TAHUN 2022
RSUD GENENG
Jl. Raya Ngawi Madiun KM 09, Kode Pos 63271, Tambakromo,
Geneng, Ngawi
Phone : 0351-7403000
Email : rsudgeneng@gmail.com
DAFTAR ISI
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GENENG KABUPATEN NGAWI
NOMOR : / / /
TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI PUSAT
STERILISASI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GENENG KABUPATEN NGAWI
Menimbang : a. Bahwa rumah sakit merupakan area potensial penularan
penyakit dan pencemaran lingkungan
b. Bahwa untuk meminimalisasi terjadinya penularan
penyakit dibutuhkan suatu pusat sterilisasi (CSSD)
c. Bahwa dalam a dan b perlu pedoman sterilisasi di RSUD
Geneng Kab Ngawi
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2004 Tentang Praktik kedokteran.
3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204 / Menkes/ SK/ V/2004 tentang persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
6. Pedoman Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit, Depkes RI
Jakarta th 2009 Undang- undang no 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, Pasal 10 (2) h. ….;Ruang sterilisasi.
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 27 tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Ditetapkan di : NGAWI
pada tanggal :
DIREKTUR
RSUD GENENG KAB. NGAWI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit selain merupakan pusat rujukan medik, juga potensial
mengandung ancaman penularan penyakit di samping pencemaran lingkungan. Untuk
meminimalkan terjadinya penularan penyakit dibutuhkan suatu pusat sterilisasi
(CSSD) yang berfungsi untuk membantu unit-unit lain di RSUD Geneng Ngawi yang
membutuhkan barang steril, membantu menurunkan angka kejadian infeksi/infeksi
nosokomial di RSUD Geneng Ngawi serta menyediakan dan menjamin kualitas hasil
sterilisasi yang dihasilkan.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan Rumah Sakit adalah
rendahnya angka infeksi nosokomial di Rumah Sakit. Untuk mencapai keberhasilan
tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di RSUD GENENG NGAWI
dengan cara melakukan sterilisasi pada alat atau bahan tertentu yang bertujuan untuk
menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat
dilakukan dengan proses kimia atau fisika.
Pusat sterilisasi (CSSD) mempunyai peranan yang sangat penting sekali
dalam upaya pengendalian infeksi dan pencegahan terjadinya resiko bahaya infeksi
nosokomial RSUD GENENG NGAWI. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi
sterilisasi, pusat sterilisasi sangat bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur
pelayanan medik, unsur penunjang medik maupun instalasi antara lain perlengkapan,
rumah tangga, pemeliharaan sarana Rumah Sakit, sanitasi dan lain-lain. Apabila
terjadi hambatan pada salah satu sub unit diatas maka pada akhirnya akan
mengganggu proses dan hasil sterilisasi.
Untuk melaksanakan tugas sterilisasi alat atau bahan diperlukan pengetahuan
dan keterampilan yang khusus oleh petugas sterilisasi sehingga mendapatkan hasil
yang baik yaitu kondisi alat atau bahan yang steril secara cepat dan tepat.dari masing-
masing unit lain yang membutuhkannya sehingga resiko terjadinya infeksi
1
nosokomial terhadap pasien dan karyawan RSUD GENENG NGAWI dapat di cegah
sedini mungkin.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3495) dan atas dasar pemikiran latar belakang di atas
maka RSUD GENENG NGAWI memandang perlu untuk penyusunan suatu pedoman
pusat sterilisasi (CSSD) RSUD GENENG NGAWI
B. Tujuan Pedoman
Tujuan Umum
Dapat dijadikan sebagai pedoman oleh pihak Manajemen dalam
meningkatkan pelayanan sterilisasi yang bermutu dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi RSUD GENENG NGAWI
Tujuan Khusus
1. Dapat menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan pusat sterilisasi
RSUD Geneng
2. Dapat menurunkan angka kejadian infeksi atau infeksi nosokomial RSUD
Geneng
3. Dapat meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan RSUD
Geneng
4. Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan kepada petugas atau para
medis RSUD Geneng tentang prosedur pelaksanaan sterilisasi.
5. Dapat meningkatkan pengetahuan bagi pihak manajemen RSUD Geneng
dalam pengambilan keputusan dan kebijakan tentang prosedur sterilisasi.
Manfaat
Untuk dapat menjadi sebagai pedoman penatalaksanaan pusat sterilisasi (CSSD)
dalam meningkatkan mutu pelayanan yang bertujuan untuk mencegah resiko
terjadinya infeksi RSUD GENENG NGAWI
2
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit Umum
Geneng meliputi :
1. Rawat Jalan
Yaitu dari Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Umum Daerah Geneng
2. Rawat Inap
Yaitu Ruang perawatan, ICU,NICU, Ruang bersalin, Ruang Opersasi,
Rumah Sakit Umum Daerah Geneng
D. Batasan Operasional
Instalasi Pusat Sterilisasi Rumah Sakit Umum Daerah Geneng merupakan
Instalasi yang memberikan pelayanan dan membantu semua unit di Rumah Sakit
yang membutuhkan barang dan alat medis dalam kondisi steril selama 24 jam.
