Anda di halaman 1dari 170

PROGRAM DOKUMENTER TELEVISI

“ A DEAF WITH CULTURE ”

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Diploma III

Ari Nur Ramadhan 42190562


Iqbal 42190170

Program Studi Penyiaran

Fakultas Komunikasi dan Bahasa

Universitas Bina Sarana Informatika

Jakarta

2022
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Iqbal
NIM : 42190170
Jenjang : Diploma Tiga (D3)
Program Studi : Penyiaran
Fakultas : Komunikasi dan Bahasa
Perguruan Tinggi : Universitas Bina Sarana Informatika

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir yang telah saya buat dengan
judul : “A Deaf With Culture”, adalah asli (orisinil) atau tidak plagiat (menjiplak)
dan belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dimanapun dan dalam bentuk apapun.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada
paksaan dari pihak manapun juga. Apabila dikemudian hari ternyata saya
memberikan keterangan palsu dan atau ada pihak lain yang mengklaim atau badan
tertentu, saya bersedia diproses baik secara pidana maupun perdata dan kelulusan
saya dari Universitas Bina Sarana Informatika dicabut/dibatalkan.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 7 Juli 2022

Yang menyatakan,

Materai 10000

Iqbal

ii
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH “ A DEAF WITH CULTURE ” UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, Penulis :

Nama : Iqbal
Nim : 42190170
Jenjang : Diploma Tiga (D3)
Program Studi : Penyiaran
Alamat Kampus : Jl. SMA Kapin No.29A, Kel. Pondok Kelapa Kec, Duren
Sawit Kota Administrasi Jakarta Timur.

Dengan ini menyatakan bahwa data, informasi, interpretasi serta pertnyataan


yang dapat dalam karya ilmiah dengan judul “ A Deaf With Culture ” ini kecuali
yang disebutkan sumbernya adalah hasil pengamatan, penelitian, pengelolaan, serta
pemikiran saya. Penulis menyetujui untuk memberikan izin kepada pihhak
Universitas Bina Sarana Informatika untuk mendokumentasikan karya ilmiah saya
tersebut secara internal dan terbatas, serta tidak untuk mengunggah karya ilmiah
penulis pada repository Universitas Bina Sarana Informatika
(http://repository.bsi.ac.id).

Penulis bersedia bertanggung jawab secara pribadi, tanpa melibatkan pihak


Universitas Bina Sarana Informatika atas materi / isi karya ilmiah tersebut,
termasuk Tindakan yang berkaitan dengan tanda, informasi, interpretasi secara
pernyataan yang terdapat pada karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Anggota :

1. Ari Nur Ramadhan 42190562


2. Iqbal 42190170

Jakarta, 7 Juli 2022


Yang Menyatakan,

Materai 10000

iii
Iqbal
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Tugas Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Ari Nur Ramadhan

Nim : 42190562

Jenjang : Diploma Tiga (D3)

Program Studi : Penyiaran

Fakultas : Komunikasi dan Bahasa

Perguruan Tinggi : Universitas Bina Sarana Informatika

Judul Tugas Akhir : A Deaf With Culture

Telah dipertahankan pada periode 2022 - I dihadapan penguji dan diterima


sebagai bagian peryaratan yang diperlukan untuk memperoleh Diploma Ahli Madya
Ilmu Komunikasi (A.Md.I.Kom) pada Program Diploma Tiga (D3) Program Studi
Penyiaran di Universitas Bina Sarana Informatika.

Jakarta, 21 Mei 2022

PEMBIMBING TUGAS AKHIR

Dosen Pembimbing : Achmad Haikal MM.M.I.Kom


Asisten Pembimbing : …………

DEWAN PENGUJI

Penguji I : ……….
Penguji II : ……….

iv
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Tugas Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Iqbal

Nim : 42190170

Jenjang : Diploma Tiga (D3)

Program Studi : Penyiaran

Fakultas : Komunikasi dan Bahasa

Perguruan Tinggi : Universitas Bina Sarana Informatika

Judul Tugas Akhir : A Deaf With Culture

Telah dipertahankan pada periode 2022 - I dihadapan penguji dan diterima


sebagai bagian peryaratan yang diperlukan untuk memperoleh Diploma Ahli Madya
Ilmu Komunikasi (A.Md.I.Kom) pada Program Diploma Tiga (D3) Program Studi
Penyiaran di Universitas Bina Sarana Informatika.

Jakarta, 21 Mei 2022

PEMBIMBING TUGAS AKHIR

Dosen Pembimbing : Achmad Haikal MM.M.I.Kom


Asisten Pembimbing : …………

DEWAN PENGUJI

Penguji I : ……….
Penguji II : ……….

v
vi
vii
PANDUAN PENGGUNAAN HAK CIPTA

Tugas Akhir diploma yang berjudul “ A Deaf With Culture ” adalah hasil
karya tulis asli dan bukan terbitan sehingga peredaraan karya tulis hanya berlaku
dilingkungan akademik saja, serta memiliki hak cipta. Oleh karena itu, dilarang keras
untuk menggandakan baik Sebagian maupun seluruhnya karya tulis ini, tanpa seizin
penulis.

Referensi kepustakaan diperkenankan untuk dicatat pengutipan atau


peringkasan isi tulisan hanya dapat dilakukan dengan seizin penulis dan disertai
ketentuan pengutipan secara ilmiah dengan menyebutkan sumbernya.

Untuk keperluan perizinan pada pemilik dapat menghubungi informasi yang tertera
dibawah ini :

Nama : Iqbal

Alamat : Jalan Taruna IIA No.113A Jatiwaringin, Pondok Gede

No. Telp : 087786467660

Email : ibang1257@gmail.com

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan,

kemampuan dan kesabaran kepada penulis, penulis mengucapkan syukur kepada

Allah SWT atas limpahan nikmat Sehat-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir adalah salah satu persyaratan bagi

mahasiswa dapat menyelesaikan Pendidikan Diploma III Program Studi Penyiaran

Universitas Bina Sarana Informatika.

Dalam tugas akhir ini penulis bersama tim produksi mahasiswa Program

Studi Penyiaran membuat karya tugas akhir yang berjudul “ A Deaf With Culture ”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan doronga dari pihak yang membantu,

maka penulisan tugas akhir ini tidak akan lancar. Oleh sebab itu pada kesempatan ini,

izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah

membantu banyak dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

Izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Mochamad Wahyudi, M.M., M.Kom, M.Pd. selaku Rektor


Universitas Bina Sarana Informatika.
2. Dr. Baiatun Nisa. M.Pd. Dekan Fakultas Komunikasi dan Bahasa.
3. Ibu Intan Leliana, S.Sos.I., MM., M.I.Kom selaku Ketua Program Studi
Jurusan Penyiaran.
4. Bapak Achmad Haikal MM, M.I.Kom. selaku Dosen Pembimbing Tugas
Akhir.
5. Gan Gan Giantika,M.M.,M.I.Kom. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Staff/Karyawan/Dosen di lingkungan Universitas Bina Sarana Informatika.
7. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan do’a, motivasi, dan dukungan
untuk kelancaran Tugas Akhir ini.
8. Ibu Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL (K) (Narasumber Dokter Spesialis
- Ketua Komite Pusat Komnas PGPKT)

ix
9. Bapak Nabil Rahmadi (Narasumber Ketua Organisasi GERKATIN
TANGSEL-Barista)
10. Bapak Bagja Prawira (Narasumber Co- Founder Silang.id-Teman Tuli)
11. Ibu Putri Sri Hanitami (Narasumber Juru Bahasa Isyarat -Teman Dengar)
12. Bapak Budi Dwi Haryanto ( Narasumber Founder Rumah Batik Palbatu )
13. Ibu Novita ( Narasumber Pegawai Rumah Batik Palbatu - Teman Tuli )
14. Bapak Dr. Fauzi Mahfuzh, SpA (K), FAPSR (Dokter Rumah Sakit
Persahabatan)
15. Bapak Prof. dr. Helmi, SpTHT-KL(K), MARS (Dokter Rumah Sakit SS
Medika)
16. Bapak Letkol Ckm dr.Wijiono, So.OT. (K).,Hip & Knee (Kepala Kesehatan
Akademi Militer)
17. Bapak Dr.dr. Rudy Hidayat, Sp.PD-KR (Konsultan Reumatologi RS Pondok
Indah)
18. Senior dan rekan – rekan Rama Shinta Studio.
19. Dan teman-teman seperjuangan di Jurusan Penyiaran Universitas Bina
Sarana Informatika.

x
ABSTRAK

Ari Nur Ramadhan (42190562), Iqbal (4219070) Program Studi Penyiaran,


Fakultas Komunikasi dan Bahasa, Universitas Bina Sarana Informatika, “A
Deaf With Culture”.
Film Dokumenter ini akan memaparkan permasalahan-permasalahan yang kerap
dihadapi teman tuli dalam menjalani kehidupan sosial, dan faktor apa saja yang
membuat mereka harus mengahadapi masalah tersebut. Penulis juga ingin
menyampaikan bahwa teman tuli memiliki kapasitas yang sama dengan teman
dengar, hanya saja kesempatan mereka untuk menggapai lebih banyak hal (baik
dibidang komunikasi, informasi, Pendidikan, dan pekerjaan) harus terbatas sebab
faktor-faktor (seperti permasalahan Bahasa, stigma tidak berkapasitas karena
memiliki kekurangan dalam pendengaran, dan yang lainnya) yang akan dipaparkan
di film dokumenter ini nanti.

Kata Kunci : Teman Tuli, Teman Dengar, Komunikasi, Bahasa, HAM

xi
ABSTRACK

Ari Nur Ramadhan (42190562), Iqbal (4219070) Broadcasting Study Program,


Faculty of Communication and Language Sciences, Bina Sarana Informatika
University, “A Deaf With Culture”.
This documentary will explain the problems often faced by deaf friends in their
social life, and what factors make them have to deal with these problems. The author
also wants to convey that deaf friends have the same capacity as hearing friends, it`s
just that their opportunities to achieve more things (both in the fields of
communication, information, education, and work) must be limited due to factors
(such as language problems, stigma of not being able to have hearing impairments,
etc.) which will be presented in this documentary later.

Keywords: Deaf, People, Communication, Language, Human Rights.

xii
DAFTAR ISI

PROGRAM DOKUMENTER TELEVISI....................................................................i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR............................................ii

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH “ A

DEAF WITH CULTURE ” UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.......................iii

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR........................................iv

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR.........................................v

.....................................................................................................................................vi

....................................................................................................................................vii

PANDUAN PENGGUNAAN HAK CIPTA............................................................viii

KATA PENGANTAR.................................................................................................ix

ABSTRAK...................................................................................................................xi

ABSTRACK...............................................................................................................xii

DAFTAR ISI.............................................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xvi

DAFTAR TABEL.....................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang Program.......................................................................1

1.2 Kegunaan Program...............................................................................4

1.2.1 Kegunaan Program Umum........................................................4

1.2.2 Kegunaan Praktis......................................................................5

xiii
1.2.3 Kegunaan Akademis.................................................................5

1.3 Referensi Audio Visual.........................................................................5

1.4 Kategori Program..................................................................................7

1.5 Format Program....................................................................................7

1.5.1 Expository.................................................................................7

1.5.2 Direct Cinema (Observational).................................................8

1.5.3 Cinema Verite Bentuk Cinema Verite......................................8

1.6 Judul Program.......................................................................................9

1.7 Target Audience....................................................................................9

1.8 Karakteristik Produksi........................................................................10

DESKRIPSI PROGRAM...............................................................................11

BAB II LAPORAN PRODUKSI................................................................................12

2.1 Proses Kerja Produser.........................................................................12

2.1.1 Pra Produksi............................................................................13

2.1.2 Produksi..................................................................................14

2.1.3 Pasca Produksi........................................................................15

2.1.4 Peran dan Tanggung Jawab Produser.....................................16

2.1.5 Proses Penciptaan Karya.........................................................16

2.1.6 Kendala Produksi dan Solusinya.............................................17

2.1.7 Lembar Kerja Produser...........................................................18

2.2 Proses Kerja Sutradara........................................................................26

xiv
2.2.1 Pra Produksi............................................................................27

2.2.2 Produksi..................................................................................29

2.2.3 Pasca Produksi........................................................................29

2.2.4 Peran dan Tanggung Jawab Sutradara....................................30

2.2.5 Proses Penciptaan Karya.........................................................32

2.3 Proses Kerja Penulis Naskah..............................................................43

2.3.1 Pra Produksi............................................................................44

2.3.2 Produksi..................................................................................46

2.3.3 Pasca Produksi........................................................................47

2.3.4 Peran dan Tanggung Jawab Penulis Naskah...........................48

2.3.5 Proses Penciptaan Karya.........................................................50

2.3.6 Kendala Produksi dan Solusinya.............................................52

Term Of Reference (TOR)..............................................................................54

2.4 Proses Kerja Camera Person...............................................................98

2.4.1 Pra Produksi............................................................................99

2.4.2 Produksi................................................................................100

2.4.3 Pasca Produksi......................................................................103

2.4.4 Peran dan Tanggung Jawab Camera Person.........................104

2.4.5 Proses Penciptaan Karya.......................................................105

2.4.6 Kendala Produksi dan Solusinya...........................................106

KONSEP KERJA KAMERAMAN..............................................................107

xv
2.5 Proses Kerja Editor...........................................................................117

2.5.1 Pra Produksi..........................................................................118

2.5.2 Produksi................................................................................119

2.5.3 Pasca Produksi......................................................................119

2.5.4 Peran dan Tanggung Jawab Editor........................................121

2.5.5 Proses Penciptaan Karya.......................................................122

2.5.6 Kendala Produksi dan Solusinnya.........................................123

2.5.7 Lembar Kerja Editor.............................................................123

BAB III PENUTUP..................................................................................................135

3.1 Kesimpulan.......................................................................................135

3.2 Saran.................................................................................................135

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................137

SURAT PERIZINAN LOKASI SYUTING.............................................................141

LAMPIRAN.............................................................................................................146

..................................................................................................................................146

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Program

Stasiun televisi adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan

komunikasi dengan ciri – ciri yang dimiliki komunikasi massa yang berlangsung

satu arah, komunikator yang melembaga, pesan yang bersifat umum, sasarannya

menimbulkan keserempakan, dan komunikasinya bersifat heterogen (Effendy,

1994:21).

Pada hakikatnya media televisi sebagai media komunikasi pandang dan dengar

mempunyai tiga fungsi utama menurut (Heru Efendy, 2008) , yaitu :

a. Fungsi Informasi (The Information Function)

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana informasi tidak hanya dalam

bentuk siaran pandang mata, atau berita yang dibacakan penyiar, dilangkapi

gambar-gambar yang faktual, akan tetapi juga menyiarkan bentuk lain seperti

ceramah, diskusi dan komentar. Televisi dianggap sebagai media massa yang

mampu memuaskan pemirsa dirumah jika dibandingkan dengan media

lainnya. Hal ini dikarenakan efek audio dan visual yang memiliki unsur

immediacy dan realism.

Immediacy, mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yng

disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar olah para pemirsa

pada saat periatiwa itu berlangsung. Penyiar yang sedang membaca berita,

pemuka masyarakat yang sedang membaca pidato atau petinju yang sedang

melancarkan pukulannya, tampak dan terdengar oleh pemirsa, seolah-olah

mereka berada ditempat peristiwa itu terjadi, meskipun mereka berada

1
dirumah masingmasing jauh dari tempat kejadian, tapi mereka dapat

menyaksikan pertandingan dengan jelas dari jarak yang amat dekat. Lebih-

lebih ketika menyaksikan pertandingan sepakbola, misalnya mereka akan

dapat melihat wajah seorang penjaga gawang lebih jelas, dibandingkan

dengan jika mereka berdiri di tribun seagai penonton.

Realism, yang berarti bahwa stasiun televisi menyiarkan informasinya secara

audio dan visual dengan perantara mikrofon dan kamera apa adanya sesuai

dengan kenyataan ketika suatu acara ditayangakan secara langsung (Live).

Jadi pemirsa langsung dapat melihat dan mendengar sendiri. Bedanya

televisi dengan media cetak adalah berita yang disampaikan langsung

direkam dan hanya menggunakan sedikit editan untuk mendapatkan inti dari

kajadian yang ingin disampaikan, sedangkan bila di media cetak, berita yang

sama harus mengalami pengolahan terlebih dahulu oleh wartawan baru

kemudian disajikan pada pembaca.

b. Fungsi Pendidikan (The Education Function)

Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan pendidikan

kepada khalayak yang jumlahnya begitu banyak dan disampaikan secara

simultan. Sesuai dengan makna pendidikan, yakni meningkatkan

pengetahuan dan penalaran masyarakat televisi menyiarkan acaranya secara

teratur dan terjadwal seperti pelajaran bahasa indonesia, matematika, dan

lainnya. Selain itu televisi juga menyajikan acara pendidikan yang bersifat

informal seperti sandiwara, legenda dan lain-lain.

c. Fungsi Hiburan (The Entartaint Function)

Dalam negara yang masyarakatnya masih bersifat agraris, fungsi hiburan yang

melekat pada televisi siarannya tampaknya lebih dominan. Sebagian besar dari

2
alokasi waktu siaran diisi oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena

pada layar televisi dapat ditampilkan gambar hidup beserta suaranya bagaikan

kenyataan, dan dapat dinikmati di rumah-rumah oleh seluruh keluarga, serta dapat

dinikmati oleh khalayak yang tidak dimengerti bahasa asing bahkan yang tuna

aksara.

Dokumenter TV adalah program audio visual yang mendokumentasikan

kenyataan. Dokumenter juga menyajikan wadah untuk orang – orang yang ingin

mengungkapkan fakta dalam hal - hal tertentu. Pembahasan dokumenter harus

memiliki riset yang kuat berdasarkan fakta suatu kejadian untuk membuat

dokumenter tersebut benar - benar nyata di mata penonton.

Film dokumenter adalah media yang menayangkan kejadian-kejadian dalam

sudut pandang tertentu dalam berbagai hal. Film dokumenter sering digunakan oleh

seniman-seniman kontemporer untuk memberi tahu kenyataan pada suatu hal yang

tidak diketahui oleh masyarakat pada umumnya.

Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan, artinya

dalam film dokumenter menyajikan kejadian-kejadian yang dilakukan dalam

keseharian masyarakat, film dokumenter juga menjadikan wadah untuk orang-orang

yang ingin mengungkapkan fakta dalam hal-hal tertentu.

Pembuatan film dokumenter harus memiliki riset yang kuat yang berdasarkan

fakta kejadian untuk membuat film dokumenter tersebut benar-benar nyata dimata

penonton. Selama ini banyak film maker yang membuat film dokumenter tanpa

memperdalam riset sebelum membuat film dokumenter akibatnya hasil yang

memuaskan tidak didapat oleh masyarakat yang menyaksikan.

3
Pentingnya peran film dokumenter dibidang komunikasi dan penyiaran dapat

membuat para khalayak tahu apa yang terjadi dibalik layar, misalnya berita korupsi

yang sedang marak disiarkan ditelevisi, selama ini masyarakat hanya tahu tentang

koruptor yang melakukan korupsi itu berita yang disiarkan oeleh program-program

televisi, tetapi difilm dokumenter semua hal yang dilakukan oleh koruptor tersebut

akan dijelaskan sedetail-detailnya oleh orang-orang yang bersangkutan dalam

kejadian tersebut dengan rinci.

