Anda di halaman 1dari 171

PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

i
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

PERSAUDARAAN YANG TUNTAS

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada
semua hamba-hambanya termasuk dalam penulisan ini
sehingga atas segala karunia-Nya-lah penulis bisa
menyelesaikan buku ini dengan lancar. Tak lupa semoga
shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada baginda
Nabiyana Muhammad Saw. kepada keluarganya, sahabat,
tabi’in, sampai seterusnya sampai kepada kita selaku umatnya
semoga mendapat syafaat di yaumi akhir dan diakui sebagai
umatnya.
Alhamdulillah, pada kesempatan ini kami sangat
sbersyukur sebagai kelompok 8 Mata kuliah KLA dapat
bersinergi menerbitkan buku ini dari hasil tulisan-tulisan kami
sendiri. Isi dari buku ini bisa disebut sebagai Hasil penelitian
lapangan kami.
Ide atau gagasan yang didapatkan saat kami menulis
ini yaitu tidak lepas dari adanya rujukan-rujukan buku dan
artikel jurnal. Sehingga membuat kami .mudah terarahkan
untuk mengsinergikan pembahasan teori kepada halis
penelitian lapanagan.

ii
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Kami sadar dalam penulisan ini banyak sekali


kekurangan atau ketidakteraturan dari rangkaian kata atau
kalimat yang kami buat. Semoga suatu saat nanti ada karya-
karya kami berikutnya yang lebih menjanjikan lagi setelah
kami mengawalinya dengan judul “Masyarakat Islam dan
Sekolah Kristen” ini. Kami haturkan terimakasih kepada
segenap orang yang turut memotivasi kami untuk menerbitkan
karya sederhana ini, rasa terimakasih kami haturkan kepada
doesn pengampu yang kami cintai, rekan sejurusan, rekan
sekelas, serta kerabat lainnya, khususnya kami sampaikan
kepada para dosen, prodi, dan teman-teman seperjuangan yang
telah memberikan semangat dan bimbingan dalam penyusunan
buku ini.

Bandung, Desember 2022

Yusuf, Ikbal, Fayyaz, Nizar & Dedek

iii
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

DAFTAR ISI
Kata Pengantar | ii
Daftar Isi | iv
Prolog | 1
Sekolah Menengah Atas Kristen 1 Bpk Penabur Bandung | 7
Program Unggulan | 13
Fasilitas Smak 1 Bpk Penabur Bandung | 16
Komunikasi Lintas Agama | 23
Perspektif Komunikasi Antarbudaya | 50
Perekat Komunikasi Multikultural | 64
Sensitivitas Beragama | 96
Moderasi Beragama| 108
Term Al-Qur’an Tentang Moderasi Beragama | 113
Ciri-Ciri Kongkrit Moderasi Beragama Dalam Al-Qur’an | 123
Cermin Perilaku Tidak Moderat Dalam Al-Quran | 139
Penyebab Utama Tidak Memiliki Sikap Moderasi Beragama | 132
Langkah-Langkah Menerapkan Moderasi Beragama| 139
Model Komunikasi Lintas Agama Di Smak 1 Penabur Bandung Dan
Masyarakat Cicendo | 142
Model Moderasi Beragama Di Smak 1 Penabur Dan Masyarakat
Cicendo | 144
Penutup dan Kesimpulan I 148
Daftar Fustaka I 149
Tentang Penulis I 153

iv
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

||||||||||||||||||||||||
Sebelum membaca alangkah baiknya berwudhu
dulu, karena akan banyak gangguan setan yang
menggodamu

|||||||||||||||||||||||||||||||||||

v
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

PROLOG
Islam mengajarkan agar selalu berkasih sayang
antar sesama yang merupakan akhlak mulia. Sehingga
Islam senantiasa mengedepankan rasa kasih sayang dan
cinta kepada seluruh insan, bahkan seluruh makhluk di
alam semesta ini, terlebih kepada Allah SWT adalah
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada
hamba-Nya melebihi kasihnya seorang ibu kepada
anaknya. Hal ini dijelaskan dalam ayat al-Qur`an seperti
firman Allah yang artinya “Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan harta riba yang
terlipat ganda dan bertaqwalah kamu sekalian kepada
Allah supaya kamu berbahagia,” (surah al-Imran ayat
130). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (surah al-Nisa ayat 29). Dalam
Islam ada dua dimensi penting untuk meraih kebahagiaan,
yaitu hubungan baik dengan Allah dan hubungan baik

1
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dengan manusia,47 konsep ini sangat jelas termaktub


dalam al-Qur’an surah alImran ayat 112.1
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia
yang terkenal dengan pluralitasnya. Dalam perjalanan
sejarah panjang bangsa Indonesia, pluralitas telah
melahirkan kolaborasi yang indah dalam berbagai bentuk
muzaid budaya yang kental dengan kemajemukan.
Berbagai suku, agama, ras, adat istiadat, budaya dan
golongan dapat hidup berdampingan dan memiliki ruang
negosiasi yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Keindahan masyarakat negeri khatulistiwa ini pun
menjadi kesaksian bagi dunia internasional. Masyarakat
yang majemuk secara sosiologis akan memunculkan
sejumlah konsekuensi terhadap hal penting dalam arena
kehidupan sosial. Misalnya stabilitas, harmoni,
kerukunan, dan persaingan bahkan konflik. Sikap
eksklusif yang tumbuh dari akar primodialisme sempit
kesukuan, agama, ras dan golongan menstimulan

1
Lukman Hakim et al., “Strategi Komunikasi Lintas Agama FKUB
Surabaya Dalam Menangani Konflik” 1, no. 1 (2018): 19–34.

2
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

percikan-percikan konflik horizontal sesama anak


bangsa.2
Kerukunan hidup beragama merupakan suasana
komunikasi yang harmonis dalam dinamika interaksi
antar umat beragama, baik interaksi sosial maupun antar
kelompok keagamaan. Kerukunan tersebut tercermin
dalam pergaulan hidup keseharian umat beragama yang
berdampingan secara damai, toleran, saling menghargai
kebebasan keyakinan dan beribadah sesuai dengan ajaran
agama yang dianut serta adanya kesediaan melakukan
kerjasama sosial dalam membangun masyarakat dan
bangsa. Pendidikan adalah sebuah keniscayaan dalam
pribadi manusia, tidak seorang pun di dunia ini
dibenarkan tidak mendapatkan dan tidak berpendidikan,
karena itu adalah hak azasi manusia sebagai fitrah ingin
mengetahui sesuatunya. Pendidikan bisa diperoleh
dengan berbagai cara, baik secara formal maupun non
formal, hal itu tidak menjadi hambatan bagi mausia untuk
mencari pengetahuan sebagai bentuk merealisasikan teori
pendidikan. Dalam proses pendidikan, pada dasarnya

2
Ibid.

3
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

tidak dapat dilakukan hanya dalam satu aspek saja,


melainkan meliputi hal ihwal kejadian yang ada di
sekitarnya adalah bagian dari proses pendidikan dan
pembelajaran.3
Menurut Stephanie K. Marrus strategi
didefinisikan sebagai suatu proses penentuan cara
pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka
panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau
upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai.4
Secara terminologi komunikasi dapat dijelaskan
sebagai proses penyampaian pesan dari komunikan
kepada komunikator untuk memberitahu, merubah sikap,
pendapat dan prilaku baik langsung secara lisan maupun
tidak langsung melalui media.5
Dalam kamus bahasa indonesia kata lintas adalah
antar yang berarti hubungan yang satu dengan yang lain.
Sedangkan agama didefinisikan sebagai suatu keyakinan

3
Nurhadi, “Pendidikan Teologi Lintas Agama Dalam Meraih Keluarga
Bahagia (Analisis Teori Islam, Kristen, Hindu, Budha Dan Konghucu)”
1, no. 2 (2019): 67–87.
4
Husein Umar, Strategic Management in Action (Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001).
5
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003).

4
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

yang dianut oleh kelompok atau masyarakat sehingga


menjadi norma dan nilai yang diyakini serta dipercayai
sebagai suatu referensi kerena nilai dan norma tersebut
mempunyai fungsi-fungsi tertentu.
Strategi komunikasi lintas agama dapat dimaknai
sebagai upaya penyusunan rencana disertai tindakan
penyampaian pesan secara efektif yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan saling berbeda latar
belakang agama dalam rangka menyatukan persepsi baik
secara lisan. Misalnya, komunikasi antara penganut
agama Islam dengan Kristen, penganut agama Budha dan
Hindu dengan Tionghoa.
Kerukunan berasal dari kata rukun artinya baik
dan damai, tidak bertentangan. Sedangkan merukunkan
berarti mendamaikan, menjadikan bersatu hati. Kata
rukun berarti perkumpulan yang berdasar tolong-
menolong dan persahabatan, rukun tani artinya
perkumpulan kaum tani, rukun tetangga, artinya
perkumpulan antara orang-orang yang bertetangga, rukun
warga atau rukun kampung artinya perkumpulan antara

5
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

kampungkampung yang berdekatan (bertetangga, dalam


suatu kelurahan atau desa).6
Seperti halnnya keadaan yang terdapat pada
lingkungan masyarakat yang ada di sekitaran. Sekolah
Menengah Atas Kristen 1 BPK Penabur Bandung,
tepatnya pada Kelurahan Jl. Dursasana No.2-6,
Pamoyanan, Kec. Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat
40173. Umumnya warga masyarajat kota bandung yakni
mayoritas memeluk agama islam. Penelurusan yang kami
lakukan disekitaran pemukiman serta kehadiran
masyarakat muslim yang menempu pendidikan yang
terdapat di lingkungan Sekolah Menengah Atas Kristen 1
BPK Penabur Bandung, menemukan komunikasi lintas
agama yang baik-baik saja, cenderung rukun serta
berdampingan antar warga masyarakat yang berbeda
agama, baik islam, kristen, hindu, konghuchu, serta
budha.

6
akim et al., “Strategi Komunikasi Lintas Agama FKUB Surabaya
Dalam Menangani Konflik.”

6
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN 1 BPK


PENABUR BANDUNG

Pada masa sekitar tahun 1965, disrasakan adanya


gejolak-gejolak politik yang memanas. Menyadari
keadaan dan situasi itu beberapa pemuda dan pemudi
Kristen dari berbagai gereja di Bandung merasa
terpanggil untuk mendirikan sebuah sekolah lanjutan atas.
Untuk menampung pemuda-pemudi usia sekolah yang
tidak tertampung di sekolah-sekolah tingkat atas negeri.
Juga bagi para lulusan sekolah asing(Cina) yang tidak
ingin atau tidak dapat melanjutkan sekolah di luar negeri.
Pemuda-pemudi ini berharap dan berpandangan bahwa
melalui sekolah dapatlah diarahkan pemikiran dan jiwa
sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional, sehingga hal
ini dapat berakibat positif bagi negara dan bangsa.
Setelah berkali-kali mengadakan perundingan dan
konsultasi maka pemuda-pemudi ini sepakat agar sekolah
yang baru ini dapat dikelola oleh BPK Jabar KPS
Bandung, yang pada saat itu sudah memiliki beberapa SD
dan sebuah SMP, tetapi belum memiliki sebuah SMA.

7
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Pada bulan Juli 165, dimulailah awal tahun ajaran 1965-


1966 SMA Kristen Kosambi di jalan Kosambi, yang
waktu belajarnya dimulai pukul 12.30 setelah usai waktu
belajar SD dengan kepala sekolahnya Drs. Kwee Hok
Gwan beserta wakil-wakilnya Lee Tjen Tiong (alm) dan
Tan Giok Lan.
Kelas yang dibuka adalah satu kelas 1, satu kelas
2 Pas/Pal, satu kelas 3 Pas/Pal dan murid-muridnya yang
kebanyakan bekas sekolah Tionghoa. Sejak dimulainya
bentuk staf pimpinan SMAK Kosambi menjadi
direktorium. Ketuanya adalah Drs. W. Nababan, dengan
anggota G. Tedjosutikno (alm), Nani Thio, dan Mustika.
Situasi belajar mengajar tidaklah begitu lancar
karena partisipasinya dalam kegiatan KAPI. Tapi
walaupun demikian dengan didorongkan dengan
semangat belajar yang tinggi, SMAK berhasil meluluskan
angkatan 1 atau Angkatan AMPERA sebanyak 100% dan
ini merupakan prestasi yang luar biasa. Lulusan ini
banyak yang diterima di perguruan tinggi terkemuka.
Sekitar Maret 1967, Direktorium dibubarkan dan
ditunjuklah Sdr. Jozua Tedjajuwana sebagai kepala
sekolah dan Sdr. Gideon Tedjosutikno sebagai wakilnya.

8
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Mengingat kesibukan studinya, maka pada tanggal 1


januari 1969 wakil kepala sekolah diserahterimakan
kepada Sdr. F. Kawareh. Akan tetapi masa jabatan Sdr. F.
Kawareh hanya sampai bulan Maret 1969 karena bertugas
di New Zealand, maka Sdr. G. Tedjasutikno mengambil
alih lagi jabatan wakil kepala sekolah.
SMAK ini semakin berkembang dan karena lokasi
Kosambi dianggap tidak memadai lagi, maka pengurus
KPS Bandung memindahkannya ke jalan Pasirkaliki 157
Bandung dengan ruang-ruang kelas darurat, bekas gudang
dan bengkel PKPN. Waktu belajar diubah menjadi pagi
hari. Kepala Sekolah masih dipegang oleh Sdr. G.
Tedjosutikno dipercayakan untuk menjadi kepala sekolah
Citepus.
Pada tahun 1972 bersama-sama SMAN 2 dan
SMA Trinitas, SMAK BPK ditunjuk oleh kepala dinas
SMA CQ. Kabid PMU agar mencoba system kredit dan
murid-muridnya diberikan pelajaran yang dapat
membekali dirinya setelah tamat sekolah. Jumlah siswa-
siswi BPK kian bertambah dan pada tahun yang sama
dibukalah kelas 2 jurusan ilmu sosial.

9
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Dengan berdirinya SMAK Petang pada tahun


1976, maka nama SMAK BPK Kosambi diubah menjadi
SMAK 1 BPK dengan pimpinan sekolah masih Sdr.
Tedjajuwana dan P.H.Uria. Tahun 1983 diberlakukan
kurikulum 1984 dan untuk pengelolaan yang lebih baik,
maka system pimpinan sekolah diubah menjadi satu
kepala sekolah dan dua wakil kepala sekolah.
Menginjak tahun 1988 terjadi pergantian pucuk
pimpinan SMAK 1 BPK, yaitu dari Sdr. J. Tedjajuwana
kepada Sdr. Iwan Tedjasukmana, S.H. pada tahun 2001,
SMAK 1 resmi mendapat ijin sebagai salah satu sekolah
yang berhak mengadakan program aselerasi untuk yang
pertama kalinya di Kota Bandung.7

7
MAK 1 BPK PENABUR, “SMAK 1 BPK PENABUR - About - History,”
SMAK 1 BPK PENABUR, last modified 2022,
https://bpkpenabur.or.id/bandung/smak-1-bpk
penabur/about/history

10
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

VISI MISI

Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT)


mengumumkan Top 1.000 sekolah terbaik tahun 2022
berdasarkan nilai Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK)
pada Agustus 2022. Di kawasan Jawa Barat, SMAK 1
BPK Penabur Bandung menduduki posisi pertama.
Sementara di tingkat nasional, sekolah itu berada di posisi
ke-9 dengan skor 630,562.

11
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Di kawasan Jawa Barat, SMAK 1 BPK Penabur


Bandung menduduki posisi pertama. Sementara di tingkat
nasional, sekolah itu berada di posisi ke-9 dengan skor
630,562.
Hingga tahun 2022, terdapat 37 siswa yang
berhasil diterima di berbagai Perguruan Tinggi Negri
(PTN) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN). Sementara 41 siswa berhasil
diterima melalui jalur Mandiri dan Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Layaknya sekolah pada umumnya, tentu SMAK 1
BPK Penabur Bandung memiliki visi dan misi. Dalam jangka
panjang, sekolah ingin menjadi lembaga pendidikan yang
unggul melalui pembinaan mental spiritual berbasis nilai-nilai
Kristiani, penguasaan IPTEK, dan pengembangan
entrepreneurship untuk menghasilkan lulusan yang cerdas,
berkarakter, serta mampu bersaing secara global. Sementara
itu, misi sekolah dideskripsikan menjadi 5 poin.
Mengembangkan karakter peserta didik melalui program
pembinaan karakter berkesinambungan berbasis nilai-nilai
Kristiani. Mengembangkan potensi para peserta didik melalui
pendidikan dan pembelajaran bermutu yang menekankan pada
keterampilan abad 21 dan kecakapan hidup sehingga mampu

12
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

bersaing secara global. Mengembangkan pembelajaran


aplikatif melalui pendekatan Science, Technology,
Engineering, and Mathematics (STEM). Mengembangkan
pembelajaran yang mengembangkan entrepreneurship, pantang
menyerah, kreatif, dan inovatif dalam mencari solusi.
Menciptakan sekolah yang terus bertumbuh berinovasi dalam
budaya mutu.
PROGRAM UNGGULAN
Memiliki slogan BEDA yang merupakan
singkatan dari Brilliant, Excellent in Education, Dare to
Innovate, and Awesome Attitude. Melalui slogan ini,
terdapat harapan agar lulusan sekolah menjadi seseorang
yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter. Maka,
sekolah berkomitmen terhadap proses pendidikan dan
pembelajaran terbaik melalui beberapa program unggulan
sekolah seperti:

1. Classical
Program ini membekali siswa dengan
kompetensi abad 21 yakni berpikir kritis, berkreatif,
berkomunikasi, berkolaborasi, dan menguasai
teknologi.
2. Life Skills Programme (LSP)

13
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Menjadi salah satu program yang diminati


siswa, LSP menyediakan pengalaman belajar berbasis
minat.
Sekolah bekerjasama dengan berbagai
perguruan tinggi hingga komunitas dan dibimbing oleh
para akademisi serta praktisi di bidangnya. Dengan
kata lain, LSP merupakan program yang dapat
mendorong siswa mempersiapkan dirinya ketika
memilih dan memasuki jurusan-jurusan perkuliahan.
Siswa belajar keterampilan dasar (kelas X),
keterampilan lanjutan (kelas XI), dan project work
(kelas XII) yang merupakan proyek kolaborasi dari
berbagai LSP yang telah dipelajari.
3. Mata pelajaran yang dapat dipilih dan dipelajari siswa
ialah:
Animasi Arsitektur dan desain interior, Masakan
komersial, Fashion desain Desain komunikasi visual,
Multimedia dan fotografi yang interaktif Informatika
Technocreator Pariwisata dan bisnis pariwisata Bisnis
dan wiraswasta Ilmu kedokteran dan kesehatan Musik.

14
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

4. Bilingual
Sebuah program dengan kurikulum nasional yang
menggunakan dua bahasa pengantar, yaitu Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris. Program ini bertujuan
mengembangkan kemampuan siswa untuk beradaptasi
dan bersaing secara global. Salah satu yang dilakukan
ialah pembelajaran hybrid dengan berbagai lembaga
pendidikan dalam dan luar negri, khususnya untuk
membahas isu-isu global. Bahkan, siswa mendapatkan
sertifikat dari Cambridge Assesment English melalui
program ini.
5. Dual Certificate Programme (DCP)
DCP memiliki dua kurikulum yang terintegrasi, yaitu
nasional dan Cambridge. Melalui program ini, siswa
mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-
topik yang dipelajari sehingga kemampuan berpikir
kritis dapat semakin terbentuk. Siswa juga
mendapatkan dua sertifikat saat kelulusan yakni
kelulusan nasional dan Cambridge Assesment
International Education.

15
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

FASILITAS SMAK 1 BPK PENABUR


BANDUNG

SMAK 1 BPK Penabur Bandung turut


menyediakan banyak fasilitas untuk mendukung proses
pembelajaran siswa-siswanya yang terdiri dari:
Laboratorium fisika Laboratorium biologi
,Laboratorium kimia Laboratorium komputer, Ruang
konseling, Aula Ruang medis Studio fesyen Perpustakaan
Ruang audio-visual Ruang podcast Studio band Studio menari
Studio rekaman Studi fotografi Dapur memasak Food court
(kantin) Pusat olahraga Tempat co-working.8

8
Kompas.com, “Profil SMAK 1 BPK Penabur Bandung, Sekolah
Terbaik Di Jawa Barat,” Https://Www.Kompas.Com/, last modified
2022,
https://www.kompas.com/edu/read/2022/10/07/160000171/profi
l-smak-1-bpk-penabur-bandung-sekolah-terbaik-di-jawa-
barat?page=all.

16
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

 Data Rekap Per Tanggal 5 Desember 2022.9


 Penghitungan PTK adalah yang sudah mendapat
penugasan, berstatus aktif dan terdaftar di sekolah
induk.
 Singkatan :
1. PTK = Guru ditambah Tendik
2. PD = Peserta Didik
Komunikasi Lintas Agama merupakan
Keragaman atau pluralitas yang sudah menjadi
keniscayaan masyarakat dunia saat ini membutuhkan
model pengelolaan yang dapat diterima masing-masing
pihak. Kelengahan dalam pengelolaan sosial potensi
keragaman ini dapat menimbulkan ketidakharminisan,
dan bahkan konflik. Termasuk ke dalam kategori ini
konflik agama, yaitu konflik yang salah satunya, dipicu
oleh ketegangan hubungan sehingga akhirnya dapat
memicu konflik.
Secara sosiologis, konflik agama merupakan
bentuk konflik yang rumit, kompleks, dan sulit ditemukan

9
dapo.kemdikbud.go.id, “SMAS BPK 1 PENABUR BANDUNG,”
Dapo.Kemdikbud.Go.Id, last modified 2022,
https://dapo.kemdikbud.go.id/sekolah/CF801857663FEE558A73.