Batasan operasional pelayanan Instalasi Pusat Steril Rumah Sakit Umum
Daerah Geneng adalah, sebagai berikut :
1. Pembilasan :
Pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan di ruang
perawatan
2. Pembersihan :
Semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik sebelum
dilakukan proses desinfeksi dan sterilisasi. Pengeringan : Dilakukan sampai
kering
3. Inspeksi dan pengemasan :
Setiap alat bongkar pasang harus diperiksa kelengkapannya, sementara untuk
bahan linen harus diperhatikan densitas maksimumnya.
4. Memberi label :
Setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi dari kemasan,
cara sterilisasi, tanggal sterilisasi, dan kadaluwarsa proses sterilisasi.
5. Pembuatan :
Membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang kemudian akan
disterilkan.
6. Sterilisasi :
Sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf yang terlatih
3
7. Penyimpanan :
Harus diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi penyimpanan yang
baik.
8. Distribusi :
Dapat dilakukan berbagai sistem distribusi sesuai dengan Rumah Sakit
masing-masing.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik kedokteran.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204 / Menkes/
SK/ V/2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Pedoman Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit, Depkes RI Jakarta th 2009
7. Undang- undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 10 (2) h :
Ruang sterilisasi.
8. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
3. Kepala Sub Instalasi
a. Uraian Tugas :
b. Kualifikasi Tenaga :
- Pendidikan minimal D3 di bidang kesehatan dengan masa kerja selama 3
tahun di bidang sterilisasi
- Pernah mengikuti kursus tambahan tentang CSSD
- Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep aktivitas dari sub
instalasi yang dipimpinnya
- Dapat bekerja baik dalam berbagai kondisi
- Kondisi kesehatan baik
4. Penanggung jawab administrasi
a. Uraian Tugas :
- Bertanggung jawab terhadap Kepala Instalasi
- Membantu Kepala Instalasi dalam penyusunan perencanaan berdasarkan
masukan dari Kepala Sub Instalasi
- Rekapitulasi laporan kegiatan masing-masing sub instalasi
- Menyiapkan keperluan administrasi
b. Kualifikasi Tenaga :
- Minimal lulusan SMA/SMU/SMEA/sekolah pendidikan perawat atau yang
setara dengan tambahan kursus administrasi
- Dapat melakukan pengetikan dan menggunakan komputer
- Rapi dalam menyusun dokumentasi
6
5. Staf di Pusat Sterilisasi
a. Uraian Tugas :
b. Kualifikasi Tenaga :
- Harus mengikuti pelatihan CSSD
- Dapat belajar dengan cepat
- Mempunyai ketrampilan yang baik
- “ Personal Hygiene” baik
- Disiplin dalam mengerjakan tugas keseharian
7
6. Kompetensi Tenaga
Bahwa tenaga yang bertugas di pusat sterilisasi pada Rumah Sakit harus
mampu untuk memberikan pelatihan teknis tentang pelayanan CSSD di
Rumah Sakit.
B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan tenaga di Instalasi Pusat Sterilisasi Rumah Sakit Umum Daerah
Geneng Ngawi diatur dalam 2 shift jaga dengan distribusi sebagai berikut:
1. Dinas pagi:
Yang bertugas sejumlah 3 (tiga) orang dengan rincian :
a. 1 orang koordinator
b. 1 orang petugas pelaksana CSSD
c. 1 orang petugas administrasi
Jam dinas dari pukul 08.00 wib s/d pukul 14.00 wib.
2. Dinas sore:
Yang bertugas 2 (dua) orang, dengan rincian :
a. Sebagai penanggung jawab Shift merangkap pelaksana,
b. Sebagai petugas billing merangkap pelaksana
Jam dinas dari pukul 14.00 wita s/d pukul 20.00 wib
8
C. Jadwal Kegiatan (Pengaturan Jaga)
Pengaturan jadwal dinas pelaksana CSSD di Instalasi Pusat Sterilisasi Rumah
Sakit Umum Daerah Geneng Ngawi adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan jadwal dinas pelaksana CSSD dibuat oleh Ka Ruangan/
koordinator Instalasi CSSD, disetujui dan ditandatangani oleh Kepala Seksi
Penunjang Rumah Sakit Umum Daerah Geneng Ngawi.
2. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke
pelaksana Instalasi CSSD setiap satu bulan.
3. Untuk tenaga pelaksana yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu,
maka pelaksana tersebut dapat mengajukan permintaan dinas melalui
koordinator dengan menulis pada buku permintaan dinas. Permintaan akan
disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada dan tidak mengganggu
pelayanan, maka permintaan dapat disetujui.
4. Jadwal dinas terdiri atas dinas pagi dan dinas sore. Libur pada hari minggu
dan tanggal merah diatur bergiliran disesuaikan dengan tenaga yang ada dan
tidak mengganggu pelayanan. Apabila ada tenaga pelaksana jaga karena
sesuatu hal tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana),
maka pelaksana bersangkutan harus memberitahu koordinator Instalasi
CSSD satu hari sebelumnya, dan diharapkan yang bersangkutan sudah
mencari pelaksana pengganti. Apabila pelaksana bersangkutan tidak
mendapatkan pelaksana pengganti, maka koordinator Instalasi CSSD akan
mencari tenaga pelaksana pengganti.
5. Apabila ada tenaga pelaksana tiba-tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang
telah ditetapkan (tidak terencana), maka koordinator Instalasi CSSD akan
mencari pelaksana pengganti yang libur. Apabila tidak dapat pelaksana
pengganti, maka pelaksana yang dinas pada shift sebelumnya untuk
menggantikan.