Penulis bertujuan untuk membuat karya program dokumenter tersebut yang

berjudul “ A Deaf With Culture “. Dokumenter ini akan menyajikan tentang dua

sudut pandang antara teman tuli dan teman dengar yang hidup berdampigan, namun

tak jarang memiliki masalah komunikasi yang nantinya akan berpengaruh pada

masalah pendidikan, pekerjaan dan kehidupan sosial yang mereka jalani. Adapun

wawancara yang kami lakukan akan mempunyai beberapa sesi bersama beberapa

narasumber yang berasal dari teman tuli maupun teman dengar (yang berhubungan

dengan teman tuli) seperti dokter spesialis THT, aktivis, lembaga bahasa dan orang

yang bekerja bersama teman tuli.

I.2 Kegunaan Program

Kegunaan program Dokumenter Televisi yang berjudul “ A Deaf With Culture

” ditargetkan bisa menampilkan dan menyampaikan keresahan dan kebahagiaan

teman tuli yang hidup di sekitar kita, namun masih jarang dilirik maupun

didengarkan.

I.2.1 Kegunaan Program Umum

Memberikan informasi kepada khalayak umum tentang kehidupan teman tuli

yang tak mendapatkan ruang sehingga kesulitan dalam melanjutkan Pendidikan,

4
mencari Perkerjaan, sampai berkehidupan sosial yang harusnya mereka dapatkan

seperti orang-orang pada umumnya.

I.2.2 Kegunaan Praktis

Sebagai hasil dari proses selama pembelajaran yang lalu kemudian

direalisasikan sebagai karya audio visual dokumenter, serta ini ditunjukan untuk

mengangkat kisah-kisah yang mungkin diabaikan oleh khalayak masyarakat. Dengan

tujuan memberikan informasi sebenar-benarnya dan menggambarkan hal yang dapat

permanfaatan untuk penontonnya.

Selain itu, sebagai referensi para praktisi dalam dunia penyiaran untuk

pembuatan karya-karya selanjutnya agar tetap kritis dan mengikuti perkembangan

mengenai topik terkini ataupun topik yang menarik.

I.2.3 Kegunaan Akademis

Sebagai syarat kelulusan untuk program Studi Penyiaran program Diploma

Tiga (D3), Fakultas Komunikasi dan Bahasa Universitas Bina Saran Informatika.

I.3 Referensi Audio Visual

Penulis membuat program televisi dokumenter berdasarkan referensi yang

pernah penulis lihat sebelumnya. Penulis menggunakan beberapa referensi Adapun

beberapa pengumpulan referensi untuk tugas akhir ini, yaitu :

5
A. Film Dokumenter “SEMES7A”

Alasan : Penulis mengambil konsep wawancara yang terdapat pada film

SEMES7A agar dapat menyampaikan dengan jelas informasi dari berbagai

narasumber yang nantinya akan dijadikan satu sequence / cerita.

B. Film Dokumenter “SEASPIRACY”

Alasan : Penulis memberikan referensi seaspiracy dikarenakan ingin menciptakan

pengambilan gambar pada film documenter A Deaf With Culture dan juga

referensi ini memberi tahu kami bagaimana documenter memberikan berita atau

sajian kenyataan.

6
KAJIAN PROGRAM

I.4 Kategori Program

Tidak seperti kebanyakan film-film fiksi, dokumenter berurusan dengan

fakta-fakta, seperti manusia, tempat dan peristiwa yang tidak dibuat-buat. Para

pembuat film dokumenter percaya mereka ‘menciptakan’ dunia di dalam filmnya,

seperti apa adanya. Untuk Dokumenter dengan judul ” A Deaf With Culture ”

sendiri itu termasuk katagori program informasi dan edukasi. Film Dokumenter ini

akan mengambil banyak sudut pandang dari teman-teman dengar (yang

berhubungan dengan teman tuli), maupun dari sudut pandang teman tuli sendiri.

I.5 Format Program

Menurut Andi Fachruddin (2011:156) “Mereka juga harus memahami format

program televisi apa yang akan dieskusi. Setelah mengetahui dengan jelas format

yang ditentukan, maka akan dapat dihasilkan kenyamanan dalam bekerja sama serta

ketepatan waktu produksi yang efektif”. Perkembangan kreativitas dalam dunia

pertelevisian menghasilkan bentuk program televisi yang sangat beragam.

Format program siaran televisi adalah bentuk program siaran yang

memiliki tujuan, metode, karakteristik dan norma tertentu dalam penyajianya

(Rusman Latief, 2018:233)

Menurut Ayawaila dalam buku Dokumenter Dari Ide Sampai Produksi

“Format Program adalah ringkasan dari aneka ragam gaya bertutur yang berkembang

sepanjang sejarah.”

Terdapat gaya film dokumenter yang terdiri atas :

I.5.1 Expository
Bentuk dokumenter ini menampilkan pesan kepada penonton secara

7
langsung, melalui presenter atau narasi berupa teks maupun suara. Umumnya

expository merupakan tipe format dokumenter televisi dengan menggunakan

narator sebagai penutur tunggal. Oleh karena itu narasi disini disebut sebagai

Voice of God karena aspek subjektifitas narator, lihat contohnya pada kemasan

umum dari Discovery Channel dan National Geographic.

I.5.2 Direct Cinema (Observational)

Hampir tidak menggunakan narator, akan tetapi berkonsentrasi pada dialog

antar subjek-subjeknya. Pada tipe ini sutradara menempatkan posisinya hanya

sebagai observator. Produksi film dokumenter tipe ini sangat menuntut persiapan

yang sangat sungguh-sungguh. Analisis dan perhitungan manajemen untuk lama

waktu produksi dan biaya tidak boleh meleset. Prinsipnya tipe ini agak sulit untuk

diterapkan pada semua produksi film dokumenter. Dalam tipe pemaparan ini,

penyusunan skenario formal dianggap tidak penting, mengingat apa yang

diutamakan adalah peristiwa yang terjadi, bukannya kenapa atau bagaimana

jalannya cerita dari suatu peristiwa

I.5.3 Cinema Verite Bentuk Cinema Verite


Digagas oleh Dziga Vertov yang sangat percaya bahwa proses editing

menjadi tulang punggung sebuah karya dokumenter. Oleh karena itu, dalam

dokumenter bentuk ini peran seorang editor sangat penting. Baik buruknya

produksi jenis ini sangat tergantung pada editor. Produksi film dokumenter

tipe Cinema Verite menolak penggunaan perangkat pelengkap kamera seperti

tracking trails, dollies, slider, crane dan semacamnya. Peralatan tersebut

dianggap menjadi faktor penghambat bagi realisasi spontanitas adegan atau

peristiwa saat perekaman gambar. Dalam tipe ini, sutradara aktif dalam

membangun dramatik atau konflik terlihat lebih agresif.

8
Menurut penulis, Program Film dokumenter “A Deaf With Culture”

merupakan film dokumenter yang bergenre perbandingan & kontradiksi yang

disampaikan dengan gaya expository. Dokumenter genre perbandingan &

kontradiksi ini mengupas berbagai aspek dari berbagai narasumber yang dibagi

menjadi dua sisi, yaitu sisi teman tuli dan teman dengar yang berhubungan

dengan teman tuli. Pengupasan aspek ini bertujuan untuk memperlihatkan

gambaran kehidupan yang dijalani teman tuli dan orang-orang di sekelilingnya

yang masih dipandang sebelah mata.

I.6 Judul Program

“Judul program adalah sebuah kalimat singkat dan mudah diingat untuk

memberi nama pada program yang akan dibuat” (Fachrudin, 2014).

Menurut kutipan diatas, penulis menyimpulkan bahwa judul program

merupakan komponen penting bagi sebuah program agar mudah mendapatkan

atensi dari khalayak lewat kalimat singkat.

Alasan Penulis memberikan judul “A DEAF WITH CULTURE” dikarenakan

penulis ingin menggambarkan bahwasaanya mereka yang diam (tidak berbicara)

bukan berarti tidak peduli. Apalagi bagi teman tuli yang memiliki Bahasanya

sendiri yang menggunakan gesture (bukan Bahasa verbal). Sebab seringkali

pendapat mereka tidak dihiraukan, karena dianggap tidak berkompeten dalam

berkomunikasi, sehingga menjadi hambatan bagi mereka dalam menjalani

kehidupan bersosial.

I.7 Target Audience

Target audience adalah memilih salah satu atau beberapa segmen audien yang

akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan pemasaran program dan promosi. Kadang-

9
kadang targeting disebut juga selecting karena audien harus diseleksi (Morissan,

2013: 193). Perusahaan harus memeliki keberanian untuk memfokuskan kegiatannya

pada beberapa bagian saja (segmen) audien dan meninggalkan bagian lainnya. Dalam

menentukan target audien dan meninggalkan bagian lainnya.

Dalam menentukan target audience, penulis dan tim telah sepakat membuat

program dokumenter ini untuk masyarakat kisaran usia 18 sampai 50 tahun yang

berprofesi sebagai mahasiswa dan umum serta dari kalangan. Penulis memporsikan

sama banyak antara target pria maupun wanita. Alasan penulis menetukan demikian

dikarenakan karya yang penulis buat bertujuan untuk meningkatkan rasa peduli dan

memberikan gambaran dari dua sisi, baik itu dari teman dengar maupun teman tuli.

I.8 Karakteristik Produksi

Menurut Fachrudin (2012:25) ada tiga sifat dalam karakteristik produksi,

diantaranya adalah Live merupakan program yang disiarkan secara langsung, tahap

produksi merupakan tahap akhir dalam proses. Kebanyakan programprogram berita,

olahraga, upacara kenegeraan disiarkan secara langsung. Video Taping yaitu direkam

dalam pita video. Live on Tape merupakan produksi yang berlangsung tanpa henti

sampai akhir program seperti format live, namun sebelum ditayangkan akan

dilakukan proses editing hanya dalam hal-hal khusus (insert editing). Program

direkam per bagian (segmen). Kemudian program akan ditayangkan segera dilain

waktu.

Karya dokumenter yang pernulis buat berbentuk video taping karena penulis

membuatnya dengan cara merekam video menggunakan kamera dan harus melalui

proses editing, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan

10
persiapan dan berpindah-pindah tempat untuk pengambilan gambar yang tidak

mungkin penulis selesaikan dalam waktu singkat.

DESKRIPSI PROGRAM

Kategori Program : Informasi dan Edukasi

Media : Televisi

Format Program : Dokumenter

Judul Program : " A Deaf With Culture "

Waktu Durasi : 28 menit 10 Detik

Target Audience Usia : Remaja dan Dewasa

Jenis Kelamin : Pria dan Wanita

SES (Status Ekonomi Sosial) : Semua Kalangan

Format Tayangan : Tapping (record)

Karakteristik Produksi : Multi Camera

Jam Tayang : 19.00– 19.30 WIB

11
BAB II

LAPORAN PRODUKSI

II.1 Proses Kerja Produser

Seorang produser dalam merencanakan tujuan program, mulai dari ide,

menjadi konsep, diproduksi kemudian ditayangkan. Dalam proses tersebut produser

menjadi pemimpin dan juga manager. (Rusman Latief, 2018:63 ).

Peran seorang produser adalah untuk mengawasi semua aspek produksi audio

video (AV). Produser juga berperan aktif sebagai pelaksana produksi. Mendesain

program baru dan menawarkan kepada stasiun televisi.(Rusman Latief,2018:4).

Produser televisi adalah seorang yang bekerja di sebuah stasiun televisi siaran

yang berfungsi sebagai organisator bagi penyelenggaraan suatu acara yang akan

ditayangkan. Tugas produser dalam memproduksi acara yang akan disiarkan pada

hakekatnya sama aja, kalaupun terdapat perbedaan, ini dikarenakan perbedaan jenis

acara yang akan disajikan.

Menurut Penulis sebagai produser selain melakukan hal-hal tersebut penulis

juga memiliki tanggung jawab tentang bagaimana membuat penonton juga memiliki

tanggung jawab pada program yang akan dibuat dengan baik dan penulis juga harus

memikirkan bagaimana membuat penonton menyukai program yang disajikan agar

dapat diterima oleh khalayak masyarakat, karena sukses atau tidaknya suatu

program ditentukan oleh penonton.

Mulai dari mendapatkan ide cerita, menyiapkan anggaran produksi, membuat

jadwal, mengawasi pelaksanan produksi hingga selesai, serta tanggung jawab dalam

12
manajemen produksi.

Adapun tugas dari produser itu sendiri adalah sebagai berikut :

a) Dapat membantu promosi melalui sebuah kreativitas dan imajinatif dengan

mempergunakan berbagai macam kreasi program dan menghasilkan

identitas yang jelas pada persepsi audien pada program tertentu.

b) Memiliki banyak kemampuan dan kemahiran serta komitmen profesional

di dalam dunia penyiaran.

c) Menyiapkan semua komponen dari awal sampai akhir pada waktu

proses perekaman yang akan dikerjakan sebelum jadwal penyiaran.

d) Bertanggung jawab pada jadwal siar dan narasumber serta topik yang

akan disiarkan.

Beberapa hal diatas tercantum dalam buku Broadcasting, to be a broadcaster.

(Arifin, 2010).

Dari pernyataan di atas disimpulkan bahwa produser adalah bertanggung

jawab dalam semua hal dari mulai pra produksi, produksi, sampai pasca produksi,

mengatur iklan dari sponsor, administrasi hingga dengan izin tempat dan lainnya.

II.1.1 Pra Produksi

Pra produksi merupakan kegiatan penemuan ide dan tahap perencanaan.

Tahapan ini dimulai dengan mencari ide yang dikembangkan menjadi konsep. Lalu,

melakukan riset, survei dan membuat rundown program, membuat jadwal kerja (time

schedule), kalkulasi biaya, rencana lokasi, peralatan, dan kru yang terlibat.

Menurut (Rusman Latief & Utud, 2016). “jika telah dilakukan koordinas,

maka tersusun konsep program, tim kerja, dan peralatan yang dibutuhkan. Dibuat

13
technical meeting untuk menjelaskan Teknik pelaksanaan dari program dan

berkoordinasi dengan seluruh tim yang kerja”.

Tahap selanjutnya, penulis membuat pertemuan atau forum brainstorming

beberapa kali dengan sutradara dan penulis naskah untuk membahas ide, konsep

dan gagasan dalam menentukan program untuk tugas akhir ini. Setiap ide di

presentasikan dan di uji dari sudut pandang estetika dan informatif. “brainstorming

didefinisikan adalah suatu cara untuk mendapatkan banyak ide dari kelompok

manusia dalam waktu yang sangat singkat”. (Rusman Latief & Utud, 2016).

Langkah selanjutnya penulis mempersiapkan schedule, menyusun

budgeting, breakdown serta kebutuhan setiap kru, mengurus surat perizinan lokasi

untuk proses menuju tahap produksi. Selama proses pra produksi, penulis terus

mengawasi setiap kinerja kru agar semua terlaksanakan dengan tepat waktu yang

telah ditentukan.

II.1.2 Produksi

Menurut Karsito (2008:57) dalam buku Latief dan Utud (2017:19) “memiliki

wewenang dan tanggung jawab secara manajemen dan artistic terhadap proses

produksi sebuah karya film, meliput penentuan ide, penulisan scenario, sutradara, tim

dan pemain”.

Dalam proses produksi produser terkadang ikut terlibat secara langsung

dalam proses pengambilan keputusan setiap harinya. Agar tidak ada perselisihan

antar crew, serta meyakinkan bahwa semua peralatan tidak ada yang ketinggalan.

Dan didalam produksi dokumenter terlevisi ini, alasan penulis sebagai

produser adalah penulis ingin lagi terlibat dalam pembuatan program dokumenter

televisi ini mulai dari proses pra produksi, produksi, paska produksi. Tugas

14
dokumenter “ A Deaf With Culture ” merupakan sebuah karya non drama televisi

untuk tugas akhir Jurusan Broadcasting, kami mencoba mempraktekan ilmu yang

telah didapatkan selama masa perkuliahan.

II.1.3 Pasca Produksi

Saat pasca produksi produser hanya memberi masukan terhadap

proses editing. Saat tahap pasca produksi ini merupakan tahap akhir dari

suatu proses penciptaan karya tim, tentunya jika hasil memuaskan itu akan

menjadi kebanggan tersendiri terhadap seluruh kru yang telah bekerja keras

demi menyelesaikan produksi program program documenter televisi ini.

“Pasca produksi (post production) adalah tahapan akhir dari proses

produksi program sebelum on air.” Dalam tahapan pra produksi yang sudah

direkam harus melalui beberapa proses, diantaranya editing offline, online,

inset graphic, narasi, effect visual, dan audio serta mixing. (Rusman Latief &

Utud, 2016)

Menurut (Supriyadi, 2014) menyatakan bahwa sebuah peran dan tanggung jawab

seorang produser adalah :

1. Mencari dan mendapatkan ide cerita untuk produksi.

2. Membuat proposal produksi berdasarkan ide atau scenario film atau program

televisi.

3. Menyusun rancangan produksi.

4. Menyusun rencana pemasaran.

5. Mengupayakan anggaran dana untuk produksi.

6. Mangawasi pelaksaan produksi melalui laporan yang diterima dari semua

departemen.

15
7. Produser bertanggung jawab atas kontrak kerja secara hukum dengan berbagai

pihak dalam produksi yang dikelola.

8. Bertanggung jawab atas seluruh produksi.

II.1.4 Peran dan Tanggung Jawab Produser

Seorang produser harus mengawasi dan menyalurkan sebuah program yang sedang

dijalankan. Produksi sebuah film biasanya dipimpin oleh produser. Produser

membangun tugas penting dalam pembuatan suatu program Adapun beberapa tugas

yang paling penting :

1. Tanggung Jawab saat produksi

2. Menyusun rancangan produksi

3. Mengawasi proses setelah produksi

II.1.5Proses Penciptaan Karya

a. Konsep Kreatif

Salah satu team yang sebelumnya terlibat saat berkumpul dan saling bertukar

pikiran untuk membentuk sebuah ide atau konsep pada sebuah produksi program

documenter televisi, yang pada intinya penulis menyarankan untuk mengangkat

kehidupan teman tuli yang berawal dari jiwa sosial penulis soal empati serta

simpatinya terhadap teman pada semasa kecilnya dulu, ide itulah dikembangkan

sedemikian rupa dan mulai melakukan riset serta membayangkan shot-shotnya. Ide

cerita documenter televisi “A Deaf With Culture” berawal dari dua sudut pandang

antara teman tuli dengan teman dengar yang hidup berdampingan, seiring

perkembangan zaman saat ini masalah komunikasi yang semakin terkuak kedalam

beberapa akses mulai dari pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang teman tuli dan

teman dengar jalani. Masalah komunikasi itulah yang disebabkan perbedaan Bahasa

16
dan budaya social antara teman tuli dan teman dengar yang sampai saat ini merembet

di ranah kehidupan.

b. Konsep Produksi

Selama jalannya proses produksi ini, produser mengawasi dan mengontrol

jalannya dan mengkoordinasikan dengan crew yang terlibat.

c. Konsep Teknis

Konsep teknis penulis menyiapkan alat apa saja yang akan digunakan pada saat

proses produksi berlangsung sesuai dengan equipmenti list (laporan peralatan harian)

dan memperhatikan alat baik yang akan di sewakan nanti atau milik sendiri. konsep

teknis dalam produksi program dokumenter televisi diantaranya menggunakan 2 unit

kamera Sony A6300 (Body Only),1 Unit 1 unit Deity Connect (Wireless Clip On 2.4

Ghz with Dual-Channel Receiver), 2 unit Deity D3 pro 1 unit Aputure LS 60x KIT, 1

unit C Stand 40”, Audio Recorder Zoom H6N, 1 unit Tripod iFootage Komodo, 1

unit iFootage Shark Slide1 unit Clip On untuk narasumber wawancara dan

pengambilan gambar dan audio.