17
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

solusinya. Tidak jarang konflik-konflik agama seperti ini


terbengkalai dan nyaris tak terselesaikan.
Dari beberapa kasus yang terjadi, khususnya di
Indonesia, ketegangan seringkali bersumber pada
rendahnya kualitas komunikasi antarpemeluk agama yang
berbeda. Kalaupun ada upaya formal dalam bentuk dialog
antar umat beragama, dialog-dialog tersebut cenderung
mengabaikan faktor substarnsi seperti layaknya sebuah
dialog. Dialog cenderung monoton dan satu arah,
sehingga tidak ditemukan solusi penyelesaian konflik.
Atas dasar kasus tersebut, diperlukan bentuk tindakan
yang dapat menjembatani ketegangan, sehingga konflik
dapat dicegah secara dini.
Ketegangan hubugan antarumat beragama kerap
memicu persoalan yang sulit diselesaikan. Hanya karena
berbeda paham tentang pendirian rumah ibadah,
misalnya, masing-masing umat pemeluk agama-agama
yang berbeda dapat saja terprovokasi sehingga dapat
memicu terjadinya hubungan yang semakin merenggang.
Padahal, di sisi lain, perbedaan kepenganutan agama
sudah menjadi fakta yang tidak bisa dihindari. Ia sudah
menjadi keniscayaan masyarakat dunia, terutama sebagai

18
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

akibat dari semakin intensifnya interaksi dan komunikasi


antarpemeluk agama yang berbeda, baik karena interaksi
yang secara alamiah dibutuhkan maupun karena
perkembangan teknologi komunikasi yang makin
mkengikat kehidupan.
Pendidikan adalah salah satu aspek dalam
kehidupan manusia. Pendidikan dapat dilakukan melalui
proses pembelajaran dalam kelas, interaksi dengan guru
dan sesama murid lainnya. Setiap pendidikan memiliki
tujuan sendiri untuk mempersiapkan murid menuju target
yang diharapkan. Sebagaimana Warnock menyatakan
yang dikutip dalam buku Batu Loncatan Kurikulum,
bahwa guru tidaklah mungkin bersikap netral dalam
mengajar (Van Brummelen, 2008).
Pendidikan Kristen dapat dilaksanakan dalam
sebuah institusi Sekolah Kristen. Sekolah adalah institusi
sosial tempat para murid belajar tentang dunia dan tempat
mereka berada untuk menjalani kehidupan serta tugas
panggilan di dalamnya (Edlin, 2014). Sekolah Kristen
menginginkan agar tujuan mereka mencerminkan
pandangan hidup Alkitabiah (Van Brummelen, 2008).
Dalam memenuhi tujuan sekolah dan pendidikan maka

19
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

perlu ada sebuah dasar atau titik acuan yang mendukung


berjalannya pemenuhan tugas dari sekolah ini.
Sekolah memerlukan visi dan misi sekolah untuk
memenuhi tujuan sekolah. Suatu sekolah Kristen
memiliki visi dan misi yang berdasarkan Alkitab. Visi dan
misi tersebut tercatat dalam Buku Panduan Siswa. Visi
sekolah tersebut yaitu membentuk sebuah pendidikan
yang berpengetahuan sejati, memiliki iman di dalam
Kristus dan memiliki karakter Ilahi. Visi tersebut
dituangkan dalam misi sekolah yaitu mengutamakan
keutamaan Kristus.
Adapaun sekolah yang akan penulis teliti yaitu
SMA BPK Penabur Bandung dengan mengarah ke
konteks Komunikasi Lintas Agama dan moderasi
beagama yang ada di lingkungan SMA BPK Penabur
Bandung tersebut.
SMA BPK Penabur Bandung memiliki visi yang
mengarah konteks keyakinan dan keimanan yaitu
“Menjadi lembaga pendidikan Kristen unggul dalam
Iman, Ilmu, Pelayanan”. Begitupun misinya yaitu
“Mengembangkan potensi peserta didik secara optimal

20
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

melalui pendidikan dan pengajaran bermutu berdasarkan


nilai-nilai Kristiani”

Hasil Penelitian Lapangan Sementara


1. Jumlah guru pada SMAK 1 BPK PENABUR
Bandung : 130 dengan presentase 5% Tenaga
pendidik yang memeluk agama Islam.
2. Jumlah siswa dan siswi yang tedapat pada SMAK 1
BPK PENABUR BANDUNG : 1000, adapun siswa
dan siswi yang memeluk agama islam, yakni
berjumlah total sebanyak 10 orang siswa serta siswi
yang beragama islam.
3. Kami menemukan bahwa tidak ada tempat ibadah di
sekolah SMAK 1 BPK PENABUR BANDUNG,
namun hanya terdapat aula yang bisa di jadikan
alternatif tempat ibadah.
4. Pada dasarnya komunikasi lintas agama berjalan
dengan rukun, damai dan sangat bertoleransi tinggi,
kami juga menemukan agama lain selain kristen dan
islam diantaranya ada konghucu dan katolik.
5. Kami menumukan hal yang bertentangan dengan
dengan keseharian aktifitas ibadah wajib yang

21
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dijalankan umat muslim yaitu salah satunya ibadah


shalat jum’at dimana shalat jumat merupakan
kewajiban bagi seorang umat muslim, pihak staf
meyatakan bahwa tidak boleh keluar dari area sekola
selama pembelajaran. Staf menyatakan bahwasanya
ibadah hanya praktek individu saja.
6. Dalam mata pelajaran pendidikan agama kristen,
siswa yang beragama islam di perbolehkan mengikuti
dengan berdiam diri di kelas ataupun di luar kelas
dalam hal ini pihak SMAK BPK PENABUR
BANDUNG memberikan fleksibilitas

KOMUNIKASI LINTAS AGAMA


Indonesia adalah sebuah bangsa di mana
masyarakatnya bercorak plural. Pluralitas tersebut
ditandai dengan ciri yang bersifat horizontal maupun
vertical. Ciri horisontal terlihat dari adanya berbagai
kesatuan sosial yang terbentuk berdasarkan perbedaan
suku bangsa, adat-istiadat, budaya dan agama. Sementara
ciri vertikal terbentuk akibat adanya perbedaan-perbedaan
strata sosial atas dan bawah berdasarkan faktor ekonomi
dan politik seperti status sosial-ekonomi kuat dan lemah,

22
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

elit- penguasa dan masyarakat biasa. Stratifikasisosial


tersebut dapat dilihat berdasarkan kemampuan dan
penguasaan dalam bidang ekonomi, politik, ilmu
pengetahuan, dan sebagainya.
Struktur masyarakat Indonesia yang seperti itu
menunjukkan dengan jelas bahwa masyarakat bangsa ini
bersifat majemuk. Masyarakat majemuk, kata Furniva
sebagaimana disitir Shepsle, adalah masyarakat yang
terdiri dari dua atau lebih elemen dan tatanan sosial yang
hidup berdampingan tetapi tidak berintegrasi dalam satu
kesatuan politik. Kemajemukan tersebut merupakan
kekayaan bangsa yang sangat bemilai, namun peda sisi
yang lain pluralitas tersebut dapat menjadi hambatan
yang serius bagi inlegrasi sosial dan pembangunan
nasional. Terlebih jika stratifikasi sosial berbenturan
dengan differensiasi sosial, maka konflik yang eksesif
seringkali tidak dapat dielakkan.
Selain itu, sebagaim ana diungkap oleh Ted Gurr,
sebagai negara yang sedang berada dalam tahap awal
demokrasi, Indonesia memiliki resiko tinggi untuk
menghadapi konflik kekerasan. Negara yang sedang
dalam masa transisi menunju demokrasi berada dalam

23
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

periode tidak stabil dan pada banyak hal tidak fungsional


sehingga kehilangan kapasitas represif untuk
menciptakan ketertiban. Karena itu, tahap transisi
seringkali dianggap sebagai tahap yang diwarnai oleh
ketidak-pastian dan dipenuhi oleh pergesekan antar
berbagai kepentingan, termasuk berdasarkan kepentingan
agama.
Menurut Sofyan, terdapat tiga kecenderungan
kritis yang selalu dihadapi oleh setiap anggota
masyarakat majemuk sebagaimana Indonesia. Pertoma,
masyarakat majemuk mengidap konflik yang kronis
dalam hubungan-hubungan antar kelornpok. Walaupun
dapat dicapai kompromi pada platform tertentu, namun
hal itu belum menutup kemungkinan pecahnya konflik
lanjutan. Pertama, sebagai bentuk kompromi di antara
unsur-unsur masyarakat majemuk di Ambon misalnya,
telah pecah menjadi konflik kekerasan yang mengerikan
sejak Januari 1999. Kedua, pelaku konflik cenderung
memandang ketegangan dari perspektifnya sendiri,
sehingga bukannya tidak mungkin ia melihat konflik
sebagai genderang perang habis-habisan. Konflik
bernuansa suku, agama, ras, dan antar-golongan, pada

24
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

umumnya berhiaskan kecenderungan tersebut. Ketiga,


proses integrasi sosial temyata lebih banyak tetjadi
melalui suatu dominasi ras atau suatu kelompok oleh
kelompok lain, bukan didasarkan alas persamaan derajat.
Salah satu konflik yang sering muncul paska
runtuhnya Orde Lama adalah kerusuhan bernuansa etnis,
antar-golongan maupun antar pemeluk-agama. Selain itu,
juga terjadi bentrok fisik seperti penyerangan dan
perusakan tempat-tempat ibadah. Kerusuhan di kota
Semarang pada tahun 1912 merupakan contoh konflik
yang melibatkan antar-umat beragama. Kerusuhan
tersebut diawali dari kemarahan orang Islam terhadap
sekelompok orang Cina yang telah menggangu dan
menodai mushola dengan cara menabuh bunyi-bunyian
dari kaleng ketika para jama'ah sedang melaksanakan
sholat. Hal itu memancing kernarahan para jamaah dan
rnenimbulkan ketegangan di antara dua belah pihak.
Ketegangan semakin besar dan meledak menjadi
kerusuhan dan kekerasan yang memakan korban ketika
terjadi provokasi oleh kelornpok orang Cina dengan
rnelempar sepotong daging babi ke dalarn rnushola.

25
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Walaupun skalanya tidak separah konflik Hindu-


Islam di India, namun kenyataan itu sangat
memperihatinkan. Konflik antar-agama, ras, ataupun
antar golongan tersebut bukan saja melukiskan
pertentangan antar kelornpok dalam rnemperebutkan
sumber daya, namun juga telah menggeroti persaudaran,
persatuan dan rasa kebangsaan. Konflik tersebut telah
menelan banyak korban yang tidak berdosa. Namun,
sayangnya selama rezim Orde Baru, konflik-konflik
bemuansa SARA merupakan sesuatu yang ditabukan
untuk diekspose sehingga tidak pernah terungkap secara
tuntas.
Menurut laporan penelitian UNSFIR sebagaimana
dikutip Varshney, dalam kurun waktu 1990-2001 di 28
propinsi, terjadi insiden kekerasan kolektif sebanyak
4.270 kali dengan jumlah korban mencapai 11.160 orang
meninggal. Dari 3.608 insiden dengan korban 10. 758
orang yang terjadi di 14 propinsi pada kurun 1991-2003
tersebut, insiden kekerasan etno-komunal hanya terjadi
sebanyak 599 kali atau 17%, namun menyebabkan
kematian hampir 90% dari total korban jiwa. lni berarti
bahwa kekerasan kolektif dalam bentuk etno-komunal

26
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

jarang terjadi, namun jika terjadi akan memakan korban


yang lebih besar dibanding kekerasan bentuk lainnya.
Kategori etno-komunal yang memakan banyak
korban adalah konflik yang berkaitan dengan kerasan
etnis, agama, dan sektarian. Dari 599 insiden konflik etno-
komunal yang menyebabkan jatuhnya 9.612 tersebut,
konflik berdasarkan agama khususnya Muslim-Kristen,
menduduki posisi tertinggi dengan 433 insiden dan
menyebabkan jatuhnya korban 5.452 jiwa. Data Litbang
Kompas dan Pelayanan Krisis dan Rekonsiliasi KW tahun
1998-2003 juga menunjukkan betapa besarnya jumlah
korban meninggal akibat kekerasan, yaitu 12.651 orang.
Jumlah terbesar di Maluku Utara (3.244 orang) Aceh
(2.929), Maluku (1.602), Jakarta (1.190), Kalteng (817),
dan Kalbar (688). Korban-korban tersebut, antara lain
disebabkan oleh hilangnya keadaban publik saat kaum
minoritas kesulitan menjalankan hak paling asasi untuk
beribadah.
Walaupun konflik-konflik yang selama ini terjadi
hanya bersifat lokal, namun beberapa di antaranya
berdampak secera nasional. Menurut Taufik Abdullah,
ada beberapa pola yang dapat diidentifikasi dari konflik

27
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

tersebut, yaitu: Pertama, pola Situbondo, kejadiannya


merupakan ketersinggungan rasa keagamaan. Kedua, pola
Pekalongan, kejadiannya tentang sentimen tingkat
kepemilikan asset ekonomi. Ketiga,
Pola Tanah Abang Jakarta, kejadiannya merupakan
perlawanan terhadap perlakuan penguasa. Keempat, pola
Sanggau Ledo Kalimantan Barat, kejadiannya merupakan
persinggungan antar suku. Kelima, pola Timor-Timur
kejadiannya menyangkut masalah integrasi.
Menurut Magenda, ada tiga sebab mengapa
konflik Indonesia, terutama sejak tahun 1967 hingga
akhir 1970-an sering terjadi. Pertama, karena diakuinya
secara resmi agama-agama pada masa awal Orde Baru.
Akibat diakuinya secara resmi lima agama, terjadi proses
intensifikasi penyebaran dan pendalaman agarna, yang
mempengaruhi hubungan antar pemeluk agama. Konflik
sering terjadi karena seringkali sasaran penyebaran agama
tersebut adalah mereka yang justru sudah beragama resmi.
Kedua, adanya internasionalisasi kehidupan beragama,
termasuk penyebarannya. Tidak sebagaimana pada era
Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin yang

28
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

penyebaran agama dengan bantuan asing sangat dibatasi,


sejak tahun
1966 mengalir deras bantuan-bantuan untuk untuk
pengembangan semua agama dari luar negeri. Ketiga,
adalah konsekuensi dari hasil pembangunan Orde Baru ltu
sendiri. Di kalangan agama-agama, lahir kelas-kelas
menengah baru di mana mereka ikut mendukung
kegiatan-kegiatan keagamaan. Maka, di sana-sini muncul
kegiatan keagamaan yang semarak, baik yang bersifat
fisik maupun ritual formal, berkat dukungan materi yang
besar tersebut.
Senada dengan itu, menurut Susetyo, salah satu
penyebab rendahnya kualitas kerukunan antar-umat
beragama di Indonesia adalah masih terlalu simboliknya
orientasi beragama yang dikembangkan masyarakat.
Orientasi beragama yang hanya sekedar to haue religion
bukan to be religion disertai pemakaian agama sebagai
alat legitimasi pemerintah, menyebabkan agama
kehilangan jati diri dan nuraninya sebagai entltas
pembawa kedamaian dan keadilan. Karena itulah perlu
dikembangkan wacana komunikasi lintas agama sebagai
upaya untuk sating memahami, meningkatkan

29
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

kepercayaan sosial, dan merekatkan kohesi sehingga


dapat menumbuhkan modal sosial yang sangat
diperlukan dalam membangun masyarakat yang plural.
Hal tersebut memang mudah untuk diucapkan namun
bukan pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan.
Terbukti dengan masih seringnya terjadi konflik
bernuansa agama walaupun "proyek kerukunan antar
umat beragama" sudah dilakukan pemerintah sejak tahun
tujuh puluhan melalui Trilogi Kerukunan Beragama.
Konflik-konflik yang terjadi, apapun motifnya,
telah membawa dampak yang sangat besar terhadap
kehidupan masyarakat, memperlebar jurang pemisah
sosial, melunturkan persaudaran, meninggalkan dampak
psikologis yang sulit untuk dlhilangkan, dan meluluh-
lantakan modal sosial yang telah ada. Untuk itu, perlu
dicari mekanisme agar konflik dan kekerasan tidak
berlanjut dan semakin banyak memakan korban.
Salah satu jalan keluar yang paling banyak
dilakukan untuk mengatasi konflik antarumat beragama
selama ini adalah mediasi yang menekankan pada
kesepakatan damai antar pemeluk agama. Namun,
menurut Suwarno, cara mediasi tersebut kurang cocok

30
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

untuk kondisi di lndonesia. lni terbukti dari konflik-


konfllk yang terjadi berulangkali walaupun sudah ada
kesepakatan damai. Hal ini bukan disebabkan adanya
keengganan pihak-pihak yang berkonflik untuk sating
berdamai, namun lebih dikarenakan rendahnya sikap
sating pengertian dan terbatasnya komunikasi lintas
agama. Karena itu, upaya yang lebih diperlukan untuk
meminimalisir konflik antar umat beragama adalah usaha
yang mengarah pada upaya sating memahami antar
kelompok agama yang berbeda. Hal itu dapat dilakukan
melalui peningkatan komunikasi lintas agama sehingga
menumbuhkan sikap saling percaya, melahirkan
Jaringan, dan mambangun modal sosial untuk hidup
bersama secara lebih baik dalam masyarakat yang
bercorak pluralistik.
Secara sosiologis, ada dua proses yang
mempengaruhi perilaku kelompok secara mendalam dan
menyeluruh. Pertama, integrasi sosial, yakni
kecenderungan untuk saling menarik, tergantung dan
menyesuaikan diri, Kedua, diferensiasi sosial, yakni
kecenderungan ke arah perkembangan sosial yang

31
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

berlawanan seperti pembedaan menurut ciri biologis


manusia atau atas dasar agama, jenis kelamin, dan profesi.
Secara horizontal, dinamika integrasi sosial di
suatu masyarakat mejemuk sangat ditentukan oleh dua
hal; yakni konfigurasi dasar struktur sosial masyarakat
berdasarkan parameter nominal; serta karakter hubungan
antara berbagai parameter struktur sosial tersebut.
Parameter nominal seperti mayoritas-minoritas,
barat-timur selalu menimbulkan gesekan-gesekan, yang
jika tidak dapat dikompromikan akan menyebabkan
pecahnya konflik. Seringkali terjadi, konflik yang semula
berdimensi antarindividu meningkat eskalasinya dengan
adanya sentiment kolektif sehingga menimbulkan
radikalitas pada suatu kelompok.
Sentimen kolektif disebabkan oleh banyak Iektor,
Alam, lingkungan, dan dianggap memiliki pengaruh yang
kuat terhadap struktur sentiment kolektif sekelompok
manusia. Penduduk agraris misalnya, dianggap memiliki
karakter kejiwaan yang tenang, normal, mudah
bergotong royong, dan gampang menerima orang lain.
Berbeda dengan penduduk padang pasir yang dianggap
mudah curiga akan orang asing sehingga untuk masuk ke

32
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

lingkungan mereka orang asing perlu meyakinkan mereka


bahwa ia bukan musuh dan tidak membawa senjata.
Setiap masa melahirkan corak sentimen kolektif
hasil dari faktor yang beragam dan perbedaan ruang dan
waktu. Situasi dan kondisi telah menciptakan struktur dan
budaya tersendiri bagi generasi-generasi manusia. Pada
akhirnya, sentimen kolektif memiliki hubungan yang
sangat erat dengan sistem nilai dan ide suatu masyarakat
yang selalu berubah sesuai situasi dan kondisi. Konflik,
kerusuhan dan peperangan terkadang juga lahir karena
sentiment kolektif sekelompok pengikut agama atau
aliran keagamaan karena kebencian dan kedengkian.
Kasus berlarutnya konplik di Poso maupun di Ambon,
antara lain juga ditengarai oleh adanya sentiment kolektif
keagamaan lersebut. Dengan alasan untuk membela
saudara-saudara seagama atau seimannya, kelompok-
kelompok tertentu dari luar wilayah konflik masuk dan
ikut memperkeruh suasana yang sudah kacau. Demikian
pula keterlibatan pihak keamanan yang tidak netral karena
cenderung kelompok yang seagama dengannya.
Dalam kaitannya dengan agama negara, terdapat
beberapa perbenturan peran yang menyebabkan

33
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

munculnya dilema etis. Pertama, eksklusivisme agama.


Walaupun negara mengakui adanya pluralitas dan
memenuhi harapan semua kelompok yang eksis, namun
masih terdapat harapan-harapan yang tidak
terakomodasikan. Hal ini menyebabkan munculnya
ketidakpuasan karena negara dianggap kurang cukup
akomodatif terhadap kelompok tertentu dan terlalu
mengistimewakan kelompok lainnya. Kedua, puritanisme
agama. Ketika negara dirasakan semakin sekuler
semangat puritanisme akan meningkat dan mencoba
melepaskan diri dari kesatuan masyarakat pada
umumnya. Hal tersebut menyebabkan mereka semakin
eksklusif dan loyalitasnya pada negara semakin tipis.
Ketiga, dilema yang muncul dari kuatnya rasa solidaritas
umat beragama di seluruh dunia. Bila kebijakan negara
tidak mewakili harapan kelompok masyarakat yang
mendapat dukungan solidarilas global, maka akan terjadi
dilema loyalitas. Keempat, dilema soal kepatuhan. Baik
negara maupun agama sama-sama memiliki legitimasi,
hak, dan kewajiban untuk menuntut kepatuhan yang
sifatnya mutlak atas individu, Jika negara memerintahkan
sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma agama,

34
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

maka akan terjadi dilema kepatuhan. Kelima, dilema


wewenang idiologis.
Idiologi adalah dogma yang menuntut kepatuhan
dan kepercayaan, padahal di sisi lain, kepercayaan adalah
wewenang khas agama. Jika di antara ideologi dan agama
tidak bisa sinkron, maka akan terjadi benturan yang kronis
sehingga memunculkan gerakan bercirikan separatisme.
Pemberontakan Darul lslam/Tentara Islam Indonesia,
Gerakan Rakyat Maluku Selatan, dan Gerakan Aceh
Merdeka adalah beberapa contoh yang menunjukkan
adanya dilema wewenang idiologis. Mengamati berbagai
fenomena komplik antar umat beragama, dapat ditemukan
setidak-tidaknya tiga titik api sebagai pemicu persoalan.
Pertama, menyangkul penghampiran idiologi
terhadap ajaran dan nilai-nilai agama. Agama menjadi
dogmalis, kemudian penuh dengan penafsiran yang
harus ditaali, sehingga muncul gerakan
fundamentalisme dan puritanisme. Kekecewaan yang
berlarut akan menjadikan mereka semakin fundamentalis
dengan fanatisme keagamaan yang relatif sempit.
Ketertutupan mereka lerhadap dialog-dialog mencari
kebenaran illahi sesuai konteks kehidupan masa sekarang

35
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

akan membual situasi bagaikan bara dalam sekama yang


akan meledak jika dipaksa berdialog dengan unsur
masyarakat lain yang tidak sama pendiriannya.
Kedua, diseretnya agama secara paksa untuk
memasuki wilayah kepenlingan pemeluknya, yang
seringkali bersifat parsial dan menguntungkan kelompok
tertentu. Menurut Berger, agama merupakan alat
legitimasi yang paling efektif sehingga sering dipakai
sebagai jubah untuk memperjuangkan kepentingan
tertentu, termasuk polilik.
Ketiga, kebenaran illahiah pada setiap agama
merupakan peniup iklim yang destruktif. Semua
mengunggulkan agamanya masing-masing sebagai yang
paling suci, agung, dan benar.
Pada dasarnya konflik antar umat beragama lebih
disebabkan oleh ambiguilas sikap dan keserakahan
manusla. Pemahaman yang tidak dilakukan secara
terbuka terhadap nilai esensial fundamental agama
banyak melahirkan distorsi. Akibatnya agama nampak
sebagai pemicu konflik, padahal esensi agama adalah
rangkaian solusi untuk menemukan problem-problem
manusia baik dalam dimensi duniawi maupun akherati.

36
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Sejak meluasnya gelombang demokratisasi pada


dekade 1970-an yang berhasil meruntuhkan tembok-
tembok otoritarinisme di berbagai belahan dunia,
demokrasi muncul sebagai idiologi yang diyakini sebagai
pilihan terbaik untuk menjamin hak asast manusia di satu
sisi dan memelihara integrasi negara-negara di pihak lain.
Demokrasi dianggap sebagai pllihan ideal untuk
menemukan tatanan kehidupan negara bangsa yang jauh
dari kekerasan di tengah pluralisme idenlitas budaya.
Bagi bangsa Indonesia, pluralisme adalah realitas
yang tidak dapat diingkari dengan melihat banyaknya
penduduk yang mendiami puluhan ribu kepulauan,
menggunakan banyak bahasa ibu, beragamanya agama
dan kepercayaan yang ada, etnis, budaya, dan stratifikasi
sosial yang berimplikasi pada beragamnya kepentingan.
Perbedaan-perbedaan tersebut menuntut kita untuk mau
dan harus hidup bersama dalam perbedaan, menjalin
kerjasama dan saling mendukung untuk menciptakan
bangsa yang kuat.
Pada masa Orde Baru, untuk meminimalisir
konflik yang mungkin muncul sebagai akibat banyaknya
perbedaan, pemerintah melakukakan kebijakan

37
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

penyeragaman dalam berbagai aspek, termasuk agama.


Melalui serangkaian peraturan pemerintah, rezim yang
berkuasa memaksa masyarakat yang memang berbeda
dalam banyak hal, untuk menyesuaikan diri dengan
kebijakan yang ada demi stabilitas nasional. Akibatnya,
kebebasan individu dan kelompok sangat dibatasi
sehingga memiskinkan kreatlvitas masyarakat dalam
mengahadapi persoalan- persoalan yang muncul. Strategi
pemerintah tersebut terbukti kurang tepat karena stabilitas
yang dihasilkan hanyalah bersifat semu. Konflik-konflik
yang ada disembunyikan dari permukaan, bukannya
dicari pemecahannya. Akibatnya muncul situasi seperti
bara dalam sekam, di mana konflik tersebut sewaktu-
waktu dapat terjadi dan membakar begitu ada pemicu
yang memungkinkan. ltu terbukti dari tak terkendalinya
kerusuhan dan kekerasan dalam masyarakat begitu rezim
Orde Baru mulai goyah dan terancam hancur.
Hal tersebut masih berlangsung sampai saat ini di
mana di tengah masa transisi menuju demokrasi yang
seharusnya mengedepankan musyawarah, dialog bebas
dan setara ternyata masih disertai dengan budaya mau
menang sendiri, pemaksaan kehendak dan anarkisme.