9
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan Instalasi CSSD
10
B. Standar Fasilitas.
1. Sarana FisikSarana fisik dan peralatan di pusat stirilisasi sangat
mempengaruhi efisiensi kerja dan pelayanan di pusat stirilisasi di rumah
sakit. Dalam merencanakan sarana fisik dan peralatanya sebaiknya
melibatkan staf pusat stirilisasi. Mengingat pusat stirilisasi merupakan
jantung rumah sakit di mana tugas pokok stirilisasi adalah menerima bahan
dan alat medik dari semua unit-unit di rumah sakit kemudian diproses
menjadi bahan / alat medik dalam kondisi steril dan selanjutnya
mendistribusikan kepada unit-unit yang membutuhkan,maka dalam
merencanakan pembangunan pusat stirilisasi perlu di perhatikan :
1. Bangunan instalasi pusat stirilisasi
Pembangunan instalasi pusat sterilisasi harus sesuai dengan kebutuhan
bangunan saat ini serta kemungkinan perluasan sarana pelayanan di
masa datang dan di desain menurut tipe/kapasitas rumah sakit dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) 200 TT,luas bangunan kurang lebih 130m2
2) 400 TT,luas bangunan kurang lebih 200 m2
3) 600 TT,luas bangunan kurang lebih 350 m2
4) 800 TT,luas bangunan kurang lebih 400 m2
5) 1000 TT,luas bangunan kurang lebih 450 m2
11
ke ruang bersih dan pembagian ruangan di sesuaikan alur kerja. Ruang
pusat stirilisasi di bagi menjadi 6 ruang yaitu :
1
Ruang Dekontaminasi
Ruang ini didesain untuk menerima barang kotor. Unit ini menerima alat
kotor setelah digunakan, melalui ruang ini. Ruang dekontaminasi harus dapat
menampung semua barang kotor yang akan dibersihkan da akan menjalani proses
sterilisasi. Ruang dekontaminasi direncanakan, dipelihara dan selalu dikontrol
untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi petugas
penerima CSSD dari benda-benda tajam, yang dapat menyebabkan infeksi, racun
dan hal-hal berbahaya lainnya.
Ruang dekontaminasi dirancang sebagai area terpisah dengan area di
sebelahnya. Barang / alat kotor yang datang, masuk ke ruang dekontaminasi,
selanjutnya dilakukan pembilasan dan pengeringan alat kemudian masuk ke
ruang pengepakan. Pada area ini disarankan untuk menggunakan sink pada meja
bilas kedap air dengan ketinggian 0.80 – 1,00 m dari permukaan lantai, dan
apabila terdapat stop kontak dan saklar, maka harus menggunakan jenis yang
tahan percikan air dan dipasang pada ketinggian 1,40 m dari permukaan lantai.
Spoelhoek
2
Spoelhoek adalah wastafel ruang utilitas kotor rumah sakit. Digunakan
untuk membersihkan peralatan kotor dari ruang operasi, instrument dan material
lainnya ke ruang laundry dan CSSD sebelum dilakukan sterilisasi.
12
ruangan/unit rumah sakit. Di ruang ini juga menyimpan alat dan bahan bersih dan
dianjurkan ada tempat penyimpanan barang bersih. Ruang ini juga untuk
mempersiapkan bahan penunjang seperti kassa, kapas, cotton swabs, handscoend,
dan lain-lain. Pemeriksaan linen dari laundry, dilipat dan dikemas berdasar
setting linen kebutuhan kamar bedah, kamar bersalin, poliklinik, IGD dan ruang
lain yang membutuhkan. Pada area ini terdapat rak penyimpanan barang dan
linen untuk persiapan sterilisasi.
5 Ruang sterilisasi
Di ruangan ini dilakukan proses sterilisasi alat/bahan. dengan
menggunakan peralatan sterilisasi secara otomatis,alat sterilisasi yang di gunakan
adalah sterilisasi steam / uap panas. Dari ruang pengepakan, alat, bahan dan
barang masuk ke mesin sterilisasi. Proses sterilisasi ini dilakukan berdasar bahan
dan jenisnya. Desain mesin sterilisasi pintu masuk alat bersih berbeda dengan
pintu keluar saat alat sudah steril. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan
kontaminasi barang yang sudah steril terhadap kontaminan. Untuk ruang
sterilisasi dengan menggunakan Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang
khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit dan memungkinkan udara
keluar atau penggunaan ekshause.
13
Sakit untuk menghindari kontaminasi, dikerjakan secara efektif dan efisien
sehingga kekeliruan dapat diminimalisir.
14
(7) Setelah jarum chanber menunjuk angka 0 autoclave baru boleh di buka
dan alat di dalamnya bisa di keluarkan
(8) Handle Swits di turunkan lagi ke angka 0
Kalibrasi alat
Kalibrasi secara periodik harus dilakukan sesuai dengan instruksi manual dari
produsen mesin. Beberapa contoh item yang harus dikalibrasi adalah : pengukur suhu
dan tekanan, timer, dan elemen pencatat lainnya. Kalibrasi ulang harus dilakukan
apabila komponen-komponen ini mengalami perbaikan. Kalibrasi alat harus
dilakukan oleh orang terlatih khususnya terhadap jenis mesin sterilisasi yang akan
dikalibrasi,kalibrasi mesin stirilisasi di lakukan minimal sekali dalam setahun,di
lakukan oleh balai pengamanan fasilitas kesehatan (BPFK). Kalibrasi terhadap mesin
sterilisasi sangat penting untuk menjamin bahwa mesin sterilisasi bekerja dengan
baik dan efektif serta dapat diandalkan.