II.1.6Kendala Produksi dan Solusinya

1. Penulis sebagai produser memberikan input untuk beberapa hal ke director

perihal waktu yang molor sehingga mungkin menyebabkan membuat semua

narasumber yang mulai kehilangan mood untuk diwawancarai pada hari

pertama dan kedua, output gambar yang diquality check oleh produser hampir

semua file video noise, director tidak berinisiatif untuk pengambilan gambar

Ketika sudah diberikan keleluasaan untuk pengambilan gambar sampai

akhirnya perihal tersebut sangat terlihat pada hasil yang disudah dicek bersama

17
serta Tindakan director yang tidak bertanggung jawab atas komitmen yang

sudah dibuat bersama untuk tidak mengambil pekerjaan diluar demi

penyelesaian Karya Tugas Akhir yang menjadi focus utama bersama.

Solusinya adalah produser sudah memperhitungkan komitmen yang sudah ada

sampai akhirnya produser memberikan peringatan lebih dari 5 kali, produser

memutuskan untuk memberhentikan director Ketika Panjang lebar masalah

ada, banyak pertimbangan yang cukup sulit dikarenakan tanggung jawab yang

sangat buruk yang dikasih director sehingga membuat banyak kerugian yang

dihasilkan. Produser  memutuskan untuk mengambil alih keseluruhan produksi

yang ada dari tahap produksi sampai pasca produksi dan terbukti dihari ketiga

produksi sangat minim kejadian yang tidak di inginkan bahkan Alhamdulillah

tidak ada.

2. Dihari pelaksaan produksi director cukup tidak bertanggung jawab atas kerjaan

yang sudah dipercayakan sehingga membuat produser mengambil alih

keseluruhan untuk semua hal. Solusinya adalah produser meminta bantuan dari

teman teman seangkatan, kakak tingkat, adik tingkat bahkan sampai meminta

bantuan dari beberapa pihak luar seperti Production House Ramashinta yang

dikelola oleh kerabat untuk membantu proses produksi dihari ketiga dan

seterusnya hingga Karya tuntas dan selesai.

II.1.7 Lembar Kerja Produser

1. Working Schedule

2. Breakdown Budget

3. Daily Production

4. Equipment List

18
WORKING SCHEDULE
ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Director : Iqbal

Durasi : 28 Menit 10 Detik

TARGET PERKULIAHAN
NO TAHAP AKTIFITAS
Maret April Mei Juni Juli
Pembahasan Ide 
Bimbingan 1 (Konsep/tema & TOR)   
Riset   
1 Pra Produksi Bimbingan 2 (Matengin Konsep)  
Meeting poin Ofline 1 
Meeting Point Ofline 3 
Bimbingan ke 3 (pematangan konsep) 
Meeting Point Online 4  
2 Produksi
Meeting Point Online 5  

19
Shoting 

20
BUDGETING PRODUKSI
ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Director : Iqbal

Durasi : 28 Menit 10 Detik

NO. TANGGAL DESKRIPSI TOTAL


1 6 Juni 2022 Pra Produksi Sewa Alat BSM Entertaiment 1,113,000
2 6 Juni 2022 Pra Produksi Sewa Mobil rental 400,000
3 6 Juni 2022 Pra Produksi Hampers 2,332,500
4 6 Juni 2022 Pra Produksi Print naskah 6,000
5 7 Juni 2022 Produksi Print shot list 4,000
6 7 Juni 2022 Produksi E-toll 50,000
7 7 Juni 2022 Produksi Makan Siang Iqbal Ari 33,000
8 7 Juni 2022 Produksi Print Surat Perjanjian Kerja & 23,000
Lakban
9 7 Juni 2022 Produksi Materai & Fc 49,000
10 7 Juni 2022 Produksi Minum teh pucuk 19,900
11 7 Juni 2022 Produksi Makan Siang McD Crew 147,500
12 7 Juni 2022 Produksi Konsumsi Minum & Rokok 79,300
13 7 Juni 2022 Produksi Kopsus Sunyi Coffee 70,000
14 7 Juni 2022 Produksi Kopsus 1 Liter Sunyi Coffee 90,000
15 7 Juni 2022 Produksi Narasumber mas Nabil 500,000
16 7 Juni 2022 Produksi Bensin Motor 10,000
17 7 Juni 2022 Produksi Tips 5,000
18 8 Juni 2022 Produksi Narasumber Mas Bagja 500,000
19 8 Juni 2022 Produksi Narsumber Mba Putri 350,000
20 8 Juni 2022 Produksi Makan Malam Nasi Padang Crew 138,000
21 8 Juni 2022 Produksi Konsumsi Rokok & Minum 104,300
22 8 Juni 2022 Produksi Parkir 1,500
23 8 Juni 2022 Produksi Minum 30,000
24 8 Juni 2022 Produksi Makan Malem Crew 115,000
25 8 Juni 2022 Produksi Gocar 270,000
26 8 Juni 2022 Produksi Bensin Motor 20,000
27 12 Juni 2022 Produksi Makan siang Setapak rasa 143,000
28 20 Juni 2022 Paska pro Rokok dan minum Indomart 64,500
29 20 Juni 2022 Paska pro Nasi Padang Paska Produksi 48,000
30 22 Juni 2022 Paska pro Rokok dan minum warung 58,500

21
31 22 Juni 2022 Paska pro Nasi Padang Paska Produksi 48,000
32 23 Juni 2022 Paska pro Print, Materai, Amplop 31,000
33 24 Juni 2022 Paska pro Sewa Alat BSM Entertaiment 850,000
34 24 Juni 2022 Paska pro Bensin Mobil 150,000
35 24 Juni 2022 Paska pro Makan Siang MCD 164,000
36 24 Juni 2022 Paska pro Narasumber Mas Harry 350,000
37 24 Juni 2022 Paska pro Minum 18,000
38 24 Juni 2022 Paska pro Rokok 23,000
39 25 Juni 2022 Paska pro Makan Malam Nasi uduk 21,000
40 25 Juni 2022 Paska pro Gorengan 10,000
41 25 Juni 2022 Paska pro Makan Malam Nasi Goreng 45,000
42 25 Juni 2022 Paska pro Teh Pucuk 10,000
43 26 Juni 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
44 27 Juni 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
45 28 Juni 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
46 29 Juni 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
47 30 Juni 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
48 31 Juni 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
49 1 Juli 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
50 3 Juli 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
51 4 Juli 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
52 5 Juli 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
53 6 Juli 2022 Paska pro Makan dan rokok 100,000
TOTAL 9,595,000

22
DAILY PRODUCTION

ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Director : Iqbal

Durasi : 28 Menit 10 Detik

KETERANGAN TERJADWAL PELAKSANAAN

Day 1 (7 Juli 2022)

Narasumber Dr. Damayanti 11:30 13:00


Soetjipto, Sp.THT-KL(K)

Day 1 (7 Juli 2022)


16:00 17:00
Narasumber Nabil Rahmadi

Day 2 (8 Juli 2022)

Narasumber Bagja Prawira 14:00 15:00


dan Putri Sri Hanitami

Day 3 (24 Juli 2022)

Narasumber Budi Dwi 13:30 14:00


Haryanto

23
EQUIPMENT LIST

ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Director : Iqbal

Durasi : 28 Menit 10 Detik

Day 1 - 2 (Tanggal 7 - 8 Juni 2022)

NAMA JUMLAH

Deity Connect (Wireless Clip On 2.4


1
Ghz with Dual-Channel Receiver)

Deity D3 pro 2

Tripod iFootage komodo 1

iFootage Shark Slider 1

Aputure LS 60x KIT 1

C Stand 40” 1

24
EQUIPMENT LIST

ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Director : Iqbal

Durasi : 28 Menit 10 Detik

Day 3 (Tanggal 24 Juni 2022)

NAMA JUMLAH

Aputure Light Storm 300d (Kit) 1

Sony Alpha a6300 Kit E PZ 2

Lensa 16–50 mm F3.5-5.6 2

Tripod iFootage Komodo T7 Carbo


2
Fiber with Head K7 (75mm)

Wireless Clip On (Saramonic Blink 500


1
B2)

25
II.2 Proses Kerja Sutradara

Secara umum, pengertian sutradara adalah seorang kreator yang mengcreate

atau menciptakan kreasi bentuk pada sebuah produk film. Sutradara adalah seorang

sineas atau penggarap film yang diibaratkan sebagai nakhoda untuk mengendalikan

barbagai pekerjaan kreatif hingga mencapai tujuan bentuknya.

Lebih jauhnya lagi, seorang sutradara adalah karyawan (crew) film yang

memiliki tanggung jawab tertinggi terhadap aspek kreatif, baik yang bersifat

penafsiran maupun teknik pada pembuatan film. Di samping mengatur permainan

dalam adegan dan dialog, sutradara juga menetapkan posisi kamera, suara, prinsif

penataan cahaya, serta segala “bumbu” yang mempunyai efek dalam penciptaan film

secara utuh. (Kamus Kecil Istilah Film, B.P.SDM Citra, Yayasan Pusat Perfilman H.

Usmar Ismail, 2002:64).

Hernawan (2011:16) film tidak digolongkan sebagai seni murni, tetapi

kecenderungannya berada di wilayah seni aplikasi yang merupakan penggabungan

antara unsur estetika dengan unsur teknologi, maka boleh dibilang seorang sutradara

harus beritindak sebagai seorang seniman sekaligus sebagai seorang teknisi.

Secara metodologi, seorang sutradara harus memahami kaidah-kaidah

teknologi, khususnya teknologi elektrik. Setidaknya dasar dasar teknologi tersebut

harus dikuasai. Kaitannya adalah dengan berbagai peralatan, baik dari segi peralatan

shooting maupun endingnya. Dalam strateginya kerjanya, sutradara dapat di

gambarkan seperti berikut ini.

Strategi Kerja Seorang Sutradara Jadi dapat diartikan bahwa sutradara adalah

seorang kreator yang menciptakan dan memiliki tanggung jawab tertinggi terhadap

26
aspek kreatif baik yang bersifat penafsiran maupun bersifat teknik dalam pembuatan

sebuah film.

Jadi dapat diartikan bahwa sutradara adalah seorang kreator yang menciptakan

dan memiliki tanggung jawab tertinggi terhadap aspek kreatif baik yang bersifat

penafsiran maupun bersifat teknik dalam pembuatan sebuah film.

Dalam semua divisi ada beberapa Standar Operasional Prosedur (SOP) yang

harus dilakukan pada saat pra produksi sampai pasca produksi, sedangkan penulis

sebagai sutradara memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu menganalisa

sebuah skenario dan membayangkan apa-apa saja yang harus disiapkan, memimpin

jalannnya produksi sampai menemani penyunting gambar dalam pasca produksi.

II.2.1 Pra Produksi

Menurut Yusman Latief & Yusiatie Utud (2017:125) “sutradara adalah orang

yang bertanggung jawab mengenai seluruh persiapan dan pelaksanaan produksi.

Terlibat dalam proses kreatif meskipun tidak internsif di banding produser. Tujuan

nya untuk mengetahui atau memahami tujuan dari program, sehingga saat

eksekusi/produksi dapat memberikan gambar berdasarkan konsep yang diinginkan.”

Pra produksi merupakan awalan dari setiap produksi suatu karya, produksi

karya mampu berjalan lancar dan sukses karna berangkat dari persiapan produksi

yang mantap. Setiap persoalan masalah harus bisa lebih dulu diselesaikan pada tahap

pra produksi. Pada tahap ini sebuah naskah yang awalnya ditulis dalam bentuk

treatment kini dapat ditulis ulang atau di evaluasi menjadi bentuk scenario.

27
Tahapan yang dilakukan untuk merancang produksi documenter A

Deaf With Culture pada saat pra produksi:

a. Penentuan Ide Cerita

Langkah awal untuk sutradara adalah menemukan dan menentukan ide cerita

dengan berdikusi dengan team. Setelah ide ditemukan peran sutradara adalah

mempelajari dan mengembangkan ide tersebut dari sumber-sumber yang ada,

sehingga dapat dipahami secara benar.

b. Pemilihan kru produksi

Sutradara dan produser memilih dan menentukan kru yang akan terlibat di

dalam produksi film. Dalam pembuatan film documenter A Deaf With Culture

ini Alhamdulillah banyak dibantu dari teman – teman seperjuangan, kakak

tingkat serta adik tingkat bahkan ada beberapa pihak luar yang meluangkan

proses produksi.

c. Survey Lokasi

Pada tahap ini sutradara ikut dalam melihat lokasi yang akan dituju atau

meriset tempat, karena sutradara akan melihat dan mencari apa yang ada di

daerah tersebut dan menentukan sudut pengambilan gambar.

d. Pembuatan Director Treatment

Menurut Naratama (2013:112) “Treatment harus dibuat sedetail mungkin agar

tidak terjadi kesalahan yang mendasar”. Setelah ide di temukan, naskah sudah

28
dibentuk dan lokasi shooting di dapat, sutradara membuat director treatment

untuk acuan pada saat produksi.

e. Final Pra Produksi

Sutradara melakukan diskusi/evaluasi bersama dengan kru produksi untuk

persiapan syuting yang menyangkut teknik penyutradaraan dan juga artistik.

II.2.2 Produksi

Sutradara produksi menurut Rusman Latief & Yusiatie Utud (2017:126)

“seseorang yang mempunyai profesi untuk bertanggung jawab terhadap kreativitas

dan kualitas gambar yang tampak di layar dimana didalam nya bertugas mengontrol

teknik sinematic dan memimpin kerabat kerja dari berbagai bidang seperti penata

kamera, penata lampu, penata audio, dan lain lain, sehingga menghsilkan tontonan

yang berbobot dan dapat dinikmati.”

Sebagai sutradara diperlukannya kebijaksanaan dalam menghadapi kendala-

kendala yang terjadi di lapangan, agar proses produksi tetap bisa berjalan dengan

sesuai rencana dan menghasilkan karya yang memuaskan.

Dalam tahap produksi Penulis sebagai sutradara melaksanakan tugasnya

dengan baik dalam memimpin jalannya produksi hanya saja karena terkendala

dengan komunikasi proses syuting sedikit agak lelet tapi tetap dengan jalur yang

sesuai.

II.2.3 Pasca Produksi

Teori pasca produksi menurut Antoni Mambruri KN (2018:60)

29
1. Bila ada catatan khusus dari laboratorium atau editor, sutradara mengevaluasi

hasil shooting/materi editing

2. Melihat dan mendiskusikan dengan editor hasil rough cut dan fine cut

3. Melakukan evaluasi tahap akhir dan berdiskusi dengan penata musik perihal

ilustrasi musik yang telah dibuat konsepnya terlebih dahulu pada saat pra

produksi.

4. Melakukan evaluasi terhadap preview hasil mixing berdasarkan konsep suara

yang telah ditentukan pada saat praproduksi

5. Sutradara melakukan supervisi/koreksi warna gambar di laboratorium/studio

editing berdasarkan konsep warna yang telah ditentukan pada saat praproduksi.

Pada dasarnya hasil akhir bagaimana seorang sutradara dan editor harus

bekerja sama, disaaat pemilihan gambar yang bagus untuk dijadikan satu menjadi

sebuah film atau cerita, disinilah yang harus diperlukan seorang editor yang memiliki

sentuhan yang benar benar paham atas adegan yang disusun menjadi film.

II.2.4 Peran dan Tanggung Jawab Sutradara

Sutradara memiliki peran yaitu Pengetahuan dasar yang disyaratkan untuk

menguasai pengetahuan pengarah acara atau sutradara adalah seorang pengarah acara

(sutradara) harus memahami tipe suatu program, menguasai manajemen produksi,

mendalami sinematografi, mampu menggunakan peralatan produksi dan dapat

menterjemahkan gagasan kedalam eksekusi sebuah program acara. Sutradara

merupakan jantungnya sebuah acara karena sangat bertanggung jawab terhadap hasil

akhir acara itu, baik secara audio (suara) maupun visual (gambar) (Dennis, 2008:2).

30
Dan juga tugas sutradara adalah menciptakan sebuah karya yang menarik dari

ide yang dicetuskan atau yang diberikan penulis naskah. Menurut Dennis, terdapat 6

jenis sutradara yaitu ;

1. Leadership ( jiwa kepemimpinan)

Sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagai orang yang paling bertanggung

jawab pada sebuah karya produksi film/ televisi/ dokumenter, sutradara harus

mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat dan mampu mengkoordinasikan

proses kerja dari seluruh tim atau crew produksi. Jiwa kepemimpinan ini harus

disertai dengan kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi dengan orang-orang

yang berlatar belakang berbeda-beda dalam setiap produksi.

2. Imajinasi Kreatif

Untuk mencapai titik tertinggi dalam penciptaan sebuah karya, sutradara harus

memiliki kemampuan berimajinasi dengan kreatif,instan dan inovatif. Daya

imajinasi kreatif ini didapat dari kepekaan atas rasa seni artistik dalam melihat

warna, bentuk, karakter, komposisi hingga bahasa fiksi yang muncul

dilingkungan sekitarnya.

3. Fiction Freak (penggila dunia fiksi)

Dunia penyutradaraan erat kaitannya dengan dunia penciptaan, dimana karya-

karya yang diproduksi adalah karya-karya yang diciptakan

4. Berjiwa Petualang

31
Karena tantangan dalam setiap produksi film televisi selalu berbeda setiap

waktu, maka sutradara harus memiliki jiwa petualang. Seoarang sutradara

harus mampu menghadapi rintangan dan cobaan.

II.2.5 Proses Penciptaan Karya

Menurut Ayawaila, (2008 : 97) menyebutkan bahwa “ sutradara dokumenter

sudah harus memiliki ide dan konsep yang jelas mengenai apa yang akan

disampaikan dan bagaimana menyampaikannya secara logis dan mampu membuat

emosi dramatic”.

Menjadi seorang sutradara adalah sebuah tanggung jawab yang besar dalam

pembuatan sebuah film serta harus memiliki jiwa pemimpin. Tanpa itu semua

seorang sutradara tidak akan dapat menciptakan komunikasi dengan tim secara baik.

Seorang sutradara harus mampu mengarahkan semua crew dengan baik untuk

menciptakan proses produksi. Dari kepercayaan tersebut seorang sutradara dapat

membuat hasil program dokumenter dengan kemasan yang menarik untuk khalayak.

a) Konsep Kreatif

Dalam program dokumenter “A DEAF WITH CULTURE“ penulis sebagai

sutradara dan semua kru memutuskan untuk menjabarkan apa yang menjadi

kekhawatiran dalam berkomunikasi sehingga menjadi batas untuk

berkomunikasi antar sesama manusia, Budaya Tuli yang kita tidak pernah

dengar bahkan beberapa dari kita sama sekali tidak mengetahuinya. Proses

pengambilan gambar dokumenter ini menggunakan teknik still dan moving

bermaksud untuk memberikan efek dramatis dari beberapa cerita yang

dilontarkoan narasumber. Penulis juga mengambil detail shot pada setiap

gambar guna memperkuat cerita yang di dapatkan dari narasumber.