38
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Situasi ini semakin mempersulit usaha membangun


masyarakat Indonesia yang adil-makmur sebagaimana
yang dicita-citakan pendiri bangsa.
Kehidupan demokrasi yang dipromosikan mampu
mengangkat kehidupan masyarakat lebih baik oteh kaum
reformasi setelah berhasil menjatuhkan rezim otorifer
Soeharto pada tahun 1998 sampai saat ini belum
menampakkan tanda-tanda akan terwujud. Justru yang
terjadi sebaliknya, kehidupan berbangsa ditandai oleh
meningkatnya konflik elit dan konflik fisik pada
masyarakat lapisan bawah. Konflik Muslim- Kristen di
Poso, Maluku dan Ambon, kekerasan etnis di Sarnpit,
terorisme, pengeboman di Jakarta, Ambon dan Bali,
pembakaran dan penyerangan tempat ibadah di berbagai
daerah mewarnai transisi dan rezirn otoriter ke demokrasi.
Peristiwa-peristiwa tersebut bukan saja memakan korban
fisik dan harta benda namun juga mengakibatkan puluhan
ribu jiwa melayang. Hal ini sangat kontradiktif dengan
klaim penggiat demokrasi yang yang sangat yakin bahwa
demokrasi merupakan pintu menuju kehidupan yang
damai dan sejahtera di tengah pluraiisme yang ada.

39
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Salah satu sebab munculnya kekerasan atas nama


agama adalah dominannya aspek normatifitas ajaran
agama yang dipegang teguh oleh para pemeluknya.
Terialu dipegang teguhnya aspek normalifitas dan
diabaikannya dimensi historisitas dari keberagamaan
seseorang atau kelompok memang tidak begitu menjadi
masalah pada masyarakat yang bersifat homogen secara
keagamaan. Namun pada masyarakat yang heterogen,
sebagaimana Indonesia, hal itu dapat menimbulkan
konllik yang memicu kekerasan antar umat beragama.
Banyaknya konplik bernuansa keagamaan yang
terjadi di berbagai belahan dunia menyebabkan banyak
pihak yang mengabalkan peran agama dalam masyarakat
modern, bahkan menganggap agama bertentangan dengan
nilai-nilai yang ada pada masyarakat modern. Pemikiran
tersebut, menurut Hikam, kebanyakan didasarkan
pada pemikiran dikotomis Weber yang
mempertentangkan antara kesadaran keagamaan versus
kesadaran rasional. Menurut Weber, gerakan keagamaan
umumnya dilihat dalam bentuk reaksi melawan
modernitas, dan akibatnya, para pengamat seringkali

40
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

gagal memperhitungkan sumbangan polltik mereka


terhadap pertumbuhan masyarakat sipil.
Dalam kehidupan masyarakat modem yang
pluralistik, masyarakat sipil merupakan agen penting
untuk membatasi pemerintah otoriter, memperkuat
pemberdayaan rakyat, mendorong perubahan dan
mendesakkan demokratisasi. Putnam melalui studi
komparatifnya tentang efektivitas pemerintahan daerah di
Italia Utara dan Selatan menunjukkan bukti bahwa
"jaringan kerja keterlibatan sipil" yang dikembangkan
oleh "asosiasi-asosiasi sipil" berpengaruh terhadap
keberhasilan demokrasi. Putnam berargumentasi bahwa
desentralisasi menumbuhkan modal sosial dan tradisi
kewargaan. Partlsipasi demokratis warga telah
meningkatkan komitmen warga maupun hubungan-
hubungan horizontal seperti kepercayaan, toleransi,
kerjasama, dan solidaritas yang membentuk komunitas
sipil.
Asosiasi-asosiasi sipil telah membuka kesempatan
kepada anggota-anggota masyarakat untuk semakin
mengintensifkan komunikasi dan membentuk pengertian
bersama. Sebagaimana diungkapkan Patrick Wilson,

41
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

demokrasi adalah kornunikasi dalam ruang publik yang


beradab di mana orang dapat sating berbicara dalam
masalah bersama, membentuk nasib bersama. Dan nasib
bersama itu adalah terlindunginya warga negara dari
kekerasan, ancaman, dan state terorism. Hal ini sejalan
dengan pandangan Jurgen Habermas yang menekankan
pentingnya tindakan komunikalif bagi tegaknya
demokrasi. Bagi Habermas sebagaimana dikutip
Pumomo, proses demokrasi sebenamya merupakan
aktualisasi tindakan komunikatif dalam kehidupan
berbangsa dan bemegara. la menekankan, berbicara
adalah tindakan dan perbuatan yang menumbuhkan saling
pengertian tentang aneka kondisi yang rnengatur tindakan
bersama sehingga hidup bersama yang adil dan sejahtera
menjadi mungkin. ltulah komunikasi yang beradab.
Untuk dapat berlangsungnya komunikasi yang
beradab, masing-masing partisipan yang terlibat di
dalamnya harus mau sating membuka diri, menghargai
pihak lain, dan mengembangkan sikap sating percaya.
Tanpa itu, maka komunikasi akan banyak mengalami
hambatan bahkan tidak mustahil mendatangkan konplik.

42
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Dalam kaitannya dengan konflik antar umat


beragama, sangat dimungkinkan salah satu faktor
penyebabnya adalah kurangnya komunikasi dan saling
pengertian dikarenakan kebijakan pemerintah yang
membuat sekat-sekat di antara komunitas-komunitas
keagamaan yang ada. Sebagaimana dikatakan Hikam,
selama orde baru agama dan komunitas keagamaan
berada dalam posisi defensif berhadapan dengan
kekuasaan negara dan hegemoni ideologisnya. Begitu
hegemoniknya pemerintah dan lemahnya komunitas
keagamaan menyebabkan sebagian besar organisasi
keagamaan menarik diri dari kegiatan politik dan
mengaihkan perhatiannya pada kegiatan sosial, seperti
pendidikan dan dakwah. Kepemimpinan agama juga
melemah, dan sebagian di antara bahkan telah dikooptasi
oleh negara sehingga tidak berani kritis lagi. Jika pun ada
gerakan yang mencoba mengimbangi hegemoni negara
bisa dipastikan tidak berumur panjang karena pasti segera
'diberangus' oleh penguasa orde baru.
Menyadari keadaan tersebut, beberapa aktivis dan
tokoh-tokoh agama mencoba menggeser arah perjuangan
melalui redefinisi peranannya dalam upaya

43
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

mengembangkan masyarakat sipil. Menurut pemikiran


ini, gerakan keagamaan tidak harus diarahkan pada
penguasaan politik namun dapat menegakkan
perjuangan demi keadilan sosial dalam masyarakat
sipil. Munculnya lembaga-lembaga swadaya masyarakat
berbasiskan keagamaan ataupun lintas agama diharapkan
dapat menjadi motor bagi upaya-upaya pemerkuatan
sosial. Gerakan-gerakan tersebut harus mampu
menawarkan altematif yang lebih baik bagi masyarakat
luas, bukan hanya untuk komunitasnya sendiri. Karena
itu, kornunitas- komunitas berbasiskan agama harus
bersifat inldusif, demokratis, toleran, dan damai.
Dengan keempat ciri tersebut, maka mereka harus
menerima dan menghargai pluralitas agama dan budaya.
Sikap yang harus dikembangkan bukanlah memono- poli
kebenaran, namun sikap saling menghargai dan
menghormati. Kurang berkembangnya keterbukaan inilah
yang seringkali mengakibatkan munculnya sikap terlalu
mementingkan kelompoknya sendiri dan menganggap
kelornpok lainnya yang tidak sejalan sebagai "musuh"
yang harus dihadapi. Pluralitas adalah sunatullah,
keragaman merupakan relaitas yang tak terbantahkan.

44
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Pluralitas dan keragaman - sosial, budaya, politik,


maupun agama dalam masyarakat merupakan kekayaan
suatu bangsa. Namun, di samping bemilai positif,
pluralitas juga dapat berdampak negatif jika tidak
dapat dikelola dengan baik. Hal tersebut telah terbukti
dengan terjadinya banyak konflik berbasiskan
perbedaan- perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Salah satu konflik yang banyak membawa korban
adalah konflik agama, baik sesama pemeluk agama yang
sama ataupun yang melibatkan pemeluk antar-agama.
Sangat sulit untuk mengharapkan peran
pemerintah semata-mata dalam mengatasi konflik
antar kelornpok, termasuk kelornpok- kelompok agama
dalam masyarakat. Karena, alih-alih sebagai penengah
konflik, pemerintah seringkali justru muncul sebagai
sumber konflik dan berusaha melanggengkan konflik
antar kelompok tersebut demi kepentingan kekuasaan.
Karena itu, masyarakat harus meningkatkan dan
mengintensifkan komunikasi di antara komunitas-
komunitas keagamaan yang ada. Jika komunitas-
komunitas keagamaan dapat mengembangkan sikap
keterbukaan, dernokratlk, toleran, dan damai maka peran

45
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

mereka datang mengembangkan masyarakat sipil akan


semakin meningkat karena mereka telah menanam benih-
benih modal sosial yang diperlukan bagi terciptanya
masyarakat sipil.
Keragaman atau pluralitas yang sudah menjadi
keniscayaan masyarakat dunia saat ini membutuhkan
model pengelolaan yang dapat diterima masing- masing
pihak. Kelengahan dalam pengelolaan sosial potensi
keragaman ini dapat menimbulkan ketidakharminisan,
dan bahkan konflik. Termasuk ke dalam kategori ini
konflik agama, yaitu konflik yang salah satunya, dipicu
oleh ketegangan hubungan sehingga akhirnya dapat
memicu konflik. Secara sosiologis, konflik agama
merupakan bentuk konflik yang rumit, kompleks, dan
sulit ditemukan solusinya. Tidak jarang konflik-konflik
agama seperti ini terbengkalai dan nyaris tak
terselesaikan.
Dari beberapa kasus yang terjadi, khususnya di
Indonesia, ketegangan seringkali bersumber pada
rendahnya kualitas komunikasi antarpemeluk agama yang
berbeda. Kalaupun ada upaya formal dalam bentuk dialog
antar umat beragama, dialog-dialog tersebut cenderung

46
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

mengabaikan faktor substarnsi seperti layaknya sebuah


dialog. Dialog cenderung monoton dan satu arah,
sehingga tidak ditemukan solusi penyelesaian konflik.
Atas dasar kasus tersebut, diperlukan bentuk tindakan
yang dapat menjembatani ketegangan, sehingga konflik
dapat dicegah secara dini.
Perbedaan agama yang dianut oleh para aktor
komunikasi tidak menghalangi rasa empati untuk
mengekspresikan kesadaran solidaritas sebagai sesama
manusia. Rasa empati tumbuh karena kesadaran
kemanusiaan yang tulus dan utuh. Rasa empati
merupakan kunci penting akrtivitas komunikasi, sehingga
direkomendasikan untuk meningkatkan kompetensi
komunikasi masyarakat plural, dan dikembangkan sejak
usia yang sangat dini.
Ketegangan hubugan antarumat beragama kerap
memicu persoalan yang sulit diselesaikan. Hanya karena
berbeda paham tentang pendirian rumah ibadah,
misalnya, masing-masing umat pemeluk agama-agama
yang berbeda dapat saja terprovokasi sehingga dapat
memicu terjadinya hubungan yang semakin merenggang.
Padahal, di sisi lain, perbedaan kepenganutan agama

47
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

sudah menjadi fakta yang tidak bisa dihindari. Ia sudah


menjadi keniscayaan masyarakat dunia, terutama sebagai
akibat dari semakin intensifnya interaksi dan komunikasi
antarpemeluk agama yang berbeda, baik karena interaksi
yang secara alamiah dibutuhkan maupun karena
perkembangan teknologi komunikasi yang makin
mkengikat kehidupan.
Keragaman atau pluralitas yang sudah menjadi
keniscayaan masyarakat dunia saat ini membutuhkan
model pengelolaan yang dapat diterima masing-masing
pihak. Kelengahan dalam pengelolaan sosial potensi
keragaman ini dapat menimbulkan ketidakharminisan,
dan bahkan konflik. Termasuk ke dalam kategori ini
konflik agama, yaitu konflik yang salah satunya, dipicu
oleh ketegangan hubungan sehingga akhirnya dapat
memicu konflik. Secara sosiologis, konflik agama
merupakan bentuk konflik yang rumit, kompleks, dan
sulit ditemukan solusinya. Tidak jarang konflik-konflik
agama seperti ini terbengkalai dan nyaris tak
terselesaikan.
Dari beberapa kasus yang terjadi, khususnya di
Indonesia, ketegangan seringkali bersumber pada

48
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

rendahnya kualitas komunikasi antarpemeluk agama yang


berbeda. Kalaupun ada upaya formal dalam bentuk dialog
antar umat beragama, dialog-dialog tersebut cenderung
mengabaikan faktor substarnsi seperti layaknya sebuah
dialog. Dialog cenderung monoton dan satu arah,
sehingga tidak ditemukan solusi penyelesaian konflik.
Atas dasar kasus tersebut, diperlukan bentuk tindakan
yang dapat menjembatani ketegangan, sehingga konflik
dapat dicegah secara dini.
Tulisan ini bermaksud menawarkan satu solusi,
yaitu perlu dilakukannya komunikasi melalui pendekatan
komunikasi antarbudaya (cross- cultural communication).
Pendekatan ini diasumsikan dapat menjembatani
ketegangan, sehingga masalah-masalah hubungan antar
penganut agama yang berbeda dapat cair, dan masalah
apapun dapat ditemukan solusinya secara akomodatif dan
integratif.
PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Komunikasi lintasagama, atau komunikasi
antarpenganut agama yang berbeda dalam tulisan ini
dilihat dalam kerangka komunikasi antarbudaya. Tidak

49
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

jauh berbeda dengan peristiwa-peristiwa komunikasi pada


umumnya. Secara konseptual, komunikasi ini dapat
berlangsung antarpemilik budaya yang berbeda atau biasa
disebut komunikasi antarbudaya. Dalam konteks yang
berbeda, konsep komunikasi ini tidak berbeda
dengan komunikasi lintasbudaya. Bahkan, dengan
menggunakan peri yang sama, hanya karena berbeda
jenis kelamin saja, laki-perempuan, komunikasi dapat
dipandang sebagai komunikasi antarbudaya. Perbedaan
ini dilakukan hanya karena berbedanya cara pandang,
orientasi hidup, ataupun kepentingan, sehingga kedua
jenis kelamin manusia ini dapat dimasukkan ke dalam
kategori antarbudaya.
Komunikasi menjadi jembatan yang
menghubungkan kesederhanaan dan kompleksitas
keragaman sehingga terjadi pertukaran pikiran, saling
kirim pesan, saling ungkap perasaan, dan sebagainya.
Proses ini idealnya dapat berjalan secara efektif, dalam
pengertian bisa memberikan pengaruh sesuai tujuan
dilakukannya sebuah proses. Jika seseorang mengirim
sebuah pesan kepada orang lain dengan maksud agar
terjadi perilaku berjalan, misalnya, ia dikatakan efektif

50
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

bila terjadi sebuah gerakan berjalan pada sasaran pesan


itu. Perlu dicatat bahwa orang-orang yang menjadi
sasaran pengiriman pesan tidak sama. Mereka bervariasi,
memiliki watak, cita-cita, perasaan, dan ekspektasi yang
berbeda-beda. Untuk kebutuhan efektivitas, sekecil apa
pun perbedaan itu, tetap harus dipertimbangkan.
Perbedaan-perbedaan itu tetap dipertimbangkan agar
pemilihan cara-cara serta merumuskan pesan-pesannya
dalam proses yang dilaluinya tetap dapat berjalan lancar
dan efektif.Secara konsepsional, komunikasi antarbudaya
(intercultural communication) memang dibedakan dari
komunikasi lintasbudaya (cross-cultural communication)
Demikian pula dalam konteks agama. Jika
diadaptasi secara sederhana, komunikasi antaragama
berbeda dari komunikasi lintasagama. Masih dalam
konteks komunikasi, bahkan dibedakan pula dari
komunikasi antaretnik (interethnic communication),
komunikasi antarras (interracial communication), dan
komunikasi internasional (international communication).
Komunikasi antarbudaya, dalam pandangan Mulyana
(1996: v), sebenarnya lebih inklusif daripada komunikasi
antaretnik atau komunikasi antarras. Sedangkan

51
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

komunikasi antaragama, sederhananya, merupakan


ekspresi inklusif dalam proses komunkasi yang dilakukan
oleh orang-orang yang berbeda agama.
Komunikasi lintasagama menyiratkan sebuah
kesan eksklusivisme di antara para pemeluk agama yang
berbeda. Eksklusivisme sikap beragama pada gilirannya
akan membuat jarak yang lama-kelamaan dapat melebar
sehingga akhirnya masing-masing mengambil tempat
secara berseberangan satu sama lain. Pada posisi seperti
inilah klaim-klaim kebenaran (truth-claim) atas agamanya
masing-masing semakin memperkuat posisi dirinya tanpa
melihat kebenaran yang lain. Klaim kebenaran memang
sudah menjadi karakteristik dalam beragama. Namun,
bukan berarti tidak bisa dicairkan secara inklusif,
terutama untuk menghindari eksklusivisme yang tidak
produktif secara sosial.
Karena itu, komunikasi antaragama dapat dilihat
dalam banyak perspektif. Di antara perspektif yang
sulit ditinggalkan adalah adanya kenyataan perbedaan
agama yang semakin kuat di tengah masyarakat plural
seperti yang terjadi di banyak masyarakat dunia. Di
tengah terus meningkatnya globalisasi dalam beberapa

52
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dasawarsa terakhir, kehidupan umat beragama kian


dihadapkan pada kenyataan fenomena kehidupan
multikultural. Di sejumah negara yang berpenduduk
mayoritas muslim, realitas multikultural terus meningkat
seiring semakin terbukanya arus pertukaran
kebudayaan, baik melalui media massa maupun dinamika
keluar-masuk penduduk antarnegara maupun antardaerah.
Kenyataan yang sulit dihindari tersebut pada gilirannya
akan mendorong para pemeluk agama membuka diri
untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
Pluralitas masyarakat yang menjadi dampak
langsung dinamika sosial yang terjadi di dunia saat ini
menjadi semakin tidak lagi bisa dihindari. Tetapi, di sisi
lain, kebutuhan interaksi antara yang satu atas yang
lainnya, juga tidak bisa dihindari.
Komunikasi menjadi instrumen yang niscaya.
Komunikasi antar pelaku komunikasi yang berbeda-beda,
termasuk berbeda agama kini manjadi sesuatu yang
lumrah terjadi. Sudah semakin sulit saat ini ditemukan
sebuah komunitas dengan kondisi sosial yang homogen,
termasuk homogen dari sisi agama. Dinamika sosial
masyarakat perdesaan yang sebelumnya sangat homogen

53
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

juga kini sudah sulit ditemukan. Pertukaran penduduk


yang dengan sendirinya terjadi di desa-desa pun telah
“memaksa” penduduknya menjadi heterogen, termasuk
dalam bidang agama.
Selama ini, umumnya dialog-dialog antaragama
dilakukan dengan tidak mengedepankan kenyataan
multikultural masyarakatnya. Malah sebaliknya, ada
kecenderungan menafikan kenyataan itu dengan mencoba
mengungkap kesamaan-kesamaan yang memang sudah
menjadi ciri agama- agama. Bahwa semua agama itu
mengajarkan nilai-nilai kebaikan, ya! Tapi apakah hanya
dengan mengakui kesamaan-kesamaan itu lantas
terjadi toleransi? Jawabannya tentu tidak sesederhana itu.
Sebab kenyataan multikultural seperti yang terjadi di
Indonesia ini justeru menjadi kekuatan yang diakui
ataupun tidak telah mendorong perselisihan dan bahkan
konflik. Inilah potensi agama-agama yang sejatinya
dapat dibangunkan sebuah jembatan untuk
mempertemukan perbedaan-perbedaan itu.
Perlu dicatat bahwa jika menginginkan kerukunan
hidup beragama, tentu diperlukan toleransi. Namun, sikap
toleran sulit dibangun tanpa adanya inklusivisme sikap,

54
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

khususnya dalam beragama. Jadi, untuk kasus masyarakat


multiagama seperti di Indonesia, misalnya, jika
menginginkan kerukunan, sekaligus menghindari
ketegangan-ketegangan antarpemeluk agama yang
berbeda-beda, perlu dipupuk sikap inklusif dalam
beragama yang secara otomatis akan menghindari sikap-
sikap eksklusif dalam beragama. Sikap inklusif muncul
dengan tetap memelihara kesadaran adanya perbedaan.
Jadi, kenyataan perbedaan tidak bisa “dipaksanakan”
harus sama atau seolah-olah sama. Keterpakasaan tidak
akan memunculkan sikap kesamaan dan tidak pula akan
secara otomatis menjadi toleran. Sikap toleran tidak
berarti menafikan adanya perbedaan. Perbedaan tetap ada,
dan inilah yang memicu pentingnya memberikan
penghormatan terhadap perbedaan-perbedaan itu.
Pertanyaanya kemudian, mengapa harus
menggunakan pendekatan antarbudaya? Pasalnya karena
agama, dalam perspektif sosiologis, merupakan bagian
penting dari kebudayaan. Dalam ungkapan Malefijt
(1968: 1) disebutkan bahwa “Religion is one of the most
important aspects of culture studied by anthropologists
and other social scientists.”1 Bahkan, ia bukan saja

55
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

ditemukan dalam setiap masyarakat, melainkan juga


dalam setiap proses interaksi dengan institusi-institusi
kebudayaan lainnya. Karena itu, tidak berlebihan, paling
tidak secara akademik, jika perbedaan agama dapat pula
dilihat dalam kerangka perbedaan budaya. Agama dan
budaya memang berbeda. Perbedaan agama pun tentu
berbeda dengan perbedaan budaya. Tetapi dalam konteks
sosiologis, seperti disebutkan Malefijt di atas, agama
memang merupakan aspek terpenting dari sebuah
kebudayaan.
Secara akademik, para penstudi agama hampir
selalu menempatkan agama dalam konteks budaya.
Agama memang bukan atau tidak sama dengan
kebudayaan dan tidak berarti menyamakan agama dengan
kebudayaan. Dari perspektif keyakinan, hal tersebut perlu
diklarifikasi, terutama untuk menghindari anggapan yang
bisa mengundang kontroversi yang kurang produktif.
Agama tetap dibedakan dan memang berbeda dari
budaya, tetapi agama merupakan aspek terpenting dari
sebuah kebudayaan. Tanpa nilai-nilai yang dapat
mengikat antar individu sehingga menjadi satu komunitas
yang dapat saling berbagi, kebudayaan menjadi sesuatu

56
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

yang tidak mungkin ada, dan nilai-nilai itu dapat


ditemukan dalam agama. Jadi, agama ditempatkan
sebagai aspek terpenting (the most important aspects)
dalam sebuah kebudayaan.
Karena itu, gagasan membangun kerukunan
hidup beragama digunakan pula pendekatan budaya,
sehingga jika salah satu persoalannya terletak pada
aktivitas komunikasi yang diperankan oleh para pemeluk
agama yang berbeda-beda, maka pendekatan komunikasi
antarbudaya dapat menjadi salah satu solusinya. Dalam
pendekatan-pendekatan seperti inilah diharapkan akan
terbangun hubungan yang lebih manusiawi, tetapi
dengan tetap memelihara komitmen ideologisnya
masing-masing. Komitmen pada suatu ideologi juga tidak
berarti harus melahirkan eksklusivisme buta yang malah
menjadi tidak produktif. Ia bisa tetap inklusif sebab
komitmen ideologis hanya akan memberikan indentitas
beragama secara personal ataupun kelompok, tanpa
menjadikannya sebagai alat pemisah yang saling
menjauh.
Kalangan fundamentalisme agama justru
menjadikan agama sebagai kekuatan pembeda dengan

57
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

komunitas lainnya. Dengan basis anggapan yang


didasarkan pada watak agama, klaim kebenaran (truth
calaim), itulah para pemeluk sesuatu agama mengambil
posisi yang paling benar. Jika diamati perjalanannya di
hampir semua negara di dunia, gerakan tersebut berawal
dari gagasan yang tumbuh dan berkembang di berbagai
masyarakat multikultur, terutama yang berkaitan dengan
munculnya kesadaran akan pentingnya hubungan yang
lebih manusiawi antarkelompok berbeda budaya, bahkan
berbeda agama, baik secara horizontal maupun vertikal.
Pola-pola hubungan antarkelompok yang lebih
diwarnai ketidaksetaraan pada gilirannya dapat
melahirkan berbagai bentuk penindasan dan ketidakadilan
sosial. Munculnya terminologi minoritas-mayoritas
sesunguhnya hanya sebuah pemisahan yang lebih
didasarkan pada egosentris antarkelompok dominan dan
tidak dominan, dan lebih mempertimbangkan kuantitas
jumlah pemeluk daripada kualitas sumber daya yang
dimiliki masing- masing. Dalam kenyataan seperti ini,
gerakan multikulturalisme berupaya memusatkan
perhatian untuk mengakui dan memberikan apresiasi
terhadap pentingnya kesetaraan dalam menyikapi realitas

58
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

keragaman budaya, bahasa, bahkan agama, sebuah


gerakan yang lebih mengedepankan humanisme,
sebagai sesama manusia yang memiliki hak hidup yang
sama.
Secara historis, bagi kaum muslim, kehidupan
multikultural bukanlah sesuatu yang baru. Sejak periode
pertama perkembangan masyarakat muslim di Madinah,
dilanjutkan masa sesudah khulafa al-rasyidun,
pertumbuhan kaum muslim yang begitu cepat di berbagai
wilayah dunia mencerminkan semakin intensifnya proses
akomodasi dan konflik dengan realitas lokal. Ditambah
dengan upaya intensif proses pempribumian Islam dari
para penyebar agama ini, maka semakin kental pula
pertumbuhan multikuturalisme masyarakat pengikutnya.
Pergumulan kebudayaan antara pemeluk Islam dengan
penduduk setempat telah melahirkan komunitas baru yang
semakin multikultural. Kohesivitas sosial khidupan pun
terbentuk semakin dinamis, justeru karena kehidupan
yang semakin multikultur.
Pengalaman kaum muslim dalam menghadirkan
Islam di tengah kehidupan multikultural, baik sebagai
mayoritas maupun minoritas, menjadi isu menarik untuk

59
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

terus dikaji, terutama berkaitan dengan peluang


munculnya konflik ataupun integrasi. Kehadiran para
penyebar agama “baru” di bumi Nusantara juga bukan
tanpa tantangan, terutama ketika berhadapan dengan para
pemeluk agama sebelumnya yang telah lebih mapan dan
mempribumi. Namun, dinamika ini dihadapinya dengan
penuh kearifan sehingga proses akulturasi pun berjalan
secara positif dan saling menerima keyataan. Gaya-gaya
inklusivisme dari masing-masing pihak menjadikan Islam
sebagai agama yang dipeluk kalangan mayoritas, tetapi
dengan tetap memberikan perlindungan hak atas pemeluk
minoritas yang lainnya.
Banyak hal bisa kita amati berkaitan dengan
kehidupan kaum muslim Indonesia di tengah masyarakat
multikultural. Sebagai agama mayoritas, kehidupan
multikultural Indonesia telah mendorong terjadinya
berbagai penyesuaian, khususnya dalam kehidupan
keagamaan, baik yang dilakukan oleh para pemeluk
Islam maupun para pemeluk agama lain. Masing-masing
pihak saling memperlihatkan sikap terbuka dan inklusif
sehingga gejala-gejala petentangan yang sewaktu-waktu
dapat berubah menjadi konlik pun dapat dihindari. Proses

60
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

akulturasi pada awal terjadinya integrasi antara


pemeluk agama baru dengan pemeluk agama sebelumnya
berjalan tenpa hambatan yang berarti. Kecuali, jika
masing-masing sudah memasuki wilayah politik-
kekuasaan, perjalanannya menjadi agak berbeda,
prosesnya menghadapi benih- benih konflik. Tetapi
itupun dapat diatasi justeru dengan mengembangkan
sikap-sikap inklusif yang dikembangkan masing-masing
pihak.
Perkembangan kehidupan kerajaan-kerajaan di
Nusantara berkembang dengan tetap memelihara
dinamika sosial-politik masing-masing. Pertukaran
kebutuhan ekonomi pun dapat saling memenuhi
kebutuhan. Ketika memasuki era kolonialisme pun raja-
raja yang masih tercatat berbeda agama dapat menyatu
mempertahakan keutuhan Nusantara. Inilah pengalaman
kehidupan multikultur yang selalu memperlihatkan
produktivitasnya yang tinggi sehingga bertahan
membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi,
tidak ada alasan untuk bersengketa atas nama apa pun,
termasuk atas nama agama.