Pendokumentasian
Setiap mesin yang ada mempunyai dokumentasi riwayat pemeliharaan /
perawatan mesin. Dokumentasi ini tersimpan dan dilaporkan pada bagian
pemeliharaan sarana medis RSUD Geneng Ngawi, teknisi CSSD atau pihak yang
membutuhkan perawatan mesin tersebut.
Informasi yang dimuat adalah :
1. Tanggal permohonan
2. Model dan jenis alat
3. Nama tekinisi servis
15
4. Alasan/ hasil servis ( deskripsi yang dilakukan )
5. Jenis dan kuantitas suku cadang jika ada yang diganti
6. Keterangan/ lain-lain.
16
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
4.1. Pengertian
Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora
melalui cara fisika atau kimia yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi/infeksi nosokomial
Fungsi pusat sterilisasi (CSSD) adalah : menerima, memproses, memproduksi,
mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai
ruangan di Rumah Sakit untuk kepentingan perawatan pasien.
4.2 Prinsip Dasar Operasional
dihasilkan
4.4 Tugas Pusat Sterilisasi (CSSD)
17
● Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar
● Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif
serta bermutu
pasien
sterilisasi
● Penerimaan Alat/Bahan
Menerima alat/bahan yang akan disterilkan dari unit-unit lain yang ada di
RSUD GENENG NGAWI yang telah di cuci dengan desinfectan dan
dikemas serta diberi label/tanda dari ruangan masing-masing, kemudian
dicatat di buku sterilisasi alat untuk disterilisasikan
● Pencucian
18
deaktivasi sel-sel patogen. Mencuci bersih adalah proses yang
menghilangkan semua partikel yang kelihatan dan hampir semua partikel
yang tidak kelihatan, dan menyiapkan permukaan dari semua alat-alat agar
aman untuk proses desinfeksi dan sterilisasi.
19
memudahkan pelepasan udara secara total tanpa mengganggu bentuk
kemasan dan segelnya, Bahan kemasan juga harus mudah kering dan
memudahkan pengeringan isinya.
Sterilisasi EO.
Bahan kemasan harus memudahkan penyerapan gas dan uap sterilan yang
baik, dan juga siap melepaskan gas dan uap tersebut dari kemasan dan
isinya selama waktu aerasi
Sterilisasi Panas-Kering.
Bahan kemasan dan isinya harus tahan terhadap suhu selama waktu yang
diperlukan untuk siklus panas-kering tanpa meleleh, terbakar, atau rusak.
Dapat Menahan Mikroorganisma dan Bakteri
Bahan yang dipakai untuk mengemas harus dapat menjaga sterilitas dan
melindungi isinya yang sudah steril, dari sumber-sumber kontaminasi
mikroba mulai dari saat kemasan dikeluarkan dari mesin sterilisasi, sampai
kemasan dibuka untuk dipakai. Karenanya, bahan yang dipakai sebaiknya
tidak berbulu, juga dapat menahan masuknya debu dan terserapnya uap (air
atau cairan lainnya).
Kuat dan Tahan Lama
Bahan kemasan harus cukup kuat untuk menampung isinya selama proses
sterilisasi dan penanganannya. Harus tahan sobekan dan tusukan, tidak
boleh terpengaruh tingkat atmosfir dan kelembaban udara. Selama
penyimpanan sebelum dan sesudah sterilisasi, bahan kemasan tidak boleh
berkerut, berlubang jika dilipat, kusut, atau melekat satu sama lain jika
ditumpuk, dan segel tidak tidak boleh terlepas.
Mudah digunakan
Bahan harus mudah digunakan untuk membungkus, dan harus sesuai
dengan ukuran dan bentuk alat yang akan dikemas, dan harus membungkus
alat rapat-rapat
Tidak mengandung Racun.
Bahan kemasan tidak boleh mengandung bahan beracun dan warna yang
bisa menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap pekerja, atau yang
luntur jika terkena sterilan. Sebaliknya, bahan-bahan pakai ulang yang
sudah dilaundry atau kotak kontainer pakai ulang harus bebas dari detergen
20
bahan pemutih, atau bahan kimia lainnya yang dapat bereaksi dengan uap
sehingga menyebabkan perubahan warna pada instrumen atau menimbulkan
perubahan kimia pada alat di dalam kemasan.
Segel yang baik.
Segel sangat penting untuk melindungi isi kemasan dan menjaga sterilitas.
Pembungkus datar dapat disegel dengan indikator tape atau diikat dengan
tali kain. Kantong terbuat dari plastik, kombinasi plastik dan kertas, atau
kertas saja harus disegel dengan segel panas atau tape. Kantong bersegel
harus disegel sesuai instruksi produsen. Kotak kontainer sterilisasi biasanya
disegel dengan pengunci tahan hancur. Saat membuka kemasan, semua
metode segel harus rusak dan tidak dapat dipakai lagi untuk menghindari
kesalahan.