32
b) Konsep Produksi

Dalam pembuatan program dokumenter ini penulis selaku sutradara, harus

lebih dulu melakukan riset guna mendapatkan informasi dan data yang akurat

dari beberapa sumber yang sudah didapatkan, dari hasil riset sutradara

mendapatkan ide-ide yang menarik sebagai konsep dalam pembuatan program

dokumenter. Penulis sebagai sutradara mempunyai wewenang di lapangan

dalam mengatur jalannya produksi pengambilan gambar dan memimpin semua

crew saat di lapangan. Dan untuk beberapa alasan produser ikut bantu andil

dalam memberikan arahan Ketika penulis sebagai sutradara ada hal yang lupa

untuk dijalankan.

c) Konsep Teknis

Dalam program dokumenter yang berjudul “A DEAF WITH CULTURE”

penulis selaku sutradara dan crew menggunakan kamera Sony A6300 yang

memiliki kualitas gambar sudah 4K beserta tripod guna menghindari shaking

gambar, lalu penulis menggunakan clip on wireless untuk kebutuhan audio

ketika melakukan wawancara bersama narasumber, menggunakan lighting

Aputure Light Storm 600D Pro dan Light Dome II untuk mengatur kecerahan

pada saat melakukan produksi. Kebutuhan editing menggunakan laptop yang

sesuai spesifikasi yang memadai .

d) Kendala dan Solusi

Dalam membuat sebuah karya produksi pasti mengalami beberapa kendala

yang dapat mempengaruhi proses pembuatan karya dokumenter, namun setiap

kendala harus memiliki solusinya yaitu sebagai berikut.

1. Seperti yang dikatakan diatas sangat sulit kami mendapatkan komunikasi yang

33
dengan beberapa narasumber dikarenakan narasumber yang diwawancara

banyak dari mereka adalah Teman Tuli. Solusinya adalah kami meminta

bantuan dari beberapa pihak JBI (Juru Bicara Isyarat) yang kebetulan adalah

teman dari beberapa pihak dari kami.

2. Ruangan yang sempit dan kurangnya pencahayaan adalah musuh kami saat

produksi yang menyebabkan file yang kami dapatkan banyak sekali noise dan

kami memecahkan solusi untuk file yang noise cukup parah bisa dihilangkan di

editing.

34
KONSEP PENYUTRADARAAN

Film dokumenter “ A DEAF WITH CULTURE ” ini dibuat dengan

menggunakan tipe exspository dengan beberapa unsur – unsur yang ada pada

produksi film dokumenter ini adalah pergerakan kamera, type of shot, dan angle

yang bervariasi sesuai kebutuhan sehingga nantinya penonton tidak merasa jenuh.

a. Director’s Statement  

Film documenter A DEAF WITH CULTURE berusaha memberikan


informasi yang sangat penting bagi mereka yang memiliki kekurangan dalam
berkomunikasi yaitu Teman Tuli, terlebih lagi sudah banyak kasus yang
membuat pihak dari Teman Tuli sangat dirugikan dengan terbatasnya
komunikasi, mereka hanya ingin budayanya dimengerti dan kita sebagai orang
normal minimal mengerti keadaan mereka dan bersikap normal kepadanya
juga.

b. Director’s Treatment  

Berawal dari kisah Produser kami yang bercerita mengenai kisahnya sejak dulu

memiliki sahabat Teman Tuli yang hidupnya mungkin cukup dibilang susah

untuk dijalani bagi orang normal, dengan rasa empati yang tinggi demi tidak

terulang kembali untuk Teman Tuli yang lainnya. Dengan narasumber yang

memperkuat statement yang sudah ada, pihak medis yang menjabarkan apa

yang terjadi, serta dari GERKATIN yang sudah lama menjalani komunitas ini

menceritakan beberapa kisahnya dari hidupnya dan tidak hanya 2 pihak

tersebut dari pihak penyedia lowongan pekerjaan yaitu Kopi Tuli dan Rumah

Batik Palbatu serta dari Start Up yang berkaitan dengan TULI yaitu SILANG

memberikan alasan dan apa yang kami sebagai Teman Dengar yang normal

untuk bisa setidaknya menjadi teman bagi Teman Tuli.

35
KONSEP PERWUJUDAN

Film documenter A DEAF WITH CULTURE   dikemas dengan


kesederhanaan type of shot, mise en scene, dan pergerakan kamera, colour,
namun penyajiannya didukung oleh gambar penuh emosional dengan tujuan
agar cerita yang ditampilkan tidak membosankan.

a. Mise en Scene

1. Setting

Film dokumenter “A DEAF WITH CULTURE” menggunakan jenis


Track-In Shot yaitu menampilkan setting di beberapa narsumber yang
memiliki cerita yang penuh emosional.

36
2. Lighting

Arah cahaya pada bagian outdoor setting adalah Top Light dan warna cahaya

adalah Day Light yaitu cenderung putih. Sumber cahaya adalah available light,

dengan memanfaatkan cahaya matahari.

3. Costum & make up

Kostum yang digunakan adalah pakaian yang digunakan sehari hari yang

narasumber pakai untuk bekerja ataupun tidak bekerja, hanya beberapa

narasumber yang memakai make up karena memiliki maksud menyenangkan

hati mereka.

4. Ekspresi & gerak figure

Ekspresi dalam film ini antara lain seperti : Siapapun orangnya pasti tahu

bagaimana Teman Tuli dalam berkomunikasi dengan Gerakan Bahasa

Isyaratnya serta Ekspresinya.

37
DIRECTOR STATEMENT

ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Director : Iqbal

Durasi : 28 Menit 10 Detik

VISUAL
SHOT DIRECTION AUDIO
NO TOS MOVE ANGLE

OBB

EYE VO,
1 1 CU HANDHELD INSERT
LEVEL BGM

EYE VO,
1 1 MS HANDHELD INSERT
LEVEL BGM

EYE VO,
1 1 FS HANDHELD INSERT
LEVEL BGM

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 MCU HANDHELD NARASUMBER
LEVEL BGM
(NOVITA)

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 FS STILL NARASUMBER
LEVEL BGM
(NOVITA)

EYE VO,
1 1 FS STILL INSERT JALANAN
LEVEL BGM

1 1 MEDIA PLACEMENT VO,

38
BGM

EYE VO,
1 1 FS STILL INSERT JALANAN
LEVEL BGM

EYE INSERT RUMAH VO,


1 1 CU HANDHELD
LEVEL SAKIT BGM

MCU EYE INSERT RUMAH VO,


1 1 TRACK-IN
TO CU LEVEL SAKIT BGM

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 FS STILL NARASUMBER
LEVEL BGM
(DR. DAMAYANTI)

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 CU HANDHELD NARASUMBER
LEVEL BGM
(DR. DAMAYANTI)

EYE INSERT RUMAH VOICE,


1 1 CU HANDHELD
LEVEL SAKIT BGM

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 MCU HANDHELD NARASUMBER
LEVEL BGM
(DR. DAMAYANTI)

EYE VOICE,
1 1 MS HANDHELD INSERT SILANG
LEVEL BGM

EYE VOICE,
1 1 CU HANDHELD INSERT SILANG
LEVEL BGM

1 1 FS STILL EYE WAWANCARA VOICE,

LEVEL NARASUMBER BGM

39
(BAGJA)

WAWANCARA
MS TO EYE VOICE,
1 1 TRACK-IN NARASUMBER
CU LEVEL BGM
(BAGJA)

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 CU HANDHELD NARASUMBER
LEVEL BGM
(BAGJA)

EYE VO,
1 1 MS HANDHELD INSERT KOPI SUNYI
LEVEL BGM

EYE VOICE,
1 1 CU HANDHELD INSERT KOPI SUNYI
LEVEL BGM

WAWANCARA

NARASUMBER
EYE VOICE,
1 1 FS STILL
LEVEL (NABIL) BGM

WAWANCARA
MS TO EYE VOICE,
1 1 TRACK-IN NARASUMBER
CU LEVEL BGM
(NABIL)

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 CU HANDHELD NARASUMBER
LEVEL BGM
(NABIL)

1 1 MEDIA PLACEMENT VO,

BGM

40
WAWANCARA

NARASUMBER
EYE VOICE,
1 1 FS STILL
LEVEL (PUTRI) BGM

WAWANCARA
MS TO EYE VOICE,
1 1 TRACK-IN NARASUMBER
CU LEVEL BGM
(PUTRI)

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 CU HANDHELD NARASUMBER
LEVEL BGM
(PUTRI)

EYE INSERT RUMAH VOICE,


1 1 CU HANDHELD
LEVEL BATIK PALBATU BGM

EYE INSERT RUMAH VOICE,


1 1 MS HANDHELD
LEVEL BATIK PALBATU BGM

EYE INSERT RUMAH VOICE,


1 1 FS HANDHELD
LEVEL BATIK PALBATU BGM

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 MCU HANDHELD NARASUMBER
LEVEL BGM
(HARY)

WAWANCARA
EYE VOICE,
1 1 FS STILL NARASUMBER
LEVEL BGM
(HARY)

1 1 MEDIA PLACEMENT VO,

BGM

41
VO,
BLANK BLACK
BGM

TRACK IN WAWANCARA
MS TO EYE
1 1 NARASUMBER BGM
NORMAL TO
MCU LEVEL
SLOWMO (NABIL)

TRACK IN WAWANCARA
MS TO EYE
1 1 NARASUMBER BGM
NORMAL TO
MCU LEVEL
SLOWMO (BAGJA)

TRACK IN WAWANCARA
MS TO EYE
1 1 NARASUMBER BGM
NORMAL TO
MCU LEVEL
SLOWMO (PUTRI)

WAWANCARA
NORMAL TO EYE VOICE,
1 1 CU NARASUMBER
SLOWMO LEVEL BGM
(HARY)

CREDIT TITLE

42
II.3 Proses Kerja Penulis Naskah

Dalam pembuatan program dokumenter “ A Deaf With Culture ” sebagai

penulis naskah. Seperti yang kita ketahui untuk program non drama dokumenter.

Penulis naskah adalah seorang pekerja kreatif yang menulis cerita dan skenario, atau

skenario saja, dalam istilah asingnya disebut script writer.

Menurut Marcselli (2008:57) Mengemukakan “Penulis naskah adalah sineas

professional yang menciptakan dan meletakkan dasar acuan bagi pemuatan film

dalam bentuk (format) naskah atau ide cerita”. Dari kenyataan tersebut beberapa

macam pendekatan untuk membuat inspirasi menjadi sebuah cerita yang menarik dan

membawa pesan-pesan baru. Penulis harus mampu membuat ide cerita yang

bermanfaat bagi masyarakat sesuai target audience. Sehingga program ini

menampilkan tayangan yang mempunyai nilai serta edukasi yang bermanfaat bagi

penonton. Untuk membuat naskah program dokumenter, memiliki tahapan-tahapan

membantu tim untuk penyusunan data-data, yang diperoleh dari riset membuat

pertanyaan untuk melakukan wawancara dengan narasumber. Setelah mendapatkan

informasi dan data tersebut, penulis membuat naskah berdasarkan judul yang ingin di

angkat menjadi dokumenter.

Tugas akhir ini penulis berpedoman akan pentingnya penyajian suatu realita

dalam dokumenter televisi, karena itu dalam program dokumenter yang berjudul “ A

Deaf With Culture ” penulis berusaha agar narasumber dapat bercerita sesuai realita

yang ada di Magelang. Penulis berharap dokumenter televisi dengan judul “ A Deaf

With Culture ” ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat

tentang Budaya Tuli. Dengan adanya dokumenter televisi “ A Deaf With Culture ”,

kami berharap program ini membawa dampak positif kepada penulis agar dapat terus

43
belajar dan berkarya khususnya dalam dokumenter televisi menjadi lebih baik lagi.

Pada dokumenter televisi ini, penulis dan tim sepakat menggunakan konsep

ekspositori.

Berdasarkan hal itu, penulis juga dapat mengambil pelajaran yaitu penulis juga

harus mengetahui tujuan program televisi ini dibuat agar bisa menjadi acuan dalam

naskah yang akan ditulis nanti. Oleh karna itu, naskah harus jelas, sederhana, dan

imajinatif. Naskah akan mudahkan orang untuk memahami apa yang dibuat dan apa

isi program dokumenter tersebut.

II.3.1 Pra Produksi

Pra Produksi adalah bagian terpenting dalam pembuatan program acara. Pada

bagian inilah semua ide dan konsep suatu acara dimatangkan. Sebagai seorang

penulis naskah, proses pra produksi merupakan proses terpenting dalam menciptakan

sebuah karya, karena proses pra produksi dapat dikatakan sebagai ruang kerja bagi

penulis naskah. Pada proses inilah penulis mendapatkan ruang dan waktu yang cukup

untuk menyajikan bahan naskah yang akan diolah lebih matang oleh kru yang lain.

Pemilihan tema yang diangkat pada program dokumenter ini, penulis sepakat

untuk megangkat tema “ A Deaf With Culture ”.

Menurut Andi Fachrudin (2012:316) “Dokumenter merupakan karya yang

meceritakan sebuah kejadian nyata dengan kekuatan ide kreatornya dalam merangkai

gambar-gambar menarik menjadi instimewa secara keseluruhan”. Demi kelancaran

pembuatan program dokumenter televisi ini maka sebelumnya semua kru melakukan

pencarian lokasi yang bagus untuk dijadikan tempat pengambilan gambar melalui

internet. Setelah lokasi sudah ditentukan semua kru, kami pergi untuk melakukan

riset ketempat tersebut dan meminta izin kepada narasumber dan para pekerja batik

44
untuk melakukan pengambilan gambar. Saat melakukan rapat produksi penulis harus

selalu mendengarkan apa yang diinginkan produser dan sutradara agar apa yang nanti

akan ditulis sesuai dan tidak melebar dari segmentasi program yang akan dibuat. Dan

dalam hal ini penulis memberikan sebuah pendapat bahwa dokumenter adalah suatu

upaya menceritakan kembali sebuah kejadian atau realitas, menggunakan fakta

dandata.

Dokumenter juga menyajikan realita melalui berbagai cara untuk berbagai

macam tujuan antara lain penyebarluasan informasi, pendidikan dan propaganda bagi

orang atau kelompok tertentu. Dokumenter bukan menciptakan kejadian atau

peristiwa tetapi merekam tentang fakta dan data yang benar-benar terjadi bukan

direkayasa.

Penulis dan tim mencari beberapa tempat dan narasumber untuk melengkapi

program dokumenter ini dengan riset kesemua daerah dimana narasumber berada

sehingga data yang dikumpulkan memang benar dan nyata. Riset akan menolong kita

untuk mengetahui unsur nyata dari sebuah cerita. Perlunya melakukan penelitian

terhadap karakter dan peristiwa dengan cermat dan teliti, Riset itu sebenarnya

timeless, tidak ada batasan waktu, yang membatasi hanya deadline. Deadline yang

sudah disepakati sebelumnya dalam time schedule yang dibuat oleh produser.

Dokumenter yang baik harus melakukan riset dilapangan yang mendalam agar ide

yang didapat cerita mulai dibentuk terkait dengan ide yang dipilih. Langkah awal

dalam produksi penulis dan tim terlebih dahulu melaukan riset, lalu penulis dan tim

menemui pembimbing dikampus Bina Sarana Informatika untuk mengumpulkan

banyak informasi,data dari ide cerita penulis beserta tim.

45
Hasil riset menjadi titik berangkat pembentukan konsep, tema, serta pertanyaan

yang akan ditanyakan oleh narasumber dalam film dokumenter.

II.3.2 Produksi

Seorang penulis naskah pada tahapan produksi harus ikut serta dalam

melancarkan pengambilan gambar dan membantu sutradara dalam mengatur jalan

cerita agar sesuai dengan naskah yang telah dibuat, pada saat produksi penulis

mencoba memberi masukan-masukan kepada sutradara untuk mengambil ciri khas

serta keindahan yang ada di tempat tersebut. Menurut Marselli (2008:57) Tugas

dan kewajiban “penulis naskah adalah menciptakan dan menulis naskah serta

mengembangkan atas dasar ide cerita, mulai dari ide cerita sampai kepada

treatment”.

Maka dari itu, penulis menyiapkan bahan yang akan ditulisnya nanti yaitu

membuat treatment dan sinopsis acara agar jelas untuk garis besar isi programnya

seperti apa dan juga penulis tidak boleh sungkan untuk selalu bertanya kepada

narasumber agar mendapatkan informasi yang lebih banyak untuk disampaikan

kepada penonton.

Sebelum produksi, penulis harus berkerja sama dengan produser dan

sutradara yang tergabung dalam triangle system tentang jumlah segment yang

akan di buat, berkomunikasi dengan penata artistik tentang property yang akan

digunakan sesuai dengan naskah. Lalu saling berkesinambungan dengan divisi

lainnya seperti camera person, penata cahaya dan bagian editor.

Penulis juga harus siap dengan keadaan yang se waktu-waktu berubah pada

saat produksi, contoh yang sering terjadi biasa nya di naskah suasana lokasi ingin

46
siang dan terik namun ternyata saat produksi mendung. Penulis harus segera

mungkin berdiskusi meminta pendapat sutradara serta produser untuk memutar

otak agar tetap berjalan nya produksi.

Tugas seorang penulis naskah ketika produksi harus mengatur naskah yang

akan di pertanyakan untuk narasumber, terlebih dahulu membuat daftar petanyaan

sesuai dengan konsep dan tema yang penulis ambil.

II.3.3 Pasca Produksi

Setelah melakukan produksi tahap akhir penulis dan kru melihat kembali

hasil produksi dan mulai melakukan proses editing yang di kerjakan oleh

penyunting gambar (editor). Sebagai penulis naskah, penulis berusaha menjaga

alur cerita yang ada di dalam naskah, penulis juga tetap berkomunikasi dengan

editor dan sutradara. Apabila terdapat perubahan alur dalam proses editing.

Menurut Supriyadi dkk (2014:94) mengemukakan bahwa “aktivitas pasca

produksi untuk seseorang penulis naskah yaitu relative tidak bertanggung jawab

pada fase ini”.

Dalam melakukan proses editing seluruh tim berkumpul dan ikut membantu

memberikan saran untuk audio visual yang akan diambil. Sebagai seorang penulis

harus mengetahui gambar yang akan diambil serta lagu atau instrument musik apa

yang cocok untuk dimasukan kedalam film dokumenter “ A Deaf With Culture ”

pada saat proses editing agar pesan yang ingin disampaikan oleh penulis sampai

kemasyarakat. Penulis juga harus kritis terhadap editor dalam melakukan proses

penyuntingan gambar, karena semua plot dalam naskah harus sesuai treatment

yang telah di buat, oleh karena itu penulis juga harus teliti dengan visual yang

47
sudah di rough cut oleh editor, dan tidak jenuh untuk melihat kembali hasil

editing.

II.3.4 Peran dan Tanggung Jawab Penulis Naskah

Menurut Supriyadi dkk (2014:49) “Penulis naskah, orang yang bertanggung

jawab pada pembuatan naskah,data riset sekaligus berperan sebagai reporter

juga”.

Bertugas sebagai seorang penulis naskah bisa dikatakan sebagai penentu

dibalik panggung layar kaca televisi. Namun sebagai seorang penulis tentu sudah

harus mengetahui hal-hal apa yang menjadi tanggung jawabnya.

Peran dari seorang penulis naskah, antara lain:

1. Membuat Naskah

Berbekal hasil riset bersama tim sebelum produksi maka penulis bergegas

merangkai dan mengembangkan hasil riset tersebut ke dalam sebuah naskah,

karena naskah menjadi sebuah patokan dalam proses produksi maka menulis

naskah harus sesuai dengan keadaan ditempat tersebut. Pembuatan naskah juga

harus di dasari oleh konsep yang ada ditempat tersebut karena saat proses

produksi nanti pengambilan gambar harus sesuai dengan penulisan naskah agar

gambar yang di ambil nanti tidak terjadi jumping dengan naskah yang dibuat.

2. Membuat Daftar Pertanyaan

Dalam melakukan wawancara atau sesi tanya jawab dengan narasumber,

penulis harus menyiapkan beberapa daftar pertanyaan yang akan ditanyakan

kepada narasumber, pertanyaan pun harus sesuai dengan kondisi yang ada

ditempat tersebut agar tidak ada kesalahan maksud dan tujuan apa yang akan

48
ditanyakan.