61
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Pada sisi lain, potret kehidupan kaum muslim


dalam pluralitas masyarakat, terutama berkaitan dengan
proses penyebaran agama untuk menghadirkan Islam di
tengah masyarakat plural di Indonesia, tidak jarang
diwarnai masalah, bahkan konflik. Bermula dari
berkembangnya sikap-sikap curiga di antara para pemeluk
agama yang berbeda, lalu dibumbui oleh masuknya
kekuatan ketiga di luar kepentingan ideologi antaragama
yang saling berhadapan, maka lengkaplah instrumen
konflik itu terjadi. Saya berasumsi bahwa konflik
antarumat beragama, seperti yang terjadi pada beberapa
dasawarsa terakhir, salah satunya bersumber pada
rendahnya pemahaman dan apresiasi tentang komunikasi
multikultural. Rendahnya pemahaman dan apresiasi
memudahkan masuknya unsur lain di luar tema agama.
Kehidupan multikultural memang mensyaratkan
adanya toleransi tanpa harus menggeser makna agama
ataupun tradisi yang dianut suatu masyarakat. Toleransi
membutuhkan sikap inklusif yang mau menerima
kehadiran orang-orang yang berbeda. Sikap seperti itulah
yang dapat menciptakan harmoni dan kedamaian. Sikap
eksklusivisme yang memutlakkan kebenaran sendiri

62
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

tanpa melihat kebenaran yang diyakini pihak lain


merupakan sikap yang akan menciptakan disharmoni,
ketegangan, konflik, bahkan dapat mendorong sikap
saling curiga yang makin tidak produktif, yang jika tidak
dikelola secara baik dapat merusak, bahkan
menghancurkan kehidupan multikultural yang harmonis
dan damai.
PEREKAT KOMUNIKASI MULTIKULTURAL
Komunikasi multikultural akan memfasilitasi
setiap individu yang selalu berinteraksi dalam
membangun watak yang terbuka, agar merdeka dalam
bersikap dan berperilaku, dengan tetap memelihara
perbedaan sesuai nilai-nilai yang melekat pada
kehidupan masing-masing. Setiap aktor komunikasi
sanggup mengelola toleransi di tengah perbedaan tanpa
harus menggeser nilai- nilai ajaran ataupun kebudayaan
yang dianut oleh setiap aktor yang terlibat dalam proses
komunikasi. Apresiasi antaraktor komunikasi
dikembangkan untuk memberikan penghargaan atas
perbedaan-perbedaan sehingga interaksi akan tetap
berlangsung harmoni. Jika sewaktu-waktu muncul

63
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

hambatan komunikasi, akan dengan mudah ditemukan


solusinya, khususnya untuk mencairkan kemungkinan
adanya hambatan-hambatan sosiologis maupun
psikologis.
Untuk mencairkan hambatan pluralitas,
diperlukan dialog-dialog antaragama, pertukaran
pemikiran antarumat, serta budaya yang lebih sehat dan
produktif sehingga masing-masing pihak dapat lebih lebar
membuka pintu toleransi. Masing-masing pihak
diperlukan keterbukaan dan inklusivisme yang
memungkinkan terbukanya sikap toleran di antara umat
yang berbeda. Spirit multikultural yang ditata dalam
bangunan komunikasi antarumat pada gilirannya akan
menyentuh setiap pihak yang berbeda untuk dapat
menikmati perbedaan secara damai. Perbedaan kemudian
menjadi kekayaan pluralitas, dan bukan lagi menjadi
hambatan berinteraksi. Setiap agama membuka peluang
dialog-dialog yang lebih inklusif dan menutup ruang yang
dapat mempertebal dimensi klaim kebenaran yang
memang sudah menjadi watak setiap agama.
Sebagai pesan rahmatan lil’alamin, Islam tidak
dapat dikomunikasikan dengan hanya mengedepankan

64
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dimensi ‘alamin-nya tanpa mempertimbangkan dimensi


rahmatan-nya secara lebih arif. Agar dapat hadir dalam
ruang komunikasi yang lebih manusiawi, Islam perlu
dikemas ulang dalam rumusan pesan yang lebih
bersahabat dengan menghitung aspek-aspek keragaman
yang telah terlanjur menjadi keniscayaan bermasyarakat,
lalu dikomunikasikan dalam bahasa yang lebih
kontekstual, bilisāni qaumihi, serta disajikan dalam menu-
menu kehidupan yang dapat dinikmati beragam kaum,‘ala
qadri ‘uqulihim, meski memiliki selera budaya yang tidak
sama. Secara substantif, fasilitas bilisāni qaumihi
(berkomunikasi dengan menggunakan bahasa kaumnya)
merupakan perwujudan rahmatan lil’alamin. Prinsip
bilisāni qaumihi dan ala qadri ‘uqulihim menjadi cermin
komunikasi profetik yang sangat mempertimbangkan
dimensi pluralitas sehingga nilai-niai rahmatan lil’alamin
dapat diwujudkan tanpa harus meniadakan kenyataan
multikulturalitas masyarakat yang dihadapinya.
Penggunaan “bahasa” yang digunakan kaum pemiliknya
berarti telah mempertimbangkan dimensi budaya sebagai
kekayaan kolektif komunitasnya, dan inilah di antara
prinsip komunikasi efektif, komunikasi yang melahirkan

65
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

efek tertentu sesuai target yang hendak dicapainya. Tapi


“bahasa” juga menyangkut rasa dan selera. Ia tidak terikat
hanya pada satu agama dan keyakinan saja, tetapi bersifat
universal selama dapat diterima oleh rasa dan selera
kebudayaannya. Penelitian Suherman (2010)2
menemukan fakta bahwa kosakata yang secara umum
sudah menjadi milik pemeluk agama tertentu, ternyata
bisa menjadi “milik” pemeluk agama lain yang berbeda.
Islam saat ini hadir dan/atau dihadirkan di tengah
kehidupan masyarakat yang dari waktu ke waktu
semakin multikultural. Karena itu, pesan-pesan ajaran
yang terumuskan dalam nuansa bahasa dan budaya Arab,
sejatinya dapat dihadirkan dalam kemasan kebudayaan
lokal yang mudah menyentuh rasa bahasa serta budaya
yang telah terlanjur melekat dengan masyarakat sasaran.
Misalnya, pesan wahyu yang menyatakan bahwa “tidak
ada paksaan dalam Islam”, salah satunya dapat
ditafsirkan dalam rumusan ajaran bahwa tidak boleh
melakukan pemaksaan kultural dan kontekstual dalam
menghadirkan Islam di tengah-tengah perbedaan
sehingga substansi untuk mengajak berislam, terutama
bagi mereka yang telah beragama Islam, dapat tetap

66
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

terpelihara. Jadi, tidak ada alasan bagi orang-orang yang


telah menganut Islam untuk menolak paksaan
melaksanakan ajaran Islam, selama dilakukan dalam
perspektif umat multikultural.
Akan tetapi, apakah menghadirkan substansi
Islam yang diyakini memiliki muatan nilai-nilai universal
di tengah pluralitas masyarakat harus juga disamakan
seperti itu? Apakah, misalnya, ajakan menghormati bulan
puasa harus juga dikomunikasikan dalam rumusan pesan
yang sama, padahal ajakan itu dilakukan di tengah umat
yang beragam, baik dalam konteks agama maupun
budaya? Apakah larangan membuka warung nasi di siang
hari harus dilakukan Penelitian yang dibuat untuk
disertasi program doktor pendidikan umum ini
mengambil tema besarnya “Komunikasi Kerukunan
Antarumat Beragama di Kota Bandung”. Menurut
temuannya, ada kosakata, seperti assalamuálaikum,
alhamdulillah, dan lain-lain, yang apabila digunakan oleh
umat yang berlainan agama dipandang tidak ada masalah.
Sebaliknya, ada juga kosakata yang apabila digunakan
oleh umat yang berlainan agama, seperti kata kafir, haram,
dan sebagainya, malah menjadi mengundang masalah.

67
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

sama seperti kepada orang-orang beragama Islam?


Bukankah ajaran agama sendiri membuka peluang untuk
tidak berpuasa bagi para penganut Islam dengan alasan
tertentu? Di sinilah prinsip toleransi dapat menjembatani
perbedaan untuk membangun kehidupan damai dan
harmoni tanpa harus merasa bersalah karena telah
mengkhianati substansi ajaran, seperti diwahyukan
dalam firman-firman-Nya atau disabdakan dalam sunah-
sunah utusan-Nya. Untuk memelihara kehidupan harmoni
di tengah pluralitas masyarakat seperti halnya mengelola
komunikasi dalam ruang kehidupan multikultural perlu
dipupuk sejak usia dini, bahkan anak-anak, baik dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, termasuk dalam
lingkungan pendidikan. Jika mungkin, nilai-nilai
multikultural mulai diperkenalkan melalui aktivitas
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, yang dalam
ruang pendidikan formal dengan mengintegrasikannya ke
dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah, tanpa
harus menambah beban pelajaran tersendiri.
Sikap inklusif tidak terbentuk dengan sendirinya
sehingga toleransi pun masih perlu pembinaan sikap
secara lebih intensif. Cara-cara dan pendekatan dalam

68
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

proses pembelajaran agama masih harus diperbaiki dan


disempurnakan. Pendekatan doktrinal yang hanya akan
mempertebal klaim- klaim kebenaran secara sepihak
sejatinya dikurangi seiring semakin meningkatnya taraf
intelektualitas masyarakat beragama. Ke depan, melalui
proses pembelajaran sosial seperti telah disebutkan,
terutama dengan semakin meningkatnya apresiasi dan
toleransi antarumat beragama, diharapkan dapat terwujud
masyarakat komunikatif, yaitu masyarakat transformatif
yang berkepentingan atas terjadinya perubahan sosial,
dengan tujuan utama menumbuhkembangkan model
kehidupan yang lebih berkeadilan.
Dengan demikian, komunikasi multikultural akan
membebaskan masyarakat dari belenggu rasionalitas
semu, sekaligus membangun tatanan sosial yang lebih
berkeadilan agar mampu mencapai kesalingmengertian
dalam setiap tindakan sosial yang mereka perankan.
Melalui proses inilah akan memungkinkan terjadinya
pembaruan kehidupan dengan mengedepankan dunia
makna yang dimiliki bersama secara berkelanjutan.
Klaim-klaim kebenaran yang sudah menjadi watak setiap
agama pun dapat dengan mudah dicairkan melalui

69
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

peningkatan apresiasi multikultural yang membuka


peluang kesalingmengertian antar pemeluk agama yang
berbeda-beda.
Penggunaan perspektif komunikasi antarbudaya
menegaskan bahwa komunikasi antarbudaya bukan saja
sebuah wawasan yang seharusnya dikuasai oleh orang-
orang yang dalam kesehariannya selalu atau lebih
sering berhadapan dengan orang-orang yang
berkebudayaan beda, seperti diplomat, seorang guru
sekolah internasional, pegawai hotel, atau yang
sejenisnya, sebab setiap peristiwa komunikasi memiliki
potensi yang sama untuk berlangsung secara
lintasbudaya. Sekecil apa pun perbedaan yang dimiliki
oleh setiap aktor dalam kegiatan komunikasi, selalu
mensyaratkan kepedulian atas kemungkinan adanya
perbedaan, termasuk perbedaan jenis kelamin. Antara
laki-laki dan perempuan selalu diasumsikan memiliki
orientasi waktu yang berbeda, dominasi pikiran dan
perasaan yang berbeda, serta ekspektasi yang berbeda.
Apalagi antarorang yang berbeda agama. Mereka
dimungkinkan memiliki orientasi nilai baik-buruk yang
berbeda, ukuran-ukuran benar-salah juga berbeda.

70
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Perbedaan-perbedaan tersebut dapat


menyebabkan komunikasi tidak lancar, bahkan dapat
membuyarkan ekspektasi masing-masing aktor
komunikasi. Perbedaan agama yang dianut pun bisa saja
melahirkan perbedaan sistem nilai yang dianut, orientasi
hidup yang berbeda, meskipun memiliki pengikat kuat
yang sama. Penulis misalnya, pernah memiliki
kawan seapartemen yang sama-sama orang Indonesia dan
sama-sama sedang menempuh perjuangan belajar di
negara asing. Ada perbedaan nilai boleh dan tidak boleh
dalam mengonsumsi makanan. Saya boleh makan daging
sapi dan tidak boleh makan daging babi, sedangkan
kawan saya sebaliknya, boleh makan daging babi dan
tidak boleh makan daging sapi. Saya seorang muslim asal
Bandung, sedangkan dia seorang Hindu asal Bali. Kami
sering belanja kebutuhan dapur bersama-sama. Di antara
kami tidak pernah saling mengemukakan larangan-
larangan dalam hal makanan. Kami cukup saling mengerti
berdasarkan referensi saja. Komunikasi kami tetap lancar
dan tidak pernah menyimpan curiga sedikit pun. Padahal
di antara kami terdapat perbedaan yang sangat tajam,
perbedaan yang berakar pada perbedaan agama. Kami pun

71
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

memilki simbol-simbol nonverbal yang kentara berbeda,


tetapi, sekali lagi, kami tidak pernah
mempermasalahkannya. Selama setahun kami tinggal
rukun. Malah kawan saya yang beragama Hindu itu
sering membantu kegiatan komunitas muslim yang saya
pimpin.
Lain ceritanya dengan kawan yang beragama
Katolik. Dia sangat menghormati posisi agama yang saya
anut. Dalam sebuah pertemuan orang- orang indonesia
yang diadakan di apartemen tempat tinggalnya, kebetulan
masuk waktu salat. Saya pun disediakan selembar sajadah
untuk saya salat. Sayangnya, cara memasangnya salah
alias tidak menghadap ke kiblat seperti seharusnya. Saya
pun membetulkan sendiri. Dia kaget seolah ada yang tidak
berkenan dengan penyediaan alas salat yang dia miliki.
Komunikasi pun agak terganggu. Terbukti seusai salat,
ada kekakuan dalam berkomunikasi. Terlihat dari bahasa
tubuh yang diperankannya, terasa ada sesuatu yang
janggal. Tak menunggu waktu lama, saya pun
menjelaskan tindakan saya dengan rasionalitas
tertentu. Dia paham dan komunikasi pun normal kembali.

72
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Sensitivitas keberagamaan memang dapat terjadi


dengan sangat tajam dirasakan oleh masing-masing
pemeluk sesuatu agama. Jika sudah menyangkut salah
satu inti yang menimbulkan perasaan sensitif, jangan
menunda-nunda waktu untuk mengklarifikasinya.
Komunikasi itu butuh rasionalitas, butuh empirisasi yang
rasional, dapat diterima akal sehat oleh pihak-pihak yang
terlibat. Dengan begitu, sensitifitas bisa terjaga aman, dan
komunikasi pun dapat berlangsung normal. Hal ini
dimiliki oleh setiap manusia. Wilayah- wilayah sensitif
bagi manusia umumnya sama, termasuk sensitifitas
agama. Itulah sebabnya komunikasi mensyaratkan sikap
empati pada orang lain, khususnya orang-orang yang
menjadi lawan komunkasi. Jadi tidak bisa mudah bermain
dengan agama, seperti dalam kasus-kasus di Indonesia
yang kemudian dimasukkan pada wilayah penistaan
agama.
Jadi, dengan menganalogikan pada komunikasi
antarbudaya, komunikasi lintasagama juga berangkat dari
satu asumsi bahwa seseorang yang menjadi produsen
pesan dan penerima pesan adalah mereka yang berlatar
belakang agama yang berbeda. Inilah yang harus

73
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

diidentifikasi, baik dari segi fungsinya, peran-peran yang


dimainkannya, hingga proses yang dilaluinya. Karena itu,
proses komunikasi yang terjadi langsung dihadapkan pada
situasi, yakni ketika suatu pesan disandi dalam suatu
kacamata agama yang berbeda. Harus disadari bahwa
agama memengaruhi perilaku para pemeluknya karena
agama memiliki nilai-nilai serta norma-norma yang
membingkai perilaku para pemeluknya. Agama juga
memiliki sensitivitas tertentu yang dapat mengendalikan
persepsi dan perilaku. Sebagai faktor terpenting dari suatu
kebudayaan, agama memiliki pengaruh bagi individu-
individu pemeluknya.
Dalam pandangan Ardhoyo (2013: 23),
komunikasi, apa pun bentuk maupun konteksnya,
memiliki asumsi, bahkan prinsip utama untuk
membangun hubungan baik, saling pengertian, dan kerja
sama yang saling menguntungkan. Di dalam hubungan
antarorang yang berbeda agama, sekurang-kurangnya
terdapat dua dimensi yang memengaruhinya. Pertama,
mereka dapat dipandang sebagai dua atau lebih pihak
yang asing dan karenanya dapat dipandang sebagai pihak-
pihak yang terlibat dalam komunikasi antarmanusia yang

74
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

berbeda budaya. Kedua, masing-masing punya ekspektasi


yang belum tentu sama pula. Boleh jadi yang satu
memiliki ekspektasi untuk melakukan komunikasi, untuk
melakukan pertukaran pesan, sementara yang lainnya
boleh jadi tidak. Pada perkembangan dan dinamika
masyarakat sekarang, peristiwa komunikasi seperti itu
nyaris tidak bisa dihindari.
Ketika memasuki era 2000-an, di mana
perkembangan transportasi dan informasi membuat
hubungan antarmanusia semakin dekat dan mudah,
perilaku komunikasi pun semakin sulit dikendalikan.
Minimal lewat media massa dan atau media sosial.
Tidak jarang ketegangan terjadi antar komunikator
di media sosial yang berbeda agama hanya karena “salah
tafsir” atau “gagal paham” atas pernyataan seseorang.
Seorang komunikator menyampaikan sebuah pesan
menyangkut ritual agamanya sendiri, lalu dipersepsi oleh
pembaca lain yang memiliki latar belakang agama
berbeda. Polemik pun tak bisa dihindari, dan bahkan
memasuki tahap konflik. Tapi ketegangan itu mencair
setelah masing-masing pihak mengklarifikasi secara face-
to-face. Seperti itulah peluang-peluang terjadinya

75
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

miskomunikasi di antara pelaku komunikasi yang berbeda


agama. Dalam komunikasi yang berlangsung di antara
pemeluk agama yang berbeda, aspek budaya, isyarat-
isyarat nonverbal, sikap, keyakinan, watak, nilai, dan
orientasi pikiran akan lebih banyak ditemukan sebagai
perbedaan besar yang sering mengakibatkan terjadinya
gangguan komunikasi. Karena itu, setiap orang perlu
memahami watak keberagamaan orang lain agar dapat
saling memahami untuk mewujudkan toleransi.
Memahami watak keberagamaan orang lain dalam
konteks membentuk sikap inklusif merupakan bahan
dasar dalam membentuk sikap bertoleransi. Dalam situasi
toleran inilah peristiwa komunikasi dapat berlangsung
penuh empati. Sebab, dalam prosesnya, komunikasi tidak
bisa dilihat dalam konteks menghubungkan manusia
secara pasif, tetapi komunikasi harus dipandang dalam
konteks menghubungkan antarmanusia dalam keadaan
aktif, yang karenanya harus terus diperbaharui.
Dalam paparan Ardhoyo (2013: 26), komunikasi
terjadi sekurang- kurangnya di antara dua orang atau lebih
(kelompok, organisasi, publik, dan massa), yang
melibatkan pertukaran tanda-tanda melalui suara, kata-

76
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

kata, atau suara dan kata-kata. Komunikasi itu dinamis,


antara pesan yang satu dan pesan yang lainnya
berlangsung saling memengaruhi. Termasuk dinamika
interaksi yang berlangsung dalam peristiwa komunikasi
antarbudaya dan komunikasi antaragama. Ia tidak bisa
dipandang sederhana, tetapi harus dipandang sebagai
sesuatu yang kompleks, memiliki kaitan kultural, kaitan
fungsi, nilai-nilai yang bersumber pada keyakinan.
Kompleksitas akan selalu melibatkan perilaku,
lebih-lebih perilaku keberagamaan yang akan selalu
terikat pada nilai-nilai, makna-makna teologis yang sakral
dan transenden. Pada saat yang sama, komunikasi
berlangsung sangat empirikal profan sehingga
memudahkan untuk berubah-ubah. Jadi, tarik-menarik
antara dimensi transenden dan imanen komunikasi
antaragama menjadi riskan untuk dilakukan. Belum lagi
keterlibatan orang-orang yang dalam jumlahnya tidak
terbatas, mulai dari sendiri-sendiri hingga massa dalam
jumlah yang bisa saja sangat banyak dan bahkan tak
terbatas.
Komunikasi antarumat beragama juga bisa saja
terjadi di antara sesama pemeluk suatu agama. Berbeda

77
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

mazhab, berbeda cara pandang, dan berbeda orientasi


keberagamaannya. Perbedan-perbedaan cara pandang
intern umat beragama pun kerapkali mengundang
ketegangan diantara umat. Dalam konteks inilah
komunikasi intern umat beragama juga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi antarbudaya.
Implikasinya, para pelaku komunikasi harus
mengandaikan perbedaan-perbedaan yang dianut, bahkan
dianggap “asing”. Sesederhana apa pun, perbedaan
antarpengikut mazhab, tetap terikat pada sensitivitas
keberagamaan yang dapat memicu ketegangan dan
berimplikasi pada gagalnya komunikasi.
A. Berkomunikasi dalam Perbedaan Agama
Film The Innocence of Muslims pernah menuai
kontroversi. Film yang ditengarai bermuatan pesan
propaganda dengan menyudutkan Nabi Muhammad,
dipandang telah melukai perasaan para penganut Islam.
Konflik pun tidak bisa dihindari. Di sejumlah negara
Timur Tengah bahkan hingga menelan banyak korban,
salah satunya Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya,
John Christopher Stevens. Pesan-pesan yang dimuat
dalam film tersebut dipandang menyudutkan perasaan

78
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

keyakinan komunitas pemeluk Islam. Tekesan ada


faktor kesengajaan dalam merancang jalan ceritanya.
Di Indonesia, sejumlah media massa pun
mengangkat berita tersebut. Harian Republika
melaporkan kekecewaan pemeran utama film tersebut,
Cindy Lee Garcia, karena tidak sesuai dengan rancangan
awal pembuatan film. Film tersebut telah jauh keluar dari
cerita awal. Di sejumlah segmen terdapat pergantian-
pergantian yang membahayakan. Analisis terhadap
konten film tersebut pun bermunculan di berbagai media
Amerika. Salah seorang analis dari laman On the News
bahkan memerinci setidaknya ada enam bagian dialog
yang sengaja disulih ulang dengan memasukan kata
“Muhammad” menggantikan kata “Tuhan” dan “Master
George”. Garcia pun mengaku kecewa karena film yang
dibintanginya tersebut telah menyulut konflik, bahkan
kekerasan yang amat memprihatinkan.
Film yang semula diberi judul Desert Warrior,
yang mengisahkan kehidupan rakyat Mesir 2000 tahun
lalu, konon telah dipelintir oleh produsernya. Film yang
bernuansa propaganda tersebut dinilai banyak kalangan
sengaja dibuat untuk tujuan menyerang Islam. Dalam

79
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

pengakuan Nakoula Basseley Nakoula, seperti dirilis


Associated Press (AP), film tersebut memang sengaja
dibuat berkaitan dengan kerusuhan yang menewaskan
penganut Kristen Koptik di Mesir beberapa waktu
sebelum film dibuat. Jadi, ada emosi subjektif yang
melatarbelakangi pembuatan film dan tidak dikendalikan.
Ada pemandangan ketegangan sebelumnya yang menjadi
motif pembuatan film tersebut sehingga kisah historis
tentang kehidupan rakyat Mesir kuno tidak lagi tampak
dalam ceritanya. Akibatnya, Kedubes AS di berbagai
negara menjadi sasaran kekesalan para penganut Islam.
Dunia pun memberikan peringatan keras. Takhta
keuskupan Gereja Katolik Vatikan mengecam provokasi
yang bersumber dari pesan utama film The Innocence of
Muslim. Kawasan Timur Tengah spontan bergejolak.
“Konsekuensi serius dari aksi kekerasan dan provokasi
atas sensitivitas kepercayaan Muslim terlihat jelas”, kata
juru bicara Vatikan, Federico Lombardi, dalam
pernyataan persnya kepada Radio Vatikan, seperti
ditulis ulang Republika edisi Jumat (14/9/12). Produsen
film tersebut dapat dikatakan telah gagal menghitung
berapa banyak penontonnya yang berbeda keyakinan.