Membuka dengan Mudah dan Aman.
Bahan kemasan harus mudah dibuka dengan risiko kontaminasi yang
minimum, misalnya karena alat terjatuh, dan memungkin perpindahan alat
secara aseptik ke area yang steril. Kadang kala pembungkus datar dipakai
sebagai duk. Jika demikian, bahan yang dipakai harus mempunyai ukuran
yang cukup besar untuk menutupi area operasi (drape), harus fleksibel dan
menggantung dengan baik dan tidak boleh menggulung sehingga
menyebabkan kontaminasi pada isinya.
Masa Kadaluarsa.
Kemasan steril harus dapat menjaga sterilitas isinya selama masa
kadaluarsanya. Karena pada prinsipnya, masa kadaluarsa tidak bergantung
pada waktu melainkan pada kejadian yang dialami oleh kemasan tersebut.
Tipe-tipe Bahan Kemasan Kertas
Bahan ini hanya untuk sekali pakai. Kebutuhan akan pemakaian kertas
disebabkan karena duk kain dan handuk tidak tentu kapan kembalinya dari
laundry kemungkinan terjadinya berbulu pada kain. Juga ada keraguan pada
kemampuan kain menahan bakteri, sehingga dicari alternatif bahan
pembungkus lainnya.
Kriteria kertas yang dapat dipakai:
- Harus tidak tembus air
- Harus memiliki kekuatan tensile yang tinggi (sangat sukar dirobek)
21
- Harus merupakan penahan bakteri yang baik
- Harus bebas dari bahan beracun
Kertas dapat dipakai sebagai bahan kemasan untuk proses sterilisasi uap dan
EO. Tipe kertas yang boleh dipakai untuk kemasan sterilisasi :
- Kertas kraft yang medical grade
- Kertas berlaminasi: terdiri dari tiga lapisan, lapisan kedua mencegah
penyerapan uap terapi berpori untuk udara, sehingga harus dilipat
sedemikian rupa agar proses sterilisasi berlangsung dengan baik.
- Kertas mentega yang non-glaze (7,2 kg/rim) bisa dipakai untuk sterilisasi
uap tetapi mudah robek.
- Kertas krep : menggantung dengan baik dan tidak mudah robek. Bisa
dipakai untuk membungkus sekaligus sebagai area steril (duk).
Tape indikator kimia harus dilekatkan pada setiap kemasan. Tape ini
berubah warna untuk identifikasi kemasan yang sudah melalui proses
sterilisasi.
Film Plastik
Film plastik tidak dapat menyerap air baik berupa cairan atau uap,
karenanya film plastik tidak dapat dipakai sebagai kemasan untuk sterilisasi
uap. Kantong biasanya didisain dengan kertas di salah satu sisinya untuk
penetrasi uap. Polyethylene (PE) dapat menyerap EO dan dapat dipakai
sebagai tas plastik dengan disain khusus, tetapi biasanya kantong plastik
untuk EO juga dikombinasikan dengan kertas. Polyvinyl Chloride (PVC)
tidak boleh dipakai karena tidak dapat menyerap EO dengan baik dan
menyimpan gas untuk waktu yang cukup lama. Nylon atau polyamide juga
tidak direkomendasikan untuk uap dan EO. Ketebalan film plastik biasanya
1-3 milimikron untuk porositas terhadap EO. Film plastik sering dipakai
setelah proses sterilisasi untuk menjaga kelembaban dan pelindung terhadap
debu.
Kain (linen)
Linen adalah bahan tradisional untuk membungkus nampan-nampan
operasi. Kelebihannya adalah bisa dipakai ulang, murah, kuat, pelindung
yang cukup yang baik, mudah digunakan, dan sangat baik untuk duk.
Kelemahannya:
22
- Bukan penghalang bakteri yang baik dan mudah menyerap air.
- Suhu panas menyebabkan mudah robek. Sebaiknya memakai kain yang
baru di laundry
- Perlu diperiksa jika ada lubang, sobekan, dan kerusakan lainnya
- Pembungkus kain harus bahan muslin berkualitas tinggi dengan
spesifikasi 140 thread count, dan harus dipakai 2 lembar.
- Muslin yang tidak di bleach lebih baik karena 10 % lebih kuat dari muslin
yang di bleach.
- Kain yang tebal seperti kanvas tidak boleh dipakai karena sulit menyerap
uap.
- Kain dapat dipakai untuk sterilisasi uap dan EO
Kain campuran
Campuran katun dan plastik memperbaiki kemampuan menghalangi bakteri
dan air. Tetapi karena sering dicuci, menjadi kurang baik. Bahan ini sesuai
untuk sterilisasi uap dan EO.
Prosedur dan Langkah-langkah pengemasan
Prosedur pengemasan harus mencakup:
- Nama alat-alat yang akan dikemas
- Langkah-langkah yang tepat untuk persiapan dan inspeksi alat-alat, sesuai
instruksi produsen dan spesifikasinya.