3. Wawancara

Dalam sesi wawancara penulis pun harus menyiapkan pertanyaan wawancara

dengan sebaik–baiknya agar jawaban yang keluar dari narasumber bisa

memancing narasumber untuk menjawab secara antusias dan lebih memberikan

informasi jelas bagi para penonton.

4. MengembangkanIde/Gagasan

Sebuah konsep saja dirasa tidak cukup untuk penulis bisa mengembangkan ide

dan gagasan yang variatif maka mencari tahu tentang liputan yang akan

dilakukan sangatlah membantu. Mencari informasi bisa lewat media buku,

internet dan program televisi karena dari situ penulis bisa lebih

mengembangkan konsep untuk menjadikan pengemasan acara itu berbeda dari

acara yanglainnya.

Maka dari itu seorang penulis harus mempunyai ide-ide kreatif dan dapat di

cerna oleh sutradara serta kru yang lain, seorang penulis juga harus mempunyai

karakter yang kritis, karena pada tahap penulisan akan menentukan sebuah karya

yang menarik untuk di tayangkan.

Seorang penulis naskah sangat penting, mulai dari tahap pra produksi,

produksi, dan pasca produksi untuk mengembangkan ide cerita, dengan melakukan

riset lokasi, selain itu tugas dan peranan seorang penulis naskah adalah membuat

naskah berupa sinopsis, penulisan TOR dan penulisan naskah itu sendiri yaitu lembar

pertanyaan dalam film dokumenter tentang “ A Deaf With Culture ”. Karena

pembuatan film documenter harus mengupas tentang ide cerita lebih jelas agar

49
masyarakat tahu tentang “ A Deaf With Culture ”penulis naskah juga harus berperan

sebagai reporter dan mewawancarai narasumber.

Saat proses produksi penulis dan tim sudah merencanakan persiapan agar

mendapatkan hasil yang maksimal yang diperlukan pada saat produksi, dan film

dokumenter “ A Deaf With Culture ” penulis dan tim mendapatkan sudut pandang

tentang adanya Budaya Tuli serta pemahamannya. Setelah sudah cukup dengan

informasi dan data riset yang telah dikunjungi, penulis dan tim untuk memulai proses

produksi serta pengambilan gambar serta melakukan wawancara untuk berapa

narasumber. Penulis dan tim menyawa alat produksi seperti, kamera, clip on dan alat-

alat sebagainya agar pengambilan gambarnya lebih bagus untuk menjadi documenter

televisi.

II.3.5 Proses Penciptaan Karya

Dokumenter “ A Deaf With Culture ” mem-fokuskan dan membahas tentang

Budaya Tuli yang sudah disepakati antara team dan pihak Narasumber maupun

dari dosen pembimbing. Di dalam proses peciptaan karya team juga selalu

berkomunikasi dengan pihak Narasumber dan dosen pembimbing agar berjalan

dengan baik dan benar sesuai prosedur. Dari pihak narasumber pun juga sangat

membantu dalam proses penciptaan karya ini. Mereka juga banyak memberi

masukan agar karya yang dibuat nanti berjalan dengan lancar, sesuai harapan,

hasil maksimal, dan tidak terlalu memakan budget yang berlebihan.

Saat proses produksi penulis dan tim sudah merencanakan segala sesuatunya

agar mendapatkan hasil yang maksimal dengan mempersiapkan semua yang

diperlukan pada saat produksi, penulis dan tim juga menyewa alat produksi seperti

kamera, dan clip on untuk mendapatkan audio visual yang bagus.

50
a) Konsep Kreatif

Penulis melihat hal ini masih awam bagi sebagian orang dalam mengetahui

tentang Budaya Tuli

Penulis membuat dokumenter “ A DEAF WITH CULTURE ” dengan

konsep ekspositori dimana semua penjelasan akan dijelaskan oleh narasumber dan

dibantu oleh gambar atau video yang sudah direkam untuk pembuka dalam

dokumenter ini cenderung memberikan informasi langsung kepada penonton.

b) Konsep Produksi

Penulis dan tim setelah menemukan ide, lalu melakukan riset ke berbagai

tempat narasumber Teman Dengar maupun Teman Tuli

c) Konsep Teknis

Ketika proses produksi berlangsung, penulis dan tim sudah mulai

mempersiapakan segala sesuatunya dengan mengadakan rapat agar konsep yang

sudah difikiran lebih matang dan mendapatkan hasil yang maksimal bagus. Penulis

dan tim menyewa alat-alat produksi sebuah kamera, begitupun menyewa lighting dan

clip on agar mendapatkan pencahayaan yang terang didalam ruangan dan untuk

mendapatkan suara yang jelas ketika penulis dan tim sudah sepakat untuk menyewa

alat-alat tersebut

51
II.3.6 Kendala Produksi dan Solusinya

Ketika penulis sebagai produser serta menjadi penulis, setelah kroscek

penulisan bersama, sikap tidak bertanggung jawab director  yang menulis penulisan

karya tugas akhir terbukti menyalin tulisan tersebut dari beberapa artikel dan 

menunjukan sikap yang tidak baik berupa debat kusir yang tidak perlu sehingga

produser yang menjadi penulis memberikan bukti nyata artikel yang di salin oleh

director yang saat itu menjadi penulis. Solusinya adalah produser yang menjadi

penulis tidak banyak hal yang dilakukan dikarenakan sikap yang sudah tidak

bertanggung jawab tersebut sudah terlihat dari proses penulisan yang tidak serius,

produser yang menjadi penulis melakukan brainstorm ulang bersama pihak – pihak

yang membantu sehingga menjadi tulisan yang baik dan layak untuk di pertontonkan

khalayak.

52
Konsep Penulisan Naskah

Penulisan dokumenter “ A DEAF WITH CULTURE ” penulis membuat

berdasarkan ide awal yang kemudian dikembangkan, melakukan riset, membaca

buku referensi, mencari artikel di internet seputar Budaya Tuli, membuat TOR dan

membuat daftar pertanyaan untuk wawancara. Penulis juga melakukan pendekatan

dengan narasumber untuk mendapatkan informasi yang objektif. Penulis dan tim

sepakat dalam dokumenter ini bersifat ekspositori, dimana dalam dokumenter ini

semua informasi yang akan didapatkan oleh penonton berasal dari narasumber

langsung.

Selanjutnya penulis beserta tim melakukan riset dan pendekatan dengan

narasumber, hal ini sangat dibutuhkan untuk mengumpulkan data dan mencari

informasi yang berhubungan dengan skena graffiti. Setelah dirasa cukup, penulis

mulai membuat synopsis, TOR dan daftar pertanyaan sebagai acuan perihal yang

ingin diketahui agar tidak keluar dari tema yang akan diangkat. Saat melakukan

wawancara penulis harus membuat suasana menjadi nyaman, agar narasumber tidak

tegang saat berhadapan dengan mata kamera. Setelah produksi selesai penulis mulai

membuat transkip wawancara dari garis rekaman video yang sudah melalui proses

editing.

53
Term Of Reference (TOR)

Judul : “A Deaf With Culture”

1. Masalah

Audism adalah bentuk pemikiran seseorang yang menganggap orang yang

dapat mendengar lebih superior dibanding orang tuli (Tom Humphiries, 1975).

Beberapa manusia kehilangan pendengaran atau juga dikenal dengan istilah tuli

yaitu “Gangguan dimana seseorang tidak dapat mendengar suara secara

sebagian atau keseluruhan pada salah satu atau kedua telinga” yang mana

pengidapnya juga bisa kita sapa dengan panggilan teman tuli. Mempunyai

identitas (teman tuli), biasanya membuat mereka memiliki rintangan tersendiri

dalam menjalani hidup di negeri yang masih asing dengan kesadaran

humanisme atau kata-kata seperti “Audism, dan yang lainnya” ini.

Bahasa dan budaya sosial yang teman tuli sesuaikan dengan kebutuhan mereka,

biasanya menjadi pemicu pembedaan antara teman tuli dengan teman dengar

yang juga mempunyai bahasa dan budaya sosial yang disepakati. Pembedaan

yang disebabkan kedua sudut pandang ini, juga biasanya mempengaruhi

sampai ke ranah pekerjaan, pendidikan, keadaan hidup, dan juga percakapan

biasa.

2. Fokus

Mengulas masalah komunikasi yang disebabkan perbedaan bahasa dan budaya

sosial antara teman tuli dan teman dengar yang sampai saat ini masih saja

merembet di ranah hidup, pekerjaan, pendidikan, sampai percakapan biasa.

3. Angle

54
Melihat kedua sisi di antara teman tuli dan teman dengar (yang hidupnya

memiliki hubungan dengan teman tuli).

4. Sumber dan Pertanyaan

a) Bagja Prawira

- Gimana sih kehidupan berjalan?

- Apa sih permasalahan yang sering dihadapi dalam bersosial?

- Boleh tolong ceritakan apa itu Silang.id?

- Tolong jelaskan kenapa tuli itu budaya?

- Pesan apa yang ingin disampaikan?

- Closing Statement

b) Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL(K)

- Apasih yang menyebabkan sesorang bisa tuli?

- Apakah ada treatment atau pengobatan yang bisa menyembuhkan tuli?

- Harapan apa yang ingin disampaikan?

c) Putri Sri Hanitami

- Menurut kakak, kenapa sih masih banyak teman dengar yang membeda-

bedakan teman tuli?

- Menurut kakak, hal apa yang bisa membuat keadaan dan kesadaran

masyarakat kita tentang hal ini menjadi lebih baik?

- Apa pesan kakak terhadap teman dengar?

- Terakhir, apa pesan kakak terhadap teman tuli?

- Closing Statement

d) Nabil Ketua Gerkatin Tangsel Pegawai Barista Teman Tuli

- Awal mulanya proses saat mencari pekerjaan kaka, bagaimana ya kak?

55
- Bisa diceritakan apa sih Gerkatin Tangsel itu?

- apa pesan kakak terhadap teman tuli?

- Closing Statement

e) Budi Dwi Haryanto

- Awal mulanya proses saat mencari pegawai teman tuli, bagaimana ya kak?

- Apasih yang membuat kakak mempercayai teman tuli berkerja sebagai

karyawan disini?

- Apa negara sudah punya undang-undang yang melindungi hak kerja teman

tuli?

- Bagaimana kepuasan kakak terhadap hasil perkerjaan teman tuli?

- apa pesan kakak terhadap teman dengar dan teman tuli?

- Closing Statement

f) Dinovita Mandacan Darawan

- Boleh tolong ceritakan awal pertama kali melamar pekerjaan sampai bisa

bekerja ditempat batik ini?

- Kesan pesan yang ingin disampaikan?

56
TRANSKIP WAWANCARA

ProductionCompany : Sekutu Film Produse : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Directo : Iqbal

Penulis : Iqbal
Narasumber : 6 Narasumber

No. Narasumber Time Logging Statement Ket

1. Dinovita Mandacan Darawan (Pegawai 00:00:24 Kata ibu teserah kamu yang penting OK

Rumah Batik Palbatu - Teman Tuli) bisa di cari kerja gapapa 500 ribu

sampai sejuta, gapapa sendiri tapi

tanggung jawab. Kerja cari duit, dulu

tuh ongkos gimana? Kontrakan

57
gimana? Kebutuhan gimana? Makan

gimana? Aku kerja, cari cari kerja,

cari duit nanti misalnya aku sudah

besar umurnya Panjang, terus tetap

kerja. Gamungkin kan sampai aku

besar nanti minta duit sama orang tua

kan malu, harus pintar dan

bertanggung jawab. Harus kuat

jangan apa-apa minta kalo butuh,

gaboleh. Pak Hari, bilang sabar

gapapa duit sedikit kamu

ngebatiknya bagus. Gatau udah lupa

pokoknya harus pintar dan

bertanggung jawab, harus semangat

58
cari duit

2. Narrator 00:01:37 Dari tahun ke tahun angka kelahiran OK

bayi berkebutuhan khusus di

Indonesia. Berdasarkan data nasional

maupun internasional sangat sedikit

orang Tuli mendapatkan akses

Pendidikan dengan pemahaman

Bahasa isyarat sehingga banyak

teman Tuli yang sering di anggap

bodoh dan tidak mampu bersekolah

di sekolah umum.

3. Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL (K) 00:01:58 Gangguan pendengaran dan ketulian OK

itu merupakan suatu kondisi yang

luar biasa, itu adalah suatu kelainan

59
dimana tidak bisa mendengar tetapi

tidak kelihatan. Kalau orang lumpuh

kan kelihatan, kalau orang ini kan

tidak. Kalua dipanggil engga nengok

kan ntar dibilang sombong lah atau

apa ya. Nanti 50 tahun kedepan itu

ada 900 orang juta jiwa yang

mengalami gangguan pendengaran

dan ketulian diseluruh dunia. Nanti 1

dari 10 orang itu nanti akan

mengalami ketulian, terus bagaimana

nanti dengan Pendidikan mereka,

pekerjaan mereka, cara komunikasi

mereka? Mangkanya nanti ada

program global dari WHO yaitu

60
sound hearing 2030 dimana pada

tahun itu diharapkan semua

penduduk dunia memiliki

pendengaran yang optimal, termasuk

juga di Indonesia. Mangkanya di

Indonesia ini di bentuk Komnas

PGPKT waktu itu pada tahun 2007

oleh Kementerian Kesehatan

4. Bagja Prawira 00:03:06 Gue bisa verbal itu dari kecil pas OK

lahir gue kondisinya tuli, yang

artinya tulinya tidak 100%. Yang

sebelah kiri itu sekitar berapa decibel

gitu soalnya ada catatan medisnya,

yang sebelah kanan itu ya masih bisa

dengar sedikit ya itu dari kecil. Terus

61
kemudian masuk TK trus Ketika

masuk jenjang SD itu guru gue

khawatir, ini kira kira Bagja bisa

masuk sekolah umum gak ya?

Gimana ya bisa adaptasi dengan

teman-temannya. dulu gue pernah

dibully gue pernah dibilang cadel

karna suara gue agak berbeda sama

teman teman gue pada umumnya,

karna suara gue agak lebih berat,

cempreng agak berbeda atau gue

gabisa sebutin beberapa huruf abjad

segala macam, nah sampai akhirnya

SMP itu bisa dibilang perkembangan

komunikasi gue bertambah, kenapa?

62
Karena gue aktif di organisasi yang

menuntut untuk gue untuk bisa

berani tampil didepan public

berbicaranya, sampai kebawa di

SMA ditambah lagi aktif organisasi

segala macam sampai kuliah. Kuliah

gue masuk jurusan ilmu komunikasi

dan aktif di organisasi lagi, jadi

gausah lah ya ditanya lagi

pertanyaannya. Itulah kenapa gue

bisa punya kemampuan komunikasi

secara lisan gitu, tapi itu kondisi pada

saat gue belom belajar Bahasa

isyarat. Pada saat kondisi gue masih

bisa mendengar ya, walaupun hanya

63
beberapa persen tapi ada situasi atau

takdir yang pada tahun 2016 telinga

sebelah kanan gue tib-tiba tuli. Dari

situ masa-masa kritis identitas gue

kaya seolah-olah gue udah gak

berguna lagi di dunia ini. Kenapa?

Karna lo bayangin aja dari lahir

sampai tahun 2016 itu udah berat

banget perjuangannya. Untuk bisa

beradaptasi atau menyesuaikan

seperti orang-orang dominan yang

dimana seperti orang dengar.nah

pada tahun 2016 gue gak tahu tiba-

tiba jadi tuli, hilang pendengaran gue

itulah kenapa gue pakai alat bantu

64
pengedarannya dikanan. Ada

dorongan-dorongan mental yang

dimana bisa depresi, bisa down

bahkan juju raja gue hamper ada

dorongan untuk bunuh diri. Itu sama

aja rasannya kaya lo bisa lihat terus

besoknya udah engga busa lihat lagi,

gimana rasanya? Itulah masa-masa

kritis gue. Mangkanya setelah jadi

tuli itu gue gak pernah keluar,

kenapa? Takut phobia gak berani

keluar ketemu orang dengar, jadi 2

bulan itu gue takut. Sampai akhirnya

nyokap pelan-pelan ajak gue keluar

rumah ya minimal ketetangga

65
sebelah rumah, padahal tetangga gue

udah kenal deket dari kecil. Dari situ

gue ketemu satu titik terang gimana

caranya gue komuikasi dengan orang

dengar? lewat gerak bibir, dari situ

gue ada keberanian sedikit. Sampai

akhirnya 2018 gue ikut acara terbesar

bergengsi di Indonesia yaitu ikut

Volunteer Asian Games 2018 lalu,

itu sebetulnya bertujuannya bukan

gue pengen ikut volunteer Asian

game, engga. Sebenernya gue cumin

pengen ngelatih mental gue dulu, gue

ngelatih diri gue ketemu orang asing

segala macem, gue coba baca gerak

66
bibir pelan. Dari situ sudah mulai

biasa.

5. Narator 00:07:55 Masih banyak orang Tuli memiliki OK

pengetahuan rendah dan sangat

sedikitnya akses yang diberikan

ataupun yang mereka terima,

menyebabkan ketidak mampuan

mereka dari segi mental, social,

ekonomi, serta Pendidikan yang

dimana itu berguna untuk kehidupan

sosialnya dimasa depan.

6. Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL (K) 00:08:15 Kan kalua teman tuli itu mereka OK

sudah terdjadi ya, jadi tidak perlu

melakukan pencegahan tetapi kita

67
melakukan upaya, upaya untuk

mereka agar bisa berkembang. Ini

teman – teman tuli sampai takut

bermimpi apalagi bercita-cita, karna

toh pasti ditolak, karna ada yang

sekolah SD nya di SLB tp kemudian

dianjurkan gurunya untuk masuk

kesekolah biasa. Itu daftar 10 kali

tidak ada yang diterima akhirnya

setelah ibunya mengancam akan

dilaporkan ke kementerian

Pendidikan baru diterima. Jadi

mereka itu cape untuk di tolak cari

pekerjaan juga bisa sampai 10 kali

ditolak, meskipun sudah punya ijazah

68
lah, meskipun mereka ada yang bisa

bicaranya dengan bagus. Misalnya

ada mahasiswa kedokteran ada yang

sudah sampai sarjana S. Ked Sarjana

Kedokteran. Terus kemudian pada

saat melakukan pemeriksaan pasien

ketahuan sama salah satu dosen

bahwa dia itu ternyata anak teman

tuli yang bisa bicara, akhirnya

dikeluarkan gitu ya. Berbagai macam

penolakan terhadap mereka, karena

kan mereka kan warga Indonesia

juga seharusnya kita memberi tempat

kepada mereka dan tentu upaya satu

adalah upaya dari pemerintah,

69
pemerintah harus memberikan

kesempatan untuk mereka alokasi

untuk mereka bekerja ya.

7. Nabil Rahmadi 00:09:57 Saya pakai alat bantu dengarnya itu OK

telat, waktu pas masuk SMK kelas 2

baru pakai. Jadi dari SD, SMP itu

nilainya engga bagus sih, karena apa?

engga semua masuk penjelasan guru

jelasin ke telinga. Waktu SMK udh

pakai alat bantu dengar itu nilai

lumayan bagus

8. Putri Sri Hanitami 00:10:23 Situasi yang sekarang adalah orang- OK

orang udah ketertinggalan informasi,

itulah kenapa teman-teman tuli

sekarang ini lebih memperjuangkan

70
tentang akses. Sedang kan orang-

orang yang JBI kaya gue dan teman-

teman yang lain itu masih sedikit,

masih sedikit orang-orang yang mau

jd kaya gue sm teman-teman yang

lain.