80
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Kalaupun tidak disengaja, ia telah salah memprediksi


keragaman penonton yang diperkirakan akan
menyaksikan film tersebut. Jika benar film itu sengaja
dibuat untuk tujuan propaganda, film itu sendiri tidak
dengan cerdas telah melakukan penyerangan terhadap
keyakinan agama lain, sesuatu yang harus dihindari dalam
proses berinteraksi di antara penganut agama. Sensitivitas
agama, bagi para penganutnya, memang menjadi prinsip
dalam kehidupan. Ia dapat memicu ketersinggungan yang
rentan, meskipun pada saat yang sama dengan
sensitivitas juga orang dapat membangun
kebersamaan, mempersatukan emosi para penganut suatu
agama yang sama. Jika ditempatkan secara proporsional,
sensitivitas agama dapat digunakan untuk merakit
solidaritas, meski pada saat yang sama, terutama jika
dipandang tidak proporsional, justru dapat memicu
keretakan kebersamaan, bahkan konflik.
Dari gambaran kasus tersebut, terlihat jelas bahwa
penganut agama apa pun, khususnya para pemukanya,
memiliki pendirian yang sama tentang pentingnya
menjaga dan memelihara sikap saling menghormati.
Mungkin hanya sebuah film, bisa fiktif, bisa juga realistis.

81
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Film juga dapat menjadi media ekspresi realitas meski


masih dimungkinkan dibumbui potongan- potongan
fiktif. Secara substansi, film dapat memicu emosi para
penontonnya yang belum tentu memiliki keyakinan yang
sama dengan produsernya. Substansi film bisa saja
mengandung muatan yang mengandung sensitivitas yang
tidak sama antarpenonton yang satu dan yang lainnya.
Karena itu, sebagai salah satu jenis media dalam
berkomunikasi, film juga sejatinya menghitung sisi-sisi
sensitivitas. Secara etis, film seharusnya sanggup menjadi
jembatan solidaritas antarsesama manusia sehingga pesan
utamanya harus memperhatikan dimensi sensitivitas, baik
dari segi etnik ataupun agama.
B. Menghormati Prinsip Kesucian Beragama
Menghormati kesucian beragama dengan segala
instrumennya merupakan keharusan dalam memelihara
kerukunan. Relativitas kesucian menjadi debatable di
antara pemeluk agama yang berbeda. Di sinilah lahan
untuk dapat saling menghormati di antara para pemeluk
agama. Melalui sikap saling menghormati di antara para
pemeluk agama, bisa membuka kesempatan untuk
masing-masing melakukan prinsip dan kesucian agama

82
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

masing-masing. Sikap inkkusif juga menjadi penting


sebagai alat pembuka untuk saling menghormati dan
berkomunikasi. Komunikasi menjadi media strategis
dalam mewujudkan kebersamaan, sekaligus
menjangkau perbedaan. Tidak ada suasana harmonis
tanpa sikap toleran dan tidak ada toleransi tanpa sikap
inklusif yang dapat diperankan oleh setiap pemeluk
agama yang berbeda.
Usaha-usaha seperti tersebut di atas tentu tidak
serta-merta membuahkan hasil. Bersamaan dengan
usaha membuka diri untuk menjadi inklusif dapat saja
berlangsung tindak kekerasan atas nama agama.
Kegagalan dalam merajut jalinan komunikasi harmonis
antarumat beragama kerap terkendala masalah-masalah
yang secara umum dinilai sepele. Kasus bagi-bagi
Indomie, misalnya, pernah memicu ketegangan karena
dibagikan oleh seorang penganut agama tertentu untuk
tujuan kemanusiaan. Timbul rasa curiga dari sesama
pemeluk agama yang menjadi objek pembagian karena
menganggap adanya muatan misi misionaris. Tanpa ada
konfirmasi dan/ataupun klarifikasi, situasi tersebut
menjadi sulit dikendalikan. Kecurigaan yang tetap

83
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dipelihara yang bersumber pada alfanya upaya klairifikasi


begitu mudah memicu ketegangan dan bahkan konflik.
Ketidakhati-hatian dalam bertindak dapat
melahirkan hambatan dalam berkomunikasi. Jika merujuk
pada pandangan Giffin dan Patton (1976: 25-45), paling
tidak ada tiga faktor yang dapat melahirkan hambatan
dalam merakit komunikasi efektif, yaitu:
1) Ketidakpercayaan personal (interpersonal distrust)
Ketidakpercayaan personal dengan segala
konsekuensinya, seperti perilaku defensif. Kepuasan
dalam berkomunikasi membutuhkan umpan balik yang
jujur, suportif, dan apa adanya dari aktor-aktor
komunikasi lainnya. Dalam menjalin relasi insani sebagai
dasar terbangunnya aktivitas komunikasi antarpemeluk
agama yang berbeda, faktor kepercayaan menjadi prinsip
yang tidak bisa dinafikan. Karena itu, hindari tema-
tema perbincangan yang dapat melahirkan
ketidakpercayaan, perbedaan pendapat yang tajam, dan
mengarah pada prinsip ajaran yang sensitif. Utamakan
kesamaan pandangan dalam memilih suatu topik yang
diangkat bersama. Peliharalah berperilaku komunikasi

84
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

yang santun, tidak berpretensi melakukan evaluasi atas


komunikasi orang lain, apalagi membenarkan diri sendiri.
2) Berprasangka negatif (prejudicial gaps)
Berprasangka negatif dapat membuat jarak yang
semakin melebar di antara kelompok agama ataupun
budaya. Perbedaan referensi yang menjadi dasar rujukan
dalam berargumen, biasanya berpotensi melahirkan
prasangka- prasangka yang kurang menguntungkan.
Karena itu, mulailah berkomunikasi dengan memilih
dasar rujukan yang relatif sama. Demikian pula
pengalaman yang biasanya dijadikan sumber
perbincangan kerap mengundang prasangka-prasangka
liar yang tak terkendali dalam komunikasi. Jika
membagi-bagikan bantuan sosial dapat melahirkan
kecemburuan, sebaiknya berhati-hati dalam melakukan
aktivitas yang sama pada saat yang berbeda. Demikian
pula sebaliknya, kelompok dari pihak-pihak yang menjadi
objek bantuan tidak perlu terburu-buru mengklaim
sebagai upaya “bujukan” agar pindah agama. Melakukan
klarifikasi sebelum memastikan suatu tindakan akan lebih
efektif untuk tetap bisa memelihara suasana komunikasi
lintas keyakinan.

85
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

3) Keterpinggiran sosial (social alienation)


Mungkin tidak disadari adanya perilaku bersama
yang dapat berdampak pada teralienasinya pihak lain
yang menjadi partner komunikasi. Mungkin dari pilihan
topik yang tidak membuat nyaman semua pihak atau
mungkin dari bahasa tubuh yang kurang atau bahkan tidak
relevan dengan aspirasi dan perasaan komunikan yang
dapat meminggirkan pihak lain. Alienasi sosial
sebetulnya berakar pada sebuah perasaan individual yang
dengan sendirinya menarik diri dari lingkungan
kelompoknya. Karena ketidaknyamanannya, baik
psikologis maupun kultural, ia menarik diri dari
partisipasinya bersama anggota kelompok yang lainnya.
Akan tetapi, meskipun berakar pada faktor individual,
perilaku ini juga berpotensi dapat berakibat pada
penciptaan suasana kelompok yang tidak nyaman.
Implikasi lanjutannya bisa saja melahirkan ketegangan
relasi maupun komunikasi.
Berikut adalah contoh bagaimana membangun
komunikasi dalam lingkungan yang berbeda agama. Pada
musim gugur 1993, ketika berkesempatan belajar di
Amerika Serikat, penulis pernah berbincang ringan

86
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dengan John Duffy, seorang dosen. Penulis memang tidak


sempat bertanya lebih jauh tentang kepercayaan yang
dianutnya, tetapi ia mengerti betul kalau penulis adalah
seorang pemeluk Islam. Mungkin karena penulis
orang Indonesia yang dikenal sebagai negara
berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia atau
mungkin juga karena nama penulis sedikit bernuansa
Arab sehingga dengan mudah menyimpulkan bahwa
penulis adalah muslim.
Pada satu waktu, sambil berjalan meninggalkan
kelas seusai kuliah, Duffy bertanya mengenai kehidupan
keberagamaan penulis: “Asep, apakah Anda tidak
merasa kesulitan untuk menjalankan ajaran agama Anda
di sini?” “Mengapa?”, saya balik bertanya mengingat
pertanyaan yang dilontarkannya tersebut sederhana, tetapi
cukup menarik.
Duffy memaparkan bayangannya bagaimana
seorang muslim harus menjalankan ibadah sesuai tuntutan
ajaran agama, padahal di tempat itu begitu sulit
menemukan tempat beribadah seperti masjid. Duffy tahu
kalau seorang muslim harus melaksanakan ibadah
sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari semalam.

87
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Duffy juga sadar kalau seorang muslim harus berpuasa


selama satu bulan, harus konsisten menjaga pergaulan
dengan lain jenis secara ketat, serta tidak boleh
sembarangan mengonsumsi makanan dan minuman
karena kehalalan serta keharamannya.
Penulis coba menjelaskan poin-poin yang dia
kemukakan. “Saya sama sekali tidak merasakan atau
menemukan kesulitan dalam menjalankan ajaran agama
saya di tempat ini”. Sambil mengarahkan telunjuk tangan
kanan ke halaman rumput yang bersih dan hijau di sekitar
kampus University of Wisconsin-Madison, tempat
penulis saat itu belajar, penulis memberi contoh betapa
mudahnya beribadah, melaksanakan setiap ajaran. “Jika
saat ini tiba waktu salat dan ingin melaksanakannya
sekarang juga, saya bisa berhenti dan salat di tempat ini.
Saya tidak perlu susah payah mencari masjid sebab salat
bisa dilaksanakan di mana saja”.
Saya perhatikan raut mukanya. Tampak seperti
ada yang ingin dia rtanyakan lebih jauh atau seolah
memperlihatkan sesuatu yang aneh. Dia seperti
menemukan sesuatu yang baru, suatu informasi yang
sebelumnya tidak pernah dia peroleh. ”O, begitu?”, dia

88
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

menyela penjelasan yang disampaikan penulis. “Ya, Islam


memang tidak mengikat ketat para pemeluknya pada satu
teknis pelaksanaan ibadah”.
“Lalu, bagaimana bisa disiplin beragama dengan
cara-cara yang bebas seperti itu?” dia semakin penasaran
bertanya. “Bukan bebas”, jawab penulis, “Tapi, pada
tataran teknis implementasi, ajaran ini memang relatif
lebih fleksibel”. “Seberapa jauh fleksibilitas itu bisa
ditoleransi?” tanyanya lagi. “Sejauh masih sanggup
memelihara substansi ajaran dan tidak merusak prinsip
keimanan kepada Tuhan”, jawab penulis.
Demikian kira-kira sebagian isi perbincangan
yang masih penulis ingat. Muatan pesan yang tertuang
dalam perbincangan tersebut memang sangat sederhana.
Namun, ada pesan umum yang mungkin menarik
perhatian, paling tidak mengenai fleksibilitas ajaran
Islam. Prinsip fleksibilitas sangat penting dalam kerangka
pelaksanaan ajaran suatu agama sebab dalam banyak hal,
fleksibilitas sekaligus menggambarkan adanya salah satu
watak ajaran yang memberikan “kemudahan” bagi
seseorang yang memang tidak sanggup melakukannya.
Jika seseorang tidak sanggup melaksanakan puasa yang

89
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

secara eksplisit diwajibkan, Al-Quran mengisyaratkan


adanya kemudahan yang dapat dinikmati dengan
beberapa persyaratan.
Salah satu prinsip hukum dalam ajaran
Islam adalah tidak memberatkan. Kewajiban haji yang
begitu berat, baik secara fisik maupun materi, hanya
mengikat bagi orang-orang yang mampu melakukannya
(istitho’ah). Bagi yang sanggup melakukan perjalanan
ibadah haji, di tanah suci masih akan ditemukan sejumlah
kemudahan, dengan tetap memelihara kesahihan ibadah.
Melempar jamrah yang banyak ditakuti para jemaah haji
karena sering menelan korban, dapat dilakukan dalam
mekanisme yang sangat fleksibel. Dari sisi waktu, kita
dapat memilih waktu yang teraman. Jika tidak
memungkinkan untuk melakukannya karena alasan-
alasan tertentu yang masuk akal, pelaksanaan jamrah
dapat diwakilkan kepada orang lain.
Jadi, dalam kondisi normal, tidak ada satu ajaran
pun yang tidak bisa dilaksanakan. Bukankah Tuhan telah
memberikan batasan kemanusiaan dengan tidak
memaksakan kehendak-Nya di luar kemampuan
manusia? Bahkan, jika karena keadaan tertentu kita luput

90
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

memenuhi kewajiban, Tuhan begitu ringan memaafkan


manusia yang khilaf tidak melaksanakan perintah-Nya.
Padahal, pada saat yang sama, kita pun sering menemukan
seseorang yang begitu mahal memaafkan kealfaan
sesamanya.
Contoh kasus tersebut secara sederhana
menggambarkan pembicaraan yang melibatkan dua aktor
komunikasi yang berbeda keyakinan agama. Tema
pembicaraannya pun menyangkut substansi ajaran yang
memiliki sensitivitas tersendiri. Komunikasi pun berjalan
mulus tanpa ketegangan apalagi konflik. Kedua aktor
yang terlibat dalam komunikasi tersebut memang saling
menghormati agama yang dianutnya masing-masing.
Keduanya menempatkan diri pada posisi secara
proporsional, tidak menempatkan diri pada posisi
imperior ataupun superior yang sering bisa mengganggu
kenyamanan dalam berkomunikasi.
Pemilihan diksi menjadi penting dalam
berkomunikasi. Hall dan Whyte (1996: 39) mengatakan
bahwa bila orang memahami isyarat-isyarat halus yang
implisit dalam bahasa, nada suara, gerak-gerik, dan
ekspresi, ia tidak hanya akan menafsirkan secara salah apa

91
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

yang dikatakan padanya, ia pun mungkin akan


menyinggung perasaan orang lain tanpa mengetahui
bagaimana atau mengapa hal itu bisa terjadi. Itulah
sebabnya bahasa merupakan cermin budaya yang
memiliki nilai-nilai dan ekspektasi. Kekecewaan demi
kekecewaan kerap terjadi hanya karena persoalan bahasa,
meskipun substansi maksudnya tidak seperti apa yang
dipersepsi orang berdasarkan ungkapan verbal yang
diterimanya. Lebih-lebih dalam kehidupan beragama,
tidak sedikit ditemukan ungkapan-ungkapan ajaran yang
menggunakan pilihan bahasa yang multitafsir
(interpretable). Perbedaan interpretasi yang banyak terjadi
dalam internal beragama kerapkali memicu perdebatan
yang tidak produktif, bahkan mengundang ketegangan.
Sederhananya, agama melahirkan nilai-nilai,
batasan-batasan etika, yang langsung ataupun tidak
langsung sangat berpengaruh pada pola hidup para
penganutnya. Pola hidup menjadi akar utama budaya
seseorang atau sekelompok orang. Karena budaya
menentukan komunikasi dan komunikasi ikut
membentuk, memelihara, serta melanjutkan sesuatu
budaya, agama juga ikut menentukan pola-pola

92
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

komunikasi. Jadi, budaya, agama, dan komunikasi


menjadi tiga serangkai yang satu sama lain saling
memengaruhi.
Budaya komunitas pemeluk agama tertentu
tercermin secara transparan pada gaya komunikasi yang
diperankannya, termasuk dalam menentukan pola-pola
hidup yang lainnya. Pemilihan hari Jumat dan Minggu
sebagai hari libur orang-orang dengan mayoritas pemeluk
sesuatu agama, lebih didasarkan pada adanya rituan
keagamaan yang dilaksanakan pada hari-hari itu.
Meskipun demikian, karena proses akulturasi yang
semakin intensif, terdapat pula kosa- kosa kata yang
sebetulnya berakar pada salah satu agama, kemudian
digunakan secara “biasa” oleh pemeluk agama yang
berbeda. Misalnya, penggunaan hari Minggu untuk
berlibur, meskipun tidak melaksanakan ritual pada hari
itu.
Di Indonesia yang berpenduduk multiagama,
istilah-istilah assalamualaikum, alhamdulillah, dan
insyaallah kini telah digunakan oleh hampir semua
penduduk Indonesia, meskipun berbeda agama.
Awalnya, istilah-istilah tersebut secara eksklusif hanya

93
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dimiliki oleh orang-orang Islam. Mereka


menggunakannya sesuai landasan teologis ajaran
agamanya. Namun, karena proses pergaulan lintas agama
yang semakin intensif, ditambah dengan inklusivisme
bangsa yang semakin terbuka, istilah-istilah tersebut pun
kini seolah sudah menjadi identitas bangsa, khususnya
dalam berkomunikasi.
Penyerapan-penyerapan bahasa dimungkinkan
pada era global yang memang meniscayakan terjadinya
proses interaksi yang tidak terbatas. Di Bali, yang
mayoritas beragama Hindu, malah telah menggunakan
terminologi agama Hindu untuk memberi nama Lebaran
atau Hari Raya Idulfitri. Di Bali, hari Lebaran biasa
disebut Magalungan Jawa. Penggunaan kata Jawa karena
dalam sejarahnya, orang-orang yang beragama Islam
berasal dari Jawa sehingga komunitas muslim dipandang
identik dengan Jawa.
Jadi, menurut penulis, ajaran-ajaran ritual
keagamaan yang sering diklaim sebagai sesuatu yang
sinkretik, boleh jadi bemula dari proses kesengajaan yang
digunakan dalam proses pergaulan sehari-hari yang
melibatkan aktor-aktor komunikasi para pemeluk agama

94
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

yang berbeda. Dengan demikian, sinkretisme merupakan


produk akulturasi yang penuh toleransi. Tidak ada
kesengajaan untuk mencampur-campur praktik ajaran
agama dengan substansi ajaran agama yang lainnya.
Ibarat saling memberi ucapan “selamat” antara pemeluk
Islam dan pemeluk Kristiani, yang satu mengucapkan
Selamat Lebaran dan yang lainnya mengucapkan Selamat
Natal, yang meskipun masih menjadi bahan perdebatan
yang nyaris tidak mengenal kata selesai, cepat atau
lambat, selama tidak diikuti keyakinan teologis masing-
masing, akan menjadi budaya bersama untuk saling
menghormati. Komunikasi merupakan alat pergaulan
yang sarat budaya, meski tidak dimaksudkan untuk
menabrak substansi ajaran.
SENSITIVITAS BERAGAMA
Keberagamaan seseorang akan tampak pada
ekspresi kesehariannya. Sekecil apapun, agama
anutannya akan menjadi warna dominan dalam setiap
perkataan dan perbuatan yang diperankannya. Keyakinan
akan kebenaran ajaran agama yang dianutnya menjadi
norma yang membingkai kehidupannya. Karena itu,

95
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

secara subjektif menjadi sensitif jika sewaktu-waktu


berhubungan dengan pihak lain, terutama kalau sudah
menyentuh substansi ajaran. Ia akan bereaksi secara
spontan sehingga akan mengubah dirinya menjadi
semakin kohesif atau sebaliknya malah semakin berjarak.
Dalam konteks komunikasi, jika agama telah hadir
menjadi salah satu variabel dalam proses komunikasi,
baik sebagai tema pesan, identitas aktor yang
memerankannya, ataupun sebagai saluran yang
memfasilitasi jalannya komunikasi, ia dapat
membentuk hubungan menjadi semakin kohesif, atau
sebaliknya malah menjadi resisten.
“Religion remained a sensitive point”, kata
Thomas Hobbes dalam Malefijt (1968: 27). Agama
memiliki sensitivitas tersendiri dan melekat kuat pada
eksistensi dirinya. Tinggi rendahnya sensitivitas
bergantug pada situasi individu ataupun kelompok
pemeluk suatu agama. Para pemeluk agama dapat
dikendalikan kekuatan sensitivitas tersebut sehingga para
pemeluk suatu agama dapat berperilaku destruktif atas
nama agamanya atau menjadi konstruktif atas nama yang
sama. Pada titik inilah toleransi terbentuk sebagai

96
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

wujud kohesivitas, atau sebaliknya dapat terganggu dan


berubah menjadi ketegangan sosial yang sangat tidak
produktif.
Dalam kasus penyebaran agama di Indonesia,
faktor sensitivitas kerap muncul menjadi variabel yang
mengganggu hubungan antarpemeluk agama yang
berbeda. Hubungan-hubungan itu seringkali terganggu
oleh kuatnya sensitifitas agama yang dianutnya. Kegiatan
pembagian sembako, misalnya, memiliki tingkat
sensitivitas tinggi karena melibatkan para penganut
agama yang berbeda. Variabelnya pun bisa berubah dan
berkembang. Dari tema ekonomi, kemanusiaan, menjadi
memasuki wilayah agama dan keberagamaan. Meskipun
pada awalnya murni soal kemanusiaan, pada tingkat
interpretasi dapat bergeser pada tema agama dan
keberagamaan. Pergeseran interpretasi pun dapat
berubah-ubah, tergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Pergeseran inilah yang sangat kuat
dipengaruhi faktor sensitifitas agama.
Sensitivitas berakar pada klaim kebenaran (truth
claim) yang sudah terlanjur menjadi salah satu dimensi
agama, terutama bagi para pemeluknya. Ia menjadi

97
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dimensi yang memperkuat kepenganutan suatu agama.


