanaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
F. Pendidikan dan Pelatihan SDM
1. Apa saja bentuk pendidikan dan pelatihan yang dilakukan?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Pokdarwis Kali Suci dalam hal pendidikan
dan pelatihan SDM obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
G. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan gotong royong pengelolaan obyek
wisata
1. Bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat?
2. Hal-hal apa saja yang membuat masyarakat turut terlibat dalam kegiatan gotong
royong pengelolaan obyek wisata?
3. Apa saja harapan-harapan warga atau masyarakat terkait pengelolaan obyek
wisata Kali Suci?
H. Modal Sosial Masyarakat
a. Apa saja bentuk modal sosial yang dimiliki warga atau masyarakat sekitar obyek
wisata Kali Suci? (Mohon dijelaskan satu per satu)
b. Apakah masyarakat menaati setiap aturan dan norma yang berlaku?
INTERVIEW GUIDE 2
KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN OBYEK WISATA MINAT KHUSUS
KARST KALI SUCI

Identitas Responden
Nama: ………………………………………………………………………………...
Jabatan: Saat ini……………………………Sebelumnya.…..……………………...
Instansi: Saat ini……………………………Sebelumnya…………………….…….
Tanggal Wawancara :…………./……………………..…….2011

A. Perencanaan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung
Kidul
1. Bagaimana sejarah awal pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses pengelolaan obyek wisata minat khusus
karst Kali Suci dan apa saja bentuk keterlibatannya?
3. Apa yang menjadi tujuan dikelolanya Kali Suci?
4. Bagaimana tahapan-tahapan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci?
5. Bagaimana tugas dan peran Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dalam
perencanaan pengelolaan Kali Suci?
6. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Disbudpar Kabupaten
Gunung Kidul dalam hal perencanaan pengelolaan?
B. Pengembangan obyek daya tarik wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung
Kidul
2. Siapa saja yang terlibat dalam pengembangan obyek daya tarik wisata
minat khusus karst Kali Suci dan apa saja bentuk keterlibatannya?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Disbudpar Kabupaten
Gunung Kidul dalam hal pengembangan obyek daya tarik wisata minat khusus
karst Kali Suci?
4. Bagaimana upaya dan peran Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dalam hal
pengembangan obyek daya tarik wisata minat khusus karst Kali Suci?
C. Sarana dan Prasarana
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibangun di obyek wisata minat khusus karst
Kali Suci?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dalam
hal pengadaan sarana dan prasarana di obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Disbudpar Kabupaten
Gunung Kidul dalam hal pengadaan sarana dan prasarana di obyek wisata minat
khusus karst Kali Suci?

2
Untuk Pemerintah Daerah (Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dan Aparat Desa)
D. Promosi dan pemasaran
1. Bagaimana promosi dan pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali Suci
dilakukan?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dalam
promosi dan pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Disbudpar Kabupaten
Gunung Kidul dalam melakukan promosi dan pemasaran obyek wisata minat
khusus karst Kali Suci?
E. Pendanaan
1. Dari mana saja sumber dana pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci berasal?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dalam
hal pendanaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui Disbudpar Kabupaten
Gunung Kidul dalam pendanaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
F. Pendidikan dan Pelatihan SDM
1. Apa saja bentuk pendidikan dan pelatihan yang dilakukan?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya Disbudpar Kabupaten Gunung Kidul dalam
hal pendidikan dan pelatihan SDM obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
INTERVIEW GUIDE 3
KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN OBYEK WISATA MINAT KHUSUS
KARST KALI SUCI

Identitas Responden
Nama: ………………………………………………………………………………...
Jabatan: Saat ini……………………………Sebelumnya.…..……………………...
Instansi: Saat ini……………………………Sebelumnya…………………….…….
Tanggal Wawancara :…………./……………………..…….2011

A. Perencanaan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung
Kidul
1. Bagaimana sejarah awal pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses pengelolaan obyek wisata minat khusus
karst Kali Suci dan apa saja bentuk keterlibatannya?
3. Apa yang menjadi tujuan dikelolanya Kali Suci?
4. Bagaimana tahapan-tahapan pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci?
5. Bagaimana tugas dan peran investor dalam perencanaan pengelolaan Kali Suci?
6. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui investor dalam hal
perencanaan pengelolaan?
B. Pengembangan obyek daya tarik wisata minat khusus karst Kali Suci, Gunung
Kidul
1. Siapa saja yang terlibat dalam pengembangan obyek daya tarik wisata
minat khusus karst Kali Suci dan apa saja bentuk keterlibatannya?
2. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui investor dalam hal
pengembangan obyek daya tarik wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Bagaimana upaya dan peran investor dalam hal pengembangan obyek daya tarik
wisata minat khusus karst Kali Suci?
C. Sarana dan Prasarana
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibangun di obyek wisata minat khusus karst
Kali Suci?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya investor dalam hal pengadaan sarana dan
prasarana di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui investor dalam hal
pengadaan sarana dan prasarana di obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
D. Promosi dan pemasaran
1. Bagaimana promosi dan pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali Suci
dilakukan?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya investor dalam promosi dan pemasaran obyek
wisata minat khusus karst Kali Suci?

3
Untuk pihak investor
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui investor dalam
melakukan promosi dan pemasaran obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
E. Pendanaan
1. Dari mana saja sumber dana pengelolaan obyek wisata minat khusus karst Kali
Suci berasal?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya investor dalam hal pendanaan obyek wisata
minat khusus karst Kali Suci?
3. Apa saja faktor pendorong dan penghambat yang ditemui investor dalam
pendanaan obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?
F. Pendidikan dan Pelatihan SDM
1. Apa saja bentuk pendidikan dan pelatihan yang dilakukan?
2. Bagaimana keterlibatan dan upaya investor dalam hal pendidikan dan pelatihan
SDM obyek wisata minat khusus karst Kali Suci?

Anda mungkin juga menyukai