Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan
kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau
tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi (Anonim, 2008a).
Proses pengrusakan ini baru terjadi apabila pada target organ telah menumpuk satu jumlah yang
cukup dari agent toksik ataupun metabolitnya, begitupun hal ini bukan berarti bahwa penumpukan
yang tertinggi dari agent tokis itu berada di target organ, tetapi bisa juga ditempat yang lain. Sebagai
contoh, insektisida hidrokarbon yang diklorinasi mencapai konsentrasi dalam depot lemak dari
tubuh, tetapi disana tidak menghasilkan efek-efek keracunan yang dikenal. Selanjutnya, untuk
kebanyakan racun-racun, konsentrasi yang tinggi dalam badan akan menimbulkan kerusakan yang
lebih banyak. Konsentrasi racun dalam tubuh merupakan fungsi dari jumlah racun yang dipaparkan,
yang berkaitan dengan kecepatan absorpsinya dan jumlah yang diserap, juga berhubungan dengan
distribusi, metabolisme maupun ekskresi agent toksis tersebut (Mansur, 2008).
Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Umumnya
toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Hal tersebut dapat disebabkan lebih
pekanya suatu organ, atau lebih tingginya kadar bahan kimia dan metabolitnya di organ Toksisitas
merupakan sifat bawaan suatu zat, bentuk dan tingkat manifestasi toksiknya pada suatu organisme
bergantung pada berbagai jenis factor. Faktor yang nyata adalah dosis dan lamanya pajanan. Faktor
yang kurang nyata adalah species dan strain hewan, jenis kelamin, umur, serta status gizi dan
hormonal. Faktor lain yang turut berperan yaitu faktor fisik, lingkungan dan sosial. Di samping itu,
efek toksik suatu zat dapat dipengaruhi oleh zat kimia lain yang diberikan bersamaan. Efek toksik
dapat berubah karena berbagai hal seperti perubahan absorpsi, distribusi, dan ekskresi zat kimia,
peningkatan atau pengurangan biotranformasi, serta perubahahan kepekaan reseptor pada organ
sasaran (Lu, 1995)
ORGAN HATI
Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ hati
terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan. Secara struktural
organ hati tersusun oleh hepatosit (sel parenkim hati). Hepatosit bertanggung jawab terhadap peran
sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel tersebut terletak di antara sinusoid yang terisi darah dan
saluran empedu. Sel Kuffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dari sitem
retikuloendotelial tubuh. Darah dipasok melalui vena porta dan arteri hepatika, dan disalurkan
melalui vena sentral dan kemudian vena hepatika ke dalam vena kava. Saluran empedu mulai
berperan sebagai kanalikuli yang kecil sekali yang dibentuk oleh sel parenkim yang berdekatan.
Kanalikuli bersatu menjadi duktula, saluran empedu interlobular, dan saluran hati yang lebih besar.
Saluran hati utama menghubungkan duktus kistik dari kandung empedu dan membentuk saluran
empedu biasa, yang mengalir ke dalam duodenum (Lu, 1995)
Toksikologi hati dipersulit oleh berbagai kerusakan hati dan berbagai mekanisme yang
menyebabkan kerusakan tersebut. Hati sering menjadi organ sasaran karena beberapa hal. Sebagian
besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal, setlah diserap, toksikan dibawa vena
porta ke hati. Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang memetabolisme
xenobiotik dalam hati juga tinggi (terutama sitokrom P-450). Hal tersebut membuat sebagian besar
toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air, sehingga lebih mudah dieksresikan.
Tetapi dalam beberapa kasus, toksikan diaktifkan sehingga dapat menginduksi lesi. Lesi hati bersifat
sentrilobuler banyak dihubungkan dengan kadar sitokrom P-450 yang lebih tinggi (Zimmerman,
1982). Selain itu kadar glutation yang relatif rendah, dibandingkan dengan kadar glutation di bagian
lain dari hati, dapat juga berperan mengaktifkan toksikan (Smith et al. 1979).
Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati,
seperti perlemakan hati (steatosis), nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu, 1995). Steatosis adalah hati
yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Mekanisme terjadinya penimbunan lemak pada hati
secara umum yaitu rusaknya pelepasan trigliserid hati ke plasma. Nekrosis hati adalah kematian
hepatosit. Biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dibuktikan atau
dilaporkan menyebakan nekrosis pada hati (Zimmerman, 1982). Kolestasis merupakan jenis
kerusakan hati yang biasanya bersifat akut. Beberapa steroid anabolik dan kontraseptif di samping
taurokolat, klorpromazin, dan eritromisin laktobionat terlah terbukti menyebabkan kolestasis dan
hiperbilirubinemia karena tersumbatnya kanalikuli empedu. Sirosis ditandai oleh adanya septa
kolagen yang tersebar di sebagian besar hati. Serosis diduga berasal dari nekrosis sel-sel tunggal
karena kurangnya mekanisme perbaikan yang menyebabkan meningkatnya aktivitas fibroblastik dan
pembentuan jaringan parut (Lu, 1995).