Tanpa dimensi klaim kebenaran, orang tidak akan serius
beragama. Agama menjadi terasa hambar bagi para
penganutnya atau sekadar pelengkap yang kadang-kadang
diperlukan kadang-kadang tidak. Meskipun demikian,
agama memang harus fungsional bagi para pemeluknya.
Jika tidak, agama akan ditinggalkan oleh para
pemeluknya karena dianggap tdak dapat memberikan
faedah bagi kehidupan. Mengapa tuduhan yang
mengatakan agama sebagai sumber kekacauan begitu
cepat mendapat reaksi dari para penganutnya? Karena
dipandang telah menyentuh substansi keyakinan dari
sistem kehidupannya.
Dalam konteks komunikasi, klaim kebenaran
menjadi variabel yang harus ada dan melekat memperkuat
rumusan pesan. Orang baru akan bergerak
mentransmisikan pesan-pesan setelah diyakini
kebanarannya. Ia merupakan kebenaran subjektif sebagai
hasil rumusan personal, baik untuk ditranmisikan maupun
untuk merespons stimulus yang diterimanya. Karena pada
gilirannya akan melibatkan orang lain, seorang
komunikator yang baik adalah komunikator yang

98
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

sanggup membuat rumusan pesan-pesan yang


dimungkinkan dapat diterima komunikan sesuai kapasitas
kebudayaannya. Apakah ia menyangkut sensitivitas
obyek atau tidak, bergantung dari ketepatan
mengonstruksi eksistensi objek komunikasi yang menjadi
komunikannya. Rumusan pesan-pesan ditransmisikan
setelah melalui pengolahan dalam tempo tertentu,
sekaligus sanggup memprediksi respons komunikannya.
Setiap agama mengandung kebenaran-kebenaran
subjektif yang bersumber dari doktrin-doktrin teologis
untuk dijadikan pedoman dalam merajut pengalamannya
sehari-hari dari para pemeluknya. Karena itu, pengalaman
keberagamaan seseorang bisa sangat berbeda dari orang
lain, tergantung dari tinggi-rendahnya penghayatan atas
ajaran yang dilaksanakannya. Pengalaman keberagamaan
itu tidak bisa dipaksakan dan/atau diintervensi oleh yang
lain. Pengalaman keberagamaan seseorang tidak
dependen atas yang lainnya. Ia justru berdiri sendiri yang
secara subjektif didasarkan pada kesadaran akan
kedekatan dengan Tuhannya. Kadang ia tidak rasional
meskipun agama dapat dirasionalisasi. Subjektivitas
inilah yang menjadi penyebab utama sensitivitas dan

99
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

menjadi faktor pengubah yang dapat memengaruhi sikap


ataupun perilaku para penganutnya. Ia bisa menjadi
sumber penyejuk atau penuh prasangka dan agresif.
Penelitian Croucher (2008: 199) menemukan
indikasi kuatnya komunitas muslimah berhijab di
lingkungan budaya Prancis. Kekuatan pendiriannya
didasarkan pada keyakinan akan kebenaran sebagai salah
satu perintah agama. Ia sangup melawan berhadapan
dengan hokum dan perundang- undangan yang memang
melaran wanita berhijab. Klaim kebenaran yang secara
subyektif diyakini wanita pengguna hijab ini berhadapan
dengan klaim negara untuk sanggup melakukan kontrol
agar populasi muslim ini dapat berintegrasi dengan
populasi pada umumnya sesuai regulasi yang berlaku.
Kepercayaan diri para pengguna hijab ini didasarkan pada
klaim kebenaran yang diyakininya sendiri, ditambah
keyakinan bahwa perilaku berhijabnya ini tidak akan
mengganggu kenyamanan orang-orang di sekitatnya.
Penelitian yang bertajuk French-Muslim and the Hijab:
An Analysis of Identity and the Islamic Veil in Frace ini
menyimpulkan bahwa hijab merupakan fasilitas sosial
untuk menemukan identitas dirinya. Dengan

100
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

menggunakan teknik wawancara mendalam, Croucher


menemukan indikasi bahwa wanita-wanita itu berhijab
dengan tujuan untuk menemukan solusi alternatif
identitas Muslim-Francis dan warga Afrika Utara di
ruang-ruang publik. Ia mengklaim atas kebenaran
sebagai perintah Nabi Muhammad bagi komunitas
muslim di mana pun.
Sensitivitas wanita-wanita muslim ini tidak bisa
diubah dengan menggunakan regulasi apapun. Untuk
menghindari kegaduhan yang tak diharapkan, sebaiknya
hindari menyentuh wilayah sensitif orang-orang dengan
memberikan kebebasan untuk menunjukkan identitas
dirinya. Identitas diri seseorang termasuk pada wilayah
personal yang tidak bisa diintervensi. Ia terbentuk melalui
proses konstruksi budaya dari hasil persentuhan dengan
lingkungannya yang telah diyakini kebenarannya. Jadi
tiap individu bisa sangat berbeda-beda, dan gesekan antar
kebenaran inilah yang sewaktu-waktu dapat berubah
menjadi ketegangan. Dalam bahasa Chaplin (1981: 455),
sensitivitas secara sederhana dipahami sebagai derajat
mudahnya menanggapi atau mereaksi pada seseorang,
binatang, atau instrument terhadap perubahan- perubahan

101
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dari besaran magnitude yang kecil. Pada saat yang sama


dikatakan pula bahwa sensitivitas menyangkut satu sifat
yang membuat individu sangat responsif terhadap
perasaan orang lain. Sensitif sendiri merupakan sifat yang
melukiskan seseorang dengan ambang emosionalitas
yang rendah, yang karenanya ia mudah terluka hatinya.
Untuk kasus masyarakat beragama di Indonesia,
pada umumnya dapat digambarkan bahwa zona
sensitivitas itu terutama paling tidak meliputi tiga tema-
tema besar. Pertama, tentang ketuhanan. Perbedaan
interpretasi dan keyakinan tentang ketuhanan masing-
masing pemeluk sesuatu agama menjadi sensitif. Adanya
kesan mempermainkan eksistensi tuhan dari agama
seseorang akan mudah menimbulkan ketersinggungan
atau bahkan sakit hati. Inilah di antara wilayah
keberagamaan yang dinilai paling substantif, dan
karenanya sangat sensitif dirasakan dan direspon oleh
para pemeluknya. Kedua, menyangkut kepemgikutan,
atau biasa disebut umat, atau para pengikut sesuatu
agama. Adanya isu sensitf di seputar isu pembagian
sembako pada sebagian masyarakat miskin, adalah di
antara contoh kasus klasik dan sederhana yang sudah

102
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

populer ada di sekitar masyarakat kita, karena pembagian


sembako itu sudah memasuki wilayah kepengikutan
yang berbeda agama/keyakinan. Ketiga, praktik
keberagamaan itu sendiri, terutama karena menyangkut
perbedaan interpretasi dalam kaitannya dengan masuknya
variabel budaya. Dalam kaitan ini, Kurnia Syah (2016:
14-15), mengomentari adanya dua arus besar pandangan,
pandangan kelompok pluralis yang melihat agama
sebagai identitas global yang pada praktiknya masih
membutuhkan penafsiran ulang sesuai tuntutan zaman
dan kondisi kehidupan para pengiktnya; dan pandangan
kelompok tradisi yang melihat agama sebagai kebenaran
bagi kelompokya dan tidak berlaku global. Untuk kasus
Indonesia, misalnya, Islam bukanlah suatu identitas,
melainkan hadir dalam banyak warna implementasi,
seperti Islam warna NU, Muhammadiyah, Persis, dan
yang lainnya.
Tema-tema di luar itu masih dipandang netral dan
universal, diakui kebenarannya oleh pemeluk agama
apapun. Isu tentang perdamaian, misalnya, dipandang isu
universal di mana semua meyakini dan mengajarkan
tentang perdamaian, keharmonisan, dan kerukunan,

103
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

meskipun pada implementasinya menjadi sensitif juga.


Berbeda dengan tiga wilayah sensitifitas di atas,
sensitivitas ini berakar pada masuknya variabel lain di
luar agama, terutama politik kekuasaan. Diakui ataupun
tidak, perdebatan di seputar penyatuan agama dan
politik ini terutama karena politik seringkali membawa
dampak yang sangat ridak menyehatkan bagi perjalanan
kehidupan beragama para aktivisnya. Meskipun, jika
dilihat dari substansi ajarannya, hampir tidak mungkin
agama dilepaskan dari politik. Karena itu, untuk
menurunkan tensi ketegangan yang biasa melekat pada
adanya relasi agama-poitik ini, ada baiknya
menempatkan relasi itu secara lebih proporsional, di mana
agama menggandeng politik untuk memperkuat
dimensi moral yang kerap diperlakukan para politisi
secara sewenang-wenang. Sebab, jika agama dilepaskan
sama sekali dari politik, dapat berdampak pada
munculnya perdebatan baru yang juga memiliki tingkat
sensitivitas yang tidak sederhana, yaitu perdebatan di
seputar paham sekularisme.
Perbedaan agama yang dianut oleh para aktor
komunikasi tidak menghalangi rasa empati untuk

104
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

mengekspresikan kesadaran solidaritas sebagai sesama


manusia. Rasa empati tumbuh karena kesadaran
kemanusiaan yang tulus dan utuh. Rasa empati
merupakan kunci penting akrtivitas komunikasi, sehingga
direkomendasikan untuk meningkatkan kompetensi
komunikasi masyarakat plural, dan dikembangkan sejak
usia yang sangat dini. Rasa empati juga dapat mendorong
inklusivisme antarpemeluk agama yang berbeda.
Inklusivisme merupakan modal utama toleransi. Toleransi
tanpa sikap inklusif adalah sia-sia Inklusivisme menjadi
ciri masyarakat lintas agama yang implementasinya
mewujud pada sikap-sikap toleran dan penuh kedamaian.
Intoleransi yang banyak mengemuka, paling tidak pada
satu dasawarsa terakhir, mengindikasikan ketidaksiapan
warganya untuk menerima perbedaan. Masih jauh dari
watak masyarakat kosmopolit yang dalam banyak hal
menghargai pluralitas dan kebhinekaan. Secara
sederhana, masyarakat kosmopolit dapat diklaim sebagai
masyarakat agamis atau penghuni kota agamis. Lalu
muncul gagasan merakit terbentuknya kota agamis.
Pertanyaannya, apakah Indonesia dapat disebut negara
berpenduduk masyarakat agamis? Jika fakta demografis

105
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

memperlihatkan mayoritas beragama (Islam) dan


merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia, mengapa angka intoleransinya masih tinggi?
Salah satu ciri kota agamis adalah
kedamaian penduduknya. Penghargaan terhadap
pluralitas yang sudah menjadi keniscayaan masyarakat
modern dikedepankan sebagai watak sosial
masyarakatnya. Nilai-nilai keagamaan, seperti solidaritas
yang tinggi, rukun, damai, dan sebagainya, menjadi ciri
dominan dalam pengembangan masyarakatnya. Ikatan
persaudaraan di antara sesama warganya terwujud kuat
dalam tatanan masyarakat agamis. Perbedaan-perbedaan
manusiawi ditempatkan sebagai kekuatan untuk memetik
hikmah seperti diisyaratkan ajaran agama. Orang- orang
Islam percaya bahwa di balik perbedaan di antara umat
ada hikmah yang tersembunyi. Namun, godaannya pun
tidak sederhana. Godaan konflik hampir selalu
membayangi tatanan kedamaian yang dirakit sesuai cita-
cita luhur para penghuninya.
Keinginan mewujudkan “kota agamis” perlu
dibarengi dengan usaha keras membangun “masyarakat
agamis”, yakni masyarakat yang diwarnai kesalehan

106
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

ganda, baik sosial maupun spiritual. Sayangnya, ketika


gagasan mewujudkan kota agamis muncul, masyarakat
kita tengah mengalami krisis kesalehan sosial. Krisis
tersebut ditandai, misalnya, dengan semakin
merosotnya solidaritas di antara sesama. Nilai-nilai lama
yang tercermin dalam petatah-petitih masyarakat terus
memudar, terutama karena arus globalisasi yang
memang tidak bisa dihindari. Filsafat hidup yang
mencerminkan kesalehan individu dan sosial masyarakat
pun semakin hilang dari kehidupan. Beberapa filsafat
hidup masyarakat Sunda, misalnya, seperti tercermin
dalam ungkapan-ungkapan ka cai jadi saleuwi ka darat
jadi salogak, sareundeuk saigel sapihanean, kudu
nulung kanu butuh nalang kanu susah (gambaran sikap
gotong royong, saling membantu dengan penuh empati
antar sesama manusia), atau gambaran perilaku terpuji
seperti tercermin dalam ungkapan: ulah sacokot-cokotna
lamun lain cokoteunana, dan sebagainya, kini hampir
tidak lagi terdengar, apalagi diimplementasikan.

107
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

MODERASI BERAGAMA

Kata moderasi berasal dari bahasa latin moderation yang


berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak
kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari
sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian
kata moderasi, yakni: pengurangan kekerasan, dan
penghindaran keekstriman. Jika dikatakan, orang itu
bersikap moderat, kalimat itu berarti bahwa orang itu
bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.10

Untuk mendefinisikan moderasi, para


cendekiawan Muslim, pertama-tama mengeksplorasi
makna leksikal dari padanan bahasa Arabnya
‚wasatiyyah. Secara umum, kata wasatiyyah dalam kamus
bahasa Arab mengacu pada beberapa corak makna seperti
keadilan atau keseimbangan (al-‘adl), kebaikan atau
keunggulan (al- faḍl), lebih baik (al-khairiyyah).11

10
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), 73-43
11
A. M. Al-Sallabi. Al-Wasatiyyah Fi Al-Quran Al-Karim (Amman:
Jordan, Dar Al-Nafais & Dar Al Bayariq, 1999)

108
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Moderasi Islam atau sering juga disebut dengan


Islam moderat merupakan terjemahan dari kata
wasathiyyah al-Islamiyyah. Kata wasata pada mulanya
semakna tawazun, I’tidal, ta’adul atau al-istiqomah yang
artinya seimbang, moderat mengambil posisi tengah,
tidak ekstrim baik kanan maupun kiri.12
Moderasi beragama ini menurut Muhammadiyah
istilah berkemajuan juga sangat sering diungkapkan oleh
KH. Ahmad Dahlan dalam perjalanan Muhammadiyah.
Salah satu pernyataan tersebut dapat dilacak dari ucapan
KH. Ahmad Dahlan yang berbunyi “Dadijo Kjahi sing
kemadjoean, lan odjo kesel-kesel anggonmu njamboet
gawe kanggo Moehammadijah”. Dari pernyataan di atas
dapat dipahami bahwa KH. Ahmad Dahlan dalam
mendirikan dan menjalankan misi organisasi
Muhammadiyah, sangat menjunjung tinggi semangat
bekerja untuk menciptakan perubahan dan pencerahan

12
Babun Suharto, Et. All, Moderasi Beragama: Dari Indonesia Untuk
Dunia (Yogyakarta: Lkis, 2019)

109
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

bagi agama Islam yang pada saat itu masih dianggap kolot
dan tertinggal.13
14
Islam Nusantara adalah istilah yang sering
digunakan untuk merujuk ke Islam gaya Indonesia asli;
gaya nusantara, tetapi isi dan lirik nya Islam; Pakaiannya
orang Indonesia, tetapi tubuhnya Islami. Gagasan Islam
Nusantara terkait dengan gagasan "Islam asli" yang
pernah dipopulerkan oleh almarhum K.H.Abdurrahman
Wahid.
Bangkitnya Islam Nusantara adalah bagian dari
apa yang biasa disebut sebagai "paradoks globalisasi".
"Semakin banyak orang mengglobal, semakin sering
mereka terobsesi dengan keunikan budaya asli mereka.15

13
Babun Suharto, Et. All, Moderasi Beragama: Dari Indonesia Untuk
Dunia, 22.
14
Khabibi Muhammad Luthfi, ‚Islam Nusantara: Relasi Islam Dan
Budaya Lokal,‛ Shahih: Journal ofIslamicate Multidisciplinary 1, No.
1 (21 Nov 2022): 1, Https://Doi.Org/10.22515/Shahih.V1i1.53
15
A. Jauhar Fuad, Akar Sejarah Moderasi Islam Pada Nahdlatul
Ulama (Institut Agama Islam Tribakti Kediri: Tribakti: Jurnal
Pemikiran Keislamanvolume 31, Nomor 1, Januari 2020), 163-164

110
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Dalam kata-kata ilmuwan lain: "Ketika dunia


menjadi lebih perbedaan kecil antara manusia menjadi
semakin kecil.”16
Moderasi beragama ini merupakan istilah yang
dikemukakan oleh Kementrian Agama RI moderasi
beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku selalu
mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil,
dan tidak ekstrem dalam beragama.17 Sedangkan menurut
TGB, Moderasi beragama adalah membuat sebuah
pemahaman yang berasal dari konsep yang otoritatif dan
mendialogkannya dengan cara yang saling merangkul,
bukan saling pukul apalagi curigai satu sama lain. Karena
asas moderasi beragama adalah mampu saling
menghargai tanpa harus menggadai keyakinan yang sudah
ada dalam diri agama masing-masing. Menjalankan

16
Alexander Raymond Arifianto, ‚Islam Nusantara: Nu’s Bid to
Promote ‘Moderate Indonesian Islam,’‛ 2016,
Https://Dr.Ntu.Edu.Sg/Handle/10221/40704
17
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan
Litbang Dan Diklat Kementerian Ri, Cet. 1, 2019), 17

111
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

moderasi beragama adalah bagian dari cara membangun


kebersamaan dalam kebaikan.18
Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita
simpulkan bahwa moderasi beragama sesungguhnya
adalah menjalankan cara beragama sesuai dengan
tuntunan agama secara berimbang dan tidak cepat
menyalahkan sesama pemeluk agama maupun yang
berbeda agama. Karena Islam mengajarkan asas
kesantunan diatas segala hal. Karena jati diri Islam ada
pada Islam itu sendiri, tegak berdiri pada posisi yang
sepatut dan sepantasnya.

TERM AL-QUR’AN TENTANG MODERASI


BERAGAMA

Secara umum, filosofi ajaran Islam bercirikan


moderat (wast), baik dalam akidah, ibadah, akhlak,
maupun dan muamalah. Ciri ini disebut dalam Al-Qur’an
sebagai as-sirat al-mustaqim (jalan lurus/kebenaran),

18
TGB. M. Zainul Majdi, Oase Ramadhan Dengan Tema ‚Moderasi
Beragama‛ Yang Ditayangkan

112
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

yang berada dalam jalan mereka yang dimurkai (magdub


‘alaihim) dan yang saat (ad dallun) karena melakukan
banyak penyimpangan. Kalau al magdub alaihim
dipahami sebagai kelompok yahudi, sebagaimana
penjelasan rasul, itu karena mereka telah menyimpang
dari jalan lurus dengan membunuh para nabi dan
berlebihan dalam mengharamkan segala sesuatu. Lalu,
jika ad dallun dipahami sebagai kelompok Nasrani, itu
karena berlebihan sampai mempertaruhkan nabi. Umat
Islam berbeda di antara sikap berlebihan itu sehingga
dalam Al-Qur’an dijelaskan sebagai sifat wasat.19 Umat
Islam yang memiliki sikap.
Moderasi beragama menjadikan Al-
Qur’an sebagai pandauan dalam kehidupan
muamalahnya dan begitu juga dalam membangun
moderasi beragama.
Dalam Al-Qur’an menjelaskan moderasi
diidentifikasikan dengan katawasath. Kata wasath

19
Tim Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Damai Bersama Al-Qur’an
Meluruskan Kesalahpahaman Seputar Konsep Perang Dan Jihad
Dalam Al-Qur’an (Jakarta Timur: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur’an, 2018), 39.

113
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dalam berbagai bentuknya ditemukan Lima kali


dalam Al- Qur’an, kesemuanya mengandung
makna berada di antara dua ujung.20
1. Al-Baqaroh (2) : 143

‫َو َك ٰذلِ َك َج َعلْ ٰن ُك ْم ُا َّم ًة َّو َس ًطا ِل َت ُك ْون ُْوا شُ هَدَ ۤا َء عَلَى النَّ ِاس َويَ ُك ْوَنَ َّلر ُس ْو ُل عَلَ ْي ُك ْم شَ ِه ْيدً ا‬
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam) umat pertengahan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu”.

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu


(umat Islam) ‛umat pertengahan‛ agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Umat Islam adalah ummatan wasathan, umat yang
mendapat petunjuk dari Allah, sehingga mereka
menjadi umat yang adil serta pilihan dan menjadi saksi

20
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam Tentang
Moderasi Beragama (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2020), 4-5.

114
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

atas keingkaran orang kafir. Umat Islam harus


senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta
membela yang hak dan melenyapkan yang batil.
Mereka dalam segala persoalan hidup berada di tengah
orang-orang yang mementingkan kebendaan dalam
kehidupannya dan orang-orang yang mementingkan
ukhrawi saja.
Dengan demikian, umat Islam menjadi saksi yang
adil dan terpilih atas orang-orang yang bersandar pada
kebendaan, yang melupakan hak-hak ketuhanan dan
cenderung kepada memuaskan hawa nafsu. Mereka
juga menjadi saksi terhadap orang-orang yang
berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga
melepaskan diri dari segala kenikmatan jasmani
dengan menahan dirinya dari kehidupan yang wajar.
Umat Islam menjadi saksi atas mereka semua, karena
sifatnya yang adil dan terpilih serta dalam
melaksanakan hidupnya sehari-hari selalu menempuh
jalan tengah. Demikian pula Rasulullah Saw. Menjadi
saksi bagi umatnya, bahwa umatnya itu sebaik-baik
umat yang diciptakan untuk memberi petunjuk kepada

115
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

manusia dengan amar makruf dan nahi munkar.21


2. Al- Baqarah (2) : 238
‫الص ٰلو ِة الْ ُو ْس ٰطى َوقُ ْو ُم ْوا ِل ٰل ِه ٰق ِن ِتي َْن‬
َّ ‫الصلَ ٰو ِت َو‬
َّ ‫َحا ِف ُظ ْوا عَلَى‬
“Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah
(salat) karena Allah dengan khusyuk.”
Ibn Katsir menyatakan, lewat ayat ini Allah
memerintahkan untuk menjaga salat pada waktunya,
yakni mengetahui batas-batas waktu salat, serta
berusaha untuk melaksanakan salat di waktunya
masing-maisng serta tidak mengakhirkan hingga keluar
waktu shalat. Setelah itu, Ibn Katsir mengutip hadis
yang menyatakan keutamaan salat pada waktunya.
Selanjutnya Ibn Katsir menerangkan, di dalam ayat
di atas Allah memerintahkan untuk lebih
memperhatikan salah satu dari kelima salat yang ada,
yaitu As-Salat Al-Wustha. Isyarat ini menunjukkan
bahwa di antara kelima salat yang ada, salah satunya
ada yang lebih utama dari daripada yang lain. Namun
demikian, ulama, baik dari kalangan salaf maupun

21
Departemen Agama Ri, Al-Qur‟An Dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera
Abadi, 2010), 224.

116
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

khalaf, berbeda pendapat tentang salat yang lebih utama


tersebut. Mereka berbeda pendapat mengenai tafsir dari
As-Salat Al-Wustha.22 Maka kalau dikaitkan dengan
moderasi beragama harus bisa menempatkan yang
utama dari yang tidak utama. Atau dalam istilah
singkatnya utamakan yang penting dari yang genting.
3. Al-Maidah: 89

ِ ‫فَ َكفَّ َارت ُٓٗه ِا ْط َعا ُم عَشَ َر ِة َم ٰس ِكي َْن ِم ْن َا ْو َس‬


‫ط َما ت ُْط ِع ُم ْو َن َا ْه ِل ْي ُك ْم‬

Maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah


memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan
yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.
Allah tidak menghukum kalian karena sumpah
yang tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Allah
hanya menghukum kalian oleh sebabmelanggar sumpah
yang kalian maksudkan dan kalian yakini sebagai
sumpah. Jika kalian melanggar sumpah, maka kalian
harus melakukan sesuatu yang dapatmenebus dosa-dosa
kalian akibat pelanggaran sumpah. Sesuatu yang harus
kalianlakukan itu adalah memberi makan kepada sepuluh

22
Al-Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2019), 129

117
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

fakir miskin dalam satu hari, darimakanan yang biasa


kalian berikan kepada keluarga, tanpa berlebihan dan
tanpa harus kikir. Atau memberikan pakaian kepada
mereka dengan pakaian yang pantas,atau memerdekakan
seorang budak. Jika orang-orang yang bersumpah itu
tidak mampu melakukan demikian, maka harus
berpuasa selama tiga hari. Masing-masing ketentuan itu
dapat menebus dosa akibat melanggar sumpah yang
dimaksud.
Peliharalah sumpah kalian dan janganlah kalian
tempatkan pada bukan tempatnya. Dengan seperti ini,
Allah menjelaskan hukum-hukum-Nya agar kalian
mensyukuri nikmat-Nya dengan mengetahui dan
melaksanakan hak-Nya. Seperti halnya ayat-ayat Al-
Qur'an yang lain, ayat ini juga mengisyaratkan
pembebasan budak. Al-Qur'an memang memperluas jalan
ke arah pembebasan budak dan penghapusan perbudakan.