9. Budi Dwi Haryanto 00:10:43 Bisa gak batik itu punya makna yang OK

lain, bahwa orang yang melakukan

proses membuat batik itu juga bisa

menikmati proses hidupnya. Nah

teman-teman disabilitas juga penting

untuk bisa menikmati hidupnya lewat

batik, dan perlu mungkin. Karena

mungkin dengan dia membatik

khususnya teman-teman tuna rungu

71
atau tuli dia lebih fokus dan concern

karena dia tidak bisa mendengar

disaat dia membatik akan lebih fokus

untuk berkarya dibanding dengan

kita yang bisa mendengar. Dan ini

juga salah satu cara saya yaitu tadi

mensetarakan kemampuan kita

bahwa teman -teman berkebutuhan

khusus atau disabilitas itu juga setara

sama kita. Tidak ada bedanya tidak

ada pembedaannya diantara kita, kita

sama-sama diciptakan tuhan dan kita

harus sama-sama juga bisa

mendukung atau mensupport dia

72
dalam bentuk apapun.

10. Narator 00:11:28 Budaya, begitulah mereka OK

menyebutnya dimana Bahasa isyarat

digabungkan dengan beberapa gestur

atau ekspresinya. seperti halnya

orang dengar yang biasa

mendengarkan suara dan

menggunakan Bahasa verbal namun

tidak untuk budaya yang mereka

ciptakan, bukan berarti mereka tidak

terima disebut sebagai orang yang

memiliki gangguan pendengaran,

namun bagi mereka itu adalah suatu

bentuk cerminan dirinya, memang

bagi awam butuh waktu lama untuk

73
memahami pemahaman tersebut.

11. Bagja Prawira 00:12:06 Cuma kalo, ini sebenarnya ada 2 OK

sudut pandang ya untuk saat ini.

Memang kalu dulu kan tuli

dipandang sebagai “disabilitas”

artinya kalau kita lihat kebelakang itu

kalau merujuk tahun 1999 itu dalam

undang-undang sebutannya

penyandang cacat. Nah Undang-

undang itu isinya tentang

berhubungan tentang gangguan

gangguan yang ada ditubuh manusia,

nah itu disebutnya tuna rungu dulu

bukan tuli. Walaupun sebagian orang

74
menyebut tuna rungu secara halus

gitu ya. Tapi kita focus ketuna rungu,

tuna rungu itu adalah istilah medis

dimana orang mengalami gangguan

pendengaran, mangkanya itu lebih

merujuk pada istilah medis bagi

orang yang mengalami gangguan

pendengaran itu harus diobati harus

disembuhkan. Diobatinya itu macem-

macem ada yang dioperasi, ada yang

dikasih implant, ada yang dikasih alat

bantu dengar, ada yang dikasih terapi

wicara. Itu merujuk supaya konsep

tuna rungunya itu artinya merujuk

pada orang gimana yang tadinya

75
orang mengalami gangguan

pendengaran supaya bisa menjadi

dengar. Nah disitu kalau menurut

kami disitu ada pemaksaan identitas

antara yang tadinya seharusnya dia

tetap sebagai tuli tapi karena budaya

dominan dia harus seperti orang

normal. Kenapa disebut sebagai

identitas sosial karena mereka

komunikasi sehari-harinya itu

menggunakan Bahasa isyarat

Indonesia sebagai komunikasi harus

utama. Itulah kenapa mereka

menunjukan identitas sosial gitu, tuli

itu biasa dalam penulisan itu Tnya

76
kapital bukan tnya kecil, kalau

temen-temen lihat KBBI t kecil itu

artinya merujuk bahwa kondisinya

tuli tapi kalau Tnya besar itu

nunjukin identitasnya. Nah kalau kita

bicara soal identitas ini teman-teman

tuli tidak mikir lagi oh iyaia gue gak

bisa dengar dan lain lain, enggak.

Mereka justru bangga dengan

identitas tulinya itu, kenapa karna

memamng orang-orang lihatnya itu

komunikasinya terhambat, itu bukan

karna ketuliannya tapi lingkungannya

yang tidak mengakomodir bagaimana

Bahasa isyarat Indonesia tadi bisa

77
diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.

Contohnya kalau orang dengar

melakukan komunikasi jarak jauh itu

via call by suara. Nah tapi kalau tuli

dari mana? Dari video call, kenapa

harus video call ya karena itu Bahasa

isyarat tadi. Budaya tuli itu kita

membicarakan soal kebiasaan orang-

orang tuli yang tidak ada pada orang

dengar. Kalau diperspektif pada

orang dengar melihatnya tuli itu

hambatan. Padahal hambatan itu bisa

diakali dengan cara kebiasaanya

mereka. Tapi ada juga dari segi

identitas, nah identitas temen-temen

78
tuli itu sangat berbeda beda dan

beragam. Pasti temen - temen

mikirnya tuli itu artinya bisu gak bisa

ngomong. Padahal gue tuli gue juga

tuli. Pada saat masuk kekomunitas

tuli dia melihat dunia tuli itu seperti

ini, dan dia mulai mendalami dunia

kehidupan itu, itu sebutan gue tuli

mualaf, sebutan tuli mualaf itu ada

istilahnya adalah deaf gain dalam

Bahasa inggrisnya. Deaf gain itu dia

yang merasakan bahwa tadinya

identitasnya waduh gue gak bisa

dengar lagi, aduh gue ntar ngomong

gak nyambung, ngobrol gimana ya.

79
Padahal Ketika mereka masuk

kedunia tuli teman-teman tulinya

ngajarin, elu engga selamanya itu

mengalami buruk, tapi elu kaga

paham gimana caranya mengatasi

keburukan yang elu alami, contohnya

apa dia tidak bisa komunikasi dengan

orang dengar artinya lu perlu belajar

Bahasa isyarat nanti akan disediakan

juru Bahasa isyarat, yang kedua

misalnya lu mau nonton film lu

engga ngerti ngomong apa, lu cuman

butuh teks atau subtitle ada

manfaatnya gitu maknanya itu

pemahaman dunianya. Nah yang

80
terakhir sama sekali tidak pernah

ketemu komunitas tuli, itu biasanya

tidak pernah di up diberita tv dll. Itu

biasanya orang-orang tuli yang ada

dipedalaman mereka terisolasi

mereka tidak pernah punya akses

dengan teman dengar sama teman

tuli.

12. Narator 00:17:35 Berbagai bentuk pelecehan yang OK

mereka terima, Tuli bukan berarti

tidak bisa apa apa. Mereka mampu

dan mereka bisa untuk menjadi

setara. Namun karena terhambatnya

informasi serta akses yang mereka

terima itulah yang membuat mereka

81
kurang bersosialisasi.

13. Putri Sri Hanitami 00:17:55 Kaya gue ngerasa dari nyokap bokap OK

gue, dimana keadaan diolok-oloklah

tapi mau gimana ya, karena memang

di Indonesia ini system Pendidikan

untuk pengenalan disabilitas belum

dimulai dari kecil harusnya mungkin

dari SD itu sudah ditanamkan.jadi

saat mereka jenjang mereka SD SMP

SMA itu mereka sudah kenal dan

justru mungkin ya udah memahami

dan mungkin di nextnya mereka bisa

membantu, mereka bisa membantu

gimana sih caranya memberikan

82
akses atau bisa memberikan

kesempatan yang sama kepada

temen-temen disabilitas ataupun

temen-temen tuli khususnya.

14. Dinovita Mandacan Darawan 00:18:38 Dulu kerja di Mcd tau? kerja disana OK

yang di Disarinah, tau? Dulu saya

sekolah SLB, saya lulus langsung di

McDonals, kerja terus sampai 2020,

saya masuk kerja di Rumah Batik

Palbatu. Saya coba dagang sendiri

kopi, rokok, segala macam bisa dapet

duit banyak kalua dagang sendiri.

Beda sama yang pas di McDonal’s,

gajinya kecil

15. Nabil Rahmadi 00:19:51 Awal-awal mau coba daftar magang OK

83
pelatihan selama 5 hari di kota tua,

selesai magang saya ada tes manual

brew nah itu dites satu-satu, hasilnya

engga di informasikan ke peserta

cumin dinilai aja. Setelah magang

dikota tua saya dapat kesempatan

magang 1 bulan di sunyi Bekasi,

setelah magang ada penilaian juga

setelah itu sunyi alam sutera buka

lowongan kerja barita sama chef saya

mencoba daftar yang barista, saya

sudah lamar dan wawancara via

zoom dan terus itu dipanggil dating

kesini dikasih surat kontrak jadi saya

84
sudah terima. Alhamdullilah.

16. Budi Dwi Haryanto 00:21:11 Mudah-mudahan apapun batik bukan OK

mengenai cuman tadi yang saya

bilang bukan cuman sekedar kain

sekedar motif yang beragam tapi

dibalik itu dibalik siapa yang

membuat itu penting dan sampai saat

ini belum diangkat. Kadang-kadang

kita menikmati kain hanya sekedar

menikmatinya saja tapi kita engga

tau siapa yang membuatnya siapa

orangnya bagaimana kondisinya

orang itu itu sering kali kita

menikmati batik tanpa mengetahui

85
hal itu.

17. Narrator 00:21:38 Hal yang paling miris adalah ketika OK

lapangan kerja tersedia tetapi peluang

untuk diterima sangatlah kecil.kerika

tahu bahwa pelamar itu tuli, bisu,

atau Netra. Sebenarnya pemerintah

sudah mengeluarkan undang-undang

mengenai hak untuk mereka namun

apakah sudah terealisasikan? Iya,

faktanya masih banyak perusahaan

negeri dan swasta yang abai karena

hal ini. Lantas apakah ini salah

mereka?

18. Budi Dwi Haryanto 00:22:11 Ya yang pertama saya berterima OK

86
kasih ya dengan anda respect dengan

apa yang kami lakukan. Dan kenapa

ko saya terus berusaha melibatkan

mereka, apa lagi pertanyaanya

apakah ada dukungan dari

pemerintah, ya justru itu saya

merasakan belum maksimalnya

pemerintah inilah yang membuat

saya harus bergerak, inilah yang

membuat sesuatu untuk mereka, gak

bisa menunggu dari pemerintah ideal

seperti maunya tapi justru saya apa

yang bisa saya lakukan ya saya

lakukan untuk mereka, tujuannya

satu bahwa saya ingin berbuat

87
sesuatu yang bermanfaat dimuka

bumi ini dengan lewat batik,

mangkanya tadi saya bilang

menjumpai tuhan dengan lewat batik

adalah bentuk kerja saya apa yang

diperintahkan tuhan mudah-mudahan

itu. Mungkin teman-teman yang lain

menjumpai tuhan ibadah lewat

sholat, puasa, banyak berzikir ya

mungkin memang harus seperti itu.

Tapi yang harus saya lakukan lebih

kongkrit di dunia ini.

19. Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL (K) 00:23:17 Dan untungnya kita Komnas PGPKT OK

yang sekarang menjadi ketua komite

pusat PGPKT itu mempunyai

88
semacam komda komite daerah ya,

sekarang ini sudah ada sekitar 240

diseluruh Indonesia, jadi kita punya

anak buah yang bisa

menyelenggarakan. Misalnya hari ini

programnya menggapai teman tuli

bikin kursus semuanya bikin kursus,

ada perluasannya program”nya dari

kita. Diantara nya menggapai teman

tuli itu kita juga melakukan upaya-

upaya agar hak mereka itu bisa

didengar dan bisa dilaksanakan oleh

pemerintah. Mereka kan untuk

Pendidikan mungkin udah ada untuk

89
Pendidikan mungkin susah.

20. Nabil Rahmadi 00:24:14 Untuk teman-teman dengar saya OK

harap nanti kedepannya, kalau mau

bertemu dengan temen-teman tuli,

jangan malu jangan takut kalo

misalnya takut ah nanti kalau

komunikasinya sulit, jangan

khawatir. Ada teman tuli yang punya

mainsetnya terbuka, mau belajar

pelan-pelan belajar Bahasa isyarat

dasar. Kamu tanyakan juga kamu

biasanya pakai isyarat dasar atau tulis

tangan dikertas.

21. Putri Sri Hanitami 00:25:03 Untuk teman-teman tuli, tetaplah OK

berjuang terus, jangan stop dan

90
jangan patah semangat, jangan

menyerah walaupun banyak yang

dipandang setengah mata. Semangat

terus, Bersama kita bisa. Oke

22. Budi Dwi Haryanto 00:25:27 Anggap mereka ini bisa memahami OK

Bahasa anda, sehingga anda mau

berkomunikasi saja, sebisa mungkin

ajak mereka ngobrol, kadang –

kadang kit aini sebagai teman dengar

khawatir ajak ngobrol mereka,

akhirnya teman-teman tuli dianggap

tidak ada, anggap mereka ada yaitu

denga napa, ajak merka ngobrol,

berkenalan, tersenyum bahasa yang

91
mudah, bersalaman, berkenalan

Bahasa yang termudah ajak dia

duduk ditempat anda ajak mereka

itulah cara kita menghargai dia juga

bahwa mereka hadir di dunia ini

sama seperti kita, itu yang paling

mudah

23. Narrator 00:26:07 Seperti yang sudah dijelaskan OK

sebelumnya bagi masyarakat Tuli

sendiri, Tuli hanyalah sebagai sebuah

identitas kebudayaan, hanya saja

mereka juga memiliki cara

berkomunikasi yang berbeda.

Memiliki cara berkomunikasi yang

berbeda sebenarnya bukan hal aneh

92
dan bukan berarti menjadikan orang

tuli tidak bebas berinteraksi, bekerja,

maupun menerima informasi

sebagaimana orang- orang yang

mampu mendengar.

24. Narrator 00:26:37 Berkomunikasi dengan cara berbeda OK

bukan hal aneh dan bukan berarti

mereka sakit atau cacat bahkan

sampai membatasi mereka untuk

bersosial, berikan mereka akses

untuk mendapatkan seperti halnya

orang yang mampu mendengar,

mereka tidak berbeda dengan orang

pada umumnya hanya mereka

93
memiliki budaya yang berbeda dalam

berkomunikasi. Kesalahpahaman

inilah yang membuat adanya benteng

antara Orang dengar dengan Orang

Tuli.

25. Closing Statement (Nabil Rahmadi) 00:27:05 “Tuli itu bukanlah disabilitas tuli OK

adalah budaya, kita semua cuman

kesalahpahaman yang berbeda-

beda”

26. Closing Statement (Bagja Prawira) 00:27:21 “Tuli itu bukanlah disabilitas tuli OK

adalah budaya, kita semua cuman

kesalahpahaman yang berbeda-

beda”

27. Closing Statement (Putri Sri Hanitami) 00:27:35 “Tuli itu bukanlah disabilitas tuli OK

94
adalah budaya, kita semua cuman

kesalahpahaman yang berbeda-

beda”

28. Closing Statement (Budi Dwi Haryanto) 00:27:44 “Tuli itu bukanlah disabilitas tuli itu OK

budaya, dan kita semua setara”

95
II.4 Proses Kerja Camera Person

Penyandang disabilitas membutuhkan perlakuan yang setara dan layak dari

keluarga dan masyarakat. Mereka masih saja dianggap sebagai sesosok yang lemah,

tidak bisa melakukan apa-apa, dan keterbelakangan. Padahal, mereka memiliki

potensi yang tertanam di dalam diri mereka. Dalam hal ini, penata kamera dalam

proses pengumpulan data menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

psikologi humanistik sebagai landasan dalam perancangan film.

Melalui film dokumenter, memperlihatkan bagaimana proses seorang

tunarungu dalam menunjukan eksistensi dirinya. Seperti apa penyandang tunarungu

dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan proses pengembangan potensinya.

Tujuan penata kamera untuk membangun empati penonton dengan cara menunjukan

ekspresi dan gestur subjek, didukung dengan pengambilan gambar full shot, medium

shot, dan close up, juga dengan pergerakan kamera handheld dan still. Film

dokumenter ini diharapkan dapat memberi informasi dan kesadaran kepada

masyarakat tentang potensi dan hak para disabilitas untuk diperlakukan secara setara

oleh masyarakat.

a) Definisi Film

Film adalah salah satu media komuikasi massa yang sangat digemari

masyarakat, hal ini karena film dapat dinikmati secara audio maupun visual, film,

secara umum dapat dibagi atas dua unsur dikutip (Himawan Pratista 2008:1) yaitu

unsur naratif dan unsur sinematik.

b) Film Dokumenter

96
Menurut Himawan Pratista, film dokumenter berhubungan dengan orang-

orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan

suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh

terjadi atau otentik.

II.4.1 Pra Produksi

Pada tahap pra produksi, penata kamera dan sutradara mengikuti kegiatan

subjek dalam kesehariannya serta mencatat waktu dan tempat aktivitas dilakukan,

untuk mengetahui kapan dan dimana kamera akan diletakkan dalam pengambilan

momen. Selanjutnya, pendekatan dengan subjek penelitian dilakukan agar saat

shooting berlangsung subjek tidak merasa canggung, penata kamera bersama

sutradara dan kru lainnya menyatukan visi dengan subjek agar tidak terjadi kesalah

pahaman tujuan dari pembuatan film tersebut. Penata kamera membuat shotlist,

biaya peralatan, pembentukan teamwork dan tidak lupa untuk melakukan simulasi.

Menurut Andi Fachrudin (2012:316) “Dokumenter merupakan karya yang


meceritakan sebuah kejadian nyata dengan kekuatan ide kreatornya dalam
merangkai gambar-gambar menarik menjadi instimewa secara keseluruhan”.

Dokumenter juga menyajikan realita melalui berbagai cara untuk berbagai


macam tujuan antara lain penyebarluasan informasi, pendidikan dan propaganda
bagi orang atau kelompok tertentu. Dokumenter bukan menciptakan kejadian atau
peristiwa tetapi merekam tentang fakta dan data yang benar-benar terjadi bukan
direkayasa.

Demi kelancaran pembuatan program dokumenter ini maka sebelumnya


semua kru melakukan pencarian lokasi yang bagus untuk dijadikan tempat
pengambilan gambar melalui internet. Setelah lokasi sudah ditentukan semua kru,
kami pergi untuk melakukan riset ketempat tersebut dan meminta izin kepada
narasumber dan warga sekitar untuk melakukan pengambilan gambar. Saat
melakukan rapat produksi penulis harus selalu mendengarkan apa yang diinginkan

97
produser dan sutradara agar apa yang nanti akan ditulis sesuai dan tidak melebar
dari segmentasi program yang akan dibuat.

II.4.2 Produksi

Pada tahap produksi, penulis sebagai penata kamera menyesuaikan

segalanya sesuai dengan rundown, menyiapkan segala peralatan, menempatkan

kamera saat melakukan pengambilan momen dan melakukan cek ulang shoot

yang sudah diambil. Saat merekam kegiatan subjek, penata kamera diharapkan

sudah tahu akan memposisikan kamera dimana, agar tidak tertinggal momen

penting. Proses pengambilan gambar di lapangan atau shooting, dan pada tahap

ini kameramen diberikan pengarahan dari seorang sutradara, tentang rencana

visual yang akan dibuat. Secara sistematis rencana ini dibuat kedalam breakdown

script. Dengan breakdown script memudahkan semua element kru dalam bekerja

nantinya. Sutradara mendiskusikan shot-shot seperti apakah yang harus dibuat.