Hepatosit tikus dan manusia yang terisolasi dalam suspensi atau dalam biakan, telah digunakan
dalam berbagai penelitian biokimia. Dalam mempelajari efek toksikan terhadap sel hati yang sedang
membelah digunakan hepatosit dari hewan yang sangat muda atau dari tumor hati. Hepatosit yang
diisolasi dapat digunakan untuk menentukan berbagai efek toksik (Lu, 1995), seperti : 1) Kerusakan
membran dapat dideteksi secara mikroskopik atau secara biokimia. Prosedur biokimia berupa
pengukuran kemampuan sel menyerap kofaktor (misalnya NADPH), bahan pewarna polar (misalnya
biru tripan), dan substrat (misal suksinat) dan pengukuran kebocoran enzim sitoplasma. 2) Mungkin
terdapat perubahan dalam makromolekul selseperti penghambatan protein dan sistesis RNA, dan
peningkatan sintesis DNA. 3) Efek lain adalah perubahan metabolisme perantara dan perubahan
dalam aktivitas dan pertumbuhan hepatosit
Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh, memiliki berat 1500 g pada manusia dewasa normal
yang diperkirakan sekitar 2,5 % dari berat badan. Terletak di bawah tulang iga, dalam rongga perut
sebelah kanan.Hati terdiri atas beberapa belahan (lobus). Masing-masing lobus dibentuk olehratusan
ribu lobulus yang berbentuk heksagonal. Tiap lobulus dilapisi oleh jaringan ikatinterlobular yang
disebut kapsula Glisson. Pada bagian tengah lobulus hati terdapat venasentralis, pita-pita sel hati
yang bercabang atau berantomosis tersusun radier terhadap vena sentralis. Diantara pita-pita sel
hati terdapat sinusoid-sinusoid darah yang tampak seperti celah-celah atau rongga. Pada dinding
sinusoid terdapat sel kapiler yang tergolong sebagai makrofage/sel kupfer. Sel kupfer adalah sistem
sistem monosit –makrofag, yang fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain
dalam darah. Sudut antaralobuli-lobuli yang bersebelahan disebut segitiga Kiernann yang berisi
saluran porta, yaituarteri, vena dan saluran empedu interlobular.
Sel hati (hepatosit) berbentuk polyhedral, berinti satu (75%) atau dua (25%). Sitoplasma
mengandung banyak butir glikogen. Sel-sel inilah yang menghasilkan empedu. Untuk sementara
empedu disimpan dalam kandung empedu (vesika fellea), disini empedu tersebut menjadi kental
karena airnya diserap kembali oleh dinding kandung empedu. Empedu yang dibentuk dihepatosit
diekskresi kedalam kanikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yg makin lamamakin besar
hingga menjadi sal empedu besar (duktus koledokus).
Hormon kholesistokinin mengatur pengeluaran empedu ke usus halus. Olehductus sistikus empedu
disalurkan ke duktus kholedokhus yang bermuara di duodenum ,dan di tempat tersebut terjadi
pengemulsian lemak. Kandung empedu berkembang pada kebanyakan vertebrata Manusia masih
dapat hidup selama bertahun-tahun setelah kandung empedunya dibuang melalui pembedahan
dengan syarat harus menghindari lemak dalam dietnya. Hati mempunyai fungsi yang sangat banyak,
sehingga hati merupakan organ tubuh yang sangat penting dalam menunjang kesehatan dan
kehidupan. Berbagai fungsi penting dari hati adalah sebagai berikut :
• Detoksifikasi zat-zat toksis, yaitu menyaring segala macam zat yang masuk kedalam tubuh
menetralkan dan membuangnya ke luar tubuh. Fungsi detoksikasi sangat penting dan dilakukan oleh
enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugas izat berbahaya, dan
mengubahnya menjadi zat yang secara fisiolodia tidak aktif.
• Menyimpan lemak dan glikogen serta albumin,Hati berperan penting dalam metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak.
• Eliminasi asam amino menjadi urea, menyimpan vitamin A dan B dan berperan
dalammetabolisme karbohidrat dan lemak.
1. Dalam Proses Ekskresi Hemoglobin dipecah menjadi zat besi, globin, dan hemin.zat besi,
diambil & disimpan dalam hati, yang nantinya dikembalikan ke sumsum tulangg belakang
globulin, digunaan lagi untuk metabolisme protein, membentuk hemoglobin baruhemin,
diubah menjadi bilirubin & biliverdin. dikeluarkan ke usus 12 jari dan dioksidasi menjadi
urobilin, yang menjadi pewarna coklat pada feses.