- Sesuaikan dengan metode sterilisasi yang dipakai
- Tipe dan ukuran alat-alat yang akan dikemas
- Penempatan alat-alat yang tepat dalam kemasan
- Tipe dan penempatan yang tepat indikator kimia external dan internal,
sesuai dengan kebijakan pengendalian mutu proses sterilisasi
- Metoda atau teknik mengemas. (Lihat Lampiran 5)
- Metoda pemberian segel pada setiap kemasan
- Metoda dan penempatan label untuk identifikasi isi kemasan
- Aplikasi informasi untuk pengendalian mutu, seperti nomor lot, tanggal,
dan identifikasi pekerja yang menyiapkan
- Petunjuk untuk penempatan kemasan di dalam mesin sterilisasi
- Peringatan mengenai waktu pengeringan, waktu pendinginan, dan
penanganan setelah proses sterilisasi.
23
- Informasi mengenai aplikasi pelindung setelah proses sterilisasi terhadap
debu, uap,vermin, dsb.
- Petunjuk untuk penempatan pada penyimpanan, atau untuk distribusi
ketempat pemakaian.
- Informasi untuk pemakai untuk mencegah kemungkinan kontaminasi,
misalnya prosedur yang tepat untuk penyimpanan dan penanganan
kemasan steril; inspeksi segel, dan metode yang tepat untuk membuka
alat-alat steril.
● Proses Sterilisasi
Alat/bahan yang disterilkan di catat jumlah set nya, berat alat, tanggal dan
petugas/perawat yang mensterilkan di dalam buku pencatatan dan pelaporan
sterilisasi.
● Pembuangan Limbah
24
BAB V
LOGISTIK
Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang ( stock )
ke logistik farmasi yaitu :
1. Petugas administrasi menulis permintaan barang ( stock ) secara tertulis di buku
permintaan barang dengan sepengetahuan penanggungjawab CSSD.
2. Buku permintaan dicek dan ditandatangani oleh penanggungjawab CSSD.
3. Petugas administrasi menyerahkan buku permintaan kepada petugas pengadaan
logistik farmasi.
4. Petugas pengadaan farmasi menerima buku permintaan barang dan melakukan
pengecekan.
5. Pada hari yang sudah disepakati, petugas logistic farmasi menyampaikan untuk
pengambilan barang yang sudah disiapkan sesuai pesanan ke gudang farmasi.
6. Petugas administrasi melakukan pengecekan antara bon permintaan dengan
barang yang diserahkan.
7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, administrasi
menandatangani penerimaan pada bon permintaan.
8. Barang yang telah diterima dibuatkan tanda terima barang oleh petugas logistik
farmasi.
9. Petugas administrasi dibantu petugas lain menempatkan barang ke dalam lemari
stok barang.
25
1. Petugas administrasi/ coordinator menulis bon permintaan barang ( stock ) secara
tertulis di form permintaan barang.
2. Bon permintaan barang dicek dan ditandatangani oleh petugas CSSD.
3. Petugas administrasi/ coordinator menyerahkan bon permintaan kepada petugas
pengadaan.
4. Petugas pengadaan menerima bon permintaan barang.
5. Pada hari berikutnya sesuai yang disepakati petugas administrasi/koordinator
mengambil barang yang telah diminta ke pengadaan.
6. Petugas administrasi/ koordinator melakukan pengecekan antara bon permintaan
dengan barang yang diserahkan.
7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, administrasi/
koordinator menandatangani penerimaan pada bon permintaan.
8. Barang yang telah diterima dicatat oleh petugas administrasi/ koordonator ke
dalam kartu inventaris barang pengadaan.
9. Petugas administrasi/koordinator menempatkan barang ke dalam lemari stok
barang.
26
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi
lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
Latar belakang
Rumah Sakit sebagai institusi penyedia layanan kesehatan yang
mengutamakan keselamatan pasien dan petugas, selalu berupaya untuk
mencegah terjadinya resiko infeksi di Rumah Sakit.
Menurut WHO (2010) setiap 100 pasien yang dirawat yang bersamaan,
7 pasien di negara maju mengalami infeksi nosocomial. Sedangkan di negara
berkembang termasuk di Indonesia, setidaknya 10 pasien yang dirawat
mengalami infeksi nosocomial. Rata-rata tindakan pembedahan di Rumah Sakit
lebih kurang 30-40 tindakan operasi, sehingga ketersediaan alat kesehatan steril
merupakan tanggung jawab CSSD. Pada saat operasi instrument yang telah
dipakai sangat mudah menyebarkan infeksi dan dapat pula merusak fungsi dari
instrument itu sendiri. Ketika darah dan cairan tubuh lainnya dibiarkan kering
pada permukaan instrument, protein cenderung mengental sehingga perlu
teknik pencucian yang sesuai ( Joseph,2011)
Faktanya di Rumah Sakit dapat terjadi infeksi silang pada pasien atau
lebih.dikenal dengan Health care Associated Infection (HAIs). HAIs adalah
infeksi yang didapat pasien setelah menjalani prosedur perawatan dan
tindakan medis di pelayanan kesehatan selama sekurangnya 48 jam ( WHO,
2002 )
Petugas Pusat Sterilisasi mempunyai tanggung jawab dalam upaya
mencegah terjadinya penularan infeksi dan kecelakaan pada pasien yang
dirawat di Rumah Sakit sehubungan dengan alat-alat / instrument yang
digunakan selama perawatan/ tindakan.
27
Melakukan proses dekontaminasi, desinfeksi, pengemasan, sterilisasi,
dan penanganan barang steril secara tepat dan benar sesuai dengan SPO
( Standar Prosedur Operasional ) yang ditetapkan merupakan cara terbaik bagi
petugas untuk mencegah terjadinya infeksi /kecelakaan/ luka pada pasien.