Beberapa teknik dasar pengambilan gambar yang dipakai dalam

pengambilan documenter ini antara lain:

1. Shot Size (ukuran gambar)

Shot size adalah ukuran besar kecilnya subjek dalam sebuah frame yang

memiliki informasi dan makna berbeda sesuai dengan ukuran masing- masing

shot size.

Contoh shot size yang digunakan di dunia audio visual ini adalah:

a. Extreme Close Up (ECU/XCU)

Pengambilan gambar yang terlihat sangat detail seperti hidung pemain atau

bibir atau ujung tumit dari sepatu.

98
b. Close Up (CU)

Gambar diambil dari jarak dekat, hanya sebagian dari objek yang terlihat

seperti hanya wajahnya saja atau sepasang kaki yang bersepatu baru.

c. Medium Close Up (MCU)

Hampir sama dengan MS, jika objeknya orang dan diambil dari dada keatas.

d. Medium Shot (MS)

Pengambilan dari jarak sedang, jika objeknya orang maka yang terlihat hanya

separuh badannya saja (dari perut/pinggang keatas).

e. Full Shot (FS)

Pengambilan gambar objek secara penuh dari kepala sampai kaki.

2. Camera Angle

Camera angle dalam pengertian audio visual berarti sudut pengambilan gambar

yang menekankan tentang posisi kamera berada pada sudut tertentu dalam

merekam gambar.

Jenis jenis Camera Angel yang dipakai dalam pengambilan documenter ini

sebagai berikut:

a. High Angle

Teknik pengambilan gambar pada sudut pandang yang tinggi.

b. Eye Level

Pengambilan gambar dengan sudut pandang yang normal atau sejajar dengan

mata manusia.

99
3. Camera Movement

Pergerakan kamera sangat penting untuk digunakan oleh penata kamera.

Suasana kedinamisan gambar dan dimensi yang dapat terkesan 3 dimensi dapat

tercipta dengan menggunakan teknik ini. Beberapa jenis camera movement

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Panning

Panning adalah teknik pengambilan gambar dengan cara membelokan badan

kamera secara horizontal tanpa merubah posisi kamera. Teknik ini dapat

digunakan untuk melakukan pengambilan gambar dengan mengikuti objek

yang bergerak kekanan dan kekiri.

b. Tracking

Tracking adalah teknik yang dilakukan dengan cara mendekatkan atau

menjauhkan kamera dengan objek. Teknik ini biasanya dilakukan dengan

menggunakan peralatan tambahan yang disebut dolly track atau slider agar

gambar terlihat lebih halus dalam pergerakannya. Namun teknik ini juga dapat

dilakukan dengan handheld tergantung kebutuhan konsep gambar.

c. Zooming

Zooming adalah teknik pergerakan lensa kamera yang dilakukan dengan

menggunakan tombol wide angel (W) dan tombol tele (T). zooming akan

mengubah ukuran sudut pandang kamera, zoom in akan membuat semakin

dekat dan zoom out akan membuat objek semakin jauh dan memperlihatkan

latar belakang objek.

100
Di tahap produksi ini penata kamera juga harus menguasai konsep yang telah dibahas

di pra produksi. Penata kamera juga harus bertanggung jawab dengan semua

peralatan dan hasil shoot yang telah diambil agar semua produksi berjalan lancar dan

sesuai rencana. Segala perencanaan dan persiapan yang telah dilakukan di tahap pra

produksi, akan direalisasikan di tahap produksi. Seorang penata kamera akan

membantu sutradara untuk menerjemahkan bahasa tulisan ke dalam bahasa visual.

Setiap gambar yang dihasilkan sangat penting terhadap pesan dan informasi apa yang

akan disampaikan kepada penonton. Penentuan jenis ukuran gambar (shot size),

sudut pengambilan gambar (camera angle), dan pergerakan kamera (camera

movement) tentunya juga akan mempengaruhi pesan dan informasi tersebut. Gambar

yang dihasilkan juga harus tajam serta komposisi yang digunakan harus tepat.

II.4.3 Pasca Produksi

Setelah melewati tahap pra produksi dan produksi, tim segera melanjutkan ke

dalam tahap pasca produksi. Dalam tahap pasca produksi ini penulis sebagai camera

person memberikan masukan kepada editor mengenai stock gambar yang akan

digunakan dalam program dokumenter “ A Deaf With Culture ” untuk tahap pasca

produksi penata kamera terkadang diminta bantuan oleh editor untuk menjelaskan

hal – hal tertentu yang bisa jadi tidak dimengerti oleh editor, namun biasanya hal ini

bisa dihandle oleh sutradara atau produser. Untuk memudahkan editor dalam bekerja.

Namun dalam tahapan pasca produksi tidak menutup kemungkinan penulis

harus ikut serta mendampingi proses editing video untuk membantu editor dan

sutradara untuk memilih gambar yang telah diambil pada waktu shooting melalui

panduan camera report. Penggabungan ide antara sutradara dan editor untuk

bekerjasama agar tecsiptanya hasil akhir yang sempurna.

101
Menurut Kusumawati dkk (2014:77) “cameramen person pada tahap ini juga

bertugas untuk menyusun camera report untuk memper-mudah pekerjaan editor”.

Tidak banyak hal yang dilakukan oleh kameramen pada tahap ini. Untuk

produksi kameramen terkadang diminta bantuan oleh editor untuk menjelaskan hal-

hal tertentu yang bisa jadi tidak dimengerti oleh editor, namun biasanya hal ini bisa

di handle oleh sutradara atau produser.

Untuk memudahkan editor dalam bekerja, setelah pengambilan gambar,

kamerawan membuat penyusunan file yang rapih.

II.4.4 Peran dan Tanggung Jawab Camera Person

Penulis sebagai camera person mempunnyai peran dan tanggung jawab

tersendiri seperti profesi lainya camera person adalah sebagai crew produksi televisi

yang mempunyai tanggung jawab yang spesifik

Menurut Windratno Haryo (2014:77) secara umum tugas dan tanggung jawab

penata kamera meliputi:

1. Mempermudah tim produksi khususnya camera person untuk mengingat

kembali gambar – gambar yang telah direkam.

2. Untuk mengetahui gambar – gambar mana saja yang digunakan untuk proses

editing.

3. Sebagai pedoman editor dalam melakukan proses editing.

Peran dan tanggung jawab seorang camera person berpengaruh sangat penting

dengan apa yang dihasilkan pada saat pra produksi, produksi dan pasca produksi.

camera person juga membantu Sutradara dalam upaya penerjemahan dari bahasa

102
tulisan ke bahasa visual melalui pemilihan angle, komposisi dan pergerakan kamera

serta pencahayaan.

II.4.5 Proses Penciptaan Karya

a) Konsep Produksi

Dalam produksi tugas akhir ini, penulis bertugas sebagai penata kamera dalam

produksi film dokumenter yang berjudul “A Deaf with Culture” semua hal

berkaitan dengan pengambilan gambar yang merupakan tanggung jawab dari

penulis yang seorang penata kamera. Penulis berusaha dengan sebaik-baiknya

agar karya yang dibuat ini sesuai dengan apa yang diharapkan. Penulis

memakai referensi dari buku “Memahami Film”. Konsep produksi yang

digunakan adalah dengan cara merekam semua argumen atau pernyataan yang

diberikan oleh narasumber.

b) Konsep Teknis

Pada saat produksi berlangsung, penulis menggunakan kamera Sony A6300.

Karena kamera tersebut gambarnya berkualitas sehingga gambar yang

dihasilkan terlihat bagus serta dalam pengoperasiannya pun tidak terlalu sulit.

Adapun beberapa perlengkapan tambahan yaitu tripod dan clip on yang

membantu dalam proses kerja kamera dalam pengambilan sebuah gambar dan

suara. Dalam perekaman gambar penulis menggunakan memory card sebagai

metode penyimpanan karena format tersebut mudah di pindahkan ke laptop

atau komputer.

103
Peralatan yang digunakan

No Nama Alat Jumlah Unit


1 Kamera Sony A6300 3
2 Lampu Aputure LS 60x Kit 3
3 Lensa Sony 3
4 Tripod iFootage Komodo 1
5 iFootage Shark Slider 1
6 Clip On Deity Connect 2in1 1
7 Shotgun Deity D3 Pro 2

II.4.6Kendala Produksi dan Solusinya

Kendala

Kekurangan orang saat shooting karena sekelompok hanya 2 orang.

Solusi

Meminta bantuan teman sekelas, adek tingkat ,dan kakak tingkat


saat proses shooting.

104
KONSEP KERJA KAMERAMAN

Penata kamera adalah perangkat kamera yang di gunakan untuk mengambil

gambar bergerak, menyimpannya di media tertentu, yang selanjutnya di lakukan

proses pengolahan. Kamera memiliki bagian-bagian yang memilik fungi masing-

masing. Kamera video di desain agar kebutuhan perekaman gambar dan suara dapat

terekam dengan baik. Fungsi atau control .

105
SPESIFIKASI KAMERA

GAMBAR

Megapiksel Efektif 24 MP

Image Stabilization Tidak

Auto Focus Ya

ISO Minimum 100

ISO Maximum 51200

Format Gambar JPEG RAW

Live View Tidak

Face Recognition Tidak

Self Timer Ya

ISO Auto Ya

SENSOR

Tipe Sensor CMOS

Ukuran Sensor 23.5 x 15.6mm

Format Sensor APS-C

106
VIDEO

Resolusi Video 4K

SHUTTER

Kelajuan Shutter 1/4000 sec

Tipe Shutter Electronic Shutter

TAMPILAN

Viewfinder Electronic

Viewfinder Coverage Tidak

Ukuran Tampilan 3"

Tiltable Tidak

ANTARMUKA

Wi-Fi Ya

Mic Input Ya

GPS Tidak

NFC Ya

USB Ya

HDMI Ya

Bluetooth Tidak

DESAIN

Berat 361g

Kotak Lensa Body Only

Dimensi (W x H x D) 120 x 66.9 x 48.8mm

Warna Hitam

107
MEMORI

Tipe Memori SD/SDHC/SDXC

FISIK

Dustproof Tidak

Built-in flash Ya

Layar Sentuh Tidak

108
SHOTLIST

ProductionCompany : Sekutu Film Produse : Iqbal

Project Title : A Deaf With Culture Directo : Iqbal

DOP : Ari Nur Ramadhan


Durasi : 28 Menit 10 Detik

N CAME SHO TYPE LENS ANGL KETERAN


SUBJECT DESKRIPSI
O RA OT SHOOT A E GAN

16-35 Eye
1 1 1 MS Novita [ Teman Tuli] Wawancara di Rumah Batik
mm level

2 1 2 ES Warga sedang di keramaian Eye Warga sedang berjalan di jalan yang ramai
jalan level

109
Eye Menunjukan Poster di Ruangan Dokter Damayati RS
3 1 3 ES Poster di tembok
level MMC

Eye
4 1 4 MS Dokter Damayanti di RS MMC Wawancara Dokter Damayanti
level

Eye
5 1 5 MCU Dokter Damayanti di RS MMC Wawancara Dokter Damayanti
level

Eye
6 1 6 MCU Mas Bagja di kantor Silang Wawancara Mas Bagja
level

Eye
7 1 7 MS Mas Bagja di kantor Silang Wawancara Mas Bagja
level

Eye
8 1 8 ES Kantor Silang Menunjukan tempat wawancara Mas Bagja
level

Eye
9 1 9 MCU Mba Putri di kantor Silang Wawancara Mba Putri
level

10 1 10 MS Mas Nabil di Kopi Sunyi Eye Wawancara Mas Nabil


level

110
Om Hari di Rumah Batik Eye
11 1 11 MCU Wawancara Om Hari
Palbatu level

Om Hari di Rumah Batik Eye


12 1 12 MS Wawancara Om Hari
Palbatu level

Eye
13 2 13 CU Mas Bagja di Kantor Silang Detailing Wawancara Mas Bagja
level

Eye
14 2 14 CU Dokter Damayanti di RS MMC Detailing Wawancara Dokter Damayanti
level

16-55 Eye Menunjukan proses membatik Novita di Rumah


15 2 15 FS Novita sedang membatik
mm level Batik Palbatu

Om Hari dan Karyawan Rumah Eye Menunjukan interaksi antara Om Hari dan Karyawan
16 2 16 FS
Batik Palbatu level Rumah Batik Palbatu

Om Hari di Rumah Batik Eye


17 2 17 CU Detailing Ekspresi Om Hari saat wawancara
Palbatu level

18 3 18 CI Mas Bagja di kantor Silang 16- Eye Detailing Mas Bagja saat wawancara
55mm level

111
Eye
19 3 19 CI Dokter Damayanti di RS MMC Detailing Dokter Damayanti saat wawancara
level

Gambar Sign Bahasa Isyarat di Eye Menunjukan latar tempat Wawancara di Kantor
20 3 20 ES
kantor Silang Level Silang

Warga di pinggir jalan saat siang Eye


21 3 21 FS Menunjukan latar waktu wawancara saat siang hari
hari level

Mba Putri saat wawancara di Eye


22 3 22 CI Detailing ekspresi Mba Putri saat wawancara
kantor Silang level

Eye Menunjukan latar tempat wawancara di Rumah


23 3 23 FS Karyawan Rumah Batik Palbatu
level Batik Palbatu

Low Detailing karyawan Rumah Batik Palbatu saat


24 3 24 MS Karyawan Rumah Batik Palbatu
angle membatik

Eye Menunjukan situasi sekitar saat wawancara Om Hari


25 3 25 CA Sertifikat Om Hari
level di Rumah Batik

Karyawan Rumah Batik Palbatu High Menunjukan gerakan tangan karyawan Rumah Batik
26 3 26 ECU
saat membatik angle Palbatu saat membatik

112
Eye
27 2 27 CA Piagam Om Hari Detailing Piagam Om Hari
level

Baju batik di ruang wawancara Eye Menunjukan situasi di ruang wawancara Om Hari di
28 2 28 CA
Om Hari 16-55 level Rumah Batik Palbatu

mm Eye Menunjukan tindakan Orang tuli saat akan menaiki


29 2 29 ES Orang tuli saat akan naik Bus
level Bus

Eye Menunjukan latar tempat wawancara Mas Nabil di


30 2 30 ES Sertifikat di Kopi Sunyi
level Kopi Sunyi

113
BLOCKING KAMERA

114
II.5 Proses Kerja Editor

Editing merupakan tahap terakhir dalam proses pembuatan film. Pada tahap ini

Penulis sebagai Editor bertugas dan bertanggungjawab untuk memotong dan

menyusun bahan audio visual hasil produksi agar menjadi kesatuan yang utuh sesuai

dengan konsep yang telah di buat serta pesan yang akan di sampaikan dapat

dipahami oleh penonton.

Menurut (Latief Rusman, 2017, p. 131) “Kru pasca produksi adalah orang yang

bertugas menghimpun dan mengatur ulang rencana dan hasil kerja agar menjadi

program siaran televisi yang siap tayang atau ditonton”. Tentu saja seorang editor

harus bekerja sama dengan sutradara, karena sutradara-lah yang paham secara

keseluruhan gambaran film yang dibuat. Editor harus bisa memahami gambaran yang

diberikan sutradara untuk menyelaraskan ide. Editor juga bisa memberi masukan-

masukan yang mungkin dapat dipertimbangakan oleh sutradara demi kesempurnaan

film.

Menurut (Irwanto, 2019, p. 148) “Editing merupakan proses terakhir dalam

penyelesaian produksi program tv maupun film. Tahap ini merupakan tahap akhir

dimana editing dapat dikatakan sebagai proses menyeleksi dan menyatukan gambar

serta suara selama proses produksi berlangsung”. Dari penjelasan di atas, dapat

disimpulkan bahwa tugas utama seorang editor adalah menyeleksi gambar kemudian

menyatukannya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Kalau diibaratakan dalam

permainan sepak bola, seorang editor berperan sebagai penyerang yang bertugas

mengeksekusi bahan-bahan yang sudah di buat pada tahap sebelumnya, hal ini

tentunya bukan suatu tanggungjawab yang mudah. Seorang editor juga harus

memiliki daya kreatifitas yang tinggi, fungsinya untuk menutupi kekurangan-

115
kekurangan di tahap sebelumya agar dapat dirubah menjadi sesuatu yang lebih

menarik untuk dinikmati. Permainan imajinasi seorang editor juga sangat dibutuhkan

untuk memvisualisasikan konsep yang telah dibuat sejak tahap pra-produksi. Dalam

program Dokumenter Televisi yang berjudul “A DEAF WITH CULTURE ” ini,

penulis sebagai editor harus bisa mengeksekusi dengan baik, agar penonton paham

dan sadar bahwasanya kehidupanTeman Tuli tidak seperti pandangan kebanyakan

masyarakat Indonesia dan mereka merasa setara dengan kita Teman Dengar. Pesan

inilah yang menjadi kunci berhasil tidaknya seorang editor dalam menjalankan

tugasnya.

II.5.1 Pra Produksi

Pra Produksi merupakan tahapan yang paling awal dalam proses pembuatan

karya audio visual. Pada tahap ini, penulis sebagai editor sebenarnya tidak terlalu

berperan aktif karena tugas utama seorang editor itu di Pasca Produksi, namun

penulis menyadari bahwasanya masukan-masukan ide dan konsep juga dibutuhkan

dalam tim agar karya yang akan dibuat menjadi lebih maksimal.

Menurut (Irwanto, 2019, pp. 165–166) “Pra produksi merupakan tahapan yang

penting dalam sebuah produksi program acara. Dalam tahap ini semua persiapan

sebelum pelaksanaan produksi dilakukan. Semakin baik persiapan yang dilakukan

maka semakin baik pula program yang ditayangkan”. Sesuai dengan penjelasan di

atas, Penulis sebagai editor dan tim pertama-tama menentukan program yang akan

diambil dan akhirnya program Dokumenter menjadi pilihan yang paling tepat.

Selanjutnya menentukan ide konsep yang ingin dipilih, setiap anggota tim wajib

memberikan masukan ide. Setelah semua ide terkumpul, dipilihlah sistem voting dan

akhirnya, ide penulis tentang Teman Tuli yang dipilih. Setelah ide terpilih, Penulis

116
sebagai editor kemudian membuat konsep editing dan daftar peralatan seperti

spesifikasi laptop yang penulis butuhkan serta software apa saja yang akan di

gunakan.

II.5.2 Produksi

Tahap produksi merupakan proses penciptaan karya audio visual. Proses

perubahan ini bertujuan agar ide yang telah dibuat dapat dinikmati oleh penonton.

Namun tidak hanya nikmat saja yang menjadi tujuan utama, pesan dan makna dalam

sebuah karya audio visual juga harus sampai ke penonton. Menurut (Irwanto, 2019,

p. 165) “Tahap produksi adalah proses mengubah naskah ke dalam bentuk gambar.

Perubahan visual ini bertujuan agar program yang dibuat dapat dinikmati oleh

penonton dan pesan yang ingin disampaikan tercapai. Pada tahap ini telah melibatkan

crew bagian lain yang bersifat teknis. Dalam tahap produksi, editor dapat membantu

atau mengawal sutradara dalam hal shot yang akan diambil agar jangan sampai

terlewat. Editor juga bertanggungjawab untuk membantu mengawasi produksi

sampai ke meja editing”. Penulis sebagai editor pada tahap produksi ikut membantu

tim dalam proses pengambilan gambar. Selain itu penulis juga ikut terus mengawal

jalannya produksi dan ikut mengamankan file hasil produksi agar punya gambaran

mengenai bahan-bahan yang nantinya akan di pakai pada tahap pasca produksi.