2. Pengikatan Racunarginin asam amino arginin -> as. amino ortinin + ureaasam amono ortinin
mengikat NH3 n CO2 yg bersifat racun bagi tubuhasam amino ortinin diubah mnjd as.
aminositrulin.asam amino sitrulin + NH3 -> as. Amino (ulang lagi prosesnya)shg akn trus
dihasilkan urea, yg dibuang ke ginjal, utk dikeluarkan besama urin. racun -> urea -
>dikeluarkan dari tubuh.
Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalamtubuh. Organ hati
terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dantoksikan. Secara
struktural organ hati tersusun oleh hepatosit (sel parenkim hati). Hepatosit bertanggung jawab
terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel tersebut terletak di antara sinusoid yang
terisi darah dan saluran empedu. Sel Kuffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting
dari sitem retikuloendotelial tubuh .Darah dipasok melalui vena porta dan arteri hepatika, dan
disalurkan melalui vena sentraldan kemudian vena hepatika ke dalam vena kava. Saluran
empedu mulai berperansebagai kanalikuli yang kecil sekali yang dibentuk oleh sel parenkim yang
berdekatan. Kanalikuli bersatu menjadi duktula, saluran empedu interlobular, dan saluran hati
yang lebih besar. Saluran hati utama menghubungkan duktus kistik dari kandung empedu dan
membentuk saluran empedu biasa, yang mengalir ke dalam duodenum (Lu, 1995).Toksikologi
hati dipersulit oleh berbagai kerusakan hati dan berbagai mekanisme yang menyebabkan
kerusakan tersebut. Hati sering menjadi organ sasaran karena beberapa hal. Sebagian besar
toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal, setlah diserap, toksikan dibawa vena
porta ke hati. Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang memetabolisme
xenobiotik dalam hati juga tinggi (terutama sitokrom P-450). Hal tersebut membuat sebagian
besar toksikan menjadikurang toksik dan lebih mudah larut dalam air, sehingga lebih mudah
dieksresikan.Tetapi dalam beberapa kasus, toksikan diaktifkan sehingga dapat menginduksi lesi.
Lesihati bersifat sentrilobuler banyak dihubungkan dengan kadar sitokrom P-450 yang lebihtinggi
(Zimmerman, 1982). Selain itu kadar glutation yang relatif rendah, dibandingkandengan kadar
glutation di bagian lain dari hati, dapat juga berperan mengaktifkantoksikan (Smith et al.
1979).Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel
hati, seperti perlemakan hati (steatosis), nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu,1995) Steatosis
adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Mekanisme terjadinya penimbunan
lemak pada hati secara umum yaitu rusaknya pelepasan trigliseridhati ke plasma. Nekrosis hati
adalah kematian hepatosit. Biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia
telah dibuktikan atau dilaporkan menyebakan nekrosis pada hati (Zimmerman, 1982). Kolestasis
merupakan jenis kerusakan hati yang biasanya bersifat akut. Beberapa steroid anabolik dan
kontraseptif di samping taurokolat, klorpromazin, dan eritromisinlaktobionat terlah terbukti
menyebabkan kolestasis dan hiperbilirubinemia karena tersumbatnya kanalikuli empedu. Sirosis
ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar hati. Serosis diduga berasal
dari nekrosis sel-sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan yang menyebabkan
meningkatnya aktivitas fibroblastik dan pembentuan jaringan parut (Lu, 1995).
Hepatosit tikus dan manusia yang terisolasi dalam suspensi atau dalam biakan,telah digunakan
dalam berbagai penelitian biokimia. Dalam mempelajari efek toksikan terhadap sel hati yang sedang
membelah digunakan hepatosit dari hewan yang sangatmuda atau dari tumor hati. Hepatosit yang
diisolasi dapat digunakan untuk menentukan berbagai efek toksik (Lu, 1995), seperti : 1) Kerusakan
membran dapat dideteksi secara mikroskopik atau secara biokimia. Prosedur biokimia berupa
pengukuran kemampuan selmenyerap kofaktor (misalnya NADPH), bahan pewarna polar (misalnya
biru tripan), dansubstrat (misal suksinat) dan pengukuran kebocoran enzim sitoplasma. 2) Mungkin
terdapat perubahan dalam makromolekul selseperti penghambatan protein dan sistesis RNA, dan
peningkatan sintesis DNA. 3) Efek lain adalah perubahan metabolisme perantara dan perubahan
dalam aktivitas dan pertumbuhan hepatosit
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500cc/ menit
atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25%dan di dalam v.porta
75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis,
pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah. Obat-obatan dapat
memberikan efek samping, salah satunya adalah efek hepatotoksik, yaitu efek samping kerusakan
sel-sel atau jaringan hatidan sekitarnya akibat konsumsi suatu obat.Pada dasarnya, obat dianggap
sebagai penyebab kerusakan hati jika:
2.Jika suatu obat menyebabkan gangguan pada hati saat dikonsumsi dan gangguanhati
sembuh saat pemberian obat dihentikan, namun timbul kembali saat diberikanobat lagi.
Dapus