Penggunaan barang yang belum diuji kelayakan fungsi dan cara pakainya dapat
mengalami komplikasi maupun penundaan tindakan. Alat-alat terkontaminasi
atau on steril ( seperti instrument bedah ) apabila digunakan pada pasien dapat
menimbulkan infeksi nosokomial.
28
- Pastikan bahwa semua mesin sterilisasi termonitor secara visual selama siklus
berlangsung melalui pengujian indikator kimia , biologis dan pengujian deteksi
udara dalam chamber ( Sistem mesin sterilisasi uap pre-vakum )
B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien ( Patient Safety )
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
C. Keselamatan umum
1. Aturan umum mencuci tangan
Mencuci tangan merupakan aturan yang penting untuk mencegah penyebaran
infeksi, Langkah-langkah cuci tangan sebagai berikut :
a. Tuangkan cairan antiseptic/sabun ke telapaktangan secukupnya
b. Gosokkan kedua telapak tangan
c. Gosok punggung tangan dan sela sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.
d. Gosokkan kedua telapak tangan dan sela sela jari
e. Jari-jari dalam dari kedua tangan saling mengunci
f. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
g. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ke telapak tangan
kiri dan sebaliknya.
h. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
i. Keringkan kedua tangan dengan tissue.
29
c. Setelah melakukan tindakan
d. Setelah kontak dengan lingkungan terkontaminasi
e. Setelah melepas sarung tangan
b. Masker harus cuckup besar melindungi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan
yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk
atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker terbuat dari
bahan yang tidak tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk
mencegah kedua hal tersebut.
30
d. TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga
serpihan kulit dan rambut tidak tercampur ke limbah infeksius. Topi harus
cukup besar dan menutup semua rambut. Meskipun topi dapat meberikan
sejumlah perlindungan pada petugas, tetapi tujuan utamanya adalah untuk
melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik dari
limbah infeksius.
e. APRON yang terbuat dari karet atau plastic, merupakan penghalang tahan
air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas
kesehatan harus mengenakan apron ketika melakukan penghitungan dan
pemilahan linen kotor. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien yang ada
di linen mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
31
e. Lepaskan masker
f. Lepaskan pelindung kaki
g. Lepas sarung tangan
h. Cuci tangan denga sabun dan air bersih mengalir.
4. Prosedur Penanganan Kecelakaan
a. Tertusuk jarum
1. Segera keluarkan darah
2. Siram dengan air mengalir selama 10 -15 menit
3. Cuci denga air sabun/desinfektan (jika perlu bilas dengan alcohol 70%)
4. Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur
b. Terpajan cairan Tubuh ( Kulit, Mata, Hidung, dan Mulut )
1. Cuci dengan air mengalir selama 10-15 menit
2. Untuk mata cuci dengan air mengalir dari pangkal ujung mata dekat hidung
dengan memiringkan kepala.
3. Untuk kulit cuci denga air mengalir dan air sabun / desinfektan ( jika perlu,
bilas menggunakan alcohol 70%) dan keringkan denga handuk bersih.
4. Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur.
32
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Keselamatan Kerja
Latar Belakang.
Upaya kesehatan kerja menurut UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan
khususnya pasal 23 tentang kesehatan kerja, menyatakan bahwa kesehhatan kerja
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya pada tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai
karyawan yang lebih dari sepuluh.
Pekerja yang bekerja di sarana kesehatan sangat bervariasi baik jenis
maupun jumlahnya. Sesuai dengan fungsi sarana kesehatan tersebut, semua
pekerja di rumah sakit dalam melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan
bahaya potensial yang bila tidak ditanggulangi dengan baik dan benar dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap keselamatan dan keselamatannya, yang
pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Pada hakekatnya kesehatan kerja merupakan penyerasian antara kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja, bila bahaya di lingkungan kerja tidak
diantisipasi dengan baik akan menjadi beban tambahan bagi pekerjaan. Khususnya
untuk pekerja di rumah sakit di instalasi pusat sterilisasi menerima ancaman kerja
potensial dari lingkungan kerja bila keselamatan kerja tidak diperhatikan dengan
tepat.
33
Penerimaan Barang Kotor dan Daerah Dekontaminasi
Bahaya pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya maupun zat-
zat kimia di lingkungan CSSD dapat menyebabkan luka, penyakit dan dalam
kondisi yang ekstrim menyebabkan kematian. Upaya pencegahan dapat di lakukan
secara efektif dengan menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
penutup kepala, penutup kaki, gaun anti cairan, masker maupun goggle mata.
Penyedian alat pelindung diri menjadi tanggung jawab institusi bersangkutan,
tetapi adalah tanggung jawab petugas CSSD untuk melindungi dirinya dengan
menggunakan alat pelindung diri secara benar.