II.5.3 Pasca Produksi

Tahap Pasca Produksi merupakan tahap dimana peran seorang editor

benarbenar sangat berpengaruh terhadap hasil akhir sebuah film. Tahapan ini

berlangsung setelah semua materi dasar telah di produksi. Dalam hal ini, penulis

sebagai editor bertugas menyambungkan gambar-gambar menjadi sebuah kesatuan

yang utuh. Menurut (Irwanto, 2019, p. 149) , fungsi editing antara lain :

117
1. Untuk menggabungkan atau menyatukan gambar

2. Untuk memotong gambar sesuai dengan durasi yang dibutuhkan

3. Untuk memperbaiki shot sesuai yang diinginkan

4. Untuk membangun serangkaian shot dan sequence yang utuh

Proses kerja penulis sebagai editor dibagi menjadi dua tahap utama, pertama

tahap offline editing dan selanjutnya adalah tahap online editing. Pada tahap offline

editing penulis memotong dan merangkai gambar hasil produksi menjadi satu bagian,

sedangkan pada tahap online editing penulis melakukan touch up dengan

menambahkan color grading, efek visual dan audio mixing . Berikut penjelasan lebih

detailnya :

1. Offline Editing

Tahapan paling awal seorang editor di meja editing yaitu menyusun dan

merapikan gambar.

a) Preview Screening

Dalam Preview Screening, editor sudah menerima keseluruhan materi shoting.

Gambar-gambar materi hasil produksi ini kemudian di preview satu persatu

untuk memilah gambar mana yang akan di ambil.

b) Capture

Melakukan import data hasil produksi ke dalam aplikasi yang nantinya

kemudian akan disusun.

c) Logging

Logging secara sederhana berarti pencatatan time code seluruh shot hasil

shooting. Time code merupakan kode waktu yang terdapat pada materi shot.

118
d) Assembling

Assempling merupakan tahap penyusunan gambar sesuai dengan konsep yang

telah dibuat.

e) Rough Cut

Sesuai dengan namanya, Rough Cut adalah proses pemotongan gambar secara

kasar bagian-bagian yang kiranya tidak diperlukan.

f) Fine Cut

Fine Cut adalah tahap dimana film sudah di potong dan di susun dengan ter-

struktur untuk kemudian lanjut ke tahap online editing.

2. Online Editing

Pada tahap ini, penulis sebagai editor mulai memperhalus hasil offline editing

agar lebih menarik untuk di nikmati.

a) Titling

Proses pembuatan huruf tulisan yang akan digunakan untuk keperluan seperti

judul progam dan credit title. Software yang penulis gunakan untuk membuat

title adalah Adobe Premiere.

b) Color Grading

Color grading adalah proses merubah visual tone atau nuansa visual agar

terlihat lebih menarik.

c) Audio Mixing

Pada proses ini, penulis sebagai editor menambahkan efek suara tambahan

seperti ambience agar nuansa film lebih terasa.

119
II.5.4 Peran dan Tanggung Jawab Editor

Setiap jobdesk tentunya memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda-

beda, begitu juga dengan penulis sebabagai editor. Peran dan tanggung jawab penulis

meliputi kontribusi penulis selama proses pembuatan karya mulai dari pra produksi

sampai pasca produksi.

Menurut (Irwanto, 2019, p. 148) “Dalam proses editing seorang editor

beratnggungjawab untuk menggabungkan shot-shot yang telah diambil kemudian

menjadi satu peristiwa yang utuh dalam rangkaian scene atau sequence agar

mempunyai makna dan pesan yang dapat ditangkap oleh audience-nya. Editor adalah

yang paling berperan pada saat pelaksanaan editing, karena seorang editor tidak

hanya mengerti tentang permasalahan teknis tetapi juga harus mempunyai sisi

kreatifitas yang tinggi”. Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas

utama seorang editor secara sederhana adalah menyusun shot menjadi sebuah cerita

yang utuh agar mempunyai makna dan pesan yang dapat diambil oleh penonton.

Namun tidak sesederhana itu, seorang editor juga harus mempunyai daya kreatifitas

yang tinggi agar film yang dibuat menjadi lebih menarik untuk dinikmati.

II.5.5 Proses Penciptaan Karya

1. Konsep Kreatif

Penulis sebagai editor ikut memberikan gagasan kepada sutradara dan

kameraman dalam menentukan jenis shot agar hasilnya lebih maksimal untuk

kemudian disusun di meja editing.

2. Konsep Produksi

120
Pada saat produksi di meja editing, penulis mulai memilah dan menyusun

gambar hasil produksi sesuai dengan director treatment yang telah dibuat oleh

sutradara hingga menjadi suatu cerita yang utuh. Kemudian penulis mulai

melakukan cutting untuk memperhalus susuan gambar yang tadi telah dibuat

agar terlihat lebih nyaman. Setelah itu penulis mulai menyamakan audio yang

direkam secara terpisah dan menambahkan efek transisi seperti dissolve dan

constant power agar perpindahan antar gambar terlihat lebih halus. pada tahap

terakhir, penulis mulai melakukan color grading agar segi visual terlihat lebih

menarik untuk dinikmati.

3. Konsep Teknis

Konsep teknis merupakan segala perlatan yang di gunakan oleh penulis sebagai

editor selama menajalankan tanggungjawab. Disini penulis menggunakan

software utama untuk editing yaitu Adobe Premiere Pro CC 2022 sedangkan

perangkat yang penulis gunakan adalah PC dengan spesifikasi Intel Core i7-

8250U, RAM 12GB dan ditenagai graphic card Nvidia Geforce RTX.

II.5.6 Kendala Produksi dan Solusinnya

Kendala

Kendala yang penulis terima adalah kekurangan footage yang akan dijadikan insert

pada proses editing dan solusinya adalah memberikan info kepada cameraman untuk

mengambil gambar yang dibutuhkan. Selain itu kendala yang diterima editor adalah

hampir semua gambar yang diambil bisa dikatakan file yang diterima banyak sekali

noise sehingga diharuskan untuk meng-Grading hampir semua file yang di terima.

II.5.7 Lembar Kerja Editor

1. Konsep Kerja Editor

121
2. Logging Picture

3. Laporan Editing

4. Spesifikasi Editing

5. Proses Pembuatan ID Program

122
KONSEP EDITING

ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Director : Iqbal

Culture

DOP :Ari Nur Ramadhan


Durasi : 28 Menit 10 Detik

Penulis sebagai editor menggunakan konsep editing dengan menekankan suara

ambience. Hal ini bertujuan agar penonton tau betul suasana dan perasaan

narasumber yang disampaikan sebagai Teman Tuli maupun sebagai Teman. Selain

itu, pemilihan Tone warna juga menjadi poin tersendiri. Disini penulis menggunakan

konsep warna realitas. Pada saat narasumber memberikan penjelasan, penulis sebagai

editor menyisipkan gambar ataupun elemen pendukung lain yang sesuai dengan yang

dibicarakan narasumber, hal ini bertujuan agar penonton paham betul secara visual

perkataan-perkataan yang di paparkan oleh narasumber.

123
LOGGING PICTURE

UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA

ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Director : Iqbal

Culture

DOP :Ari Nur Ramadhan


Durasi : 28 Menit 10 Detik

No Logging Time Video Audio


00:00:00:00 -
Bars and Tone
1 00:00:05:00
00:00:05:10 -
Logo UBSI
2 00:00:09:15
00:00:10:00 -
Program ID
3 00:00:15:00
00:00:15:00 - Universal Counting
4 00:00:24:05 Leader
00:00:25:00 - Footage Novita
Voice ( Novita) , BGM
5 00:00:36:15 (Teman Tuli), Subtitle
00:00:36:15 - Wawancara Novita
Voice ( Novita) , BGM
6 00:01:37:13 Subtitle
00:01:37:13 -
Footage Jalanan Voice Over, BGM
7 00:01:41:21
00:01:41:21 - Media Placement
Voice Over, BGM
8 00:01:52:20 (Artikel)
00:01:52:20 -
Footage Jalanan Voice Over, BGM
9 00:01:58:19
00:01:58:19 - Voice (Dr. Damayanti) ,
Footage Rumah Sakit
10 00:02:04:20 BGM
00:02:04:20 - Wawancara Voice (Dr. Damayanti) ,
11 00:02:23:10 (Dr. Damayanti) BGM
12 00:02:23:10 - Footage Rumah Sakit Voice (Dr. Damayanti) ,

124
00:02:29:08 BGM
00:02:29:08 - Wawancara Voice (Dr. Damayanti) ,
13 00:03:06:15 (Dr. Damayanti) BGM
00:03:06:15 -
Footage Silang Voice (Bagja) , BGM
14 00:03:14:08
00:03:14:08 - Wawancara
Voice (Bagja) , BGM
15 00:04:07:09 (Bagja)
00:04:07:09 - Wawancara
Voice (Bagja) , BGM
16 00:04:51:20 (Bagja)
00:04:51:20 -
Footage Silang Voice (Bagja) , BGM
17 00:04:58:18
00:04:58:18 - Wawancara
Voice (Bagja) , BGM
18 00:07:55:10 (Bagja)
00:07:55:10 -
Footage Kopi Sunyi Voice Over, BGM
19 00:08:09:05
00:08:09:05 - Media Placement
Voice Over, BGM
20 00:08:15:14 (Artikel)
00:08:15:14 - Wawancara Voice (Dr. Damayanti) ,
21 00:08:25:19 (Dr. Damayanti) BGM
00:08:25:19 - Voice (Dr. Damayanti) ,
Footage Rumah Sakit
22 00:08:31:05 BGM
00:08:31:05 - Wawancara Voice (Dr. Damayanti) ,
23 00:09:57:07 (Dr. Damayanti) BGM
00:09:57:07 - Wawancara Voice (Nabil Koptul) ,
24 00:10:22:12 (Nabil Kopi Sunyi) BGM
00:10:22:12 - Wawancara
Voice (Putri) , BGM
25 00:10:42:11 (Putri)
00:10:42:11 - Wawancara
Voice (Hary) , BGM
26 00:11:27:22 (Hary)
00:11:27:22 - Media Placement
Voice Over, BGM
27 00:11:38:00 (Artikel)
00:11:38:00 - Footage Human
Voice Over, BGM
28 00:12:05:18 Interest
00:12:05:18 - Wawancara
Voice (Bagja) , BGM
29 00:17:34:06 (Bagja)
00:17:34:06 - Wawancara
Voice (Putri) , BGM
30 00:18:37:18 (Putri)
00:18:37:18 - Wawancara Novita
Voice ( Novita) , BGM
31 00:19:50:14 Subtitle
00:19:50:14 - Voice (Nabil Koptul) ,
Footage Kopi Sunyi
32 00:19:58:12 BGM
00:19:58:12 - Wawancara Voice (Nabil Koptul) ,
33 00:21:10:19 (Nabil Kopi Sunyi) BGM
00:21:10:19 - Wawancara
Voice (Hary) , BGM
34 00:21:37:13 (Hary)

125
00:21:37:13 - Media Placement
Voice Over, BGM
35 00:22:09:02 (Artikel)
00:22:09:02 -
Footage Rumah Batik Voice (Hary) , BGM
36 00:22:15:18
00:22:15:18 - Wawancara
Voice (Hary) , BGM
37 00:22:26:23 (Hary)
00:22:26:23 - Wawancara Voice (Dr. Damayanti) ,
38 00:24:14:03 (Dr. Damayanti) BGM
00:24:14:03 - Wawancara Voice (Nabil Koptul) ,
39 00:25:03:03 (Nabil Kopi Sunyi) BGM
00:25:03:03 - Wawancara
Voice (Putri) , BGM
40 00:25:27:03 (Putri)
00:25:27:03 - Wawancara
Voice (Hary), BGM
41 00:26:04:15 (Hary)
00:26:04:15 -
All Footage Voice Over, BGM
42 00:26:57:17
00:26:57:17 -
Subtitle Voice Over, BGM
43 00:27:05:11
00:27:05:11 -
Nabil BGM
44 00:27:20:23
00:27:20:23 -
Bagja BGM
45 00:27:34:17
00:27:34:17 -
Putri BGM
46 00:27:44:08
00:27:44:08 -
Hary BGM
47 00:27:54:22
00:27:54:22 -
CREDIT
48 00:28:10:00

126
KONSEP EDITING

ProductionCompany : Sekutu Film Produser : Iqbal

Project Title : A Deaf With Director : Iqbal

Culture

DOP :Ari Nur Ramadhan


Durasi : 28 Menit 10 Detik

HARDWARE

1. Processor : Intel Core i7-8250U CPU 1.6 GHz

2. Ram : 12 GB DDR4

3. Graphic Card : Nvidia Geforce RTX

4. Storage : SSD 500GB + HDD 1TB

ACCESSORIS

1. Mouse : Digital Alliance Thor

2. Earphone : Samsung Earphone

SOFTWARE

1. Visual : Adobe Premiere CC 2022 Adobe After Effect CC 2022

2. Audio : Adobe Audition CC 2022

3. Grafis : Adobe Photosop CC 2022

127
KONSEP EDITING

1. Bar and Tone

2. Logo UBSI

3. Program ID

128
4. Universal Counting Leader

5. Isi Program

6. Credit

7. Ucapan Terima Kasih

129
8. BTS

130
131
132
133
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Pada dasarnya manusia bisa saling kenal satu sama lainnya adalah melalui

komunikasi, bagaimana jika komunikasi yang harusnya baik terhambat oleh ketidak

inginan seseorang yang memiliki hambatan dalam mendengar. Pendidikan yang

kurang memadai bagi mereka, Penyedia pekerjaan yang banyak tidak menerima

dengan kekurangan yang mereka punya, Kehidupan sosial yang terbentuk dari

ketidak sempuranaan mereka sehingga mereka yang memiliki hambatan dalam

mendengar terbentuk secara tidak normal dan mungkin bisa dikatakan tidak bisa

diterima oleh masyarakat bahkan lingkungan padahal yang kita ketahui pemerintah

sudah memberikan jaminan bagi mereka yang sudah tertuang dalam Undang-

Undang. Banyak orang awam yang tidak mengenal mereka karena tidak ada

keinginan untuk berkomunikasi dengan mereka dan untuk mengetahui budaya yang

mereka punya, sehingga menimbulkan banyak kesalahpahaman yang ada. Adanya

Film Dokumenter ini adalah menginginkan bagi mereka yang disebutnya Teman

Dengar untuk mengenal mereka, akses yang diberikan semua pihak hampir sangat

sulit digapai, setidaknya dengan adanya Film Dokumenter ini membuka mata semua

pihak yang ada.

III.2 Saran

Adanya Film Dokumenter ini penulis sebagai pembuat karya menginginkan

dan mengharapkan antara teman dengar dan teman tuli untuk saling memahami

komunikasi satu sama lain, harapan penulis juga untuk pemerintah memberikan saran

134
berupa Pendidikan Bahasa Isyarat Indonesia dimulai sejak Sekolah Dasar. Dan

kesimpulan dari film tersebut dapat memberikan akses bersama serta menyeluruh,

mulai dari pelaku dibidang usaha, persoalan Pendidikan sampai ranah sosial untuk

memahami dari kesetaraan tersebut.

135
DAFTAR PUSTAKA

Irwanto. (2019). Broadcasting Televisi 2 Teori dan Praktik. Graha Cendekia.

Latief Rusman, Y. U. (2017). Menjadi Produser Televisi : Profesional


Mendesain Program Televisi. Kencana .
S Supriyadi. (2014). Broadcasting Television. Graha Cendek.

Rusman Latief & Utud. (2016). Siaran Televisi Non Drama (Pertama).
Prenan Media Group.
Arifin, E. (2010). Broadcasting, to be a broadcaster (Empat). Graha Ilmu.

Rusman Latief & Utud. (2016). Siaran Televisi Non Drama (Pertama).
Prenan Media Group.
Fachrudin, A. (2014). Dasar-Dasar Produksi Televis (pertama). Kencana.

Morissan. (2018). Manajemen Media Penyiaran. Jakarta: PrenadaMedia Group.

Fachruddin, Andi. (2016). Dasar Dasar Produksi Televisi. Jakarta: PrenadaMedia

Group.

Muslimin, Nurul. (2018). Bikin Film Yuk!. Yogyakarta: Araskan

Naratama. (2018). Menjadi Sutradara Televisi

Naratama. (2013). Menjadi Sutradara Televisi : Dengan Single dan Multi-Camera.

Jakarta: PT. Grasindo.

Naratama. (2014). Menjadi Sutradara Televisi : Dengan Single dan Multi-Camera.

Jakarta: PT. Grasindo.

Supriyadi dkk. (2014). Broadcasting Televisi 2 dan Praktik. Yogyakarta: Graha

Cendekia.

136
Ayawaila, Gerzon R. (2008). Dokumenter Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-

IKJ

Pratista, Himawan (2008). Memahami Judul Film. Edisi Kedua. Jakarta: Montase

Press

Chandra Tanzil, & Rhino Ariefiansyah. 2010. PEMULA Dalam Film Dokumenter,
GAMPANG-GAMPANG SUSAH. Jakarta

PROF. DEDDY MULYANA, M.A., Ph.D. 2007. ILMU KOMUNIKASI. Bandung :


PT Remaja Rosdakarya Offset

JOSEPH V. MASCELLI, A.S.C, 1986. SINEMATOGRAFI. Jakarta : YAYASAN


CITRA

SUMBER ONLINE :
https://www.youtube.com/watch?v=IBUpzGls5_c

www.justjared.com/2011/04/29/kelly-osbournes-god-bless-ozzyosbournes-premiere/

http://kusendony.wordpress.com/2011/03/25/jenis-jenis-film-dokuemnter/

137
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Biodata Mahasiwa
NIM : 42190170

Nama Lengkap : Iqbal

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 04 April 1999

Alamat Lengkap : Jl. Taruna II No 113A Jatiwaringin Pondok

Gede

B. Riwayat Pendidikan Formal


1. SD Negeri 07 Jakarta, Tahun Lulus 2011
2. SMP Negeri 93 Jakarta, Tahun Lulus 2014
3. SMA Negeri 51 Jakarta, Tahun 2017
4. Universitas Bina Sarana Informatika, Jurusan Broadcasting 2019 -
Sekarang

C. Riwayat Pengalaman
1. Papi Indonesia Organization (Head Staff)
2. Anugerah Aparatur Sipil Negara, Event Organizer (Stage Manager)
3. Presidentian Lecture, Event Organizer (Stage Manager)
4. Dinas Penerangan Angkatan Darat (Asisten Produser)
5. Literasi Digital Kominfo (Asisten Produser)

Jakarta, 7 Juli

2022

138
Iqbal

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Biodata Mahasiwa
NIM : 42190170

Nama Lengkap : Ari Nur Ramadhan

Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi, 18 Februari 1996

Alamat Lengkap : Kp Jati, Jl Swadaya 4 no 494, rt 03 / rw 06,

Jatimulya, Tambun Selatan , Bekasi.

B. Riwayat Pendidikan Formal


1. 2002 - 2008 : SDN 2 Jenar wetan
2. 2008 - 2011 : SMPN 8 Purworejo
3. 2011 - 2014 : SMAN 3 Purworejo
4. 2019 - Sekarang : Universitas Bina Sarana Informatika

C. Riwayat Pengalaman
1. Produser di film pendek berjudul Alone
2. Talent di video Make up Character berjudul IT
3. Kru Tata Suara di Drama Film Pendek berjudul Titik
4. Dinas Penerangan Angkatan Darat (Asisten Produser)
5. Unit Produser di Drama FTV berjudul A Child Who Have A Cookies

Jakarta, 7 Juli

2022

139
Ari Nur Ramadhan

140
SURAT PERIZINAN LOKASI SYUTING

141
142
143
144
145
LAMPIRAN

146
147
148
149
150
151
152
153

Anda mungkin juga menyukai