4. Al-Qalam: 28
‫قَا َل َا ْو َس ُطه ُْم َالَ ْم َاقُ ْل ل َّ ُك ْم لَ ْو ََل ت ُ َس ِب ُح ْو َن‬
Berkatalah seorang yang paling bijak di antara
mereka, ‚Bukankah aku telah mengatakan

118
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada


Tuhanmu).
Salah seorang dari mereka, yang paling bijak dan
paling baik, mencela mereka seraya berkata, "Bukankah
aku telah mengatakan kepada kalian ketika kalian saling
berpesan untuk melarang orang-orang miskin, 'Apakah
kalian tidak ingat Allah sehingga kalian mengubah niat
tersebut'?"
5. Al-Adiyat: 4-5
‫فَ َاث َْر َن ِب ٖه ن َ ْق ًعا فَ َو َس ْط َن ِب ٖه َج ْم ًعا‬
Sehingga menerbangkan debu, lalu menyerbu ke tengah-
tengah kumpulan musuh.
Menurut Tafsir Jalalain (Maka menerbangkan) atau
mengepulkan (di waktu itu) di waktu tersebut, atau di
tempat berlari (debu) karena gerakannya yang sangat
keras. (Dan menyerbu dalam kepulan debu ke tengah-
tengah) artinya dengan membawa kepulan debu
(kumpulan musuh) yang diserangnya; maksudnya
kuda-kuda tersebut berada di tengah-tengah musuh
dalam keadaan menyerang. Lafal Fawasathna yang
kedudukannya sebagai Fi'il di'athafkan kepada Isim,

119
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

karena mengingat bahwa semua Isim yang di athafkan


kepadanya mengandung makna Fi'il pula. Yakni demi
yang berlari kencang, lalu mencetuskanApi dan juga
menerbangkan debu.
Dalam banyak hadits diterangkan bagaimana
seharusnya kita bersikap, antara mencari dunia dan
mencari akhirat dengan cara bersikap moderat.
Mengerjakan segala sesuatu dengan penuh pemahaman
yang terbaik dan mendukung kedamaian. Pada saat
sekarang ini ada sekelompok masyarakat yang selalu
mengatakan dirinya Islam. Akan tetapi, mereka
bersikap sangat keterlaluan dalam melaksanakan ajaran
agama Islam. Mereka gampang-gampang untuk
menyesatkan orang lain, sebagaimana yang banyak
terjadi di belahan dunia termasuk di negeri tercinta.
Mereka menganggap orang lain kafir dan
mengatakan diri mereka saja yang paling benar dan
paling Islami. Bahkan seolah-olah kavling surga milik
dia dan kelompoknya. Ini merupakan salah satu sikap
tidak mencerminkan ajaran agama Islam yang
sebenarnya. Ajaran Islam yang sebenarnya, adalah
agama Islam yang memiliki sifat wasathiyah dalam

120
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

semua hal. Baik yang berkaitan dengan Akidah,


Muamalah, dan Syariah.
Rasulullah saw. mengajarkan agama Islam yang
selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai fitrah
manusia. Islam yang mudah, yang indah, tidak sulit dan
tidak menakutkan. Karenanya, semua ajaran Islam dan
tentunya pemahaman terhadap ajaran Islam haruslah
bersifat memudahkan dan menggembirakan. Dengan
demikian semua pemahaman keagamaan yang
cenderung membelenggu, mengekang kehidupan, dan
tidak memberikan pilihan, perlu ditinjau kembali.
Apakah ada kekeliruan dalam memahami teks atau
keliru dalam melihat konteks suatu teks hadir (asbabun-
nuzul dan asbabul-wurud), sebab pada dasarnya agama
Islam tidak mengajarkan pemahaman dan pengamalan
agama secara ekstrem, baik ekstrem kaku maupun
ekstrem kendor.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW bersabda:
Sungguh agama Islam ini mudah. Tidak satupun orang
yang mempersulit/memperkeras agama ini, kecuali ia
akan terkalahkan. Berlaku benarlah (dalam kata dan
perbuatan), saling mendekatlah, dan gembirakanlah,

121
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

serta bermohonlah pertolongan (kepada Allah) di


waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam.23
Selanjutnya beberapa riwayat hadis berikut
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw.
mengajarkan pentingnya prinsip keseimbangan dan anti
terhadap ekstremisme, antara lain : Beragama yang
paling dicintai Allah adalah bersikap lurus dan
berlapang hati‛.24
Keberagamaan yang lurus menuju kebenaran dan
Ridha Allah serta tidak belok menuju kebatilan dan
pelanggaran. Lapang hati artinya luas pandangan dan
tidak sulit/mempersulit serta mempersempit diri sendiri
sehingga membuat diri jadi tenang, damai, dan
tenteram. Lapang hati juga bermakna tidak sempit
sehingga dapat memahami dan menampung perbedaan
pendapat, perbedaan madzhab, perbedaan metode
berpikir yang dengan demikian akan beragama secara
inklusif atau terbuka, tidak eksklusif, selama masing-

23
Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Al Bukhari, Shahih Bukhari,
(Kairo: Syirkah Al-Quds, 2014), 29
24
Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Al Bukhari, Shahih Bukhari,
31.

122
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

masing mendasarkan pada dalil yang dapat


dipertanggungjawabkan, bukan berdasar hawa nafsu
dan pemikiran sempit.
CIRI-CIRI KONGKRIT MODERASI
BERAGAMA DALAM AL-QUR’AN
Sebagai jawaban atas berkembangnya paham
dan gerakan kelompok yang intoleran, rigid, dan mudah
mengkafirkan (takfiri), maka perlu dirumuskan ciri-ciri
Ummatan Wasathan untuk memperjuangkan nilai-nilai
ajaran Islam yang moderat dalam kehidupan
keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan. Sikap moderat adalah bentuk manifestasi
ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin rahmat bagi
segenap alam semesta.Sikap moderat perlu
diperjuangkan untuk lahirnya umat terbaik (khairu
ummah)25
Adapun ciri-ciri lain tentang wasathiyyah
sebagai berikut:
1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu

25
Muhammad At-Thahir Ibnu ‘Asyur, Maqâshid Al-Syari‘ah
(Yordania: Dâr An- Nafa’is, 2001, Cet. Ii), 268.

123
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath


(berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith
(mengurangi ajaran agama).
2. Tawazun(berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan
pengamalan agama secara seimbang yang meliputi
semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun
ukhrawi.
3. I’tidâl (lurus dan tegas), yaitu menempatkan
sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban secara proporsional.
4. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan
menghormati perbedaan, baik dalam aspek
keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
5. Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap
diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan
keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.
6. Syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan
diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk
mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan
kemaslahatan di atas segalanya.
7. Ishlah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip
reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang

124
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman


dengan berpijak pada kemaslahatan umum
(maslahah ‘ammah) dengan tetap berpegang pada
prinsip al-muhafazhah ‘ala al qadimi al-shalih wa
al-akhdzu bi al-jadidi alashlah (melestarikan tradisi
lama yang masih relevan, dan menerapkan hal-hal
baru yang lebih relevan)
8. Aulawiyat (mendahulukan yang prioritas), yaitu
kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih
penting harus diutamakan untuk diterapkan
dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih
rendah.
9. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), yaitu
terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan
kearah yang lebih baik. Demikianlah konsep yang
ditawarkan oleh Islam tentang moderasi beragama
di Indonesia, sehingga konsep tersebut diharapkan
mampu untuk diterapkan dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa.26

26
Afrizal Nur Dan Mukhlis Lubis, ‚Konsep Wasathiyah Dalam Al-
Quran; Studi Komparatif Antara Tafsir Al-Tahrîr Wa At-Tanwîr Dan
Aisar At-Tafâsîr,‛ An-Nur, Vol. 4 No. 2,( 2015): 211-213

125
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama


M. Nur Kholis Setiawan menyebutkan ada empat tolok
ukur yang bisa menjadi parameter sikap moderat,
antara lain :
1. Sikap terbuka sikap terbuka menjadi ciri pertama
orang moderat,
2. Berpikir rasional dia menyebut orang yang punya
sikap moderat akan berpikir rasional.
3. Rendah hati ciri sikap moderat juga ditandai
dengan adanya tawadhu’ atau rendah hati.
4. Memberi manfaat ciri sikap moderat selalu berpikir
bahwa apa yang dilakukannya harus membawa
manfaat. Perspektif ini penting untuk dijadikan
pegangan bagi masyarakat terdidik. Yang
dimaksud dengan manfaat bukanlah pertimbangan
untung dan rugi. 27
Ciri-ciri di atas adalah sekelumit untuk
mengidentifikasi ciri-ciri dari sikap moderasi
beragama yang bisa dijadikan alur berpikir bagi warga

27
https://Www.Solopos.Com/ Diakses Pada Hari Senin
21November 2022 Di Bandung Jam 07.40 WIB

126
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

bangsa dan warga agama. Supaya jangan sampai keluar


dari kontrol yang sudah ditetapkan agama dan negara.
Karena, apabila rule control sampai rusak,
dikhawatirkan akan berdampak pada saling
menyalahkan dan menimbulkan kerusakan, yang
berefek pada negara dan negara. Hadirnya wasathiyah
adalah memberikan jalan keluar terbaik untuk
kedamaian bersama.
CERMIN PERILAKU TIDAK MODERAT
DALAM AL-QURAN
1. Sikap Ghuluw
Secara bahasa, ghuluw bermakna hal yang
melewati batas atau hal-hal yang berlebih-lebihan.28
Dalam kamus kontemporer, lafazh-lafazh ghuluw
semakna dengan ifrāth, tatharruf yang artinya
keterlaluan (perbuatan), hal yang melampaui batas.29
Sedangkan ghuluw menurut syara’ adalah perbuatan

28
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997, Cet. Ke Xiv), 1015.
29
Atabik Ali Dan Ahmad Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab
Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Ali Makmur Pondok Pesantren
Krapyak, 1996), 1357

127
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

atau sikap yang keterlaluan,berlebih-lebihan dalam


memuliakan atau meninggikan derajat seseorang
sehingga ditempatkan pada kedudukan yang bukan
pada semestinya.30Maksudnya, janganlah kalian
mengangkat derajat makhluk melebihi kedudukan yang
telah ditetapkan Allah, karena jika berbuat demikian
berarti kita telah menerapkannya pada kedudukan yang
tidak sepatutnya dimiliki oleh selain Allah.31 Adapun
Lafadz yang semakna dengan ghuluw, antara lain:
Pertama, Ifrāth secara bahasa berarti hal
melampaui batas32 sedangkan menurut istilah, ifrāth
ialah melampaui batas dalam beribadah dan beramal
tanpa ilmu.33 Gambaran bagi mereka yang tersesat
dalam sikap ifrāth adalah seperti Nasrani. Kesesatan
yang telah mereka lakukan adalah dengan menuhankan
Nabi Isa dan menyembah pendeta-pendeta.
Demikianlah sikap ifrāth mereka, berbicara tentang

30
Mansur Said, Bahaya Syirik Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1996), 97
31
Muhammad Afifuddin, ‚Ghuluw Dalam Dien‛, Majalah Salafy,
Edisi Vii, (Yogyakarta: Yayasan As-Sunnah, 1996), 40
32
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, 1047
33
Muhammad Umar As-Sewed, Sikap Tengah Ahl Sunnah Di Antara
Ifrāth Dan Tafrīth, 10

128
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Allah dan atas Nama Allah tanpa ilmu, sehingga terucap


kalimat kufur yang sangat besar, yaitu dengan
mengatakan bahwa Isa merupakan jelmaan Allah, atau
Isa adalah anak Allah.34
Kedua, Tatharruf secara bahasa berarti
berlebih-lebihan atau melewati batas. Lafazh tasharruf
berasal dari kata tharf , yang bermakna tepian.
Tatharrafa yatatharrafu fahuwa mutatharrif, yang
berarti menghampiri tepian. Makna seperti ini biasanya
biasa diucapkan orang ketika matahari hampir
terbenam. Tatharrafa dapat juga berarti melewati batas
garis tengah dan tidak mengambil jalan tengah. Dengan
demikian, siapapun yang melewati garis tengah dan
berlebih-lebihan, maka secara bahasa dia sudah disebut
mutasharrif.35Istilah tatharruf merupakan istilah baru
yang memiliki arti yang hampir sama dengan al-
ghuluw, namun istilah tatharruf bukan istilah syar’i dan
istilah ini tidak pernah digunakan oleh para ulama

34
Muhammad Umar As-Sewed, Sikap Tengah Ahl Sunnah Di Antara
Ifrāth Dan Tafrīth, 11
35
Abd Al-Rahmān Ibn Mu‟Alla Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam
Ber-Islam, Terj. Oleh Kathur Suhardi, (Jakarta: Cv. Dar Al-Falah,
2003), Cet, Ke 1, 30.

129
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

kecuali pada beberapa naskah yang ditulis oleh Syaikh


al-Islam Ibn Taimiyah.36
2. Sikap Israf
Kata asrafa artinya memboroskan dan israf yang
artinya pemborosan.37 Sedangkan secara terminologi
Israf adalah melakukan suatu perbuatan yg melampaui
batas atau ukuran yang sebenarnya. Israf juga dapat
diartikan sebagai suatu sikap jiwa yang
memperturutkan keinginan yang melebihi semestinya.
Seperti makan terlalu kenyang, berpakaian terlalu
dalam sehingga menyapu lantai atau tanah. Raghib al-
Asfahani mengenai makna israf mengatakan israf
adalah segala perbuatan dan amalan yang dilakukan
oleh manusia dan keluar dari batas, melanggar
kelayakannya dan dilakukan secara berlebihan.38 Oleh
karena itu bisa dikatakan israf adalah segala bentuk
perbuatan yang sia-sia, berlebihan dan keluar dari

36
Abd Al-Rahmān Ibn Mu‟Alla Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam
Ber-Islam, Terj. Oleh Kathur Suhardi, (Jakarta: Cv. Dar Al-Falah,
2003), Cet, Ke 1, 53
37
Ahmad, Kamus Munawwar, (Pt. Karya Toha Putra, Semarang),
374.
38
Ar-Raghib Al-Isfahani, Al-Mufradat Al-Fadz Qur’an (Beirut: Dar Al-
Syamsiyah),407

130
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

batasan yang wajar, baik dalam kualitas dan


kuantitasnya. Dapat diketahui bahwa penggunaan
lafadz israf terkadang digunakan dalam hal yang
berkaitan dengan makanan dan minuman, berinfak, dan
juga dalam membunuh. Dan terkadang term israf ada
yang merujuk kepada orang- orang kafir dan ada juga
yang tidak, tergantung pada konteks ayat yang berisi
term israf.39
PENYEBAB UTAMA TIDAK MEMILIKI
SIKAP MODERASI BERAGAMA
Ada banyak kondisi yang bisa menyebabkan
sikap moderasi beragama menjadi tersumbat dan
terhalang. Setidaknya ada tiga kecenderungan yang
terlihat sangat menonjol diantaranya:
Pertama, Fanatisme Adalah suatu sikap penuh
semangat yang berlebihan terhadap suatu segi
pandangan atau suatu sebab. Perilaku fanatik ditujukan
untuk menghina dalam hal tertentu, tetapi sebenarnya
merupakan individu, kelompok atau organisasi yang

39
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Quran, (Amzah, Jakarta, 2006),
326

131
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

memiliki keyakinan atau pemahaman terhadap


organisasinya secara berlebihan dan mereka akan tetap
pada pendiriannya, walaupun orang lain menganggap
itu berlebihan dan kurang baik untuk dilakukan.40
Segala sesuatu tindakan yang dilakukan karena
anggapan bahwa paham merekalah yang shahih (benar),
sehingga segala wujud kritik yang ditujukan pada
organisasinya adalah sesuatu yang tidak diperkenankan
bagi organisasi yang miliki.
Fanatisme dalam beragama sangat
memungkinkan untuk mengikis dan memecah belahkan
umat, karena umat yang beragama sebenarnya harus
menciptakan toleransi baik pada kelompoknya sendiri
maupun umat yang memiliki agama yang lain, hanya
saja sifat fanatisme yang justru membuat dan
menciptakan persatuan ini menjadi terpecah. Perilaku
fanatik timbul sebagai akibat dari proses interaksi

40
Deko Rio Putra, Fanatisme Dan Taqlid (Memfigurkan Sosok
Tertentu Secara Eksklusif) Ditinjau Dari Kepemimpinan Sosial,
Institut Agama Islam Negeri (Iain) Bengkulu Tahun 2019, 1 St
International Seminar On Islamic Studies, Iain Bengkulu ,September
06 2021|Page252 Dan Irna Purnama Sari, Faktor Pendorong
Fanatisme Pada Suporter Klub Sepak Bola Arsenal Di Balikpapan,
Jurnal Psikologi, 2016, Vol. 4 No. 2, 26

132
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

budaya antara individu satu dengan individu yang


lainnya, yang dapat melahirkan suatu bentuk perilaku
baru. Fanatisme terbentuk karena dua hal yaitu menjadi
penggemar untuk suatu hal berupa objek barang atau
manusia, dan berperilaku fanatisme karena keinginan
diri sendiri yang terlihat dari berubahnya perilaku untuk
meniru hal yang baru.41
Kedua, memaksakan sesuatu yang tidak wajib.
Termasuk indikasi tidak memiliki sikap moderasi
beragama adalah menggunakan kekerasan, kendati ada
faktor-faktor yang menuntut kemudahan, dan
mengharuskan orang lain untuk melaksanakan yang
tidak diwajibkan Allah swt. Seandainya ada seseorang
mengikuti pendapat yang paling keras dalam sebagai
dan paling berat dalam beberapa keadaan sebagai wujud
wara dan kehati-hatian, hal yang tidak menjadi masalah.
Akan tetapi, tidak seyognyanya jika itu masih terjadi
dalam setiap keadaan, dimana ketika membutuhkan

41
Ayu Pratiwi Sella, Konformitas Dan Fanatisme Pada Remaja
Korean Wave (Penelitian Pada Komunitas Komunitas Super Junior
Fans Club ‚Ever Lasting Friend‛), (Jurnal Psikologi, Vol. 1, No. 2,
Samarinda, 2013), 157- 160

133
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

kemudahan menolaknya dan ketika ada rukhsah


ditampiknya. Dalam hal ini sebagai umat Muslim
bersikap yang plin-plan itu sangat terlarang, apalagi
memudah-mudahkan dalam hal yang bukan mudah.42
Sebagai Muslim tidak sepatutnya memaksakan sesuatu
yang tidak wajib, kepada orang lain yang belum kuat
imannya. Karena bisa jadi dengan memaksakan yang
tidak wajib menyebabkan dia jauh dari agama.
Ketiga, sikap keras tidak pada tempatnya adalah
sikap keras yang tidak sesuai, kondisi dan waktunya.
Dalam arti bahwa orang yang seyogyanya disikapi
dengan dengan sikap yang mudah dalam masalah
furu’iyah dan khilafiyah, memfokuskan masalah-
maslah umumnya (kulliyat) sebelum juz'iyat bagi
mereka, dan pokok (ushul) sebelum cabang (furu).
Artinya orang yang memiliki sikap moderasi beragama
bersikap mampu menempatkan sesuatu pada
tempatnya.
Keempat, sikap keras dan kasar adalah sikap

42
Yusuf Qordawi, Islam Radikal, (Solo: Era Adicitra Intermedia,
2004), 42.

134
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

tidak moderat dan cenderung radikalisme sikap kasar


dalam segala hal terutama dalam dakwah dan syiar
Islam adalah menyalahi petunjuk agama yang
sesungguhnya. Yaitu bersikap lemah lembut karena
Islam itu pada dasarnya penuh dengan kelembutan dan
ditopang sikap yang moderat.
Kelima, buruk sangka adalah Berburuk sangka
atau suudzon merupakan sifat yang tanpa sadar muncul
dari dalam diri seseorang. Bagi umat Muslim suudzon
tidak boleh dilakukan terhadap sesama, karena Allah
Swt. sangat menentang hal ini. Disebut buruk sangka
karena anggapan, pendapat, atau sikap yang
bertentangan dengan kebenaran, dan kebaikan. Orang
buruk sangka adalah memiliki anggapan, pendapat,
sikap, yang buruk terhadap sesuatu keadaan atau
sesorang dimana keadaan atau sesorang dimana
keadaan orang tersebut sesungguhnya menunjukan
yang sebaliknya.43 Maka dalam kaitan moderasi
beragama sikap ini tidak dibenarkan, karena sikap

43
Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus Shalihin, (Jakarta: Pustaka
Amani, 2004), 463.

135
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

moderasi beragama mengedepankan sikap baik sangka.


Keenam, mengkafirkan "Di kalangan umat
Islam terdapat kelompok yang suka menghakimi,
menanamkan kebencian, dan melakukan tindakan
kekerasan terhadap kelompok lain dengan tuduhan
sesat, kafir, liberal dan tuduhan lainnya," demikian
bunyi penggalan awal salah satu rekomendasi
Muktamar ke-47. Muhammadiyah menegaskan
kecenderungan takfiri bertentangan dengan watak Islam
yang menekankan kasih sayang, kesantunan, tawasuth,
dan toleransi. Analisisnya, sikap mudah mengkafirkan
pihak lain disebabkan oleh banyak faktor, antara lain
cara pandang keagamaan yang sempit, fanatisme dan
keangkuhan dalam beragama, miskin wawasan,
kurangnya interaksi keagamaan, pendidikan agama
yang eksklusif, politisasi agama, serta pengaruh konflik
politik dan keagamaan dari luar negeri, terutama yang
terjadi di Timur Tengah.44
Muhammadiyah mengajak umat Islam,

44
Yusuf Qordawi, Islam Radikal, (Solo: Era Adicitra Intermedia,
2004), 45-47.

136
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

khususnya warga Persyarikatan, untuk bersikap kritis


dengan berusaha membendung perkembangan
kelompok takfiri melalui pendekatan dialog, dakwah
yang terbuka, mencerahkan, mencerdaskan, serta
interaksi sosial yang santun," demikian bunyi bagian
lain rekomendasi tersebut.
Adapun Faktor-Faktor Penyebab Tidak
Memiliki Moderasi Beragama menurut Yusuf Qordawi
antara lain:
1. Lemahnya pengetahuan tentang hakikat agama.
Disebabkan oleh beberapa hal, Memahami nash
secara tekstual, Memperdebatkan persoalan lateral,
sehingga mengesampingkan persoalan besar,
berlebihan dalam mengharamkan, kerancuan
konsep, mengikuti ayat mutasyabihat,
meninggalkan ayat muhkmat, mempelajari ilmu
hanya dari buku dan mempelajari Al-Qur’an dari
mushaf, jauhnya muslim dari para ulama.
2. Lemahnya pengetahuan tentang sejarah realitas
dan sunatullah dan kehidupan disebabkan
memahami sunah secara gradual, segala sesuatu
mempunyai jadwal yang ditentukan, dan

137
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

keterasingan Islam di Negeri sendiri. Ketiga,


konspirasi terhadap umat Islam. Keempat,
pemberangusan terhadap dakwah islam secara
nyata dan komperhensif dan kelima, kekerasan dan
siksaan yang menyebabkan sikap keras dan
radikal.45 Apabila sikap yang ditunjukan dalam
penyebab tersebut sulit menghadirkan sikap
moderasi beragama.
LANGKAH-LANGKAH MENERAPKAN
MODERASI BERAGAMA
Secara umum langkah membangun moderasi
beragama dilakukan melalui pertama, keberadaan yang
secara substansi diarahkan dalam pembentukan
karakter Islam moderat. Kedua, melalui keteladanan
para ulama dan umara yang mengedepankan sikap
moderat, yang merupakan role model bagi masyarakat
karena pembentukan karakter masyarakat itu sendiri
harus tercermin dari ulama dan umara, karena kedua
elemen ini secara langsung berhadapan dengan
masyarakat serta berbagai aktivitas lainnya.