Penanganan yang salah terhadap alat-alat tajam terkontaminasi seperti pisau, jarum
dll dapat menyebabkan rusaknya permukaan kulit yang pada akhirnya dapat
memungkinkan masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh sehingga
menyebabkan terjadinya penyakit
terkontaminasi tanpa dapat melihat secara jelas isi dari wadah tadi
▪ Buang sampah benda tajam (jarum suntik, blades) ke dalam wadah yang
▪ Pada saat memproses ulang benda tajam pakai ulang, pisahkan dari
aman, dan gunakan alat pelindung diri untuk mencegah pemaparan zat
kimia terhadap kulit dan membran mukosa yang dapat menyebabkan luka
bakar kimia
34
▪ Berhati-hatilah apabila mendekati daerah dimana air biasa digunakan,
▪ Gunakan sarung tangan tahan panas pada saat menangani kereta mesin
sterilisasi atau pada saat berhubungan dengan objek lain bersuhu tinggi
▪ Letakkan kereta mesin sterilisasi diluar daerah lalu lalang petugas CSSD
lain untuk menghindari petugas lain menyentuh kereta yang panas ini.
terlatih
35
▪ Pengoperasian dan instalasi mesin sterilisasi etilen oksida harus dilakukan
sudah di jalankan, maka fase siklus tersebut tidak boleh dihentikan sampai
proses aerasi selesai
36
2. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCl 0,9% perlahan selama 15-20 menit
3. Jika masih belum bersih, cuci kembali selama 10 menit.
4. Jangan biarkan korban menggosok mata.5
5. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata.
b. Formaldehid
Formaldehid adalah gas tidak berwarna dengan bau menyengat. Umumnya
digunakan sebagai desinfektan. Formalin adalah larutan yang mengandung
formaldehid dan methanol dengan kadar bervariasi (biasanya antara 12-15%)
37
1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan
oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi.
c. Etilen Oksida
38
Etilen oksida merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi
kimia alat-alat kesehatan, pereaksi dalam sintesa kimia organic terutama dalam
pembuatan etilen glikol, fungisida, dan fumigant bahan makanan dan tekstil.
Bahaya utama terhadap kesehatan
Inhalasi : Pemaparan jangka pendek; iritasi, daya cium menurun, dyspnea,
nyeri kepala, mengantuk, gejala mabuk, gangguan keseimbangan
tubuh.
Kontak kulit ; Pemaparan jangka pendek ; reaksi alergi, kulit terasa panas,
melepuh, frostbite
Kontak mata ; Pemaparan jangka pendek ; terasa panas, frostbite, mata berair,
pemaparan jangka panjag ; dapat menimbulkan iritasi kornea
mata, kemungkinan menyebabkan katarak.
Tertelan : Pemaparan jangka pendek ; terasa panas terbakar, sakit
tenggorokan, mual,muntah, frostbite, diarhe, nyeri perut, nyeri
dada, nyeri kepala, sianosis.
Pemaparan jangka panjang ; kerusakan hati, potensial
karsinogen.
Tindakan pertolongan :
1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik.
2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan
oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi.
39
2. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir selama 10 menit.
3.Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara
perlahan
4. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan
buanglah dalam wadah/plastic tertutup
5. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, masker, apron.
6. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
d. Lisol
Lisol merupakan nama latin dari kelompok zat kimia fenol, asam karbolat,
hidroksibenzena, asam fenilat, resol, karbon kreolin, likresol. Lisol banyak
digunakan sebagai desinfektan rumah tangga untuk membersihkan lantai, kamar
mandi/WC dan untuk menghilangkan bau busuk. Dalambidang kesehatan
digunakan sebagai larutan antiseptic dengan konsentrasi antara 1-2%, LDL, oral
pada manusia adalah 140 mg/kg.
Bahaya utama pada kesehatan
Pada kulit dan mukosa : Gatal dan mati rasa pada keadaan berulang atau
berat ; kemerahan, gatal, dan luka bakar.
Kronis pada kulit : Eritema, vesikel, dermatitis
Pemaparan mata : Iritasi konjungtiva, kornea berwarna putih, edema
palpebral dan iritis, nyeri abdomen, muntah dan
rash. Jika konsentrasi fenol > 5% dapat
menyebabkan luka bakar pada mulut dan
esophagus.
40
Efek pada sistem kardio- : Hypotensi dan syok
vaskuler
Efek pada ginjal : Urine berwarna gelap karena hemoglobinuria
Efek pada pernafasan : Depresi pernafasan dan gagal nafas
Tindakan pertolongan
1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan
oksigenasi dengan oksigen lembab 100% dan penatalaksanaan sirkulasi.
41
2. Kontraindikasi untuk induksi muntah dan pemberian karbon aktif
3. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel
dapat dipertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi
e. Natrium Hipoklorit
Larutan pemutih pakaian yang biasa digunakan biasanya mengandung bahan aktif
Natrium hipoklorit ( Na OCL ) 5-10%. Selain digunakan sebagaipemutih juga
digunakan sebagai desinfektan. Pada konsentrasi lebih 20% zat ini bersifat korosif
melepaskan asam klorat gas klor bebas dalam lambung yang apabila terhirup dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru.
42
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit.
Definisi indikator adalah cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi.
Indikator merupakan suatu variable yang digunakan untuk bisa melihat perubahan.
Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria : adalah spesifikasi dari indikator
Standar :
1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
43
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu bail dan
mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan.
44
BAB IX
PENUTUP
Ditetapkan di : Ngawi
pada tanggal, :
Direktur
Rumah Sakit Umun Daerah Geneng
Kabupaten Ngawi
45
Tembusan Yth
1. Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Unit terkait
3. Arsip
46
DAFTAR PUSTAKA
47