45
Yusuf Qardawi, Islam Radikal, 59-124.

138
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Sedangkan M. Quraish Shihab menyebutkan


bahwa langkah-langkah dalam memwujudkan moderasi
beragama, antara lain:
1. Pemahaman yang benar terhadap teks-teks
terperinci Al-Qur’an dan Sunnah dengan
memperhatikan maqaosid asyariah (tujuan
kehadiran agama), kemudian upaya persesuaian
penerapan anatara Islam yang pasti lagi tidak
berubah dengan zaman dan masyarakat terus
berubah.
2. Kerjasama dengan semua kalangan umat Islam
dalam hal-hal yang disepakati dan bertoleransi
dalam perbedaan serta menghimpun antara
kesetiaan terhadap sesama mukmin -dengan
toleransi terhadap non-muslim.
3. Menghimpun dan mempertemukan ilmu dan iman,
demikian juga kreativitas material dan keluhuran
spiritual, serta kekuatan ekonomi dan kekuatan
moral.
4. Penekanan pada prinsip dan nilai-nilai
kemanusiaan dan sosial seperti keadilan, syura,
kebebasan bertanggung jawab dan hak-hak asasi

139
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

manusia.
5. Mengajak kepada pembaharuan sesuai dengan
tuntunan agama serta menuntut dari para ahlinya
untuk melakukan ijtihad pada tempatnya.
6. Memberi perhatian yang besar dalam membina
persatuan dan kesatuan bukan perbedaan dan
perselisihan serta pendekatan bukan penjauhan,
sambil menampilkan kemudahan dalam fatwa yang
dirumuskan serta mengedepankan berita gembira
dalam berdakwah.
7. Memanfaatkan sebaiknya mungkin semua
peninggalan dan pemikiran lama, antara lain logika
dan para teolog Muslim, kerohanian para Sufi,
keteladanan para pendahuluan, serta ketelitian para
pakar hukum ushuluddin.46
Sedangkan Yusuf Qardhawi47 menjelaskan dalam
bukunya “Islam Radikal” menyebutkan langkah utama
dalam menciptakan moderasi beragama perlu

46
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam Tentang
Moderasi Beragama (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2020), 181-
182.
47
Yusuf Qardawi, Islam Radikal, 128-200.

140
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dilakukan tiga hal penting.diantaranya; peran


masyarakat, melibatkan kaum muda dari generasi
muda dan membangun dialog yang membangun
(konstruktif).48
MODEL KOMUNIKASI LINTAS AGAMA DI
SMAK 1 PENABUR BANDUNG DAN
MASYARAKAT CICENDO
Model yang di dapat adalah model Komunikasi
sosial Lintas Agama menunjukkan pentingnya
komunikasi dalam membentuk konsep diri dan
mengaktualisasikan diri yang bertujuan menjaga
kelangsungan hidup, meraih kebahagiaan, menghindari
ketegangan dan tekanan, dan membangun relasi dengan
orang lain.
Komunikasi membuka ruang kerja sama antara
individu dalam menjalani peran mereka sebagai anggota
masyarakat demi mencapai tujuan bersama. Sekarang
bayangkan jika ada individu yang tidak pernah
berkomunikasi dengan sesamanya. Hampir dipastikan ia
akan sulit membawa diri di dalam lingkungannya tinggal.

48
Yusuf Qardawi, Islam Radikal, 128-200.

141
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Ia akan tersesat karena belum pernah belajar bagaimana


berinteraksi dan menata diri dalam lingkup sosial.
Komunikasi mendorong individu untuk
membentuk kerangka rujukan yang berfungsi memandu
individu dalam mengartikan berbagai situasi yang ia
hadapi. Bahkan, ia dapat menggunakannya untuk
mempelajari dan mengaplikasikan berbagai strategi
adaptif yang bisa membantunya menangani situasi
problematik.
Pendek kata, jika seseorang tidak berkomunikasi
dengan orang lain, ia tidak akan tahu dan mengerti
bagaimana bertindak sebagai manusia dan
memperlakukan orang lain dengan manusiawi dan
beradab. Cara berperilaku demikian seharusnya dipelajari
individu melalui pengasuhan keluarga dan pergaulan
dengan orang di luar keluarga yang bisa tercapai lewat
komunikasi.
Memahami Toleransi dan Harmoni
Toleransi berarti sikap menerima perbedaan yang
dimiliki orang lain, seperti perasaan, pendapat,
kepercayaan, dan kebiasaan. Ada pendapat yang
membedakan toleransi ke dalam dua jenis, yaitu toleransi

142
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

negatif dan toleransi positif. Jenis pertama menyatakan


toleransi sebagai sikap membiarkan dan tidak
menyinggung atau menyakiti orang lain.
Jenis kedua memandang bahwa toleransi bukan
hanya bersikap demikian, tetapi juga kemauan membantu
dan bekerja sama dengan kelompok lain. Nah, toleransi
positif ini yang kemudian menjadi landasan
pengembangan model komunikasi sosial lintas agama di
Indonesia melalui istilah harmoni atau kerukunan.
Kerukunan beragama harus dilandasi semangat
saling menghormati, saling memahami, dan toleransi
terkait pengamalan ajaran agama dan kerja sama bahu
membahu menciptakan kehidupan bermasyarakat yang
damai. Kerukunan bukan semata menjadi payung
perlindungan hak asasi manusia, tetapi juga sebagai
prasyarat integrasi nasional dan ketahanan NKRI yang
berujung pada kesuksesan pembangunan nasional.
Riset yang dilakukan berupaya fokus pada
bagaimana proses komunikasi sosial dapat meningkatkan
toleransi dan kerukunan antarumat beragama di SMAK 1
penabur Bandung dan Masyarakat Cicendo. Dengan
desain studi kasus dan pengumpulan data melalui

143
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

observasi dan wawancara mendalam, hasil studi


menemukan bahwa proses komunikasi sosial antaragama
telah berlangsung dinamis antara masyarakat cicendo dan
SMAK 1 PENABUR BANDUNG sekolah kristen yang
ada di daerah cicendo.
Hal itu tercermin dalam interaksi timbal balik dan
sikap saling menghormati nilai dan norma sosial yang
dipegang teguh masyarakat. Lewat toleransi, kehidupan
bermasyarakat dapat berjalan aman, nyaman, serasi,
rukun, dan berdampingan tanpa memandang perbedaan
budaya, agama, suku, dan ras.
Jumlah guru pada SMAK 1 BPK PENABUR Bandung
130 dengan presentase 5% Tenaga pendidik yang memeluk
agama Islam. Jumlah siswa dan siswi yang tedapat pada SMAK
1 BPK PENABUR BANDUNG 1000, adapun siswa dan siswi
yang memeluk agama islam, yakni berjumlah total sebanyak 10
orang siswa serta siswi yang beragama islam.
Kami menemukan bahwa tidak ada tempat ibadah di
sekolah SMAK 1 BPK PENABUR BANDUNG, namun hanya
terdapat aula yang bisa di jadikan alternatif tempat ibadah.
Pada dasarnya Model komunikasi lintas agama
berjalan dengan rukun, damai dan sangat bertoleransi tinggi,

144
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

kami juga menemukan agama lain selain kristen dan islam


diantaranya ada konghucu dan katolik.
Kami menumukan hal yang bertentangan dengan
dengan keseharian aktifitas ibadah wajib yang dijalankan umat
muslim yaitu salah satunya ibadah shalat jum’at dimana shalat
jumat merupakan kewajiban bagi seorang umat muslim, pihak
staf meyatakan bahwa tidak boleh keluar dari area sekola
selama pembelajaran. Staf menyatakan bahwasanya ibadah
hanya praktek individu saja.
Masyarakat cicendo yang menganut agama kisten
selalu mengedepankan komunikasi sosial yang ramah dan
nyaman terkhusus buat para penganut agama islam yang
minoritas di daerah cicendo.
MODEL MODERASI BERAGAMA DI SMAK 1
PENABUR BANDUNG DAN MASYARAKAT
CICENDO
Kepala Seksi Bimas Kristen, mengajak Guru Pendidikan
Agama Kristen agar dapat memahami sikap moderasi
beragama. Sebab, sikap ini menjadi formula ampuh dalam
merespons dinamika zaman ditengah maraknya
intoleransi, ektremisme dan fanatisme berlebihan yang
bisa mencabik kerukunan umat beragama di Indonesia.

145
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

"Kalau melihat agama secara kelembagaan,


pastilah kita akan melihat ragam perbedaan. Tapi, agama
juga bisa dan mestinya dilihat dari sisi dalam, yaitu esensi
dan subtansinya pada nilai-nilai universal," ujarnya,
diruang depan sekolah dalam Pertemuan Bersama staf TU
SMAK 1 PENABUR BANDUNG ), TU mengatakan,
silakan mengamalkan ajaran agama, namun jangan
menyeragamkannya. Agama butuh wilayah yang damai.
Kehidupan yang damai, butuh spritualitas nilai agama.
Dalam mata pelajaran pendidikan agama kristen, siswa yang
beragama islam di perbolehkan mengikuti dengan berdiam diri
di kelas ataupun di luar kelas dalam hal ini pihak SMAK BPK
PENABUR BANDUNG memberikan fleksibilitas.
Kami menemukan juga hasil riset dari MUI
setempat bahwasannya dari segi bermoderasi beragama
meskpun mayoritas masyarakat yang beragama kristen
dalam segi bergotong royong sangat saling membantu
satu sama lain tidak ada yang membanding-bandingkan
dalam hal agama yang di anut.
MUI juga mengatakan bahwa banyak masyarakat
yang menganut agama kristen selalu memberikan maknan

146
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dalam bentuk kontribusi dalam suatu kegiatan umum dan


juga kegiatan keislaman.
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan dari uraian yang disampaikan diatas
kesimpulan secara mendalam Pertama, Jika dilihat dari
komunikasi lintas agamanya SMA BPK tidak terlalu
banyak komunikasi baik di internet maupun eksternal tapi
mereka satu sama lain mati agama yang lain di sekolah
tersebut berapa siswa muslim hidup di lingkungan
sekolah non muslim. Kedua cara moderasi beragama
sekolah tersebut tidak terlalu menonjolkan gaya
moderasinya namun tetap memberikan ruang dan waktu
bagi para siswanya Ketiga, cara toleransi sekolah tersebut
memang tidak menyediakan waktu khusus para siswa
muslim tapi mainkan Apabila ada siswa-siswi yang
melakukan ibadah di luar jam pelajaran dan hubungan
masyarakat sekitar cukup baik dan menumbuhkan rasa
atau konsep inklusif empati dan toleran.
Dari masyarakat setempat mengatakan bahwa
komunkasi lintas agama dan moderasi beragama yang ada

147
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

di daerah cicendo itu sangat erat, terutama sekolah selalu


dipakai untuk pemilu dan duga kegiatan-kegiatan besar
lainnya dengan tidak mempermasalahkan agama yang di
anutnya.
DAFTAR PUSTAKA

dapo.kemdikbud.go.id. “SMAS BPK 1 PENABUR


BANDUNG.” Dapo.Kemdikbud.Go.Id. Last
modified 2022.
https://dapo.kemdikbud.go.id/sekolah/CF801857663FEE
558A73.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori Dan
Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Hakim, Lukman, Institut Pesantren, K H Abdul, and
Chalim Mojokerto. “Strategi Komunikasi Lintas
Agama FKUB Surabaya Dalam Menangani Konflik”
1, no. 1 (2018): 19–34.
Husein Umar. Strategic Management in Action. Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Kompas.com. “Profil SMAK 1 BPK Penabur Bandung,
Sekolah Terbaik Di Jawa Barat.”

148
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Https://Www.Kompas.Com/. Last modified 2022.


https://www.kompas.com/edu/read/2022/10/07/160
000171/profil-smak-1-bpk-penabur-bandung-
sekolah-terbaik-di-jawa-barat?page=all.
Nurhadi. “Pendidikan Teologi Lintas Agama Dalam
Meraih Keluarga Bahagia (Analisis Teori Islam,
Kristen, Hindu, Budha Dan Konghucu)” 1, no. 2
(2019): 67–87.
Poerwadinata. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 1993.
SMAK 1 BPK PENABUR. “SMAK 1 BPK PENABUR -
About - History.” SMAK 1 BPK PENABUR. Last
modified 2022.
https://bpkpenabur.or.id/bandung/smak-1-bpk-
penabur/about/history. Alqur’a dan Terjemahannya.
Jakarta: Kementerian Agama RI
Anonimous. 2005. Mencari Modus Vivendi Antarumat
Beragama di Indonesia.
Jakarta: Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
Chaplin, J.P. (Terjemahan Kartini Kartono). 1981. Kamus
Lengkap Psikologi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Enzo Pace. 2011.

149
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Religion as Communication.
Giffin, Kim dan Bobby R. Patton. 1976. Fundamentals
of Interpersonal
Communication. New York: Harper & Row Publishers.
. 1984. Mass Media and American Politics.
Washington DC.: Congressional Quarterly Inc.
Griffin, Em, et.al. 2015. A First Look at Communcation
Theory. New York: McGraq-Hill Iternational
Edition.
Malefijt, Annemarie De Waal. 1968. Religion and
Culture: An Introduction to
Anthropology of Religion. New York: The Macmillan
Company. Mulyana, Deddy dan Jalaluddin
Rakhmat (ed.). 1996. Komunikasi
Antarbudaya, Panduan Berkomunikasi dengan Orang-
orang Berbeda
Budaya. Bandung: Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif: Suatu
Pendekatan Lintas Budaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Samovar (et.al.). 1981. Understanding Intercultural
Communication.

150
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

California: Wadsworth Publishing Company.


Syahputra, Iswadi. 2006. Jurnalisme Damai: Meretas
Ideologi Peliputan di
Area Konflik. Yogyakarta: Kelompok Pilar Media.
Croucher, Stephen M. 2008. “French-Muslim and the
Hijab: An Analysis of Identity and the Islamic Veil
in France”, in Journal of Intercultural
Communication Research, Vol. 37, No.3,
November.
Kim, Young Yun. 1996. “Komunikasi dan Akulturasi”
dalam Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat,
Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Rosdakarya.
Suherman. 2010. Universalisasi Nilai-nlai Komunikasi
Bahasa dalam Kerukunan Umat Beragama.
Bandung: Disertasi di Universitas Pendidikan
Indonesia. Republika edisi Jumat 14 September 2012

151
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

TENTANG PENULIS

Riwayat Penulis Yusuf Zaenal Abidin lahir di Bandung


Barat 16 Agustus 1961. Terlahir dari seorang ibu bernama
Hj.Siti Kosiah dan ayah yang bernama H. Pepe Saefudin.
Lahir di tengah keluarga pesantren. Kakeknya, yaitu KH>
Mohamaad Kosasih adalah pimpinan pondok pesantren
dengan santri yang cukup banyak untuk ukuran
zamannya. Dari kakeknya itu, penulis pertama kali
memperoleh pendidikan keagamaan. Sejak tahun 1972
sampai tahun 1979 penulis meneruskan pendidikan
pesantren di Pesantren Al-Mukhtariyah, Cihampelas,
Bandung Barat. Setelah menamatkan pendidikan SDN 6
tahun pada tahun 1973, penulis meneruskan pendidikan
ke jenjang menengah yaitu di Pendidikan Guru Agama
Negeri ( PGAN 6 tahun ) dan tamat tahun 1979. Pada
tahun 1980 meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan
tinggi dengan masuk kuliah di Jurusan Dakwah Fakultas
Ushuludin IAIN Sunan Gunung Djati Bandung sampai
tamattahun 1985. Pada tahun 2005 menamatkan kuliah S
2 dengan mengambil Konsentrasi Sumber Daya Manusia

152
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

( SDM) pada Program Pasca Sarjana Universitas Winaya


Mukti di Bandung. Pendidikan S 3 nya diselesaikan pada
tahun 2014 dengan menganmbil konsentrasi Religious
Studi ( RS) pada Program Pasca Sarjana UIN Sunan
Gunung Djati Bandung. Kegiatan organisasinya diiikuti
di internal dan eksternal perguruan tinggi. Seperti Corp
Dakwah Senat Mahasiswa ( CDSM) dan Resimen
Mahasiswa Mahawarman. Penulis juga aktif menjadi
pengurus Dewan Mesjid Indonesia ( DMI), Majlis Ulama
Indonesia ( MUI), DKM Mesjid Agung Kota Cimahi dan
Ikatan Persaudaraan HaJI Indonesia ( IPHI) . Saat ini
penulis menjadi Wakil Ketua Tanfidziyah Pengurus
Wilayah Nahdlatul Ulama ( PW NU ) Jawa Barat. Sejak
tahun 1987 sampai sekarang, penulis menjadi dosen tetap
di lingkungan UIN Sunan Gnung Djati Bandung. Saat ini
penulis menjadi dosen pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi. Sejak tahun 2015 aktif menjjadi dosen pada
Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam pada
Program Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. Pada Prodi inilah penulis menampu mata kuliah
Komunikasi Lintas Agama. Beberapa karya ilmiah yang
berupa buku pernah ditulisnya, antara lain adalah :

153
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Metode Penelitian Komunikasi ( Pustaka Setia),


Komunikasi Pemerintahan ( Pustaka Setia), Manajemen
Komunikasi ( Pustaka Setia, Pengantar Retorika ( Pustaka
Setia), Sistem Sosial Budaya di Indonesia ( Pustaka
Setia), Filsafat Posmodern ( Pustaka Setia) dan Tionghoa,
Dakwah dan Keindonesiaan ( Mimbar Pustaka)

Riwayat Penulis, Ikbalul Anwar


adalah seorang Pengajar di pondok
pesantren alzatami, dan sebagai
mentor komunitas Lautan Api.
Ia lahir di Kota Garut Jawa Barat
tahun 1996 yang merupakan putra
keempat dari pasangan seorang Petani di Kampung
Citalahab Bungbualang yaitu H. Idim dan Hj. Holiah. Ia
memiliki keluarga yang erat dan harmonis.
Sejak kecil sampai dengan remaja tinggal di Cimaung
Bandung selatan. Tahun 2015-2019 menempuh
Pendidikan Strata 1 (S1) di Fakultas Ushuluddin Prodi
Ilmu Alquran dan Tafsir Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung. Dan lulus pada bulan Agustus

154
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

2019 dengan gelar S.Ag (Sarjana Agama). Tahun 2019-


2020 bekerja di lembaga les robotik ( ROBONESIA ) di
Bandung. Pada tahun 2021 penulis melanjutkan
Pendidikan Pascasarjana (S2) di Program studi
Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Universitas Sunan
Gunung Djati Bandung dan sekarang masih menempuh
semester 3. Penulis juga menjadi Asisten Dosen Prodi
PMI di Unversitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung

Riwayat Penulis Fayyaz Mumtaz


Khairi Wardhana, lahir di Kabupaten
Indramayu. Pada tanggal 19 Juli 1999.
Jenjang pendidikan dasar ia tempuh
pada SD Negeri Singaaraja 1, Sembari
Mesantren Pendidikan Menengah
Pertama ia tempuh di SMP Negeri 1 Ciwaringin, Babakan
Cirebon. Untuk Pendidikan Menengah Keatas ia tempuh
sambil melanjutkan Pesntren di SMK Nahdlatul Ulama
Kaplongan Karangampel Indramayu. Berlanjut ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi penulis mengenyam bangku

155
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

pendidikan IAIN Syekh Nurjatu Cirebon dengan


mengambil program Komunukasi Penyiaran Islam, di
bangku kuliah Strata Satu ia tuntaskan pada bulan
Oktober di tahun 2021, usai tamat Strata satu. Penulis
menyambung studinya ke tingkatan yang lebih tinggi
yakni pada jenjang Strata Dua, dengan mengambil
program Magister pada UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, jurusan linear yakni Komunikasi dan Penyiaran
Islam.

Fayyaz, sapaan akrabnya semasa perkuliahan baik


di jenjang S1 maupun S2, aktif memasuki dan berkiprah
di berbagai organisasi antara lain, KNPI Indramayu
(Media Center dan Bidang Industri Perdagangan),
UMKM Milenial Indramayu (Ketua), Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia Kabupaten Indramayu (Wakil
Sekretaris Umum), Relawan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (Kepala Bidang UMKM dan Ekonomi
Kreatif), Dewan Kesenian Indramayu (Media
baru/Humas) , ICCN Indramayu (Wakil Ketua), Asosiasi
Bisnis Development Service Indramayu (Humas),
Gerakan Ekonomi Kreatif (Bendahara).

156
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

Sederet prestasi juga ia torehkan, semasa SMP


maupaun SMK bahkan hingga perkuliahan, semasa SMP
penulis aktif mengikuti lomba di dunia tarik suara dan tak
jarang juga ia memenangkannya, jenjang SMK penulis
meraih peringkat pertama sedari kelas 10 sampai dengan
12 sehingga pada saat wisudah penulis menyabet gelar
sebagai wisudawan terbaik, masih di jenjang SMK
penulis juga acap kali menjuarai perlombaan di dunia
tarik suara islami maupun musik pada umumnya, pada
2016 ia mendapatkan juara 1 penyanyi solo terbaik, masih
dengan tahun yang sama penulis menyabet juara ke 2
dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat Kecamatan
Karangample Indramayu, dari juara tersebut
mengantarkan penulis menjadi salah satu delegasi untuk
di ikut sertakan ke ajang tingkatan MTQ sekabupaten
Indramayu. Tak hanya sampai di situ saat mengenyam
perkuliahan baik S1 maupaun S2 penulis menyabet
deretan kehormatan dan juga presatasi, pada 2020
misalnya penulis terpilih sebagai Duta Muda Berdaya
Berkarya Kabupaten Indramayu yang di kirimkan untuk
mengikuti peningkata kapasitas kepemudaan di lingkup
nasinal yang di selenggarakan di Sulawesi Selatan, tahun

157
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

2021 penulis menuntaskan perkuliahannya hingga wisuda


dengan predikat Cumlaude, tahun 2022 penulis lolos
dalam ajang bergengsi putra-putri daerah pilihan
Kabupaten Indramayu Jawa Barat (Nok Nang Dermayu)
dengan menyabet gelar predikat sebagai Putra Daerah
Kabupaten Indramayu Berbakat atau seirng disebut sebagi
Nang Dermayu Kabisan 2022.

Fayyaz juga merupakan salah satu peaku ekonomi


kreatif di bidang kuliner, usaha dengan brand Mumtaz,
yang ia geluti sedari tahun 2019, sampai saat ini Fayyaz
juga masih sering aktif sebagai pemateri atau narasumber
untuk membagikan pengalamannya selama terjun di dunia
usaha ke masyrakat khalayak publik, seperti mahasiswa
dan lain sebagainya.

Nizar Ashhab Nurfadhlillah Al-

Faridz, lahir di Garut pada tanggal 14

Oktober 1996 adalah anak kedua dari

tujuh bersaudara dan merupakan putra

158
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

dari pasangan Bapak KH. Ishaq Faridz (alm) dan Ibu Hj.

Siti Hamidah. Pendidikan dasarnya dimulai di SDN

Tambakbaya 01 lulus pada tahun 2008, MTs Al-

Musaddadiyah lulus pada tahun 2011, MA Al-

Musaddadiyah lulus pada tahun 2014. UIN Sunan

Gunung Djati Bandung Program Sarjana ( S1 ) jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam lulus pada tahun 2018

dan kini penulis sedang menenmpuh pendidikan Program

Magister pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Penulis tinggal di Kp. Cipelah RT 01/02 Desa


Tambakbaya Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut.
Ditengah kesibukan kuliahnya penulis juga sedang
menimba ilmu di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal
Bandung dan Pondok Pesantren Darus Salam Al Faridz
Garut.

159
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

LAMPIRAN-LAMPIRAN

160
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

161
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

162
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

163
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

164
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

165
PERSYAUDARAAN YANG TUNTAS ||

166

Anda mungkin juga menyukai